Anda di halaman 1dari 51

PATOFISIOLOGI

12. PATOFISIOLOGI
PENYAKIT PADA
SISTEM PERKEMIHAN

ABDUR RIVAI, dr., M.Kes.

Patofisiologi – D3 Farmasi 1
Capaiaan Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa,
mampu memahami (C2) dan menganalisis
(C4) perubahan fungsi dan proses biologi
abnormal pada tubuh manusia.

Kemampuan Akhir Yang


Direncanakan
Mahasiswa (A) mampu memahami (C2) dan
Mengalisis (C4) Patofisiologi penyakit Sistem
Perkemihan
Patofisiologi - D3 Farmasi 2
PENDAHULUAN
 Sistem urinaria terdiri dari organ yang mempro-
duksi urine & mengeluarkan urine dari tubuh.
 Sistem urinaria merupakan salah satu sistem untuk
homeostatis.
 Komponen sistem urinaria
-Ginjal (ada 2) memproduksi urine
-Ureter (ada 2) membawa urine ke kandung kemih
-Kandung kemih (hanya 1) untuk menampung
sementara urine
-Uretra untuk mengalirkan urine keluar tubuh,
melalui orifisium uretra eksterna : tempat
pengeluaran urine ke luar tubuh.
3
Patofisiologi - S1 Gizi
FUNGSI GINJAL
1. Pengeluaran zat sisa organik
Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, produk
penguraian haemoglobin dan hormon
2. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting
Ginjal mengekskresi ion Na, K, Ca, Mg, SO4, PO4. Ekskresi
seimbang dengan asupan & ekskresi lain (gastro intestinal,
kulit)
3. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh
Ginjal mengendalikan ekskresi ion H, HCO3, NH4,
memproduksi urine asam/basa tergantung pada kebutuhan
tubuh.
4. Pengaturan produksi sel darah merah
Ginjal melepas eritropoietin, yang mengatur produksi sel
darah merah dalam sumsum tulang
Patofisiologi - S1 Gizi 4
5. Pengaturan tekanan darah
Ginjal mengatur volume cairan yang penting bagi
tekanan darah, juga memproduksi enzim renin yang
berperan meningkatkan tekanan darah dan retensi
air.
6. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi
glukosa darah dan asam amino
Melalui ekskresi glukosa & asam amino berlebih,
ginjal bertanggung jawab atas konsentrasi nutrien
dalam darah.
7. Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan
makanan, obat, zat kimia asing dari tubuh.
Patofisiologi - S1 Gizi 5
GLOMERULONEFRITIS

Patofisiologi - S1 Gizi 6
GLOMERULONEFRITIS AKUTA (GNA)
 Penyebab: Streptococcus beta-haemolyticus A.
Sering bersamaan atau beberapa minggu sebelumnya
infeksi jalan pernapasan, seperti tonsillitis, atau
infeksi lain-lain oleh streptokokus, suatu hal yang
menyokong teori infeksi lokal.
 Gambaran klinik: hematuria tiba-tiba, edema dan
hipertensi pada penderita sebelumnya tampak sehat.
Kemudian oligouria sampai anuria, nyeri kepala, dan
mundurnya visus (retinitis albuminika).
 Diagnosis menjadi sulit apabila timbul serangan
kejang-kejang dengan atau tanpa koma yang
disebabkan oleh komplikasi hipertensi serebral, atau
oleh uremia, atau apabila timbul edema paru-paru
akut. Patofisiologi - S1 Gizi 7
GNA
 Patofisiologi
 Diduga membran plasma streptokokus sebagai
antibodi, merangsang pembentukan antibodi. Rekasi
antigen-antibodi dari darah masuk ke glomerulus dan
terperangkap di membran basalis, sehingga
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit
menuju tempat lesi.
 Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga
merusak endothel dan membran basalis, sehingga
menimbulkan proliferasi sel-sel endotel dan sel-sel
mesangium serta sel-sel epitel, yang mengakibatkan
kebocoran : protein (Proteinuria), sel darah merah
(hematuria). Patofisiologi - S1 Gizi 8
GNA
 JIka terjadi pada kehamilan, harus dibedakan dengan
preeklamsia dan eklampsia selalu. Pemeriksaan air
kencing menghasilkan sebagai berikut: sering
proteinuria, ditemukan eritrosit dan silinder hialin,
silinder korel, dan silinder eritrosit.
 Pengobatan : istirahat baring, diet yang sempurna
dan rendah garam, pengendalian hipertensi serta
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Untuk infeksi : penicillin, karena streptococcus peka
terhadap penicillin. Apabila ini tidak berhasil, maka
harus dipakai antibiotika yang sesuai dengan hasil tes
kepekaan.
Patofisiologi - S1 Gizi 9
GNA
 Biasanya sembuh tanpa sisa-sisa penyakit dan fungsi
ginjal yang tetap baik.
 Penyakit dapat menjadi menahun dengan segala
akibatnya.
 Prognosis ibu cukup baik. Kematian ibu sangat jarang,
dan apabila terjadi biasanya diakibatkan oleh
dekompensasi kordis, komplikasi serebro-vaskuler
anuria, dan uremia.
 Pada kehamilan tidak banyak mempengaruhi penyakit.
 Prognosis hasil konsepsi tidak baik, terutama pada
tekanan darah yg sangat tingggi dan insufisiensi ginjal
 abortus, partus prematurus dan kematian janin.
Patofisiologi - S1 Gizi 10
GLOMERULONEFRITIS KRONIKA (GNK)
 Diagnosis:
proteinuria, sedimen yang tidak normal, dan
hipertensi.
Apabila gejala penyakit baru timbul dalam kehamilan
lanjut, atau ditambah dengan pengaruh kehamilan
(superimposed preeclampsia), maka lebih sulit untuk
membedakannya dari preeklampsi murni.
 Ciri: makin memburuknya fungsi ginjal karena makin
lama makin banyak kerusakan yang diderita oleh
glomerulus-glomerulus ginjal, bahkan sampai
mencapai tingkat akhir, yakni apa yang disebut ginjal
kisut.
Patofisiologi - S1 Gizi 11
GLOMERULONEFRITIS KRONIKA (GNK)
 Patofisiologi
 Dimulai dari GNA, adanya reaksi antigen-antibodi
yang ringan, sehingga terabaikan.
 Infeksi yang terabaikan mengakibatkan infeksi
berulang, sehingga ginjal ukuran ginjal berkurang
hingga seperlima ukuran normal, dan terdiri dari
jaringan fibrosa yang luas.
 Korteks mengecil, berkas jaringan parut merusak sisa
korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan
irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah
menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri
renal menebal.
 Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah,
menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir.
Patofisiologi - S1 Gizi 12
GNK
 GNK ada 4 macam:
(1) Hanya proteinuria menetap dgn/tanpa kelainan
sedimen;
(2) dapat menjadi jelas sebagai sindroma nefrotik;
(3) bentuk mendadak seperti pada glomerulonefritis akuta;
(4) gagal ginjal sebagai penjelmaaan pertama.
(5) Keempat-empatnya dapat menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi ginjal dan penyakit kardiovaskuler
hipertensif.
 Selain proteinuria, kelainan sedimen dan hipertensi, dapat
pula dijumpai edema (terutama di muka), dan anemia.
 Pemeriksaan kimiawi darah menunjukkan urea-nitrogen,
kadar asidum urikum, dan kadar kreatinin yang tinggi,
sebagai tanda gangguan fungsi ginjal.
Patofisiologi - S1 Gizi 13
GNK
 Pengobatan
 tidak memuaskan, ok penyakit bertambah berat.
 Peningkatan penyakit, tensi yg sangat tinggi, pielo-
nefritis akuta harus ditanggulangi dengan seksama.
 Sebaiknya penderita GNK tidak hamil.

 Prognosis
 Pada umumnya jelek
 bagi ibu hamil buruk: meninggal segera/agak lama.
 bagi janin tergantung fungsi ginjal dan derajat
hipertensi. Jika fungsi ginjal cukup baik tanpa
hipertensi, biasanya bayinya lahir dismatur akibat
insufisiensi placenta.
Jika penyakit sudah berat, disertai hipertensi yang
tinggi, dapat abortus/partus prematurus/janin mati.
14
Patofisiologi - S1 Gizi
GAGAL GINJAL
AKUT / KRONIS

Patofisiologi - S1 Gizi 15
GAGAL GINJAL AKUT
 Gagal ginjal akut atau acute renal
failure/ARF adalah sindrome klinis yang
ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun
secara cepat (biasanya beberapa hari), yang
mengakibatkan hilangnya kemampuan
ginjal mempertahankan homestatis tubuh.
 Ditandai dengan :
- Peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dl per
hari dan
- Peningkatan ureum 10-20 mg/dl per hari.

Patofisiologi - S1 Gizi 16
PENYEBAB ARF
 Kondisi Pre-renal (Penurunan Perfusi Ginjal)
1. Berkurangnya volume cairan ekstraseluler absolut
a. Perdarahan : operasi besar, trauma, post partum
b. Diuresis yang berlebihan
c. Kehilangan cairan melalui gantrointestinal berat :
muntah dan diare .
d. Kehilangan cairan: luka bakar, peritonitis, pankreatitis.
2. Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif.
a. Penurunan curah jantung : infark miokardium,
disritmia, gagal jantung kongestif, syok klardiogenik,
emboli paru.
b. Vasodilatasi perifer : sepsis, anafilaksis, obat,
anestesi, antihipertensi, nitrat.
c. Hipoalbuminemia : sindrom nefrotik, gagal hari
(sirrosis) Patofisiologi - S1 Gizi 17
PENYEBAB
 Kondisi Pre-renal (Penurunan Perfusi Ginjal)
3. Perubahan hemodinamik ginjal primer
a. Penghambat sistesis prostaglandin : Aspirin dan
obat NSAID lain
b. Vasodilatasi arteriol eferen : penghambat
pengonversi angitensin misalnya kaptopril.
c. Obat vasokontriktor : Norefinefrin, angiotensin.
d. Sindrom hepato renal.
4. Obstruksi vaskular ginjal bilateral
a. Stenosis arteri ginjal, emboli, trombosis
b. Trombosis vena renalis bilateral.
Patofisiologi - S1 Gizi 18
PENYEBAB
 Kondisi Intra-renal (Gagal ginjal akut intrinsik)
1. Nekrosis Tubular Akut
a. Pasca iskemik : syok, sepsis, bedah jantung terbuka,
bedah aorta.
b. Nefrotoksik
1) Nefrotoksin Eksogen
a) Antibiotika : Aminoglikosida, amfoterisin B
b) Media kontras teriodinasi
c) Logam berat : arsen, merkuri
d) Siklosporin
e) Pelarut : metanol, etilen glikol
2) Nefrotoksin Endogen
a) Pigmem intratubuler : Haemoglobin, mioglobin
b) protein intra tubuler : Mieloma multiple
c) Kristal intra tubuler : asam urat
Patofisiologi - S1 Gizi 19
PENYEBAB
 Kondisi Intra-renal (Gagal ginjal akut intrinsik)
2. Penyakit vaskuler atau glomerulus ginjal
primer
a. Glomerulonefritis progresif cepat atau pasca
streptokokus akut
b. Hipertensi maligma
c. Serangan akut pada gagal; ginjal kronis yang
terkait pembatasan garam dan air.
3. Nefritis tubulointerstisial akut
a. Alergi : penisilin, sefalosporin, sulfonamid
b. Infeksi : pielonefritis akut
Patofisiologi - S1 Gizi 20
PENYEBAB
 Kondisi Pasca-renal (Obstruksi saluran kemih)
1. Obstruksi uretra : kastup uretra, striktur uretra.
2. Obstruksi aliran keluar kandung kemih :
Hipertropi prostat, karsinoma
3. Obstruksi ureter bilateral (unilateral jika satu
ginjal berfungsi)
a. Intraureter : batu, bekuan darah
b. Ekstraureter (kompresi) : fibrosis
retroperitoneal, neoplasma (kandung kemih,
prostat, seviks), ligasi bedah tidak disengaja,
cedera
4. Kandung kemih neurogenik
Patofisiologi - S1 Gizi 21
FAKTOR RISIKO

 Usia lanjut
 Diabetes Melitus
 Hipertensi
 Gagal jantung
 Penyakit ginjal
 Penyakit hati

Patofisiologi - S1 Gizi 22
FATOFISIOLOGI
Iskemia atau Nefrotoksin
FASE AWAL

Penurunan aliran Kerusakan Kerusakan


darah ginjal Sel tubulus Glomerulus

Penurunan aliran
darah glomerulus
RUMATAN

Peningkatan hantaran Obstruksi Kebocoran Penurunan ultra


FASE

NaCl ke makuladensa Tubulus Filtrat filtrasi glomerulus

Penurunan GFR
Patofisiologi - S1 Gizi 23
PERJALANAN KLINIS
 Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi dalam 3 stadium
yaitu Oliguria, diuresis dan pemulihan
1. STADIUM OLIGURIA
 Yaitu keluarnya urine kurang 400 ml/hari.
 Sangat penting, mencari penyebab oliguria, apakah pra
renal, intrarenal dan pasca renal
 Sering didominasi riwayat pembedahan (medis/obstetrik)
 Oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 – 48 jam
sesudah trauma, pada nefrotoksis timbul setelah
beberapa hari.
 Obtruksi pasca renal harus disingkirkan, biasana terjadi
anuria, melalu kateterisasi, USG, scan ginjal, pielografi.
 Oliguria prarenal dan azotemia merupakan keadaan
fisiologis dan reversibel. Tetapi jika tidak diatasi dapat
berkembang mnenjadi Acute Tubular Nekrosis.
Patofisiologi - S1 Gizi 24
PERJALANAN KLINIS
 STADIUN DIURESIS
 Dimulai bila keluarnya urine meningkat sampai lebih dari
400 ml/hari.
 Berlangsung 2 – 3 minggu.
 Jarang melebih 4 liter, asalkan tidak mengalami hidrasi
yang berlebihan.
 Diuresis akibat tingginya kadar urea darah (diuresis
osmotik)
 Pasien mungkin kekurangan kalium, natrium, air.
 Jika cairan tidak diganti dapat menyebabkan kematian.
 Pada stadium dini diuresis, kadar BUN mungkin terus
meningkat.
 Tetapi dengan diuresis, azotemia (peningkatan kreatinin
dan nitogen ureadarah) makin menghilang.
Patofisiologi - S1 Gizi 25
PERJALANAN KLINIS
 STADIUN PENYEMBUHAN
 Berlangsung sampai 1 tahun.
 Anemi dan kemampuan pemekatan ginjal
sedikit demi sedikit membaik.
 5% penderita terjadi penurunan GFR
permanen sehingga membutuhkan dialisis
untuk waktu yang lama atau transplantasi
ginjal.
 ARF yang non oliguria mempunyai prognosis
yang lebih baik dari pada ARF yang oliguria.
Patofisiologi - S1 Gizi 26
GEJALA DAN TANDA
Anamnesa riwayat, sebelum terjadi gejala dan tanda :
 Berkurangnya urin sangan buang air
 Pembengkakan (edema) pada daerah kaki
 Napas pendek, nyeri atau perasaan tertekan pada dada
 Perasaan mengantuk
 Lelah
 Perasaan bingun
 Mual
 Kejang
 Koma
 Terkadang tidak menimbulkan gejala dan tanda kecuali test
laboratorium yang tidak normal
Patofisiologi - S1 Gizi 27
DIAGNOSIS PENUNJANG
 Perubahan Urinalisis
- Proteinuria, hematuria, leukosituria.
- Osmolaritas urin < 400 mOsm/kg, BJ urin <1,020, Na Urin
> 20 meq/L.
 Peningkatan BUN dan Kadar Kreatinin
- BUN tergantung pada katabolisme protein, perfusi renal
dan masukan protein.
- Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus
 Hiperkalemia
- Pada penurunan LFG (laju Filtrasi Glomelurer), ginjal tidak
mampu mengekskresi kalium seluler ke dalam cairan
tubuh  hiperkalemia  disritmia dan hentijantung.
Patofisiologi - S1 Gizi 28
DIAGNOSIS PENUNJANG
 Asidosis metabolik
- Oliguria  tidak mampu mengeluarkan hasil metabolik.
- Karbon dioksida meningkat dan PH turun
- Asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal akut
 Abnormalitas Ca++ dan PO4-
Kadar serum fosfat meningkat, serim kalsium menurun
akibat absorbsi kalsium di usus menurun
 Anemia
Akibat penurunan produksi eritropoetin, penurunan usia sel
darah merah, kehilangan darah.
 Rotgen Thorax
Adanya Edema pulmonum.
Patofisiologi - S1 Gizi 29
GAGAL GINJAL KRONIS

Patofisiologi - S1 Gizi 30
GAGAL GINJAL KRONIK
 Merupakan keadaan gangguan fungsi
ginjal yang bersifat menahun berlangsung
progresif dan irreversibel.
 Gangguan fungsi disebabkan oleh karena
kerusakan nefron ginjal, yang dapat
disebabkan oleh berbagai macam
penyakit.
 Sebagian besar penyakit merupakan
penyakit parenkim ginjal yang difus dan
bilateral.
Patofisiologi - S1 Gizi 31
PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 pendekatan
 Sudut pandang tradisional : semua unit nefron
telah terserang penyakit, namun pada stadium
yang berbeda-beda.
 Hipotesis Bricker (Hipotesis nefron yang utuh):
bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unit
akan hancur, namun sisa nefron yang utuh tetap
bekerja, mengalami hipertrofi dalam rangka
melaksanakan seluruh bebab kerja ginjal.

Patofisiologi - S1 Gizi 32
PERJALANAN KLINIS
Dibagi dalam 3 stadium
 STADIUM I (PENURUNAN CADANGAN
GINJAL)
 Kreatinin serum dan kadar BUN Normal.
 Pasien asimptomatik.
 Gangguan ginjal hanya dapat terdeteksi
dengan memberi beban kerja yang berat pada
ginjal tersebut, seperti pemekatan urin yang
lama atau dengan test GFR yang teliti.
Patofisiologi - S1 Gizi 33
PERJALANAN KLINIS
 STADIUM II (INSUFISIENSI GINJAL)
 Bila lebih 75% jaringan yang rusak (GFR 25%
dari normal)
 Kadar BUN meningkat, Kreatinin serum
meningkat.
 Mulai timbul gejala nokturia (berkemih
beberapa kali di malam hari) dan poliuria (urina
lebih dari 1.500 ml per hari)
 Pasien biasa tidak memperhatikan gejala ini.
Patofisiologi - S1 Gizi 34
PERJALANAN KLINIS
 STADIUM III (GAGAR GINJAL PROGRESIF=
PENYAKIT GINJAL STADIUM AKHIR=ESRD
(End Stage Renal Desease)=UREMIA

 Bila lebih 90% jaringan yang rusak (GFR 10%


dari normal)
 Kadar BUN dan Kreatinin serum sangat
meningkat.
 Urine iso-osmosis dengan plasma (BJ 1.010)
 Oliguria
 Kadar ureum serum tinggi  Uremia.
Patofisiologi - S1 Gizi 35
PENYEBAB
onefritis
KLASIFIKASI PENYAKIT PENYAKIT
Penyakit Infeksi tubulointerstisial Pielonefritis kronik atau refluk
nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
nyakit Vaskular hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Gangguan Jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik
Poliarteritis nodusa
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes melits, Gout
Neuropati toksik Penyalahgunaan analgetik
Nefropati timah
Neuropati obstruktif Batu, neoplasma, fibrosis, hipertropi
prostat
Patofisiologi - S1 Gizi 36
BATU GINJAL

