“DISTRIBUSI NORMAL”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Drainase
Dosen Pengampu: Rizki Ramdhan Husaini, M.T
Disusun oleh:
Kelompok 1
PEKANBARU
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Distribusi Normal” dengan lancar. Penulisan makalah ini merupakan kewajiban
dan sebagai tugas mata kuliah Drainase mahasiswa Universitas Abdurrab
Pekanbaru.
Kami menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak
mendapatkan bimbingan dan nasehat, serta bantuan dari berbagai pihak. Berkaitan
dengan hal tersebut kami mengaturkan banyak terima kasih kepada
1. Pak Rizki Ramadhan Husaini,M.T yang sudah memberikan bimbingan
dan pengarahan kepada kami.
2. Teman-teman terima kasih atas bantuannya.
3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami terus menunggu saran dan kritik yang sifatnya
membangun dan positif. Semoga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan pihak yang berkepentingan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................2
1.3 TUJUAN MAKALAH..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Analisis Frekuensi......................................................................................3
2.2 Disribusi Normal......................................................................................13
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Distribusi Normal.........................................13
2.4 Tabel Distribusi normal...........................................................................13
2.5 Contoh Soal Ditrbusi normal...................................................................13
BAB III PENUTUP...............................................................................................18
3.1 KESIMPULAN........................................................................................18
3.2 SARAN....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipapakan diatas,
adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud distribusi normal ?
2. Bagaimana cara membaca tabel distribusi normal?
3. Apa saja kelebihan dan kelemahan distribusi normal?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi dapat diperoleh dari analsis data hujan maupun data
debit yang didasarkan pada sift statiska data yang tersedia untuk memperoleh
besaran hujan maupun debit di masa yang akan datang dengan probabilitas
tertentu.
3
Tabel 2.1 Analisa frekuensi
Kala ulang ( return period) adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu
besaran tertentu akan disamai atau dilampaui.
Distribusi Normal :
XT=ᾱ+KTS
Keterangan:
XT = Perkiraan nilai yang diharapkanterjadi dengan periode ulang
T-tahunan
ᾱ = Nilai rata-rata
S = Standar Deviasi
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode
ulang dan tipe model matemaika distribusi peluang yang digunakan
untuk analisis peluang.
4
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Distribusi Normal
Metode yang juga dikenal dengan sebutan forceddistribution ini
mendapatkan namanya dari kenyataan bahwa para penilai yang terlibat
memang “dipaksa” untuk mendistribusikan nilai karyawan ke dalam sejumlah
kategori kinerja yang sudah ditetapkan persentase proporsinya. Biasanya,
bentuk distribusi yang diterapkan adalah distribusi normal, dimana persentase
yang setara kecilnya ditempatkan di kutub kanan (terbaik) dan kutub kiri
(terburuk) sedangkan persentase yang lebih besar ditempatkan di bagian tengah
— di antara kedua kutub tersebut. Sebagai contoh, proporsi yang mungkin
digunakan adalah: Istimewa 10%, Memuaskan 20%, Berkinerja Bagus 40%,
Perlu Peningkatan 20%, dan Tidak Memuaskan 10%.
Adapun asumsi yang mendasari metode ini adalah bahwa, secara
statistik, tingkat kinerja karyawan terdistribusi mengikuti pola kurva
normal.Jika berhasil diimplementasikan secara efektif, metode distribusi
normal bisa mendatangkan kelebihan berikut ini:
1. Mengurangi kemungkinan terjadinya bias penilaian.
Dengan memaksa penilai untuk mendistribusikan hasil penilaiannya, bias
yang terjadi akibat penilai terlalu murah hati (dimana semua karyawan
dinilai bagus) atau terlalu pelit (dimana semua karyawan dinilai buruk)
bisa diminimalkan. Melalui penerapan metode ini, Ford —misalnya—
berhasil menurunkan bias kemurahan hati yang terjadi di metode
penilaian kinerja sebelumnya dimana 98% stafnya dinilai “memenuhi
harapan” (Olson & Davis, 2003).
2. Meningkatkan objektivitas penilaian.
Karena harus memastikan penempatan setiap karyawan dalam suatu
kategori, pada metode distribusi normal, para penilai perlu mengevaluasi
semua karyawan berdasarkan kriteria yang sama. Dengan demikian, hasil
penilaian mereka akan cenderung lebih objektif dibandingkan jika setiap
manajer menilai anak buah mereka berdasarkan kriteria mereka masing-
masing.
5
3. Memfasilitasi terjadinya komunikasi yang spontan dan terbuka antara
atasan dan bawahan.
Metode ini menuntut para atasan untuk secara berkala memberikan
umpan balik kepada anak buah mereka. Tanpa kesediaan untuk sering
menyampaikan umpan balik secara spontan dan terbuka, sang atasan
akan menghadapi kesulitan pada saat harus menjelaskan kepada anak
buahnya mengapa dia menempatkan si karyawan di kategori “tidak
memuaskan”.
4. Membantu menetapkan konsekuensi kinerja yang tepat.
Dengan memaksa para atasan untuk mendistribusikan karyawan ke
dalam kategori tertentu, perusahaan bisa mengenali siapa saja yang
berkinerja unggul, menengah, dan yang berkinerja terendah. Jadi, secara
terarah, perusahaan bisa memutuskan karyawan mana yang harus
diganjar dengan kompensasi dan promosi, karyawan mana yang patut
dipertahankan dan dikembangkan, serta karyawan mana yang perlu
diputuskan hubungan kerjanya.
Di sisi lain, metode distribusi normal juga tidak lepas dari sejumlah
kelemahan pokok yang mengundang kritik:
1. Metode ini menggunakan sistem distribusi normal yang salah
penerapannya.
Menurut Abelson (2001), model kurva lonceng mengasumsikan
bahwa distribusi normal akan terjadi pada sekelompokbesar subjek yang
terbentuk secara acak, dan tidak mengasumsikan hal yang sama untuk
kelompok-kelompok kecil. Adapun yang dimaksud dengan kelompok
besar adalah kelompok yang setidaknya terdiri dari 1.000 – 1.500
anggota.
Pada kenyataannya, sejumlah perusahaan menerapkan model
kurva lonceng ini pada sekelompok kecil karyawan, yang jumlah
anggotanya bahkan tidak lebih dari 50 orang. Akibatnya, sebagian
karyawan yang berkinerja bagus tetapi berada di kelompok unggul mau
6
tidak mau akan menderita karena terpaksa mendapatkan nilai buruk.
Sebaliknya, beberapa karyawan yang sebenarnya berkinerja biasa-biasa
saja tetapi berada di kelompok yang berkinerja lemah, akan menikmati
inflasi nilai dan dianugerahi posisi sebagai 10%-20% karyawan yang
berkinerja terbaik — hanya karena memang harus ada yang dinilai paling
tinggi.
Sementara itu, asumsi acak yang digunakan juga dianggap tidak
tepat. Kalau secara statistik dinyatakan bahwa acak adalah situasi dimana
setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih
menjadi anggota sampel, maka dengan jelas dapat disimpulkan bahwa
kelompok karyawan Anda bukanlah kelompok yang acak. Anda tidak
merekrut mereka secara acak, Anda tidak menempatkan mereka secara
acak, Anda juga tidak melatih dan memperlakukan mereka secara acak.
2. Ketika diterapkan secara konsisten, metode distribusi normal justru
membangkitkan tantangan baru yang menyulitkan.
Karena mengharuskan perusahaan untuk memecat karyawan yang dinilai
berkinerja paling rendah, setelah diimplementasikan selama beberapa
tahun, metode ini justru semakin mempersulit upaya membedakan
karyawan yang berkinerja memuaskan dengan karyawan yang berkinerja
istimewa. Perbedaan di antara keduanya semakin menipis dan semakin
tidak kasat mata. Di sisi lain, karena standar kinerja karyawan yang
semakin lama semakin meningkat, perusahaan juga semakin sulit
mendapatkan calon karyawan yang memenuhi standar tersebut, yaitu
karyawan yang kualifikasinya harus melebihi karyawan yang sebelumnya
dipecat.
3. Kategori yang digunakan tidak menunjukkan kinerja yang sebenarnya.
Pemaksaan nilai dan pengkategorian yang dipersyaratkan dalam metode
distribusi normal membuat karyawan diberi nilai dan ditempatkan di
kategori yang belum tentu sesuai dengan tingkat kinerja aktual mereka.
Perusahaan yang berhasil mencapai target bisnisnya, misalnya, dimana
semua karyawannya memang berprestasi bagus dan berhasil mencapai
7
target perorangan mereka, dengan terpaksa harus tetap menempatkan
10% karyawannya di kategori “tidak memuaskan”. Situasi semacam ini
tentu tidak bisa dianggap objektif. Akibatnya, seperti yang dikemukakan
oleh Olson dan Davis, karyawan lebih sering merasa bahwa nilai yang
mereka terima sesungguhnya hanyalah nilai yang dibuat untuk
memuaskan distribusi yang telah ditetapkan perusahaan. Bukan
merupakan refleksi dari kinerja aktual mereka.
