Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Meliputi Leukimia, Talasemia, Hypospadia, Dan Neprutik Sindrum
Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Meliputi Leukimia, Talasemia, Hypospadia, Dan Neprutik Sindrum
Disusun Oleh :
Kelompok 13
Kelas 2.5
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
D3 KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat-Nya lah kami dapat menyelesaikan paper dengan judul “Konsep Asuhan
Keperawatan Anak Sakit Meliputi Leukimia, Talasemia, Hypospadia, dan
Neprutik Sindrum” tepat sesuai pada waktunya.
Paper ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan anak. Dalam penyusunan paper ini, kami mendapat bimbingan dan
petunjuk dari berbagai pihak, diantaranya :
Kami selaku penulis menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini masih
belum sempurna, maka kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan
demi kesempurnaan paper ini selanjutnya. Akhirnya kami berharap semoga paper
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Leukimia?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Talasemia?
3. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Hypospadia?
4. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Neprutik
Sindrum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Leukimia
2. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit
Talasemia
3. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit
Hypospadia
4. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Neprutik
Sindrum
D. Metode
Kami mengumpulkan data dengan cara menggunakan metode studi
pustaka. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan mencari dari
sumber referensi dan buku yang berhubungan dengan Konsep Asuhan
Keperawatan Anak Sakit Leukemia, Talasemia, Hypospadia, dan Neprutik
Sindrum . Tidak hanya itu kami juga mempergunakan media elektronik
yaitu internet.
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Leukimia
A. Definisi
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang artinya
putih dan haima yang artinya darah. Leukemia adalah jenis kanker
yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua
kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya.
Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk
sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel
tersebut akan mati dan sel-sel baru akan menggantikannya. Dan
terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang. Dimana sel-sel
baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel
lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia,
di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal
yang akhirnya mendesak sel-sel lain.
Beberapa pengertian dari leokimia menurut para ahli yaitu sebagai
berikut:
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah
berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang
ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam
membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan
tubuh yang lain (Mansjoer, dkk, 2002)
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih
imatur dalam jaringan pembentuk darah (Suriadi, 2006).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah
putih dalam sumsum tulang menggantikan elemen sumsum
tulang normal (Smeltzer, 2001)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel
pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi
(Reeves, 2001).
B. Epidemologi
6
Insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara
3 dan 5 tahun yaitu ALL (Acute Lymphoid Leukemia). Anak
perempuan menunjukkan prognosis yang lebih baik daripada anak laki-
laki. Dan ANLL (Acute Nonlymphoid Leukemia) mencakup 15%
sampai 25% kasus leukemia pada anak. Dan resiko terkena penyakit ini
meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom bawaan
seperti Sindrom Down (Smeltzer, 2001).
Leokemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi
hanya merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan.
Menurut Handayani (2008) ada beberapa data epidemiologi
menunjukkan hasil sebagai berikut.
1. Insidensi
Insidensi leukemia di negara barat adalah 13/100.000
penduduk/ tahun. Dan leukemia merupakan 2,8% dari seluruh
kasus kanker, belum ada angka pasti mengenai insiden leukemia
di Indonesia.
2. Frekuensi relatif
Frekuensi relatif di Negara Barat menurut Guns yaitu:
Leukemia akut 60%, CLL 25%, CML 15%. Sedangkandi
Indonesia, frekuensi CLL sangat rendah. Dan CML merupakan
leukemia kronis yang paling sering di jumpai.
3. Usia
ALL terbanyak pada anak-anak dan dewasa
AML pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa
CML pada semua usia tersering usia 40-60 tahun
CLL terbanyak pada orang tua
4. Jenis kelamin
Leukimia lebih sering di jumpai pada laki-laki
dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1.
C. Etiologi
7
Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, akan
tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
terjadinya leukemia menurut, yaitu :
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom. Insidensi leukemia
meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada
sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Handayani 2008) .
Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada
aneuploidy.
2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada
kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada
tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga
dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Handayani, 2008) .
3. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia,
dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang
meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Handayani,
2008).
4. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa
RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata .
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA
8
polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan
virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan (Handayani,
2008). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia
pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia
yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia (Reeves, 2001).
6. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan
kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen
dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat
laun menjadi AML.
7. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL )
ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang
mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan
insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada
pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic,
para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.
9
D. Klasifikasi Leukimia
Leukemia pada dasarnya di bedakan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopeotik yang kelak
berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit,
eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat
terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia (Mansjoer,
2002). Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi utamanya pada orang dewasa (85%) daripada anak-anak
(15%) dan lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita. Dan
gejala klinis yang dapat terlihat pada klien LMA adalah rasa lelah,
pucat, nafsu makan hilang, anemia, petekie, pendarahan, nyeri
tulang, serta infeksi dan pembesaran kelenjar getah bening, limpa,
hati, dan kelenjar mediastinum. Kadang0kadang juga ditemukan
hipertrofi gusi, khususnya pada leukemia akut monoblastik dan
mielomonolitik (Handayani,2008).
10
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast.
Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 LLA
jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu
perkembangan sel normal (Mansjoer, 2002).
E. Menifestasi klinis
Gejala yang khas pada penderita leukemia adalah pucat
(dapat terjadi mendadak), panas, dan perdarahan disertai
splenomegali clan kadang- kdang hepatomegali serta
limfadenopati. Pasien yang menunjukkan gejala lengkap seperti yang
disebutkan diatas secara klinis dapa didiagnosa leukemia. Perdarahan
dapat berupa ekimosis, petekie, epistaksis, clan perdarahan
gusi,Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat
splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit
tulang yang dapat disalahtafsirkan sebagai penyakit reumatik.
11
diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang
pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan
adanya infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat
disebabkan oleh leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya
apabila kita menganggap bahwa demam yang terjadi merupakan
akibat leukemia itu sendiri.
b. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan,
berkeringat, dan anoreksia cukup sering terjadi.
c. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda
infiltrasi leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin,
2009)
F. Patofisiologi
12
Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya
(granulosit dalam sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan
menyebar ke organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih
besar (splenomegali, hepatomegali). Poliferasi dari satu jenis sel sering
mengganggu produksi normal sel hematopoetik lainnya dan mengarah
ke pengembangan/pembelahan sel yang cepat dan ke sitopenias
(penurunan jumlah). Pembelahan dari sel darah putih mengakibatkan
menurunnya immunocompetence dengan meningkatnya kemungkinan
terjadi infeksi.
Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan
mudah masuk ke dalam tubuh manusia, jika struktur antigen virus
sesuai dengan struktur antigen manusia. Begitu juga sebaliknya, bila
tidak sesuai maka akan ditolak oleh tubuh. Dimana struktur antigen
manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak dipermukaan tubuh
(.Suriadi,2006) dalam prosesnya meliputi: normalnya tulang marrow
diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adnya
proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan pletelet terganggu sehingga
akan menimbulkan anemia dn trombositopenia, sistem
retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudanh mengalami infeksi, manifestasi akan
tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ,
sistem saraf pusat, gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi
sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan leukosit,
eritrosit, faktor pembekuan dan meningkatnya tekanan jaringan dan
adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya
pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian.
13
G. Pathway
Perfusi jaringan
serebral
H. Komplikasi
14
b. Infeksi dan demam, karena berkurangnya jumlah sel darah putih
c. Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran
anemia dan trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal
biasanya berkurang dan jumlah sel darah putih total dapat rendah,
normal, atau meningkat. Apabila normal atau meningkat, sebagian
besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari
500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering dijumpai. Limfoblas
dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
15
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai
limfosit atipik. (William, 2004)
b. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya
neutropenia, anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit
bervariasi, walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak
memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm3. Pada darah
perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang
menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%. Seperti pada
leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus diperiksa
untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien
memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis.
(William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis
nyata, trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang
hiperselular tetapi disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas
tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik
yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah:
kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena
sering terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation). (Patrick,
2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia)
jalur sel T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat
pada foto toraks. (Patrick, 2005)
16
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi
darah dan trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum
tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi
trephine, penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk
membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia) dengan AML (akut
mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas
merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya
ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat
membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan juga
membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis.
Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL
dan AML, dan yang penting adalah dapat memberikan informasi
prognosis. (Patrick, 2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat
merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick,
2005)
J. Penatalaksanaan
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis
obat yang diberikan pada anak. Proses induksi remisi pada anak
terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama
fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) anak menerima berbagai
agens kemoterapeutik untuk menimbulkan remisi. Periode intensif
diperpanjang 2 sampai 3 minggu selama fase konsolidasi untuk
memberantas keterlibatan sistem saraf pusat dan organ vital lain.
Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis
untuk memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk
leukemia anak-anak adalah prednison (antiinflamasi), vinkristin
(antineoplastik), asparaginase (menurunkan kadar asparagin (asam
amino untuk pertumbuhan tumor), metotreksat (antimetabolit),
17
merkaptopurin, sitarabin (menginduksi remisi pada pasien dengan
leukemia granulositik akut), alopurinol, siklofosfamid (antitumor
kuat), dan daunorubisin (menghambat pembelahan sel selama
pengobatan leukemia akut) (Betz,Cecily L.2002).
2. Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Hidayat, 2008)
yaitu:
a. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
18
1) Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC)
untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan
hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³,
maka diperlukan transfusi trombosit.
2) Pemberian antibiotik profilaksis untuk
mencegah infeksi.
b. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang
abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan
masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1) Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan
untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika
(kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan
maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik
secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat
mengurangi gejala-gajala yang tampak.
2) Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-
sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
3) Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf
pusat
4) Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk
mempertahankan masa remisi
c. Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada
di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna.
Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus
menerus.
19
Transplantasi dapat bersifat autolog, yaitu el sumsum tulang
diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi, disimpan,
dan kemudian diinfusikan kembali. Selain itu, dapat jug bersifat
alogenik, yaitu sumsum tulang berasal dari donor yang cocok
HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat tinggi akan membunuh
sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak dapat pulih
kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan
mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang
menerima transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag
lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima
transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat
menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko
rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang
menerima transplantsi autolog, karena sel tumor yang terinfusi
kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik,
terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang
ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena
limfosit T yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru
menunjukan bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi
dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh
akibat mechanism imunologis.
K. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal
itu terjadi.
a. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif
Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan
pasien yang penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi.
Untuk petugas radiologi dapat dilakukan dengan
menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan
terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien
20
dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik
radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinis.
b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia
21
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas.Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup
bulan dan merupakankelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur
atau bersamaan dengan kelainan bawaanlain. Pada segmen
aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukanpada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan
yangmelebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus
ditemukan sama banyak padaanak laki-laki dan perempuan.
b. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
c. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter
misal kembar (monozigot)
d. Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit
kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
e. Kaji adanya tanda – tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan
atau hiotam tanpa pus
f. Kaji adanya tanda – tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda – tanda
invasi ekstra medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
g. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi di sekitar rektal dan nyeri.
2. Analisa Data Keperawatan
a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah
sebagai berikut :
Lelah
Letargi
Pusing
Sesak
Nyeri dada
Napas sesak
Priapismus
Hilangnya nafsu makan
2
Demam
Nyeri Tulang dan Persendian.
b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah
sebagai berikut :
Pembengkakan Kelenjar Lympa
Anemia
Perdarahan
Gusi berdarah
Adanya benjolan tiap lipatan
Ditemukan sel – sel muda
3) Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
b. Nyeri b.d agen pencedera fisiologis inflamasi kerusakan sumsum tulang
c. Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
4. Rencana Keperawatan
cahaya,
kebisingan)
- jelaskan strategi
meredakan
nyeri
- kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
3. Deficit nutrisi SLKI SIKI
Setelah dilakukan - identifikasi
tindakan keperawatan status nutrisi
selama .. x…jam - monitor asupan
diharapkan deficit makanan
nutrisi dapat membaik - monitor berat
dengan criteria hasil : badan
nafsu makan - monitor hasil
membaik pemeriksaan
porsi makan laboratorium
yang dihabiskan - sajikan
meningkat makanan yang
berat badan ideal menarik
sehingga
menambah
nafsu makan
anak
- kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menetukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan
4
5
B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan. Banyak keturunan oleh pasangan suami-istri yang
mengidap thalassemia dalam sel-selnya.
C. Patofisiologi
5
6
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-
anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat
berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain:
Infeksi tulang
Nekrosis
Aseptic kapur femoralis
6
7
Pengkajian
1) Asal Keturunana/kewarganegaraan.
Thalassemia banyak dijumpai pada bangasa di sekitar laut tengah
(Mediterania), seperti turki, yunani, Cyprus, dan lain-lain. Di
indinesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak didereta.
2) Umur.
Pada thalassemia mayor yang gejala kinisnya jelas telah terlihat sejak
anak berumur kurabg dari satu tahun. Sedangkan pada thalassemia
yang gejalanya lebih ringan, biasanya datang berobat pada umur
sekitar 4-6 tahun.
3) Riwayat kesehatan anak.
Kecenderungan mudah timbul infeksi saluran napas bagian atas atau
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transportasi.
4) Pertumbuhan dan perkembangan.
Sering didapatkan data ada kecevdrungan gangguan tubuh sejak anak
masih bayi, karena ada pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
kecil untuk umurnya da nada keterlamabatan kematangan seksual
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.kecerdasan
anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalassemia minir
sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5) Pola makan.
Anak sering mengalami susah makan karena ada anoreksia, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6) Pola aktivitas.
Anak terlihat lambat dan tidak selincah anak sesuainya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat, karena bila aktivitas seperti anak normal mudah
terasa leleah.
7) Riwayat kesehatan keluarga.
7
8
8
9
i. Kulit.
Warna pucat kuning-kuningan. Jika anak telah sering mendafat
transfuse darah, kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
10) Penegakkan dianogsa.
a. Biasanya dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepid an
didapatkan gambaran:
1) Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna)
2) Hipokrom yaitu sel berkurang.
3) Poikilositasis yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal.
4) Pada sel target terdapat fragmentasi dan banyak sel
normoblast, kadar fe dalam serum tinggi.
b. Kadar hemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini
terjadi karena sel darah merah yang berumur pendek (kurang dari
120 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah di
dalam pembuluh darah.
11) Program terapi
Prinsip terapi pada anak dengan thalassemia adalah mencegah
hipoksia jaringan.
Tindakan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Tranfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali ( kurang dari
6 mg/dl)atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu mkan.
b. Splenoktomi dilakukan apada anak yang berumur lebih dari dua
tahun dan bila limpa terlalu besar, sehingga resiko terjadinya
trauma yang berkaitan pendarahan cukup besar.
c. Pemberian reborantia. Hindari preparat yang mengandung zat besi.
d. Pemberian desferioxamin untuk mengahambat proses
hemosiderosis, yaitu menbatu ekskresi Fe. Untuk mengurahi
absorbs Fe melalui usus,dianjurkan minum the.
e. Transpalasi bone marrow (sumsum tulang) untuk anak yang
berumur di atas 16 tahun. Di Negara kita masih sulit dilaksanakan
karena biaya sangata mahal dan sarana belum memadai.
Masalah
Masalah yang sering dialami dengan thalassemia adalah (Broyles, 1997)
sebagai berikut.
9
10
10
11
11
12
B. Etiologi
12
13
13
14
14
15
Pengkajian
1) Fisik
Pemeriksaan genetalia.
Palpasi abdomen untuk melihat distansi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
Kaji fungsi perkemihan.
Adanya lekukan pada ujung penis.
Melekungkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi.
Terbukanya uretra pada ventral.
Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, dysuria, drainage.
2) Mental
Sikap pasien sewaktu diperiksa
Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
Tingkat kecemasan
Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
Diagnosa Keperawatan
Kurangnya pengetahuan orangtua berhubungan dengan
diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan setelah
operasi.
Tujuan : memberikan pengajaran dan penjelasan pada orang
tua sebelum operasi tentang prosedur pembedahan, perawatan
setelah operasi, pengukuran tanda-tanda vital, dan pemasangan
kateter.
15
16
16
17
Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik
dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap
tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada
anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada
pasien nefrotic syndrome sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi
masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana
keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah
sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.
17
B. Etiologi
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi :
C. Patofisiologi.
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif
sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean
adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Permiabilitas
glomerulus
Sistem imun
menurun
Porteinuria masif
Hipoproteinemia
Hipoalbumin
Sintesa protein
Hipovolemia hepas
Tekanan onkotik
plasma
Malnutrisi
Vasokonstriksi
Efusi pleura
- Gangguan volume cairan
lebih dari kebutuhan
Sesak
Penatalaksanaan
Hospitalisasi
Tirah baring
Diet
2
b. Gejala klinis.
i. Edema, sembab pada kelopak mata
ii. Rentan terhadap infeksi sekunder
iii. Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
iv. Kadang-kadang sesak karena ascites
v. Produksi urine berkurang
c. Pemeriksaan Laboratorium
i. BJ urine meninggi
ii. Hipoalbuminemia
iii. Kadar urine normal
iv. Anemia defisiensi besi
v. LED meninggi
vi. Kalsium dalam darah sering merendah
vii. Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.
d. Penatalaksanaan
i. Istirahat sampai edema sedikit
ii. Protein tinggi 3 – 4 gram/kg BB/hari
iii. Diuretikum
iv. Kortikosteroid
v. Antibiotika
vi. Punksi ascites
vii. Digitalis bila ada gagal jantung.
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
f. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
2
hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan
besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
h. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga.
Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar)
X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan
> 80 % (gizi baik).
i. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena
distensi abdomen
b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi
ringan bisa dijumpai.
c) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h) Sistem endokrin
Dalam batas normal
i) Sistem reproduksi
3
Dalam batas normal.
4
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan.
a) Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan
edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700
ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output secara akurat Evaluasi harian keberhasilan terapi dan
dasar penentuan tindakan
2. Kaji dan catat tekanan darah, Tekanan darah dan BJ urine dapat
pembesaran abdomen, BJ urine menjadi indikator regimen terapi
3. Timbang berat badan tiap hari dalam
Estimasi penurunan edema tubuh
skala yang sama
4. Berikan cairan secara hati-hati dan
diet rendah garam. Mencegah edema bertambah berat
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari.
Intervensi Rasional
1. Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
akurat
2.
diare. Gangguan nuirisi dapat terjadi secara
perlahan. Diare sebagai reaksi edema
5
3. intestinal
diet yang cukup
Mencegah status nutrisi menjadi lebih
buruk
Intervensi Rasional
1. Meminimalkan masuknya organisme
terkena infeksi melalui pembatasan
pengunjung.
2.
3. Mencegah terjadinya infeksi
tindakan. nosokomial
4.
Mencegah terjadinya infeksi
nosokomial
Intervensi Rasional
1. Perasaan adalah nyata dan membantu
pasien untuk tebuka sehingga dapat
menghadapinya.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang
dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang membuat
darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah
diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Insiden paling
tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 3 dan 5 tahun yaitu ALL
(Acute Lymphoid Leukemia). Anak perempuan menunjukkan prognosis yang
lebih baik daripada anak laki-laki. Dan ANLL (Acute Nonlymphoid
Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia pada anak. Penyebab
yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, akan tetapi terdapat beberapa
faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya leukemia seperti
keturunan, lingkungan, obat-obatan dan lainnya.
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, yaitu terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur erytrosit
menjadi pendek (kurang dari 120 hari ). Penyebab kerusakan tersebut karena
Hb yang tidak normal akibat gangguan pembentukan jumlah rantai globin atau
struktur Hb. Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri
dari dua rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat
terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat meningkatnya rantai alpha. Rantai
alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalam sel, sehingga
menimbulkan kerusakan pada membrane sel, yaitu menjadi lebih permeable.
Akibatnya sel darah mudah pecah dan terjadi anemia hemolitik. Kelebihan
rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi
haemoglobin dan membrane sel sehingga berakibat suatu hemolisa (FK Unair ,
1996).
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus
uretra terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari
tempatnya yang normal (ujung glans penis ). ( Arif Mansjoer, 2000 :
374).Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan
uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan
orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum
dan glans penis ( A.H Markum. 1991 :257).Hipospadia adalah suatu kelainan
8
bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal
penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca mengenai asuhan keperawatan leukemia dimulai dari pengertian,
etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
penatalaksanaan medis, pathway, Diharapkan kritik dan saran dari para pembaca
agar penyusunan makalah berikutnya menjadi lebih baik.
9
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika
Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika .
Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer Arief, dkk. 2002. Askariasis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1,
Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Halaman : 416 –418
Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak..Jakarta: Penebar Swadaya
10
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPN
11
12
13
30
31
32