Patofisiologi - S1 Gizi 37
Pengertian Batu Ginjal
 Penyakit batu ginjal (nefrolitiasis) : suatu kondisi ketika
material keras yang menyerupai batu terbentuk di dalam
ginjal.
 Material berasal dari sisa zat-zat limbah di dalam darah
yang disaring oleh ginjal yang kemudian mengendap dan
mengkristal seiring waktu.
 Penyakit batu ginjal dialami oleh orang-orang yang
berusia 30-60 tahun. Diperkirakan 10% wanita dan 15%
pria pernah batu ginjal.
 Endapan batu disebabkan makanan atau masalah
kesehatan lain yang mendasari.
 Berdasarkan jenisnya, batu ginjal dibagi menjadi empat,
yaitu batu kalsium, batu asam urat, batu struvit, dan
batu Sistin Patofisiologi - S1 Gizi 38
Patofisiologi Batu Ginjal
 Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis
karena infeksi, pembentukan batu disaluran kemih
dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan
bendungan.
 Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih
dan kelainan metabolisme dapat menyebabkan
penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi
bendungan dan statis urin.
 Jika terjadi bendungan dan statis urin, kalsium
mengendap menjadi besar sehingga membentuk
batu.
 Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Patofisiologi - S1 Gizi 39
Penyebab Batu Ginjal
 Infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal
yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
 Faktor- faktor yang mempengaruhi :
1) Hiperkalsiuria (kadar Kalsium tinggi)
2) Hipositraturia (Kadat Sitrat rendah)
3) Hiperurikosuria (kadar asam urat tinggi)
4) Penurunan jumlah air kemih
5) Jenis cairan yang diminum (mengandung soda)
6) Hiperoksalouria (kadar oksalat tinggi > 45 mg/hari),
7) Ginjal Spongiosa Medula (oligouria & batu kalsium)
8) Batu Asan Urat (asam urattinggi, PH rendah).
9) Batu Struvit (infeksi, organisme memproduksi urease)
Patofisiologi - S1 Gizi 40
Gejala & Tanda Batu Ginjal
 Gejala batu ginjal biasanya tidak dirasakan jika kecil dan
bisa keluar sendiri melalui ureter dengan mudah.
 Gejala baru terasa jika batu berukuran diameter > 1 cm.
 Batu besar akan bergesekan dengan dinding ureter 
iritasi dan luka, sehingga urine kadang mengandung darah.
 Batu ginjal bisa tersangkut di ureter/uretra, sehingga terjadi
akumulasi bakteri dan menyebabkan pembengkakan akibat
infeksi.
 Gejala batu ginjal bisa muncul, jika batu bergesekan dengan
ureter, sehingga terasa nyeri pada pinggang, perut bagian
bawah/samping, dan selangkangan, disertai mual.
 Gejala jika batu ginjal mengakibatkan infeksi ginjal : urine
keruh dan berbau tidak sedap, badan lemas, menggigil, dan
demam tinggi. Patofisiologi - S1 Gizi 41
Diagnosis Batu Ginjal
 Anamnesa: gejala-gejala yang telah dialami,
apakah pernah menderita batu ginjal ginjal, riwayat
keluarga berpenyakit sama, dan konsumsi
makanan atau suplemen yang bisa memicu
terbentuknya batu ginjal.

