Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Istitsna’ ialah mengeluarkan (mengecualikan) isim yang berada
setelah adat-adat (lafadz-lafadz) istitsna’ (pengecualian). Untuk
membedakan hukumnya dengan isim sebelumnya. Isim yang berada

setelah lafadz-lafadz istitsna’ disebut dengan mustatsna (‫)مس تثىن‬,


sedangkan isim yang berada sebelum lafadz-lafadz istitsna disebut

dengan mustatsna minhu (‫منه‬ ‫)مستثىن‬.


Istitsna’ sering duterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan
“ kecuali atau selain”. Istitsna’ mempunyai beberapa lafadz, yaitu:

‫ إال‬,‫ عدا‬, ‫ خال‬, ‫ ليس حا شا‬,‫ ال يكون‬,‫ غري‬,‫سوى‬/‫ سوى‬,‫سواء‬


Seluruh lafadz istitsna’ tersebut bermakna sama yaitu “kecuali atau
selain”.
Pengggunaan istitsna’ dengan ‫ إال‬ada tiga hukum yakni, yang
pertama wajib nashab, kedua boleh nashab atau boleh menjadi badal
(penggantinya) mustatsna minhu, dan yang ketiga di I’rab
tergantung pada kedudukannya dalam jumlah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian istitsna’, adat istitsna’, mustatsna dan mustatsna
minhu?
2. Apa pengertian istitsna’ muttashil dan istitsna munqathi’?

1
3. Apa pengertian kalam tam, kalam naqish, kalam mujab dan
kalam manfi?

4. Bagaimana hukum penggunaan istitsna’ dengan illa (‫بإال‬ ‫? )مستثىن‬


C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti dari istitsna’, adat istitsna’, mustatsna dan
mustatsna minhu?
2. Untuk mengetahui arti dari istitsna’ muttashil dan istitsna
munqathi’?
3. Untuk mengetahui arti dari kalam tam, kalam naqish, kalam
mujab dan kalam manfi
4. Untuk mengetahui hukum-hukum dari penggunaan istitsna’

dengan illa (‫بإال‬ ‫)مستثىن‬

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Istitsna’, Adat Istitsna’, Mustatsna dan Mustatsna


Minhu
Sebelum menjelaskan tentang hukum-hukum mustatsna ,
terlebih dahulu harus mengetahui istilah-isilah yang terdapat pada
bab istitsna’ yang juga harus difahami, yakni :
1. Istitsna’ adalah mengeluarkan (mengecualikan) sesuatu yang
asalnya itu masuk (dalam hukum pembicaraan) atau seperti hal
yang masuk (dalam hukum pembicaraan) dengan adat-adat
istitsna’.
2. Adat istitsna’ yaitu suatu lafadz yang berfungsi mengeluarkan
sesuatu dari hukum kalimat. Adat istitsna’ ada empat bagian
dengan rincian sebagai berikut:

a. Terdiri dari huruf, yaitu: ‫إال‬

b. Terdiri dari isim, yaitu: ‫غري‬ ,‫سوى‬/‫ سوى‬,‫سواء‬

c. Terdiri dari fi’il, yaitu: ‫ليس‬ ,‫ال يكون‬

d. Terdiri dari (bisa disebut fi’il bisa juga disebut huruf), yaitu:

‫ عدا‬, ‫ خال‬, ‫حا شا‬

3
Adat-adat istitsna’ tersebut secara garis besar kesemuanya
itu artinya adalah kecuali, contoh:

‫( حضرا لطلبة إال حممدا‬Pelajar-pelajar tidak datang kecuali


Muhammad)

‫( حضر ا لقوم غري حممد‬Kaum itu telah datang kecuali Muhammad)1


3. Mustatsna yaitu kata yang dikecualikan. Kata benda yang

terletak setelah huruf istitsna’ ‫إال‬ atau salah satu saudara-

saudaranya.2
4. Mustatsna minhu yaitu kata yang menjadi pengecualiannya.
Lafadz yang jatuh sebelum adat istitsna’ (pada umumnya) seperti

lafadz ‫القوم‬ dalam contoh:

‫ما حضرالقوم ليس حممدا‬


B. Pengertian Istitsna’ Muttashil dan Istitsna Munqathi’
1. Istitsna’ muttashil ialah hendaknya mustatsna merupakan bagian
dari kalam yang sebelumnya (sejenis dengan mustatsna minhu).
Contoh:

