Pengenalan Filsafat
Pengenalan Filsafat
ARMADA CM
Filsafat mulai Filsafat mulai dengan keheranan. Tetapi rasa heran bukanlah dominasi
dari awal filsafat. Mitos pun memiliki asal usul keheranan. Bedanya dengan
keheranan. filsafat? Mitos selesai dalam kisah. Tuntas dalam cerita atau narasi.
Dan, berlanjut Filsafat, sementara itu, mengelaborasi keheranan menjadi suatu jalinan
dalam pencarian tak kunjung henti. Filsafat itu aktivitas pencarian. Filsafat tidak
pencarian.
selesai dalam kisah. Nantinya seorang tokoh postmodern, Lyotard,
Tidak pernah
tuntas. menyindir filsafat Enlightenment sebagai himpunan dari kisah-kisah.
Hegel, misalnya, yang oleh Habermas disebut sebagai filosof yang
melukiskan sistem filsafat secara lengkap, atau malah seakan-akan Hegel
identik dengan filsafat itu sendiri – oleh Lyotard – dipandang semata-mata
sebagai suatu grand narrative belaka. Dalam Hegel, filsafat seakan-akan
Filsafat selesai, sempurna, tuntas. Tetapi justru karena itu filsafat Hegel dalam
sebagai kaca mata postmodern Lyotardian tampil bagai kisah belaka. Meskipun
peradaban
kisah itu filosofis.
rasionalitas
MULAI DARI
jaman Yunani. Panorama filsafat umumnya dipahami berangkat dari jaman klasik
Yunani pada Yunani. Filsafat meninggalkan gaya berpikir mitologis. Karena mitos-
waktu itu. mitos berkaitan dengan alam, maka filsafat kala itu merupakan filsafat
Filsafat tali alam. Filosof-filosof pertama Yunani adalah para pemikir yang mencoba
temali dengan menjelaskan alam semesta secara baru dalam proposisi-proposisi yang
ilmu. “ilmiah.” Artinya proposisi itu tidak tunduk pada cerita, takhayul,
dongeng, legenda, atau ajaran agamis. Berfilsafat berarti menggunakan
akal budi sehat, bukan menyerah kepada aneka kisah yang dipegang
kebanyakan.
ILMU Inilah asal mula dari “ilmu.” Ia berasal dari realitas pencarian tak kenal
merupakan lelah. Ia tidak pernah berupa copy-an atas opini kebanyakan. Ilmu
pencarian akal merupakan terminologi yang melukis pencarian budi tak kunjung selesai.
budi yang tak Peradaban Yunani awali hampir tidak membedakan apa yang disebut
kunjung henti. dengan ilmu dan filsafat. Filsafat adalah ilmu. Dan kebalikannya. Dari
Sebuah aktivitas pencarian terus-menerus inilah diproduksi metodologi. Suatu
Pencarian pencarian dalam ilmu tidak dijalankan sembarangan melainkan dengan
dengan
mengajukan
metodologi-
metodologi.
FILSAFAT: PERADABAN RASIONALITAS / STFT-WIDYA SASANA / 3
ARMADA CM
SUFISME Kaum sufis, rekan diskusi dan pertengkaran Sokrates, memakai filsafat
dan filsafat untuk melakukan kritik-kritik keras dan tajam pada jamannya. The Cloud
skeptis. (mendung), drama karya Aristophanes, misalnya, mengkritik tata
kehidupan kaum muda yang telah rusak. Pelaku perusakannya – dalam
drama itu – adalah sang tokoh yang bernama Sokrates. Sebab ia telah
mengajarkan bahwa matahari bukanlah dewa melainkan cuma sebuah
bintang. Bahwa hujan hanyalah jatuhnya uap-uap di udara yang
FILSAFAT: PERADABAN RASIONALITAS / STFT-WIDYA SASANA / 4
ARMADA CM
SOKRATES Sementara itu, Sokrates, yang menurut para dewa merupakan orang yang
dan filsafat paling bijak, memandang filsafat sebagai suatu pengembaraan tanpa batas.
pencarian Pengembaraan akal budi. Sebab dalam sosok Sokrates, akal budi manusia
kebijaksanaan. terus lapar dan dahaga akan kebijaksanaan. Dalam Apology dan Crito (dua
Tak kunjung
dialog yang menggambarkan lebih kurang otentik mengenai siapakah
selesai.
Sokrates dan ditulis oleh salah satu muridnya, Plato), sosok Sokrates
menjadi monumen pengejaran kebijaksanaan. Dalam Apology, kita
menyaksikan bagaimana pengembaraan Sokrates untuk mengejar
kebijaksanaan dibayar mahal. Ia dijatuhi hukuman mati karena filsafat.
Sungguh suatu tragedi filsafat paling memilukan sepanjang peradaban
sejarah manusia. Hanya Nietzsche – yang kemudian berkata bahwa
Sokrates memang pantas dihukum mati karena pandangan-pandangan
filosofisnya. Dari pengalaman Sokrates, orang makin menyadari bahwa
berfilsafat itu memang riskan. Artinya, aktivitas mengejar kebenaran dan
kebijaksanaan itu berbahaya. Sering kali tidak disukai oleh penguasa. Juga
oleh kaum kebanyakan, pengagung kemapanan. Apology adalah
pembeberan pengembaraan Sokrates yang diperkarakan oleh para musuh
intelektualnya. Sokrates dituding menyebarluaskan ideologi baru yang
melawan agama negara (kota) Athena. Pandangan-pandangannya telah
dituduh merusak kaum muda. Dan, ia juga dianggap subversif dengan
melawan dan mengkritik para penguasa. Apakah jawaban Sokrates atas
semua tuduhan itu? Ia hanya berkata bahwa aktivitasnya selama ini
hanyalah mencari kebijaksanaan. Dan, ia sampai pada penemuan bahwa
ternyata dirinya tidak bijak, tidak tahu apa-apa. Atau, yang ia ketahui
dengan baik ialah bahwa dirinya tidak tahu apa-apa.
PLATO DAN Metodologi filsafat Plato memiliki karakter dialogal. Filsafat Aristoteles
ARISTOTEL memiliki tampilan metodologi sistematis. Filsafat dialogal Platonian dan
ES tentang filsafat sistematis Aristotelian merupakan pondasi pengembangan ilmu
metodologi pengetahuan. Kedua-duanya memiliki metodologi yang dalam peradaban
filsafat. filsafat memberi kontribusi yang kepentingannya sangat dominan.
Keduanya menggarap serangkaian tema yang berkisar pada obyektivitas.
Maksudnya, metodologi memiliki kesempurnaan target pada pencapaian
obyektivitas. Yang disebut ilmiah adalah yang obyektif. Ilmu mesti
merujuk pada obyektivitas. Dan, kebalikannya, bila tidak obytektif, tidak
ilmiah. Bila tidak obyektif, itu bukan ilmu. Apa yang disebut dengan
kebenaran obyektif? Bagaimana verifikasi metodologis sesuatu itu dapat
dikatakan obyektif? Obyektif berarti memiliki karakter kesesuaian dengan
realitas/obyeknya. Tidak obyektif berarti tidak sesuai dengan realitasnya.
Maka, verifikasi metodologis ilmu pengetahuan berarti perkara prosedur
pemahaman korespondensi atau diskrepansi pengetahuan itu dengan
realitas. Misalnya, bila mana suatu cahaya itu disebut gelombang? Bila
realitasnya (realitas cahaya tersebut) mencetuskan karakter-karakter
sebagai gelombang. Bila tidak, statement ilmiah bahwa cahaya itu
gelombang, salah. Salah artinya tidak bermakna. Plato dan Aristoteles
memang tidak bisa disebut sebagai inspirator ilmu pengetahuan
FILSAFAT eksperimental. Inspirasi Aristotelian, misalnya, jelas tampak dalam aneka
PATRISTIK
rincian pemahaman yang rasional, logis, argumentatif. Artinya, filsafat
dan metode
alegoris. Platonian dan Aristotelian mengedepankan pendekatan bukan
eksperimental melainkan argumentatif rasional. Maka, logika menjadi
ALEGORISM suatu instrumen yang amat penting untuk mengerti filsafat Plato dan
E Aristoteles. Sekali lagi logika, bukan metodologi experimentasi empiris.
dan tentang Sumbangan filsafat Platonian dan Aristotelian terletak pada sense atau
makna ilmiah yang menunjuk kepada terminologi obyektif. Dalam Plato,
FILSAFAT: PERADABAN RASIONALITAS / STFT-WIDYA SASANA / 8
ARMADA CM
Sementara itu, filsafat teologis para Patristik, semacam filsafat Filo dan
Agustinus, memiliki corak metode alegoris. Keilmiahan metodologis
mendapat pemaknaan maksud hermeneutis alegoris. Alegoria adalah
terminologi yang melukiskan hermeneutika atau ilmu penafsiran. Dengan
penafsiran dimaksudkan eksegese biblis / teologis. Adalah khas peradaban
Patristik bahwa penafsiran biblis memiliki metode alegoris. Alegoria
adalah suatu metode yang menghubungkan “gambar” atau “lukisan”
dengan konsep filosofis. Suatu lukisan dipandang sebagai simbol. Artinya
lukisan itu tidak cuma mencetuskan realitas (yang dilukiskan) melainkan
menghadirkan makna (yang dikonsepkan secara filosofis). Contoh: lukisan
bahtera Nabi Nuh (yang dalam kisah Kitab Suci menjadi satu-satunya
entitas yang selamat dalam bencana banjir atas hukuman Tuhan). Dalam
hermeneutika alegoris, bahtera Nuh tidak hanya merupakan sebuah perahu
penyelamat keluarga Nuh. Melainkan, dalam kaca mata penafsiran para
Patristik, bahtera itu menghadirkan simbol Gereja. Gereja adalah bahtera
komunitas keselamatan. Sebagai bahtera, Gereja mengarungi lautan
peradaban sejarah yang sering kali amat berbahaya. Demikian filsafat para
Bapa Gereja (Patristik) mengelaborasi aneka penggambaran dan pelukisan
iman sebagaimana ditulis dalam Kitab Suci. Cyprianus, Ireneus, Clemens
dari Alexandria, Origenes malahan memanfaatkan simbolisme alegoris
bahtera Nuh ini sebagai suatu ajaran bahwa di luar Gereja, maksudnya di
luar bahtera Nuh yang sejati, tidak ada keselamatan. Dan, memang dalam
bencana air bah itu yang selamat hanya segala yang ada dalam bahtera
Nuh. Ajaran ini menjadi suatu adagium yang menyemburkan semangat
berabad-abad, extra ecclesiam nulla salus. Di luar Gereja tidak ada
keselamatan. Para Bapa Gereja tentu maksudnya bukan seekstrim yang
kita kira. Adagium itu dalam sejarah awali kekristenan merupakan
adagium apologetis. Untuk pembelaan iman. Keluar dari Gereja bagaikan
keluar dari bahtera Nuh. Karena itu implikasinya: “Jangan melepaskan diri
dari komunitas keselamatan.” Dalam Patristik, filsafat memang mengabdi
teologi kristiani. Semacam terjadi pengkristianian filsafat. Metodologi
PATRISTIK filsafat dipakai untuk membela kebenaran iman.
adalah
peradaban Disebut pengkristianian filsafat karena tema-tema filosofis pada jaman
pengkristiania Patristik “dialihkan” pada tema-tema iman kristiani. Tetapi tetap dalam
n filsafat. pembahasan dan pembahasaan filosofis. Indikasi tentang pembicaraan
Iman perkara dewa-dewa, seperti dalam filsafat Yunani awali, tidak ada lagi.
dibahas dan Tema-tema yang didiskusikan menyentuh perkara Allah dengan misteri
dibahasakan inkarnasiNya yang agung. Filsafat sibuk bagaimana membahasakan iman
secara Allah Tritunggal. Kisah penciptaan tidak lagi dipahami dari prinsip entis
filosofis. yang abstrak rasional, melainkan dari prinsip Sang Ada yang mempribadi
Tema-tema
pencarian
rasional
manusia
bergeser dari
helenistik ke
FILSAFAT: PERADABAN RASIONALITAS / STFT-WIDYA SASANA / 9
ARMADA CM
dalam Sang Sabda. Yaitu Allah yang menjelma menjadi manusia. Dialah
prinsip dari segala ciptaan yang ada. Dialah sang Pencipta, yang
menciptakan segala dari ketiadaan. Konsep creatio ex nihillo (penciptaan
dari ketiadaan) menggeser konsep Aristotelian tentang dunia dan segala
isinya yang selalu ada dan akan terus ada. Selain itu, konsep filosofis
Patristik – juga nantinya Mediovale – mengedepankan tema-tema
antroposentris. Sementara filsafat Yunani awali memberi artikulasi
kosmosentris. Tema-tema ini akan menyusul juga dalam tema-tema
pengertian hukum natural. Tema hukum natural dalam filsafat Yunani
berkaitan sangat erat dengan kosmos (alam). Sementara hukum natural,
dalam Patristik, dielaborasi dari rasionalitas yang diasalkan pada Tuhan
sendiri. Sebab rasionalitas (rasionalitas manusia) mengalir dari sang
Penciptanya. Dengan demikian, konsep hukum natural lebih ditarik dari
perintah Allah atau kehendak ilahi yang dapat ditemukan oleh akal budi
manusia. Dari sebab itu, arti dosa memaksudkan penolakan atas kehendak
Allah. Manusia pertama jatuh dosa semata-mata karena dia tidak menaati
kehendak Allah. Prinsip semacam ini belum dijumpai pada filsafat Yunani
Awali.
Di lain pihak, pada jaman ini kita juga menyaksikan aneka tindakan
pembelaan iman yang kelewat batas sampai pada rupa-rupa tindakan
kekerasan. Barang kali fundamentalisme dalam arti yang ketat belum
muncul pada jaman ini, tetapi pengunggulan iman di atas segala-galanya
telah memicu mentalitas baru yang kadang-kadang memiliki konsekuensi
kebrutalan. Jaman ini adalah jaman inkuisisi, yaitu pengadilan iman yang
secara tegas membela kebenaran (kebenaran dogmatis iman) dan
FILSAFAT: PERADABAN RASIONALITAS / STFT-WIDYA SASANA / 12
ARMADA CM
Demikian pula Thomas Hobbes, salah satu perintis filsafat politik modern
Hobbes tentang yang menjadi cikal bakal teori-teori individualisme dan liberalisme berada
manusia dalam pada suasana jaman ini. Dalam filsafat Hobbes terjadi revolusi konsep
filsafat politik hipotetis tentang manusia sebagai dasar uraian filsafat politik. Konsep
yang manusia dipikirkan jauh dari apa yang dimengerti dalam iman Kristiani.
mengedepankan Dalam pemahaman Kristiani, manusia adalah makhluk rasional, sosial,
konsep manusia. dan politis (kesempurnaannya ada dalam hidup bersama dengan yang lain
dalam polis, seperti digagas oleh Aristoteles-Thomas Aquinas). Dalam
filsafat Hobbesian, manusia adalah makhluk passional, asosial, dan
sendirian. Gagasan “murtad” Hobbes semacam ini mengejutkan telinga
kaum beriman. Tetapi, dari gagasan ini dimungkinkan rincian pandangan
yang dalam filsafat politik disebut sebagai prinsip-prinsip demokrasi
modern. HAM atau hak asasi manusia. Pemahaman kekuasaan sebagai
kontrak sosial. Dan seterunya. Hal yang tidak bisa diandaikan pada aneka
rincian filsafat sebelumnya.
Newton Sementara itu, Newton, salah satu pendekar ilmu fisika dan pencetus teori
tentang ilmu gravitasi, juga hadir pada jaman ini. Lantas, Bacon dengan jargon
fisika. kritisnya bahwa science is power mendobrak kebekuan cara berpikir
Dan Bacon: tradisional (Abad Pertengahan). Bila Abad Pertengahan memegang teguh
science is konsep ilmu pengetahuan sebagai rangkaian argumentasi, peradaban
power. Renaisan merombaknya dengan paham baru bahwa ilmu pengetahuan itu
soal eksperimentasi. Pembuktian kebenaran bukan lagi pembuktian
argumentatif-logis-spekulatif, melainkan eksperimentatif-matematis-
kalkulatif. Di mana filsafat pada jaman ini? Filsafat memegang fungsi
baru. Filsafat meletakkan dasar-dasar bangunan pengembangan aneka
ilmu alam / ilmu pasti yang merintis hadirnya teknologi-teknologi modern
seperti yang kita nikmati saat ini.
PERADABA
N BARU: Sesudah Renaisan, muncul gelombang cara berpikir baru yang disebut
FILSAFAT peradaban “filsafat modern.” Rene Descartes adalah perintisnya. Dengan
MODERN Descartes, filsafat tidak lagi bertolak dari esse (ada), melainkan coscientia
Rene
Descartes atau
Renatus
Cartesius
FILSAFAT: PERADABAN RASIONALITAS / STFT-WIDYA SASANA / 14
ARMADA CM
(kesadaran). Dengan kata lain, berfilsafat tidak lagi berangkat dari obyek
yang dipikirkan, melainkan dari subyek yang memikirkan. Pengetahuan
budi manusia tidak lagi mengedepankan pengetahuan “obyektif” dalam
jalan pikiran filsafat Aristotelian, melainkan pengetahuan intuitif atau
subyektif. Artinya, jika dalam Aristoteles pengetahuan budi manusia
pertama-tama adalah soal korespondensi dengan realitas obyektif, dalam
Descartes pengetahuan manusia berangkat dari kesadaran sendiri
mengenai ada (bukan pertama-tama berkaitan dengan realitas obyektif).
Cogito ergo sum. Saya (subyek) berpikir atau menyadari, maka saya ada.
Pandangan ini memiliki konsekuensi revolusioner. Penegasan cogito ergo
sum dapat dikatakan membalik gaya berpikir Aristotelian. Dengan
Descartes, pengembaraan budi manusia tidak lagi berurusan dengan
realitas obyektifnya, melainkan menemukan pusatnya pada rasionalitas
manusia. Filsafat mengalami revolusi metodologis (beranjak dari subyek,
bukan dari obyeknya) sekaligus perubahan obyek materialnya (bukan lagi
mempersoalkan korespondensi atau diskrepansi budi manusia dengan
realitas, melainkan menguji rasionalitas manusia). Mulai dari jaman inilah
rasionalisme mulai menguasai pengembaraan budi manusia. Manusia
secara tegas dimengerti sebagai res cogitans, entitas yang berpikir, yang
rasional. Rasionalisme mengalami puncaknya pada Immanuel Kant yang
memproklamasikan bahwa kebenaran sejati pengetahuan manusia ialah
pengetahuan a priori, pengetahuan yang diproduksi oleh struktur akal
budi manusia sebelum (atau tidak berdasarkan) pengalaman. Kant bukan
saja menegaskan bahwa kita tidak dapat mengetahui apa-apa tentang res
in se (realitas obyektif di dalam dirinya sendiri), melainkan juga
mengunggulkan rasionalitas manusia.
Filsafat dalam Perubahan metodologi sangat dahsyat terjadi. Cartesius, nama Latin dari
sistem Descartes, mengajukan metodologi baru. Yaitu, metode meragu-ragukan.
CARTESIAN. Descartes mengolah kesadaran. Sekaligus memurnikannya. Dan berusaha
Revolusi menemukannya kembali. Filsafat kesadaran ini diterminologikan dengan
metodologi apa yang disebut filsafat cogito. Realitas obyektif tidak lagi populer.
dalam filsafat. Realitas subyektif perlahan-lahan menjadi bahan permenungan filosofis.
Tampilnya Metodologi Cartesian bukan lagi untuk menemukan obyektivitas,
peradaban melainkan untuk menggarap wilayah subyektivitas. Cogito ergo sum. Saya
modernitas. berpikir maka saya ada.
Filsafat pada jaman ini menjadi pembangun budi manusia yang tertidur
lelap oleh kemapanan dan kenyamanan yang ditawarkan oleh kebanyakan.
Filsafat mendesak manusia untuk bangkit dari inferiotasnya di hadapan
struktur massa yang dikuasai oleh masyarakat agamis.
PENCERAHA
N What is Enlightenment? Kant answers, enlightenment is man’s
Dan release from his self-incurred tutelage. Tutelage is man’s inability
Release from to make use of his understanding without direction from another.
self-incurred Self-incurred is this tutelage when its cause lies not in lack of
Tutelage. reason but in the lack of resolution and courage to use it without
direction from another. Sapere aude! Have courage to use your
own reason! – that is the motto of enlightenment.
Kritik Budi Praktis (Kritik der praktischen Vernunft) & the Groundwork
KANT:
Kritik Akal
of the Metaphysics of Morals. Terminologi “budi praktis” (praktischen
Budi Praktis. Vernunft) dibedakan dari “budi murni” (reinen Vernunft). Menurut Kant,
akal budi manusia tidak hanya merupakan akal budi teoritis, yang
Dan menunjuk pada reinen Vernunft (yang memiliki kapasitas mengetahui atau
seterusnya ... knowing object). Melainkan juga merupakan akal budi praktis, yang
menunjuk pada praktischen Vernunft (yang memiliki kapasitas
mendeterminasi kehendak, determining will). Yang pertama (reinen
Vernunft) soal pengetahuan sejati, yang kedua (praktischen Vernunft)
merujuk pada tindakan moral atau etika. Seperti yang pertama
memproduksi pengetahuan yang mengatasi pengalaman, demikian pula
praktischen Vernunft mengajukan bahwa hanya budi manusia (seperti
reinen Vernunft tanpa dorongan penginderaan sensibilis) sanggup
menggerakkan kehendak untuk bertindak. Kant yakin bahwa hanya
apabila moral didasarkan pada budi “murni” semacam ini, prinsip-prinsip
etis dapat berlaku untuk segala dan seluruh manusia dan memiliki nilai-
nilai universal dan necessary.