Anda di halaman 1dari 15

ACARA V

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK

A. Hasil Pengamatan
1. Heritabilitas
Varian genotipe (σ 2G) = 7.07
Varian sesatan (σ 2E ) = 4.65
Varian fenotipe (σ 2P ) = varian Genotipe(σ 2G) + varian sesatan (σ 2E )
Varian fenotipe =

2
σ 2G
Heritabilitas ( H ) = 2
σP

Heritabilitas ( H 2) = 0.6

Kesimpulan: Nilai heritabilitasnya tinggi karena nilai H² lebih dari 50%, karena heritabilitas
tinggi maka mudah dalam melakukan seleksi.

2. Hasil Seleksi
Perhitungan diferensial seleksi dan intensitas seleksi dengan p=0,03
S= µs-µ0
= 25,7-19,4
= 6,2
I = s/stdev
= 1,68

Perhitungan diferensial seleksi dan intensitas seleksi dengan p=0,05


S= µs-µ0
= 25,0-19,4
= 5,6
I = s/stdev
= 5,6/3,7
= 1,5
Perhitungan diferensial seleksi dan intensitas seleksi dengan p=0,10
S= µs-µ0
= 24,2-19,4
= 4,8
I = s/stdev
= 4,8/3,7
= 1,3

p μs μo S σ i
0,03 25,7 19,4 6,2 3,7 1,68
0,05 25,0 19,4 5,6 3,7 1,51
0,1 24,2 19,4 4,8 3,7 1,28
Tabel 1. Nilai Hasil Seleksi

Diagram Distribusi Normal Tinggi Seratus Tanaman

Diagram Diferensial Seleksi dengan p=0,03


Diagram Diferensial Seleksi dengan p=0,05

Diagram Diferensial Seleksi dengan p=0,10


3. Perhitungan Perhitungan Harapan Kemajuan Genetik
Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,03
R = h² I stdv p
= 0,6 * 1,68 * 1,4
= 1,4

Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,05


R = h² I stdv p
= 0,6 * 1,51 * 1,3
= 1,18

Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,10


R = h² I stdv p
= 0,6 * 1,28 * 1,3
= 0,998

p i σP H2 R
0,03 1,68 1,4 0,6 1,4
0,05 1,51 1,3 0,6 1,18
0,1 1,28 1,3 0,6 0,998
Tabel 2. Perhitungan Nilai Harapan Kemajuan Genetik

Diagram Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,03


Diagram Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,05

Diagram Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,10


B. Pembahasan

Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik terhadap varian total (varian
fenotipe), yang biasanya dinyatakan dalam persen (%) atau pun decimal.heritabilitas dituliskan
dengan H² atau h² sehingga:

H²= (σG²)(σP²)

= (σG²)/(σG²+σE²)

Sesuai dengan komponen varian genetiknya, kemudian dibedakan adanya heritabilitas dalam arti
luas (broad sense heritability) dan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability).
Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara varian genetik total dan varian fenotipe.
Heritabilitas dalam arti sempit merupakan perbandingan anara varian aditif dan varian fenotipe.

Umumnya heritabilitas dalam arti sempit banyak mendapat perhatian karena pengaruh aditif dari
tiap alelenya diwariskan oleh orang tuanya kepada keturunannya dan kontribusi penampilan tidak
tergantung pada adanya interaksi antar-alele. Dalam pemuliaan tanaman dengan sifat-sifat yang
dikendalikan oleh gen aditif dapat diharapkan kemajuan seleksi yang besar dan cepat (Mangoendidjojo,
2003).

Pada percobaan ini diperoleh varian genotipe sebesar 7.07, varian sesatan lingkungan sebesar 4.65,
dan varian fenotipenya sebesar 11.72. angka-angka tersebut menunjukkan bahwa kenampakan dari
populasi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh genotipenya dan bukan lingkungannya. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai varian genotipe yang lebih besar daripada varian sesatan lingkungannya.
Hubungannya dengan keragaman populasi adalah bahwa keragaman populasi makin tinggi sejalan
dengan nilai varian genotipe yang ditunjukkan oleh populasi tersebut.

Keragaman adalah perbedaan yang ditimbulkan dari suatu penampilan populasi tanaman.
Keragaman genetik merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pemuliaan tanaman. Adanya keragaman genetik dalam suatu populasi berarti terdapat variasi nilai
genotipe antar individu dalam populasi tersebut (Karmana dkk. 1990). Sumber keragaman genetik
didapat dari introduksi, persilangan, mutasi, atau melalui proses transgenik. Hasil persilangan
merupakan sumber keragaman yang umum dilakukan dibandingkan menciptakan sumber keragaman
dengan cara lainnya (Poespodarsono, 1988).
Whirter (1979) menyatakan bahwa nilai batasan heritabilitas ada tiga kelas. Yaitu heretabilitas
tinggi, sedang dan rendah. Nilai heretabilitas termasuk tinggi apabila lebih dari 50%. Heretabilitas
sedang apabila nilainya terletak anatak 20-50%. Sedangkan yang termasuk heretabilitas rendah yaitu
yang bernilai kurang dari 20%. Untuk tu dalam percobaan ini didapat nilai heritabilitas yang cukup
tinggi yaitu 0.6 atau 60%. Nilai heritabilias tinggi menunjukan bahwa keragman genetik pada populasi
padi yang diamati memiliki keragaman genetik yang luas. Hal ini akan memudahkan pemulia tanaman
jika ingin melakukan seleksi.

Menurut Allard (1960), bila tingkat keragaman genetik sempit maka hal ini menunjukkan bahwa
individu dalam populasi tersebut relatif seragam. Dengan demikian seleksi untuk perbaikan sifat
menjadi kurang efektif. Sebaliknya, makin luas keragaman genetik, makin besar pula peluang untuk
keberhasilan seleksi dalam meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan. Dengan kata lain, kesempatan
untuk mendapatkan genotie yang lebih baik melalui seleksi semakin besar.

Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik
dalam suatupopulasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk
memperoleh genotip yang diharapkan akan besar (Bahar dan Zein, 1993). Sedangkan pendugaan nilai
heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan
fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh
faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat
diturunkan pada generasi berikutnya (Sudarmo dan Mardjono, 2007).

Agar suatu galur dapat dilepas sebagai varietas unggul baru, maka salah satu syarat yang harus
dipenuhi oleh galur yang bersangkutan adalah populasinya dalam galur seragam. Bila tidak seragam
maka perlu dilakukan seleksi kembali. Agar kegiatan seleksi dapat berjalan efektif maka terhadap
genotipe yang beragam tersebut perlu penilaian terhadap keragaman genetik, fenotipik maupun
heritabilitasnya serta besarnya kemajuan genetik harapan yang ingin dicapai (Aryana, 2007).

Menurut Poehlman (1983), keberhasilan suatu program pemuliaan tanaman pada hakekatnya sangat
bergantung kepada adanya keragaman genetik, dan nilai duga heritabilitas. Sementara menurut Knight
(1979), pendugaan nilai keragaman genetik dan nilai duga heritabilitas bervariasi tergantung kepada
faktor lingkungan.
Heritabilitas dapat dijadikan landasan dalam menentukan pogram seleksi. Seleksi pada generasi
awal dilakukan bila nilai heritabilitas tinggi, sebaliknya jika rendah maka seleksi pada generasi lanjut
akan berhasil karena peluang terjadi penignkatan keragaman dalam populasi (Falconer, 1970). Dalam
hubungannya dengan seleksi adalah jika heritabilitasnya rendah maka metode seleksi yang cocok
diterapkan adalah metode pedigri, metode prnurunan satu biji (singlet seed descent), uji kekerabatan
(sib test) atau uji keturunan (progeny test), bila nilai heritabilitas tinggi maka metode seleksi masa atau
galur murni. Makin besar heritabilitas, makin besar kemajuan seleksi yang diraihnya dan makin cepat
varietas unggul dilepas. Sebaliknya semakin rendh nilai heritabilitas arti sempit makin kecil kemajuan
seleksi diperolah dan semakin lama varietas unggul dilepas .

