Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEKANISASI PERTANIAN
“Sistem Olah Tanpa Tanah (TOT)”

Oleh:

NAMA : FATKUR RAHMAN


NIM : DIB1 18077
KELAS : AGROTEKNOLOGI-D

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar
sehingga saya pada akhirnya bisa menyelesaikan Makalah Mekanisasi Pertanian
tepat pada waktunya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang bersangkutan Mata
Kuliah Mekanisasi Pertanian yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni. Semoga Makalah Mekanisasi Pertanian yang telah saya susun ini turut
memperkaya khazanah ilmu genetika serta bisa menambah pengetahuan dan
pengalaman para pembaca.
Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang
sempurna. Saya juga menyadari bahwa Makalah Mekanisasi Pertanian juga masih
memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu saya mengharapkan saran serta
masukan dari para pembaca sekalian demi penyusunan Makalah Mekanisasi
Pertanian dengan tema serupa yang lebih baik lagi.

Baubau, Mei 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................. 4
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................ 5
1.3. Tujuan.......................................................................................................... 5

BAB II. PEMBAHASAN


2.1. Pengertian Sistem Olah Tanpa Tanah.......................................................... 6
2.2. Hal-Hal yang Perlu di Pertimbangkan untuk Menetapkan
Sistem Tanpa Olah Tanah............................................................................ 6
2.3. Cara Kerja Sistem Olah Tanpa Tanah.......................................................... 8
2.4. Kebutuhan Tenaga Kerja dan Biaya dalam Sistem Olah Tanpa Tanah....... 10
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan.................................................................................................. 11
3.2. Saran............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seringkali petani mengabaikan metode pengolahan tanah, padahal


pengolahan tanah pertanian adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dalam
usaha tani. Dalam sistem pengolahan tanah, setidaknya terdapat tiga macam sitem
pengolahan yang sering dipraktekkan oleh petani. Sistem pengolahan tanah
tersebut meliputi sistem pengolahan tanah sempurna (OTS), olah tanah minimum
dan tanpa olah tanah (TOT). Salah satu sistem pengolahan tanah yang relatif
sering digunakan oleh petani adalah sistem tanpa olah tanah. Sistem tanpa olah
tanah adalah cara penanaman tanpa perlakuan persiapan lahan seperti halnya
pembalikan dan penggemburan tanah terlebih dahulu, melainkan hanya diperlukan
lubang untuk membenamkan benih ke dalam tanah. Budi daya pertanian tanpa
olah tanah sebetulnya adalah corak budi daya pertanian tradisional yang sudah
dimodifikasi dengan memasukkan unsur kimiawi untuk mengendalikan gulma,
dalam hal ini adalah herbisida. Persiapan lahan hanya cukup dilakukan dengan
penyemprotan, gulma mulai mati dan mengering, lalu direbahkan selanjutnya
dibenamkan dalam lumpur.
Setiap upaya pengolahan lahan akan menyebabkan terjadinya perubahan
sifat-sifat tanah. Tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh cara atau
metode pengolahan tanah.  Perubahan sifat tanah akibat pengolahan tanah juga
berhubungan dengan seringnya tanah dalam keadaan terbuka, terutama antara 2
musim tanam, sehingga menjadi lebih riskan terhadap  erosi, dan proses iluviasi
yang selanjutnya dapat memadatkan tanah. Metode  atau cara pengolahan lahan
dibagi menjadi dua yaitu secara tradisional (konvensional), dan secara modern.
Pengolahan lahan dengan metode konvensional biasanya dilakukan untuk lahan
yang sempit dan memiliki kemiringan tertentu.  Metode ini biasanya banyak
dilakukan di lingkungan pedesaan yang sebagian masyarakat banyak
menggunakan lahannya sebagai lahan persawahan dan tanaman sayuran.
Pengolahan lahan dengan  cara modern biasanya banyak dilakukan untuk tanaman
tanaman perkebunan dan memiliki lahan yang luas. Pengolahan lahan dengan cara
ini biasannya menggunakan mesin pertanian.
            Tanpa Olah Tanah (TOT) sistem tanpa olah tanah merupakan bagian dari
konsep olah tanah konservasi yang mengacu kepada suatu sistem olah tanah yang
melibatkan pengolahan mulsa tanaman ataupun gulma (tanaman pengganggu).
Budidaya pertanian tanpa olah tanah sebetulnya berangkat dari corak pertanian
tradisional yang dimodifikasikan, dengan memasukkan unsur kimiawi untuk
mengendalikan gulma, dalam hal ini herbisida. Persiapan lahan cukup dilakukan
dengan penyemprotan, gulma mulai mati dan mengering,
direbahkan selanjutnya dibenamkan dalam lumpur (Nursyamsi, 2004).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumskan masalah


sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) ?