 Tes-tes tersebut bisa berupa :


 Pemeriksaan urine,
 Pemeriksaan darah
 Pemindaian: USG, rontgen, CT scan, dan
intravenous urogram/IVU)
Patofisiologi - S1 Gizi 42
Pengobatan Batu Ginjal
 Tergantung ukuran dari batu.
 Jika batu kecil/menengah, dan dapat melewati saluran
kemih tanpa harus dilakukan operasi, perlu minum air
putih sesuai takaran yang disarankan. Dengan aliran
cairan, diharapkan batu ginjal dapat terdorong keluar
dengan sendirinya.
 Bila gejala cukup mengganggu, perlu analgetika misal:
acetaminofen dan ibuprofen atau obat anti radang
non steroid.
 Penanganan dengan prosedur khusus (energi laser,
ultrasound, atau operasi), baru akan diterapkan jika
batu berukuran besar sehingga menyumbat saluran
kemih.
Patofisiologi - S1 Gizi 43
Pencegahan Batu Ginjal
 Minum cukup air putih tiap hari dan
membatasi konsumsi makanan, minuman,
atau suplemen yang mengandung zat-zat
yang berpotensi menyebabkan
terbentuknya batu ginjal, seperti zat
oksalat, suplemen kalsium, dan protein
hewani.
 Obat-obatan untuk mencegah kambuh
bagi mereka yang sebelumnya pernah
menderita batu ginjal.
Patofisiologi - S1 Gizi 44
SINDROM NEFROTIK

Patofisiologi - S1 Gizi 45
Pengertian
• Sindroma nefrotikm(Nefrosis) ialah
suatu kumpulan gejala yang terdiri
atas :
- edema,
- proteinuria (lebih dari 5 gram
sehari),
- hipoalbuminemia, dan
- hiperkolesterolemia.
Patofisiologi - S1 Gizi 46
Penyebab NS
• Mungkin sindroma ini diakibatkan oleh reaksi
antigen-antibodi dalam pembuluh-pembuluh
kapiler glomerulus.
• Penyakit yg dpt menyertai sindroma nefrotik
adalah glomerulonefritis kronika (paling
sering), lupus eritemosus, DM, amiloidosis,
sifilis, dan thrombosis vena renalis.
• Sindroma dapat pula timbul akibat keracunan
logam berat (timah, air raksa), obat-obatan
antikejang, serta racun serangga.

Patofisiologi - S1 Gizi 47
Patofisiologi NS
 Karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus dengan sebab belum diketahui, sehingga
terjadi proteinuria.
 Protein hilang lebih dari 2 gr/hari, terutama albumin
sehingga terjadi hipoalbuminemia, yang
mengakibatkan edema (jika kadar albumin serum < 2,5
gram/dl).
 Edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/
osmotik intravaskuler sehingga cairan menembus ke
ruang intertisial.
 Akibat pergeseran cairan, volume plasma total dan
volume darah arteri menurun, mengakibatkan
penurunan volume intravaskuler sehingga tekanan
perfusi ginjal turun. Patofisiologi - S1 Gizi 48
Patofisiologi NS
 Tekanan perfusi ginjal turun, akan mengaktifkan sistem
rennin angiotensin, sehingga pembuluh darah
kontriksi dan merangsang peningkatan aldosteron untuk
reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang
pelepasan hormone anti diuretic, yang meningkatkan
reabsorbsi air.
 Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma
tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air
yang direabsorbsi akan memperberat edema.
 Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti
diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi.
 Kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum
meningkat karena hipoproteinemia, dan terjadinya
penurunan katabolisme lemak yang menyebabkan
arteriosklerosis. Patofisiologi - S1 Gizi 49
Penanganan NS
 Sedapat mungkin faktor penyebabnya harus dicari; jikalau
perlu, dengan biopsy ginjal.
 Penderita harus diobati dengan seksama, atau pemakaian
obat-obat yang menjadi sebab harus dihentikan.
 Penderita diberi diet tinggi protein.
 Infeksi sedapat-dapatnya dicegah dan yang sudah ada
harus diberantas dengan antibiotika.
 Tromboembolismus dapat timbul dalam nifas.
 Siberman dan Adam mengajarkan pengobatan antibeku
(heparin) dalam nifas pada wanita dengan sindroma
nefrotik.
 Dapat pula diberi obat-obat kortikosteroid dalam dosis
tinggi.
Patofisiologi - S1 Gizi 50
Patofisiologi - S1 Gizi 51

Anda mungkin juga menyukai