Anda di halaman 1dari 9

BAB II

IPC ( IN PROCESS CONTROL)

A. Pengertian IPC

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk
menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan
tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan
kesehatan atau memelihara kesehatan. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang
memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar serta spesifikasi produk.
CPOB mencakup produksi dan pengawasan mutu (Badan POM, 2006).
Menurut Badan POM tentang CPOB (2006), aspek yang saling berkaitan untuk
membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan
pengkajian mutu produk. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat
dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu
dan tujuan pemakaiannya. Oleh karena itu pengawasan selama proses (in-process control)
produksi sangat perlu dilakukan untuk menjaga kualitas dari sediaan farmasi yang dibuat.
Kondisi selama proses produksi tersebut harus dikendalikan dengan hati-hati untuk
memastikan kualitas produk. Setiap proses berbeda dan membutuhkan perhatian secara rinci.
Sterilisasi, fermentasi, ekstraksi, netralisasi, penyaringan, pengeringan beku, dan pengadukan
adalah proses khas yang ditemukan dalam industri (HP, 1997).
Pengawasan selama proses produksi (in process control) merupakan hal yang yang
penting dalam pemastian mutu produk. Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan
obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan
yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai
dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan
memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi
karakteristik produk selama proses berjalan.
Tujuan IPC untuk memastikan hasil sesuai dengan yang diinginkan, mengetahui sedini
mungkin bila terjadi masalah sehingga lebih mudah diawasi dan lebih efisien dan efektif,
pengendalian mutu produk antara, ruahan dan produk jadi, pemeriksaan barang kembalian
dari distributor, pemeriksaan ulang pada retained sample,dan memonitor stabilitas.
B. Alur proses Produksi Tablet Floating acetosal

PENIMBANGAN BAHAN IPC Penimbangan : Alat penimbangan, personalia penimbangan, tempat penim
n, Methocel K4M CR, sodium bicarbonate, Ethocel, dicalcium phosphate anhydrous, dan Aerosil)

PENCAMPURAN
ampuran dilakukan dengan kecepatan 30.000 rpm selama 30 menit dengan suhu kamar
IPC Pencampuran : kecepatan, waktu, suhu

PENGEMPAAN IPC keseragaman bobot

IPC :
Penetapan kadar
Kekerasan
Waktu hancur
Disolusi
Floating time

PENGEMASAN
IPC pengemasan : kebocoran, penandan, tampilan
C. Parameter IPC
o Penimbangan, parameter kritis dalam proses penimbangan antara lain: kondisi
ruang penimbangan, jumlah bahan yang ditimbang, kebersihan alat timbangan.
o Pencampuran bahan bahan dan pengadukan hingga menjadi homogen, parameter
kritis antara lain: lama pencampuran (waktu), suhu dan kecepatan pencampuran.
o Pengempaan tablet, hasil tablet setelah dikempa dilakukan pengujian keseragaman
bobot sebagai titik kritis proses pongempaan
o Tablet juga dilakukan uji – uji yang lain sebagai parameter kritis dari floating
tablet. Parameter kritisnya antara lain : penetapan kadar, kekrasan, kerapuhan,
waktu hancur, disolusi dan floating time.
o Pengemasan, parameter kritis dalam proses pengemasan antara lain:kebersihan
pengemasan, kecepatan pengemasan, kerapatan penutup, kebocoran, kebenaran
pengemasan, kelengkapan pengemasan, kerapian pengemas (No batch, ED)
D. Metode Pembuatan Tablet Floating Acetosal
Aspirin memiliki bioavailibilitas rendah karena mengalami first pass efek dan
mengalami hidrolisis didalam dinding usus (Sweetman, 2009). Aspirin mengalami
absorbsi yang cepat di saluran pencernaan bagian atas, terutama di bagian usus halus
(Awtry dan Loscalzo, 2000; Sweetman, 2009). Oleh karena itu, perumusan sistem
pengiriman obat mengambang (floating pada cairan lambung) dirancang untuk
meningkatkan bioavailabilitas aspirin (Suratri, 2008).
Aspirin memiliki kelarutan yang rendah dalam air (1: 300) (. Moffat et al, 2011;
Sweetman, 2009) Oleh karena itu, dalam pembuatan tablet floating ini dilakukan
kempa langsung dimana selain asetosal memiliki kelarutan dalam air yang rendah,
asetosal juga memiliki sifat alir yang bagus sehingga dalam pembuatan tablet floating
ini dilakukan metode kempa langsung.

E. IPC dalam proses produksi Tablet Floating Asetosal


1. Penimbangan Bahan
- Penimbangan dilakukan oleh 2 orang dari personalia produksi, dimana satu orang
menimbang bahan dan satu orang lainya mengawasi/ mengecek kebenaran
penimbangan
- IPC melakukan pemeriksaaan kebersihan ruang penimbangan (lantai, dinding, dan
langit-langit) timbangan, peralatan penimbangan, wadah untuk menimbang, dan
wadah bahan baku yang akan ditimbang. Bagian IPC akan memastikan bahwa ruang
penimbangan bebas dari material pengotor , terutama debu dan material lain.
- IPC melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa timbangan yang sudah
dipasang dengan benar dan sudah dikalibrasi juga
- IPC memeriksa kelengkapan pakaian operator penimbangan
- IPC melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik bahan yang akan di timbang
(kebersihan dan keutuhan) dan memastikan label pada bahan baku yang akan
ditimbang (nama bahan baku, nomor analisa, tanggal kedaluwarsa, status “diluluskan”
dari bagian QC)
- IPC melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik raw material (kebersihan dan
keutuhan) dan memastikan label yang terpasang pada bahan baku yang akan
ditimbang yang memuat nama bahan baku, nomor analisa, tanggal kedaluwarsa, status
“diluluskan” dari bagian QC, dan jadwal re-test bahan awal yang bersangkutan
- Setelah ditimbang dilakuakn IPC penempelan label pada produk yang telah ditimbang.
Label berisikan nama, tanggal, jumlah, tanggal ED dan paraf personalia yang
menimbang.
- Setelah penimbangan selesai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kebersihan wadah
dan tutup bahan awal yang telah ditimbang dan pengecekan berat penimbangan
masing-masing bahan awal.
2. Pencampuran
Pencanpuran bahan berdasarkan CPOB 2018 dimana titik kritis dalam pencampuran
adalah waktu, kecepatan dan suhu. Karena dalam pembuatan tablet floating asetosal
menggunakan kempa langsung maka parameter kritis dari pencampuran adalah
lamanya waktu pencampuran, dan kecepatan alat pencampuran yang harus di lakukan
pemantauan, dan dicatat dalam dokumen ( CPOB, 2018).
Pencampuran pada pembuatan tablet floating asetosal ini dengan melakukan
pencampuran bahan-bahan ( Aspirin, Methocel K4M CR, natrium bikarbonat, Ethocel,
dicalcium fosfat anhidrat, dan Aerosil)
3. Pengempaan
Pada proses pengempaan terdapat titik kritis berupa dimensi yang sesuai ( dilakukan
pada uji granul) dan titik kritis selanjutnya adalah keseragaman bobot.
Karena pada metode pembuatan tablet floating acetosal/aspirin menggunakan metode
kempa langsugng maka untuk IPC titik kritis dimensi tidak dilakukan, yang dilakukan
adalah pengujian pada keseragaman bobot.
Menurut FI V Ditimbang 20 tablet dan hitung bobot rata-ratanya.Jika ditimbang satu
per satu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata, lebih
dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh ada satupun tablet yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata yang ditetapkan dari kolom A dan B.
Diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tablet pun yang bobot rata-rata yang
ditetapkan di kolom A dan B

Penyimpangan bobot rata (%)


Bobot tablet A B
≤ 25 mg 15% 30%
26mg -150mg 10% 20%
151mg -300mg 7,5% 15%
< 300mg 5% 10%

4. IPC pada tablet setelah di kempa


 IPC pada kekerasan
Sebuah tablet diletakkan pada ujung alat dengan posisi vertikal.
Pemutaran dihentikan sampai tablet pecah atau hancur. Skala yang
terbaca pada saat tablet pecah atau hancur menunjukkan kekerasan
tablet dalam satuan kg. Kekuatan minimum dalam bidang farmasi yang
sesuai untuk tablet adalah 4 kg (Ansel, 2008).
Menurut FI III : Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk
mengetahui kekerasannya, agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu
keras. Kekerasan tablet ini berat hubungannya dengan ketebalan tablet,
bobot tablet dan waktu hancur tablet
Menurut FI IV : Masing-masing 10 tablet dari tiap batch diukur
kekerasannya dengan alat pengukur kekerasan tablet.
Menurut USP 32 : Kekerasan untuk tablet kompresi adalah 5 sampai 8
kg.
Floating tablet aspirin ini di gunakan kekerasan 6-8 kg dengan alat
ERWEKA, Germany
 IPC pada kerapuhan
Sejumlah 20 tablet dibebasdebukan dengan aspirator, lalu ditimbang
seksama pada neraca analitik, kemudian dimasukkan dalam friability
tester tester. Pengujian dilakukan selama empat menit atau sebanyak
100 putaran. Tablet dikeluarkan dari alat, lalu dibebasdebukan lagi,
kemudian ditimbang. Kerapuhan tablet dinyatakan dalam selisih berat
tablet sebelum dan sesudah pengujian dibagi berat mula-mula dikalikan
100%. Uji kerapuhan dengan menggunakan alat Monsanto hardness
tester
 IPC pada waktu hancur
Uji ini untuk mengukur waktu hancur tablet setelah terpapar dengan
air. Untuk uji waktu hancur ini diambil 6 tablet yang dipilih dari
masing masing batch dan mengunakan medium Buffer fosfat saline pH
6,8. Temperatur diatur pada 37 ± 2° C.
Menurut FI III : kecuali dinyatakan lain, semua tablet harus hancur
tidak lebih dari 15 menituntuk tablet tidak bersalut.
Menurut FI IV : tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur
sempurna.
Menurut USP 32 : Uncoated tablet: 5-30 minutes.
 IPC Penetapan Kadar Obat dalam Tablet
Diambil 20 tablet secara acak dari batch, ditimbang dan digerus. 200
mg bubuk setara dengan 80 mg aspirin lalu dimasukkan dalam labu 100
ml dilarutkan dengan 2ml etanol dan simulasi cairan kambung.
Disentrifugasi selama 60 menit lalu di saring. Kemudian dianalisis
dengan spektro UV-Vis pada panjang gelombang aspirin (278nm) dan
asam salisilat (304nm) menggunakan spektrofotometer UV-Vis. konten
obat kemudian dihitung dengan metode spektrofotometri-fotometri
simultan
 IPC pada disolusi
Uji ini menggunakan metode paddle apparatus dengan sampel
menggunakan tablet dari setiap batch. Uji disolusi dilakukan dengan
menggunakan 900 mL 6,8 pH buffer fosfat sebagai media, suhu 37+
0,5º C dan kecepatan pengadukan 50 rpm. Kuantitas larutan sampel
yang diperlukan ditarik dari peralatan disolusi pada interval waktu
tertentu dan volume yang ditarik diganti dengan media disolusi baru.
kemudian menghitung % pelepasan obat.
Persyaratan : dalam FI IV dinyatakan bahwa dalam waktu 30 menit
tablet harus dapat larut tidak kurang dari 80 % dari jumlah yang tertera
pada etike
 Uji Kemampuan Waktu Floating
Kemampuan floating meliputi floating lag time dan floating time.
Floating lag time adalah waktu tunggu yang dibutuhkan tablet untuk
mengapung pada medium. Floating time adalah lamanya obat dapat
mengapung pada medium. Kriteria untuk floating tablet yang baik yaitu
tablet dapat mengapung selama lebih dari 6 jam (Sulaiman, 2007).
Tablet di desain untuk tetap mengapung pada permukaan agar tidak
terpengaruh oleh pengosongan lambung.
Menurut Patel et al, 2007 pada uji kemampuan waktu floating tablet
asetosal dengan metode kempa langsung dapat dilakukan dengan cara
tablet di rendam dalam gelas yang berisi cairan lambung (SGF) dengan
pH 1,2 sebanyak 100 ml, laludihitung waktu dibutuhkan untuk tablet
untuk naik ke permukaan dan mengambang ditentukan sebagai floating
lag time .
5. IPC Proses Pengemasan
Menurut CPOB 2018 ada beberapa persayaratan yang harus dipenuhi, beberapa aturan
yang ada dalam CPOB 2018 terkait pengemasan adalah :
a. Setelah dilakukan pengemasan hendaklah disertai dengan penempelan label
agar menghindari dari ketercampuran, dan apabila tidak ditempel label
sebaiknya dipastikan dengan alur pengemasan yang baik.
b. Proses pengemasan dilakukan dengan pengendalian agar mutu dan kualitas
produk tetap terjaga
c. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan langkah untuk
memastikan bahwa area kerja, jalur pengemasan, mesin pencetakan dan
peralatan lain telah bersih serta bebas dari produk lain, bahan, atau dokumen
yang digunakan sebelumnya, jika tidak diperlukan untuk kegiatan pengemasan
yang bersangkutan. Kesiapan jalur pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai
daftar periksa yang tepat.
d. Informasi tercetak dan dalam bentuk huruf timbul pada bahan pengemas
hendaklah terlihat jelas, tidak memudar dan tidak mudah terhapus.
e. Pengawasan pada jalur pengemasan selama proses pengemasan hendaklah
meliputi paling sedikit hal-hal sebagai berikut:
- tampilan kemasan secara umum;
- apakah kemasan sudah lengkap;
- apakah produk dan bahan pengemas yang dipakai sudah benar;
- apakah prakodifikasi sudah benar
- apakah monitor pada jalur sudah berfungsi dengan benar
Dengan beberapa syarat tersebut maka dalam pengemasan dapat ditentukan titik kritisnya
adalah :

1. Uji kebocoran
Uji kebocoran blister dengan menggunakan sistem vakum.
2. Tes Penampilan
Mengecek penampilannya ada yang cacat/tidak secara visual. Pemeriksaan sifat fisik
tablet dilakukan dengan mengamati penampilan fisik tablet yang dihasilkan, dimana
tidak terjadi capping, cracking, picking yang menandakan adanya kerusakan tablet.
Selain itu dilihat bentuk, warna, dan wadah kemasan
3. Tes penandaan
Semua wadah raw material harus diberikan penandaan yang jelas seperti nama, kode
material, nomor lot, kondisi suhu penyimpanan, berat material dan status materia.
Daftar Pustaka
 Badan POM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
(Guidelines on Good Manufacturing). Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
 Bambang P. 2007. Manajemen Industri Farmasi. Yogyakarta: Global
Pustaka Utama.
 GMP Center. 2011. Pedoman CPOB/GMP Pharma: Manajemen
Mutu. http://gmp-center.com/2011/03/09/pedoman-cpob-gmp-
pharmaceutical/, diakses 12 Juni 2012.
 HP. 1997. Pharmaceutical Process Control. USA: Hewlett-Packard
Company.

 Sulaiman,T. N. S., 2007, Teknologi & Formulasi Sediaan Tablet,


Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

 Suratri A., 2008, Floating Drug Delivery Systems To Increase Gastric


Retention of Drugs: A Review, RJPT, 1(4), accessed 02.04.11,
<http://www.rjptonline.org/>.

 Sweetman SC., 2009, Martindale The Complete Drug Reference,


Thirty-sixth edition, Pharmaceutical Press, London. pp 20-25
 Awtry EH., Loscalzo J., 2000, Aspirin, Circulation, 101, 1206-1218
 Moffat AC., Osselton MD., Widdop B., Watts J., 2011, Clarke’s
Analysis of Drugs and Poisons in Pharmaceuticals, Body Fluids and
Postmortem Material, fourth edition, Pharmaceutical Press, London-
Chicago. pp 924-926
 Patel DM., Patel NM., Pandya NN., Jogani, PD., 2007a,
Gastroretentive Drug Delivery System of Carbamazepine: Formulation
Optimization Using Simplex Lattice Design: A Technical Note, AAPS
PharmSciTech, 8(1), E1:E5, accessed 24.10.11,
<http://www.aapspharmscitech.org>

Anda mungkin juga menyukai