2. Apa saja yang perlu di pertimbangkan untuk menetapkan sistem tanpa olah
tanah ?
3. Bagaimana tahap  pelaksanaan /cara kerja sistem tanpa olah tanah ?
4. Bagaimana kebutuhan tenaga dan biaya tenaga kerja dalam penyiapan lahan
dengan sistem tanpa olah tanah ?

1.3. Tujuan

            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT),


2. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu di pertimbangkan untuk menetapkan
Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT).
3. Untuk mengetahui tahap  pelaksanaan /cara kerja Sistem Tanpa Olah Tanah
(TOT).
4. Untuk mengetahui kebutuhan tenaga dan biaya tenaga kerja dalam penyiapan
lahan dengan Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT).
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT)

Tanpa Olah Tanah (TOT), sistem tanpa olah tanah merupakan bagian dari
konsep olah tanah konservasi (OTK) yang mengacu kepada suatu sistem olah
tanah yang melibatkan pengolahan mulsa tanaman ataupun gulma (tanaman
pengganggu). Budi daya pertanian tanpa olah tanah sebetulnya berangkat dari
corak pertanian tradisional yang dimodifikasikan dengan memasukkan unsur
kimiawi untuk mengendalikan gulma, dalam hal ini herbisida. Persiapan lahan
cukup dilakukan dengan penyemprotan, gulma mulai mati dan mengering, lalu
direbahkan selanjutnya dibenamkan dalam lumpur (Tantri Ay-Nahra, 2014).
Bertanam tanpa olah tanah (TOT) adalah cara budi daya padi sawah yang
penyiapan tanahnya tidak diolah terlebih dahuu. Kegiatan pencangkulan, bajak,
dan menggaru yang lazim dikerjakan, pada teknologi ini tidak dilakukan. Proses
penyiapan lahan diganti dengan penyemprotan herbisida. Namun, kegiatan
pemeliharaannya sama sepeti yang biasa dilakukan (cara konvensional) (Prasetyo,
2002). Dalam sistem pengolahan lahan kita mengenal ada tiga macam sistem
pengelolaan yang terdiri dari pengolahan lahan sempurna, olah lahan minimum
dan tanpa olah tanah (TOT). Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT), pada system ini
hanya meliputi penyemprotan guna membunuh atau menghilangkan gulma pada
lahan, kemudian ditunggu hingga gulma mati dan lahan siap untuk ditanami. Pada
pengolahan lahan ini biasanya digunakan sistim tajuk dalam proses
penanamannya.

2.2. Hal-Hal Yang Perlu Di Pertimbangkan Untuk Menetapkan Sistem


Tanpa Olah Tanah (TOT)

Dalam menetapkan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) harus memperhatikan


topografi dan kontur keadaan lahan. Semakin curam keadaan maka akan semakin
besar tingkat erosi yang terjadi. Jika tingkat erosi semakin besar maka humus dan
zat hara dalam tanah akan semakin banyak hilang. Berikut adalah tingkat
kecuraman dan sifat tanah :
1.  Hampir Datar
Topografi tanah ini memiliki sifat diantaran  pengairan baik, mudah diolah
ancaman erosi kecil, tidak terancam banjir. kemampuan menahan air baik, subur,
dan respon terhadap pupuk. Pada lahan seperti ini sangat cocok untuk dijadikan
sebagai lahan pertanian.

2.  Lereng Landai

Topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya struktur tanah


kurang baik, ada ancaman erosi, pengolahan harus hati-hati,

3.  Lereng Miring

Topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya baik ditanami untuk
tanaman semusim mudah tererosi bergelombang tanahnya padas, kemampuan
menahan air rendah.

4. Lereng Miring dan Berbukit

Topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya lapisan tanah tipis,
kemampuan menahan air rendah  sangat mudah tererosi dan, sering banjir.
kandungan garam natrium tinggi.

5. Datar

Topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya tidak cocok untuk
pertanian, selalu tergenang air dan tanahnya berbatu-batu.

6. Lereng Agak  Curam

Topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya tanah berbatu-batu,


erosi kuat, tidakcocok untuk pertanian.

7. Lereng Curam

Topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya tanah berbatu, erosi
sangat kuat, perakaran sangat dangkal, hanya  untuk  padang rumput.

8. Lereng Sangat Curam


Topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya berbatu dan
kemampuan menahan air sangat rendah  tidak cocok untuk pertanian, lebih sesuai
dibiarkan (alami).

3.1. Tahap  Pelaksanaan/Cara Kerja Sistem Tanpa Olah Tanah

3.1.1. Persiapan Lahan

Pada persiapan lahan dengan sistem tanpa olah tanah (TOT), lahan sama
sekali tidak diolah. Hal ini tentu berbeda dengan sistem konvensional yang
tanahnya diolah sempurna. Adapun ciri-ciri tanah yang cocok untuk penerapan
TOT antara lain:
a. Berdraenase baik hingga sedang
b. Bertekstur sedang hingga berpasir
c. Bagian atas bertekstur pasir debuan
d. Kondisinya miring
e. Berdaya ikat air sedikit (Prasetyo, 1996)
Adapun langkah-langkah penyiapan lahan dengan sistem TOT adalah
gulma yang ada (misalnya alang-alang) disemprot dengan herbisida sistemik.
Adapun herbisida yang bersifat kontak tidak layak digunakan.penyemprotan
herbisida dilakukan semerata mungkin. Jika dirasa tidak merata, lakukan
penyemprotan ulang. Penyemprotan koreksi dilakukan selang 10 hari setelah
penyemprotan pertama. Waktu penyemprotan dilakukan saat cuaca cerah dan
menurut etimasi tidak akan datang hujan dalam 6 jam seteah dilakukan
penyemprotan (Prasetyo, 1996). Menurut Prasetiyo (2002), herbisida yang
digunakan mengandung aktif glifofat yang bekerja secara sistemik. Herbisida
sistemik yang disemprotkan pada 7 gulma akan menyebar ke seluruh jaringan
tubuh tanaman. Mekanisme kerja ini memungkinkan gulma dapat dikendalikan
secara tuntas. Penggunaan herbisida tidak dapat dipisahkan dalam penyiapan
lahan sistem TOT. Gulma yang tumbuh di atas permukaan tanah yang biasanya
dikendalikan dengan cangkul, traktor atau alat mekanisasi lainnya digantikan
dengan penyemprotan herbisida untuk mematikan gulma maupun sisa tanaman
yang masih hidup, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai mulsa dan bahan
organik (Sebayang et al. 2002). Efektivitas suatu herbisida sangat ditentukan oleh
cara aplikasi dan perhitungan kebutuhan herbisida persatuan luas (Wardoyo
2002). Herbisida yang sering digunakan dalam program OTK adalah herbisida
glifosat isopropylamine salt (C6H17N2O5P) dan paraquat dichloride salt
(C12H14Cl2N2). Namun demikian, pengunaan herbisida secara luas perlu
mempertimbangkan dampak negatifnya terhadap lingkungan, organisme bukan
sasaran, keragaman hayati serta resistensi gulma terhadap herbisida (Hasanuddin,
2003).

3.1.2. Cara Penanaman

            Untuk mengukur jarak tanam serta meluruskan barisan dapat digunakan


tali yang direntangkan. Jarak tanam disesuaikan dengan kondisi tanah setempat.
Sebagai patikan untuk tanah yang cukup subur jarak tanamnya bisa 20x20 cm
(Prasetyo, 1996). Lubang tanam dibuat menggunakan alat tugal dari kayu atau
bambu yang ujung bawahnya diruncingkan. Pembuatan lubang tanam jangan
terlalu dalam dapat mengakibatkan lambatnya perkecambahan, bahkan kegagalan
pertumbuhan. Namun 8 jika terlalu dangkal maka benih sering muncul ke
permukaan tanah dan dapat termakan oleh burung atau tikus maupun rusak akibat
kekeringan. Lubang tanam sebaiknya dibuat dengan kedalaman 3-5 cm. Di
sebelah lubang tanam dibuat lubang lagi, yaitu untuk pupuk dasar. Jarak lubang
ini dengan lubang tanam kurang lebih 5 cm. Benih yang dipersiapkan dimasukkan
ke dalam lubang tanam. Tiap lubang tanam diisi dengan 4-5 butir gabah (Prasetyo,
1996).
Untuk penentuan waktu tanam yang tepat merupakan masalah yang cukup
sulit karena datangnya musim hujan berbeda-beda untuk tiap daerah. Pelaksanaan
tanam benih yang terlambat atau awal musim hujan telah lewat dapat berakibat
tanaman padi akan mengalami kekeringan dikemudian hari. Semakin lambat saat
tanam semakin rendah hasil yang diperoleh. Penanaman yang dilakukan saat
terjadi hujan lebat dapat mengakibatkan benih keluar dari lubang karena terkena
benturan air hujan dan akhirnya akan terbawa aliran air (Prasetyo, 1996).
3.3.3. Pemeliharaan

            Pemeliharaan tanaman padi meliputi penyulaman (1-2 minggu setelah


tanam), penyiangan (pada umur 15,35 dan 55 hari setelah tanam), pemupukan
sesuai anjuran setempat (2-3 kali selama musim tanam), pemasukan air (saat awal
tanam, saat pembentukan anakan, saat tanaman bunting, saat pembungaan),
pengeluaran air (saat sebelum tanaman bunting, awal pembungaan, dan awal
pemasakan biji, serta pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (seperti
hama antara lain walang sangit, ganjur, penggerek padi, wereng, tikus dan burung
serta penyakit: hawar daun, bercak cokelat, blast, tungro, kerdil hampa, dan kerdil
rumput).

4.1. Kebutuhan Tenaga Dan Biaya Tenaga Kerja dalam Penyiapan Lahan
dengan sistem Tanpa Olah Tanah

            Kebutuhan Tenaga dalam mengaplikasikan sistem TOT (Tanpa Olah


Tanah) kebutuhan tenaga dapat dihemat, jumlahnya tidak banyak, dan pekerjaan
diselesaikan dikarenakan sistem TOT ini adalah merupakan Sistem Pengolahan
Tanah yang paling sederhana dari Sistem Olah Tanah yang lain. Penggunaan
sistem Tanpa Olah Tanah ini juga penghematan waktu dan tenaga kerja juga
berarti penghematan biaya. Biaya yang diperlukan pada penyiapan tanah tanpa
olah tanah adalah untuk membeli herbisida dan tenaga penyemprot, sedangkan
alatnya bisa disewa. Penghematan biaya pada penyiapan tanah juga menghemat
biaya produksi sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

            Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa TOT


merupakan sistem pengolahan lahan tanpa olah tanah yang sistem atau metodenya
paling sederhana dibandingkan sistem yang lain. Hal yang perlu dipertimbangkan
dalam penerapan TOT ini ialah kelerengan lahan. Sistem TOT sangat cocok
diterapkan pada lahan yang lereng karena ditinjau dari mekanisme pengerjaannya
yang sederhana. Seain itu pada sistem TOT ini tidak memerlukan tenaga kerja
yang banyak dan dapat dikerjakan dengan waktu yang singkat serta tidak
membutuhkan biaya yang besar.

3.2. Saran

Saya menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah di kememudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Hasanuddin. 2003. Hasil Tanaman Kedelai dan Pola Persistensi Akibat Herbisida
Clomazone dan Pendimethalin Bervariasi Dosis pada Kultivar Argo Mulyo
dan Wilis. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjajaran,
Bandung.

Muhajir,Utomo. 2012. Tanpa Olah Tanah. Lampung : Lembaga Penelitian


Universitas Lampung.

Prasetiyo. 2002. Budi Daya Padi Sawah TOT (Tanpa Olag Tanah). Kainisius.
Yogyakarta.

Prasetyo. 1996. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Tantri Ay-Nahra. 2014.  Makalah Agrotek Serealia (JUWAWUT). htm.https://ww
w.google.com/search?q=Tantri+AyNahra++Makalah+Agrotek+Serealia+
%28JUWAWUT%29.htm&ie=utf-8&oe=utf-8. Diakses pada tanggal  21
Mei  2020.

Anda mungkin juga menyukai