Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEKNIK PRODUKSI PAKAN ALAMI


“TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI ROTIFERA (Brachionus sp)”

Dosen: Dr. Ir. RIDWAN, M.P.

OLEH:

EVI NURSANTI
1922010022
A (BDP)

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN


PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirohim.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Teknik kultur Rotifera”.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan tentang


manfaat dari rotifer bagi dunia perikanan.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mohon maaf apabila terdapat


kesalahan dan kekurangan dalam penyusunannya, baik dalam penyajian data, bahasa
maupun sistematika pembahasannya. Penulis juga mengharapkan masukan atau
kritikan maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaannya di masa
yang akan datang.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Semoga


makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, pedoman bagi
pembaca dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

Pangkep, 14 februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 1

1.3 Tujuan......................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Biologi Rotifera (Brachionus plicatil)............................................ 2

2.2 Prinsip Kultur Rotifera…............................................................ 6

2.3 Teknik Kultur Rotifera…….......................................................... 7

2.4 Peranan Rotifera Dalam Budidaya Perikanan.................................. 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan….............................................................................. 14

3.2 Saran…....................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Plankton adalah organisme air kecil yang hidup di air tawar dan lingkungan
laut. Kata "plankton" berasal dari kata Yunani planktos, yang berarti "hanyut." Secara
umum, plankton telah berarti sedikit atau tidak ada gerak dan distribusi mereka
ditentukan terutama oleh arus air dan pencampuran. Namun, beberapa plankton dapat
berenang melalui air kurang bergolak menggunakan flagella dan pelengkap lainnya
(Jieang, 2011).
Zooplankton disebut juga plankton hewani, adalah hewan yang hidupnya
mengapung, atau melayang dalam laut. Kemampuan renangnya sangat terbatas
hingga keberadaannya sangat ditentukan kemana arus membawanya. Zooplankton
bersifat heterotrofik, yang maksudnya tidak dapat memproduksi sendiri bahan
organic dari bahan anorganic. Oleh karena itu, untuk kelangsungan hidupnya ia
sangat bergantung pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi makanannya.
Ukuran zooplankton paling umum berkisar 0,2-2 mm, tetapi ada juga yang berukuran
besar misalnya ubur-ubur bisa berukuran lebih dari satu meter (Nontji, 2008).
Ada beberapa jenis dari zooplankton yang umumnya ditemukan di perairan air
tawar. Yaitu protozoa, gastropoda, rotifera, bryozoa, coelenterata dan antropoda. Dan
dalam hal ini kami akan membahas lebih dalam tentang rotifera.

1.2 Rumusan Masalah


a. bagaimana biologi rotifera?
b. bagaimana cara perkembangbiakan dari rotifera?
c. apa manfaat rotifera bagi dunia perikanan?

1.3 Tujuan
a. untuk mengetahui aspek biologi dari rotifera.
b. untuk mengetahui cara perkembangan dari rotifera.
c. untuk mengetahui manfaat rotifer dalam dunia perikanan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biologi Rotifera (Brachionus plicatilis)

2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Rotifera

Menurut Mujiman (1978) dalam Julianty (1999), ciri-ciri rotifera


mempunyai kisaran ukuran tubuh antara 50-250 mikron, dengan struktur yang
sangat sederhana, ciri khas yang merupakan dasar pemberian nama rotifera
adalah terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini berbentuk
bulat dan berbulu getar, yang memberikan gambaran seperti roda, sehingga
dinamakan rotifera.

Menurut Hyman (1951) dan Suzuki (1983) dalam Julianty (1999),


Brachionus plicatilis memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Phylum : Avertebrata
Klas : Aschelmintes
Sub klas : Rotaria
Ordo : Eurotaria
Family : Brachionidae
Sub family : Brachioninae
Genus : Brachionus
Species : Brachionus plicatilis
Brachionus termasuk salah satu genus yang sangat populer diantara
sekian banyak jenis Rotifera. Genus ini terdiri dari 34 spesies Dahril, (1996)
dalam Wahyuni (2009). Menurut Mudjiman (2002) bahwa selain Brachionus
plicatilis dikenal juga beberapa spesies dari genus Brachionus, antara lain:
Brachionus pala, Brachionus punctatus, Brachionus abgularis, dan Brachionus
moliis.

2
Gambar 2.1. Brachionus plicatilis (Sumber; Mokoginta 2003)

Tubuh Brachionus plicatilis terbagi atas tiga bagian yaitu kepala,


badan dan kaki atau ekor. Batas bagian kepala dengan badan tidak jelas,
bagian kaki dan ekor berakhir dengan belahan yang disebut jari. Badannya
dilapisi oleh kutikula yang tebal dan disebut lorika. Ujung depan tubuh
dilengkapi dengan gelang-gelang silika yang kelihatan melingkar seperti
spiral disebut korona dan berfungsi untuk memasukkan makanan ke dalam
mulut (Anonim, 1992).

Sel tubuh rotifera Brachionus picatilis tersusun sebagai jaringan tubuh


yang membentuk sistem organ yang umumnya masih sangat sederhana.
Sistem pencernaan dimulai dari mulut yang dekat dengan korona. Di bagian
mulut terdapat faring yang disebut mastax. Kerongkongannya pendek, yaitu
yang menghubungkan antara mastax dengan lambung. Makanan yang tidak
dicerna dibuang keluar melalui anus (Djuhanda, 1980 dalam Wahyuni, 2009).
Makanan diambil terus menerus sambil berenang (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995). Secara alami Barchionus suka makan jasad–jasad renik
yang lebih kecil dari dirinya, antara lain ganggang renik, ragi, bakteri dan
protozoa.

Dari hasil penelitian Snell & Garman (1996) dalam Wahyuni (2009),
menyimpulkan bahwa perkembangan rotifera secara kawin atau tidak kawin
sebenarnya terjadi pada waktu yang hampir bersamaan perkawinan. Peristiwa

3
perkawinan Brachionus plicatilis akan sangat bergantung pada peluang
terjadinya kontak antara Brachionus plicatilis jantan dengan Brachionus
plicatlis betina. Pada saat populasi meningkat, jumlah jantan semakin banyak
maka peluang untuk tejadinya perkawinan akan semakin besar.

Lama hidup Brachionus plicatilis betina berkisar antara 12-19 hari dan
umur Brachionus plicatilis jantan berkisar antara 3-6 hari. Antara bentuk
jantan dan betina terdapat perbedaan bentuk yang mencolok yaitu, Brachionus
jantan memiliki bentuk tubuh yang jauh lebih kecil daripada yang betina dan
juga mengalami degenerasi dan yang jantan biasanya muncul pada musim-
musim tertentu saja baik secara partenogenesis. (Anonim, 1990)

2.1.2 Perkembangbiakan Rotifera

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (1995) dalam


Wahyuni (2009) menjelaskan bahwa Rotifera jenis Brachionus plicatilis
mempunyai daur hidup yang unik dalam keadaan normal rotifera berkembang
secara parthenogenesis (bertelur tanpa kawin). Brachionus plicatilis betina
yang amiktik akan menghasilkan telur yang berkembang menjadi betina
amiktik pula. Namun dalam keadaan yang tidak normal, misalnya terjadi
perubahan salinitas, suhu air dan kualitas pakan, maka rotifera betina yang
amiktik tadi, telurnya dapat menetas menjadi betina miktik. Betina miktik
akan menghasilkan telur yang akan berkembang menjadi Brachionus plicatilis
jantan. Selanjutnya bila Brachionus plicatilis jantan dan Brachionus plicatilis
betina miktik tersebut kawin maka betina miktik akan menghasilkan telur
kista yang akan tahan terhadap kondisi perairan yang sangat jelek dan tahan
terhadap kekeringan. Telur kista ini akan dapat menetas lagi apabila keadaan
perairan telah menjadi normal kembali.

Menurut Isnansetyo & Kurniastuti (1995) dalam Wahyuni (2009),


Pada mulanya betina miktik menghasilkan 1- 6 telur kecil. Betina miktik
adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang dihasilkan oleh betina miktik

4
akan menetas menjadi jantan. Jantan ini akan membuahi betina miktik dan
menghasilkan 1-2 telur istirahat. Telur ini mengalami masa istirahat sebelum
menetas menjadi betina amiktk. Betina amiktik adalah betina yang tidak dapat
dibuahi. Dari betina amiktik yang terjadi ini maka reproduksi secara aseksual
akan terjadi lagi. Betina miktik hanya akan menghasilkan telur miktik
demikian pula sebaliknya.

Walaupun telah banyak literatur yang menerangkan adanya perubahan


antara betina amiktik menjadi betina miktik ini, namun pembiakan secara
bisexual ini belum banyak diketahui secara jelas. Untuk beberapa genera dari
famili Brachionidae diketahui bahwa kondisi yang menentukan seekor betina
menjadi amiktik atau miktik terjadi beberapa saat sebelum telur mulai
membelah. Hal ini juga menunjukkan banwa yang mngontrol produksi betina
miktik ini pada umumnya adalah kondisi lingkungan (faktor luar) dan bukan
merupakan faktor dalam semata (Dahril, 1996) dalam (Wahyuni,2009).

2.1.3 Kandungan Gizi Rotifera

Makanan merupakan salah satu faktor penunjang dalam perkembangan


larva ikan, karena ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan, aktifitas dan
reproduksi. Sebagian dari energi berasal dari makanan, demikian juga
pertambahan biomass ikan sangat tergantung dari energi yang tersedia pada
ikan tersebut. Oleh karenanya untuk memenuhi kebutuhan energi perlu
diberikan makanan yang berkualitas tinggi sehingga memenuhi kebutuhan
nutrisi ikan. Nilai nutrisi makanan, pada umumnya dilihat dari komposisi
gizinya seperti kandungan protein, lemak, kadar air, serat kasar dan abu
(Hariati, 1989). Menurut Anonimus (1990) Adapun kandungan gizi dari
rotifera (Brachionus plicatilis) adalah: kadar air 85,70, protein: 8,60, lemak:
4,50, abu: 0,70

5
2.1.4 Makanan Rotifera

Brachionus sp. Umumnya bersifat omnivora dan suka memakan jasad-


jasad renik yang mempunyai ukuran tubuh kecil dari dirinya, seperti : alga,
ragi, bakteri dan protozoa. Brachionus plicatilis bersifat penyaring tidak
selektif (non selective filter-feeder). Pakan diambil secara terus menerus
sambil berenang (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Makanan utama dari
rotifera adalah phytoplankton dan plankton lainnya, detritus dan bahan-bahan
organik terutama yang mengendap di dasar perairan. Brachionus plicatilis
juga pemakan segala dan partikel-partikel yang berukuran sesuai dengan besar
alat penghisapnya.

2.2 Prinsip Kultur Rotifera

Pada suatu unit pembenihan, penyediaan pakan alami untuk larva ikan
dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu kultur murni atau skala laboratorium
dan kultur massal atau dalam bak bervolume besar, Brachionus sp. dapat
berkembang dengan baik jika dipelihara di tempat yang mendapat sinar
matahari (Mujiman, 1998). Brachionus plicatilis bersifat euthermal.

Brachionus ditemukan di perairan tawar, payau, atau laut, tergantung


jenisnya (Mudjiman, 1984). Pertumbuhan populasi Brachionus sp.
Dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, pH, salinitas, konsentrasi
oksigen terlarut.

Pada umumnya berbagai faktor lingkungan mempunyai pengaruh


terhadap pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis, faktor lingkungan yang
dimaksud antara lain: suhu, derajat keasaman dan salinitas (Isnansetyo &
Kurniastuty, 1995).

6
a. Suhu

Pada suhu 15°C Brachionus plicatilis masih dapat tumbuh, tetapi tidak
dapat bereproduksi, sedangkan pada suhu di bawah 10°C akan terbentuk telur
istirahat. Kenaikan suhu antara 15-35°C akan menaikkan laju reproduksinya.
Kisaran suhu antara 22-30°C merupakan kisaran suhu optimum untuk
pertumbuhan dan reproduksi.

b. Salinitas

Isnansetyo & Kurniastuty,(1995) menyatakan bahwa Brachionus


plicatilis betina dengan telurnya dapat bertahan hidup pada salinitas 98 ppt,
sedangkan salinitas optimalnya adalah 10-35 ppt, disamping itu Brachionus
plicatilis juga bersifat euryhalin.

c. Derajat keasaman

Keasaman air turut mempengaruhi kehidupan rotifera. Rotifera


Brachionus plicatilis ini masih dapat bertahan hidup pada pH 5 dan pH 10,
sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi berkisar antara
7,5-8,0 (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

d. Oksigen terlarut (DO)

Menurut Anonimus (1990) kualitas air media dengan kandungan


oksigen terlarut tidak kurang dari 4,15 ppm layak bagi rotifera.

2.3 Teknik Kultur Rotifera

Menurut Juliaty (1999), teknik kultur rotifera secara massal dilakukan


dalam bak beton berukuran 100 ton. Dalam kegiatan ini hal yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan bibit rotifera murni, ketersediaan
phytoplankton sebagai pakan rotifera, juga ketersediaan pakan rotifera lainnya
(ragi). Lebih lanjut dikatakan bahwa teknik kultur rotifera dilakukan dengan
dua metode yaitu metode panen harian dan metode panen transfer.

7
Metode panen harian, rotifera dikultur dengan kepadatan 20
individu/mL kemudian dipanen pada hari ke-5 setelah mencapai kepadatan
100-150 individu sebanyak 30% dari total kultur. Selanjutnya bak kultur
rotifera diisi kembali dengan phytoplankton (kepadatan 3-4 juta sel/mL)
pemanean dilakukn dengan menggunakan plankton net 40 mikron dan
disaring kembali dengan plankton net 250 mikron untuk memisahkan kotoran.

Metode kultur rotifera lainnya adalah metode panen transfer dalam


metode ini diperlukan beberapa bak kultur alga hijau. Pada bak pertama
ditebar rotifera dengan kepadatan awal 20 individu/mL setelah kepadatnnya
mencapai 100 sampai 150 individu/mL rotifera dipanen dan hasil panen
tersebut digunakan sebagai bibit pada bak kultur ke-2 dan seterusnya.
Pemanenan dapat dilakukan setiap hari pada bak kultur rotifera yang berbeda.

Teknik kultur Rotifera pada umumnya terdiri dari pembibitan,


pemeliharaan, dan pemanenan.

a. Pembibitan

Rotifera merupakan pakan alami yang membutuhkan teknik yang


matang dalam melakukan pembibitan untuk mendapatkan kultur Rotifera
yang bagus. Langkah pertama yaitu menyiapkan wadah berupa bak tembok
atau bak fiberglass dengan ukuran 25 liter atau wadah lain tersedia. Wadah
dibersihkan dengan cara mencuci kemudian mengeringkannya di bawah sinar
matahari.

Media pemeliharaan yang dipakai adalah ekstrak pupuk kandang


seperti kotoran ayam atau kotoran kuda. Media pemeliharaan dibuat dengan
cara merebus kotoran ayam atau kuda dalam panci sebanyak 500 g/liter air.
Setelah dimasak, kotoran disaring dengan menggunakan kain trilin.

Cairan hasil penyaringan ditampung dalam bak fiberglass ukuran 25


liter dan diencerkan dengan menambahkan air kolam 5-10 liter. Penambahan

8
air kolam bertujuan agar bakteri dan jasad renik sebagai pakan rotifera dapat
tumbuh.

Pada hari ketujuh, bibit rotifera yang diperoleh dari perairan umum
dimasukkan ke dalam media pembibitan. Untuk memastikan ada tidaknya
Rotifera dalam air harus dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Dalam
waktu 1-2 minggu rotifera sudah berkembang dengan baik, dan dapat
diinokulasikan untuk dipelihara. (Mujib, 2008)

b. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan setelah pembibitan. Inokulum yang sudah siap


digunakan akan dikultur melalui 2 metode, yaitu:

1). Dalam akuarium (terbatas)

Ukuran akuarium yang dapat digunakan sebagai wadah


pemeliharaan adalah 60 x 40 x 50 cm, sedangkan fiberglass yang biasa
dipakai adalah yang berukuran hingga 1 ton. Wadah dicuci bersih dan
dikeringkan di bawah terik matahari.

Akuarium diisi dengan air kolam dan volume air yang


dimasukkan dihitung. Hal ini diperlukan untuk memperkirakan jumlah
pupuk yang akan digunakan. Pupuk yang digunakan adalah kotoran
ayam atau kotoran kuda dengan dosis 300-400 g/liter air. Pemberian
pupuk dilakukan dengan jalan membungkus pupuk tersebut dalam
kain, kemudian digantung hingga seluruh pupuk terendam air.

Setelah tujuh hari, kondisi air media sudah siap ditebari bibit
Rotifera. Panen dapat dilakukan pada minggu berikutnya ketika
populasi Rotifera mencapai puncak. Pemanenan dilakukan dengan
menggunakan plankton net. Kepadatan populasi akan bisa

9
dipertahankan tetap tinggi selama satu bulan apabila setiap 5-6 hari
dilakukan pemupukan ulang sebanyak separuh dosis pupuk awal.

2). Dalam kolam (massal)

Kolam yang digunakan bisa kolam tembok atau kolam tanah


yang berukuran antara 100-00 m2. Kolam dikeringkan slama 2-4 hari
hingga dasarnya menjadi pecah-pecah. Pencangkulan dan pembajakan
dilakukan untuk membalik tanah dasar kolam sehingga udara dapat
masuk ke dasar kolam. Perbaikan-perbaikan dilakukan pada saluran
pemasukan serta kebocoran-kebocoran yang ada pada tanggul ditutup.

Perbaikan pH tanah air dan membunuh bibit-bibit penyakit


dilakukan pengapuran dengan memakai kapur pertanian atau Kapur
Tohor 200-300 g/m2. Pemupukan dilakukan dengan cara menebar
irisan jerami atau daun kol secara merata dengan dosis 500 g/m2 air.
Kolam diisi air hingga menggenang.

Penyemprotan insektisida dilakukan pada hari keempat setelah


penggenangan. Insektisida yang dipakai adalah Sumithion 50 EC
dengan dosis 4 ppm untuk membunuh organisme lain seperti
Cladocera yang menjadi pemangsa Rotifera.

c. Pemanenan

Pemanenan Rotifera dapat dilakukan seminggu setelah pemeliharaan.


Rotifera sudah mencapai populasi puncak. Pemanenan dilakukan dengan
menggunakan plankton net. Cara pemanenannya yaitu dengan mengambil air
kolam kemudian air yang terkonsentrasi pada tabung plankton net ditampung
dalam ember. Cara lain panen Rotifera adalah dengan menggunakan pompa
air yang dialirkan pada wadah tertentu.

10
Pemupukan ulang perlu dilakukan untuk mempertahankan populasi
Rotifera dengan dosis sebanyak setengah dosis pemupukan awal. Sebaiknya
pemupukan dilakukan setiap 5-6 hari sekali. Rotifera hidup pada perairan
yang banyak tersuspensi bahan organik. Kesukaannya memakan organisme
lain yang mempunyai ukuran lebih kecil, seperti ganggang renik, ragi, bakteri,
dan protozoa. Pada tubuhnya terdapat organ khusus yang disebut korona.
Organ ini bentuknya bulat dan dilengkapi bulu getar sehingga tampak seperti
roda (Mujib, 2008).

2.4 Peranan Rotifera Dalam Budidaya Perikanan

Brachionus plicatilis merupakan jenis plankton hewani yanng hidup


di perairan litoral dan termasuk pakan larva ikan laut yang penting. Dalam
percobaan pembenihan ikan laut, rotifera diberikan sebagai pakan larva
selama kurang lebih satu bulan.

Kegunaan Brachionus plicatilis secara tidak langsung mulai


berkembang. Brachionus plicatilis merupakan pakan hidup bagi jenis-jenis
tertentu golongan ikan sehingga seringkali sangat diperlukan dalam budidaya.
Penyediaan pakan alami berupa plankton nabati dan plankton hewani yang
tidak cukup tersedia, seringkali menyebabkan kegagalan dalam
mempertahankan kelangsungan hidup larva ikan. Brachionus plicatilis sangat
penting dalam menunjang budidaya perikanan, terutama sebagai pakan yang
baik pada larva ikan maupun udang.

Budidaya ikan secara komersial dari berbagai jenis species-species


diantaranya bivalve, crustaceae, dan ikan bertulang belakang akan mengalami
permasalahan yang serius apabila didalam proses produksinya tidak tersedia
pakan alami yang kontinyu baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini
dikarenakan masih banyak jenis kultivan budidaya yang masih tergantung
input pakan dari pakan organisme hidup, terutama untuk pemeliharaan
kultivan dalam bentuk larva. Dilain pihak, budidaya pakan alami harus

11
menyesuaikan dengan kebutuhan kultivan ikan yang dipelihara. Untuk
memenuhi kebutuhan kultivan tersebut disyaratkan sifat fisiologi jenis/species
pakan hidup yang dikultur, ukuran, kecepatan reproduksi, kemampuan
tumbuh, dan nilai nutrisi dari setiap jenis pakan alami.

Dengan perkembangan kebutuhan pangan penduduk dunia saat ini,


maka peningkatan budidaya perikanan sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan gizi. Pengembangan budidaya perikanan baik di perairan tawar,
payau maupun laut diberbagai negara merupakan suatu bentuk revolusi
pertumbuhan industri baru. Kenyataan ini selaras dengan bertambahnya
populasi penduduk dunia dari tahun ketahun, permintaan akan pangan dunia,
potensi produksi perikanan yang sudah mencapai maximum sustainable yield,
produksi pertanian yang semakin menurun akibat pergeseran tata guna lahan
untuk keperluan lain dan permintaan kualitas hidup perkapita meningkat.
Dengan demikian permintaan akan pangan dari sumber hewani juga akan
meningkat, lebih-lebih dilihat dari kandungan protein ikan yang mempuyai
kandungan asam amino yang lebih lengkap dari pada sumber protein hewani
lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan gizi dari sumber protein hewani ikan
diperlukan pengembangan budidaya perikanan dan untuk mendukung
produksi sesuai dengan kuantitas maupun kualitas produk ikan, maka
diperlukan ketersediaan pakan alami. Penyediaan pakan alami baik kuantitas,
kualitas dan kontinuitas diperlukan pengetahuan tentang teknik dasar
budidaya pakan alami yang baik agar kontinyuitas produksi ikan hasil
budidaya dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan.

Sebagaian besar larva ikan umumnya memakan tumbuhan dan atau


hewan yang berukuran 4-200 mikron. Jenis tumbuhan dan hewan tersebut
termasuk didalamnya adalah plankton, yakni organisme yang hidup melayang
dalam air gerakannya selalu mengikuti arus. Namun demikian dari sejumlah
spesies yang diketahui tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan
alami bagi pemeliharaan larva, organisme yang bisa dimanfaatkan sebagai

12
pakan alami dalam pemliharaan larva harua memenuhi kriteria tertentu yaitu:
ukuran sel sesuai dengan bukaan mulut larva, kandungan nutrisi cukup tinggi,
mudah dicerna dan dapat diserap dalam tubuh larva, gerakannya lambat
sehingga larva ikan mudah menangkapnya, mudah dikultur dan mampu
bertahan hidup terhadap lingkungan yang fluktuatif salinitas, suhu, dan
intensitas cahaya, pertumbuhan populasi membutuhkan waktu yang relatif
cepat sehingga dengan segera dapat digunakan dalam keadaan segar dan
hidup, usaha pembudidayaannya memerlukan biaya yang relatif sedikit,
selama daur hidupnya tidak menghasilkan bahan beracun yang dapat
membahayakan kehidupan larva.

Dari kriteria tersebut Brachionus plicatilis telah memenuhi syarat


untuk dapat digunakan sebagai pakan alami larva ikan karena memiliki
ukuran yang relatif kecil, lambat dalam berenang, mudah dibudidayakan,
mudah dicerna dan mempunyai nilai gizi yang tinggi serta diperkaya dengan
asam lemak dan antibiotik (Murtiningsih, 1985).

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) Kelimpahan jenis rotifera cenderung meningkat dengan meningkatnya


kelimpahan fitoplankton, dan menurun dengan meningkatnya suhu,
salinitas, dan oksigen terlarut, konsentrasi oksigen, pH, dan suhu.
2) Reproduksi rotifer seperti halnya aschelminthes reproduksi selalu seksual.
Individu jantan selalu lebih kecil dari yang betina, biasanya mengalami
degenerasi yaitu tidak mempunyai alat pencernaan, hanya memiliki alat
reproduksi saja. Partenogenesis merupakan peristiwa yang umum terjadi.
Perkawinan pada rotifera biasanya dengan jalan “hipodermic
impregnation”, dimana sperma masuk melalui diding tubuh. Tiap nucleus
pada ovari menjadi sebuah telur . Kebanyakan spesies mempunyai ovari
dengan sepuluh sampai dua puluh nuclei, maka telur yang dihasilkan
selama hidupnya tidak lebih dari jumlah tersebut. Rotifera jantan siap
melakukan perkawinan satu jam setelah menetas kemudian akan mati. Bila
tidak menemukan rotifera betina , maka rotifera jantan akan mati pada
umur 2 sampai 7 hari tergantung jenisnya.
3) Arti ekonomis. Ritofera memegang peranan penting dalam rantai makanan
pada ekosistem perairan tawar. Disatu pihak memakan serpihan-serpihan
organik dan ganggang bersel satu, dilain pihak rotifera merupakan
makanan bagi hewan yang lebih besar seperti cacing-cacing dan crustacea.
Brachionus merupakan rotifera yang banyak dibudidayakan sebagai
makanan alami untuk larva ikan dan udang.

3.2 Saran

Untuk para pembudidaya perikanan sebaiknya tidak ada salahnya untuk


mencoba membudidayaka rotifer. Karena telah dijelaskan di atas bahwa rotifer baik
untuk pakan ikan apalagi ikan yang masih larva serta ikan-ikan kecil.

14
DAFTAR PUSTAKA

Artana, Pande. 2012. Rotifer. http://pande-artana.blogspot.com/2012/01/rotifera-


brachionus-plicatilis-dan.html. Diakses tanggal 2 Maret 2013. Pukul 10.50 WIB

Davis, Charles C. 1955. The Marine and Fresh-Water Plankton. Michingan State
University Press.

Jieang, Radenmas. 2011. Pengertian Plankton. http://id.shvoong.com/exact-


sciences/biology/2231452-pengertian-plankton/. Diakses tanggal 1 Maret 2013. Pukul
11.08 WIB

Nontji, Anugerah. 2008. Plankton Laut. Jakarta: LIPI Press

Rimper,J.R.T.S.L. 2008. Bioekologi Rotifera dari Perairan Pantai dan Estuari


Sulawesi Utara. Vol. 31, (1): 59-68

http://riskakurniaawati.blogspot.com/2014/05/zooplankton.html

http://pande-artana.blogspot.com/2012/01/rotifera-brachionus-plicatilis-dan.html

15

Anda mungkin juga menyukai