Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

Komite Medik RSUD Kota Mataram


Appendisitis Akut

OLEH :
dr. I Made Ari Samudera

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP


RSUD KOTA MATARAM
2019
BAB 1
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RSUD Kota Mataram : 23 November 2019


No. RM : 286593
Diagnosis Masuk : Appendisitis Akut
Tanggal Pemeriksaan : 23 November 2019

1. IDENTITAS
Nama : An. MT
Usia : 16 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Mataram
Suku : Sasak
Agama : Islam

2. SUBYEKTIF
2.1. Keluhan Utama
Nyeri Perut Kanan Bawah
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Laki-laki, 16 tahun, Pelajar, mengeluh nyeri Perut Kanan Bawah hilang
timbul sejak 7 hari yang lalu (16 November 2019) . Nyeri perut dikatakan
dimulai dari daerah ulu hati ( 11 November 2019) lalu bergeser ke perut
kanan bawah. Keluhan nyeri perut tersebut awalnya dirasakan dengan
intensitas ringan namun makin lama intensitasnya dirasakan meningkat dan
menjalar ke perut bagian kanan bawah. Keluhan nyeri terasa seperti diremas -
remas. Keluhan nyeri tersebut dirasakan terus menerus, tidak membaik dengan
istirahat dan memberat saat berjalan. Pasien juga mengeluh demam sejak 1
hari yang lalu ( 22 November 2019) Demam dirasakan tidak terlalu tinggi
namun orag tua pasien tidak mengukur demamnya secara pasti. Mual
dikatakan muncul sejak 3 hari yang lalu. (20 November 2019) Nafsu makan

1
pasien juga dikatakan berkurang. Pasien mengatakan makan dan minum
berkurang, BAB 1 kali sekali rutin setiap pagi, BAK tidak ada keluhan. Pasien
belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit sistemik seperti tekanan darah tinggi, asma, penyakit
jantung dan penyakit sistemik lainnya disangkal.
2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien pernah menderita usus buntu. Riwayat tekanan darah tinggi,
stroke, kencing manis, penyakit jantung, penyakit ginjal, maupun asma pada
anggota keluarga lainnya tidak ada
2.5. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mencari pengobatan
2.6. Riwayat Lingkungan dan Sosial
Pasien adalah seorang pelajar. Sehari hari pasien melakukan pekerjaan
ringan sampai sedang di rumah. Pasien senang mengkonsumsi makanan pedas
dan mengaku kurang mengkonsumsi air. Pasien juga mengaku kurang
mengkonsumsi makanan berserat.Pasien juga merokok. Teman-teman pasien
tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
2.7. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan maupun obat disangkal.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 104 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu aksilla : 36,7 oC

2
Pemeriksaan fisik umum
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
THT : kesan tenang
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks :
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas : ICS 2 MCL sinistra
batas kanan : PSL dekstra
batas kiri : ICS 5 MCL sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus normal/normal
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abd : Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) menurun
Palpasi : Nyeri tekan (+) kuadran kanan bawah (Mcburney Sign +),
nyeri lepas (+) di daerah McBurney (Rebound Tenderness +)
Perkusi : Timpani (+)
Pemeriksaan Tambahan : Rovsing Sign (+), Psoas Sign (+)
Ekstremitas : hangat keempat ekstremitas, edema (-)
4. RESUME
Laki-laki, 16 tahun, Pelajar, mengeluh nyeri Perut Kanan Bawah hilang
timbul sejak 7 hari yang lalu (16 November 2019) . Nyeri perut dikatakan
dimulai dari daerah ulu hati lalu bergeser ke perut kanan bawah. Keluhan
nyeri perut tersebut awalnya dirasakan dengan intensitas ringan namun makin
lama intensitasnya dirasakan meningkat dan menjalar ke perut bagian kanan
bawah. Keluhan nyeri terasa seperti diremas - remas. Keluhan nyeri tersebut
dirasakan terus menerus, tidak membaik dengan istirahat dan memberat saat
berjalan. Pasien juga mengeluh demam sejak 1 hari yang lau. Demam

3
dirasakan tidak terlalu tinggi namun orag tua pasien tidak mengukur
demamnya secara pasti. Mual dikatakan muncul sejak 4 hari yang lalu. Pasien
mengatakan makan dan minum berkurang, BAB 1 kali sekali rutin setiap pagi,
BAK tidak ada keluhan. Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5.1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Darah Lengkap dilakukan pada tanggal 23 November 2019
TES HASIL UNIT NORMAL
WBC 28,53 x103/µL 4.50 – 11.50
RBC 5,48 x106/µL 4,50 – 5.90
HGB 13,9 g/Dl 14.0 – 17.5
MCV 72,4 fL 80.00 – 96.00
MCH 25,4 Pg 26,00 – 32.00
MCHC 35 g/dL 32.00 – 36.00
RDW 13,8 % 11.50 – 14.5
PLT 446 x103/µL 150.0 – 450.00
5.1.2. Hitung jenis 23 November 2019

TES HASIL UNIT NORMAL


Basofil % 0,4 % 0,0-20
Eosinofil % 1,0 % 1,0-3,0
Neutrofil % 82,0 % 50,0-70,0
Limfosit % 8,6 % 18,0-42,0
Monosit % 8 % 2-11.0
Basofil # 0,11 x103/µL 0,00-0,10
Eusinofil # 0,28 x103/µL 0,0-0,40
Neutrofil# 23,4 x103/µL 2,3-6,1
Lymphosit # 2,45 x103/µL 0,80-4,80
Monosit # 2,28 x103/µL 0,45-1,30
IG % 4,1 % 0-1

5.1.3. Kimia Darah 23 November 2019

TES HASIL UNIT NORMAL


SGPT 76 U/L 10-40
SGOT 34 U/L 15-40
Glukosa Sewaktu 106 mg/dL 80-120
Urea Darah 15,4 mg/dL 17,0-43,0
Kreatinin Darah 0,55 mg/dL 4 0,50-1,00
5.1.4. Na, K, Cl 23 November 2019

TES HASIL UNIT NORMAL


Natrium darah 131 mmol/L 136-145
Kalium darah 3,6 mmol/L 3,5-5,1
Klorida darah 91 mmol/L 98-107

5.1.5. Serologi 23 November 2019

TES HASIL UNIT NORMAL


HBsAg ( Rapid) Negatif U/L Negatif

5.1.6. Faal hemostasis 23 November 2019

TES HASIL UNIT NORMAL


PPT 16,91 Detik 10.70-14.00
Control 11,47
INR 1,42 Detik
APTT 26,35 Detik 21.00-35.00
Control24,95

5.1.7 Mantrels Score


Migrating Pain 1
Anorexia 1

5
Nausea and Vomitting 1
Tenderness RLQ 2

Rebound Pain 1
Elevated Temperature 1
Leukositosis 2
Shift to the left 1
TOTAL 9 (Very Probable)

5.1.8 USG (22 November 2019)

6
Mc Burney : tampak gambaran massa /infiltrate kurang lebih 10,5 x7cm , tak
tampak cairan bebas,

Liver: Ukuran membesar, permukaan rata,tepi tajam, Echoparencym hipoechoic,


tak tampak nodule /abses, vaskuler normal, IHBD/CBD normal

Kesan : Appendisitis Infiltrat

Susp Hepatitis

6. DIAGNOSIS
Appendisitis Infiltrat
7. TERAPI
Konsul Sp.B :
- MRS —> Pro OK cito
- IVFD RL 16 tpm
- Cefoperazon 2x1 gr iv
- Paracetamol 3x 500 mg iv
- Odancentron 1x 4mg iv
- Puasa
8. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
9. Perkembangan pasien :
23/11/2019: Pasien dioperasi dan penemuan intraoperasi Peritonitis
Generalisata, Adhesi Gr IV, PAI, (pus ± 200cc)
24/11/2019:

7
S: Keluhan Pasien membaik
O: Drain 100 cc, Abdomen Supel
A: Post Op Laparotomi Peritonitis Generalisata
PAI
P: Cefoperazone 2x 1 gr
Metronidazole 3x500 mg
Ketorolac 3x30 mg
Diet cair
Mobilisasi dini

25/11/2019:
S: Pasien mengeluh nyeri post op
O: Drain 90 cc,
A: Post Op Laparotomi Peritonitis Generalisata, PAI
P:
Cefoperazone 2x 1 gr
Metronidazole 3x500 mg
Ketorolac 3x30 mg
Diet cair
Mobilisasi dini

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Appendiks
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan melebar pada bagian ujung,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung padapanjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal,
yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateralkolon
asendens.5
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang
mengikutia.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
appendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari
a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini
tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,apendiks akan mengalami
gangrene.6

Gambar 2.1. Anatomi Appendiks

9
2.2 Histologi Appendiks
Secara histologi, apendiks mempunyai basis struktur yang sama seperti
ususbesar. Glandula mukosnya terpisahkan dari vascular submucosa oleh
mucosa muskularis. Bagan luar dari submukosa adalah dinding otot yang
utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi
pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoapendiks. Jika
apendiks terletak retroperitoneal, makaapendiks tidak terbungkus oleh tunika
serosa. Mukosa appendiks terdiri atas sel-seldari gastrointestinal endokrin
sistem. Sekresi dari mukosa ini adalah serotonin dan terkenal dengan nama sel
argentaffin. Tumor ganas paling sering muncul pada apendiks dan tumbuh
dari sel ini.5

Gambar 2.2. Appendiks (pandangan menyeluruh, potongan melintang).


2.3 Fisiologi Appendiks
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Pada keadaan normal
lendirini dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis appendisitis. Pada keadaan normal tekanan dalam lumen
apendiks antara 15-25 cmH2O dan meningkat menjadi 30-50 cmH2O pada
waktu kontraksi. Pada keadaan normal tekanan pada lumen sekum antara 3-4

10
cmH2O, sehingga terjadi perbedaan tekanan berakibat cairan di dalam lumen
appendiks terdorong masuk ke sekum.5
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoidtissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks,
ialah IgA.Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.6
2.4 Definisi Appendisitis Infiltrat
Appendisitis adalah peradangan pada appendiks vermiformis atau
peradangan infeksi pada appendiks yang terletak di perut kuadran kanan
bawah. Periapendikular infiltrate (Appendisitis Infiltrat) adalah inflamasi di
appendiks atau mikroperforasi yang ditutupi atau di bungkus oleh omentum
dan atau lekuk usus halus atau peritoneum sehingga terbentuk suatu
massa.5,6,8,9
2.5 Epidemiologi
Appendisitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di negara- negara
barat. Jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun, nampak pada dekade kedua
dan ketiga, tetapi dapat terjadi pada semua usia. Sekitar 80.000 anak pernah
menderita appendisitis di Amerika Serikat setiap tahun, angkanya 4 per 1.000
anak di bawah usia 14 tahun. Kejadian appendisitis meningkat dengan
bertambahnya umur. Insidensi appendisitis tertinggi pada kelompok umur 20-
30 tahun, setelah umur 30 tahun insidensi appendisitis mengalami penurunan
jumlah. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali
pada umur 20-30 tahun, insidensi laki-laki lebih sering.5,7,8
2.6 Etiologi dan Faktor Resiko Appendisitis Infiltrat
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.

11
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.2
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut.6,7
Bakteri penyebab appendisitis merupakan bakteri yang normal ada pada
usus. Bakteri yang paling sering ditemukan yaitu Bacteroides fragilis, bakteri
anaerob, gram negatif dan Escherichia coli, bakteri gram negatif, facultative
anaerob. Sedangkan bakteri lainnya, yaitu: Peptostreptococcus, Pseudomonas,
Klebsiela, dan Klostridium,Lactobacillus, dan B.splanchnicus. Obstruksi
lumen merupakan faktor predominan penyebab appendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab obstruksi paling sering. Penyebab lainnya adalah
hipertropi jaringan limfoid, sisa barium, serat tumbuhan, biji bijian,cacing
terutama askaris.6.8
2.7 Patofisiologi Appendisitis Infiltrat
Perubahan patologi pada appendisitis melalui tiga fase. Pada mulanya,
dengan obstruksi lumen, kongesti vena yang buruk menjadi iskemia mukosa,
nekrosis, dan ulserasi. Invasi bakteri dengan infiltrat radang menembus semua
lapisan dinding apendiks menandai fase kedua. Organisme dapat dibiakkan
dari permukaan serosasebelum perforasi secara mikroskopis. Akhirnya,
nekrosis dinding menyebabkan perforasi dan kontaminasi peritoneum.
Perforasi ini biasanya terjadi pada ujung apendiks, distal dari obstruksi
fekalit.6,8
Kelanjutan dari perforasi, kontaminasi mikrobiologis tinja mungkin
terbatas pada pelvis atau fossa iliaka kanan dengan omentum dan lengkung
usus halus yang berdekatan atau mungkin menyebar ke seluruh rongga
peritoneum. Proses radang yang disertai dengan perforasi bisa berlanjut
dengan obstruksi usus dan ileus paralitik.6,8
Dalam patogenesis appendisitis akut, terjadi melalui tiga fase.9

12
1. Obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
2. Ketika tekanan intraluminal meningkat, terjadi dalam mukosa venula dan
limfatik meningkat, aliran darah dan limfe terhambat karena tekanan
meningkat pada dinding apendical
3. Ketika tekanan kapiler meningkat, terjadi iskemia mukosa inflamasi dan
ulserasi kemudian bakteri tumbuh pesat di dalam lumen dan bakteri
menyerang mukosa dan submukosa sehingga terjadi inflamasi transmural,
edema, vascular stasis, dan nekrosis dari muscular. Perforasi mungkin dapat
terjadi.
Pada perjalanan penyakitnya, penyakit appendisitis akut dapat berubah
menjadi9
1. Phlegmon 2-3 hari perforasi, 3-5 hari peritonitis difusa sepsis. Phlegmon
ialah proses penahanan dalam jaringan ikat longgar. Pada orang dewasa,
terjadi karena keterlambatan dalam menegakkan diagnosa, sedangkan pada
anak kecil disebabkan apendiks kecil dan kurang komunikatif.
2. Mikroperforasi massa/infiltrat periapendiks. Mikroperforasi adalah suatu
peradangan oleh omentum dan jaringan sekitarnya. Tubuh melokalisir
perforasi oleh karena daya tahan tubuh meningkat (dengan pemberian
antibiotik). Jika peradangan tidak sempurna, dapat terjadi penyebaran pus dari
ruangan omentum. Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses
radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adenksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringna berupa absess yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan
menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1
Pada massa periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum
sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika
perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata.1
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu
tersebut dapat berbeda beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

13
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri
akan menembus dinding apendiks. Peradangna timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengna gnagrene.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dana usus yeng berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infilrat apendikulalris.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat apendikualris merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai di
mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengna membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular.
Jika tidak terbentuk abses apendisitis akan sembuh dan massa
apendikular akan menjadi tenang untk selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat. Pada anak-anak akrena omentum lebih pendek dan apendik lebi
apnjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.1
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus lain, peritoneum parietale,dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
tuba uterina, mencoba membatasi dan melokalisisr proses peradangna ini.Jika
proses melokalisisr belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan
meluas ke peritoneum. Jika proses melokalisir sudah selesai tetapi masih
belum cukup kua menahan tahanan atau tegangna dalam cavum abdominalis,
oleh akrena itu penderita ahrus benar-benar istirahat (bedrest). Apendiks yang

14
pernah radang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringna
parut yang menyebabkan perlengketan dengna jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini akan menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Pada suatu ketika organ ini akan dapat meradang kembali dan dinyatakan
sebgai eksaserbasi akut.1
2.8 Gambaran Klinis
Gambaran klinis tergantung pada fase patologis appendisitis pada
pemeriksaan. Tiga gejala klasik terdiri dari nyeri, muntah, dan panas. Pada
masa awal obstruksi apendiks, nyerinya adalah periumbilikalis, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Emesis biasanya menyertai
mulainya nyeri dan jarang terjadi. Tidak ada nafsu makan lebih lazim. Demam
tidak terlalu tinggi jika belum terjadi perforasi dengan peritonitis. Urutan
gejala-nyeri mendahului emesis dan demam-hal ini penting dalam
membedakan appendisitis dari enteritis infeksiosa, yang biasanya mulai
dengan muntah yang disertai dengan kejang perut dan hiperperistaltik.6,8
Ketika sudah melibatkan serosa dan selubung peritoneum, dalam beberapa
jam nyeri berpindah ke daerah peritoneum yang teriritasi, ke kanan bawah ke
titik Mc.Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan
obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahayakarena bisa mempermudah
terjadinya perforasi.6,8
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang
dari dorsal.2 Apendiks yang terletak dirongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebihcepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.6,8