Fungsi seleksi adalah mengubah frekuensi gen, di mana frekuensi gen-gen yang diinginkan akan
meningkat sedangkan frekuensi gengen yang tidak diinginkan akan menurun. Perubahan frekuensi gen-
gen ini tentunya akan mengakibatkan rataan fenotipe dari populasi terseleksi akan lebih baik
dibandingkan dari rataan fenotipe populasi sebelumnya. Perbedaan antara rataan performans dari ternak
yang terseleksi dengan rataan performans populasi sebelum diadakannya seleksi disebut sebagai
diferensial seleksi, yang dinyatakan dengan rumus (Becker, 1985):

S = XS - X

di mana :

S = diferensial seleksi

X = rataan fenotipe populasi

XS = rataan fenotipe sesudah adanya

seleksi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai diferensial seleksi, yaitu (1) pada seleksi untuk satu
sifat, semakin sedikit populasi yang dipilih semakin besar diferensial seleksinya; (2) diferensial seleksi
dapat lebih besar pada kelompok populasi tanaman dengan jumlah yang besar, sebab pada populasi
yang besar akan semakin besar pula kemungkinan dijumpai tanaman yang performansnya di atas atau
di bawah rataan (Noor, 1996).

Perhitungan nilai diferensial seleksi dan intenstas seleksi dengan p=0.03, p=0.05 dan p=0.1
semuanya menunjukkan kecenderungan bahwa semakin sedikit rerata populasi yang diambil maka nilai
diferensial populasinya pun semakin besar. Sama dengan hasil intensitas seleksi bahwa semakin sedikit
rerata populasi yang diambil nilai intensitas seleksinya pun makin besar. Nilai S saat p=0.03> nilai S
saat p=0.0.5 > nilai S saat p=0.1. begitu pula dengan nilai I saat p= 0.03> nilai I saat p=0.0.5 > nilai I
saat p=0.

Tidak seluruhnya perbedaan performans diturunkan ke generasi selanjutnya, proporsi dari


diferensial seleksi yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya adalah hanya yang bersifat
genetik saja, yaitu sebesar angka pewarisannya (heritabilitas). Dengan demikian besarnya diferensial
seleksi yang diwariskan yang merupakan tanggapan seleksi yang akan muncul pada generasi
berikutnya adalah sebesar (Hardjosubroto, 1994):

R = h2 . S

di mana :

R = tanggapan seleksi atau tanggapan

seleksi per generasi

h2 = heritabilitas sifat yang diseleksi

S = diferensial seleksi

Rumus di atas hanya dapat digunakan untuk menghitung tanggapan seleksi sebagai akibat dari
seleksi yang telah atau sedang dilakukan sekarang dan tidak dapat digunakan untuk keperluan
perencanaan, karena sukar untuk menghitung nilai S. Untuk suatu perencanaan maka tanggapan seleksi
dapat dihitung dengan rumus (Hardjosubroto, 1994) :

R = i.h2.σp

di mana :

i = intensitas seleksi = S/σp

σp = simpangan baku dari fenotipe

Untuk menghitung tanggapan seleksi per tahun maka rumus di atas harus dibagi dengan interval
generasinya (=l). Interval generasi adalah rataan umur tetua pada saat anak dilahirkan (Falconer and
Mackay, 1996).
i.h2.σp

R=

Dari persamaan di atas maka dapat diketahui bahwa tanggapan seleksi atau kemajuan genetik akibat
seleksi dipengaruhi oleh (1) akurasi/kecermatan seleksi; (2) intensitas seleksi; (3) variasi genetik; dan
(4) interval generasi (Bourdon, 1997). Kecermatan seleksi sangat berkaitan langsung dengan nilai
heritabilitas.

Menurut Warwick et al. (1990) beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menaikkan kecermatan
seleksi adalah (1) membakukan prosedur pengelolaan semaksimal mungkin dan membuat penyesuaian
terhadap pengelolaan atau lingkungan yang tidak mungkin dikendalikan (mengurangi ragam
lingkungan); (2) jika memungkinkan, melakukan pengukuran berulang terhadap suatu sifat; dan (3)
penggunaan informasi performans individu dan saudara secara optimal. Intensitas seleksi yang tinggi,
populasi yang sangat bervariasi dan interval generasi yang lebih pendek dapat meningkatkan laju
kemajuan genetik. Idealnya keempat faktor tersebut dibuat maksimal untuk mempertinggi kemajuan
genetik, yaitu kecermatan seleksi, intensitas seleksi dan variasi genetik dimaksimalkan dan interval
generasi dibuat minimal. Namun demikian tidak mungkin semua faktor dibuat maksimal karena
perubahan pada satu faktor terkadang mempengaruhi faktor yang lain (Bourdon, 1997). Dengan
demikian, yang dapat dilakukan adalah menentukan kombinasi terbaik dari keempat faktor tersebut
yang dapat memperoleh kemajuan genetik yang optimal.

Bagan nilai diferensial seleksi atau S menunjukkan luaran area yang berwarna biru dengan p=0.03>
p=0.05> p=0.1. luasan area yang berwarna biru sejatinya menunjukkan jumlah tanaman yang
terseleksi. Dengan demikian semakin sedikit populasi yang diambil maka semakin banyak jumlah
tanaman yang terseleksi. Artinya semakin mudah untuk melakukan seleksi jika jumlah populasi yang
diambil semakin sedikit.
Kesimpulan

1. Nilai heritabilitas terbagi menjadi tiga yaitu rendah sedang dan tinggi. Adapun yang termasuk
dalam nilai heritabilitas sedang bila nilainya <20% dan dikatakan sedang apabila nilainya 20%-
50%, selanjutnya dikatakan tinggi apabila >50%.
2. Pada percobaan ini didapat nilai heritabilitas 0.6 atau 60% dan termasuk dalam nilai
heritabilitas yang tinggi.
3. Nilai heritabilitas yang tinggi memudahkan pemulia melakukan seleksi.
4. Besarnya populasi yang diambil menentukan nilai diferensial dan intensitas seleksinya. Yaitu
apabila semakin sedikit populasi yang diambil maka semakn besar niai diferensial seleksi dan
intensitas seleksinya.
5. Nilai diferensial seleksi dan intensitas seleksi sejajar dengan banyaknya tanaman yang
terseleksi atau terpilih.
Daftar Pustaka

Allard, R. W. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, Inc. New york.

Aryana, IGP M. 2007. Uji keseragaman, heritabilitas dan kemajuan genetik galur padi beras merah
hasil seleksi silang balik di lingkungan gogo. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. XXV No. 6.

Bahar, M., dan A. Zein, 1993. Parameter genetik pertumbuhan tanaman, hasil dan komponen hasil
jagung. Zuriat 4(1):4-7.

Becker, W. A. 1985. Manual of Quantitative Genetics. Fourth Edition. Academic Enterprises. Pullman,
Washington.

Bourdon, R. M. 1997. Understanding Animal Breeding. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

Falconer, D. S. 1970. Introduction to Quantitative Genetics. The Ronald Press Company. New York.

Falconer, D. S. and T. F. C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. Fourth Edition.


Longman Group Ltd. England.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana


Indonesia. Jakarta.

Knight, R. 1979. Quantitative genetics, statistics and plant breeding. In G. M. Halloran, R. Knight, K.
S. Mc Whirter and D.H.B. Sparrow (ed.) Plant Breeding. Australia Vice Concellors Comite.
Brisbane.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan tanaman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. PT. PenebarSwadaya. Jakarta.

McWhirter, K. S. 1979. Breeding of Cross-Pollinated Crops. Plant Breeding. Australian Vice


Chancellors’ Committee, Brisbane.

Poelhman,J.M.1983. Crop breeding a hungry word,in: D.R. Wol(Ed.). Crop Breeding.Am.Soc. of


Agron. Crop. Sci. Of Amirica.Madicon.Wisconsin. P103-111
Poespadorsono. S. 1998. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. PAU Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudarmo, H. dan Sudarmadji, R.M. 2007. Variasi genetik, heretabilitas, dan korelasi genotipik sifat-
sifat penting tanaman wijen (Sesamum indicum L.). Jurnal Litri Volume 13 No.3. Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Malang.

Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai