Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM BERDARAH

DI RUANG 7 A RS SAIFUL ANWAR MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN ANAK

OLEH :

JULIA RIKA SARI

201920461011088

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM BERDARAH

DI RUANG 7 A RS SAIFUL ANWAR MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN ANAK

KELOMPOK - 11

NAMA: JULIA RIKA SARI

NIM: 201910461011088

TGL PRAKTEK/MINGGU KE : 20 JULI 2020 / MINGGU 1

Malang, 20 JULI 2020


Mahasiswa, Pembimbing,

Julia Rika Sari Ika Rizki

Page 2 of 49
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................3
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN....................................................................................................4
I. Definisi.....................................................................................................................................4
II. Klasifikasi................................................................................................................................5
III. Etiologi.................................................................................................................................5
IV. Tanda dan Gejala...............................................................................................................5
V. Patofisologi.............................................................................................................................5
VI. Pathways.............................................................................................................................7
VII. Fase DBD..............................................................................................................................8
VIII. Komplikasi..........................................................................................................................9
IX. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................10
X. Penatalaksanaan..................................................................................................................12
XI. Langkah-Langkah Pencegahan......................................................................................13
XII. Konsep Asuhan Keperawatan........................................................................................14
XIII. Diagnosa Keperawatan (SDKI)......................................................................................17
XIV. Intervensi dan Luaran Keperawatan (SIKI/SLKI)......................................................17
XV. Daftar Pustaka (Sumber Reference).............................................................................26
BAB II. CASE REPORT......................................................................................................................28
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................................................29
I. Pengkajian (Focus Assesement)........................................................................................29
II. Analisa Data..........................................................................................................................30
III. Diagnosa Keperawatan (SDKI)......................................................................................30
IV. Intervensi Keperawatan (SIKI).....................................................................................31
BAB IV. INTERVENSI KEPERAWATAN (EVIDENCE BASED NURSING).....................................36
I. Masalah Keperawatan.........................................................................................................36
II. Intervesi by Evidence Based Nursing (Journal).............................................................36
III. Daftar Pustaka (Sumber Reference).............................................................................43
BAB V. DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS)......................................................44

Page 3 of 49
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN

I. Definisi
DBD adalah penyakit yang di sebebkan oleh virus dengue yang tergolong
Arthoropod-borne virus genis flavivirus ,dan familii flaviviridae. DBD di tularkan
melalui gigitan nyamuk dari genus aedes, terutama aedes aegypti atau aedes
albopietus (Sutarjo, 2015).
DBD adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus
dengue dan ditandai dengan empat gejalah klinisutama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi pendrahan hepatomigali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai
timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian (Taddaga kasse, 2016).
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari
disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan
laboratorium menunjukkan trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000)
dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai normal (WHO, 2011).
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus
(Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau
oleh Aedes Albopictus (Titik Lestari, 2016)
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.
Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah
tropis, seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh pelosok
Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas
permukaan air laut. Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak
manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah
hanya dapat ditularkan melalui nyamuk (Prasetyono 2012).

Page 4 of 49
II. Klasifikasi
Derajat Dengue Haemorhagic Fever (WHO 2011):
a. Derajat 1: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif
b. Derajat 2: sama seperti derjat 1, disertai perdarahan spontan dikulit atau
perdarahan lain.
c. Derajat 3: ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat danlembut,
tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin,
lembab, dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat 4: syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
III. Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) di
tularkan nyamuk aedes aegypty yang telah tejangkit virus demam berdarah
dengue. DBD di sebabkan oleh salah satu dari empat serotype virus yang berbeda
antigen. Virus ini adalah kelompok flavivirus dan serotype adalah DEN -1, DEN
-2, DEN -3, DEN -4. Infeksi oleh salah satu jenis serotype ini akan memberikan
kekebalan terhadap Haemorrhagic fever dapat mengalami infeksi empat kali
seumur hidupnya (Nursalam. Dkk,. 2013).
IV. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala menurut Sahrul 2018:
a. Demam tinggi selama 5-7 hari
b. Perdarahan terutama perdarahan di bawah kulit
c. Anoreksia, mual dan muntah, diare, konstipasi
d. Sakit kepala
e. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, nadi cepat dan lemah)
f. Hematuria, melena, epistaksis, hematemesis
g. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar geteh bening.
V. Patofisologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-

Page 5 of 49
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena
kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system
kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum,
pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi (Sahrul, 2018).

Page 6 of 49
VI. Pathways

Arbovirus (dibawa oleh nyamuk agesagepty

Inveksi virus Kebutuhan O2 ↑


Hipertermia
dengue (viremia)

Aktivasi system komplemen

Membentuk dan melepaskan zat C3a dan C5a

Pemeabilitas membrane meningkat

Agregasi trombosit Kerusakan endotel Kebocoran plasma ke


pembulu darah ekstravaskular

Trombositopenia
Paru: efusi pleura
Aktivitas faktor
Hepar: hepatomegali
pembekuan
Perdarahan Abdomen: asites
Haemokonsentrasi
Peningkatan suhu
tubuh
Hipovolemia Sesak nafas,
DIC Nausea,
Nyeri,
Deffisit Nutris
Gangguan Perfusi
Jaringan ANOKSIA Meninggal

Page 7 of 49
VII. Fase DBD
Menurut WHO, dikatakan bahwa DBD memiliki beberapa fase yaitu fase febris
dapat berlangsung sekitar 2-7 hari disertai dengan gejala lainnya, Fase Kritis dan
fase pemulihan.

a. Fase Febris / Fase Demam


Pasien biasanya mengalami demam tinggi yang tiba-tiba. Fase demam akut
biasanya berlangsung 2-7 hari dan seri disertai dengan kemerahan pada
wajah, eritema kulit, sakit badan, mialgia, arthralgia dan sakit kepala.
Beberapa pasien mungkin meliki sakit tenggorokan faring, noreksia, mual
dan muntah. Hal tersebut bisa sulit untuk membedakan secara klinis dari
demam berdarah non-dengue penyakit pada fase awal demam. Tes
tourniquet positif dalam fase ini meningkatkan probabilitas dengue. Selain
itu, fitur klinis tidak dapat dibedakan antara kasus demam berdarah parah
dan tidak parah. Oleh karena itu pemantauan untuk peringatan tanda-tanda
dan parameter klinis lainnya adalah penting untuk mengenali perkembangan
ke fase kritis. Mild manifestasi perdarahan seperti membrane petechiae dan
perdarahan mukosa (mis. Hidung dan gusi). Massive pendarahan vagina
(pada wanita usia subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi
selama tahap ini tetapi tidak umum terjadi. Hepar sering membesar setelah
beberapa hari demam. Kelainan paling awal dalam jumlah darah lengkap
adalah penurunan progresif dalam sel putih yang harus waspada dokter
untuk kemungkinan demam berdarah tinggi (Elyas, 2013).
b. Fase Kritis
Terjadi pada saat penurunan suhu badan sampai normal. Saat suhu turun
menjadi 37,5-38 °C atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini, biasanya pada
hari 3-7 penyakit terjadi peningkatan kapiler permeabilitas secara paralel
dengan tingkat hematokrit meningkat yang menandai awal fase kritis.
Periode kebocoran plasma klinis signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam.
Leukopenia progresif diikuti dengan penurunan cepat dalam jumlah
trombosit biasanya mendahului kebocoran plasma. Pada titik pasien tanpa
peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik, sementara dengan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat menjadi lebih buruk sebagai hasil
volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi

Page 8 of 49
pleura dan asites mungkin secara klinis terdeteksi tergantung pada derajat
kebocoran plasma danvolume terapi cairan. Oleh karena itu x-ray dada dan
USG perut bisa bermanfaat untuk diagnosis. Tingkat kenaikan atas dasar
hematokrit sering mencerminkan tingkat keparahan kebocoran plasma.
Shock terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran. Hal ini
sering didahului oleh tanda-tanda awal. Suhu tubuh dapat di bawah normal
saat shock terjadi. Dengan shock yang berkepanjangan, hasil organ
konsekuensi hipoperfusidi progresiforgan penurunan, asidosis metabolik dan
koagulasi intravascular disebarluaskan. Inipada gilirannya menyebabkan
perdarahan parah menyebabkan hematokrit turun dan menjadi shock berat.
Leukopenia biasanya terlihat selamafase demam berdarah, total jumlah sel
darah putih dapat meningkat pada pasien dengan pendarahan hebat (Elyas,
2013).
c. Fase Pemulihan.
Jika pasien bertahan pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap
kompartemen cairan ekstra vaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya.
Pada umumnya pasien kembali mempunyai nafsu makan, gejala
gastrointestinal mereda ,status hemodinamiks tabil dan dieresis terjadi
kemudian. Beberapa pasien mungkin memiliki ruam dari "pulau-pulau putih
dilaut merah. Beberapa mungkin mengalami pruritus umum. Bradikardi dan
perubahan elektrokardiografi biasa terjadi selama tahap ini. Hematokrit yang
stabil atau mungkin lebih rendah karena efek pengenceran yang diserap
cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan
suhu badan sampai yg normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya
lebih dari itu dari jumlah sel darah putih. Distress pernapasan dari efusi
pleura massif dan ascites akan terjadi pada setiap saat jika cairan intravena
yang berlebihan telah diberikan. Selama kritis dan/atau pemulihan fase,
terapi cairan yang berlebihan berhubungan dengan edema paru atau
kongestif gagal jantung (Elyas, 2013).
VIII. Komplikasi
Menurut Desmawati (2013), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien DBD
adalah sebagai berikut:
o Perdarahan massif,

Page 9 of 49
o syok,
o efusi pleura,
o penurunan kesadaran,
o kematian.
IX. Pemeriksaan Penunjang
 Darah
 Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu menggunakan
darah atau disebut lab serial yang terdiri dari haemoglobin, PCV, dan
trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia (100.000/ml
atau kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan
dengannilai hematoksit pada masa konvaselen.
 Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.
Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DHF
dengan dua criteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia,
hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier,
dkk 2012).
 Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
 Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
 Protein rendahf.
 Natrium rendah (hiponatremi)
 SGOT/SGPT bisa meningkat
 Asidosis metabolic
 Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
 Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum tulang
pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari
ke 5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke 10 sudah kembali normal
untuk semua system.
 Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
 USG

Page 10 of 49
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena
tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus
berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada
pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit
yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding
kandung empedu dan penebalan pankreas
 Diagnosis Serologis
o Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive
namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk
diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau
tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(Vasanwala dkk. 2011).
o Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa
tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
o Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue.
Biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT)
(Vasanwala dkk. 2011)
o IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus
denguekarena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif
makauji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka
dilaporkansebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan
setelahadanya infeksi (Vasanwala dkk. 2011)
o Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil
cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA

Page 11 of 49
dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk
(Vasanwala dkk. 2011).
X. Penatalaksanaan
a. Medis
o Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi
dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan
hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan
antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis: anak umur <12 bulan 50 mg
IM, anak umur >1 tahun 75 mg. Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti
luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien
DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat
diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit
yang cenderung meningkat.
o Pasien mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti cairan hilang
akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL, jika pemberian
cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander
banyaknya 20-30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian
infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas 18 teraba,
amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan infus dikurangi menjadi 10
mL/kg BB/jam
o Cairan
 Kristaloid Larutan
- Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Laktat
(D5/RL).
- Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Asetat
(D5/RA).
- Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutanFaali
(d5/GF).
 Koloid
- Dextran 40
- Plasma
b. Keperawatan
 Derajat I

Page 12 of 49
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan
trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24 jam dan
kompres hangat.
 Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada
2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan
infuse tetap tidak lancar maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar.
Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan
biasa.
 Derajat III dan IV
 Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL)
dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
 Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2
 Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
 Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
 Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.
 Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal. Biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran
darah dari lambung. NGT bisa dicabut apabila perdarahan telah berhenti.
Jika kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair
XI. Langkah-Langkah Pencegahan
Program pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan melakukan
manajemen lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat mencegah atau
meminimalkan perkembangbiakan vector, sehingga kontak antara manusia dan
vector berkurang (Elyas, 2013).
a. Modifikasi lingkungan
 Perbaikan persediaan air
 Tanki atau reservoir di atas atau bawah tanah anti nyamuk.
b. Manipulasi lingkungan
 Drainase instalasi persediaan air
 Penyimpanan air rumah tangga
 Pot/vas bunga dan jebakan semut
Page 13 of 49
 Bagian luar bangunan
 Keharusan menyimpan air untuk pemadaman kebakaran
 Pembuangan sampah padatPengisian rongga pada pagar
 Botol kaca dan kaleng
c. Perlindungan Diri
 Pakaian pelindung
 Tikar, obat nyamuk bakar dan aerosol
 Penolak serangga
 Insektisida untuk kelambu dan gorden
d. Pengendalian Biologis
 Ikan pemakan larva
 Bakteri penghasil endotoksin
 Siklopoids/sejenis udang-udangan
 Perangkap telur autosidal/ perangkap telur pembunuh
e. Pengendalian Kimiawi
 Pemberian Larvasida kimiawi
 Pengasapan wilayah
XII. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
2. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang: Demam akut/suhu meningkat tiba-tiba (selama
2-7 hari). Sering disertai menggigil.
 Riwayat kesehatan dahulu: Apakah klien pernah mengalami sakit yang sama
sebelumnya, apakah klien pernah menderita penyakit lain sebelum sakit yang
sekarang
 Riwayat kesehatan keluarga: Apakah anggota keluarga ada yang mengalami
jenis penyakit yang sama atau sakit yang lainnya.
3. Pemeriksaan fisik
 Kedaan umum
 Kesadaran: bisa saja Composmentis, samnolen, atau koma (tergantung dari
derajat penyakit DHF)

Page 14 of 49
 TTV: Biasanya terjadinya penurunan dalam pemeriksaan tanda-tanda vital
 Kepala dan Leher
 Wajah: mengalami kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis
 Mulut: adanya perdarahan pada gusi, mukosa bibirtampak kering & kadang-
kadang lidah tampak kotor dan adanya hiperemia pada tenggorokan
 Leher: Tidak ada masalah pada leher
 Thorak
 Paru: Pernafasan dangkal, ketika dilakukan perkusi biasanya dapat
ditemukan bunyi redup lantaran adanya efusi fleura.
 Keluhan pada saluran pernapasan: batuk, pilek, sakit waktu menelan nafas.
 Jantung: Dapat terjadi anemia karena kekurangan cairan
 Abdomen: adanya nyeri ulu hati, ketika dilakukan palpasi dapat ditemukan
adanya pembesaran hepar & limpa.
 Keluhan pada saluran cerna: mual, muntah, tak nafsu makan, diare,
konstipasi.
 Ekstermitas: Biasanya di temukan nyeri sendi
 Integumen: Ditemukan adanya ptekie, purpura, ekimosis, dan hyperemia
serta hematoma. Perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta
perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.
Keluhan pada saluran pernapasan: batuk, pilek, sakit waktu menelan nafas.
 Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh
tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh.
4. Pemeriksaan penunjang:
 Darah
 Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu
menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri dari haemoglobin,
PCV, dan trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia
(100.000/ml atau kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengannilai hematoksit pada masa konvaselen.
 Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti

Page 15 of 49
pada DHF dengan dua criteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier, dkk 2012).
 Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
 Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
 Protein rendahf.
 Natrium rendah (hiponatremi)
 SGOT/SGPT bisa meningkat
 Asidosis metabolic
 Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
 Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2011) Sumsum tulang
pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada
hari ke 5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke 10 sudah kembali
normal untuk semua system.
 Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
 USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena
tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus
berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada
pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnosa
penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan melihat
ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas
 Diagnosis Serologis
 Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive
namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk
diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut

Page 16 of 49
atau tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(Vasanwala dkk. 2011).
o Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan
beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
o Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue.
Biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT)
(Vasanwala dkk. 2011)
o IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus
denguekarena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif
makauji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka
dilaporkansebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3
bulan setelahadanya infeksi (Vasanwala dkk. 2011)
o Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu,
hasil cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi
virus RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia,
dan nyamuk (Vasanwala dkk. 2011).
XIII. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
Diagnosa keperawatan demam berdarah :
a. Hipertermi b/d proses penyakit (Infeksi)
b. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
c. Hipovolemia b/d kegagalan mekanisme regulasi
d. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (Inflamasi)
e. Resiko kekurangan cairan b/d disfungsi intestinal
f. Resiko infeksi b/d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
XIV. Intervensi dan Luaran Keperawatan (SIKI/SLKI)
a. Hipertermi b/d proses penyakit (Infeksi)
SLKI SIKI

Page 17 of 49
Setelah di lakukan tindakan MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)
keperawatan selama 3x 24 jam, maka 1. Observasi
Termoregulasi membaik dengan o Identifkasi penyebab
kriteria hasil: hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
1. Menggigil, menurun (5) lingkungan panas penggunaan
2. Kulit merah, menurun (5) incubator)
3. Takikardi, menurun (5) o Monitor suhu tubuh
4. Takipnea, menurun (5) o Monitor kadar elektrolit
5. Suhu tubuh, membaik (5) o Monitor haluaran urine
6. Tekanan darah , membaik (5) 2. Terapeutik
o Sediakan lingkungan yang
dingin
o Longgarkan atau lepaskan
pakaian
o Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
o Berikan cairan oral
o Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
o Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen,aksila)
o Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
o Batasi oksigen, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
o Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

Page 18 of 49
b. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan Managemen Nutrisi (1.030119)
keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji adanya alergi makanan
diharapkan Status Nutris 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
(L.03030) menmbaik dengan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
kriteria hasil: yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
1) Porsi makan yang dihabiskan, intake Fe
meningkat (5) 4. Yakinkan diet yang dimakan
2) Berat badan, membaik (5) mengandung tinggi serat untuk
3) Indeks massa tubuh, membaik mencegah konstipasi
(5) 5. Berikan makanan yang terpilih (sudah
4) Pengetahuan standart asupan dikonsultasikan dengan ahli gizi )
nutrisi yang tepat, membaik (5) 6. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian
7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
8. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
9. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
bisa dilakukan
4. Monitor intraksi klien selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi

Page 19 of 49
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar Hb, dan kadar Ht
12. o   Monitor kalori dan intake nutrisi
c. Hipovolemia b/d kegagalan mekanisme regulasi
SLKI SLKI
Setelah di lakukan tindakan MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116)
keperawatan selama 3x24 jam, maka 1. Observasi
status cairan membaik dengan o Periksa tanda dan gejala
kriteria hasil: hipovolemia (mis. frekuensi nadi
1. Kekuatan nadi, Meningkat (5) meningkat, nadi teraba lemah,
2. Frekuensi nadi, Membaik (5) tekanan darah menurun, tekanan
3. Tekanan darah, membaik (5) nadi menyempit,turgor kulit
4. Turgor kuli, membaik (5) menurun, membrane mukosa kering,
5. Dyspnea, menurun (5) volume urine menurun, hematokrit
6. Suhu tubuh, membaik (5) meningkat, haus dan lemah)
o Monitor intake dan output
cairan
2. Terapeutik
o Hitung kebutuhan cairan
o Berikan posisi modified
trendelenburg
o Berikan asupan cairan oral
3. Edukasi
o Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
o Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl,

Page 20 of 49
RL)
o Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
o Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis. albumin,
plasmanate)
o Kolaborasi pemberian
produk darah
d. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisiologis atau fisik
SLKI SLKI
Setelah di lakukan tindakan Mananjemen Nyeri (1.08238)
keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi:
tingkat nyeri menurun dengan 1. Lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Kemampuan Menuntaskan aktifitas, 2. Identifikasi skala nyeri
Meningkat (5) 3. Identifikasi respon nyeri non
2. Keluhan nyeri, Menurun (5) verbal
3. Meringis, Menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang
4. Gelisah, Menurun (5) memperberat dan memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur, menurun (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan
6. Mual, menurun (5) keyakinan tentang nyeri
7. Frekuensi nadi, Membaik (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya
8. Tekanan darah, membaik (5) terhadap respon nyeri
9. Pola napas, membaik (5) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik:
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.

Page 21 of 49
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
Pemberian Analgetik (1.08243)
Observasi:
1. Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, non-

Page 22 of 49
narkotika, atau NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik:
1. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
4. Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi:
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
e. Resiko kekurangan cairan b/d disfungsi intestinal
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Cairan (1.03121)
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
diharapkan Keseimbangan 1. Monitor elastisitas atau turgor kulit
Cairan (L.03020) meningkat 2. Identivikasi tanda-tanda hipervolemia
dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi faktor resiko keseimbangan
1. Asupan cairan, meningkat (5) cairan
2. Haluan urine, meningkat (5) Terapeutik

Page 23 of 49
3. Kelembaban membrane 1. Dokumentasikan hasil pemantauan
mukosa, meningkat (5) Edukasi
4. Asupan makanan, meningkat 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
(5) pemantauan
5. Edema, menurun (5) Informasikan hasil pemantauan
6. Dehidrasi, menurun (5)
7. Tekanan darah, membaik (5) Managemen cairan (1.03098)
8. Denyut nadi radial, membaik Observasi
(5) 1. Pertahankan catatan intake dan output
9. Membrane mukosa, membaik yang akurat
(5) 2. Monitor status hidrasi ( kelembaban
10. Turgor kulit, membaik (5) membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ) jika diperlukan
3. Monitor vital sign
4. Monitor masukan makanan / cairan IV
Terapeutik
1. Pertahankan catatan intake dan
output  yang akurat
2. Berikan asupan cairan sesuai dengan
kebutuhan tubuh
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
f. Resiko infeksi b/d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
SLKI SIKI
Setelah di lakukan tindakan PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539)
keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
tingkat infeksi menurun dengan o Identifikasi riwayat kesehatan dan
kriteria hasil: riwayat alergi
1. Demam, menurun (5) o Identifikasi kontraindikasi pemberian
2. Kemerahan, menurun (5) imunisasi
3. Nyeri, menurun (5) o Identifikasi status imunisasi setiap
4. Kadar sel darah putih, membaik (5) kunjungan ke pelayanan kesehatan
Terapeutik

Page 24 of 49
o Berikan suntikan pada pada bayi
dibagian paha anterolateral
o Dokumentasikan informasi vaksinasi
o Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat
Edukasi
o Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang
terjadi, jadwal dan efek samping
o Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
o Informasikan imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit namun
saat ini tidak diwajibkan pemerintah
o Informasikan vaksinasi untuk kejadian
khusus
o Informasikan penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang
jadwal imunisasi kembali
o Informasikan penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang menyediakan
vaksin gratis
MANAJEMEN IMUNISASI/ VAKSIN (I.
14508)
Observasi
o Identifikasi riwayat kesehatan dan
riwayat alergi
o Identifikasi kontraindikasi pemberian
imunisasi
o Identifikasi status imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan kesehatan
Terapeutik
o Berikan suntikan pada pada bayi

Page 25 of 49
dibagian paha anterolateral
o Dokumentasikan informasi vaksinasi
o Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat
Edukasi
o Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang
terjadi, jadwal dan efek samping
o Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
o Informasikan imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit namun
saat ini tidak diwajibkan pemerintah
o Informasikan vaksinasi untuk kejadian
khusus
o Informasikan penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang
jadwal imunisasi kembali
o Informasikan penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang menyediakan
vaksin gratis

XV. Daftar Pustaka (Sumber Reference)


Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S.2012. A Three-
Component Biomarker Panel For Prediction of Dengue Hemorraghic Fever. Am. J.
Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348.
Desmawati. 2013. Sistem hematologic dan imunohematologi. Jakarta.
Elyas, Yudi.2013.Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. T dengan Masalah Kesehatan
Masyarakat Di Perkotaan: Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Ruang Melati Atas
RSUP Persahabatan.Universitas Indonesia:
https://www.academia.edu/32901140/UNIVERSITAS_INDONESIA
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. M., Lee. K. H.2011. Could
Peak Protein Uria Determine Whether Patient with Dengue Fever Develop Dengue

