Anda di halaman 1dari 17

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Makalah Ini Dibuat Sebagai Bahan Diskusi Mata Kuliah Manajemen Pendidikan

Dosen Pengampu:

Dr. Nurochim, M.M

Ditulis Oleh:

Annisa Oktavia 111801100000


Egi Wijaya 11180110000040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW. Kepada keluarganya, para sahabatnya, para tabi’in dan kita selaku umatnya
semoga mendapatkan syafa’at al-uzhma di hari akhir kelak.

Dalam proses pembuatan makalah yang berjudul “Kepemimpinan


Pendidikan” kami memiliki hambatan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan
sumber referensi untuk pembuatan makalah ini. Kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini
belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Ciputat, 12 September 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan pendidikan?
2. Apa fungsi kepemimpinan pendidikan?
3. Apa saja keterampilan dan tipe kepemimpinan pendidikan?
4. Bagaimana pendekatan kepemimpinan pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kepemimpinan pendidikan.
2. Untuk mengetahui fungsi kepemimpinan pendidikan.
3. Untuk mengetahui keterampilan dan tipe kepemimpinan pendidikan.
4. Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan kepemimpinan pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan


Secara etimologi, kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin. Dalam
bahasa Inggris, leadership yang berarti kepemimpinan, dari kata dasar leader
berarti pemimpin dan akar katanya to lead yang terkandung beberapa arti yang
saling erat berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan di awal, mengambil
langkah awal, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan pikiran dan
pendapat orang lain melalui pengaruhnya.1
Adapun secara terminologi, menurut Robbins seperti yang dikutip oleh
Sudarwan Danim dan Suparno dalam buku “Manajemen dan Kepemimpinan”,
mendefinisikan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan memengaruhi ke
arah pencapaian tujuan. Menurut James Liphan, seperti yang dikutip oleh
Ngalim Purwanto dalam buku “Administrasi dan Supervisi Pendidikan”,
mendefinisikan bahwa kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur
atau prosedur baru untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi atau
untuk mengubah tujuan-tujuan dan sasaran organisasi.2
Dari pengertian kepemimpinan di atas ditemukan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu kemampuan dan kesiapan yang harus dimiliki seseorang agar
dapat memengaruhi, mendorong, memelopori, serta mengarahkan pemikiran
dan pendapat orang lain dalam organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran
tertentu.
Kepemimpinan pendidikan berperan sangat penting dalam rangka
mengarahkan dan menggerakkan organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Saunders (1965: 39), mendefinisikan kepemimpinan
pendidikan sebagai any act which facilities the achiefment of educational
objektives. Definisi tersebut memberi pengertian bahwa kepemimpinan
pendidikan merupakan setiap tindakan yang dilakukan terhadap fasilitas

1
Baharuddin & Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2002), cet. I, hlm. 47.
2
Ibid.
pendidikan untuk meraih prestasi dari sasaran pendidikan yang telah
ditentukan. Sementara menurut Husna Asmara (1985: 18), kepemimpinan
pendidikan adalah segenap kegiatan dalam usaha memengaruhi personal di
lingkungan pendidikan pada situasi tertentu agar mereka melalui usaha kerja
sama, mau bekerja dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas demi tercapainya
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.3
B. Fungsi Kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena hal tersebut harus
diwujudkan dalam interaksi antarindividu di dalam situasi sosial suatu
kelompok, lembaga, atau organisasi. Fungsi kepemimpinan memiliki dua
dimensi, yaitu: pertama, dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan
mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin. Kedua,
dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan
orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok
atau organisasi, (Rivai, 2005: 53).
Fungsi Kepemimpinan Pendidikan Berkaitan dengan kepemimpinan
kepala sekolah, A. Tabrani Rusyan (2000) menyatakan bahwa kepemimpinan
kepala sekolah memberikan motivasi kerja bagi peningkatan produktivitas
kerja tenaga pendidik dan hasil belajar peserta didik. Sedangkan menurut
Mulyasa (2009:90), kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor
yang dapat mendorong sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan
sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara
terencana dan bertahap.
Secara operasional, fungsi kepemimpinan dapat dibedakan dalam lima
fungsi pokok, yaitu:4
a. Fungsi Instruksi.
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator
merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan di mana
perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.
3
Imam Machali & Ara Hidayat, The Handbook of education Management (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016), cet. ke-1, hlm. 85.
4
Ibid., hlm. 94-95
Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan
dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
b. Fungsi Konsultasi.
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha
menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan
pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang
yang dipimpinnya yang dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya
konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan
setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu
dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feedback)
untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah
ditetapkan dan dilaksanakan. dinilai mempunyai berbagai bahan informasi
yang diperlukan
c. Fungsi Partisipasi.
Dalam menjalankan fungsi ini, pemimpin berusaha mengaktifkan orang-
orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan
maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas melakukan
semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama
dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.
Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan
bukan pelaksana.
d. Fungsi Delegasi.
Fungsi delegasi dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang
membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa
persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercaya-
an. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu
pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan aspirasi.
e. Fungsi pengendalian.
Fungsi ini bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses (efektif) mampu
mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang
efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara
maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan
bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diselenggarakan dalam aktivitas


