DISUSUN OLEH :
Ani Zahrotun Nisa’
20901900011
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. DATA UMUM
1. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin :P
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku/bangsa : Indonesia
Alamat : Pati
Diagnosa medis : Asma Bronkial
Tanggal :-
Jam masuk :-
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. N
Umur : 55 Tahun
Jenis kelamin :L
Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Petani
Alamat : Pati
Hubungan dengan pasien : Suami klien
2. Status Kesehatan saat ini
Keluhan utama : pasisen mengeluh sesak nafas, dan sulit untuk berbicara,
batuk-batuk
Alasan masuk RS : -
Lamanya keluhan : klien mengatakan sudah 6 tahun merasakan sesak nafas
Timbulnya keluhan : klien mengatakan ketika kambuh dan ketika mau tidur atau
tengah malam, dan ketika musim dingin sesaknya kembali muncul
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi : keluarga klien mengatakan minum obat
dari apotik
Factor yang memperberat : klien kembali sesak ketika terkena asab, debu, dan
cuaca dingin
Keterangan :
= perempuan
= laki-laki
= klien
= perempuan meninggal
= laki-laki meninggal
= tinggal serumah
B. ANALISA DATA
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
- Intorelansi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
- Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
D. PLANNING / INTERVENSI
“LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NYAMAN (NYERI)”
Disusun oleh :
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari springter ani internal kea rah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hirschprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonates. Hirschsprung atau mega kolon congenital juga dikatakan sebagai
suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus
auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spinkter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak
mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus
terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul
pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
A. Pengertian
Gangguan kenyamanan adalah keadaan ketika individu mengalamisensasi yang tidak
menyenangkan dalam berespons terhadap suaturangsangan yang berbahaya. Gangguan
rasa nyaman secara umumdibagi menjadi beberapa batasan karakteristik, yaitu :
1. Nyeri akut
adalah keadaan ketika individu mengalami danmengeluhkan adanya rasa
ketidaknyamanan yang hebat atausensasi yang tidak menyenangkan selama enam
bulan atau kurang.
2. Nyeri kronis,
adalah keadaan ketika individu mengalami nyeri yangmenetap atau intermiten dan
berlangsung lebih dari enam bulan.
3. Mual
adalah keadaan ketika individu mengalami suatuketidaknyamanan sensasi seperti
gelombang di belakangtenggorok,epigastrum, atau seluruh abdomen yang mungkin
ataumungkin tidak menimbulkan muntah.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjelaskan konsep Aman Nyaman dan Asuhan Keperawatan pada klien
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan pengertian aman nyaman
b. Menjelaskan etiologi aman nyaman
c. Menjelaskan patofisiologi aman nyaman
d. Menjelaskan manifestasi klinik aman nyaman
e. Menjelaskan penatalaksanaan aman nyaman
f. Menjelaskan pengkajian fokus
g. Menjelaskan pathways keperawatan
h. Menjelaskan fokus intervensi
C. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar
1. Pengertian Kebutuhan dasar
Nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dalam merespons terhadap sesuatu rangsangan yang berbahaya.Nyeri
merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat
subjektif.Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya.(Tetty, 2015).
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (International Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba- tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 3 bulan (Nanda I 2018).
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
suatu kerusakan (International Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3) bulan
(Nanda I 2018).
2. Anatomi Fisiologi
Reseptor nyeri (nosireceptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri.Organ tubuh yang berperan adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terdapat pada stimulus kuat yang secara potensial merusak.
a. Mekanik (mekano sensitif) : Kerusakan ujung saraf bebas akibat trauma karena
benturan atau gerakan.
b. Thermis (thermo sensitif) : Rangsangan panas atau dingin yang berlebihan.
c. Kimia (khemo sensitif) : Rangsangan zat kimia berupa bradikinin, serotinin, ion
kalium, asam, prostaglandin, asetilkolon, dan enzim proteolitik.
Mekanisme Penghantaran Impuls Nyeri
a. Serabut delta A (menusuk dan tajam) : Pada kulit dan otot bermielin halus, garis
tengah 2-5 mm, kecepatan 6-30 m/detik.
b. Serabut delta C (panas & terbakar) : Dalam otot, tidak bermielin, garis tengah 0,4-
1,2 mm, kecepatan 0,5-2,0 m/detik.
3. Klasifikasi Nyeri
1. Menurut lokasinya:
a. Perifer pain : Daerah perifer (kulit & mukosa)
b. Deep pain : Somatik (periosteum/lapisan luar tulang, otot, sendi/tendon,
pembuluh darah)
c. Viseral / splanik pain : Organ viseral (renal colik, cholesistisis/radang
kandung empedu, apendisitis, ulkus gaster)
d. Reffered pain : Penyakit organ / struktur tubuh (vertebrata, viseral, otot),
ditransmisikan di bagian tubuh lain.
e. Psykogenik pain : Tanpa penyebab organik, tapi karena trauma psikologis.
f. Phantom pain : Pada bagian tubuh yang sebenarnya sudah tidak ada.
Contohnya yaitu nyeri pada kaki yang sudah diamputasi.
g. Intractable pain : Nyeri yang resisten (melawan)
2. Menurut serangannya
a. Nyeri akut : mendadak, berlangsung < 3 bulan, intensitas berat, area dapat
diidentifikasi, karakteristik ketegangan otot meningkat, dan cemas.
b. Nyeri kronis : Berlangsung > 3 bulan, intensitas ringan hingga berat, sumber
nyeri tidak diketahui dan sulit dihilangkan, sensasi difus (menyebar).
3. Menurut sifatnya
a. Insidentil : Timbul sewaktu-waktu lalu menghilang, contohnya yaitu trauma
ringan.
b. Stedy : Menetap dan dalam waktu yang lama, contohnya yaitu abses.
c. Paroximal : Intensitas tinggi dan kuat, ± 10-15 menit lalu hilang dan timbul
lagi.
4. Etiologi
a. Lingkungan
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Kelelahan
e. Budaya
f. Ansietas
g. Gaya koping
h. Pengalaman sebelumnya
i. Dukungan keluarga dan sosial
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri Akut
Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
Menunjukan kerusakan
Gangguan tidur
Muka dengan ekspresi nyeri
Tingkah laku ekspresif (Gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
Posisi untuk mengurangi nyeri
Penurunan Tanda-tanda vital
b. Nyeri Kronis
Perubahan berat badan
Melaporkan secara verbal dan non verbal
Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendiri
Kelelahan
Perubahan pola tidur
Takut cedera
Interaksi dengan orang lain menurun
6. Patofisiologi
1. Nyeri diawali dengan kerusakan jaringan (tissue damage), dimana jaringan tubuh
yg cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory neurotransmitters),
(histamine dan bradykinin) sebagai vasodilator yg kuat edema, kemerahan dan
nyeri dan menstimulasi pelepasan prostaglandins.
2. Transduksi (transduction) : perubahan energi stimulus menjadi energi elektrik,
proses transmisi (transmission) yakni ketika energi listik mengenai nociceptor
dihantarkan melalui serabutsaraf A dan C dihantarkan dengan cepat ke substantia
gelatinosa di dorsal horn dari spinal cord ke otak melalui spinothalamic tracts
thalamus dan pusat-pusat yg lebih tinggi termasuk reticular formation, limbic
system, dan somatosensory cortex.
3. Persepsi (perseption) : otak menginterpretasi signal, memproses informasi dr
pengalaman, pengetahuan, budaya, serta mempersepsikan nyeri individu mulai
menyadari nyeri.
4. Modulasi (modulation) : saat otak mempersepsikan nyeri, tubuh melepaskan
neuromodulator, seperti opioids (endorphins and enkephalins), serotonin,
norepinephrine & gamma aminobutyric acid menghalangi /menghambat
transmisi nyeri & membantu menimbulkan keadaan analgesik, & berefek
menghilangkan nyeri.
7. Pathway
Faktor Presipitasi
Reseptor Nyeri
Persepsi Nyeri
Nyeri
Nyeri di Persepsikan Gangguan mobilitas fisi
berhubungan dengan
faktor presipitasi
Nyeri Akut
RAS Teraktivasi
REM Menurun
8. Komplikasi
a. Edema pulmonal
b. Kejang
c. Masalah mobilisasi
d. Hipertensi
e. Hipertermi
f. Gangguan pola istirahat dan tidur
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
Monitor tanda-tanda vital
Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
Distraksi dan ajarkan teknik relaksasi
Kompres hangat
b. Penatalaksanaan Medis
Pemberian obat Analgetik
Obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.Seseorang
yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.
Pemberian obat ANS (Anti inflamasi non steroid)
Aspirin dan Ibuprofen mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf
perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang
dihasilkan luka.
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dengan skala nyeri
Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen
Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal
Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya
CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang peah diotak
EKG
MRI
D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.Lingkungan
pasien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau
berakibat terhadap kehidupan atau kelangsungan hidup pasien. Keamanan yang
ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan
cedera yang akan mempenngaruhi rasa aman dan nyaman pasien.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/bedah
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secar langsung pada
reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman pasien.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat ini bisa dapat menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman, karena
dengan adanya riwayat penyakit maka klien akan beresiko terkena penyakit
sehingga menimbulka rasa tidak nyaman seperti nyeri.
b. Perilaku non verbal :Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara
lain ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
c. Kualitas : Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
d. Faktor presipitasi : Beberapa faktor presipitasi yang meningkatkan nyeri antara
lain lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba.
e. Intensitas : Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau
dapat menggunakan skala dari 0-10.
f. Waktu dan lama : Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai, berapa
lama, bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri terakhir timbul.
g. Karakteristik nyeri (PQRST)
P (provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri Q
(quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (Skala nyeri): keparahan/intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri
Pengkajian Skala Nyeri
Skala nyeri 1-3 nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktivitas tak terganggu)
Skala nyeri 4-6 nyeri sedang (mengganggu aktivitas fisik)
Skala nyeri 7-10 nyeri berat (tidak dapat melakuka aktivitas secara mandiri)
h. Pemeriksaan Fisik
Ekspresi wajah
1) Menutup mata rapat-rapat
2) Membuka mata lebar-lebar
3) Menggigit bibir dibawah
Verbal
1) Menangis
2) Beteriak
Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernafasan
Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mengalokasi tempat atau rasa yang tidak nyaman.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis , fisik, kimia.
b. Nyeri berhubungan dengan inflamasi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
3. Intervensi dan Rasional Keperawatan
a. Nyeri akut
Tujuan yang diharapkan :
1) Adanya penurunan intensitas nyeri
2) Ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
3) Tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Kaji Nyeri Mengetahui daerah nyeri, kualitas, kapan
nyeri dirasakan, faktor pencetus, dan
berat ringannya nyeri yang
dirasakan.
Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien Untuk mengajarkan pasien apabila nyeri
timbul
Berikan analgetik sesuai program Untuk mengurangi rasa nyeri
Observasi tanda-tanda vital Untuk mengetahui keadaan umum
pasien
b. Nyeri kronis
Tujuan yang diharapkan :
1) Tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
2) Tidak ada posisi tubuh yang melindungi
3) Tidak ada kegelisahan atau ketegangan otot
4) Tidak kehilangan nafsu makan
5) rekuensi nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atau ringan
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Kaji keadaan umum, karakteristik Untuk mengetahui keadaan umum
nyeri, tanda-tanda vital serta efek pasien, mengetahui daerah nyeri,
penggunaan obat jangka panjang kualitas, kapan nyeri dirasakan, faktor
pencetus,berat ringannya nyeri yang
dirasakan serta mengetahui efek
penggunaan obat secara jangka panjang.
Bantu pasien mengidentifikasi tingkat Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
Nyeri
Ajarkan pola istirahat/tidur yang Untuk mengurangi rasa nyeri secara
adekuat adekuat
Kolaborasi pemberian obat analgesik Untuk mengurangi rasa nyeri
BAB III RESUME ASKEP
BAB IV
1 Diare merupakan perubahan konsistensi feses menjadi cair yang keluar lebih
dari tiga kali dalam sehari, feses yang keluar dengan atau tanpa lendir dan darah.
Diare lebih dikenal masyarakat dengan istilah yang bermacam- macam, dengan
menjadi lunak dengan ditandai seringnya seorang buang air besar lebih dari tiga
Diare merupakan penyakit yang memiliki tanda dengan sering buang air besar
atau feses yang berair itu adalah gejala infeksi di jalur usus yang disebabkan
oleh virus bakteri, atau organisme parasit lainnya. Dirangkaian sumber daya
rendah, sebagian besar kasus diare disebabkan oleh bakteri Rotavirus dan
dan paling umum terjadi di lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan
kembali dengan stimulus dan sensori yang cukup. Selain itu tidur juga
dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya
keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, melainkan merupakan sesuatu
urutan siklus yang berulang (Wahit Iqbal Mubarak et al., 2015). Tidur
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry, 2006).
Gangguan pola tidur merupakan gangguan yang terjadi pada kualitas dan
kuantitas waktu tidur seseorang akibat faktor eksternal (Tim Pokja SDKI
4. Hipertemi
Suatu keadaan ketika suhu tubuh meningkat terlalu tinggi dan dapat mengancam
kesehatan.Hipertermia terjadi ketika regulasi panas dalam tubuh tidak dapat beradaptasi
dengan panas yang ada di lingkungan sekitar. Hipertermia dianggap berat atau parah apabila
suhu tubuh telah mencapai di atas 40°C, sedangkan suhu tubuh normal adalah 37°C. Alasan
di tegakkan diagnose pada kasus ini pasien mengalami peningkatan suhu tubuh lebih dalam
batasan normal. Peningkatan suhu terjadi karena cairan tubuh pasien berkurang yang di
sebabkan pasien mengalami diare. Sehingga mengangkat diagnose hipertemi.
KRITERIA HASIL :
KRITERIA HASIL :
INTERVENSI
KRITERIA HASIL :
HIPERTEMI
KRITERIA HASIL :
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan suhu tubuh dalam
rentang normal (36ᵒC-37ᵒC) dengan kriteria hasill :
9-3-2020
Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya sudah 3 kali BAB dari jam 07.00 –
14.00 BABnya encer, ibu paien juga mengatakan kalau anaknya rewel, masalah belum teratasi
bising usus hiperaktif, intensitas BAB meningkat, konsistensi BAB berubah, nutrisi tidak
terpenuhi .
10-3-2020
Setelah dilakukan intervensi ibu passien mengatakan anaknya sudah BAB 2 kali dan konsistensi
encer, ada ampasnya, dan pasien masih terlihat lemas, masalah belum teratasi, intervensi
dilanjutkan
11-3-2020
Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya BAB 1 kali, TD : 130/40 mmhg, N
: 61x/ menit, rr : 30x/menit, masalah telah teratasi dan lakukan monitor pada pasien.
- Diagnosa hipertermi
9-3-2020
Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya panas suhu tubuh 38ºC, pasien juga
terlihat rewel karena hipertermi, suhu tubuh masih tinggi masalah belum teratasi intervensi
dilanjutkan
10-3-2020
Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya masih panas dengan suhu tibuh
37ºC, suhu tubuh menurun, pasien masih rewel masalah belum teratasi intervensi dilanjutkan
11-3-2020
Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendingan dengan suhu
tubuh 36º, masalah sudah teratasi dan monitor ttv
11-3-2020
Ssetelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya menangis terus menerus karena
nyeri anal setelah operasi, skala nyeri pasien 4, skala nyeri menurun pasien terlihat agak tenang
intervensi dilanjutkan
12-3-2020
Setelah dilakukan intervensi ibu pasien mengatakan anaknya tidak terlalu rewel, terlihat agak
tenang dengan skala nyeri 3, masalah belum teratasi
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada laporan kasus asuhan keperawatan di atas maka penulis
menyimpulkan beberapa hal antara lain :
1. Penyakit hirschprung merupakan kelainan bawaan yang membuat adanya gangguan
pergerakan usus yang dapat menyebabkan obstruksi usus bagian bawah, kondisi ini dapat
terjadi di segala usia.
2. Pengkajian pada pasien hirschprung ini terfokus pada masalah, intensitas, kualitas, letak,
skala, dan waktu terjadinya nyeri. Klien yang masih tergolong anak-anak, peneliti
menggunakan skala wong beker pain scale untuk mengetahui tingkat nyeri.
3. Laporan asuhan keperawatan ini memiliki 4 diagnosa, yaitu : diare, nyeri akut, gangguan
pola tidur, dan hipertermi.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah – masalah
keperawatan yang muncul pada kasus ini tidak jauh berbeda penatalaksanaan pada
tinjauan teori.
5. Evaluasi dalam laporan asuhan keperawatan ini menggunakan teknik SOAP (Subyektif,
Obyektif, Assesment, dan Planning). Berdasarkan teknik evaluasi tersebut ke empat
diagnosa yang belum dapat teratasi secara penuh dapat dilanjutkan kembali pada masing-
masing diagnosa yang belum teratasi.
B. SARAN
Semoga makalah laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi pembacanya, dan
dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu dalam penyusunan hasil karya yang lebih baik lagi
dengan berbagai perkembangan yang akan di kolaborasikan dengan teori-teori atau data
yang mendukung secara kuat mengenai asuhan keperawatan pada pasien yang terkena
diagnosa medis hirschprung.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri .Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media.
Dermawan, Deden dkk.2010 Keperawatan medikal bedah sisitem pencernaan.Yogyakarta :
GOsyen Publishing
PPT
WORD DAN PPT PRESJUL
Di Susun
Oleh :
Kelompok
5C
1. Kamelia Awali Putri 20901900049
2. Titi Yuliyanti 20901900086
3. Ani Zahrotun Nisa’ 20901900011
4. Nugroho Kukuh M 20901900071
ILMU KEPERAWATAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma bronkial adalah penyakit heterogen yang ditandai inflamasi kronik saluran napas,
dengan gejala sesak napas, mengi, dada terasa berat, batuk semakin memberat dan keterbatasan
aliran udara ekspirasi (Mark, et all, 2016). Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas,
sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien
untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan. Penderita asma dapat
melakukan inspirasi dengan baik namun sangat sulit saat ekspirasi (Guyton & Hall 2006 dalam
Widodo, 2012). Sehingga terjadi gangguan difusi gas di alveoli. Hal tersebut menyebabkan,
pasien mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen (O2). Penanganan yang tepat dalam
masalah gangguan pemenuhan O2 adalah dengan pemberian O2 dan pengobatan. Organ-organ
dalam tubuh membutuhkan suplai oksigen yang cukup agar fungsinya lebih optimal dan efektif.
Jika nilai saturasi oksigen rendah, berbagai masalah kesehatan dapat terjadi diantaranya terjadi
hipoksemia (Musliha, 2010). Efek pemberian terapi oksigen dapat dilihat melalui nilai saturasi
oksigen. Metode yang paling sederhana untuk mengurangi risiko penurunan pengembangan
dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi fowler merupakan posisi tempat
tidur dimana posisi kepala dan tubuh ditinggikan 45o hingga 60o dimana posisi lutut
mungkin/mungkin tidak dalam posisi tertekuk, sedangkan posisi semi fowler merupakan posisi
tempat tidur dimana posisi kepala dan tubuh ditinggikan 15o hingga 45o. Posisi ini biasanya
disebut dengan fowler rendah dan biasanya ditinggikan setinggi 30o (Kozier dan Erb’s, 2016).
B. Tujuan
Tujuan dalam analisis artikel ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat efektifitas dalam
pemberian terapi oksigen dengan posisi semi fowler dan fowler.
BAB II
ABSTRAK ARTIKEL
Asma bronkial persisten ringan merupakan inflamasi kronik jalan napas yang
menyebabkan rendahnya nilai saturasi oksigen (91-95%). Pemberian terapi oksigen,
pengaturan posisi semi fowler dengan fowler dapat mengurangi risiko penurunan
pengembangan dinding dada. Penelitian ini bertujuan menilai perbedaan efektivitas
pemberian oksigen pada posisi semi fowler dengan fowler terhadap perubahan saturasi
pada pasien asma bronkial persisten ringan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Metode
penelitian ini eksperimental dengan rancangan Quasy Experiment. Populasi dalam
penelitian ini seluruh pasien yang mengalami serangan asma bronkial persisten ringan
sebanyak 30 orang, sampel dalam penelitian sebanyak 20 orang dengan teknik Purposive
sampling, dianalisis dengan uji T independen. Hasil penelitian pada posisi semi fowler
rata-rata saturasi oksigen sebelum sebesar 93.10 %, setelah pemberian terapi oksigen
dengan posisi semi fowler sebesar 98.00 %. Pada posisi fowler rata-rata saturasi oksigen
sebelum 92.60 %, setelah pemberian terapi oksigen dengan posisi fowler sebesar 98.00
%. Hasil uji T Independen menunjukkan tidak ada perbedaan efektivitas pemberian
oksigen pada posisi semi fowler dengan fowler terhadap perubahan saturasi pada pasien
asma bronkial Persisten Ringan di IGD RSUD Ratu Zalecha Martapura. Pasien yang
mengalami asma bronkial persisten ringan dapat diberikan kedua posisi.
BAB III
PEMBAHASAN
a. Judul Penelitian
Efektivitas Pemberian Oksigen Posisi Semi Fowler Dan Fowler
Terhadap Perubahan Saturasi Pada Pasien Asma Bronkial Persisten Ringan
b. Penulis
Syamsul Firdaus, Misbachul Munirul Ehwan, Agus Rachmadi
c. Sumber
Doi : 10.32668/jkep.v4i1.278
Jurnal penerbit : JKEP
Halaman jurnal : Vol 4, No. 1 Mei 2019, hlm 31-43
d. Tanggal Publikasi
1 Mei 2019
e. Tujuan Dan Masalah Penelitian
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan efektivitas
pemberian oksigen pada posisi semi fowler dengan fowler terhadap perubahan saturasi
pada pasien asma bronkial persisten ringan.
f. Metode Penelitian
Desain : Quasy Experiment
Sampel : Sampel yang diteliti sebanyak 20 pasien asma bronkial persisten ringan.
Variable : Pemberian oksigen posisi semi fowler dan fowler, perubahan saturasi.
Instrumen : Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi, dalam
tabel tersebut tercatat karakteristik responden dan saturasi oksigen sebelum dan
sesudah pemberian posisi semi fowler dengan fowler pada pemberian terapi oksigen
nasal kanul, untuk pengukuran nilai saturasi oksigen menggunakan pulse oximetry.
Analysis : Analisa data yaitu analisa univariat dan analisa bivariat menggunakan uji
Independent sample t Test, penggunaan rumus ini adalah untuk menguji efektifitas
suatu perlakuan terhadap suatu besaran variabel yang ingin ditentukan.
g. Kelebihan/Kekuatan Isi Artikel
1. Penelitian ini menjelaskan adanya factor lain yang dapat mempengaruhi perubahan
saturasi oksigen.
2. Kelebihan penelitian ini menjelaskan bahwa posisi semi fowler dapat mengatasi
masalah kesulitan pernapasan dan pasien dengan gangguan jantung.
3. Mudah di terapkan.
h. Kekurangan Isi Artikel Penelitian
1. Penelitiann ini tidak menjelaskan berapa usia responden yang dilakukan penelitian.
i. Implikasi Hasil Penelitian Bagi Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan terapi oksigen pada pasien asma bronkial dapat
menggunakan teknik posisi fowler yang rata-rata kenaikan saturasi oksigen yaitu 4,5%
atau semi fowler yang hasilnya dapat meningkatkan saturasi oksigen rata-rata 4,9%.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Saturasi sebelum pemberian oksigen dengan posisi semi fowler dan fowler 93.10%,
dan setelah pemberian terapi oksigen terdapat peningkatan nilai saturasi oksigen dengan
posisi semi fowler sebesar 98.00 %. Pada posisi fowler rata-rata saturasi oksigen sebelum
92.60 %, setelah pemberian terapi oksigen dengan posisi fowler sebesar 98.00 %. Hasil
statistik dengan menggunakan uji T Independen menunjukkan tidak ada perbedaan
efektivitas pemberian oksigen pada posisi semi fowler dengan fowler terhadap
perubahan saturasi pada pasien asma bronkial Persisten Ringan di IGD RSUD Ratu
Zalecha Martapura.
DAFTAR PUSTAKA
Morton, P.G, dkk. (2012). Keperawatan Kritis Volume 1 Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kozier & Erb’s. (2016). Fundamentals of Nursing Concepts, Process and Practice Tenth
Edition.United States of America : Julie Levin Alexader
PPT PRESJUL