4. Dipersepsi lebih sulit dan kurang fair dibandingkan metode penilaian
konvensional.
Persepsi yang timbul di kalangan mereka yang terlibat dalam
implementasi metode distribusi normal ini ditemukan dalam penelitian
Schleicher, Bull dan Green (2008). Dengan adanya persepsi semacam itu,
tidak mengherankan jika kemudian teridentifikasi bahwa para manajer
umumnya kurang bereaksi positif terhadap metode tersebut (Lawler,
2002). Mereka sering mengungkapkan komentar miring tentang metode
itu, sehingga akhirnya para karyawan pun berpandangan bahwa metode
tersebut kurang fair dan dengan demikian tidak mereka terima.
5. Terlalu memaksakan perbandingan kinerja antar-jabatan dalam upaya
mendapatkan peringkat kinerja seluruh karyawan.
Pertanyaannya adalah: Bagaimana Anda akan secara fair dan objektif
membandingkan kinerja seorang kepala departemen dengan kinerja
seorang petugas administrasi? Atau kinerja Kepala Departemen
Pemasaran dengan Kepala Departemen SDM? Kriteria apa yang akan
Anda gunakan? Selain tidak mudah untuk dijawab dan
diimplementasikan, pertanyaan itu jelas mengusik rasa keadilan para
pengemban jabatan yang diperbandingkan.
6. Merangsang tumbuhnya lingkungan kerja yang kompetitif sekaligus
destruktif.
Upaya membandingkan tingkat kinerja, dan memasukkan
karyawan ke dalam kategori yang proporsinya sudah dibatasi dengan
persentase tertentu, jelas membuat karyawan terperangkap dalam situasi
8
persaingan. Selalu mencoba menampilkan kinerja yang tidak hanya
sebaik mungkin, tetapi juga harus lebih baik dibandingkan kinerja rekan-
rekan yang lain, agar bisa masuk dalam kategori penilaian yang lebih
tinggi dan terhindar dari kemungkinan menjadi penghuni kategori
terbawah.
Situasi semacam ini jelas menghambat terjadinya kerja sama di
kalangan anggota kelompok kerja. Apalagi jika karyawan mengetahui
bahwa perusahaan memberikan perlakuan dan kompensasi yang berbeda
untuk setiap kategori penilaian.
9
Gambar 2.4.1 Tabel Distribsusi Normal
Debit
No Mean Tahun 313,296
(m3/s)
Standar Deviasi 235,662
1 2008 310,07
CV 1,329
2 2009 511,47
CS 4,959
3 2010 270,10
CK 2,184
4 2011 910,72
5 2012 180,83
6 2013 210,62
7 2014 224,13
8 2015 202,10
9 2016 202,09
10 2017 110,83
XT= X + KT x S
X2= 313,296+0x235,662
10
= 313,296
X2= 313,296+1,28x235,662
= 614,9432
X2= 313,296+2,05x235,662
= 796,4028
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah penyusun uraikan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa distribusi peluang kontinu yang terpenting dalam
seluruh bidang statistika adalah distribusi normal. Distribusi normal merupakan
suatu alat statistik yang sangat penting untuk menaksir dan meramalkan
peristiwa-peristiwa yang lebih luas. Grafiknya disebut kurva normal terbentuk
lonceng yang menggambarkan dengan cukup baik banyak gejala yang muncul
di alam, industri, dan penelitian. Abraham de Moivre adalah yang pertama kali
memperkenalkan distribusi normal ini dan kemudian dipopulerkan oleh Carl
Fredreich Gauss. Sehingga nama lain distribusi ini adalah distribusi Gauss.
3.2 SARAN
Dalam penulisan makalah ini kami meyadari bahwa masih banyak
kekeliruan dan kesalahan dalam hal penulisan dan penyusunannya. Oleh karena
itu, kami menantikan saran dan kritikan yang sifatnya membangun untuk
perbaikan selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menambah pustaka keilmuan mahasiswa.
11
DAFTAR PUSTAKA
Dari Internet:
Harum, Anita Sugiarti. 2013. Distribusi Normal (Kurva Normal). Diunduh
dari: https://anitaharum.wordpress.com/2013/11/12/distribusi-normal-
kurva-normal/. Pada hari Minggu pukul 20:00 WIB.
https://hatta2stat.wordpress.com/category/distribusi-normal-2/. 23
November 2011. Archive for the ‘Distribusi normal’ Category. Pada hari
Rabu pukul 19:40 WIB
12
13