kepemimpinan secara integral, yaitu pemimpin berkewajiban menjabarkan
program kerja, mampu memberikan petunjuk yang jelas, berusaha
mengembangkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat,
mengembangkan kerja sama yang harmonis, mampu memecahkan masalah dan
mengambil keputusan masalah sesuai batas tanggung jawab masing-masing,
menumbuhkembangkan kemampuan memikul tanggung jawab, dan pemimpin
harus mendayagunakan pengawasan sebagai alat pengendali. (Rivai, 2005: 53-
55).

Dalam pengembangan lembaga pendidikan, kepemimpinan pendidikan


mempunyai dua fungsi, yaitu:5

a. Mengusahakan keefektifan organisasi pendidikan, yang meliputi: adanya


etos kerja yang baik, manajemen terkelola dengan baik, mengusahakan
tenaga pendidik yang memiliki ekspektasi yang tertinggi, mengembangkan
tenaga pendidik sebagai model peran yang positif, memberikan
perlakuanbalikan positif pada anak didik, menyediakan kondisi kerja yang
baik bagi tenaga pendidik dan staf tata usaha, memberikan tanggung jawab
pada peserta didik, dan saling berbagi aktivitas antara pendidik dan anak
didik
b. Mengusahakan lembaga pendidikan/sekolah berhasil (successful school)
yang meliputi melaksanakan fungsi kepemimpinan dengan menempatkan
implementasi kurikulum sebagai tujuan utama, menekankan pada kualitas
pengajaran dan pembelajaran, memiliki tujuan yang jelas dan ekspektasi
yang tinggi pada tenaga pendidik maupun peserta didik, mengembangkan
iklim organisasi yang baik dan kondusif, melakukan monitoring dan
evaluasi sebagai bagian dari budaya organisasi pendidikan di lembaganya,

5
Ibid., hlm. 85.
mengelola pengembangan staf, serta melibatkan dukungan stakeholder
(masyarakat) dalam pengembangannya.
C. Keterampilan dan Tipe Kepemimpinan Dalam Pendidikan
Kepemimpinan khususnya di lembaga pendidikan memiliki ukuran atau
standar pekerjaan yang harus dilakukan oleh kepala sekolah selaku pimpinan
tertinggi. Menurut Mulyasa (2009:98) disampaikan bahwa seorang kepala
sekolah harus melakukan perannya sebagai pimpinan dengan menjalankan
fungsi:6
a) Sebagai educator (pendidik)
Kepala sekolah sebagai educator harus memiliki kemampuan untuk
membimbing pendidik, membimbing tenaga kependidikan non pendidik,
membimbing peserta didik, mengembangkan tenaga kependidikan,
mengikuti perkembangan iptek, dan memberi contoh dalam proses
pembelajaran.
b) Sebagai manajer
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, pemimpin
lembaga pendidikan harus memiliki strategi yang tepat untuk
memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif,
memberi kesempatan kepada tenaga kependidikan untuk meningkatkan
profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam
berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
c) Sebagai administrator
Secara spesifik, pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mengelola
kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi
personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola
administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan.
d) Sebagai supervisor
Kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan
yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Keberhasilan kepala sekolah
sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh (1) Meningkatnya

6
Nurochim, Administrasi Pendidikan (Bekasi: Gramata Publishing, 2016), hlm. 83-87.
kesadaran pendidik untuk meningkatkan kinerjanya, dan (2) Meningkatnya
keterampilan guru dalam melaksanakan tugasnya. Pemimpin dalam lembaga
pendidikan juga harus berupaya menjadikan sekolah sebagai sarana belajar
yang lebih efektif.
e) Sebagai leader (pemimpin)
Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat
jujur, percaya diri, bertanggung jawab, berani mengambil risiko dan
keputusan, berjiwa besar, memiliki emosi yang stabil, dan dapat diteladani.
Pengetahuan kepala sekolah terhadap tenaga kependidikan akan tercermin
dalam kemampuannya dalam: (1) Memahami kondisi tenaga kependidikan
(guru dan non guru), (2) Memahami kondisi dan karakteristik peserta didik,
(3) Menyusun program pengembangan tenaga kependidikan, (4) Menerima
masukan, saran, dan kritikan dari berbagai pihak untuk meningkatkan
kepemimpinannya.
f) Sebagai inovator
Pemimpin sebagai inovator akan tercermin cara-cara dalam melakukan
pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional,
pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptable dan fleksibel. Pemimpin
lembaga pendidikan sebagai inovator dituntut untuk mampu mencari,
menemukan dan melaksanakan pembaharuan di sekolah. Gagasan baru
tersebut misalnya moving class, program akselerasi, dan program lainnya.
g) Sebagai motivator
Sebagai motivator, pemimpin lembaga pendidikan ditunutu untuk
memiliki dan menerapkan strategi yang tepat untuk memberikan motivasi
kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan
fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan lewat pengaturan lingkungan
fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara
efektivitas, dan penyediaan sebagai sumber belajar melalui pengembangan
pusat sumber belajar.

Selain itu pemimpin lembaga pendidikan dituntut untuk memiliki kompetensi


wawasan kependidikan dan manajemen yang berkaitan erat dengan: (1)
Menguasai landasan pendidikan, (2) Menguasai kebijakan pendidikan, serta (3)
Menguasai konsep kepemimpinan dalam tugas, peran, dan fungsi kepala sekolah.
Kompetensi kepribadian juga harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagaimana
dijelaskan dalam standard kompetensi kepala sekolah adalah sebagai berikut: (a)
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) Berakhlak mulia, (c) Memiliki etos
kerja yang tinggi meliputi disiplin dalam bekerja, bersemangat, memiliki rasa
percaya diri, berinisiatif, kreatif, tekun dan cekatan dalam bekerja, (d) Bersikap
terbuka mau menerima saran dan kritik, (e) Berjiwa pemimpin, (f) Mampu
mengendalikan diri meliputi memiliki stabilitas emosi, hati-hati, cermat, teliti, dan
tidak mudah putus asa, (g) Mampu mengembangkan diri untuk meningkatkan
kemampuan dan memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, (h) Memiliki integritas
kepribadian yang meliputi dapat dipercaya, jujur, konsisten antara ucapan dan
perbuatan, memiliki komitmen yang tinggi, berdedikasi tinggi, dan tegas dalam
bersikap serta bertindak.7

Pengembangan kompetensi kepribadian dalam praktik kepemimpinan, kepala


sekolah dituntut mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi karena
mempunyai peran yang sangat penting dalam menjalankan tugas-tugas
kepemimpinannya. Kecerdasan emosional (emotional intellegence) kepala sekolah
merupakan kemampuan mengenali perasaan dan memotivasi diri serta mengelola
emosi secara tepat, baik yang ada pada diri sendiri maupun orang lain untuk
mengolah informasi dalam hubungan interpersonal. Kompetensi sosial yang harus
dimiliki oleh kepala sekolah sebagaimana dijelaskan dalam standar kompetensi
sekolah antara lain: (1) Mampu bekerja sama dengan orang lain, (2) Berpartisipasi
dalam kegiatan kelembagaan atau sekolah, (3) Berpartisipasi dalam kegiatan
kemasyarakatan dan berperan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Selain
itu untuk menjadi kepala sekolah yang sukses dalam menjalankan
kepemimpinannya, mempunyai kompetensi sosial salah satunya adalah terampil
dalam berkomunikasi yang efektif sehingga dapat mengubah perilaku staf,
pendidik, dan peserta didik di sekolah.8

7
Ibid., hlm. 87.
8
Ibid., hlm. 87-88.
Secara teoritis tipe kepemimpinan dapat dibedakan menjadi empat bentuk,
yaitu:

1. Tipe Kepemimpinan Otoriter


Kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan kepala sekolah atau
guru. Sejumlah orang/siswa yang dipimpinnya dianggap sebagai pengikut yang
harus taat pada dirinya apa yang menjadi kehendak harus di turuti.sehingga
kepala sekolah/guru menganggap dirinya sebagai penguasa dan anak
buah/siswa sebagai objek dalam belajar.9
2. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Tipe kepemimpinan ini menganggap dirinya bagian dari kelompok
orang/siswa yang bersama-sama berusaha untuk melayani kebutuhan serta
bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan. Setiap orang/siswa diangggap
sebagai potensi yang berharga dan dianggap yang paling utama.10
3. Tipe Kepemimpinan Pseudo-Demokratis
Pseudo artinya palsu atau pura-pura. Pemimpin semacam ini berusaha
memberikan kesan dalam kepemimpinannya seolah-olah ia demokratis, tetapi
memiliki tujuan otokratis dengan cara mendesakan keinginan sendiri secara
halus. Ia selalu berusaha untuk mencari perhatian orang lain agar disukai
dengan bentuk sikap dan perilaku serta ucapan ditonjolkan, atau dalam suatu
pertemuan/rapat ia banyak meminta pendapat/saran orang lain, untuk
memberikan kesan bahwa ia lebih memperhatikan orang lain. Namun dalam
kenyataannya ia tidak menerima saran-saran tersebut dan pandai mengubah
dengan alasan-alasan sedemikian rupa yang selalu menguntungkan dirinya
sendiri dan menghasilkan pendapat sendiri.11
4. Tipe Kepemimpinan Laissez-Faire
Laissez-Faire berarti “biarkan saja berjalan”, atau “masa bodo”.12 Dalam
tipe kepemimpinan ini sebenarnya tidak memberikan kepemimpinannya.

9
Edeng Suryana, Administrasi Pendidikan Dalam Pembelajaran (Yogyakarta:
Deepublish, 2019), hlm. 86.
10
Ibid., hlm. 87.
11
Ibid.
12
Ibid., hlm. 88.
Pemimpin justru membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin
sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjan
bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada
bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Dengan demikian
mudah terjadi konflik. Tingkat keberhasilan kelompok semata-mata disebabkan
karena kesadaran dan dedikasi anggota kelompok, bukan dari pengaruh
seorang pemimpin.13
D. Pendekatan Kepemimpinan
Pendekatan-pendekatan kepemimpinan muncul guna menjawab
pertanyaan mendasar terkait dengan studi kepemimpinan. Paling tidak ada
empat pendekatan kepemimpinan yang menjadi tinjauan utama, antara lain:14
1. Pendekatan Sifat (Trait Approach)
Pendekatan ini secara global melihat bahwa keberhasilan seorang
pemimpin sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat personal, di samping
keterampilan dan kecakapan yang harus dimiliki. Ciri-ciri pribadi ini dapat
menjadi garansi dalam keberhasilan pola kepemimpinan seseorang. Tanpa
adanya kualitas individu pemimpin yang baik, maka kepemimpinan tidak
akan berjalan secara optimal.
2. Pendekatan Perilaku (Behavior Approach)
Dari sudut pandang pendekatan perilaku, akan dilihat perilaku yang dapat
diamati oleh seorang pemimpin melalui kecenderungan sifat-sifat pribadi
dan kewenangan yang dimiliki. Tentunya pendekatan ini lebih
mempergunakan acuan trait approach dan power approach. Kecenderungan
perilaku pemimpin akan dilihat dari aktivitas kerja dan pola manajerial yang
dikembangkan dalam sebuah organisasi.
3. Pendekatan Pengaruh Kekuasaan (Power Influence Approach)
Pendekatan ini memandang bahwa keberhasilan pemimpin dalam
mempengaruhi orang lain disebabkan adanya kekuasaan dari pemimpin
tersebut. Karena memiliki kekuasaan, orang lain bersedia berbuat sesuai
13
Nurochim, Op. Cit., hlm. 89-90.
14
Abdul Haris, Kepemimpinan Pendidikan (Surabaya: Islamic Development Bank, 2013),
hlm. 22-24
dengan apa yang diharapkan seorang pemimpin. Hal ini sering disebut
dengan istilah wewenang.
Terdapat lima sumber munculnya power (kekuasaan) dari seorang
pemimpin, yaitu:
a. Legitimate Power
Kekuasaan muncul karena pemimpin memiliki wewenang yang bersifat
sah (formal). Biasanya wewenang ini diperoleh melalui jalan kesepakatan
formal atau konstitusional.
b. Expert Power
Kekuasaan/ kewenangan yang muncul pada seseorang karena ia memiliki
keahlian dalam bidang tertentu. Biasanya power/ kewenangan ini muncul
karena orang lain tidak memiliki keahlian tersebut.
c. Coersive Power
Seseorang dapat tunduk dan patuh kepada orang lain (pemimpin) karena
paksaan, intimidasi atau hegemoni. Kewenangan dengan coercive power
ini biasanya tidak langgeng, sebab tidak ada komitmen yang kuat dari
bawahan.
d. Referent Power
Dapat dikatakan sebagai kekuasaan kharisma, sebab dengan kharisma
yang dimiliki seorang pemimpin, ia dapat menggerakkan dan
mengendalikan orang lain.
e. Reward Power
Pemimpin memiliki kekuasaannya karena ia sering memberikan imbalan/
hadiah kepada bawahan. Dengan imbalan yang diberikan, orang lain akan
tunduk dan patuh pada perintahnya.
4. Pendekatan Situasional (Situational Approach)
Pendekatan situasional pada dasarnya memiliki beberapa pandangan dasar.
Pertama, pemimpin dalam melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh faktor
situasional, seperti: jenis pekerjaan, iklim organisasi, karakter individu.
Kedua, keefektifan perilaku pemimpin dilihat dari kemampuannya dalam
menyesuaikan diri dengan kondisi bawahan. Ketiga, perilaku kepemimpinan
dari seorang pemimpin cenderung berbeda-beda antar situasi. Melalui
pendekatan situasional, pemimpin pendidikan harus bisa mengerti dan
memahami kondisi anggota. Guru dan staff sekolah yang masih memiliki
motivasi dan kemampuan kerja rendah, harus senantiasa didorong dan
diarahkan. Sehingga pola kepemimpinan dalam menggerakkan dan
mengkoordinasikan stakeholders pendidikan harus disesuaikan dengan
kesadaran, motivasi serta kemampuan anggota.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. Kepemimpinan pendidikan adalah setiap tindakan atau kerja sama yang


dilakukan terhadap fasilitas pendidikan untuk meraih sasaran atau tujuan
pendidikan yang telah ditentukan.
2. Fungsi kepemimpinan pendidikan untuk mengupayakan keefektifan organisasi
pendidikan dan mengupayakan lembaga pendidikan/sekolah berhasil
(successful school) dengan kerja sama untuk mencapai suatu tujuan dalam
pendidikan.
3. Keterampilan kepemimpinan merupakan suatu hal yang harus dikuasai dalam
kepemimpinan pendidikan seperti keterampilan religius, sosial, dan intelektual
yang baik. Adapun tipe kepemimpinan secara teori terbagi empat yaitu tipe
otokratis, demokratis, pseudo-demokratis, dan tipe laissez-faire.
4. Pendekatan-pendekatan dalam kepemimpinan pendidikan yaitu berupa
pendekatan sifat (trait approach), pendekatan perilaku (behavior approach),
pendekatan pengaruh kekuasaan (power influence approach), pendekatan
situasional (situational approach).
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin & Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik.
Yogyakarta. Ar-Ruzz Media. 2002.

Haris, Abdul. Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya. Islamic Development Bank. 2013.

Imam Machali & Ara Hidayat. The Handbook of education Management. Jakarta.
Prenadamedia Group. 2016.

Nurochim. Administrasi Pendidikan. Bekasi. Gramata Publishing. 2016.

Suryana, Edeng. Administrasi Pendidikan Dalam Pembelajaran. Yogyakarta.


Deepublish. 2019.

Anda mungkin juga menyukai