Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH CMA MENINGKATKAN PERTUMBUHAN, HASIL DAN

MENEKAN PENYAKIT KERITING PADA TANAMAN


CABAI MERAH (Capsicum annum L)

Ahmad Rafani, Dr. Milda Ernita, S.Si. MP, Dr. Ir. Fatimah, MP

PENDAHULUAN

Penyakit keriting pada tanaman cabai yang menjadikan pertumbuhan

tanaman terhambat dan kualitas buah tidak maksimal, terutama pada waktu

tanaman dipembibitan. Tanaman yang terserang penyakit keriting masih bisa

berproduksi walaupun sedikit. Gejala penyakit keriting tanaman cabai berupa

bercak kuning disekitar tulang daun, kemudian tampak (veinclearing) yang

berkembang menjadi warna kuning sangat jelas, tulang daun menebal dan helai

daun menggulung ke atas (cupping). Gejala lanjut penyakit ini menunjukan daun-

daun muda menjadi kecil-kecil, helai daun berwarna kuning cerah atau hijau muda

yang berseling dengan warna kuning dan cerah yang akhirnya tanaman kerdil

(Sulandari, et al.,2001).

Trisno (et al., 2005) dari pengamatan bulan Agustus-November 2005

pada Kabupaten Pesisir Selatan, Solok, Tanah Datar dan Kota Padang, insiden

penyakit tersebut adalah 60-100 %, pada tahun 2007 dilaporkan bahwa penyakit

tersebut sudah tersebar hampir diseluruh per tanaman cabai Sumatera Barat

dengan intensitas serangan 37,8-95,0 %.

Tanaman yang terserang penyakit ditandai adanya perubahan seluruh atau

sebagian organ-organ yang menyebabkan terganggunya kegiatan fisiologi,

tanaman yang terserang penyakit disebabkan beberapa faktor biotik seperti jamur,
bakteri dan virus serta faktor abiotik seperti kekurangan air, kelebihan atau

kekurangan unsur hara (Pracaya, 2010).

Pengendalian secara langsung dapat menggunakan bahan kimia ataupun agens

hayati dengan memanfaatkan peredator dan parasitoid serta menggunakan

Cendawan Entomofag (Gerling et al., 2001). Cendawan Mikoriza Arbuskular

bertujuan untuk meningkatkan daya tumbuh dan survival tanaman baik dalam

serapan hara maupun dari serangan penyakit (Nazir et al., 2004).

Cendawan Mikoriza Arbuskular dapat diaplikasikan dengan beberapa cara

yaitu menggunakan tanah yang sudah mengandung CMA, menggunakan akar

yang sudah mengandung CMA. Penggunaan miselia cendawan atau spora

mikoriza yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul dengan cara menaburkannya

pada lubang tanam sebelum penanaman dengan cara menaburkan tanah yang

terinfeksi mikoriza disekitar akar tanaman.

Tujuan percobaan untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa

inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) yang terbaik terhadap

pertumbuhan dan hasil cabai merah terhadap penyakit keriting.

BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu

Percobaan ini telah dilaksanakan dikebun percobaan Universitas

Tamansiswa padang di Kelurahan Ampang, kecamatan Kuranji, Kota Padang,

Sumatera Barat. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Mei-Agustus

2018.

B. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih cabai merah lokal,

cendawan mikoriza arbuskular jenis Glomus sp dari Labor Tanah Faperta Unand,

pupuk kandang. Alat yang digunakan dalam percobaan adalah cangkul, parang,

meteran, polibag ukuran 5 kg, bambu, label, tali rafia, timbangan, ember, hand

sprayer, gunting, penggaris, alat-alat tulis.

C. Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL), percobaan yang dilakukan terdiri dari 7 taraf dengan pemberian

Inokulum CMA: 0 g/tanaman, 15 g/tanaman, 30 g/tanaman, 45 g/tanaman, 60

g/tanaman, 75 g/tanaman, 90 g/tanaman. Masing-masing perlakuan terdiri dari 3

ulangan, jumlah petak perlakuan adalah 21 petak, setiap petak perlakuan terdiri

dari 4 tanaman dan 3 sebagai tanaman sampel. Data diolah dengan menggunakan

statistik uji F, jika F hitung lebih besar dari F tabel akan dilanjutkan dengan

(DNMRT) pada taraf 5%.

D. Pelaksanaan Percobaan

1. Persiapan lahan dan media tanam

Lokasi dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang tumbuh

disekitar area percobaan, kemudian tanah diratakan dengan menggunakan

cangkul, disekeliling area dibuat parit drainase sedalam 30 cm untuk menghindari

genangan air ketika hujan. Media tanam terdiri dari tanah dicampur pupuk

kandang sapi dengan perbandingan 1/1 diaduk secara merata untuk diayak terlebih

dahulu, setelah itu, campuran tersebut dimasukkan kedalam polibag sebanyak 5

kg dan diinkubasi selama 1 minggu.

2. Penyemaian benih
Benih yang digunakan adalah benih cabai merah lokal, penyeleksian

benih dilakukan dengan cara merendam benih kedalam air dingin, benih yang

terapung dibuang, benih disemaikan menggunakan pembungkus nasi, media

tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang yang sudah dicampur

dengan perbandingan 1:1. Benih yang telah berkecambah tidak dicabut tetapi pada

umur 14 hari langgsung dipindahkan kepolibag ukuran 5 kg yang telah disiapkan.

3. Pemasangan label dan ajir

Pemasangan label dilakukan agar tidak terjadi kesalahan disaat

pemberian perlakuan, pemasangan label sesuai dengan perlakuan yang akan

diberikan dan dipasang didepan petakan percobaan sebelum penanaman.

Sedangkan pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman cabai merah berumur 30

hari setelah tanam, jarak ajir dari batang tanaman 10 cm. Pada ketinggian 10 cm

dari permukaan tanah diberi tanda, tujuan pemasangan ajir sebagai dasar

pengukuran tinggi tanaman, ajir ditancapkan ketanah sedalam 25 cm.

4. Perlakuan

Pemberian perlakuan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) diberikan

satu kali sebelum tanam sesuai Inokulum perlakuan sebanyak 0 g/tanaman, 15

g/tanaman, 30 g/tanaman, 45 g/tanaman, 60 g/tanaman, 75 g/tanaman, 90

g/tanaman. Pemberian CMA diletakkan dilubang tanam pada kedalaman 10 cm.

5. Penanaman

Penanaman bibit dilakukan pagi hari, sebelum bibit ditanam dipolibag,

sebaiknya tempat semai dilepas terlebih dahulu. Setelah itu, bibit ditanam

kelobang tanam yang telah disiapkan. Bibit yang akan ditanam dalam 1 polibag
hanya berisi 1 bibit saja, dengan kriteria bibit telah berdaun sejati 2 helai dan

memiliki 1 kuncup daun.

6. Pupuk dasar

Pupuk dasar yang digunakan adalah, Urea, Sp-36, Kcl dengan dosis 300

kg Urea/ha atau setara dengan 0,75 g per polybag, 300 kg Sp-36/ha atau setara

dengan 0,75 g per polybag dan 250 kg Kcl/ha setara dengan 0,63 g per polybag

diberikan seminggu setelah tanam (Setiadi, et al., 2001).

7. Pemeliharaan

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan secara rutin pagi dan sore hari sesuai kebutuhan

tanaman dan keadaan tanah, tanaman cabai membutuhkan pengairan yang cukup

pada fase pertumbuhan vegetatif.

b. Penyiangan

Penyiangan dilakukan ketika gulma tumbuh disekitar tanaman dengan

cara manual yaitu dengan menggunakan tangan, pencabutan gulma dilakukan

secara perlahan-lahan agar perakaran yang terdapat didalam media tidak mudah

rusak.

c. Penyulaman

Penyulaman dilakukan bertujuan untuk menggantikan tanaman yang mati

dan tanaman yang kurang seragam, dengan tanaman yang baru dan seragam.

Penyulaman dilakukan setelah tanaman berumur 21 hari setelah tanam (hst), jika

setelah umur 28 hari masih ada tanaman yang mati, maka tidak perlu dilakukan

penyulaman karena dapat menghasilkan tanaman yang tidak seragam, baik umur

maupun waktu panennya sehingga akan menyulitkan perawatannya.


d. Pengendalian hama dan penyakit

Hama lalat buah dapat dikendalikan dengan memasang perangkap lalat

buah petrogenol yang mengandung metil eugenol, sedangkan hama pengisap

seperti: kutu daun, trips dan kutu kebul dapat dikendalikan dengan pemasangan

perangkap pekat kuning yang menggunakan lem sebagai perekat.

e. Panen

Pemanenan dilakukan terhadap buah yang telah memenuhi kriteria

dengan adanya perubahan pada buah dimana buah berwarna merah mengkilat,

panen dilakukan dengan interval 4 hari, berlangsung selama 5 kali panen,

pemanenan dilakukan pada pagi hari atau sore hari.

E. Pengamatan

1. Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur 10 cm ajir

dari permukaan tanah, kemudian diukur sampai titik tumbuh tertinggi batang

utama menggunakan meteran, pengamatan tinggi tanaman dilakukan 2 minggu

sekali dimulai dari minggu ke 2 setelah tanam, sampai tinggi tanaman tidak

bertambah lagi

2. Jumlah cabang

Jumlah cabang dihitung dari percabangan yang muncul pada batang

utama cabang pada umur 1 bulan.

3. Rasio Tajuk dan Akar

Penghitungan dilakukan sebelum berbunga dengan mengamati ratio tajuk

dan akar. Pengamatan rasio tajuk dan akar merupakan perbandingan bobot kering

tajuk dan akar tanaman (Kramer dan Twigg, 1983). Perhitungan RTA diperoleh
dengan memisahkan bagian tajuk dan akar, bagian akar dan tajukdimasukkan

kedalam amplop dan dilobangi lalu dimasukkan kedalam oven pada suhu 70° c

selama 2× 24 jam, kemudian ditimbang berat kering tajuk dan berat kering akar

lalu dibandingkan. Pengamatan rasio tajuk dan akar dilakukan bersamaan dengan

pengamatan laju tumbuh relatif.

Nilai rasio tajuk dan akar dapat diperoleh dengan rumus:

Berat Kering Tajuk


Nilai Rasio Tajuk dan Akar =
Berat Kering Akar

4. Persentase Akar Terinfeksi CMA

Pengamatan pada akar tanaman cabai merah yang terinfeksi oleh CMA

dilakukan pada akhir percobaan setelah panen, dengan mengambil akar tanaman

sampel. Alat yang digunakan dalam pengamatan akar yang terinfeksi CMA adalah

mikroskop dan zat warna dengan mengamati perubahan pada akar tanaman yang

diberikan perlakuan.

5. Umur Muncul Bunga Pertama

Umur berbunga dihitung dengan cara menghitung jumlah hari yang

dibutuhkan tanaman untuk berbunga mulai dari persemaian sampai keluarnya

bunga pertama, pengamatan dilakukan jika tanaman sampel sudah 75 % berbunga.

6. Umur Panen

Penghitungan umur panen dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari

persemaian hingga mencapai panen pertama, tanaman cabai dikatakan sudah

mencapai umur panen bila 75 % dari seluruh tanaman sampel telah memenuhi

kriteria panen yaitu adanya perubahan pada buah berwarna merah mengkilap.

7. Jumlah Buah Pertanaman


Jumlah buah pertanaman dengan menjumlahkan buah panen pertama

sampai panen terakhir, pada interval 4 hari dilakukan penghitungan pada saat

panen. kriteria buah yang akan dipanen memperlihatkan adanya perubahan pada

buah, dimana buah berwarna merah mengkilap sekitar 75%.

8. Bobot Buah Pertanaman

Pengamatan bobot buah pertanaman dilakukan dengan menimbang buah

dari panen pertama hingga panen terakhir, nilai bobot buah pertanaman yang

didapatkan dengan menjumlahkan bobot buah tiap panen dengan jumlah tanaman

sampel.

9. Persentase Tanaman Terserang Penyakit Keriting

Jumlah TanamanTerserang
Dengan rumus ¿ ×100%
Jumlah Total Tanaman
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tinggi Tanaman

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman cabai merah dengan perlakuan

dosis Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) berpengaruh tidak nyata (Lampiran 5.a). Pada

Tabel 1 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman pada pemberian dosis 0 g/tanaman CMA dengan

tinggi tanaman 53,00 cm berikutnya pada dosis 90 g/tanaman CMA dengan tinggi tanaman

48,60 cm.

Tabel 1. Tinggi tanaman cabai merah dengan perlakuan dosis CMA

Dosis CMA (g) Tinggi Tanaman (cm)


0 53,00
15 51,23
30 49,62
45 55,31
60 55,22
75 45,00
90 48,60
KK= 9,36%
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada taraf nyata
5%.

Rata - rata tinggi tanaman cabai merah pada pemberian dosis CMA tidak berpengaruh

nyata, tetapi secara umum pertumbuhan tinggi tanaman dalam penelitian ini telah maksimum,

hal ini sejalan dengan hasil penelitian Widi (2011) bahwa pertumbuhan tinggi tanaman cabai

merah yang di beri mikoriza berkisar pada rata-rata 50,53-53,49 cm.

CMA dapat mengkolonisasi bagian akar, dimana kolonisasi tersebut dipengaruhi oleh

hasil pada tanaman cabai merah, karena dengan mengurangi pertumbuhan tajuk dan

meningkatkan pertumbuhan akar merupakan suatu upaya tanaman untuk memperbaiki

keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan menyerap air dan bersamaan itu juga

akan mengurangi transpirasi.


B. Jumlah Cabang

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam jumlah cabang cabai merah dengan pemberian

dosis Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) berpengaruh tidak nyata (Lampiran 5.b).

jumlah cabang cabai merah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah cabang cabai merah dengan perlakuan dosis CMA

Dosis CMA (g) Jumlah Cabang


0 10,25
15 9,42
30 11,00
45 9,08
60 10,50
75 9,70
90 9,40
KK= 14,06%
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada taraf nyata
5%.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa dosis CMA berpengaruh tidak nyata pada jumlah

cabang cabai merah. Terlihat pada jumlah cabang pada pemberian dosis CMA 0 g memiliki

jumlah cabang 10,25; 15 g memiliki jumlah cabang 9,42; 30 g memiliki jumlah cabang

11,00; 45 g memiliki jumlah cabang 9,08; 60 g memiliki jumlah cabang 10,50; 75 g memiliki

jumlah cabang 9,70 dan 90 g memiliki jumlah cabang 9,40.

Jumlah cabang cabai merah yang tertinggi pada pemberian dosis CMA 30 g dan

terendah pada pemebrian dosis CMA 45 g. Secara nyata CMA tidak berpengaruh terhadap

jumlah cabang pada tanaman cabai, hal ini diduga bahwa media sebagai tempat tumbuh dan

berkembanganya tanaman menjadi salah satu faktor, kecil besarnya wadah tempat tumbuh

akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada penelitian ini wadah

yang digunakan adalah polibag ukuran 5 kg, sehingga mempengaruhi ruang gerak pada

tanaman cabai.
C. Rasio Tajuk dan Akar

Rasio akar tajuk merupakan perbandingan antara berat kering tajuk dibagi berat

kering akar. Rasio akar tajuk dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan tanaman

baik akar maupun tajuk pada perlakuan yang diberikan. Hasil analisis ragam (Lampiran 5.c)

menunjukkan bahwa pemberian dosis Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA)

mempengaruhi rasio tajuk dan akar tanaman cabai merah.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa pemberian dosis CMA 30 g, 45 g, 60 g, 70 g dan 90 g

berbeda nyata dibandingkan dengan pemberian dosis CMA 15 g dan 0 g sebesar 5,20 dan

4,50. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Halis (2008) bahwa pemberian berbagai jenis

mikoriza pada dosis 0; 5 dan 10 g tidak nyata pengaruhnya terhadap rasio tajuk akar tanaman

cabai.

Tabel 3. Rasio tajuk dan akar cabai merah dengan perlakuan dosis CMA

Dosis CMA (g) Rasio Tajuk dan Akar


0 4,50 a
15 5,20 a
30 6,20 b
45 6,20 b
60 7,00 b
75 7,03 b
90 8,27 b
KK=19,91%
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5%.

Pengamatan rasio tajuk akar dimaksudkan untuk melihat perbandingan distribusi

pertumbuhan antara bagian tajuk dan bagian akar tanaman. Dari pengamatan di atas dapat

dilihat bahwa CMA efektif dalam meningkatkan rasio tajuk dan akar pada tanaman cabai,

diduga bahwa CMA memiliki peran sebagai pupuk hayati, sehinga dapat mendorong

pertumbuhan tanaman bagian atas dan akar. Menurut Devita (2013) secara umum, semakin

besar persentase perlakuan pupuk hayati akan memperbesar rasio bobot kering tajuk dan

akar. Besarnya akumulasi berat kering akar dan tajuk sangat berpengaruh terhadap rasio tajuk
akar. Nilai rasio akar tajuk yang tinggi dapat diperoleh dari berat kering tajuk yang tinggi dan

berat kering akar yang relatif tinggi.

D. Persentase Akar Terifeksi CMA

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam presentase akar terifeksi CMA dengan

perlakuan dosis Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) menunjukan pengaru yang berbeda

nyata, (Lampiran 5.d). persentase akar terinfeksi CMA disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase Akar terinfeksi CMA

Dosis CMA (g) Akar terifeksi CMA


0 16,67 a
15 55,33 b
30 68,33 bc
45 68,67 bc
60 56,00 b
75 46,33 a
90 75,33 c
KK=16,59%
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase akar terinfeksi CMA pada pemberian

dosis CMA 90 g berbeda nyata dengan pemberian dosis CMA 0 g, 15 g, 60 g, dan 75 g, tetapi

tidak berbeda nyata dengan pemberian dosis CMA 30 g dan 45 g. Rata-rata akar yang

terinfeksi CMA pada pemberian dosis CMA menunjukan ada peningkatan dan hasil yang

cukup baik, hal ini dapat dilihat dari klasifikasi tingkat ketergantungan tananaman terhadap

FMA yang dikemukakan oleh Cruz et al., (1995) dibagi menjadi tiga kelas yaitu rendah

(0<10), sedang (10–40) dan tinggi (>40–100).

Pengujian kadar yang terinfeksi mikoriza pada tanaman cabai merah termasuk

kategori tingkat infeksi yang sangat tinggi dibandingkan tanpa pemberian mikoriza yang

termasuk kategori sangat rendah. Hal ini diduga karena mikoriza dapat berkembang dengan

baik di tanah sehingga dapat meningkatkan perbanyakan inokulum CMA di tanah dan di
serap oleh akar. Menurut Gashua et al., (2015) kehadiran kolonisasi CMA jenis Glomus yang

diamati pada tanaman cabai berkisar antara 35 dan 65% pada individu tanaman.

E. Umur Muncul Bunga Pertama

Berdasarkan hasil sidik ragam umur muncul bunga pertama dengan perlakuan dosis

Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) berpengaruh tidak nyata (Lampiran 5.e). Umur

muncul bunga pertama disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Umur muncul bunga pertama cabai merah dengan perlakuan dosis CMA

Dosis CMA (gram) Umur muncul bunga pertama (hari)


0 45,75
15 47,75
30 46,83
45 46,25
60 46,33
75 46,30
90 47,10
KK=1,67%
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada taraf nyata
5%.

Tabel 5 memperlihatkan bahwa perlakuan dosis CMA berpengaruh tidak nyata

dengan taraf 0 g/tanaman memiliki umur muncul bunga pertama 45,75 hari sedangkan pada

dosis taraf 90 g/tanaman CMA memiliki umur muncul bunga pertama 47,10 hari.

Tanaman akan berbunga apabila telah mencapai umur fisiologis dimana fase

pembungaan dimulai dari inisiasi bunga yaitu suatu perubahan fisiologis yang diikuti oleh

perubahan morfologis. Darjanto dan Satifah (1990) menyatakan bahwa tanaman dapat

menghasilkan bunga apabila mempunyai zat cadangan dan ditentukan oleh sifat genetis

tanaman. Kemudian Suprapto (1993) menyatakan bahwa umur berbunga tergantung pada

varietas tanaman. Varietas yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas lokal Kuranji,

yang mempunyai sifat genetik yang sama, sehingga umur berbunga tidak berbeda nyata pada

semua perlakuan.
Darjanto dan Satifah (1990) bahwa peralihan dari masa vegetatif kemasa generatif

sebagian ditentukan oleh genotip atau faktor dalam seperti sifat genetik dan faktor lingkungan

seperti suhu, cahaya, dan lain-lain, kelembaban dan suhu merupakan faktor lingkungan yg

mempengaruhi fase generatif tanaman.

F. Umur Panen

Berdasarkan hasil sidik umur panen cabai merah dengan perlakuan dosis Cendawan

Mikoriza Arbuskular (CMA) berpengaruh tidak nyata (Lampiran 5.f). Umur panen cabai

merah disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Umur panen cabai merah dengan perlakuan dosis CMA

Dosis CMA (g) Umur panen


0 115,17
15 124,42
30 120,92
45 121,00
60 118,33
75 124,30
90 120,80
KK= 3,62%
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada taraf nyata
5%.

Tabel 6 memperlihatkan bahwa perlakuan CMA dengan taraf 0 g/tanaman CMA

memiliki umur panen pertama 115,17 hst sedangkan pada taraf 90 g/tanaman CMA memiliki

umur panen 120,80 hst, sehingga memiliki umur panen berpengaruh tidak nyata, hal ini

dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkunga tempat tumbuh.

Umur berbunga tanaman cabai akan berpengaruh terhadap kecepatan umur panen

karena Menurut Syukur et al., (2012) umur panen merupakan karakter yang digunakan untuk

mengukur keunggulan suatu tanaman. Terjadinya perbedaan waktu berbunga pada genotip

cabai yang diamati disebabkan karena faktor genetik dari tanaman itu sendiri dan lingkungan

(suhu, pemberian pupuk). Menurut Edmond et al., (1964), suhu, cahaya matahari dan genotip

mempengaruhi umur berbunga pada tanaman hortikultura. Menurut Harpenas dan Dermawan
(2009), bunga pada tanaman cabai terbentuk ketika tanaman cabai berumur 23-31 hst.

Terjadinya perbedaan umur panen pada genotip yang diuji disebabkan oleh cepatnya tanaman

berbunga, dimana semakin cepat muncul bunga pertama maka semakin cepat pula umur

panen. Menurut penelitian Rostini (2011), waktu panen tanaman cabai tergantung varietas

yang digunakan dan lingkungan tumbuh tanaman cabai. Faktor lingkungan seperti iklim dan

tindakan budidaya merupakan faktor yang menetukan umur panen.

G. Jumlah Buah Pertanaman

Berdasarkan hasil sidik ragam jumlah buah pertanaman dengan perlakuan dosis

Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) berpengaruh tidak nyata (Lampiran 5.g). Jumlah

buah pertanaman cabai merah disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Jumlah buah pertanaman cabai merah 5 kali panen dengan perlakuan dosis CMA

Dosis CMA (g) Jumlah buah pertanaman


0 38,83
15 40,92
30 40,50
45 41,75
60 36,58
75 39,90
90 41,10
KK= 8,67%
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada taraf nyata
5%.

Berdasarkan Tabel 7 menunjukan bahwa pemberian dosis CMA terhadap jumlah buah

pertanaman cabai merah berpengaruh tidak nyata, namun secara umum dosis CMA

meningkatkan jumlah buah pertanaman, kecuali pada dosis CMA 60 g jumlah buah lebih

sedikit dibandingkan pemberian dosis CMA 0 g. Apabila pertumbuhan vegetatif baik, maka

cadangan makanan yang terbentuk dapat dialokasikan pada saat pengisian buah, sehingga

meningkatkan produksi tanaman. Karbohidrat yang tersimpan sebagai cadangan makanan

akan digunakan pada masa reproduktif, terutama pembentukan dan perkembangan buah

cabai. Dengan demikian, pertumbuhan yang baik mengakibatkan produksi juga meningkat
karena cadangan makanan yang dibentuk selama proses per-tumbuhan akan didistribusikan

pada masa reproduktif, yang berakibat pada peningkatan jumlah buah per tanaman.

H. Bobot Buah Pertanaman

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pemberian dosis Cendawan Mikoriza

Arbuskular (CMA) berpengaruh nyata terhadap bobot buah pertanaman (Lampiran 5.h).

Bobot buah pertanaman cabai merah disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Bobot buah pertanaman cabai merah dengan perlakuan dosis CMA

Dosis CMA g) Bobot buah pertanaman (g)


0 48,67 a
15 49,77 a
30 48,77 a
45 47,43 a
60 46,37 a
75 51,27 ab
90 56,53 b
KK= 6,52 %
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5%.

Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian dosis CMA 90 g berpengaruh nyata

terhadap bobot buah pertanaman dengan bobot 56,53 g per tanaman, sedangkan pemberian

dosis CMA 75 g berbeda tidak nyata dengan pemberian 90 g dosis CMA. Menurut Supriono,

(2010) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa, pemberian mikoriza yang efektif

bagi tanaman mampu meningkatkan berat tanaman segar dan hasil cabai merah per petak.

Menurut Abdel latef and Chaoxing, (2014) pembarian mikoriza Glomus dapat

meningkatkan hasil buah pada tanaman cabai. Erman et al., (2011) menjelaskan bahwa

inokulasi mikoriza arbuskular pada tanaman sangat efektif dalam peningkatan bobot hasil

tanaman, kolonisasi akar dan penyerapan fosfor dalam biji dan tunas. Menurut penelitian oleh

Syafruddin et al., (2010) bahwa pemberian mikoriza pada cabai dan sayuran lain yang

ditanam di andisol dan entisol di Lampuuk Aceh Besar memiliki efek positif pada

pertumbuhan dan hasil tanaman lada.


I. Presentase Tanaman Terserang Keriting

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam presentase tanaman cabai yang terserang

keriting dengan perlakuan dosis Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) menunjukan hasil

yang berbeda nyata (Lampiran 5.i). Persentase tanaman terserang keriting disajikan pada

Tabal 9.

Tabel 9. Persentase tanaman terserang keriting dengan perlakuan dosis CMA

Dosis CMA (g) Tanaman terserang keriting (%)


0 83,33 c
15 58,33 b
30 75,00 bc
45 66,67 b
60 25,00 a
75 25,00 a
90 25,00 a
KK= 18,46 %
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5%.

Data di atas menunjukan bahwa persentase tanaman cabai yang terserang keriting

pada pemberian dosis CMA 0 g sebesar 83,33%, 15 g sebesar 58,33%, 30 g sebesar 75,00%,

45 g sebesar 66,67%, 60 g sebesar 25,00%, 75 g sebesar 25,00%, 90 sebesar 25,00%.

Tanaman cabai yang terserang keriting paling tinggi pada tanpa pemberian dosis CMA, hal

ini dapat dilihat bahwa tanaman tanpa dosis CMA lebih rentan oleh penyakit keriting

tanaman cabai, sedangkan pada pemberian 15 g, 30 g, dan 45 g memiliki rata-rata 50% yang

terserang keriting, hal ini diduga media tanaman yang digunakan pada tanaman cabe tidak

dilkakukan sterilisasi terlebih dahulu, sehinngga menyebabkan pemberian dosis CMA yang

tidak sesuai akan memiliki efek terserang oleh penyakit, hal ini dapat dilahat pada pemberian

dosis CMA 60 g, 75 g dan 90 g lebih sedikit terserang penyakit keriting. Sejalan dengan

penelitian Norma et al., (2017) menyatakan bahwa aplikasi CMA pada tanah steril

memberikan efek yang baik pada persentase intensitas penyakit dibandingkan perlakuan

lainnya, ini merupakan efek mikoriza dalam menghambat laju perkembangan penyakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian dosis CMA

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah dengan parameter

sebagai berikut: Rasio akar tajuk, presentase akar terifeksi CMA, bobot buah pertanaman,

presentase tanaman cabai yang terserang keriting, dan berpengaruh tidak nyata terhadap

beberapa variabel pengamatan tinggi tanaman cabai merah, jumlah cabang cabai merah, umur

muncul bunga pertama, umur panen cabai dan jumlah buah pertanaman.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan disarankan peberian dosis CMA terhadap tanaman cabai

merah perlu di tingkatkan, sehingga dengan pertambahan dosis CMA adanya peningkatan

pada parameter tanaman dan menggunakan jenis CMA yang dapat menekan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Abdel Latef Aah, Chaoxing H. 2014. Does Inoculation With Glomus Mosseae Improve Salt
Tolerance In Pepper Plants. Journal Of Plant Growth Regulation 33(3), 644-653.

Darjanto dan S. Satifah. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan
Silang Buatan. PT Gramedia, Jakarta.

Devita Noti Wijaya. 2013. Efisiensi Hara Pada Rumput Golf Dengan Pemberian Pupuk
Hayati. Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut
Pertanian. Bogor.

Edmond JB, Senn TL, Andrews FS, Halfacere RG. 1964. Fundamental Of Horticulture. Mc.
Graw – Hill. Book Co.Ltd. New Delhi.

Erman M, Demir S, Ocak E, Tufenkci S, Oguz F, Akkopru AH. 2011. Effect Of Rhizobium,
Arbuscular Mycorrhiza And Whey Application On Some Properties In Chickpea
(Cicer Arietinum L.) Under Irrigated And Rainfed Conditions. 1-Yield, Yield
Components, Nodulation And Amf Colonization. Field Crops Research 122(1), 14-
24.

Gashua I.B., A.M. Abba and G.A. Gwayo. 2015. Occurrence Of Arbuscular Mycorrhizal
Fungi In Chilli Peppers (Capsicum Annuum L.) Grown In Sahelian Soil.
Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci 4(2): 419-425.

Gerling D, Alomar O & Arno J. 2001. Biological control of Bemisia tabaci using predator
and parasitoids. J. Crop Protection 20(9): 779–799.

Halis, Pinta Murni dan Ayu Billy Fitria. 2008. Pengaruh Jenis Dan Dosis Cendawan Mikoriza
Arbuskular Terhadap Pertumbuhan Cabai (Capsicum Annuum L.) Pada Tanah
Ultisol. Biospecies Volume 1 No 2, hlm 59 – 62.

Nazir N; Prisdiminggo; M Nazam. 2004. Teknologi Pengadaan Bibit Pisang Sehat Secara
Cepat, Sederhana dan ber CMA untuk Lahan Marjinal. Diakses dari ntb. Litbag.
Deptan. Go.id pada tanggal 8 Mei 2018.

Norma Fauziyah, Bambang Hadisutrisno, Suryanti. 2017. The Roles Of Arbuscular


Mycorrhizal Fungi In The Intensity Of The Foot Rot Disease On Pepper Plant From
The Infected Soil. Journal Of Degraded And Mining Lands Management Volume 4,
Number 4: 937-943

Pracaya, 1993. Bertanam Lombok. Kanisius. Yogyakarta.

Rostini N. 2011. Jurus Bertanam Cabai Bebas Hama Dan Penyakit. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

Sulandari, S., Suseno, R, Hidayat, S.H. , Harjosudarmo, J. dan Sastromarsono, S. 2001.


Deteksi Virus Gemini pada cabai diDaerah Istimewa Jogjakarta. Prosiding Kongres
Nasional XVI dan SeminarIlmiah PFI, Bogor.
Suprapto, H. 1993. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Bogor.

Syafruddin, Langer I, Schweiger P, Puschenreiter M dan Wanzel WW, 2010. Crude oil
contamination and arbuscular mychoriza differentially affect on Phaseolus vulgaris
root morfology. Proceedings of the International Symposium on Land Use after the
Tsunami-Supporting Education, Research and Development in the Aceh Region,
November 4-6, 2008, Banda Aceh, Indonesia, pp: 97

Syukur M, Sujiprihati S, dan Yunianti R. 2012. Tekhnik Pemuliaan Tanaman. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Trisno, J., Charnita, R. & Hanafiah, A. 2005. Karakteristik gejala dan deteksi virus kuning
tanaman cabai di Sumatera Barat. Laporan Penelitian. Jur. HPT Faperta Unand.
Padang. 14.

Widi Agustin. 2011. Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula


Untuk Meningkatkan Produktivitas Dan Mutu Benih Cabai (Capsicum Annuum L)
Serta Efisiensi Penggunaan Pupuk P. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai