Anda di halaman 1dari 14

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1 , No.3, April 2011

ANALISIS KOMPARATIF KEMITRAAN CONTRACT FARMING DAN


NONCONTRACT FARMING PADA AGRIBISNIS HORTIKULTURA

Erfit

Doktor Ilmu Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi
Universitas Jambi, Kampus Pinang Masak, UNJA Mendalo Darat

ABSTRACT

Penelitian ini bertujuan untuk melihat suatu komparatif antara kemitraan contract
farming dengan noncontract farming dengan mengambil kasus pada agribisnis
hortikultura (sayuran). Penelitian ini menggunakan metode multy case study yang
menggabungkan studi kasus dan survei.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari jalannya kemitraan, terlihat
dari bentuk hubungan kemitraan pada contract farming meliputi bidang permodalan,
pemasaran dan bantuan teknologi, sementara pada noncontract farming hanya dalam
bentuk pemasaran semata. Dari sisi bentuk aturan maka contract farming bersifat formal
dan tertulis, sementra noncontract farming informal dan tidak tertulis. Kemudian dari
berbagai uraian aspek dasar kemitraan terlihat kemitraan noncontract farming lebih
menguntungkan terutama dilihat dari sisi peningkatan pendapatan. Dari sisi kesetaraan
noncontract farming relatif lebih mengarah kepada adanya kesetaraan posisi bagi kedua
belah pihak yang menjalankan kemitraan. Dari sisi legalitas walaupun kemitraan
noncontract farming hanyalah kemitraan yang bersifat informal dimana aturan-aturan
yang digunakan bersifat tidak tetulis bukan kontrak/SPK yang hanya didasarkan kepada
rasa saling percaya bagi kedua belah pihak yang bermitra tetapi pada dasarnya aturan-
aturan tersebut lebih dapat mengikat kedua belah yang bermitra. Dari sisi pemberdayaan
terhadap petani, walaupun dengan kemitraan noncontract farming relatif memperlihat
kurangnya upaya-upaya terutama oleh pedagang pengumpul sebagai mitra yang
mengarah kepada pemberdayaan petani namun demikian dengan kemitraan noncontract
farming secara umum lebih dapat menjadikan petani untuk mandiri tidak menimbulkan
ketergantungan karena petani dapat memutuskan berbagai hal yang berkaitan dengan
usaha tani yang dijalankannya.

Kata kunci: kemitraan contract farming, noncontract farming dan agribisnis hortikultura

Halaman 1
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

I. PENDAHULUAN
1.2. Perumusan Masalah
I.1. Latar Belakang
Beberapa pola kemitraan yang telah
Bagi Indonesia agribisnis
berkembang selama ini khususnya
hortikultura merupakan salah satu
dibidang agribisnis hortikultura
sumber pertumbuhan ekonomi yang
(sayuran) diantaranya adalah dalam
cukup potensial untuk dikembangkan.
bentuk contrac farming (Sumardjo et
Hal ini dapat dilihat dari cukup
al, 2004). Dengan contract farming
besarnya kontribusi dari subsektor
kemitraan dijalankan secara formal
hortikultura terhadap PDB nasional
dimana aturan-aturan yang ada dalam
dan selalu menunjukkan kenaikan, dari
menjalankan kemitraan dinyatakan
data yang ada pada tahun 2004
secara tertulis dalam bentuk surat
subsektor hortikultura telah mengalami
perjanjian kerjasama (SPK). Selain
pertumbuhan sebesar 5,65 persen
itu khususnya pada berbagai daerah
(Departemen Pertanian, 2004). Selain
sentra produksi sayuran pada
itu subsektor hotikultura juga telah
dasarnya juga telah berkembang
mampu menyediakan lapangan kerja
kerjasama usaha (kemitraan) antara
untuk 3 juta orang pada tahun yang
petani dengan pelaku agribisnis
sama.
lainnya yang terbentuk secara
Salah satu usaha yang dilakukan dalam
otonom dalam masyarakat sesuai
pengembangan agribisnis hortikultura
dengan kebutuhan petani yang diatur
adalah melalui program kemitraan.
dengan aturan-aturan informal yaitu
Secara umum kemitraan dapat
kepercayaan dan kejujuran yang
diartikan sebagai suatu bentuk
disebut dengan kemitraan lokal atau
kerjasama antara usaha kecil dengan
kemitraan tradisional (Pranadji, 1997
usaha menengah atau dengan usaha
dan Hastuti dan Bambang, 2004).
besar yang disertai pembinaan dan
Model kemitraan tradisional ini dapat
pengembangan yang berkelanjutan
juga kita katakan sebagai kemitraan
oleh usaha menengah/besar dengan
yang bersifat noncontract farming.
memperhatikan prinsip saling
Sebagai bentuk kemitraan
memerlukan, saling memperkuat dan
noncontract farming, maka
saling menguntungkan (UU No 9,
kemitraan dijalankan secara tidak
1995). Secara lebih spesifik
formal dimana aturan-aturan yang
Kismantoroadji (1996) dan Eaton et al
ada dalam mejalankan kemitraan
(2001) mendefinisikan kemitraan
tidak dinyatakan secara tertulis.
dalam agribisnis sebagai jalinan
Penelitian ini ingin melihat suatu
kerjasama dari dua atau lebih pelaku
komparatif antara kemitraan contract
agribisnis yang saling menguntungkan.

Halaman 2
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

laporan-laporan penelitian, dokumen,


farming dengan noncontract farming dan berbagai kebijakan yang
dengan mengambil kasus pada berkaitan dengan jalannya kemitraan.
agribisnis hortikultura (sayuran). Data dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner, wawancara
1.3. Metode Penelitian mendalam (in depth interview) dan
observasi. Data yang ada akan
Penelitian ini didesain dengan dianalisis secara deskriptif kualitatif
penelitian studi kasus. Dalam dan deskriptif kuantitatif dengan
penelitian ini dilakukan analisis menggunakan tabel distribusi
terhadap berbagai kasus (multiple case frekuensi. Komparatif akan
study) kemitraan yang dipilih secara dilakukan terhadap jalannya
sengaja (purposive). Kasus kemitraan kemitraan dan beberapa aspek dasar
dipilih pada dua propinsi yaitu dalam mejalankan suatu kemitraan
propinsi Sumatera Utara dan Sumatera dalam agribisnis hortikultura yang
Barat. Untuk Sumatera Utara kasus meliputi: aspek saling
kemitraan yang dipilih adalah model menguntungkan, kesetaraan,
kemitraan contract farming yang legalitas, pemberdayaan petani dan
meliputi: kemitraan petani dengan PT. modal sosial.
Putra Agro Sejati (PT PAS), PT
Vindia Agroindustri (PT VA). II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemudian untuk Sumatera Barat kasus
kemitraan yang dipilih adalah 2.1. Kemitraan Contract Farming
kemitraan noncontract farming yang dan Noncontract Farming
meliputi: kemitraan petani dengan Kemitraan contract farming
pedagang pengumpul di pasar Padang merupakan kemitraan yang
Luar, di pasar Koto Baru, di dilakukan antara petani dengan
kecamatan Sungai Puar dan di perusahaan pengolahan hasil sayuran
kecamatan Lembah Gumanti. yaitu PT PAS dan PT VA. Dalam
Data yang diperlukan meliputi data kemitraan ini hubungan kemitraan
primer dan data sekunder. Data primer dijalankan dimana pihak perusahaan
diperoleh melalui wawancara langsung mitra (PT PAS dan PT VA)
dengan para pelaku usaha agribisnis memberikan bantuan modal berupa
hortikultura yang terlibat dalam bibit, pupuk dan pestisida dalam
program kemitraan diantaranya petani, bentuk paket kredit dan bantuan
pengurus kelompok tani, pedagang teknologi kepada petani, dan petani
pengumpul, pengolah, perusahaan sebagai petani mitra diwajibkan
mitra dan pihak pemerintah yang untuk menjual hasil pertaniannya
bertindak sebagai responden dan kepada pihak perusahaan mitra
informan kunci. Data sekunder sesuai dengan ketentuan yang
diperoleh dari berbagai refrensi,
Halaman 3
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

dicantumkan dalam surat perjanjian pengumpul di pasar Padang Luar,


dari bentuk hubungan kerjasama dalam pedagang pengumpul yang ada di pasar
menjalankan kemitraan maka dapat Koto Baru, pedagang pengumpul yang
disimpulkan bahwasanya bentuk ada di tingkat kecamatan Sungai Puar
hubungan kerjasama usaha dalam dan pedagang pegumpul di kecamatan
menjalankan kemitraan antara petani Lembah Gumanti secara berlangganan.
dengan PT PAS dan PT VA ini Jadi dalam hal ini hubungan kerjasama
diantaranya meliputi bidang dalam kemitraan pada noncontract
permodalan, bidang pemasaran dan farming ini pada dasarnya hanya
bantuan teknis. Kemudian jika dilihat dibidang pemasaran saja tidak ada
dari bentuk aturan-aturan yang ada bantuan permodalan dan bantuan teknis
dalam menjalankan kemitraan yang yang diberikan oleh para pedagang
dilakukan adalah bersifat formal pengumpul. Dilihat dari sisi aturan
dimana aturan-aturan dalam maka kemitraan noncontract farming
menjalankan kemitraan diatur dalam merupakan kemitraan yang juga
suatu kontrak tertulis dalam bentuk bersifat informal dimana aturan-aturan
surat perjanjian kerjasama (SPK). dalam menjalankan kemitraan usaha
Sementara itu kemitraan tidak bersifat tertulis tetapi lebih
noncontract farming adalah kemitraan didasarkan kepada kesepakatan-
yang terjadi antara petani dengan kesepakatan antara kedua belah pihak
pedagang pengumpul yang ada di yang menjalankan kemitraan.
beberapa lokasi penelitian. Dalam Berbagai analisis dan kesimpulan
kemitraan ini petani menjual hasil berkaitan dengan jalannya kemitraan
pertaniannya kepada pedagang contract farming dan noncontract
pengumpul yang ada pada beberapa farming pada agribisnis hortikultura
lokasi penelitian yaitu pedagang dapat kita simpulkan dalam bentuk tabel
berikut ini.

Tabel 1. Komparatif Bentuk Hubungan dan Aturan Dalam Menjalankan Kemitraan


Contract Farming dan Noncontract Farming
Jalannya
No Contract Farming Noncontract Farming
Kemitraan
1. Bentuk Hubungan
a.Permodalan Ada (diberikan dalam bentuk paket Tidak ada (kecuali bagi petani yg sudah
kredit berupa bantuan bibit, pupuk lama dan dapat dipercaya oleh pdg
dan pestisida) pengumpul dalam bentuk dana utk
pembelian pupuk dan pestisida yang
sangat mendesak)
b.Pemasaran Ada (dalam bentuk perusahaan mitra
PT PAS dan PT VA) berkewajiban Ada (dalam bentuk pedagang pengumpul
membeli hasil produksi yang membeli hasil produksi pertanian petani
dihasilkan oleh petani) secara berlangganan)

c.Bantuan Ada (dalam bentuk dimana


Teknologi perusahaan mitra memberikan Tidak ada (pedagang pengumpul tidak
bantuan teknis berupa penyuluhan memberikan bentuan teknis kepada petani
kepada petani) mitranya)

2. Aturan Main Formal dalam bentuk kontrak Informal dalam bentuk aturan-aturan yang
(rule of law) tertulis berupa surat perjanjian tidak tertulis berdasarkan kepercayaan
kerjasama (SPK) (trust) bagi kedua belah pihak yang
bermitra
Sumber: Data Primer
Halaman 4
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

2.2. Saling Menguntungkan pengumpul tanpa adanya campur


tangan pemerintah dan hanya diatur
Dari hasil identifikasi yang
dengan aturan yang bersifat informal
dilakukan terhadap kemitraan contract
tidak ada SPK yang hanya
farming dan noncontract farming
didasarkan kepada rasa saling
dilihat dari prinsip saling
percaya ternyata lebih efektif
menguntungkan terutama dari sisi
terutama jika dilihat dari sisi
peningkatan pendapatan petani ternyata
peningkatan pendapatan petani jika
kemitraan noncontract farming relatif
dibandingkan dengan kemitraan
lebih dapat meningkatkan pendapatan
contract farming. Informasi yang
petani. Hal tersebut merupakan suatu
berkaitan dengan perbandingan
indikasi bahwa kemitraan noncontract
manfaat kemitraan contract farming
farming yang terbentuk secara otonom
dan noncontract farming dapat kita
antara petani dengan pedagang
lihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Komparatif Manfaat Kemitraan dalam Kemitraan Contract Farming dan


Noncontract Farming
No. Indikator Contract Farming Noncontract Farming
1. Peningkatan Pendapatan 64 74
2. Kepastian Terhadap Harga 78 72
3. Alih Tekologi 70 45
4. Peningkatan Produktivitas Petani 66 37
Sumber: Data Primer

Terjadinya peningkatan pendapatan Timbulnya hal ini tidak


pada kemitraan noncontract farming ini partisipasi petani dalam penentuan
tidak terlepas dari sitem penentuan harga komoditi sayuran.
harga dimana harga pada dasarnya Partisipasi ini tercermin dari
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penentuan harga komoditi yang
antara petani dengan pedagang didasarkan pada hasil tawar
pengumpul dan yang menjadi pedoman menawar dan kompromi atau
adalah harga pasar yang berlaku pada kesepakatan antara petani dengan
saat itu. Dengan demikian, penetapan pihak pedagang pengumpul yang
harga yang lebih realistis dan relatif adil mengacu kepada harga pasar yang
ditambah dengan jumlah komoditi yang berlaku. Dengan demikian hal ini
dapat diterima oleh pedagang relatif memperlihatkan petani memang
lebih besar serta sistem sortiran yang terlibat secara aktif dalam
lebih transparan tentu akan berpengaruh penentuan harga sayuran yang
terhadap jumlah pendapatan yang akan mereka jual kepada pedagang
diterima oleh petani pengumpul.

Halaman 5
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

Demikian juga halnya dengan hasil berdampak terhadap penerimaan petani


produksi petani dalam pola kemitraan yang pada gilirannya nanti juga akan
tradisional pada dasarnya pedagang berpengaruh terhadap pendapatannya.
pengumpul tidak menetapkan standart Dengan demikian adanya kepastian
kualitas untuk komoditi yang dibelinya harga pada pola kemitraan contract
dari petani mitra. Selain itu adanya farming sesuai dengan harga yang
transparansi bagi kedua belah pihak tercantum dalam SPK sebenarnya tidak
antara petani dan pedagang pengumpul otomatis atau sepenuhnya dapat
berkaitan dengan sistem sortasi yang meningkatkan pendapatan petani.
dilakukan juga mencerminkan Demikian juga halnya jika dikaitkan
berperannya modal sosial dalam dengan adanya peningkatan
kemitraan noncontract farming. penggunaan input dan peningkatan
Berbeda halnya dalam kemitraan produktivitas dalam pola kemitraan
contract farming pada kemitraan contract farming ternyata juga tidak
contract farming harga yang sesuai otomatis atau sepenuhnya dapat
dengan harga yang tercantum dalam berpengaruh terhadap peningkatan
SPK yang ada dimana penetapan harga pendapatan petani.
tersebut dilakukan pada saat SPK Partisipasi dapat dilihat tidak adanya
ditanda tangani oleh petani mitra pada keterlibatan petani dalam penentuan
tahap awal kemitraan dilakukan. harga komoditi sehingga sering
Dalam hal penetapan harga ini dikatakan dalam contract farming
sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan petani adalah penerima harga
mitra. Dengan kata lain petani tidak sementara perusahaan adalah penentu
pernah terlibat dalam penentuan harga harga. Namun demikian kemitraan
komoditi Penetapan harga yang noncontract farming belum banyak
dilakukan oleh perusahan mitra pada berpengaruh terhadap peningkatan
saat SPK ditanda tangani pada saat wal penggunaan input dan peningkatan
kemitraan sering kali merugikan pihak produktivitas petani. Dengan kata lain
petani mitra, karena tidak jarang harga kemitraan noncontract farming belum
yang ditetapkan pada awal jauh lebih banyak berpengaruh terhadap
rendah dibandingkan dengan harga peningkatan sumberdaya petani atau
pasar yang berlaku Keadaan ini tidak transfer teknologi sehingga kemitraan
terlepas dari sangat tingginya fluktuasi yang dijalankan juga belum banyak
harga yang terjadi pada komoditi berpengaruh terhadap peningkatan
sayuran. Dalam kaitannya dengan produktivitas petani. Sementara
kemitraan usaha dengan pola kemitraan contract farming relatif lebih dapat
contract farming, keadaan tersebut menciptakan adanya transfer teknologi
tentu terhadap petani yang pada gilirannya
juga berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas petani.

Halaman 6
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

2.3. Kesetaraan dari relatif besarnya kewenangan


Dari sisi kesetaraan kemitraan yang ada dipihak petani mitra
noncontract farming terlihat hubungan dalam mengambil beberapa
antara petani dengan mitranya atau keputusan menyangkut kemitraan
pedagang pengumpul relatif lebih usaha yang dijalankan Informasi
setara. Keadaan ini dapat kita lihat lengkap dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 3. Komparatif Kewenangan dalam Pengambilan Keputusan dalam
Kemitraan Contract Farming dan Noncontract Farming
No. Indikator Contract Farming Noncontract Farming

1 Penentuan harga komoditi Perusahaan mitra (sepenuhnya Kesepakatan petani dan


ditentukan oleh pihak pedagang pengumpul
perusahaan dan sesuai dengan
SPK
2 Penentuan mutu komoditi Perusahaan mitra (sesuai standar Sepenuhnya ditentukan
yang dihasilkan yang petani dan tergantung
ditetapkan perusahaan dalam kepada keterampilan petani
SPK)
3 Penentuan waktu tanam Perusahaan mitra Sepenuhnya petani
4 Penentuan waktu panen Perusahaan mitra Sepenuhnya petani
5 Pengelolaan lahan Sepenuhnya berada ditangan Sepenuhnya berada
petani tetapi dijalankan sesuai ditangan petani dan
dengan anjuran perusahaan disesuaikan dengan anjuran
PPL
6. Resiko Sepenuhnya ditanggung oleh Sepenuhnya ditanggung
petani petani
Sumber: Data Primer

Relatif besarnya kewenangan yang Berbeda halnya pada contract farming


dimiliki oleh petani mitra dalam dari aspek kesetaraan memperlihatkan
kemitraan noncontract farming tidak relatif tidak adanya kesetaraan, hal ini
terlepas dari peranan modal sosial terlihat dari dominasi yang sangat tinggi
terhadap jalannya kemitraan usaha antara pada pihak perusahaan. Dari 6 indikator
petani dan pedagang pengumpul yang ada dalam aspek kesetaraan 4 hal
terutama berkaitan dengan nilai-nilai diantaranya penentuan harga, penentuan
partisipasi. Dengan demikian pada kualitas komoditi yang dihasilkan, waktu
kemitraan noncontract farming secara tanam dan waktu panen semuannya itu
relatif menempatkan petani dan ditentukan oleh pihak perusahaan mitra.
pedagang pengumpul dalam posisi tawar Sementara pengolahan lahan dan
yang sama bagi kedua belah pihak. pelaksanaan panen ditentukan oleh petani
tetapi tetap disesuaikan dengan jadwal
yang ditetapkan oleh perusahan mitra.

Halaman 7
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

Berkaitan dengan teknis pengolahan 2.4. Legalitas


lahan walaupun diserahkan kepada
petani tetapi harus dilaksanakan Dari sisi legalitas
sesuai anjuran perusahaan. memperlihatkan bahwa bentuk
Timbulnya hal ini tidak terlepas dari aturan dalam kemitraan noncontract
kurang berperannya modal sosial farming yang bersifat informal dan
khususnya nilai partisipasi petani tidak tertulis, , dengan kata lain
dalam contract farming. Dalam aturan-aturan yang ada dibuat
contract farming perusahaan tidak berdasarkan kesepakatan bagi kedua
memberikan kesempatan kepada belah pihak yang bermitra, tidak
pihak petani mitranya untuk dalam bentuk SPK sepertinya dalam
menentukan berbagai hal dalam contract farming ternyata lebih dapat
menjalankan kemitraan terutama dipatuhi dan mengikat kedua belah
dalam hal penentuan harga. Contract pihak yang bermitra. Hal ini
farming menempatkan petani dan disebabkan aturan-aturan yang
perusahaan mitra dalam posisi tawar bersifat tidak tertulis dalam bentuk
yang tidak seimbang. Penelitian kesepakatan-kesepakatan bagi kedua
yang diikemukakan Basdabella belah pihak yang bermitra antara
(2001) yang menyimpulkan bahwa petani dan pedagang pengumpul
secara umum penetapan harga dibangun berdasarkan kepada
komoditi dalam program PIR dengan kepercayaan yang kuat diantara
pola kemitraan contract farming mereka. Selain itu kemitraan
sering kali merugikan pihak petani. noncontract farming relatif kurang
Munculnya hal ini dikarenakan terjadinya konflik diantara kedua
relatif sedikitnya keterlibatan petani belah pihak yang bermitra. Keadaan
dalam penetapan harga. Sesuai ini menunjukkan bahwa aturan
dengan aturan yang ada penetapan tertulis atau formal dalam bentuk
harga didasarkan kepada kajian yang SPK tidak selalu lebih baik
melibatkan berbagai unsur yaitu dibandingkan dengan aturan tidak
perusahaan mitra dan pemerintah. tertulis atau tidak formal dalam
Sedangkan yang mewakili petani bentuk kesepakatan berdasarkan
merupakan jumlah yang sangat kecil. kepercayaan. Informasi lengkap
dapat dilihat pada tabel berikut.

Halaman 8
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

Tabel 4. Komparatif Aspek Legalitas Kemitraan Contract Farming,dan


Noncontract Farming
No. Indikator Contract Farming Noncontract Farming
1. Bentuk Aturan Formal dan tertulis dalam bentuk Tidak formal dan tidak tertulis
SPK
2. Persyaratan Bermitra Ada, minimal petani dg luas Tidak ada
lahan 0,5 ha
3. Bidang Kemitraan Pemasaran, bantuan modal dan Pemasaran, sebahagian bantuan
bantuan teknis sesuai dengan modal dan tidak ada bantuan
SPK teknis
4. Hak Petani Kepastian pasar Kepastian harga
5. Kewajiban Petani Menjual hasil produksi dan Menjual hasil pertaniannya kepada
penyediaan lahan perusahaan mitra
Sumber: Data Primer

Timbulnya berbagai keadaan diatas sebenarnya tidak banyak mendorong


karena berperannya nilai-nilai modal ke arah kemandirian petani. Dengan
sosial dalam aspek legalitas pada kata lain contract farming sebenarnya
kemitraan noncontract farming tidak banyak membantu petani dalam
terutama nilai-nilai kepercayaan dan upaya pemberdayaan
partisipasi. -nilai kepercayaan tergambar (dependency) bukan saling
karena memang dasar terbentuknya ketergantungan interdependency).
kemitraan noncontract farming Sementara itu dengan kemitraan
didasarkan kepada kepercayaan. noncontract farming petani dianggap
Sementara nilai-nilai partisipasi dapat lebih dapat mandiri. Walaupun dalam
dilihat bahwa aturan-aturan yang kemitraan noncontract farming
berlaku dalam kemitraan noncontract memperlihatkan relatif kurangnya
farming merupakan hasil kesepakatan upaya-upaya terutama oleh pedagang
bersama antara petani dan pedagang pengumpul yang mengarah kepada
pengumpul. pemberdayaan petani, namun
demikian dengan kemitraan
2.5. Pemberdayaan Petani noncontract farming secara umum
lebih dapat menjadikan petani mandiri
Dari sisi pemberdayaan petani karena petani dapat memutuskan
walaupun ada pembinaan yang berbagai hal dengan leluasa berkaitan
diberikan perusahaan mitra dalam dengan usaha tani yang dilakukannya.
bentuk bantuan teknis kepada petani, Informasi berkaitan dengan
secara umum contract farming perbandingan aspek pemberdayaan ini
dapat kita lihat pada tabel berikut.
Halaman 10
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

Tabel 5. Komparatif Aspek Pemberdayaan dalam Kemitraan Contract Farmin dan


Noncontract Farming
No. Indikator Contract Farming Noncontract Farming
1. Pembinaan Perusahaan Mitra Ada, secara berkala Tidak ada, karena
melalui petugas memang tidak ada
lapangan sesuai dengan aturan untuk itu
SPK
2. Pembinaan oleh Pemerintah Relatif sedikit melalui Relatif sedikit dan
kelompok tani dan melalui kelompok tani
bersifat tidak langsung dan bersifat tidak
langsung
3. Kondisi Internal Kelompok tani Relatif belum berperan Relatif belum
secara optimal berperan secara
optimal
4. Kondisi Eksternal Kelompok Belum optimal Belum optimal
tani mengingat mengingat terbatasnya
terbatasnya pembinaan dan
pembinaan dan bntuan yang diberikan
bantuan yang pemerintah terhadap
diberikan pemerintah kel. tani
terhadap kelompok
tani yang ada
Sumber: Data Primer

2.6. Modal Sosial pada gilirannya akan berpengaruh


terhadap efektifitas dari kemitraan
Dari sisi modal sosial
memperlihatkan relatif kuatnya yang dilakukan. Sementara pada
hubungan-hubungan sosial ini diantara contract farming terlihat lemahnya
pihak yang menjalankan kemitraan hubungan-hubungan sosial ini
pada kemitraan noncontract farming. diantara pihak yang menjalankan
Dengan kata lain dalam kemitraaan kemitraan. Dengan katan lain dalam
noncontract farming yang dijalankan pola contract farming terlihat relatif
oleh petani dengan pedagang kurang berperannya modal sosial.
pengumpul memperlihatkan relatif Informasi berkaitan dengan modal
berperannya modal sosial yang sosial dalam contract farming dan
noncontract farming dapat dilihat
pada tabel berikut ini.

Halaman 10
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

Tabel 6. Komparatif Aspek Modal Sosial dalam Kemitraan Contract Farming dan
Noncontract Farming
No. Indikator Contract Farming Noncontract Farming
1. Nilai-nilai kebersamaan Rendah (terbentuknya Relatif tinggi (latar
kemitraan difasilitasi oleh belakang terbentuk
pemerintah sebagai suatu secara otonom/tanpa
program yang dintrodusir campur tangan
oleh pemerintah dan proses pemerintah ,proses
terbentuknya dalam jangka terbentuknya melalui
waktu yang relatif pendek) waktu yang relatif
panjang)
2. Hubungan perseorangan Rendah (intensitas hubungan Relatif tinggi (intensitas
dan komunikasi antara petani hubungan dan
mitra dengan perusahaan komunikasi tinggi
mitra rendah) antara petani dengan
pedagang)
3. Nilai-nilai kepercayaan Rendah (kemitraan dibentuk Relatif tinggi (secara
secara formal dengan aturan- konsep dasar dari
aturan yang bersifat tertulis kemitraan tradisional
dalam bentuk SPK adalah kepercayaan)
4. Partisipasi Rendah (sebahagian besar Relatif tinggi (keputusan
kegiatan dan keputusan diambil berdasarkan
ditentukan oleh kesepakatan petani
perusahaan mitra dan dengan pedagang
keikutsertaan petani mitra
Sumber: Data Primer

Berperannya modal sosial dalam yang relatif lama yang biasanya diawali
kemitraan noncontract farming dengan adanya hubungan-hubungan
terutama dalam bentuk nilai-nilai personal atau hubungan-hubungan yang
kebersamaan terlihat dari latar intensif antara petani dengan pedagang
belakang terbentuknya kemitraan pengumpul. Keadaan tersebut dapat
noncontract farming yang terbentuk kita lihat dari proses terbentuknya
secara alami tanpa campur tangan kemitraan noncontract farming di
pemerintah dengan semangat beberapa lokasi penelitian yang ada.
kebersamaan dan adanya rasa saling Berbeda halnya dengan contract
membutuhkan diantara kedua belah farming yang jika dilihat dari
pihak. Kemudian dilihat dari proses terbentuknya sering merupakan bentuk
terjadinya kemitraan noncontract kemitraan yang diintrodusir oleh
farming biasanya tidaklah secara pemerintah atau dengan kata lain sering
spontan tetapi lebih memerlukan proses kali kemitraan contract farming
yang relatif lama yang biasanya diawali dibentuk berdasarkan prakarsa atau
difasilitasi oleh pihak pemerintah.

Halaman 11
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

Kemudian berperannya hubungan Keadaan ini tentu berbeda dengan


personal pada kemitraan noncontract contract farming, sebahagian besar
farming dapat kita lihat dari tingginya dari berbagai keputusan ditentukan
intensitas hubungan dan kuatnya secara sepihak oleh perusahaan mitra
hubungan emosional antara petani yang semuanya tercantum dalam
dengan pedagang pengumpul. Jadi SPK. Demikian juga halnya dengan
dalam kemitraan noncontract farming harga, juga ditetapkan oleh
petani selalu berhadapan secara perusahan secara sepihak tidak dapat
langsung dengan pedagang pengumpul ditinjau kecuali musim tanam
sebagai mitranya. Berbeda halnya berikutnya. Sistem penetapan harga
dengan contract farming dimana ini dianggap petani tidak transparan,
intensitas hubungan antara petani petani tidak pernah tahu bagaimana
dengan pihak perusahaan mitra harga ditetapkan.
sangatlah terbatas. Pada dasarnya
petani tidak pernah berhubungan secara III. PENUTUP
langsung dengan pihak perusahaan Dilihat dari jalannya kemitraan,
mitra, tetapi mereka lebih banyak terlihat dari bentuk hubungan
berurusan dengan petugas lapangan kemitraan pada contract farming
yang ditunjuk oleh perusahaan. meliputi bidang permodalan,
Kemudian adanya hubungan personal pemasaran dan bantuan teknologi,
yang kuat antara petani dengan sementara pada noncontract farming
pedagang pengumpul dalam kemitraan hanya dalam bentuk pemasaran
tradisional dapat juga kita lihat dari semata. Dari sisi bentuk aturan maka
tingginya intensitas komunikasi antara contract farming bersifat formal dan
petani dengan pedagang pengumpul. tertulis, sementra noncontract
Hal ini berbeda halnya dengan farming informal dan tidak tertulis.
intensitas komunikasi yang relatif Kemudian dari berbagai uraian aspek
rendah pada kemitran contract farming. dasar kemitraan terlihat kemitraan
Kemudian berperannya nilai-nilai noncontract farming yang telah
partisipasi dari petani dalam kemitraan berjalan selama ini ternyata lebih
noncontract farming dapat kita lihat menguntungkan terutama dilihat dari
relatif besarnya keterlibatan petani sisi peningkatan pendapatan. Dari
mitra dalam berbagai keputusan sisi kesetaraan juga memperlihatkan
berkaitan dengan jalannya kemitraan. kemitraan noncontract farming
relatif lebih

Halaman 12
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

mengarah kepada adanya kesetaraan DAFTAR PUSTAKA


posisi bagi kedua belah pihak yang
Basdabella, S. 2001. Pengembangan
menjalankan kemitraan. Kemudian
sistem agroindustri kelapa
dari sisi legalitas walaupun kemitraan
sawit dengan pola perusahaan
noncontract farming hanyalah
agroindustri rakyat. Disertasi.
kemitraan yang bersifat informal
Program Pascasarjana IPB.
dimana aturan-aturan yang digunakan
Bogor. 271 hal.
bersifat tidak tetulis bukan kontrak/SPK
Eaton, C and Andrew W, S. 2001.
yang hanya didasarkan kepada rasa
Contract farming partnerships
saling percaya bagi kedua belah pihak
for growth. FAO Agricultural
yang bermitra tetapi pada dasarnya
services bulletin 145. Roma.
aturan-aturan tersebut lebih dapat
Endraswana, S. 2003. Metodologi
mengikat kedua belah yang bermitra.
penelitian kebudayaan. Gajah
Dari sisi pemberdayaan terhadap petani,
Mada University Press.
walaupun dengan kemitraan
Yokyakarta.
noncontract farming relatif
Ghatak, S. and K. Ingersent. 1984.
memperlihat kurangnya upaya-upaya
Agriculture and economic
terutama oleh pedagang pengumpul
development. The Johns
sebagai mitra yang mengarah kepada
Hopkins University Press.
pemberdayaan petani namun demikian
Maryland. 380 pp.
dengan kemitraan noncontract farming
secara umum lebih dapat menjadikan Hasbi. 2001. Rekayasa Sistem
petani untuk mandiri tidak Kemitraan Usaha Pola Mini
menimbulkan ketergantungan karena Agroindustri Kelapa Sawit.
petani dapat memutuskan berbagai hal Disertasi. Program
yang berkaitan dengan usaha tani yang Pascasarjana IPB. Bogor. 162
dijalankannya. Kemudian dari sisi hal.
modal sosial dalam kemitraan Hastuti, E, L dan Bambang, I.
noncontract farming juga Peranan kelembagaan lokal
memperlihatkan tingginya peranan dari pada kegiatan agribisnis di
modal sosial dalam mendukung pedesaan. Pusat Penelitian dan
efektifnya kemitraan. Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian
Departemen Pertanian.
Bogor.

Halaman 13
Halaman Tulisan Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.3, April 2011

Hayami, Y., and V. W. Ruttan. Pranadji. 1995. Wirausaha,


1984. Agricultural kemitraan dan pengembangan
development : an international agribisnis secara berkelanjutan.
perspective. The Johns Analisis CSIS nomor 5.
Hopkins Press. London. 367 Jakarta.
pp. Pranadji, T. 1997. Ke arah
Limbong, L. 1990. Analisa pengembangan agribisnis di
masalah konversi dan pedesaan menghadapi
pengaruhnya terhadap tingkat globalisasi abad 21.
pendapatan petani kelapa sawit Simposium Nasional
peserta PIR-NES V Banten Agribisnis. Jakarta. Hal. 1-18.
Selatan. Tesis Program Saptana et al. 2004. Pemantapan
Pascasarjana IPB. Bogor. model pengembangan
Lyon, F. 2000. Trust, networks and kawasan agribisnis sayuran
norms the creation of social Sumatera (KASS). Pusat
capital in agricultural Penelitian dan
economies in Ghana. World
Pengembangan Sosial
Development Vol 28 nomor 44
tahun 2000. American Ekonomi Departemen
Unversity. Washinton.. Pertanian. Jakarta.
Martius, E. 2008. Kemitraan
agribisnis untuk
memberdayakan ekonomi
rakyat. Jurnal Agribisnis
Kerakyatan. Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian
Unand. Padang

Halaman 14
san Jurnal (Isi/Materi Jurnal)

Anda mungkin juga menyukai