Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

DUCHENNE MUSCULAR DYSTROPHY

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Pendidikan Profesi Dokter


Umum Stase Ilmu Penyakit Saraf

Disusun Oleh :
Lea Rahmadinia, S.Ked J510185096
Lya Ermina, S.Ked J510185129
Tamara Meryansyah J510185130

Pembimbing :
dr. Hj. Mutia Sinta, Sp.S
dr. Dwi Kusumaningsih, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD DR. HARJONO S. PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

i
REFERAT

DUCHENNE MUSCULAR DYSTROPHY

Disusun Oleh :

Lea Rahmadinia, S.Ked J510185096


Lya Ermina, S.Ked J510185129
Tamara Meryansyah J510185130

Pembimbing :

dr. Hj. Mutia Sinta, Sp.S


dr. Dwi Kusumaningsih, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD DR. HARJONO S. PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

ii
REFERAT

DUCHENNE MUSCULAR DYSTROPHY

HALAMAN PENGESAHAN
Yang diajukan oleh :

Lea Rahmadinia, S.Ked J510185096


Lya Ermina, S.Ked J510185129
Tamara Meryansyah J510185130

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing:
Dr. Hj. Mutia Sinta, Sp.S (..............................)

Dr. Dwi Kusumaningrum, Sp.S (..............................)

Dipresentasikan dihadapan:
Dr. Hj. Mutia Sinta, Sp.S (..............................)

Dr. Dwi Kusumaningrum, Sp.S (..............................)

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD DR. HARJONO S. PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................1
A. Definisi...................................................................................................................1
B. Epidemiologi..........................................................................................................2
C. Etiologi...................................................................................................................2
D. Patofisiologi...........................................................................................................3
E. Manifestasi Klinis..................................................................................................5
F. Diagnosis................................................................................................................6
G. Diagnosis Banding...............................................................................................10
H. Komplikasi...........................................................................................................12
I. Prognosis..............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15

iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Duchenne muscular dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang
bersifat progresif akibat tidak terbentuknya protein distropin. Penyakit ini
mengenai anak laki-laki dan proses distrofi otot sudah dimulai sejak lahir,
munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade kedua, dan biasanya akan
meninggal pada usia 20 tahun. Pada DMD terdapat kelainan genetik yang
terletak pada kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab
terhadap pembentukan protein distrofin.

Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat


molekul 427 kDa dan terdiri dari 3685 asam amino. Distrofin merupakan
suatu protein yang mempertahankan integritas otot. Distrofin bersama
dengan beberapa protein lain yaitu dystrophin associated protein (DAPs),

1
yang meliputi sarcoglycan, dystroglycan, dan syntrophin memberikan
stabilitas terhadap membran sel otot secara fisik dan fisiologis.
Pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia
muscularis progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan
deskripsi lebih lengkap mengenai atrofi muskular progresif pada anak-
anak. Becker mendeskripsikan penyakit muscular dystrophy yang dapat
diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked
resesif. Hoffman et al menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin
merupakan penyebab utama DMD.

B. Epidemiologi
Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500
kelahiran bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-
linked resesif,dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya
sebagai karier.
Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen
untuk menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada karier yang
menunjukkan gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X).
Pada pria jauh lebih sering menderita penyakit terkait X resesif
dibandingkan wanita.
Secara klinis, gangguan akibat Duchenne muscular dysthropy
mulai tampak pada usia 3-7 tahun, yakni lordosis, gaya berjalan waddling,
dan tanda Gowers. Manifestasi klinis berupa pseudohypertrophy muncul
1-2 tahun kemudian. Kebanyakan pasien harus memakai kursi roda pada
usia 12 tahun.

C. Etiologi
Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom
X, lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan
protein distrofin. Perubahan patologi pada otot yang mengalami
distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder

2
akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer.
Duchenne muscular dystrophy disebabkan adanya mutasi pada gen
yang bertanggung jawab dalam mengkodekan distrofin. Mutasi yang
terjadi mengakibatkan hilangnya protein distrofin, baik berupa delesi,
duplikasi maupun mutasi pergeseran yang menimbulkan hilangnya protein
otot yang besar dan dikaitkan dengan fenotif umum yang terlihat pada
penderita Duchenne muscular dystrophy. Analisis lokasi delesi
menunjukkan bahwa daerah amino-terminal, cysteine-rich, dan daerah
carboxy-terminal merupakan bagian utama dari fungsi distrofin yang
sering mengalami gangguan.

D. Patofisiologi
Duchenne distrofi otot (DMD) disebabkan oleh mutasi gen
distrofin di lokus Xp21. Distrofin bertanggung jawab untuk
menghubungkan sitoskeleton dari setiap serat otot yang mendasari lamina
basal ( matriks ekstraselular ) melalui kompleks protein yang mengandung
banyak subunit. Tidak adanya distrofin memungkinkan kelebihan kalsium
untuk menembus sarcolemma (membran sel). Perubahan dalam jalur
sinyal menyebabkan air masuk ke dalam mitokondria yang kemudian
meledak. Dalam distrofi otot rangka, disfungsi mitokondria menimbulkan
amplifikasi stres-induced sinyal kalsium sitosol dan amplifikasi dari stres
akibat reaktif oksigen spesies (ROS) produksi. Dalam kompleks
Cascading proses yang melibatkan beberapa jalur dan tidak jelas dipahami,
meningkatkan stres oksidatif dalam kerusakan sel sarcolemma dan
akhirnya menyebabkan kematian sel. Serat otot mengalami nekrosis dan
akhirnya diganti dengan adiposa dan jaringan ikat.
DMD diwariskan dalam pola X-linked resesif . Wanita biasanya
akan menjadi pembawa untuk penyakit sementara laki-laki akan
terpengaruh. Biasanya, pembawa perempuan akan menyadari mereka
membawa mutasi sampai mereka memiliki anak yang terkena dampak.
Putra seorang ibu pembawa memiliki kesempatan 50% dari mewarisi gen

3
cacat dari ibunya. Putri seorang ibu pembawa memiliki kesempatan 50%
menjadi pembawa atau memiliki dua salinan normal gen. Dalam semua
kasus, sang ayah juga akan melewati Y normal untuk anaknya atau X
normal untuk putrinya. Pembawa Perempuan kondisi X-linked resesif,
seperti DMD, dapat menunjukkan gejala tergantung pada pola mereka X-
inaktivasi.
Duchenne distrofi otot disebabkan oleh mutasi pada gen distrofin,
yang terletak pada kromosom X. DMD memiliki kejadian 1 di 4.000 laki-
laki yang baru lahir. Mutasi dalam gen distrofin baik dapat diwariskan atau
terjadi secara spontan selama transmisi germline.

Gambar 1. Perjalanan penyakit


E. Manifestasi Klinis

4
Kelainan ini muncul pada masa bayi dengan nekrosis serat otot dan
enzim creatine kinase tinggi, tapi secara klinis baru terlihat ketika anak
berusia 3 tahun atau lebih. Anak mulai bisa berjalan lebih lambat
dibanding anak normal lainnya dan lebih sering jatuh. Gaya berjalan yang
tidak normal sering terlihat pada usia 3 – 4 tahun.
Otot-otot pelvis dipengaruhi lebih awal dibanding otot bahu.
Karena kelemahan otot gluteus medius sebagai penyerap tekanan, ketika
berjalan cendrung gemetar saat berjalan yang menimbulkan gaya berjalan
tertatih- tatih (waddling gait). Untuk menjaga keseimbangan tubuh timbul
lordosis. Usia prasekolah, anak mengalami kesulitan bangkit dari lantai
dengan posisi kaki terkunci, posisi bokong diikuti penekanan lantai dengan
tangan, berdiri dengan menyangga lengan pada paha anterior (maneuver
Gower). Manuver ini timbul karena kelemahan otot paha terutama gluteus
maximus. Anak kesulitan naik tangga dimana menggunakan tangan saat
menapaki anak tangga. Anak cendrung berjalan dengan jari kaki (jinjit)
disebabkan kontraktur otot gastrocnemius dan menimbulkan rasa nyeri
pada otot tersebut. Muncul pseudohipertropi otot gasrocnemius disebabkan
oleh infiltrasi lemak dan proliferasi kolagen.
Refleks tendon menurun dan dapat hilang karena hilangnya serat-
serat otot, refleks patella cenderung menurun diawal penyakit sedangkan
refleks achiles biasanya masih dapat muncul dalam beberapa tahun.
Kiphoskoliosis bisa berkembang setelah anak tidak bisa berjalan. Dengan
mempertahankan postur tegak dengan penopang kaki bisa membantu
mencegah skoliosis.
Kelemahan intelektual terjadi pada penderita distropi muskular
Duchenne, kemampuan yang lebih terganggu adalah kemampuan verbal
dan ini tidak bersifat progresif. Rata- rata IQ sekitar 83 dan 20-30%
mempunyai IQ < 70%.
Pernapasan dapat terganggu karena kelemahan otot interkostalis,
otot diafra-gma dan skoliosis berat. Kelemahan otot mempengaruhi semua
aspek dari fungsi paru termasuk mucociliary clearance, pertukaran gas,

5
kontrol pernapasan. Kardiomiopati dapat terjadi berupa pembesaran
jantung, takikardi persisten dan gagal jantung terjadi pada 50% - 80%
penderita.

Gambar 2. Gejala klinis

F. Diagnosis
Diagnosis DMD didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis
dengan disertai pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Anamnesis

2) Pemeriksaan Fisik Umum

6
a. Jika penderita anak laki-laki mengalami Duchenne distrofi otot

(DMD), kondisi dapat diamati secara klinis dari saat ia mengambil

langkah pertamanya. Ini menjadi semakin sulit untuk anak untuk

berjalan, kemampuannya untuk berjalan biasanya benar-benar

hancur antara waktu anak itu adalah 9 sampai 12 tahun.

b. Kebanyakan pria terpengaruh dengan DMD menjadi dasarnya

“lumpuh dari leher ke bawah” pada usia 21.Wasting otot mulai di

kaki dan panggul, kemudian berlanjut ke otot-otot bahu dan leher,

diikuti dengan hilangnya otot lengan dan pernapasan otot.

c. Pembesaran Otot betis (pseudohypertrophy) cukup jelas.

Cardiomyopathy ( DCM ) adalah umum, tetapi perkembangan

gagal jantung kongestif atau aritmia (denyut jantung tidak teratur)

hanya sesekali.

d. Tanda Gowers ‘ positif mencerminkan penurunan lebih parah dari

otot-otot ekstremitas bawah. Anak membantu dirinya untuk bangun

dengan ekstremitas atas: pertama dengan naik untuk berdiri di atas

lengan dan lutut, dan kemudian “berjalan” tangan kakinya untuk

berdiri tegak.

e. Anak yang terkena biasanya lebih mudah lelah dan kurang

memiliki kekuatan secara keseluruhan dari rekan-rekan mereka.

7
Gambar 3. Gower Sign

3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium

Kadar creatine kinase serum adalah yang paling bernilai dan


umum digunakan untuk mendiagnosis distropinopati Duchenne. Kadar
creatine kinase serum berkisar 10-20 kali normal atau lebih (normal:
<160 IU/L).

8
b. Elektromiogram (EMG)

Elektromiogram menunjukkan gambaran miopati dan tidak


spesifik untuk distrofi muskular Duchenne. EMG menunjukkan
fibrilasi, gelombang positif, amplitude rendah, potensial motor unit
polipasik kadang- kadang frekuensi tinggi.

c. Biopsi

Secara histologis menunjukkan variasi ukuran serat, degenerasi


dan regenerasi serat otot, kelompok fibrosis endomysial, ukuran serat
lebih kecil dan adanya limposit. Degenerasi melebihi regenerasi dan
terjadi penurunan jumlah serat otot, digantikan dengan lemak dan
jaringan konektif (fibrosis).

d. Tes DNA

Isoform otot-spesifik dari gen distrofin terdiri dari 79 ekson ,


dan tes DNA dan analisis biasanya dapat mengidentifikasi jenis tertentu
dari mutasi ekson atau ekson yang terpengaruh. Tes DNA menegaskan
diagnosis dalam banyak kasus.

e. Tes prenatal

DMD dilakukan oleh gen X-linked resesif. Laki-laki hanya


memiliki satu kromosom X, sehingga satu salinan gen bermutasi akan
menyebabkan DMD. Ayah tidak bisa lewat X-linked ciri pada anak-
anak mereka, sehingga mutasi ditularkan oleh ibu. Jika ibu carrier, dan
karena itu salah satu dari dua kromosom X memiliki mutasi DMD, ada
kemungkinan 50% bahwa anak perempuan akan mewarisi mutasi itu
sebagai salah satu dari dua kromosom X, dan menjadi carrier. Ada
kemungkinan 50% bahwa seorang anak laki-laki akan mewarisi mutasi
itu sebagai satu kromosom X-nya, dan karena itu telah DMD. Tes

9
prenatal dapat mengetahui apakah janin mereka memiliki mutasi yang
paling umum, dan pilihan dapat dilakukan untuk melakukan aborsi. Ada
banyak mutasi yang bertanggung jawab untuk DMD, dan beberapa
belum teridentifikasi, sehingga pengujian genetik hanya bekerja ketika
anggota keluarga dengan DMD memiliki mutasi yang telah
diidentifikasi. Chorion villus sampling (CVS) dapat dilakukan pada 11-
14 minggu, dan memiliki risiko 1% keguguran. Amniosentesis dapat
dilakukan setelah 15 minggu, dan memiliki risiko 0,5% keguguran.
Pengambilan sampel darah janin dapat dilakukan pada sekitar 18
minggu. Pilihan lain dalam kasus tidak jelas hasil tes genetik adalah
otot janin biopsi.

G. Diagnosis Banding
1. Distrofi Otot Becker
Gejalanya menyerupai distrofi otot Duchenne, tetapi lebih
ringan. Gejala pertama kali muncul pada usia 10 tahun. Ketika
mencapai usia 16 tahun, sangat sedikit penderita yang harus duduk
di kursi roda dan lebih dari 90% yang bertahan hidup sampai usia
20 tahun.
2. Distrofi Otot Landouzy-Dejerine
Penyakit ini diturunkan melalui gen autosomal dominan;
karena itu hanya 1 gen abnormal yang bisa menyebabkan penyakit
dan bisa terjadi baik pada pria maupun wanita. Penyakit ini
biasanya mulai timbul pada usia 7-20 tahun. Yang selalu terkena
adalah otot wajah dan bahu, sehingga penderita mengalami
kesulitan dalam mengangkat lengannya, bersiul atau menutup
matanya rapat-rapat. Beberapa penderita juga mengalami
kelemahan pada tungkai bawahnya, sehingga sulit menekuk kaki
ke arah pergelangan kaki (footdrop, kaki terkulai). Kelemahan
yang terjadi biasanya tidak terlalu berat dan penderita memiliki
harapan hidup yang normal.

10
3. Miopati mitokondrial
Penyakit otot turunan yang terjadi jika gen yang salah di
dalam mitokondria (sumber energi untuk sel) diturunkan melalui
sitoplasma pada sel telur ibu. Mitokondria membawa gennya
sendiri. Pada proses pembuahan sperma tidak memberikan
mitokondrianya, maka semua gen mitokondria berasal dari ibu.
Karena itu penyakit ini tidak pernah diturunkan dari bapak.
Penyakit ini kadang menyebabkan kelemahan pada sekelompok
otot saja, misalnya pada otot mata (oftalmoplegia)
H. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan penderita distrofi muskular Duchenne
membutuhkan multidisiplin keahlian diantaranya neurologi, psikiatri,
bedah ortopedi, kardiologi, pulmonologi, gizi, dan fisioterapi. Saat ini
belum ada terapi yang efektif untuk distrofi muskular Duchenne. Untuk
memperlambat progresifitas penyakit dapat digunakan prednison,
prednisolon, deflazacort, yang dapat menurunkan apoptosis dan
menurunkan kecepatan timbulnya nekrosis. Pemberian steroid lebih awal
dapat meningkatkan kekuatan otot sehingga kemampuan berjalan pasien
diperpanjang sampai usia belasan dan menurunkan kejadian skoliosis,
kontraktur, menjaga fungsi pernapasan dan fungsi jantung.
Dosis prednison/prednisolon 0,75 mg/kgbb/hari bisa diberikan
secara harian atau diberikan secara intermiten, misalnya 10 hari
diberikan/10 hari tidak, untuk menghindari komplikasi kronis. Pemberian
steroid sebelum hilangnya kemampuan berjalan adalah lazim di sejumlah
pusat perawatan, tapi belum terdapat bukti atas efek yang menguntungkan
memulai terapi steroid setelah hilangnya kemampuan berjalan pada pasien.
Adapun efek samping pemberian prednison jangka lama antara lain
bertambahnya berat badan, osteoporosis, cushingoid, iritabilitas,
hirsutisme. Analog prednison, deflacort dengan dosis 0,9 mg/kgbb/hari
yang sama efektif dengan prednison tapi efek samping yang lebih sedikit

11
tapi berisiko timbulnya katarak asimtomatik. Penggunaan deksametason
dan triamsinolon harus dihindari karena akan menginduksi miopati.
Prednisone dan prednisolone menunjukkan efek anti-inflamasi, dan
meskipun tidak memiliki pengaruh terhadap regenerasi serat, namun
meningkatkan kekuatan otot rangka. Dalam penelitian, prednisolon
memperpanjang harapan hidup, namun pengamatan ini tidak secara
langsung sebanding dengan manusia karena rentang hidup model tikus
yang berbeda.
Anak dengan muskular distrofi yang diterapi dengan prednison
seharusnya juga diberikan suplemen kalsium dan vitamin D karena efek
kortikosteroid mengganggu metabolisme pada tulang sehingga
menyebabkan osteoporosis, kalsium diberikan 1000 mg/hari dan 400 unit
vitamin D.
Fisioterapi penting untuk pemeliharaan fungsi otot dan dapat
mencegah terjadinya kontraktur pada penderita distrofi muskular
Duchenne tetapi jika telah muncul kontraktur, fisioterapi tidak banyak
bermanfaat. Sembilan puluh persen penderita cendrung timbul skoliosis.
Pengawasan terhadap perkembangan adanya skoliosis harus dimulai
sebelum hilangnya kemampuan berjalan termasuk profilaksis dengan
fisioterapi dan tempat duduk yang sesuai untuk mencegah
ketidaksimetrisan pelvis dan memberikan dukungan postural. Skoliosis
yang terjadi secara klinis, diindikasikan dikoreksi dengan pembedahan.

I. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi kerena proses perjalanan penyakit DMD.
Gangguan respirasi pada penderita distrofi muskular Duchenne
bisadiramalkan dan berhubungan dengan kekuatan otot secara
keseluruhan, sehingga anak yang kehilangan kemampuan berjalan
cendrung lebih dini memerlukan bantuan ventilasi dibandingkan anak
yang masih dapat berjalan.
Pada dasarnya fungsi respiratori pada anak yang masih bisa

12
berjalan adalah normal dan permasalahan yang berhubungan dengan
gangguan respirasi tidak terlihat hingga hilangnya kemampuan berjalan.
Kardiomiopati merupakan komplikasi umum yang terjadi pada
10% penderita distrofi muskular Duchenne. Pemeriksaan jantung harus
dilakukansetiap 2 tahun sesudah usia 10 tahun dan setiap tahun atau lebih
sering jika terdeteksi ketidak normalan. Diperkirakan 20-30% terjadi
kerusakan ventrikel kiri pada pemeriksaan echokardiografi pada usia 10
tahun. Jika ditemukan kelainan dapat diberikan ACE inhibitor dan beta
bloker, ditambahkan diuretik bila terjadi gagal jantung.
Meski restorasi distrofin pada otot DMD sudah lama menjadi
tujuan utama, penerapan molekul kecil untuk menaikkan regulasi
Dystrophin homologue utrophin membangkitkan minat, paling tidak
karena tidak seperti terapi molekuler lainnya, pendekatan ini tidak dibatasi
oleh sifat lesi gen distrofin penyebab penyakit. Namun, fase 1 studi
tentang BMN-195 memediasi regulasi utrophin dihentikan karena
farmakodinamik dan farmakokinetik. Selain itu, ekspresi berlebihan
utrophin gagal Untuk melindungi mouse muscle distrofi (mdx) dari cedera
olahraga.
J. Prognosis
Penderita distrofi muskular Duchenne tahap lanjut hidup
bergantung pada kursi roda. Kematian terjadi akibat gagal nafas, infeksi
paru atau kardiomiopati. Pasien umumnya masih dapat bertahan sampai
awal 20 tahun, dan 20-25% dapat hidup diatas usia 25 tahun.
Penyakit ini berkembang sangat cepat dan biasanya pasien
memerlukan kursi roda pada usia10 tahun harapan hidup juga meningkat
secara signifikan dengan menggunakan pengobatan kortikosteroid dan
standar perawatan medisyang lebih tinggi seperti respirator buatan, meski
pasien meninggal karena komplikasi pada jantung dan pernafasan. Pasien
DMD menderita kardiomiopati berat yang umumnya bermanifestasi pada
usia 10 tahun dan pada kebanyakan pasien pada usia 20.

13
14
DAFTAR PUSTAKA

1. Syarif,I 2009. Distrofi Muskular Duchenne. Majalah Kedokteran Andalas,


Vol.33. No.2. Juli – Desember 2009.
2. Wedhanto,S 2007. Duchenne Muscular Dystrophy. Majalah Kedokteran
Andalas, Volume: 57, Nomor: 9, September 2007
3. Dewi, J 2010. Muscular Dystrophy dengan Penyulit Kardiomiopati. CDK
edisi 178 Juli-Agustus 2010
4. Laing, G 2009. Molecular Diagnosis of Duchenne Muscular Dystrophy:
Past, Present and Future in Relation to Implementing Therapies. Clin
Biochem Rev Vol 32 August 2011.
5. Kim, Y 2016. Correlation of Serum Creatine Kinase Level With
Pulmonary Function in Duchenne Muscular Dystrophy. Annals of
Rehabilitaion Medic 2017; vol 41(2)
6. Suzuki,Y 2017. Induction of Pluripotent Stem Cells from a Manifesting
Carrier of Duchenne Muscular Dystrophy and Characterization of Their X-
Inactivation Status. Stem Cells International Volume 2017, Article ID
7906843
7. Falzarano, M 2015. Duchenne Muscular Dystrophy: From Diagnosis to
Therapy. Molecules journal 2015, vol 20, 18168-18184

15

Anda mungkin juga menyukai