Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. M DENGAN MASALAH OKSIGENASI

STASE KDP PEMBELAJARAN DARING

DISUSUN OLEH :
Ani Zahrotun Nisa’
20901900011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XII


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2020
LAPORAN PENDAHULUN OKSIGENASI
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KELOLAAN UTAMA
KEPERAWATAN DEWASA

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. DATA UMUM
1. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin :P
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku/bangsa : Indonesia
Alamat : Pati
Diagnosa medis : Asma Bronkial
Tanggal :-
Jam masuk :-
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. N
Umur : 55 Tahun
Jenis kelamin :L
Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Petani
Alamat : Pati
Hubungan dengan pasien : Suami klien
2. Status Kesehatan saat ini
Keluhan utama : pasisen mengeluh sesak nafas, dan sulit untuk berbicara,
batuk-batuk
Alasan masuk RS : -
Lamanya keluhan : klien mengatakan sudah 6 tahun merasakan sesak nafas
Timbulnya keluhan : klien mengatakan ketika kambuh dan ketika mau tidur atau
tengah malam, dan ketika musim dingin sesaknya kembali muncul
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi : keluarga klien mengatakan minum obat
dari apotik
Factor yang memperberat : klien kembali sesak ketika terkena asab, debu, dan
cuaca dingin

3. Riwayat kesehatan lalu


Penyakit yang pernah dialami : pasien pernah mengalami penyakit asma selama 6
tahun
Kecelakaan : klien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan
Pernah dirawat : klien mengatakan pernah dirawat dirumah sakit
Alergi obat : klien mengatakan tidak alergi obat, tetapi jika ada asap dan debu
pasien merasa sesak, cuaca dingin
Imunisasi :-

4. Riwayat Kesehatan keluarga


a. Genogram

Keterangan :
= perempuan

= laki-laki
= klien
= perempuan meninggal

= laki-laki meninggal

= tinggal serumah

b. Penyakit yang pernah diderita anggota keluarga : klien mengatakan


neneknya mempunyai asma
c. Penyakit yang sedang diderita keluarga : tidak ada
5. Riwayat kesehatan lingkungan
a. Kebersihan rumah dan lingkungan : klien mengatakan lingkungan dirumah
dan sekitarnya bersih
b. Kemungkinan terjadinya bahaya : klien mengatakan lingkungan dirumah dan
sekitarnnya tidak berbahaya

II POLA KESEHATAN FUNGSIONAL (DATA FOKUS)


► TULIS DATA SEBELUM SAKIT DAN SETELAH DIRAWAT
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Persepsi pasien tentang kesehatan diri :
keluarga klien mengatakan kesehatan adalah mahal harganya, maka menjaga tubuh
agar tetap sehat harus terus dilakukan. Bila ada anggota keluarga yang sakit,
keluarga langsung membawa ke fasilitas kesehatan yang ada.
b. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan perawatannya :
Klien mengatakan mengetahui penyakitnya saja yaitu ketika bernafas rasanya sesak
dan ketika bernafas terasa nyeri pada dada
c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan (gizi /makanan yang
kuat pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri, imunisasi, dll ) :
klien mengatakan saat sakit berobat di balai kesehatan, puskesmas maupun rumah
sakit
d. Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan (apa yang dilakukan pasien bila
sakit, kemana pasien biasa berobat bila sakit) : klien mengatakan saat sakit berobat
di balai kesehatan, puskesmas maupun rumah sakit
e. Kebiasaan hidup (konsumsi obat-obatan/ jamu, konsumsi alkohol, konsumsi rokok,
konsumsi kopi, kebiasaan berolahraga) :
keluarga klien mengatakan tidak konsumsi alkohol, obat, rokok, kopi dan klien tidak
pernah olahraga
f. Faktor sosioekonomi yang berhubungan dengan kesehatan (penghasilan, asuransi/
jaminan kesehatan, keadaan lingkungan tempat tinggal) : klien tidak terdaftar dalam
BPJS ataupun asuransi lain.
2. Pola eliminasi
a. Eliminasi feses
1) Pola BAB (frekwensi, waktu, warna, konsistensi, penggunaan pencahar/enema,
adanya keluhan diare/konstipasi)
Sebelum sakit :
Klien mengatakan pola eliminasi kayak biasannya
Setelah sakit :
Klien mengatakan pola eliminasi kayak biasanya
2) Adakah perubahan dalam kebiasaan BAB (terpasang kolostomi/ileostomy)
Sebelum sakit
Klien mengatakan pola BAB nya tidak ada gangguan
Setelah sakit
Klien mengatakan pola BAB nya tidak ada gangguan
b. Pola BAK (frekwensi, waktu, warna, jumlah)
Sebelum sakit :
Masih kayak biasannya
Setelah sakit :
Masih kayak biasanya
3. Pola aktifitas dan latihan
a. Kegiatan dalam pekerjaan
Sebelum sakit :
Pasien melakukan kegiatan dan pekerjaan secara mandiri
Setelah sakit :
Klien mengatakan kegiatannya dibantu oleh keluarganya seperti memasak dan lain-
lain
b. Olahraga yang dilakukan (jenis dan frekwensi)
Sebelum sakit :
klien mengatakan tidak pernah berolahraga
Setelah sakit :
Klien tidak pernah olahraga
c. Kesulitan /keluhan dalam aktifitas
1) Pergerakan tubuh
Klien mengatakan bisa mengerakkan tubuh
2) Perawatan diri (mandi, mengenakan pakaian, bersolek, makan, dll)
Klien melakukan perawatan diri dengan dibantu oleh suaminnya
3) Berhajat (BAK/BAB)
Klien melakukan BAB/BAK secara mandiri
4) Keluhan sesak nafas setelah melakukan aktifitas
Klien mengatakan sesak nafas ketika melakukan kegiatan yang berat-berat
5) Mudah merasa kelelahan
Klien mengatakan mudah lelah
4. Pola Istirahat dan Tidur
a. Kebiasaan tidur (Waktu tidur, lama tidur dalam sehari)
Sebelum sakit
Klien mengatakan tidak terganggu dan tidur mulai jam 9 atau selama 6-8 jam/hari
Setelah sakit
Klien merasakan terganggu karena merasa sesak pada saat malam hari
b. Kesulitan tidur (mudah terbangun, sulit memulai tidur, insomnia, dll)
Sebelum sakit
Klien mengatakan sebelum sakit tidak mengalami kesulitan tidur dan dapat tidur
dengan nyenyak
Setelah sakit
Klien mengatakan sulit dan merasakan sesak
5. Pola Nutrisi-Metabolik
Pola makan :
Klien mengatakan makan 3x sehari, nasi, sayur, lauk
Pola minum :
Klien mengatakan minum 8 gelas perhari dan terkadang minum susu
Diet khusus :
Tidak ada
Nafsu makan : klien mengatakan tidak nafsu makan
Mual : -
Muntah :-
Stomatitis :-

BB naik turun 6 bulan terakhir : klien tidak pernah memantau BB nya


Kesulitan menelan : klien mengatakan tidak mengalami kesulitan menelan
6. Pola Kognitif-Perseptual sensori
a. Keluhan yang berkenaan dengan kemampuan sensasi (penglihatan, pendengaran)
Sebelum sakit
Klien mempunyai kemampuan dalam penglihatan dan pendengaran yang normal
Setelah sakit
Klien mempunyai kemampuan dalam penglihatan dan pendengaran yang normal
b. Kemampuan kognitif (kemampuan mengingat, bicara dan memahami pesan yang
diterima, pengambilan keputusan yang bersifat sementara)
Sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan sebelum sakit klien mampu mengingat bicara dan
memahami pesan yang diterima normal
Setelah sakit
Keluarga klien mengatakan sebelum sakit klien mampu mengingat bicara dan
memahami pesan yang diterima normal
c. Kesulitan yang dialami (sering pusing, menurunnya sensitifitas terhadap nyeri dan
panas/dingin)
Sebelum sakit
Keluarga mengatakan klien sebelum sakit klien jarang merasakan pusing, masih bisa
merasakan nyeri, panas dan dingin
Setelah sakit
Keluarga mengatakan klien sebelum sakit klien jarang merasakan pusing, masih bisa
merasakan nyeri, panas dan dingin
d. Persepsi terhadap nyeri dengan menggunakan pendekatan P, Q, R, S,T
P=
Q=
R=
S =
T=
7. Pola persepsi diri dan konsep diri
a. Persepsi diri (hal yang dipikirkan saat ini, harapan setelah menjalani perawatan,
perubahan yang dirasa setelah sakit)
Sebelum sakit
Klien mengatakan sehat
Setelah sakit
Klien mengatakan ingin cepat sembuh
b. Status emosi: bagaimana perasaan pasien saat ini, apakah perilaku non verbal sesuai
dengan perilaku verbalnya.
Sebelum sakit
Klien tidak merasa cemas, takut
Setelah sakit
Klien mengatakan saat ini merasa khawatir cemas dan takut
c. Konsep diri:
1) Citra diri/body image
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidak pernah minder
Setelah sakit : Klien mengatakan tidak pernak minder
2) Identitas
Sebelum sakit : Klien sebagai warga negara indonesia yang baik
Setelah sakit : Klien mengatakan sebagai warga negara indonesia yang baik
3) Peran
Sebelum sakit : Klien berperan sebagai ibu rumah tangga
Setelah sakit : Klien berperan sebagai ibu rumah tangga
4) Ideal diri
Sebelum sakit : Tidak ada
Setelah sakit : Klien dan keluarga mengatakan cepat sembuh dari penyakitnya
5) Harga diri
Sebelum saki : Baik dan dihormati oleh keluarganya
Setelah sakit : Baik dan dihormati oleh keluarganya
8. Pola Mekanisme Koping
a. Bagaimana pasien dalam mengambil keputusan (sendiri atau dibantu)
Sebelum sakit
Apabila klien memiliki masalah biasannya sering bercerita dan meminta
pertimbangan atau keputusan kepada keluargannya.
Setelah sakit
Apabila klien memiliki masalah biasannya sering bercerita dan meminta
pertimbangan atau keputusan kepada keluargannya.
b. Yang dilakukan jika menghadapi masalah
Sebelum sakit
Klien dapat mengendalikan dan mengontrol emosinya dan dapat menghadapi
masalah dengan baik
Setelah sakit
Mudah emosi
c. Bagaimana upaya pasien dalam menghadapi masalahnya sekarang
Sebelum sakit
Masalah dapat teratasi dengan baik
Setelah sakit
Masalah dibantu keluarga untuk mengatasinya
d. Menurut pasien apa yang dapat dilakukan perawat agar pasien merasa nyaman
Sebelum sakit
Tidak ada
Setelah sakit
Diberikan edukasi
9. Pola Seksual-Reproduksi
a. Bagaimana pemahaman pasien tentang fungsi seksual.
Sebelum sakit
Tidak terkaji
Setelah sakit
Tidak terkaji
b. Adakah gangguan hubungan seksual disebabkan oleh berbagai kondisi
Sebelum sakit
Tidak terkaji
Setelah sakit
Tidak terkaji
c. Adakah permasalahan selama melakukan aktifitas seksual
Sebelum sakit
Tidak terkaji
Setelah sakit
Tidak terkaji
d. Pengkajian pada perempuan terutama pada pasien dengan masalah tumor atau
keganasan system reproduksi
1) Riwayat menstruasi (keteraturan, keluhan selama menstruasi)
Monopause
2) Riwayat kehamilan (jumlah kehamilan, jumlah kelahiran, jumlah anak)
Jumlah kehamilan 1, jumlah kelahiran 1, jumlah anak 1
3) Riwayat pemeriksaan ginekologi misal pap smear
Tidak ada pemeriksaan pap smear
10. Pola Peran-Berhubungan dengan orang lain
a. Kemampuan pasien dalam berkomunikasi
Sebelum sakit
Keluarga dapat berbicara dan berkomunikasi dengan baik
Setelah sakit
Keluarga dapat berbicara dan berkomunikasi dengan baik
b. Siapa orang yang terdekat dan lebih berpengaruh pada pasien
Sebelum sakit
Keluarga mengatakan orang yang terdekat yaitu dengan keluarga atau kerabat
terdekat
Setelah sakit
Keluarga mengatakan orang yang terdekat yaitu dengan keluarga atau kerabat
terdekat
c. Kepada siapa pasien meminta bantuan bila mempunyai masalah
Sebelum sakit
Keluarga mengatakan dalam meminta bantun pasien dibantu oleh keluarga
Setelah sakit
Keluarga mengatakan dalam meminta bantun pasien dibantu oleh keluarga
d. Adakah kesulitan dalam keluarga
Sebelum sakit
Kelien mengatakan tidak ada
Setelah sakit
Klien mengatakan tidak ada
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
a. Bagaimana pasien menjalankan kegiatan agama atau kepercayaan
Sebelum sakit
Klien mengatakan selalu beribibadah 5 waktu dan berdoa
Setelah sakit
Klien mengatakan beribadah 5 waktu dan berdoa
b. Masalah yang berkaitan dengan aktifitasnya tersebut selama dirawat
Sebelum sakit
Klien beribadah dirumah
Setelah sakit
Klien beribadah dirumah
c. Adakah keyakinan atau kebudayaan yang dianut pasien yang bertentangan
dengan kesehatan.
Sebelum sakit
tidak ada tentangan antara keyaninan dan kesehatan
Setelah sakit
tidak ada tentangan antara keyaninan dan kesehatan
d. Adakah pertentangan nilai/keyakinan/kebudayaan terhadap pengobatan yang
dijalani.
Sebelum sakit
tidak ada pertentangan antara nilai keyakinan terhadap pengobatan yang dijalani
Setelah sakit
tidak ada pertentangan antara nilai keyakinan terhadap pengobatan yang dijalani
III. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1. Kesadaran : composmentis
2. Penampilan : ekspresi datar
3. Vital sign
a. Suhu Tubuh : 36 C
b. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
c. Respirasi : 30x/menit
d. Nadi : 110x/menit
4. Kepala
Bentuk : simetris
Rambut : tidak ada ketombe, bersih
5. Mata
a. Inspeksi
Tampak : cowong
Bentuk bola mata sama
Konjungvita : anemis
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6. Hidung
Normal, tidak ada kotoran
7. Telinga
Normal, tidak ada gangguan pendengaran
8. Mulut dan Tenggorokan
Bibir : warna agak hitam, tidak ada lesi
Dasar mulut: tidak ada pembengkakan
Lidah : tidak ada lesi
9. Dada
Jantung :
Inspeksi
Tidak ada edeme dan lesi
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Perkusi
Terdengar suara redup
Auskultasi
Terdengar lupdup
Paru- paru :
Inspeksi
Serasa sama kulit dengan sekitarnya
Palpasi
Tidak ada nyeri
Perkusi
Terdengar suara redup
Auskultasi
Whezzing, orthopnea
10. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi :
Perkusi : Tympani
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
11. Genetalia : tidak terkaji
12. Ekstremitas atas dan bawah
a. Inspeksi kuku, kulit :bersih
b. Capilarry refill : <2 detik
c. Kemampuan berfungsi : -
d. Bila terpasang infus : -
13. Kulit
Kulit berwarna coklat bersih dan tidak ada edema
14. Data Penunjang
a. Hasil Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laborat : -
2) Pemeriksaan Radiologi :-
b. Diit yang diperoleh
c. Therapy
Sekarang mengkonsumsi obat dari apotik
- Salbutamol
- Inflason

B. ANALISA DATA

Tgl / Data Fokus Problem Etiologi TTD


jam
8/6/20 DS : klien mengatakan sesak Pola nafas tidak Hambatan upaya
08.00 dan susah bernafas efektif napas
DO : Suhu Tubuh : 36 C
Tekanan Darah : 110/70
mmHg
Respirasi : 30x/menit
Nadi : 110x/menit
- klien tampak gelisah,
dan sulit bernafas,
tampak batuk
9/6/20 DS : klien mengatakan Intoleransi Ketidakseimbangan
13.00 mudah lelah dan semua aktivitas antara suplai dan
pekerjaan dikerjakan oleh kebutuhan oksigen
suaminya
DO: Suhu Tubuh : 36 C
Tekanan Darah : 110/70
mmHg
Respirasi : 28x/menit
Nadi : 110x/menit
- klien tampak
lemah
- Klien gelisah

10/6/20 DS : klien mengatakan sulit Gangguan pola Hambatan


02.00 tidur dan terbangun karena tidur lingkungan
merasa sesak pada malam
hari, dingin dan batuk-batuk
DO : - klien tampak pucat

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
- Intorelansi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
- Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan

D. PLANNING / INTERVENSI

Tgl / Diagnosa Tujuan & Planning TTD


jam keperawatan Kriteria Hasil
8/6/20 Pola napas tidak Setelah dilakukan - Manajemen pola
08.00 efektif b.d asuhan keperawatan napas
hambatan upaya selama 3x24 jam - Dukungan
napas diharapkan pola napas kepatuhan
membaik dengan hasil program
: pengobatan
- Dispneu menurun - Posisikan semi
- Frekuensi menurun fowler
- Edukasi
pengukuran
respirasi

9/6/20 Intorelansi aktivitas Setelah dilakukan - Manajemen energi


13.00 b.d asuhan keperawatan - Posisikan
Ketidakseimbangan selama 3x24 jam senyaman
antara suplai dan diharapkan, mungkin
kebutuhan oksigen intoleransi aktivitas - Manajemen
meningkat dengan lingkungan
kriteria hasil : - Terapi aktivitas
- Kemudahan - Pemberian obat
melakukan
aktivitas sehari-
hari meningkat
- Keluhan lelah
menurun
- Frekuensi
membaik

10/6/20 Gangguan pola Setelah dilakukan - Monitor/catat


tidur b.d hambatan asuhan keperawatan kebutuhan tidur
lingkungan selama 3x24 jam pasien setiap hari
diharapkan, pola tidur - Edukasi
meningkat dengan aktivitas/istirahat
kriteria hasil : - Manajemen
- Pola tidur lingkungan
membaik dan - Pengaturan posisi
dalam batas - Tehnik
normal menenangkan
- Jumlah jam tidur - Terapi musik
dalam batas - Jelaskan
normal 6-8 pentingnya tidur
jam/hari yang adekuat
E. IMPLEMENTASI

Tgl / Diagnosa Implementasi Respon TTD


jam keperawatan
8/6/20 Pola napas tidak - Monitor pola napas S : klien mengatakan
09.00 efektif b.d sesak nafas
hambatan upaya O : klien tambak
napas sulit untuk bernafas

09.30 - Posisikan semi S : klien mengatakan


fowler sudah membaik
dalam bernafas
O : klien terlihat
rileks
12.00 S : klien mengatakan
sesak nafas
O : klien kesulitan
bernafas

9/6/20 Intorelansi aktivitas - Bantu aktivitas S : klien mengatakan


14.00 b.d klien sudah nyaman dan
Ketidakseimbangan tidak terlalu sesak
antara suplai dan O : klien terlihat
kebutuhan oksigen nyaman

14.30 - Posisikan senyaman S : klien mengatakan


Mungkin sudah tidak sesak
- Manajemen O : klien minum obat
Lingkungan
- Pemberian obat

10/6/20 Gangguan pola 1. Mengkaji S: Klien mengatakan


15.00 nafas b.d hambatan kebutuhan tidur tidur hanya 3-5
lingkungan klien setiap hari jam dan sering
terbangun pada
malam hari
O: Klien tampak lesu
dan lemas
15.30 2. Menciptakan S : Klien merasa
lingkungan aman lebih nyaman
dan nyaman dengan
lingkungan yang
tenang
O: Klien tampak
pucat lesu

16.00 3. Menjelaskan S : klien mengatakan


kepada klien faham dengan jam
pentingnya tidur tidur
yang adekuat P : klien tampak
sudah faham dengan
edukasi tersebut
F. EVALUASI
Tgl / Diagnosa Kep Catatan Perkembangan TTD
jam
8/6/20 DX 1 : Pola napas S : klien mengatakan sesak napas
09.00 tidak efektif b.d O : RR : 30x/menit
hambatan upaya A : gangguan pola napas
napas P : frekuensi membaik

DX 2 : Intorelansi S : klien mengatakan mudah lelah dan


aktivitas b.d semua pekerjaan dikerjakan oleh
Ketidakseimbangan suaminya
antara suplai dan O: - klien tampak lemah , Klien gelisah
kebutuhan oksigen A : intorelansi aktivitas
P : kemudahan melakukan aktivitas
sehari-hari

DX 3 : gangguan S : klien mengatakan sulit tidur dan


pola tidur b.d terbangun karena merasa sesak pada
hambatan malam hari, dingin dan batuk-batuk
lingkungan O : - klien tampak pucat
A : gangguan pola tidur
P : pola tidur cukup

9/6/20 DX 1 : Pola napas S : klien mengatakan sedikit sesak


tidak efektif b.d O : RR : 28x/menit
hambatan upaya A : masalah belum teratasi
napas P : frekuensi membaik

DX 2 : Intorelansi S : klien mengatakan sudah tidak terlalu


aktivitas b.b sesak dan sedikit demi sedikit bisa
Ketidakseimbangan melakukan aktivitas
antara suplai dan O : pasien terlihat nyaman
kebutuhan oksigen A : intorelansi aktivitas
P : kemudahan aktivitas sehari-hari

DX 3 : gangguan S : klien mengatakan masih sulit tidur


pola tidur b.d O : klien tampak gelisah
hambatan A : gangguan pola tidur
lingkungan P : pola tidur membaik
10/6/20 DX 1 : Pola napas S : klien mengatakan sudah mendingan
tidak efektif b.d A : pasien tampak nyaman, RR :
hambatan upaya 24x/menit
napas O : masalah teratasi
P : pertahankan pola nafas

DX 2 : Intorelansi S : klien mengatakan sudah bisa


aktivitas b.d melakukan kegiatan
Ketidakseimbangan A : pasien tampak nyaman
antara suplai dan O : masalah teratasi
kebutuhan oksigen P : lanjutkan intervensi

DX 3 : Gangguan S: Kilen mengatakan bisa tidur jika


pola tidur b.d suasana tenang, dan karena sesak dan
hambatan batuk sudah berkurang
lingkungan O: Klien masih tampak lesu
A: Masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Tetap berikan edukasi terkait istirahat
TAEGET KOMPETENSI
PRESENSI HARIAN
WORD DAN PPT ASKEP SEMKAS KELOMPOK 5

“LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NYAMAN (NYERI)”

Disusun oleh :

1. Ani Zahrotun Nisa’ (20901900011) 10. Neli Nurul Izzati (20901900068)


2. Dian Arum N. M (20901900019) 11. Nurgoho Kukuh (20901900071)
3. Dwi Sri Utami (20901900023) 12. Siska Ayu S (20901900080)
4. Istianah Indayani (20901900044) 13. Syaiful Nanda P (20901900084)
5. Izza Lisanul A (20901900047) 14. Titi Yulianti (20901900086)

6. Kamelia Awali P (20901900049) 15. Venni Setiana (20901900091)


7. Miftakhun Na’im (20901900058) 16. Yulia Nita P (20901900098)
8. Muslikhatul K (20901900067) 17. Zeyyin Konadila (20901900104)
9. M. Choirul Huda (20901900062)

PRODI PROFESI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari springter ani internal kea rah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hirschprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonates. Hirschsprung atau mega kolon congenital juga dikatakan sebagai
suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus
auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spinkter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak
mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus
terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul
pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Penyakit hirschprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup.Insidensi hirschsprung di


Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hirschsprung. Insidens
keseluruhan dari penyakit Hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup. laki-laki lebih banyak
diserang dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1. Penyakit ini ditemukan tanda
dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam
setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi.faktor penyebab penyakit
Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan. Oleh
karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang
dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri
anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan
colostomi.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjelaskan konsep hirschprungdan asuhan keperawatan pada klien dengan
hirschprung.
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan pengertian hirschprung
b. Menjelaskan etiologi hirschprung
c. Menjelaskan patofisiologi hirschprung
d. Menjelaskan manifestasi klinik hirschprung
e. Menjelaskan penatalaksanaan hirschprung
f. Menjelaskan pengkajian fokus
g. Menjelaskan pathways keperawatan
h. Menjelaskan fokus intervensi
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Gangguan kenyamanan adalah keadaan ketika individu mengalamisensasi yang tidak
menyenangkan dalam berespons terhadap suaturangsangan yang berbahaya. Gangguan
rasa nyaman secara umumdibagi menjadi beberapa batasan karakteristik, yaitu :
1. Nyeri akut
adalah keadaan ketika individu mengalami danmengeluhkan adanya rasa
ketidaknyamanan yang hebat atausensasi yang tidak menyenangkan selama enam
bulan atau kurang.
2. Nyeri kronis,
adalah keadaan ketika individu mengalami nyeri yangmenetap atau intermiten dan
berlangsung lebih dari enam bulan.
3. Mual
adalah keadaan ketika individu mengalami suatuketidaknyamanan sensasi seperti
gelombang di belakangtenggorok,epigastrum, atau seluruh abdomen yang mungkin
ataumungkin tidak menimbulkan muntah.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjelaskan konsep Aman Nyaman dan Asuhan Keperawatan pada klien
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan pengertian aman nyaman
b. Menjelaskan etiologi aman nyaman
c. Menjelaskan patofisiologi aman nyaman
d. Menjelaskan manifestasi klinik aman nyaman
e. Menjelaskan penatalaksanaan aman nyaman
f. Menjelaskan pengkajian fokus
g. Menjelaskan pathways keperawatan
h. Menjelaskan fokus intervensi
C. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar
1. Pengertian Kebutuhan dasar
Nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dalam merespons terhadap sesuatu rangsangan yang berbahaya.Nyeri
merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat
subjektif.Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya.(Tetty, 2015).
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (International Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba- tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 3 bulan (Nanda I 2018).
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
suatu kerusakan (International Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3) bulan
(Nanda I 2018).
2. Anatomi Fisiologi
Reseptor nyeri (nosireceptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri.Organ tubuh yang berperan adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terdapat pada stimulus kuat yang secara potensial merusak.
a. Mekanik (mekano sensitif) : Kerusakan ujung saraf bebas akibat trauma karena
benturan atau gerakan.
b. Thermis (thermo sensitif) : Rangsangan panas atau dingin yang berlebihan.
c. Kimia (khemo sensitif) : Rangsangan zat kimia berupa bradikinin, serotinin, ion
kalium, asam, prostaglandin, asetilkolon, dan enzim proteolitik.
Mekanisme Penghantaran Impuls Nyeri
a. Serabut delta A (menusuk dan tajam) : Pada kulit dan otot bermielin halus, garis
tengah 2-5 mm, kecepatan 6-30 m/detik.
b. Serabut delta C (panas & terbakar) : Dalam otot, tidak bermielin, garis tengah 0,4-
1,2 mm, kecepatan 0,5-2,0 m/detik.
3. Klasifikasi Nyeri
1. Menurut lokasinya:
a. Perifer pain : Daerah perifer (kulit & mukosa)
b. Deep pain : Somatik (periosteum/lapisan luar tulang, otot, sendi/tendon,
pembuluh darah)
c. Viseral / splanik pain : Organ viseral (renal colik, cholesistisis/radang
kandung empedu, apendisitis, ulkus gaster)
d. Reffered pain : Penyakit organ / struktur tubuh (vertebrata, viseral, otot),
ditransmisikan di bagian tubuh lain.
e. Psykogenik pain : Tanpa penyebab organik, tapi karena trauma psikologis.
f. Phantom pain : Pada bagian tubuh yang sebenarnya sudah tidak ada.
Contohnya yaitu nyeri pada kaki yang sudah diamputasi.
g. Intractable pain : Nyeri yang resisten (melawan)
2. Menurut serangannya
a. Nyeri akut : mendadak, berlangsung < 3 bulan, intensitas berat, area dapat
diidentifikasi, karakteristik ketegangan otot meningkat, dan cemas.
b. Nyeri kronis : Berlangsung > 3 bulan, intensitas ringan hingga berat, sumber
nyeri tidak diketahui dan sulit dihilangkan, sensasi difus (menyebar).
3. Menurut sifatnya
a. Insidentil : Timbul sewaktu-waktu lalu menghilang, contohnya yaitu trauma
ringan.
b. Stedy : Menetap dan dalam waktu yang lama, contohnya yaitu abses.
c. Paroximal : Intensitas tinggi dan kuat, ± 10-15 menit lalu hilang dan timbul
lagi.
4. Etiologi
a. Lingkungan
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Kelelahan
e. Budaya
f. Ansietas
g. Gaya koping
h. Pengalaman sebelumnya
i. Dukungan keluarga dan sosial
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri Akut
 Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
 Menunjukan kerusakan
 Gangguan tidur
 Muka dengan ekspresi nyeri
 Tingkah laku ekspresif (Gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
 Posisi untuk mengurangi nyeri
 Penurunan Tanda-tanda vital
b. Nyeri Kronis
 Perubahan berat badan
 Melaporkan secara verbal dan non verbal
 Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendiri
 Kelelahan
 Perubahan pola tidur
 Takut cedera
 Interaksi dengan orang lain menurun
6. Patofisiologi
1. Nyeri diawali dengan kerusakan jaringan (tissue damage), dimana jaringan tubuh
yg cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory neurotransmitters),
(histamine dan bradykinin) sebagai vasodilator yg kuat  edema, kemerahan dan
nyeri dan menstimulasi pelepasan prostaglandins.
2. Transduksi (transduction) : perubahan energi stimulus menjadi energi elektrik, 
proses transmisi (transmission) yakni ketika energi listik mengenai nociceptor
dihantarkan melalui serabutsaraf A dan C dihantarkan dengan cepat ke substantia
gelatinosa di dorsal horn dari spinal cord  ke otak melalui spinothalamic tracts
 thalamus dan pusat-pusat yg lebih tinggi termasuk reticular formation, limbic
system, dan somatosensory cortex.
3. Persepsi (perseption) : otak menginterpretasi signal, memproses informasi dr
pengalaman, pengetahuan, budaya, serta mempersepsikan nyeri  individu mulai
menyadari nyeri.
4. Modulasi (modulation) : saat otak mempersepsikan nyeri, tubuh melepaskan
neuromodulator, seperti opioids (endorphins and enkephalins), serotonin,
norepinephrine & gamma aminobutyric acid  menghalangi /menghambat
transmisi nyeri & membantu menimbulkan keadaan analgesik, & berefek
menghilangkan nyeri.
7. Pathway
Faktor Presipitasi

(Agen cedera, agen cedera biologis, agen cedera kimiawi, agen


pencedera, dilatasi serviks, eksblusi fetal)

Reseptor Nyeri

Persepsi Nyeri

Nyeri

Menekan saraf Mobilitas fisik tergangg

 
Nyeri di Persepsikan Gangguan mobilitas fisi
berhubungan dengan
 faktor presipitasi
Nyeri Akut


RAS Teraktivasi


REM Menurun


8. Komplikasi
a. Edema pulmonal
b. Kejang
c. Masalah mobilisasi
d. Hipertensi
e. Hipertermi
f. Gangguan pola istirahat dan tidur
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
 Monitor tanda-tanda vital
 Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
 Distraksi dan ajarkan teknik relaksasi
 Kompres hangat
b. Penatalaksanaan Medis
 Pemberian obat Analgetik
Obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.Seseorang
yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.
 Pemberian obat ANS (Anti inflamasi non steroid)
Aspirin dan Ibuprofen mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf
perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang
dihasilkan luka.
10. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan dengan skala nyeri
 Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen
 Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal
 Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya
 CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang peah diotak
 EKG
 MRI
D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.Lingkungan
pasien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau
berakibat terhadap kehidupan atau kelangsungan hidup pasien. Keamanan yang
ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan
cedera yang akan mempenngaruhi rasa aman dan nyaman pasien.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/bedah
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secar langsung pada
reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman pasien.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat ini bisa dapat menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman, karena
dengan adanya riwayat penyakit maka klien akan beresiko terkena penyakit
sehingga menimbulka rasa tidak nyaman seperti nyeri.
b. Perilaku non verbal :Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara
lain ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
c. Kualitas : Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
d. Faktor presipitasi : Beberapa faktor presipitasi yang meningkatkan nyeri antara
lain lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba.
e. Intensitas : Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau
dapat menggunakan skala dari 0-10.
f. Waktu dan lama : Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai, berapa
lama, bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri terakhir timbul.
g. Karakteristik nyeri (PQRST)
P (provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri Q
(quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (Skala nyeri): keparahan/intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri
Pengkajian Skala Nyeri
 Skala nyeri 1-3 nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktivitas tak terganggu)
 Skala nyeri 4-6 nyeri sedang (mengganggu aktivitas fisik)
 Skala nyeri 7-10 nyeri berat (tidak dapat melakuka aktivitas secara mandiri)
h. Pemeriksaan Fisik
Ekspresi wajah
1) Menutup mata rapat-rapat
2) Membuka mata lebar-lebar
3) Menggigit bibir dibawah
Verbal
1) Menangis
2) Beteriak
Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernafasan
Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mengalokasi tempat atau rasa yang tidak nyaman.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis , fisik, kimia.
b. Nyeri berhubungan dengan inflamasi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
3. Intervensi dan Rasional Keperawatan
a. Nyeri akut
Tujuan yang diharapkan :
1) Adanya penurunan intensitas nyeri
2) Ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
3) Tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Kaji Nyeri Mengetahui daerah nyeri, kualitas, kapan
nyeri dirasakan, faktor pencetus, dan
berat ringannya nyeri yang
dirasakan.
Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien Untuk mengajarkan pasien apabila nyeri
timbul
Berikan analgetik sesuai program Untuk mengurangi rasa nyeri
Observasi tanda-tanda vital Untuk mengetahui keadaan umum
pasien

b. Nyeri kronis
Tujuan yang diharapkan :
1) Tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
2) Tidak ada posisi tubuh yang melindungi
3) Tidak ada kegelisahan atau ketegangan otot
4) Tidak kehilangan nafsu makan
5) rekuensi nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atau ringan
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Kaji keadaan umum, karakteristik Untuk mengetahui keadaan umum
nyeri, tanda-tanda vital serta efek pasien, mengetahui daerah nyeri,
penggunaan obat jangka panjang kualitas, kapan nyeri dirasakan, faktor
pencetus,berat ringannya nyeri yang
dirasakan serta mengetahui efek
penggunaan obat secara jangka panjang.
Bantu pasien mengidentifikasi tingkat Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
Nyeri
Ajarkan pola istirahat/tidur yang Untuk mengurangi rasa nyeri secara
adekuat adekuat
Kolaborasi pemberian obat analgesik Untuk mengurangi rasa nyeri
BAB III RESUME ASKEP
BAB IV

A. Pengertian Diagnosa Keperawatan

1 Diare merupakan perubahan konsistensi feses menjadi cair yang keluar lebih

dari tiga kali dalam sehari, feses yang keluar dengan atau tanpa lendir dan darah.

Diare lebih dikenal masyarakat dengan istilah yang bermacam- macam, dengan

istilah tersebut diare merupakan penyakit yang mudah dikenali. Secara

praktisnya diare merupakan peningkatan frekuensi feses yang tadinya padat

menjadi lunak dengan ditandai seringnya seorang buang air besar lebih dari tiga

kali sehari (Sodikin, 2011).

Diare merupakan penyakit yang memiliki tanda dengan sering buang air besar

atau feses yang berair itu adalah gejala infeksi di jalur usus yang disebabkan

oleh virus bakteri, atau organisme parasit lainnya. Dirangkaian sumber daya

rendah, sebagian besar kasus diare disebabkan oleh bakteri Rotavirus dan

Escherichia coli (e-coli). Bakteri-bakteri ini disebarkan melalui air dan

makanan yang terkontaminasi atau ditularkan langsung dari orang ke orang,

dan paling umum terjadi di lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan

kurangnya akses ke air minum bersih dan sanitasi (UNICEF, 2016).

2 Nyeri adalah keadaan tidak menyenangkan yang bisa membatasi kapabilitas


dan kemampuan seseorang untuk melaksanakan rutinitas sehari-hari. Rasa
nyeri sebagai tanda awal untuk memperingatkan Anda bahwa ada masalah
dengan tubuh Anda. Pengertian luas mengenai rasa nyeri yang dapat diterima
yaitu yang dikembangkan oleh Internatinal Association for the study of pain
adalah rasa nyeri merupakankeadaan tidak menyenangkan dan merupakan
pengalaman emosional yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan yang
berpeluang untuk terjadi atau dapat benar terjadi atau yang dapat dijelaskan
dengan istilah seperti itu.Nyeri di tubuh dapat bervariasi, mulai dari yang
ringan, ketidaknyamanan bagian tubuh yang nyeri sampai nyeri sekali. Rasa
nyeri dapat menjadi akut dan berumur pendek atau menjadi masalah jangka
panjang yang kronis. Penyakit akut mempunyai fungsi pelindung bagi manusia,
yang mengajari untuk menghindari kerusakan jasmaniah atau situasi yang
berpeluang untuk merusak dan melindungi bagian tubuh yang terluka saat
proses penyembuhan.Ambang / penilaian nyeri berdasar PQRST
1. P : Profokatif /Paliatif
Apa kira-kira penyebab rasa nyeri..?apakah karena rua paksa /
benturan..?apa penyayatan..?
2. Q : Qualitas / Quantitas
Seberapa berat rasa keluhan nyeri..?sebagaimana rasanya..?seberapa
sering terjadi
3. R : Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan
4. S : Skala
Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS, untuk gangguan
kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan
5. T : Time
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..?
Seberapa sering keluhan nyeri tersebut dirasakan / terjadi...? Apakah
terjadi secara mendadak atau bertahap..? Acut atau Kronis..?
3 Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi

individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat dibangunkan

kembali dengan stimulus dan sensori yang cukup. Selain itu tidur juga

dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya
keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, melainkan merupakan sesuatu

urutan siklus yang berulang (Wahit Iqbal Mubarak et al., 2015). Tidur

merupakan suatu keadaan yang berulang-ulang, dimana perubahan status

kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry, 2006).

Gangguan pola tidur merupakan gangguan yang terjadi pada kualitas dan

kuantitas waktu tidur seseorang akibat faktor eksternal (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2016)

4 Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau berisiko


mengalami kenaikan suhu tubuh lebih dari 37,8o C (100oF) per oral atau
38,8oC (101oF) per rektal yangsifatnya menetap karena faktor eksternal
(Ilmiah 2016). Pengertian lain juga menyebutkan bahwahipertermi adalah
peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal (NANDA, 2014).
Hipertermiadalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal (Ilmiah
2016).

B. Prosess Terjaddinya Diagnosa Tersebut


1. Diare berhubungan dengan infeksi
Proses penegakan diagnosa diare. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam.dapat dilihat dari gejala yang menyertai . An.
Mengalami diare dan bab 3 sampe 4 kali sehari anak terlihat rewel , pucat, demam nampak
dehidrasi dan menangis. Dari pola hidup yang kurang bersih dan terlihat klien minum susu
formula dari pembuatan susu formula dan kurangnya kebersihan mengakibatkan sarang
bakteri . Bakteri tersebut apabila masuk kedalam perut akan mengakibatkan infeksi pada
saluran pencernaan yang mngakibatkan diare. Sehingga penulis mengangkat diagnosa
prioritas diare b.d proses infeksi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik


Nyeri akut menurut SDKI yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain), yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung kurang dari 6 bulan. Faktor yang berhubungan di dalam SDKI yang berhubungan
dengan kondisi pasien adalah agen cidera fisik. Berdasarkan data subyektif dan obyektif diperoleh
pasien mengatakan nyeri pada perut karena mngalami diare nyeri terasa seperti dirusuk-tusuk,
dengan skala nyeri nyeri terasa pada saat merubah posisi, pasien nampak rewel dan sering menangis
dan ekspresi wajah meringis menahan nyeri . Didapati juga pasien mngalami diare dengan bab encer
3sampe 4 kali sehari Sehingga penulis mengangkat diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik sebagai diagnosa.

3. gangguan pola tidur


Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur yang di akibatkan faktor eksternal (Tim
PokjaSDKI DPP PPNI, 2016). Proses penegakan diagnose berdasarkan kasus bahwa pasien
mengalami perubahan suhu tubuh yang mengakibatkan pasien menjadi kurang nyaman
sehingga pola tidur pasien menjadi terganggu. Pasien juga merasakan nyeri setelah dilakukan
pembedahan itu membuat pasien menjadi tidak nyaman dalam beristirahat serta membuat
tidur tidak berkualitas. Sehingga mengangkat diagnose gangguan pola tidur.

4. Hipertemi

Suatu keadaan ketika suhu tubuh meningkat terlalu tinggi dan dapat mengancam
kesehatan.Hipertermia terjadi ketika regulasi panas dalam tubuh tidak dapat beradaptasi
dengan panas yang ada di lingkungan sekitar. Hipertermia dianggap berat atau parah apabila
suhu tubuh telah mencapai di atas 40°C, sedangkan suhu tubuh normal adalah 37°C. Alasan
di tegakkan diagnose pada kasus ini pasien mengalami peningkatan suhu tubuh lebih dalam
batasan normal. Peningkatan suhu terjadi karena cairan tubuh pasien berkurang yang di
sebabkan pasien mengalami diare. Sehingga mengangkat diagnose hipertemi.

C. Alasan diagnosa tersebut ditegakan


1. Diare b.d proses infeksi
Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk. Pada
balita ada beberapa yang bisa menyebabkan balita tersebut diare, diantaranya karena
kurang serat,tidak cocok dengan susu formula atau MPASInya
2. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
Nyeri akut merupakan dimana kondisi sakit dan tidak nyaman yang hilang timbul
dan terjadi hanya sesaat.Pada umumnya terjadi karena ada cidera di jaringan tubuh
seperti otot, tulang, ataupun organ dalam.pada kondisi saat ini pasien telah dilakukan
pembedahan yang mengakibatkan pasien merasakan nyeri saat beraktivitas
3. Gangguan pola tidur
Gangguan kualitas dab kuantitas waktu tidur yang diakibatkan faktor eksternal
- Karena pasien mengalami perubahan suhu tubuh sehingga mengakibatkan pasien
kurang nyaman dan pola tidurnya terganggu
- Karena pasien nyeri setelah dilakukan pembedahan
4. Hipertermi
Kondisi dimana suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh. Pada
diagnosa kali ini kurang lebih pasien mengalami peningkatan suhu tubuh
disebabkan pasien mengalami diare yang menyebabkan cairan yang ada di dalam
tubuh berkurang

D. Rencana apa yg diterapkan untuk mengatasi masalah

Tindakan apa yg sudah dilakukan

1. Diare b.d proses infeksi


2. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
3. Gangguan pola tidur
4. Hipertermi

DIARE b.d PROSES INFEKSI

KRITERIA HASIL :

Setelah dilakukantindakankeperawatan selama3x24 jam diagnosa diare dengan frekuensi


ekspetasi diare berkurang dan akanteratasi dengan kriteria hasil:

1. Eleminasi defekasi efektif


2. Keseimbangan cairan
3. Keseimbangan elektrolit
INTERVENSI :

1. Pantau frekuensi dan pola defekasi


2. Monitor keseimbangan cairan
3. Pemantauan elektrolit
4. Pemberian obat
5. Pemberian makanan enteral
6. Pemberian obat oral
7. Manajemen lingkungan
NYERI AKUT b.d AGEN CIDERA FISIK

KRITERIA HASIL :

Setelah dilakukantindakankeperawatan selama3x24 jamdiharapkangangguan rasanyaman


yangdialami Pasien akanteratasi dengan Kriteria hasil:
1. Skala nyeri berkurang dari 5menjadi 2
2. Mampumengontrolnyeri
3. Menyatakanrasa nyamansetelah nyeri berkurang
4. Kualitas tidurmeningkat

INTERVENSI

1. Lakukan pengkajian nyerisecarakomperehensif


2. Gunakan teknikkomunikasiterapeutik untukmengetahui pengalaman nyeri
3. Tentukan akibatdari pengalamannyeri terhadapkualitas hidup pasien.
4. Kurangi faktor pencetus/ presipitasi
5. Kendalikan factorlingkungan yangdapatmempengaruhirespon
pasienterhadapketidaknyamanan
RASIONAL

1. Mengetahuidaerah nyeri,kualitas nyeri,kapan nyeridirasa-kan, dan berat ringannyanyeri-


2. Untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
3. Untuk mengetahui pengalaman nyeri
4. pasien dan pengaruhnyaterhadap kualitashidup
5. Untukmengurangi factoryang dapatmenyebabkannyeri timbul
6. Untukmeningkatkankenyamanan klien
7.
GANGGUAN POLA TIDUR

KRITERIA HASIL :

1. Pasien tidur malam 5-7 jam/hari.


2. Tidak ada keluhan insomnia.
3. Tidak ada tanda-tanda kurang tidur (lingkaran hitam di mata, lesu, menguap terus).
4. Pasien melakukan tindakan-tindakan yang mempercepat tidur.
INTERVENSI :

1. kaji masalah gangguan tidur pasien, dan penyebab kurang tidur


2. Anjurkan klien tidur di siang hari sebagai pemenuhan kebutuhan tidur, karena sulitnya
pemenuhan kebutuhan tidur di malam hari
3. Lakukan mandi air hangat sebelum tidur
4. Anjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur
5. Menciptakan keadaan tempat tidur yang nyaman, bersih dan bantal yang nyaman
6. Lakukan masase pada daerah belakang tubuh pasien

HIPERTEMI

KRITERIA HASIL :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan suhu tubuh dalam
rentang normal (36ᵒC-37ᵒC) dengan kriteria hasill :

1. Tidak ada perubahan warna kulit


2. Suhu tubuh tidak melebihi 37ᵒ C
INTERVENSI

1. Memonitor suhu tubuh


2. Memonitor warna kulit dan suhu tubuh.
3. Memberikan kompres dingin pada aksila dan lipatan paha, seka dengan air hangat.
4. Melakukan kolaborasi pemberian antipiretik sesuai anjuran
5. Melakukan kolaborasi pemberian cairan intravena
6. Menganjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipis
E. Bagaimana Evaluasi dari Tiap Diagnosa, Kelemahan/Kendala yang ditemui dan bagaimana
solsinya

- diagnosa diare b.d proses infeksi

9-3-2020

Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya sudah 3 kali BAB dari jam 07.00 –
14.00 BABnya encer, ibu paien juga mengatakan kalau anaknya rewel, masalah belum teratasi
bising usus hiperaktif, intensitas BAB meningkat, konsistensi BAB berubah, nutrisi tidak
terpenuhi .
10-3-2020

Setelah dilakukan intervensi ibu passien mengatakan anaknya sudah BAB 2 kali dan konsistensi
encer, ada ampasnya, dan pasien masih terlihat lemas, masalah belum teratasi, intervensi
dilanjutkan

11-3-2020
Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya BAB 1 kali, TD : 130/40 mmhg, N
: 61x/ menit, rr : 30x/menit, masalah telah teratasi dan lakukan monitor pada pasien.

- Diagnosa hipertermi

9-3-2020

Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya panas suhu tubuh 38ºC, pasien juga
terlihat rewel karena hipertermi, suhu tubuh masih tinggi masalah belum teratasi intervensi
dilanjutkan

10-3-2020

Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya masih panas dengan suhu tibuh
37ºC, suhu tubuh menurun, pasien masih rewel masalah belum teratasi intervensi dilanjutkan

11-3-2020

Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendingan dengan suhu
tubuh 36º, masalah sudah teratasi dan monitor ttv

- Diagnosa nyeri akut b.d agen cedera fisik

11-3-2020

Ssetelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya menangis terus menerus karena
nyeri anal setelah operasi, skala nyeri pasien 4, skala nyeri menurun pasien terlihat agak tenang
intervensi dilanjutkan

12-3-2020

Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya tidak terlalu rewel, terlihat agak
tenang dengan skala nyeri 3, masalah belum teratasi
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada laporan kasus asuhan keperawatan di atas maka penulis
menyimpulkan beberapa hal antara lain :
1. Penyakit hirschprung merupakan kelainan bawaan yang membuat adanya gangguan
pergerakan usus yang dapat menyebabkan obstruksi usus bagian bawah, kondisi ini dapat
terjadi di segala usia.
2. Pengkajian pada pasien hirschprung ini terfokus pada masalah, intensitas, kualitas, letak,
skala, dan waktu terjadinya nyeri. Klien yang masih tergolong anak-anak, peneliti
menggunakan skala wong beker pain scale untuk mengetahui tingkat nyeri.
3. Laporan asuhan keperawatan ini memiliki 4 diagnosa, yaitu : diare, nyeri akut, gangguan
pola tidur, dan hipertermi.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah – masalah
keperawatan yang muncul pada kasus ini tidak jauh berbeda penatalaksanaan pada
tinjauan teori.
5. Evaluasi dalam laporan asuhan keperawatan ini menggunakan teknik SOAP (Subyektif,
Obyektif, Assesment, dan Planning). Berdasarkan teknik evaluasi tersebut ke empat
diagnosa yang belum dapat teratasi secara penuh dapat dilanjutkan kembali pada masing-
masing diagnosa yang belum teratasi.
B. SARAN
Semoga makalah laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi pembacanya, dan
dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu dalam penyusunan hasil karya yang lebih baik lagi
dengan berbagai perkembangan yang akan di kolaborasikan dengan teori-teori atau data
yang mendukung secara kuat mengenai asuhan keperawatan pada pasien yang terkena
diagnosa medis hirschprung.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri .Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media.
Dermawan, Deden dkk.2010 Keperawatan medikal bedah sisitem pencernaan.Yogyakarta :
GOsyen Publishing

Kemenkes. (2016) Asuhan Keperawatan Rasa Aman dan Nyaman


Kozier, B. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan konsep proses dan praktik. Edisi VII.
Volume 1.Jakarta : ECG

Murwani, A. 2009.Perawatan pasien penyakit dalam.Yogyakarta : GOsyen Publishing

NANDA Internasional Inc. 2015.Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi2015-2017,


Edisi 10. Jakarta: EGC.
Nurarif A.H dan Kusuma, H. (2016) Asuhan Keperawatan Praktis, Jakarta :
Medication Tetty, S. 2015.Knsep dan Penatalaksanaan Nyeri.Jakarta : EGC
Wilkinson, Judhit M. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan edisi 9. Jakarta : ECG

PPT
WORD DAN PPT PRESJUL

EFEKTIVITAS PEMBERIAN OKSIGEN POSISI SEMI


FOWLER DAN FOWLER TERHADAP PERUBAHAN
SATURASI PADA PASIEN ASMA BRONKIAL PERSISTEN
RINGAN

Di Susun
Oleh :
Kelompok
5C
1. Kamelia Awali Putri 20901900049
2. Titi Yuliyanti 20901900086
3. Ani Zahrotun Nisa’ 20901900011
4. Nugroho Kukuh M 20901900071

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS

ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma bronkial adalah penyakit heterogen yang ditandai inflamasi kronik saluran napas,
dengan gejala sesak napas, mengi, dada terasa berat, batuk semakin memberat dan keterbatasan
aliran udara ekspirasi (Mark, et all, 2016). Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas,
sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien
untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan. Penderita asma dapat
melakukan inspirasi dengan baik namun sangat sulit saat ekspirasi (Guyton & Hall 2006 dalam
Widodo, 2012). Sehingga terjadi gangguan difusi gas di alveoli. Hal tersebut menyebabkan,
pasien mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen (O2). Penanganan yang tepat dalam
masalah gangguan pemenuhan O2 adalah dengan pemberian O2 dan pengobatan. Organ-organ
dalam tubuh membutuhkan suplai oksigen yang cukup agar fungsinya lebih optimal dan efektif.
Jika nilai saturasi oksigen rendah, berbagai masalah kesehatan dapat terjadi diantaranya terjadi
hipoksemia (Musliha, 2010). Efek pemberian terapi oksigen dapat dilihat melalui nilai saturasi
oksigen. Metode yang paling sederhana untuk mengurangi risiko penurunan pengembangan
dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi fowler merupakan posisi tempat
tidur dimana posisi kepala dan tubuh ditinggikan 45o hingga 60o dimana posisi lutut
mungkin/mungkin tidak dalam posisi tertekuk, sedangkan posisi semi fowler merupakan posisi
tempat tidur dimana posisi kepala dan tubuh ditinggikan 15o hingga 45o. Posisi ini biasanya
disebut dengan fowler rendah dan biasanya ditinggikan setinggi 30o (Kozier dan Erb’s, 2016).
B. Tujuan
Tujuan dalam analisis artikel ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat efektifitas dalam
pemberian terapi oksigen dengan posisi semi fowler dan fowler.
BAB II
ABSTRAK ARTIKEL

Asma bronkial persisten ringan merupakan inflamasi kronik jalan napas yang
menyebabkan rendahnya nilai saturasi oksigen (91-95%). Pemberian terapi oksigen,
pengaturan posisi semi fowler dengan fowler dapat mengurangi risiko penurunan
pengembangan dinding dada. Penelitian ini bertujuan menilai perbedaan efektivitas
pemberian oksigen pada posisi semi fowler dengan fowler terhadap perubahan saturasi
pada pasien asma bronkial persisten ringan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Metode
penelitian ini eksperimental dengan rancangan Quasy Experiment. Populasi dalam
penelitian ini seluruh pasien yang mengalami serangan asma bronkial persisten ringan
sebanyak 30 orang, sampel dalam penelitian sebanyak 20 orang dengan teknik Purposive
sampling, dianalisis dengan uji T independen. Hasil penelitian pada posisi semi fowler
rata-rata saturasi oksigen sebelum sebesar 93.10 %, setelah pemberian terapi oksigen
dengan posisi semi fowler sebesar 98.00 %. Pada posisi fowler rata-rata saturasi oksigen
sebelum 92.60 %, setelah pemberian terapi oksigen dengan posisi fowler sebesar 98.00
%. Hasil uji T Independen menunjukkan tidak ada perbedaan efektivitas pemberian
oksigen pada posisi semi fowler dengan fowler terhadap perubahan saturasi pada pasien
asma bronkial Persisten Ringan di IGD RSUD Ratu Zalecha Martapura. Pasien yang
mengalami asma bronkial persisten ringan dapat diberikan kedua posisi.

BAB III

PEMBAHASAN
a. Judul Penelitian
Efektivitas Pemberian Oksigen Posisi Semi Fowler Dan Fowler
Terhadap Perubahan Saturasi Pada Pasien Asma Bronkial Persisten Ringan
b. Penulis
Syamsul Firdaus, Misbachul Munirul Ehwan, Agus Rachmadi
c. Sumber
 Doi : 10.32668/jkep.v4i1.278
 Jurnal penerbit : JKEP
 Halaman jurnal : Vol 4, No. 1 Mei 2019, hlm 31-43
d. Tanggal Publikasi
1 Mei 2019
e. Tujuan Dan Masalah Penelitian
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan efektivitas
pemberian oksigen pada posisi semi fowler dengan fowler terhadap perubahan saturasi
pada pasien asma bronkial persisten ringan.

f. Metode Penelitian
 Desain : Quasy Experiment
 Sampel : Sampel yang diteliti sebanyak 20 pasien asma bronkial persisten ringan.
 Variable : Pemberian oksigen posisi semi fowler dan fowler, perubahan saturasi.
 Instrumen : Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi, dalam
tabel tersebut tercatat karakteristik responden dan saturasi oksigen sebelum dan
sesudah pemberian posisi semi fowler dengan fowler pada pemberian terapi oksigen
nasal kanul, untuk pengukuran nilai saturasi oksigen menggunakan pulse oximetry.
 Analysis : Analisa data yaitu analisa univariat dan analisa bivariat menggunakan uji
Independent sample t Test, penggunaan rumus ini adalah untuk menguji efektifitas
suatu perlakuan terhadap suatu besaran variabel yang ingin ditentukan.
g. Kelebihan/Kekuatan Isi Artikel
1. Penelitian ini menjelaskan adanya factor lain yang dapat mempengaruhi perubahan
saturasi oksigen.
2. Kelebihan penelitian ini menjelaskan bahwa posisi semi fowler dapat mengatasi
masalah kesulitan pernapasan dan pasien dengan gangguan jantung.
3. Mudah di terapkan.
h. Kekurangan Isi Artikel Penelitian
1. Penelitiann ini tidak menjelaskan berapa usia responden yang dilakukan penelitian.
i. Implikasi Hasil Penelitian Bagi Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan terapi oksigen pada pasien asma bronkial dapat
menggunakan teknik posisi fowler yang rata-rata kenaikan saturasi oksigen yaitu 4,5%
atau semi fowler yang hasilnya dapat meningkatkan saturasi oksigen rata-rata 4,9%.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Saturasi sebelum pemberian oksigen dengan posisi semi fowler dan fowler 93.10%,
dan setelah pemberian terapi oksigen terdapat peningkatan nilai saturasi oksigen dengan
posisi semi fowler sebesar 98.00 %. Pada posisi fowler rata-rata saturasi oksigen sebelum
92.60 %, setelah pemberian terapi oksigen dengan posisi fowler sebesar 98.00 %. Hasil
statistik dengan menggunakan uji T Independen menunjukkan tidak ada perbedaan
efektivitas pemberian oksigen pada posisi semi fowler dengan fowler terhadap
perubahan saturasi pada pasien asma bronkial Persisten Ringan di IGD RSUD Ratu
Zalecha Martapura.
DAFTAR PUSTAKA

Morton, P.G, dkk. (2012). Keperawatan Kritis Volume 1 Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta: Nuha Medika

Kozier & Erb’s. (2016). Fundamentals of Nursing Concepts, Process and Practice Tenth
Edition.United States of America : Julie Levin Alexader
PPT PRESJUL

Anda mungkin juga menyukai