Page 26 of 49
Hemorraghic/Dengue Shock Syndrome.A Prospective Cohort Study. BMC Infectius
Disease.
Nursalam.2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Prasetyono. 2012. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogya: Diva Press.
Sahrul.2018.Laporan Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Ruangan IGD
Rsud Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.Stikes Tanawali Persada
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017.Standar Diagnosis Keperatawan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Cetakan 3.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Cetakan 2.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1,Cetakan 2.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
Titik Lestari, 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
WHO, Regional Office for South East Asia.2011.Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60. India

Page 27 of 49
BAB II. CASE REPORT

Seorang anak perempuan (An. D) berusia 6 tahun dibawa kerumah sakit dengan
keluhan demam sejak 4 hari yang lalu. Demam terjadi dengan suhu tinggi yang terus
menerus. Pada saat anamnesa, ibu menyampaikan selama di rumah diberikan obat
penurun panas namun tidak kunjung turun demamnya. Ibu pasien membawa ke IGD
karena tangan pasien teraba dingin dan mimisan padahal sebelumnya tidak ada riwayat
mimisan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh perawat didapatkan data kondisi
pasien gelisa, akral terapa dingin, TD: 70/90 mmHg, nadi teraba lemah, RR: 25 x/menit.
Konjungtiva pasien anemis, pemeriksaan hepar didapatkan hepatomegali.
Dari riwayat keluarga terdapat tetangga pasien yang mengalami penyakit
sebelumnya seperti yang dialami An. D. Pemeriksaan laboratorium didapatkan: Hb: 11,8
gr %, Leukosit: 4.500/mm3,Trombosit: 45.000/mm3. Hasil rumplied test (+). Dari
pemeriksaan serologi didapatkan IgM dengue (+)

Page 28 of 49
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian (Focus Assesement)


a. Identitas (Data Biografi)
- Nama : An. D
- Umur : 6 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
b. Keluhan Utama
- Keluhan utama: Demam sejak 4 hari yang lalu, tangan teraba dingin dan
mimisan
c. Diagnosa Medis
DBD
d. Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
dibawa kerumah sakit dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu.
Demam terjadi dengan suhu tinggi yang terus menerus. Pada saat
anamnesa, ibu menyampaikan selama di rumah diberikan obat penurun
panas namun tidak kunjung turun demamnya. Ibu pasien membawa ke IGD
karena tangan pasien teraba dingin dan mimisan padahal sebelumnya tidak
ada riwayat mimisan.
- Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
- Riwayat penyakit keluarga.
tetangga pasien yang mengalami penyakit sebelumnya seperti yang dialami
An. D.
e. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : gelisah
 Tanda-tanda vital: TD : 70/60 mmHg, N : teraba lemah, S : tinggi sejak 4
hari yang lalu, RR : 25x/mnt
 Pemeriksaan Wajah
- Konjungtiva anemis
- Mimisan

Page 29 of 49
 Pemeriksaan Hepar
- Terdapat hepatomegali
f. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Parameter laboratorium Nilai Rentang Normal

Hemoglobin 11,8 g/dL 13–15 g / dL


Leukosit 4.500 mm3 4.000-11.000 mm3 
Trombosit 45.000 mm3 150.000-450.000 mm3 
Rumplied test Positif
Serologi IgM Dengue Positif

g. Terapi yang sudah diberikan


 Obat penurun panas
II. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
keperawatan
DS: demam tinggi sejak 4 hari Proses infeksi Hipertermia
yang lalu terus menerus

DO: RR: 25x/menit


DS: demam tinggi sejak 4 hari Kehilangan cairan Hipovolemia
yang lalu terus menerus aktif

DO: akral dingin, RR: 25 x/menit,


nadi terana lemah, TD: 70/60
mmHg, pasien mimisan,
Hemoglobin: 11,8 g/dL,
3
Trombosit: 45.000 mm
DS: gelisah Terpapar bahaya Ansietas
lingkungan
DO: akral dingin, RR: 25 x/menit,
DS: demam tinggi sejak 4 hari Ketidakadekuatan Resiko infeksi
yang lalu terus menerus pertahanan tubuh
sekunder
DO: Leukosit: 4.500/mm3;
rumplied test (+); serologi
didapatkan IgM dengue (+)

III. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


a. Hipertermia b/d proses infeksi d/d demam tinggi sejak 4 hari yang lalu terus
menerus

Page 30 of 49
b. Hipovolemia b/d Kehilangan cairan aktif d/d akral dingin, RR: 25 x/menit, nadi
terana lemah, TD: 70/60 mmHg, pasien mimisan, Hemoglobin: 11,8 g/dL,
Trombosit: 45.000 mm3
c. Ansietas b/d Terpapar bahaya lingkungan d/d gelisah, akral dingin, RR: 25
x/menit
d. Resiko infeksi b/d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder d/d Leukosit:
4.500/mm3; rumplied test (+); serologi didapatkan IgM dengue (+)
IV. Intervensi Keperawatan (SIKI)
a. Hipertermia b/d proses infeksi d/d demam tinggi sejak 4 hari yang lalu terus
menerus
SLKI SIKI
Setelah di lakukan tindakan MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)
keperawatan selama 3x 24 jam, maka Observasi
Termoregulasi membaik dengan o Identifkasi penyebab hipertermi
kriteria hasil: (mis. dehidrasi terpapar lingkungan
1. Menggigil, menurun (5) panas penggunaan incubator)
2. Kulit merah, menurun (5) o Monitor suhu tubuh
3. Takikardi, menurun (5) o Monitor kadar elektrolit
4. Takipnea, menurun (5) o Monitor haluaran urine
5. Suhu tubuh, membaik (5) Terapeutik
6. Tekanan darah , membaik (5) o Sediakan lingkungan yang dingin
o Longgarkan atau lepaskan pakaian
o Basahi dan kipasi permukaan tubuh
o Berikan cairan oral
o Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
o Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
o Hindari pemberian antipiretik atau

Page 31 of 49
aspirin
o Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
o Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
o Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
b. Hipovolemia b/d Kehilangan cairan aktif d/d akral dingin, RR: 25 x/menit, nadi
terana lemah, TD: 70/60 mmHg, pasien mimisan, Hemoglobin: 11,8 g/dL,
Trombosit: 45.000 mm3
SLKI SLKI
Setelah di lakukan tindakan MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116)
keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
status cairan membaik dengan o Periksa tanda dan gejala
kriteria hasil: hipovolemia (mis. frekuensi nadi
1. Kekuatan nadi, Meningkat (5) meningkat, nadi teraba lemah,
2. Frekuensi nadi, Membaik (5) tekanan darah menurun, tekanan
3. Tekanan darah, membaik (5) nadi menyempit,turgor kulit
4. Turgor kuli, membaik (5) menurun, membrane mukosa kering,
5. Dyspnea, menurun (5) volume urine menurun, hematokrit
6. Suhu tubuh, membaik (5) meningkat, haus dan lemah)
o Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik
o Hitung kebutuhan cairan
o Berikan posisi modified
trendelenburg
o Berikan asupan cairan oral
Edukasi
o Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
o Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak

Page 32 of 49
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl,
RL)
o Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
o Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis. albumin,
plasmanate)
o Kolaborasi pemberian
produk darah
c. Ansietas b/d Terpapar bahaya lingkungan d/d gelisah, akral dingin, RR: 25
x/menit
SLKI SLKI
Setelah di lakukan tindakan keperawatan Terapi Relaksasi (1.09326)
selama 3x24 jam, maka tingkat ansietas Observasi:
menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
1. Pola tidur, membaik (5) efektif digunakan
2. Perilaku gelisah, menurun (5) 2. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
3. Frekuensi pernapasan, membaik (5) penggunaan teknik sebelumnya
4. Frekuensi nadi, membaik (5) 3. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
Terapeutik:
1. Ciptakan lingkungan tenang tanpa ada
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama

Page 33 of 49
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lainnya
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
4. Anjurka sering
mengulangi atau melatih teknik yang
dipilih
5. Demonstrasikan dan
latih teknik relaksai
d. Resiko infeksi b/d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder d/d Leukosit:
4.500/mm3; rumplied test (+); serologi didapatkan IgM dengue (+)
SLKI SIKI
Setelah di lakukan tindakan PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539)
keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
tingkat infeksi menurun dengan o Identifikasi riwayat kesehatan dan
kriteria hasil: riwayat alergi
1. Demam, menurun (5) o Identifikasi kontraindikasi pemberian
2. Kemerahan, menurun (5) imunisasi
3. Nyeri, menurun (5) o Identifikasi status imunisasi setiap
4. Kadar sel darah putih, membaik kunjungan ke pelayanan kesehatan
(5) Terapeutik
o Berikan suntikan pada pada bayi
dibagian paha anterolateral
o Dokumentasikan informasi vaksinasi
o Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat

Page 34 of 49
Edukasi
o Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang
terjadi, jadwal dan efek samping
o Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
o Informasikan imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit namun
saat ini tidak diwajibkan pemerintah
o Informasikan vaksinasi untuk kejadian
khusus
o Informasikan penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang
jadwal imunisasi kembali
o Informasikan penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang menyediakan
vaksin gratis

Page 35 of 49
BAB IV. INTERVENSI KEPERAWATAN (EVIDENCE BASED NURSING)

Intervensi dalam askep yg disusun wajib menyertakan EBN nya (minimal menyertakan
5 jurnal).
I. Masalah Keperawatan
1. Hipertermia b/d proses infeksi
2. Hipovolemia b/d Kehilangan cairan aktif
3. Ansietas b/d Terpapar bahaya lingkungan
4. Resiko infeksi b/d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
II. Intervesi by Evidence Based Nursing (Journal)
1. Pengaruh Pemberian Minyak Kelapa dengan Air Jeruk Nipis Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh pada Anak Usia 1 -3 Tahun dengan Indikasi Febris Di
Desa Salamet Kabupaten Turen
- Purpose: mengetahui pengaruh pemberian lulur minyak kelapa dengan air jeruk
nipis terhadap penurunan demam pada anak.
- Populasi: Subyek pada penelitian ini adalah 20 orang anak demam yang
mendapat perlakuan sama yaitu diberi lulur minyak kelapa dengan air jeruk nipis
sebagai kompres. Suhu anak diukur sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.
- Intervensi:
1. Sebagai perlakuan sebelum diberikan lulur adalah
a. Diukur suhu tubuh anak
b. Diperlakukan sesuai prosedur yang sama
2. Sebagai perlakuan setelah diberikan lulur adalah
a. Memberikan lulur minyak kelapa dengan air jeruk nipis sebagai kompres
demam frekuensi 2x dalam 3 jam
b. Lulur diberikan pada seluruh badan
c. 1 jam kemudian diukur suhu badan anak diukur
d. Perbandingan ramuan: minyak kelapa dan jeruk nipis sama
3. Variabel yang diamati adalah suhu tubuh anak demam sebelum dan sesudah
diberikan lulur minyak kelapa dengan air jeruk nipis.
- Compare: pre dan post pemberian lulur minyak kelapa dengan kompres air jeruk
nipis

Page 36 of 49
- Outcome: Pengaruh variabel suhu sebelum pemberian lulur minyak kelapa dan
jeruk nipis terdapat perbedaan yang signifikan terlihat dari nilai T-hitung> T-tabel
0,05 dilihat dari hasil analisis variabel suhu sebelum pemberian lulur (2,179>
2,101).
Pengaruh variabel suhu sesudah pemberian lulur minyak kelapa dan jeruk nipis
terdapat perbedaan yang signifikan terlihat dari nilai T-hitung> T-tabel 0,05
dilihat dari hasil analisis variabel suhu sesudah perlakuan (4,262 > 2,101).
Dari keseluruhan varibel penelitian pada pengaruh pemberian lulur minyak
kelapa dan jeruk nipis terhadap penurunan demam terdapat perbedaan yang
signifikan. Hal ini berarti hipotesis diterima karena nilai T hitung suhu sesudah
lebih besar dari nilai T tabel (4,262 > 2,101).
2. Pengaruh Pemberian Tumbukan Bawang Merah Sebagai Penurun Suhu Tubuh
pada Balita Demam Di Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2018
- Purpose: mengetahui pengaruh pemberian tumbukan bawang merah pada balita
demam di Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2018.
- Populasi: Populasi dari penelitian ini adalah balita demam yang berobat ke poli
anak di Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang. Sampel pada penelitian ini adalah
anak demam usia dibawah 2 tahun, karena anak usia dibawah 2 tahun susah
untuk diberi obat oral, anak usia dibawah 2 tahun lebih cenderung terkena
demam karena masih memiliki sistem imun tubuh yang rendah dan sebaikanya
dari sedini mungkin anak-anak dihindari dari pemberian obat-obatan yang
mengandung bahan kimia ( seperti obat pil atau obat oral lainnya). Sampel
sebanyak 16 balita.
- Intervensi: pemberian tumbukan bawang merah
- Compare: pre dan post pemberian tumbukan bawang merah
- Outcome: Data berdistribusi normal, maka pengujian hipotesis dilanjutkan
dengan dilakukan pemberian tumbukan bawang merah adalah 0,48, nilai standar
deviasi 0,1408 dan nilai p value = 0,000 < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh pemberian tumbukan bawang merah pada balita demam usia dibawah 2
tahun di Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang tahun 2018.
3. The Effect of Leaf Extract Guava (Psidium guajava Linn.) Against Increased
Platelets in Patients with Dengue Hemorrhagic Fever

Page 37 of 49
- Purpose: mengetahui Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium
guajava Linn.) terhadap Peningkatan Trombosit pada Pasien Demam Berdarah
Dengue
- Intervensi: Ekstrak daun jambu biji juga dapat meningkatkan jumlah
megakariosit dalam sumsum tulang sehingga dapat meningkatkan jumlah
trombosit dalam darah.Secara empiris daun jambu biji bersifat antibiotik dan
telah dimanfaatkan untuk antidiare, sedangkan buahnya untuk obat pencahar, dan
kandungan senyawa tanin di dalamnya dapat mempersempit pembuluh darah.
Daun jambu biji mengandung tanin, triterpenoid, minyak atsiri, minyak lemak, dan
minyak malat, sedangkan buahnya mengandung vitamin C yang tinggi. Tanin
menghambat enzim reverse transcriptase maupun DNA polymerase dari virus
serta menghambat pertumbuhan virus yang berinti DNA maupun RNA.
- Outcome: Hasil uji klinis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kering daun
jambu biji selama 5 hari mempercepat pencapaian jumlah trombosit >100.000/μl,
pemberian ekstrak kering setiap 4-6 jam meningkatkan jumlah trombosit
>100.000/μl setelah 12-14 jam, tanpa menimbulkan efek samping yang berarti.
Dengan demikian ekstrak daun jambu biji dapat digunakan untuk pengobatan
kuratif demam berdarah.
4. Potential Red Guava Juice In Patients With Dengue Hemorrhagic Fever
- Purpose: mengetahui pengaruh pemberian jus buah jambu biji merah (Psidium
guajava L.) untuk mengatasi penyakit DBD
- Intervensi: Buah jambu biji memiliki kandungan vitamin C yang tinggi diantara
berbagai jenis buah dan kandungan vitamin C buah jambu biji merah lebih tinggi
dibandingkan dengan jambu biji putih dan jeruk. Selain itu, di dalam jambu biji
merah juga terdapat senyawa tanin dan flavonoid yang bermanfaat untuk
mengobati penyakit DBD.
- Outcome: Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa jus buah jambu biji
merah memiliki potensi untuk meningkatkan kadar trombosit pada penderita
demam berdarah dengue. Kandungan vitamin C yang ada pada buah ini
memberikan kekebalan tubuh melawan infeksi termasuk infeksi virus dengue.
Senyawa lain seperti flavonoid juga memiliki fungsi dalam menghambat virus
dengue untuk bereplikasi sehingga tingkat virulensi dari virus dengue berkurang.

