Anda di halaman 1dari 2

LALAT TENTARA HITAM, SOLUSI ALTERNATIF PENGOLAHAN SAMPAH SISA MAKANAN

Data dari website tempo.co, berdasarkan wawancara dari KLHK, pada tahun 2018
komposisi sampah di Indonesia masih di dominasi oleh sampah sisa makanan sebesar 44 %. Jika
dalam setahun, Indonesia memproduksi 64 juta ton sampah maka 28 juta ton nya adalah
sampah sisa makanan. Apakah ada solusi untuk ini? sampai saat ini solusi mind stream yang
paling sering di kampanyekan adalah komposting. Program pengolahan sampah yang di
gadang-gadang cukup mudah, murah dan dapat dilakukan oleh setiap orang, degan segala
kelemahannya, salah satunya waktu siklus produksi yang cukup lama, lebih dari dua minggu.
Apakah ada cara lain? oke mari kita bahas.
Beberapa solusi alternatif pengolahan sampah organik sisa makanan lainnya adalah
menjadikan sampah itu sebagai pakan ternak. Namun, solusi ini cenderung mind stream dan
lebih cocok untuk orang-orang di lingkup desa. Dengan kultur masyarakat yang lebih prihatin
dan masih banyak memiliki hewan ternak. Solusi lain skala kawasan yang menurut penulis
sangat efektif adalah pemanfaatan sampah sisa makanan untuk budidaya lalat tentara hitam.
Solusi praktis, cepat dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Belatung dari lalat ini mampu
memakan segala jenis sampah sisa makanan tanpa sisa, dengan durasi yang sangat cepat.
Dibanding pemanfaatannya sebagai pupuk kompos solusi ini di pandang lebih unggul. Larva
dari lalat ini (belatung) nya bermanfaat sebagai pakan ikan. Nilai jualnya mencapai Rp. 10.000
per 100 gr, artinya 1 kg belatung dari lalat ini mencapai Rp. 100.000, fantastis bukan.
Peluang usaha yang sangat menggiurkan bukan?. Yang jadi pertanyaan adalah kenapa sih
pemerintah gak melirik ini? Kenapa Kementerian Lingkungan Hidup gak menginisiasi program
ini? padahal kan sangat solutif untuk sampah pasar dan resto? Kenapa gak setiap daerah bikin
project budidaya lalat tentara, kan efektif buat pengurangan sampah, lumayan juga buat
pemasukan kas daerah. Toh bahan baku makanannya gratis, ambil cuma-cuma dari pasar, resto
ataupun warung makan. Semua jadi lebih mudah dong, wong yang punya kebijakan. Masa sih
orang-orang penting gak tau soal ini? Apa ada solusi lain yang mereka-mereka fikirkan?
Ambil bayangan jika satu daerah punya budidaya lalat ini di TPA, semua sampah sisa
makanan di masukkan ke sana, jangan semua di kompos, cukup sampah-sampah organik kering
saja yang di kompos. Kan lumayan memperpanjang umur TPA. Jika berjalan dengan baik, bisa di
taruh untuk pengelolaan sampah skala kawasan seperti bank sampah atau TPS3R.
Di beberapa daerah lalat ini sudah sangat berhasil di biakkan baik oleh pihak swasta
ataupun perorangan. Diantaranya di Kabupaten Banyuwangi, Semarang, Jakarta, Bekasi dll. Jadi
peluang usaha yang sangat menjanjikan dengan bahan baku cuma-cuma dan nilai jual tinggi.
Hanya saja perlu keterampilan pengelolaan untuk mengontrol populasi lalat yang hanya
memiliki umur sekitar 15 hari itu agara tidak bau dan over populasi. Wong swasta aja bisa masa
pemerintah enggak, dari pada ditimbun terus terusan, udah gak efektif, boros biaya pula.
Ayolah mikir kekinian gitu loh, mikir simpel tapi solutif.

https://tekno.tempo.co/read/1316095/sampah-terbesar-di-indonesia-sisa-makanan-dari-
rumah-tangga/full&view=ok

Anda mungkin juga menyukai