Terapi F50-F52 (Afsya)
Terapi F50-F52 (Afsya)
Terapi nutrisi diperhatikan dalam 3 aspek, yaitu asupan kalori, zat gizi
makro, dan zat gizi mikro. Pada asupan kalori, dibagi lagi menjadi 3 fase: fase
inisial, dimana makanan akan ditambah sekitar 30-40 kkal/kg/hari hingga
mencapai antara 1000 sampai 1600 kkal/hari. Setelah itu, akan dilanjutkan ke fase
peningkatan berat badan terkontrol. Pada fase ini, target yang dituju adalah
peningkatan berat badan pasien sekitar 2-3lb/minggu. Dan setelah berat yang
dituju tercapai, fase terakhir adalah fase maintenance atau pemeliharaan berat
badan, agar berat badan yang sudah tercapai tidak akan turun lagi. Asupan kalori
pada fase terakhir adalah 40-60 kkal/kg/hari. Pada aspek zat gizi makro, sumber
kalori diperhatikan dalam bentuk protein, karbohidrat dan lemak. Protein meliputi
15%-20% total asupan kalori per hari, karbohidrat antara 50%-55%, dan lemak
pada 25%-30% total asupan harian. Terkadang perlu disertakan serat dalam
konsumsi untuk mengatasi gangguan konstipasi. Sedangkan pada zat gizi mikro,
dianjurkan untuk mengkonsumsi pil suplemen multivitamin dan mineral untuk
memenuhi kebutuhan harian zat gizi. Dalam pemberian terapi, tetap diperlukan
juga dukungan psikologis pasien yang baik. Terapi tidak akan berjalan dengan
baik tanpa dukungan dan komitmen pasien. Walaupun terapi sudah sukses
terjalankan, potensi untuk pasien kembali seperti keadaan semula terbukti cukup
tinggi. Untuk itu, selain terapi pengembalian tingkat konsumsi, diperlukan
konseling untuk menuntun arah psikologis penderita. Sebaiknya perawatan/terapi
dilakukan secara intensif dan dapat dilakukan di rumah, tetapi bila kondisi sangat
parah maka harus rawat inap di rumah sakit (Krisnani et al., 2018).
b. Terapi Anoreksia Nervosa
Mengingat implikasi psikologi dan medis anoreksia nervosa yang sulit, suatu
rencana pengobatan harus menyeluruh, termasuk perawatan di rumah sakit jika
diperlukan dan terapi individual serta keluarga adalah dianjurkan. Pendekatan
perilaku, interpersonal, dan kognitif pada beberapa kasus medikasi harus
dipertimbangkan (Fo¨cker et al., 2013; Academy for Eating Disorder, 2006;
Chavez et al., 2006).
1. Perawatan di rumah sakit. Clinical harus memutuskan pasien mana yang harus
diberi perawatan di rumah sakit, dan yang tidak harus.
5. Jika pasien tidak lagi tirah baring, pasien harus diawasi selama 2 jam
setelah makan. Hal ini dilakukan agar pasien tidak memuntahkan
makanannya.
Terapi BED
Terapi berbasis bukti yang efektif dan tersedia untuk BED , meliputi terapi
kognitif perilaku (CBT), terapi interpersonal (IPT), terapi perilaku dialektis
(DBT), dan farmakoterapi. Semua perawatan harus dievaluasi dalam matriks
risiko, manfaat, dan alternatif (Hudson et al., 2007; Anderson et al., 2004).
a. Terapi insomnia
Terapi non-farmakologis
Teknik deconditioning : pada teknik ini pasien diminta untuk
menggunakan tempat tidurnya hanya untuk tidur dan bukan untuk hal-
hal lainnya, bila pasien tidak tertidur dalam 5 menit, maka mereka
diminta untuk bangun dan melakukan hal lain. Terkadang, berganti
tempat atau ruangan tidur berguna bagi pasien (Sadock B. & Sadock
V., 2014).
Edukasi tentang sleep hygiene menurut Ebert Michael H. (2008)
dengan menggunakan terapi kontrol stimulus, yaitu :
Terapi Kontrol Stimulus
Menjaga waktu tidur dan terbangun agar konstan, bahkan saat hari libur.
Berolahraga secara rutin (3-4 kali per minggu), namun hindari berolahraga
Terapi Farmakologis
Terdapat dua penggolongan obat untuk pasien-pasien insomnia,
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine. Dimana golongan
benzodiazepine adalah nitrazepam dengan dosis anjuran 5 – 10
mg/malam, flurazepam 15 – 20 mg/malam dan estazolam 1 – 2
mg/malam. Sedangkan, zolpidem dengan dosis anjuran 10 – 20 mg/malam
merupakan golongan non-benzodiazepam. Pada orang-orang usia lanjut,
dosis yang diberikan harus lebih kecil dan peningkatan untuk dosis harus
dilakukan secara perlahan untuk menghindari terjadinya oversedation dan
intoksikasi (Maslim, 2007).
Terapi kelompok
Hudson, J.I., Hiripi, E., Pope, H.G. et al. (2007)The prevalence and
correlates of eating disorders in the National Comorbidity
Survey Replication. Biol.Psychiatry, 61, 348– 358.