Page 38 of 49
Hal ini akan mencegah perdarahan akibat rusaknya trombosit yang disebabkan
serangan virus dengue.
5. Menurunkan Kecemasan Anak Usia Sekolah Selama Hospitalisasi Dengan
Terapi Bermain All Tangled Up
- Purpose: mengetahui pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan anak usia
sekolah selama hospitalisasi di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa Propinsi
Sulawesi Selatan.
- Populasi: Pada penelitian ini diperoleh 68 Responden yang terdiri dari 34
responden kelompok intervensi dan 34 responden kelompok kontrol.
- Intervensi: Lembar kuisioner diisi oleh responden (kuesioner pre test tentang
kecemasan) pada hari pertama, peneliti atau asisten peneliti melakukan
pendampingan selama pengisian kuesioner untuk melihat tingkat kecemasan klien
sebelum pemberian terapi. Pada kelompok intervensi, hari pertama hingga hari
ketiga diberikan terapi bermain al tangled up (tiga sesi) pada kelompok
intervensi,sesi pertama diberikan hari pertama, sesi kedua diberikan hari kedua
dan sesi ketiga diberikan hari ketiga namun tetap disesuaikan dengan kondisi
anak, selanjutnya pengisian kuesioner kecemasan untuk melihat kecemasan
responden setelah terapi. Adapun langkah-langkah terapi bermain all tangled up
ini sebagai berikut: Pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari 3 sesi dan masing-masing
sesi dilaksanakan dalam waktu 30-40 menit. Adapun uraian kegiatan ini adalah
Sesi 1: Psikoedukasi Kecemasan , sesi 2: Latihan Mengungkapkan kecemasan
verbal dan non verbal, Sesi 3: Evaluasi Kemampuan mengatasi kecemasan. Tahap
terminasi, Setelah diberikan terapi selanjutnya dilakukan post test pada
keloompok intervensi
- Compare: Pada kelompok kontrol, pengisian lembar kuesioner kecemasan
diberikan pada hari pertama. pada kelompok control terlebih dahulu diberikan
post test kemudian terapi bermain all tangled up pada hari ketiga setelah
pengisian kuesioner peneliti segera mengumpulkan kuesioner tersebut dan
melakukan editing dengan mengecek kelengkapan halaman kuesioner dan
kelengkapan jawaban.
- Outcome: Hasil penelitian menunjukkan penurunan skor tingkat kecemasan pada
- anak usia sekolah lebih tinggi pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok
kontrol (p value<0.05). Gambaran tingkat kecemasan anak usia sekolah sebelum

Page 39 of 49
diberikan terapi bermain all tangled up yaitu berada pada tingkat kecemasan
sedang. Terapi bermain all tangled up mampu menurunkan kecemasan anak usia
sekolah yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit dari tingkat
kecemasan sedang menjadi kecemasan ringan pada kelompok intervensi.
Terdapat perubahan kecemasan pada kelompok kontrol namun perubahan yang
terjadi hanya peningkatan skor tetapi kecemasan tetap berada pada tingkat
kecemasan sedang, hal ini berarti kecemasan pada kelompok kontrol tidak
mengalami perubahan secara signifikan. Tidak terdapat hubungan antara usia,
jenis kelamin, jenis penyakit dan lama rawat, dengan tingkat kecemasan anak usia
sekolah yang menjalani hospitalisasi.
6. Terapi Story Telling Dan Menonton Animasi Kartun Terhadap Ansietas
- Purpose: mengetahui perbandingan efektivitas terapi story telling dan menonton
animasi kartun terhadap tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia
pra sekolah di RS. Raflesia Kota Bengkulu.
- Populasi: Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan kriteria inklusi yaitu
anak usia pra sekolah berumur 3-5 tahun, tidak dalam keadaan kritis, minimal
hari perawatan 2 hari, orang tua dan anak bersedia menjadi responden dan anak
mengalami kecemasan sedang, berdasarkan kriteria tersebut didapatkan sampel
berjumlah 20 orang, dibagi dalam 2 kelompok, 10 orang untuk kelompok dengan
perlakuan story telling dan 10 orang untuk kelompok dengan perlakuan
menonton animasi kartun.
- Intervensi: kelompok dengan perlakuan story telling, asing-masing perlakuan
diberikan selama 3 hari masa hospitalisasi pada anak. Setelah orang tua setuju
maka responden diminta mengisi instrument tingkat kecemasan pada instrument
penelitian yang dibantu oleh orangtuanya, Setelah 30 menit kemudian
menyiapkan media seperti buku cerita tentang kisah “Si Kancil dan Siput” untuk
terapi story telling, setelah itu melakukan pendekatan psikologis dengan
memperkenalkan diri kepada anak, selanjutnya memulai bencerita selama 20
menit pada kelompok terapi story telling
- Compare: kelompok dengan perlakuan menonton animasi kartun, asing-masing
perlakuan diberikan selama 3 hari masa hospitalisasi pada anak. Setelah orang tua
setuju maka responden diminta mengisi instrument tingkat kecemasan pada
instrument penelitian yang dibantu oleh orangtuanya, Setelah 30 menit kemudian

Page 40 of 49
menyiapkan media menggunakan tablet ukuran 10 inci untuk terapi menonton
animasi kartun Si Kancil dan Siput, setelah itu melakukan pendekatan psikologis
dengan memperkenalkan diri kepada anak, selanjutnya memulai menonton pada
kelompok animasi kartun.
- Outcome: Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan dengan menggunakan
story telling (bercerita) lebih signifikan menurunkan ansietas pada anak usia pra
sekolah di RS Raflesia Kota Bengkulu dibandingkan dengan menonton animasi
kartun, dilihat dari nilai hasil Uji t 2 sampel Independent didapatkan nilai rata-rata
hasil postest ke 5 antara terapi story telling dan menonton animasi kartun yaitu
2,00 dan 8,00.
7. Health Coaching Meningkatkan Self-Efficacy Keluarga dalam Melaksanakan
Pencegahan Demam Berdarah Dengue
- Purpose: Menjelaskan pengaruh health coaching terhadap peningkatan
selfefficacy keluarga dalam melaksanakan pencegahan DBD di wilayah kerja
puskesmas Pacar Keling
- Populasi: 21 keluarga dipilih dengan menggunakan purposive sampling
berdasarkan kriteria inklusi yakni: keluarga inti; memiliki anak 6-12 tahun; belum
pernah menderita DHF; serta memiliki selfefficacy rendah. Responden dibagi
dalam 2 kelompok, 11 kelompok perlakuan dan 10 kontrol.
- Intervensi: Pada kelompok perlakuan dilakukan 7 elemen esensial Ghorob yakni
memberikan informasi, memberikan keterampilan penyakit spesifik, negotiating
health behaviour change, menyediakan training pemecahan masalah, membantu
aspek emosional klien, kontrol reguler, dan mendorong untuk terlibat aktif dalam
manajemen penyakit. Kegiatan dilakukan dalam 4 sesi selama 4 minggu untuk
kelompok perlakuan.
- Compare: Sementara kelompok kontrol hanya diberikan booklet pencegahan
DBD. Self-efficacy diukur dengan menggunakan kuisioner dari Isa (2012).
- Outcome: Health coaching efektif meningkatkan self-efficacy dalam pencegahan
DBD28 dengan mekanisme pemilihan goal yang realistis serta menurunkan HIT
dan meningkatkan HET yang merupakan bentuk respon afektif yang menentukan
tingkat self-efficacy seseorang. Responden disarankan untuk senantiasa
melakukan perilaku hidup bersih dan sehat dengan rutin melakukan
pemberantasan jentik nyamuk dan menjadikan kerja bakti sebagai program rutin.

Page 41 of 49
Puskesmas diharapkan melakukan pelatihan kader tentang pencegahan DBD,
serta melakukan pemantauan ke rumah warga minimal sebulan sekali. Perawat
disarankan untuk menggunakan health coaching sebagai alternatif metode dalam
melaksanakan program promosi kesehatan dalam pecegahan DBD maupun kasus
lain. Peneliti selanjutnya diharapkan saat melakukan penelitian dengan health
coaching juga meneliti aspek aspek lain dalam domain kognisi spesifik perilaku
dan afektif yang meliputi benefit of action, barrier, of action, activity related affect,
interpersonal influence, dan situational influence
8. Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (Psn) dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Desa Watutumou I, Ii & Iii Wilayah Kerja
Puskesmas Kolongan
- Purpose: mengetahui hubungan tindakan PSN dengan kejadian DBD didesa
Watutumou I, II & III wilayah kerja pusksemas kolongan.
- Populasi: Populasi dalam penelitian, yaitu semua masyarakat yang pernah
terkena DBD. Jumlah populasi sebanyak 30. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik total sampling. Sampel dalam penelitian ini total populasi
sebanyak 30 orang.
- Intervensi: penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi potong
lintang (cross sectional study), yaitu untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Instrument yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kuesioner
- Outcome: Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di desa watutumou I, II &
III wilayah kerja puskesmas kolongan, dapat disimpulkan bahwa:
a. Tindakan pemberantasan sarang nyamuk di desa watutumou I, II & III wilayah
kerja puskesmas kolongan didominasikan dengan responden yang paling
banyak melakukan pemberantasan sarang nyamuk.
b. Kejadian Demam Berdarah Dengue di desa watutumou I, II & III wilayah kerja
puskesmas kolongan didominasikan dengan responden yang terkena demam
berdarah dengue 1 kali.
c. Adaa hubungan tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan
kejadian demam berdarah dengue (DBD) di desa watutumou I, II, II wilayah
kerja puskesmas kolongan.

Page 42 of 49
III. Daftar Pustaka (Sumber Reference)
Faridah BD., Elda Yusefni., Ingges Dahlia Myzed.2018.Pengaruh Pemberian Tumbukan
Bawang Merah Sebagai Penurun Suhu Tubuh pada Balita Demam Di Puskesmas
Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Ilmu Kesehatan (JIK) Oktober 2018 E-
ISSN :2580-930X Volume 2 Nomor 2 P-ISSN : 2597-8594:
http://jik.stikesalifah.ac.id/index.php/jurnalkes/article/download/128/pdf
Padila., Agusramon., Year.2019.Terapi Story Telling Dan Menonton Animasi Kartun
Terhadap Ansietas. Journal of Telenursing (JOTING) Volume 1, Nomor 1, Juni 2019:
http://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JOTING/article/view/514
Pangemanan, Helly Conny., Rina Kundre., Jill Lolong.2016.Hubungan Tindakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (Psn) dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
(Dbd) Di Desa Watutumou I, Ii & Iii Wilayah Kerja Puskesmas Kolongan.e-journal
Prasetio, Jaya Ndaru.2015.Potential Red Guava Juice In Patients With Dengue
Hemorrhagic Fever\. J MAJORITY|Volume 4 Nomor 2|Januari 2015:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/522/523
Rabbaniyah., Fairuz.2015.The Effect of Leaf Extract Guava (Psidium guajava Linn.)
Against Increased Platelets in Patients with Dengue Hemorrhagic Fever. Majority |
Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/1455/1
290
Rini, Endah Susilo., I Wayan Putra Artha Abra W.2013. Pengaruh Pemberian Minyak
Kelapa dengan Air Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak Usia 1 -3
Tahun dengan Indikasi Febris Di Desa Salamet Kabupaten Turen.Volume 1, Nomor 1
Juli 2013, 15-21:
https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/biomed/article/download/880/852
Rochman, Taufiqul., I Ketut Sudiana., Nuzul Qur’aniati.2014.Health Coaching
Meningkatkan Self-Efficacy Keluarga dalam Melaksanakan Pencegahan Demam
Berdarah Dengue.Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga: https://e-
journal.unair.ac.id/IJCHN/article/viewFile/12202/7078
Syisnawati., Novy Helena., Agus Setiawan.2016.Menurunkan Kecemasan Anak Usia
Sekolah Selama Hospitalisasi Dengan Terapi Bermain All Tangled Up. Journal Of
Islamic Nursing Volume 1 Nomor 1, Juli 2016: http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/join/article/download/3514/3286

Page 43 of 49
BAB V. DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS)

Menganalisa jurnal case report untuk pemantapan DOPS dengan judul “Seorang
Penderita Acute Myeloid Leukemia (AML) M4 yang Mengalami Tumor Lysis Syndrome”.
Disusun oleh I.B Aditya Nugraha dan I Wayan Losen Adnyana
d. Defisnisi
Tumor Lysis Syndrome (TLS) adalah suatu kondisi yang bersifat mengancam nyawa
yang merupakan suatu komplikasi dari proses lisis selular yang masif dan terjadi
pada proses keganasan.
e. Etiologi
TLS umumnya terjadi setelah pemberian sitoreduksi kemoterapi pada keganasan,
TLS juga dapat terjadi secara spontan pada setiap jenis terapi pada keganasan
seperti radiasi, kortikosteroid, interferon-α, rituximab dan tamoxifen. Resiko TLS
dapat meningkat pada Bulkys tumor yang memiliki high cellular burden dan rapid
proliferation misalnya Burkit lymphoma dan akut lymphositik leukemia,
keterlibatan sumsum tulang yang luas, LDH >1500 IU/ml, dan tumor yang bersifat
sensitif terhadap kemoterapi dan radiasi.
f. Manajemen TLS
Kunci dari manajemen TLS adalah meningkatkan kewaspadaan, prediksi kejadian
dengan melihat stratifikasi resiko pada pasien, melakukan profilaksis, monitoring
laboratorium pada pasien yang menjalani kemoterapi serta kesiapan penanganan
komplikasi yang mungkin terjadi.
g. Pembahasan kasus
b. Identitas (Data Biografi)
- Nama : PMSP
- Umur : 16 tahun
- Jenis kelamin : Laki-Laki
c. Keluhan Utama
- Keluhan utama: badan lemas
d. Diagnosa Medis
TLS
e. Riwayat Kesehatan

Page 44 of 49
- Riwayat kesehatan sekarang
Pasien datang dengan keluhan lemas badan. Lemas badan dikeluhkan 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas dikatakan semakin lama semakin
memberat. Lemas membuat pasien menjadi sulit untuk beraktivitas. Selain
lemas, pasien juga dikeluhkan demam. Demam dirasakan sejak seminggu
terakhir. Demam dan batuk dikeluhkan sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam dikeluhkan muncul mendadak tinggi, dan tidak turun dengan
pemberian obat penurun panas. Selain keluhan di atas, pasien mengeluh
penurunan nafsu makan, serta mengalamimual namun tidak muntah.
- Riwayat penyakit keluarga.
Tidak ada keluarga yang mengalami kelainan yang sama seperti pasien
f. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Lemas, sakit sedang
 GCS: compos mentis (E4V5M6)
 Tanda-tanda vital: TD: 110/80 mmHg, N: 90x/menit, S: 36,7°C, RR:
20x/menit, SPO2: 98%
 Pemeriksaan Kepala, Wajah, dan Leher
- Mata: Konjungtiva anemis, reflek pupil normal
- JVP PR 0 ± cmH2O
- Kesan tenang
 Pemeriksaan Thorax
- Frekuensi denyut jantung normal, regular, tanpa murmur, ronki,
ataupun wheezing.
 Pemeriksaan Abdomen
- Tidak ditemukan distensi, auskultasi terdengar bising usus normal,
palpasi tidak didapatkan massa, hepar dan lien tidak teraba, perkusi
ditemukan timpani di semua lapang perut.
 Pemeriksaan Ekstremitas
- Ekstremitas teraba hangat.
g. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Leukosit 0,89 x 10³/µL, hemoglobin 3,35 gram/ dl, hematokrit 9,89 %,
trombosit 64,23 x 10³/µL. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT

Page 45 of 49
24,60 U/L, SGPT 22,60 U/L, BUN 12,0 mg/dl, kreatinin 0,87 mg/dl, gula
darah sewaktu 116 mg/dl, LDH= 879 U/L, asam urat 5,40 mg/dL.
 EKG
Menunjukan irama sinus dengan heart rate kisaran 90 kali per menit. Pada
pemeriksaan Ultrasonografi (USG) abdomen atas bawah menunjukkan
suatu hepatomegali minimal dengan gambaran nefritis bilateral.
 Hapusan Darah
Didapatkan dengan gambaran eritrosit dalam gambaran normal, bentuk
dan morfologi normokromik normositer, leukosit dengan gambaran sel
monosit dan promosit, trombosit kesan tidak ada kesan giant trombosit,
besar dan ukuran normal.
 Pemeriksaan Sumsum Tulang
Dari hasil gambaran trephine didapatkan gambaran sebaran selsel
hematopoietik yang sebagian mengalami degenerasi pasca kalsifikasi.
Tampak ada gambaran sel sel myeloid yang mengalami proliferasi,
megakariosit dan jaringan lemak matur. Pada pewarnaan hematoxilin-
eosin tampak gambaran sel yang merupakan sel yang didominasi sel
monosit, promonosit dan dari perhitungan pada keseluruhan lapangan
pandang didapatkan lebih dari 20%. Didapat kesimpulan pasien dengan
gambaran Acute Myeloid Leukemia (AML) M4 dengan neutropenia serta
direncanakan untuk mendapatkan kemoterapi dengan regimen
daunorubicyn dengan dosis 60-90 mg/m2 selama 3 hari dan cytarabine
dengan dosis 100-200 mg/m2 selama 7 hari, sehingga direncanakan untuk
pemberian Granulosite Colony Stimulating Factor (G-CSF).
h. Intervensi yang dilakukan di dalam case report
Pre-Kemoterapi :
 Pasien direncanakan untuk mendapatkan kemoterapi dengan regimen
daunorubicyn dengan dosis 60-90 mg/m2 selama 3 hari dan cytarabine dengan
dosis 100-200 mg/m2 selama 7 hari, sehingga direncanakan untuk pemberian
Granulosite Colony Stimulating Factor (G-CSF).
 Observasi kondisi pasien dan persiapkan kondisi untuk dilakukan kemoterapi
dengan cara:

Page 46 of 49
o Selama perawatan di ruang Bakung Barat pasien mendapat terapi IVFD
Normal Salin 20 tetes per menit, injeksi G-CSF 300 microgram setiap 24 jam,
injeksi antibiotika ceftazidime 1 gram setiap 8 jam intra vena, azithromicyn
tablet 500 miligram setiap 24 jam, serta diamprahkan untuk tranfusi darah
sampai dengan target Hb ≥10,0 gr/dL.
o Pada hari perawatan ke 10 pasien dipersiapkan untuk menjalani kemoterapi
sesuai dengan regimen untuk AML M4 yaitu kemoterapi dengan Daunorubicin
dengan dosis 60 mg/m2 (100 mg) dalam 100 mililiter Normal Salin habis
dalam 30 menit serta kemoterapi dengan Citarabine dosis 100 mg/m2 dalam
500 mililiter Normal Salin habis dalam 24 jam. Sebelum proses kemoterapi
diberikan premedikasi terlebih dahulu dengan ondansentron 8 miligram
injeksi intra vena, serta pantoprazole 40 miligram injeksi intra vena.
Saat Kemoterapi
 Hari pertama dilakukan kemoterapi tidak ada keluhan oleh pasien
 Pada kemoterapi hari ke dua. Lebih kurang tiga jam setelah pemasangan
kemoterapi Citarabine pasien mulai dikeluhkan menggigil serta adanya rasa
tidak nyaman di dada, terasa pusing, dan keluar keringat dingin.
Dengan pertimbangan tersebut akhirnya proses kemoterapi dihentikan dan
dilakukan pemantauan ketat.
o Observasi yang dilakukan mencakup pemeriksaan darah, dan kimia lengkap
ulangan serta peneriksaan gula darah.
Post Kemoterapi
 Hasil pemeriksaan ulangan kami mendapatkan dengan hitung leukosit 0,14 x
10³/µL, hemoglobin 9,74 gram/dl, hematokrit 31,40 %, trombosit 26,83 x
10³/µL. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT 36,10 U/L, SGPT 35,70
U/L, BUN 125 mg/dl, kreatinin 4,58 mg/dl, gula darah sewaktu 271 mg/dl,
LDH=2218 U/L, asam urat 5,40 mg/dL. Hasil analisa gas darah menunjukkan
pH=7,10 dengan pCO2 =19,2 mmHg, Base Excess =-23,9 mmol/L, HCO3 -
=5,80mmol/L, saturasi O2 =98%, dengan Natrium=127 mmol/L, kalium=8,3
mmol/L, dan Chlorida 106 mmol/L. Dari gambaran tersebut kami mencurigai
suatu TLS.
 Serta kami lakukan tindakan untuk mengatasi kegawat daruratan pemberian
alupurinol 300 miligram, koreksi untuk asidosis metabolik dengan pemberian

Page 47 of 49
drip Natrium bikarbonat sejumlah 134,2 mg dalam Normal Salin 500 cc, dan
pemberian insulin kerja cepat 20 international unit dalam 100 mililiter Dextrosa
40% dan dalam 100 mililiter Dextrosa 10% yang habis dalam 30 menit,
Nebulisasi dengan beta-2 agonis kerja cepat setiap 4 jam, serta calcium gluconas
1 ampul setiap 4 jam. Dilakukan juga evaluasi berkala terhadap tanda-tanda
vital, analisa gas darah ulangan serta elektrokardiografi, serta peertimbangan
untuk dilakukan cuci darah /hemodialisis cito dari divisi nefrologi
 Dipertimbangkan untuk dilakukan cuci darah dengan Acute Kidney Injury
stadium III dengan suatu kondisi TLS di mana didapatkan kondisi hiperkalemia,
hiperuricemia, serta asidosis metabolik berat.
o Dilakukan hemodialisis selama lebih kurang selama 3 jam, dengan akses
femoral, Qb=200cc, Ultra Filtrasi (UF)=0,5 Liter, dengan anti koagulan
minimal heparin. Pada proses hemodialisis berjalan normal dan setelah
dilakukan pemantauan didapatkan perkembangan yang membaik dari
parameter klinis serta kimia dan dari analis Pada proses hemodialisis berjalan
normal dan setelah dilakukan pemantauan didapatkan perkembangan yang
membaik dari parameter klinis serta kimia dan dari analisa gas darah.
o Hari perawatan ke 17 (hari ke 2 post hemodialisis) perkembangan pasien
dilaporkan membaik di mana BUN=95 mg/dL dan serum kreatinin= 4,45
mg/dL, kemudian dari hasil analisa gas darah menunjukkan pH=7,33 dengan
pCO2 =30,4 mmHg, Base Excess =-11,3 mmol/L, HCO3 - =15,60 mmol/L,
saturasi O2 =99%, dengan Natrium=133 mmol/L, Kalium=4,25 mmol/L, dan
Chlorida 111 mmol/L.
o Selanjutnya dilakukan kembali setiap 3 hari untuk fungsi ginjal dan hasilnya
membaik dengan kadar BUN=65,90 mg/ dL, dan serum creatinin=3,98 mg/dL.
o Pada nefrologi juga tetap melakukan pemantauan terhadap pasien dengan
pemberian cairan masuk yang adekuat (3 Liter/hari), dan menghitung balance
cairan, didapatkan dengan total cairan masuk 3,6 Liter dan total cairan keluar
3 Liter.hari, serta pemberian pengikat kalium setiap 8 jam. Pemberian terapi
untuk divisi nefrologi hanya dilanjutkan dengan terapi oral saja dengan
alupurinol 300 miligram setiap 24 jam, serta pemantauan BUN dan serum
kreatinin setiap minggu.

Page 48 of 49
i. Opini atau pendapat mengetai intervensi case report
Sangat penting bagi perawat untuk mengetahui manajemen tentang TLS, karena
dengan manajemen yang baik dan benar kita bisa siap, cepat dan benar dalam
menangani kegawatdaruratan yang bisa disebabkan oleh TLS. Kita harus
berkejasama atau kolaborasi dengan petugas medis lainnya agar manajemen
talasemia lebih efektif dan dapat meminimalkan terjadinya kegagalan atau kegawat
daruratan.

Page 49 of 49

Anda mungkin juga menyukai