‫جلس التال ميذإال زيدا‬


2. Istitsna Munqathi’ ialah hendaknya mustatsna bukan termasuk
bagian dari dari kalam sebelumnya (tidak sejenis dengan
mustatsna minhu). Contoh:
1
Muhammad Maftuhin Sholih An-Nadwi, IlmuNahwu,(Surabaya: Al-Hidayah, 1989) hlm.
269
2
Rusdianto, Tebas Bahasa Arab Secepat Kilat, (Yogyakarta: Diva Press, 2010) hlm. 126

4
‫جلس التال ميذإال محا را‬3

C. Pengertian Kalam Tam, Kalam Naqish, Kalam Mujab dan


Kalam Manfi
1. Kalam tam (struktur kalimatnya bersifat sempurna), yaitu yang
menyebutkan mustatsna minhunya.
Seperti contoh:

‫ما جاء الطال بة إال حممد‬


2. Kalam naqish (struktur kalimatnya bersifat), yaitu yang tidak
disebutkan mustatsna minhunya.
Seperti contoh:

‫ما جاء إال حممد‬


3. Kalam mujab, yaitu yang tidak didahului oleh nafi ( lafadz yang
menunjukkan arti tidak) atau syibhu nafi (yang menyerupai nafi
seperti nahi dan istifham).
Seperti contoh:

‫مررت بالطلبة إال حممد‬


4. Kalam manfi (kalam ghoiru mujab), yaitu yang didahului oleh
nafi atau syibhu nafi ( yang menyerupai nafi)
Seperti contoh:

‫ما جاء الطلبة اال حممد‬4


3
Bahauddin Abdullah Ibnu Aqil, Alfiyyah Syarah Ibnu Aqil Terjemahan Bahrun Abu
Bakar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009) hlm. 412
4
Muhammad Maftuhin Sholih An-Nadwi, IlmuNahwu,(Surabaya: Al-Hidayah, 1989) hlm.
270

5
D. Penggunaan Istitsna’ dengan Illa (‫بإال‬ ‫)مستثنى‬
Menggunakan istitsna’ dengan ‫ إال‬ada tiga (3) hukum, yaitu5:

1. Wajib nashab, apabila struktur kalimatnya ‫ كال م ت ام جما ب‬.


Kalam tam (kalimat yangs sempurna) dalam konteks ini adalah
kalimat yang di sebutkan mutatsna dan mustatsna minhunya.

Contoh: ‫( حض ر الطال ب إال زي دا‬para siswa telah hadir, kecuali

Zaid). Lafadz yang menjabat sebagai mustatsna minhu pada

contoh diatas adalah ‫ الطال ب‬, sedangkan yang menjabat sebagai

mustatsna adalah ‫زيدا‬.

Adapun kalimat yang mujab adalah struktur kalimat yang tidak


didahului oleh huruf nafi ataupun syibhu nafi (menyerupai nafi,

seperti nahi dan istifham). Contoh: ‫( حض ر الطال ب إال زي دا‬para


siswa telah hadir, kecuali Zaid).6
2. Boleh nashab atau boleh menjadi badal (penggantinya) mustatsna

minhu, apabila mustatsnanya dalam struktur kalimat ‫كال م ت ام‬

‫منفي‬. Yang disebut kalam tam manfi adalah jumlah yang

5
Syaiful Rahman, Nahwu Praktis & Aplikasinya dalam Bahasa Arab Jilid (2), (Surabaya:
Alpha, 2009) hlm. 119
6
Rusdianto, Tebas Bahasa Arab Secepat Kilat, (Yogyakarta: Diva Press, 2010) hlm. 126

6
sempurna, yang menyebutkan mustatsna minhunya serta
didahului oleh huruf nafi atau syibhu nafi. Contoh:

‫( ما حضر املدرسون إال حسنا‬Para guru tidak datang kecuali Hasan)

‫( م ا احب احلي وا ن ا ت اال الطري‬Saya tidak suka hewan kecuali

burung)
Kalau kita perhatikan pada beberapa contoh diatas, contoh

pertama pada kalimat ‫ حسنا‬adalah mutatsna yang dibaca nashab

dengan fathah. Sedangkan mustatsna minhunya juga disebutkan

yaitu ‫ املدرسون‬. tetapi jumlah tersebut didahului oleh nafi yaitu ‫ما‬

oleh karena itu, isim yang berada setelah ‫ إلا‬yaitu ‫ حسنا‬disamping

dibaca nashab menjadi mustatsna, juga boleh dibaca rafa’ karena

menjadi badal (pengganti) dari kalimat ‫ املدرس ون‬yang menjadi

fa’il (pelaku).7
3. Di i’rabi menurut amil sebelumnya.8 Di I’rab tergantung dengan
kedudukannya dalam jumlah tersebut apabila mustatsnanya

berada pada struktur kalimat ‫منفي‬ ‫ كالم ناقص‬.9

7
Syaiful Rahman, Nahwu Praktis & Aplikasinya dalam Bahasa Arab Jilid (2), (Surabaya:
Alpha, 2009) hlm. 120
8
Muhammad Maftuhin Sholih An-Nadwi, IlmuNahwu,(Surabaya: Al-Hidayah, 1989) hlm.
277
9
Syaiful Rahman, Nahwu Praktis & Aplikasinya dalam Bahasa Arab Jilid (2), (Surabaya:
Alpha, 2009) hlm. 122

7
Maksudnya, kalam yang tidak disebutkan mustatsna minhunya,
dan didahului oleh huruf nafi.10 Contoh:

‫ما كتب التلميذ إال الدرس‬ (murid tidak menulis kecuali

pelajaran)

‫ما زارين إالالطبيب‬ (tidak ada yang mengunjungiku

kecuali dokter)

‫ما توكلنا إال علي اهلل‬ (kami tidak bertawakal kecuali pada

Allah)
Kalau kita perhatikan pada beberapa contoh diatas, pada contoh

pertama, kalimat ‫ الدرس‬adalah obyek yang dibaca nashab. Dalam


konteks ini mustatsna tersebut menduduki sebagai maf’ul bih.

Pada contoh kedua, ‫ الط بيب‬adalah pelaku yang dibaca rafa’.

Dalam konteks ini mustatsna berkedudukan sebagai fa’il.

Pada contoh ketiga, ‫اهلل‬ ‫ علي‬adalah maf’ul bih ghoiru sharikh atau
jar majrur. Dalam hal ini mustatsna dibaca jar karena sebelum
isimnya kemasukan huruf jar.11

10
Rusdianto, Tebas Bahasa Arab Secepat Kilat, (Yogyakarta: Diva Press, 2010) hlm. 127
11
Syaiful Rahman, Nahwu Praktis & Aplikasinya dalam Bahasa Arab Jilid (2), (Surabaya:
Alpha, 2009) hlm. 123

8
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Istitsna’ adalah mengeluarkan (mengecualikan) sesuatu yang
asalnya itu masuk (dalam hukum pembicaraan) atau seperti hal yang
masuk (dalam hukum pembicaraan) dengan adat-adat istitsna’.
Adat istitsna’ yaitu suatu lafadz yang berfungsi mengeluarkan
sesuatu dari hukum kalimat. Mustatsna yaitu kata yang dikecualikan.
Mustatsna minhu yaitu kata yang menjadi pengecualiannya.
Istitsna’ muttashil ialah hendaknya mustatsna merupakan bagian dari
kalam yang sebelumnya. Istitsna Munqathi’ ialah hendaknya
mustatsna bukan termasuk bagian dari dari kalam sebelumnya.
Kalam tam yaitu yang disebutkan mustatsna minhunya. Kalam
naqish yaitu yang tidak disebutkan mustatsna minhunya. Kalam
mujab, yaitu yang tidak didahului oleh nafi ( lafadz yang
menunjukkan arti tidak) atau syibhu nafi (yang menyerupai nafi
seperti nahi dan istifham).Kalam manfi (kalam ghoiru mujab), yaitu
yang didahului oleh nafi atau syibhu nafi.
Menggunakan istitsna’ dengan ‫ إال‬ada tiga (3) hukum, yaitu:
wajib nashab, boleh nashab atau boleh menjadi badal (penggantinya)
mustatsna minhu, dan di i’rabi menurut amil sebelumnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Rusdianto. 2010. Tebas Bahasa Arab Secepat Kilat. Yogyakarta: Diva


Press.
Rahman, Syaiful. 2009. Nahwu Praktis & Aplikasinya dalam Bahasa
Arab Jilid (2). Surabaya: Alpha.
An-Nadwi, Muhammad Maftuhin Sholih. 1989. IlmuNahwu. Surabaya:
Al-Hidayah.
Aqil, Bahauddin Abdullah Ibnu. 2009. Alfiyyah Syarah Ibnu Aqil

Terjemahan Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

10

Anda mungkin juga menyukai