15
Pada perforasi, nyeri menjadi menyeluruh kecuali kontaminasi
terlokalisasi dengan baik yang menyebabkan terpisahnya abses dengan
kuadran kanan bawah. Palpasi massa abdomen atau rektum menunjukkan
pembentukan abses. Perburukan sejak mulainya gejala sampai perforasi
biasanya terjadi setelah 36-48 jam. Jika diagnosis terlambat setelah 36-48 jam,
angka perforasi menjadi 65%.8
2.9 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri
abdomen. Hal ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan
terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan diseluruh
perut. Muntah atau rangsangan visceral akibat aktifasi dari nervus vagus.
Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut
jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi,
antara 37,3-38,5 derajat C, tetapi jika suhu lebih tinggi,diduga terjadi
perforasi.1
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk,sambil memegangi perutnya yang sakit., kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada
appendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar dan sedikit
kembung. Palpasi dinding abdomen dengan sedikit tekanan dan hati-hati,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Umumnya nyeri dirasakan di
daerah kuadran kanan bawah abdomen.1 Maka pada pemeriksaan fisik
akandijumpai :1
1. Nyeri tekan (+) Mc.Burney Sign. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah. Ini adalah ciri khas dari appendisitis.
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
dilepaskan secara tiba-tiba setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan mendalam pada titik mc.burney.

16
3. Defens Muskuler (+) karena rangsangan musculus rectus abdominis. Defens
muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale.
4. Rovsing sign (+), rovsing sign adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen kiri bawah, hal ini di
akibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal
pada sisi yang berlawanan.
5. Psoas sign (+), psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
6. Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul danlutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar
secara pasif. Hal ini menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
hipogastrium.Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok.
Pada auskultasi akan terdapat peristaltik normal. Auskultasi tidak banyak
membantu dapat penegakan diagnosis appendisitis, tetapi kalau sudah terjadi
peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan
colok dubur ( Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.1
Selain itu untuk mendiagnosis appendisitis dapat digunakan skor
Alvarado,yaitu : suatu sistem skoring yang digunakan untuk mendiagnosis
appendisitis akut.Skor ini mempunyai 6 komponen klinik dan 2 komponen
laboratorium dengan totalskor poin 10. Skor Alvarado dikenal juga dengan
skor MANTREL yang merupakan singkatan huruf depan dari komponen
pemeriksaannya, berupa Migration to the rightiliac fossa, Anorexia,
Nausea/Vomiting, Tenderness in the right iliac fossa, ReboundPain, Elevated
temperature (Fever), Leukocytosis, and Shift of leukocytes to the left.10

17
Tabel 1. Skor Alvarado

Pasien dengan skor awal ≤ 4 , sangat tidak mungkin menderita appendisitis


dantidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya
memburuk.10
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Jika gejala klinis dan nilai laboratorium sudah khas untuk appendisitis,
makatidak diperlukan konfirmasi radiologis. Pemeriksaan laboratoium,
biasanya dijumpai leukosit berkisar 10.000-18.000/mm3. Walaupun 20 %
penderita appendisitis akutmempunyai jumlah leukosit yang normal. Jumlah
leukosit > 18.000 menunjukan appendisitis perforasi. Adanya pergeseran ke
kiri pada hitung jenis, mempunyai nilai yang lebih signifikan dari pada hitung
jumlah leukosit. Pada pemeriksaan urine,sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks meradang menempel
pada ureter dan vesika.11,12
Dari pemeriksaan radiologi, Dari Ultrasonografi (USG), adanya gambaran
pada appendisitis non perforasi yaitu: diameter apendiks > 6 mm, dinding
hipoechoicdengan tebal > 2 mm, fecolith atau cairan terlokalisir. Gambaran
pada appendisitis perforasi yaitu target sign dan struktur tubular dengan
adanya lapisan dinding yang hilang (inhomogen), cairan bebas perivesical atau
pericaecal. Pada pemeriksaan CT Scan ditemukan bagian menyilang dengan
fekalith dan perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya

18
pelebaran sekum. Pemeriksaan foto polos abdomen dilakukan apabila dari
hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik di ragukan. Tanda- tandaperitonitis
kuadran kanan bawah. Gambar perselubungan mungkin terlihat ileal
ataucaecal ileus ( adanya gambaran garis permukaan air- udara di sekum atau
ileum).12
2.11 Diagnosa Banding 13,14
1. Gastroenteritis, ditandai dengan terjadinya mual, muntah dan diare
mendahului rasa nyeri di abdomen. Nyeri abdomen yang lebih ringan,
hiperperistaltik seringditemukan, demam, leukositosis kurang menonjol
dibandingkan appendisitis.
2. Limfadenitis mesentrika, biasanya di dahului oleh enteris atau
gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan
mual dan nyeri tekanperut.
3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh
hasilyang positif untuk rumple leed , trombositopenia, dan hematokrit yang
meningkat.
4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit sulit dibedakan dengan
appendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi dari appendisitis dan nyeri perut
bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai
keputihan dan infeksi urin.
5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan rasa nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus
menstruasi. Tidak adanya tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24
jam.
6. Kehamilan ektopik, hamper selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak jelas seperti rupture tuba dan abortus. Kehamilan diluar
rahim disertai perdarahan dan nyeri mendadak di difus pelvik dan biasa terjadi
syok hipovolemik.
7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hamper sama dengan
appendisitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada

19
appendisitis akutsehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang
sama.
8. Ulkus peptikum perforasi , gejalanya sangat mirip dengan appendisitis, jika
isi gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai
appendisitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria,
dan terjadi demam atau leukositosis.
2.12 Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dapat dilakukan pada penderita appendisitis
meliputipenanggulangan konservatif dan operasi. Penanggulangan konservatif
terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan
bedah berupapemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Padapenderita appendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan danelektrolit, serta pemberian antibiotik
sistemik.11,15
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukannya appendisitis , maka
tindakanyang dilakukan adalah pembedahan operasi membuang apendiks
(apendektomi).Penundaan apendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses danperforasi. Pada abses appendisitis yang dilakukan
drainase (mengeluarkan nanah).11,16
Appendektomi segera pada pasien dengan massa apendikular adalah
pilihan terapi konservatif konvensional. Tujuan utamanya adalah perbaikan
yang lebih awal dan kesembuhan total selama serangan awal. Disisi lain hal
ini memiiliki komplikasi kira-kira 36% pasien dengna massa apendiks. Massa
periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi unutk
mencegah penyulit. . Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif
sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien di
persiapkan, karena ditakutkan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum
Komplikasi yang sering setelah apendektomi segera adalah infeksi luka,
fistula intestinal, small bowel obstruksi, abses intraabdomen, dan sepsis
Persiapan pra-bedah meliputi :

20
- Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
- Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
- Rehidrasi
- Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena
- Obat-obat penurunan panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh-pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
Pembedahan dilakukan apabila rehidrasi dan usaha penurunan panas telah
tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38 derajat C, produksi urin cukup, nadi
dibawah 120 x/menit.3
Operasi
1. Apendektomi
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata bebas, maka
abdomen di cuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil,
atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.
Pasca Operasi
1. Observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di
dalam, syok, hipotermia atau gangguan pernafasan.
2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat di cegah.
3. Baringkan pasien dalam posisi semi flowler
4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien di puasakan.
5. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.

21
6. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30
ml/ jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
7. Satu hari pasca operasi pasien di anjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2x30 menit.
8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
9. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Appendektomi harus dilakukan dalam 24 jam setelah diagnosis
ditegakkan. Jika apendiks telah perforata, terutama dengan peritonitis
menyeluruh, resusitasi cairan yangcukup dan antibiotik spektrum luas
mungkin diperlukan beberapa jam sebelumapendiktomi. Antibiotik harus
mencakup organisme yang sering ditemukan(Bacteroides, Escheria Coli,
Klebsiella, danm Pseudomonas Species). Regimen yang sering digunakan
adalah ampisilin (100 mg/kg/24 jam), gentamisin (5 mg/kg/24 jam)dan
klindamisin (40 mg/kg/24 jam) atau metronidazole (Flagyl) ( 30 mg/kg/ 24
jam).Apendiktomi dilakukan dengan atau tanpa drainase cairan peritoneum,
antibiotik diteruskan sampai 7-10 hari.13,20
2.13 Pencegahan
1. Diet tinggi Serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insiden timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan
bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit
saluran cerna.9 Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air,
selulosa dan pektin yang membantu mempercepat sisa-sisa makanan untuk
diekskresikan keluar sehingga tidak terjadikonstipasi yang mengakibatkan
penekanan pada dinding kolon.19
2. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feses.
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feses
dan makanan yang teratur mempengaruhi defekasi.19 Frekuensi defekasi yang
jarang akan mempengaruhi konsistensi feses yang lebih padat sehingga terjadi

22
konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal di
kolon dan dapat masuk ke saluran apendiks. Hal ini dapat menjadi media
pertumbuhan kumam/bakteri berkembang biak sebagai infeksiyang
menimbulkan peradangan pada appendiks.9
2.14 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penangganan appendisitis.
Komplikasi utama dari appendisitis adalah perforasi appendiks yang dapat
berkembangmenjadi appendiks peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah
10-32 %. Komplikasi 93 % terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-
75 % pada orang tua.Insiden lebihtinggi terjadi pada anak kecil dan lansia
.Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek, dan belum sempurna memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.14 Adapun jenis
komplikasinya diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak dikuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini mula-mula flegmon
danberkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila
appendisitis gangren atau mikroperfusi ditutupi oleh omentum.18
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar kerongga abdomen. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit,tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebihdari 38 derajat C, tampak toksis, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi baik berupa perforasi bebas maupunmikroperfusi dapat
menyebabkan peritonitis.18
3. Peritonitis

23
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut dan kronik. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktifitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oliguria. Gejala peritonitis berupa nyeri perut yang
semakin hebat, muntah, demam, dan leukositosis.17
2.15 Prognosis
Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum terjadi ruptur, dan
diberi antibiotik yang adekuat serta dilakukan appendiktomi sebelum
perforasi. Kematiandapat terjadi pada beberapa kasus. Mortalitas pada pasien
dengan appendicitis berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun
aspirasi.. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30 % kasus
apendiks perforasi atau apendiks gangrenosa.1

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasya MN., 2012. Reliabilitas Pemeriksaan Appendicogram dalam


PenegakanDiagnosis Appendisitis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode 2008-
2011. Medan:Fakultas Kedokteran USU. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter%20II.pdf

2. Rab T., 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: PT Alumni;
788.

3. Craig S., 2013. Appendicitis. USA: Emedicine Medscape. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a0101

4. Humes DJ and Simpson J., 2007. Appendicitis. UK: BMJ ;333:530–4.

5. Putrikasari, Luh AP. 2011. Perbedaan Jumlah Leukosit Pada Pasien


Appendisitis AkutDan Appendisitis Kronik di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot SoebrotoJakarta Periode 2010. Jakarta: FK UPN.

6. R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

7. Grace, Pierce A., Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Ed.3. Jakarta: PT.
Erlangga.

8. Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Jakarta:


Penerbit BukuKedokteran EGC.

9. Aryanti, Adhita D. 2009. Appendicitis Acute. Cimahi: FK Universitas


JenderalAchmad Yani.

25
10. Burkit H,G., Quick, C.R.G., and Reed, J.R. 2007. Appendicitis In: Essential
SurgeryProblem, Diagnosis and Management. Fouth Edition. London : Elsevier,
389-398.

11. Reksopradjo, Soelarto. 2007 Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FK UI . Binarupa


Aksara:Jakarta.

12. Soeparman. 1998. Ilmu penyakit bedah Jilid III. Balai Penerbit FK UI :
Jakarta.

13. Schwartz, I, S., 2000. Principles of Surgery 7 th. Penerbit Buku Kedokteran
EGC :Jakarta.

14. Syamsuhidayat, R., dan Jong, WB. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Revisi.Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.

15. Dudley,H,, 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi I Gadjah Mada. University
Press:Yogyakarta.

16. Oswan, E. 2000. Bedah dan Perawatan FK UI. Penerbit FK UI: Jakarta.

17. Schrock, T. 1995. Ilmu Bedah Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.

18. Naulibasa, Katerin. 2011. Gambaran Penderita Appendisitis Perforata Umur


0-14tahun di RSUP H.Adam Malik Tahun 2006-2009. KTI FK USU.

19. Potter, P., Perry, A., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan , Konsep dan
Praktik.Edisi 4. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

26
20. Hartman, G.,E., 2000. Appendisitis Akut. In : Nelson , W.E., Behrman,
R.E.,Kliegman, R.M., and Arvin, A.M., ed. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Vol.2.Edisi 15.Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai