Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH

FARMAKOLOGI SISTEM PENCERNAAN

“Gangguan Sistem Pencernaan”

Disusun Oleh :

Ervina Novitasari (3111001)

Kelas : 2A Farmasi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat – Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dalam penulisan makalah ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besasrnya kepada seluruh pihak
yang telah memberikan bantuan kepada penulis, baik bantuan moril seperti masukan, saran,
nasehat, dan dukungan dalam penulisan makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai tepat
pada waktunya.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, ntuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan dalam penulisan
berikutnya.

Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan kita dan bermanfaat
sebagai penunjang proses belajar mengajar.

Tasikmalaya. 16 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................................................1

1.1. Latar belakang ...............................................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah .........................................................................................................1
1.3. Tujuan ...........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................................2

2.1. Pengertian Gangguan Pencernaan .................................................................................2


2.2. Gejala Gangguan Pencernaan .......................................................................................2
2.3. Penyebab Gangguan Pencernaan ..................................................................................2

BAB III PENUTUP .................................................................................................................50

3.1. Kesimpulan ................................................................................................................50


3.2. Saran ..........................................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dewasa ini, persentasi kasus-kasus penyakit yang berdampak pada gangguan
saluran pencernaan mulai mengalami peningkatan. Kecukupan nutrisi tubuh berpengaruh
besar terhadap produktivitas dan hal itu sangat berkaitan erat dengan fungsi kerja saluran
pencernaan. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu
memaksimalkan nilai pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan
nutrisi. System pencernaan merupakan system yang memproses mengubah makanan dan
menyerap saei makanan yang brupa nutrisi-mutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. System
pencernaan juga akan memecah molekul makanan yang kompleks menjadi molekul yang
sederhana dengan bantuan enzim sehingga dicerna oleh tubuh.
Gangguan saluran pencernaan ini dapat disebabkan oleh banyak hal. Kelainan
saluran pencernaan, gangguan absorpsi, gangguan struktur lainnya, serta pola makan
yang tidak benar dan tidak sehat dapat menjadi penyebab dari timbulnya gangguan
saluran pencernaan. Berbagai macam pengobatan dan terapi dilakukan untuk mengatasi
adanya gangguan saluran pencernaan. Hanya saja tidak semua terapi dan pengoabatan
dilakukan dengan sesuai dan benar. Pemilihan obat dan metode terapi yang sesuai dan
benar sangat dibutuhkan untuk dapat mengatasi gangguan saluran pencernaan tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu gangguan pencernaan ?
2. Bagaimana gejala gangguan pencernaan ?
3. Apa saja penyebab dari gangguan pencernaan ?
1.3. Tujuan
1. Memahami pengertian dari penyakit gangguan pencernaan.
2. Mengetahui gejala dari penyakit gangguan pencernaan.
3. Mengetahui pemeriksaan laboratorium bagi penyakit gangguan pencernaan.
4. Mengetahui terapi farmakologi pada penyakit gangguan system pencernaan.
5. Mengetahui terapi non farmakologi pada penyakit gangguan system pencernaan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Gangguan Pencernaan


Gangguan pencernaan adalah masalah yang terjadi pada salah satu organ sistem
pencernaan, atau lebih dari satu organ pencernaan secara bersamaan.
Sistem pencernaan terdiri dari sejumlah organ, mulai dari mulut, kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Organ hati, pankreas, dan kantung empedu
juga berperan dalam mencerna makan, namun tidak dilewati oleh makanan atau terletak
di luar saluran pencernaan.
Sistem pencernaan berfungsi menerima dan mencerna makanan menjadi nutrisi
yang dapat diserap. Nutrisi tersebut kemudian disalurkan ke seluruh tubuh melalui
aliran darah. Sistem pencernaan juga berfungsi memisahkan dan membuang bagian
makanan yang tidak bisa dicerna oleh tubuh. Ketika tubuh tidak dapat mencerna
makanan dengan baik, kondisi tersebut dapat menyebabkan intoleransi makanan.
2.2. Gejala Gangguan Pencernaan
 Sulit menelan
 Sensasi terbakar di dada (heartburn)
 Mual
 Muntah
 Perut kembung
 Sakit maag
 Sakit perut
 Diare
 Sembelit
 Muntah darah atau BAB berdarah
 Berat badan naik atau malah turun
2.3. Penyebab Gangguan Pencernaan
Penyebab gangguan pencernaan sangat bervariasi, tergantung kepada penyakitnya. Di
bawah ini akan dijelaskan beberapa penyakit gangguan pencernaan beserta penyebab
yang mendasarinya.

2
2.3.1. Penyakit Refluks Asam Lambung
 Pengertian

Penyakit refluks asam lambung atau gastroesophageal reflux


disease (GERD) adalah kondisi ketika asam lambung naik ke esofagus
(kerongkongan). Kondisi ini terjadi akibat melemahnya cincin otot kerongkongan
yang berfungsi mencegah makanan kembali ke kerongkongan setelah masuk ke
lambung.

 Gejala
Gejala yang biasa terjadi saat asam lambung naik adalah rasa asam atau
pahit di  mulut dan sensasi perih atau panas terbakar di dada dan ulu hati.
Kedua gejala ini biasanya akan semakin memburuk saat penderita
membungkuk, berbaring, atau setelah makan. Adapun gejala lainya yaitu :
 Kesulitan menelan atau perasaan seperti ada benjolan di tenggorokan.
 Gangguan pernapasan, seperti batuk-batuk dan sesak napas. Orang yang
memiliki penyakit asma akan sering kambuh ketika gejala GERD kumat.
 Suara serak.
 Mual dan muntah.
 Sakit tenggorokan.
 Keluarnya isi lambung tanpa disadari.
 Gangguan tidur.
 Kerusakan gigi karena sering terkena asam lambung.
 Bau mulut.

 Pemeriksaan Lab

1. Terapi Empiric
Terapi empirik merupakan pendekatan diagnosis yang dapat
diterapkan di fasilitas kesehatan tingkat pertama karena sederhana dan
tidak memerlukan alat penunjang diagnostik. Diagnosis GERD
ditegakkan berdasarkan gejala klasik dari hasil anamnesis dan pengisian

3
kuisioner, serta berdasarkan hasil uji terapi PPI (proton pump inhibitor).
Selain itu, gejala GERD juga dapat dinilai dengan Gastroesophageal
Reflux Disease Questionnairre (GERD-Q). Berdasarkan penilaian
GERD-Q, jika skor > 8 maka pasien tersebut memiliki kecenderungan
yang tinggi menderita GERD, sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut.
Selain untuk menegakkan diagnosis, GERD-Q juga dapat digunakan
untuk memantau respon terapi.

2. Uji Terapi PPI


Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis GERD adalah uji terapi PPI
(PPI test). Tes ini dilakukan dengan memberikan PPI dosis ganda selama
1–2 minggu tanpa didahului endoskopi. Jika gejala menghilang dengan
pemberian PPI dan muncul kembali jika terapi dihentikan, maka
diagnosis GERD dapat ditegakkan. Uji terapi PPI dikatakan postif jika
terjadi perbaikan klinis dalam 1 minggu sebanyak lebih dari 50 %.
Indikasi uji terapi ini adalah penderita dengan gejala klasik GERD tanpa
tanda-tanda alarm (disfagia progresif, odinofagia, penurunan berat badan,
anemia, hematemesis-melena, riwayat keluarga dengan keganasan,
penggunaan NSAID kronik, usia >40 tahun di daerah prevalensi kanker
lambung tinggi) dan yang tidak respon dengan uji terapi empirik dengan
PPI 2 kali sehari.
3. Endoskopi
Pemeriksaan standar baku untuk menegakkan GERD adalah
endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA). Endoskopi terutama
dilakukan pada penderita GERD dengan gejala alarm. Pemeriksaan
endoskopi menilai berat ringannya mucosal break pada penderita refluks
gastroesofageal. Di Indonesia, fasilitas endoskopi hanya ada di fasilitas
kesehatan tingkat lanjut.
4. Ambulatory Reflux Monitoring
Dilakukan pemeriksaan selama 24 jam untuk menilai paparan asam
dalam esofagus dan mengkorelasikan dengan gejala yang ada.

4
5. Esophageal Manometry
Lebih di rekomendasikan untuk evaluasi ekskluasi kelainan motilitas
seperti achalasia atau aperistalti.

 Terapi Farmakologi

Obat golongan PPI (protont pump inhibitor) merupakan obat pilihan yang
terbukti efektif mengatasi gejala serta menyembuhkan lesi esofagitis.
Terdapat 5 jenis PPI yang beredar di pasaran yaitu omeprazol 20 mg,
pantoprazol 40 mg, lansoprazol 30 mg, esomeprazol 40 mg, dan rabeprazol
20 mg. Terapi bagi penderita GERD adalah PPI dosis tunggal selama 8
minggu. Jika gejala tidak membaik atau gejala terasa mengganggu di malam
hari, terapi dapat dilanjutkan dengan PPI dosis ganda selama 4–8 minggu.
Bila penderita mengalami kekambuhan, terapi inisial dapat dimulai kembali
dan dilanjutkan dengan terapi maintenace berupa PPI dosis tunggal selama
5–14 hari.

Selaim PPI, obat lain dalam pengobatan GERD adalah antagonis reseptor
H2, antasida, dan prokinetik. Antagonis reseptor H2 dan antasida digunakan
untuk mengatasi gejala refluks ringan dan terapi maintenance bersama PPI.

 Terapi Non Farmakologi


 Meninggikan posisi kepala 6 inchi (15 – 20 cm ) saat tidur.
 Menurunkan berat badan sesuai IMT ideal.
 Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat,
minuman mengandung kafein, alkohol dan makanan berlemak ,asam,
pedas.
 Makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur.
 Tidak makan terlalu kenyang.
2.3.2. Esofagitis
 Pengertian
Esofagitis adalah peradangan di lapisan kerongkongan yang dapat
menimbulkan nyeri, sulit menelan, dan nyeri di bagian dada. Apabila

5
dibiarkan tidak tertangani, esofagitis dapat menyebabkan penyempitan pada
kerongkongan. 

 Gejala
 Perasaan terbakar (pyrosis) dan perih dibelakang tulang dada, yang
disebabkan karena luka-luka mukosa bersentuhan dengan makanan atau
minuman yang merangsang (alcohol, sari buah, minuman bersoda).
 Timbul perasaan asam atau pahit dimulut akibat mengalirnya kembali
isi lambung (reflux).
 Disfagia, adinofagia, terasa nyeri dan pahit saat menelan. Pada beberapa
penderita mengeluh dapar merasakan jalannya makanan yang ditelan
dari kerongkongan ke lambung, rasa nyeri retrosternal yang menyebar
sampai ke daerah scapula atau terasa disepanjang vetebrata torakalis
sinistra.

 Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan Esofagoskopi
Tidak di dapatkan kelainan yang jelas (blackstone), ciri khas dari
esophagitis reflux yaitu peradangan mulai dari daerah perbatasan
esophagus gaster ke proksimal daerah esophagus. Menunjukkan adanya
ulkus atau adenokarsinoma pada esophagus bagian distal yang dibatasi
oleh sel kolumner.
 Pemeriksaan Dengan Menelan Barium
Menelan barium biasanya normal bagi penderita esophagitis tanpa
komplikasi, tetapi dapat menunjukkan adanya komplikasi stikura atau
pembentukan ulkus.
 Pemeriksaan Radiologi

Kontras barium dapat menunjukkan kelainan yang terjadi pada


keadaan pasca operasi.

 Pemeriksaan Endoskopi

6
Terlihat lesi dimukosa esophagus , mukosa hipermis rapuh, erosive,
eksudat dan pada kasus yang berat terdapat striktur dan stenosis.

 Terapi Farmakologi
Pengobatan esofagitis akan disesuaikan dengan penyebabnya. Berikut
adalah beberapa bentuk pengobatan esofagitis berdasarkan penyebabnya:
 Refluks asam lambung
Penderita akan diberikan obat-obatan yang menetralkan asam
lambung atau menurunkan produksi asam lambung. Contoh obat-obatan
yang diberikan antasida, ranitidin, cimetidin, omeprazole, atau
lansoprazole. Jika diperlukan, tindakan pembedahan akan dilakukan
untuk memperkuat katup antara lambung dan kerongkongan.
 Infeksi
Untuk menangani esofagitis jenis ini, dokter akan meresepkan obat
antibiotik, antivirus, atau antijamur sesuai dengan penyebab infeksi.
 Obat-obatan
Konsultasikan kembali kepada dokter yang memberikan obat
tersebut. Bicarakan mengenai manfaat dan risiko obat, serta tanyakan
apakah obat tersebut dapat diganti atau dihentikan, karena
menimbulkan efek samping esofagitis.
 Alergi
Selain memberikan obat yang menurunkan produksi asam lambung,
dokter juga akan memberikan obat antialergi dan kortikosteroid, serta
mengatur jenis makanan yang dikonsumsi.

 Terapi Non Farmakologi


 Berhenti merokok.
 Menurunkan berat badan.
 Menghindari tiduran setelah makan.
 Meninggikan posisi kepala pada saat tidur.
 Menelan obat dengan bantuan segelas air.

7
 Mengurangi konsumsi makanan yang dapat meningkatkan asam
lambung, seperti kopi, alkohol, coklat, dan makanan berasa mint.
2.3.3. Akalasia
 Pengertian
Akalasia adalah kondisi ketika saraf di area esofagus (kerongkongan)
mengalami kerusakan. Kondisi tersebut menyebabkan otot katup di antara
kerongkongan dan lambung kehilangan kelenturan, sehingga makanan sulit
terdorong ke lambung.
 Gejala
Gejala akalasia muncul secara bertahap. Seiring waktu, fungsi
kerongkongan akan semakin lemah dan muncul beberapa gejala sebagai
berikut:

 Disfagia, kondisi ketika penderita akalasia kesulitan, bahkan kesakitan,


ketika menelan makanan atau minuman.
 Heartburn, adalah rasa panas atau perih di ulu hati akibat asam lambung
yang naik ke kerongkongan.
 Regurgitasi, kondisi ketika makanan atau minuman kembali naik ke
tenggorokan.
 Nyeri dada
 Muntah yang mengalir atau menetes dari mulut.
 Penurunan berat badan.

Jika gejala akalasia terus dibiarkan tanpa pengobatan, maka akan


meningkatkan risiko terjadinya kanker esofagus.

 Pemeriksaan Lab
 Esofagografi

Salah satu jenis tes pencitraan untuk mendapatkan gambar detail


kerongkongan. Pasien akan diminta untuk menelan cairan zat pewarna
(kontras) yang mengandung barium, sehingga kerongkongan dapat
terlihat jelas saat foto Rontgen. Normalnya, diameter kerongkongan

8
terlihat cukup lebar dan barium terlihat lancar memasuki lambung.
Namun, tidak demikian pada penderita akalasia.

 Manometri
Tabung plastik kecil dan fleksibel akan dimasukkan ke
kerongkongan melalui hidung. Alat ini akan merekam aktivitas dan
kekuatan kontraksi otot, serta memeriksa tekanan yang muncul di LES.
 Endoskopi
Sebuah instrumen fleksibel disertai kamera di bagian ujungnya akan
dimasukkan ke bagian bawah kerongkongan agar dokter dapat
memeriksa kondisi dinding kerongkongan dan lambung.

 Terapi Farmakologi
 Pelebaran kerongkongan. 
Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan sebuah balon ke bagian
kerongkongan yang mengalami penyempitan dengan bantuan
endoskopi. Balon tersebut kemudian dikembangkan untuk memperbesar
bukaan LES, sehingga makanan dapat masuk ke dalam lambung.
Tindakan ini perlu dilakukan secara berulang-ulang untuk mendapatkan
hasil terbaik.
 Suntik botox (botulinum toxin)
Jenis pengobatan ini dilakukan untuk pasien dengan kondisi
kesehatan secara umum kurang baik, sehingga tidak memungkinkan
untuk dilakukan tindakan pelebaran kerongkongan. Dokter akan
menyuntikkan botox secara langsung ke LES melalui endoskopi,
sehingga LES akan mengendur dan terbuka. Pengaruh suntik botox
hanya bersifat sementara, dapat bertahan selama beberapa bulan dan
terkadang beberapa tahun.
 Operasi
Prosedur operasi untuk membuka LES dikenal dengan myotomy.
Ada beberapa jenis operasi myotomy untuk menangani akalasia, antara
lain:
9
a. Heller myotomy. Prosedur ini dilakukan dengan memotong otot
LES menggunakan teknik laparoskopi atau operasi dengan sayatan
minimal, sehingga makanan lebih mudah masuk ke lambung.
b. Peroral endoscopic myotomy (POEM). Prosedur ini dilakukan
dengan menggunakan endoskopi yang dimasukkan melalui mulut
ke kerongkongan untuk memotong LES.
c. Fundoplication. Dokter bedah akan membungkus bagian atas
lambung (di bawah dari LES) untuk mengencangkan otot lambung
dan mencegah naiknya asam lambung. Prosedur operasi ini
biasanya dilakukan bersamaan dengan Heller myotomy melalui
teknik laparoskopi.
 Obat
Selain itu, pemberian obat-obatan juga dapat dilakukan dokter jika
kondisi pasien tidak memungkinkan untuk melalui prosedur pelebaran
kerongkongan atau operasi, dan apabila suntik botox juga tidak
menolong. Obat-obat yang dapat diberikan untuk melemaskan LES,
antara lain nitrogliserin atau nifedipine, yang dikonsumsi sebelum
makan.

 Terapi Non Farmakologi


 Memperbanyak minum ketika sedang makan.
 Mengunyah makanan dengan baik sebelum ditelan.
 Menjalani pola makan dengan porsi kecil dan lebih sering.
 Menghindari makan sebelum tidur, berikan waktu minimal 3 jam
sebelum tidur.
 Menghindari tidur dengan posisi datar.
 Gunakan bantal untuk menyanggah kepala, hal ini dilakukan untuk
mencegah asam lambung naik ke kerongkongan.
 Berhenti merokok.
2.3.4. Gastritis
 Pengertian

10
Gastritis adalah peradangan di dinding lambung, yang dapat terjadi tiba-
tiba (akut), atau berlangsung dalam jangka panjang (kronis). Kondisi ini
dapat menyebabkan tukak lambung.

 Gejala
Gejala yang di timbulkan antara lain:
 Nyeri yang terasa panas dan perih diperut bagian ulu hati.
 Perut kembung
 Cegukan
 Mual
 Muntah
 Hilang nafsu makan
 Cepat merasa kenyang saat makan
 Buang air besar dengan tinja berwarna hitam
 Muntah darah

 Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan Rontgen
Diagnosis yang tepat bisa ditentukan dengan pemeriksaan rontgen
bila dikerjakan dengan baik yaitu dengan cara full filling kontras ganda,
mucosal studies dan kompresi. Kontras ganda diperlukan untuk melihat
lesi-lesi kecil dan keganasan pada tukak.
 Endoskopi
Endoskopi ada dua macam, yaitu dengan pandangan samping
(“Oblique View”) dan dengan pandangan depan (“Forward View”).
Pada saat ini pemeriksaan dengan endoskopi dianggap lebih baik
daripada radiologi terutama untuk tukak duodenum. Bila dikombinasi
dengan biopsy dan sitologi ketepatan diagnosis hamper 98-100%.

 Terapi Farmakologi

11
 Obat pilihan berdasarkan pada algoritma.
 Pada ulcer yang disebabkan H. pylori dipilih terapi kombinasi yang
paling efektif dan aman. Terapi selama 14 hari lebih disukai karena
daya eradikasinya lebih sempurna dibandingkan terapi selama 10 hari,
terapi 7 hari tidak dianjurkan.
No Regimen Obat
.
1. Klaritromisin 2×500 mg
Amoksisilin 2×1 gram
PPI 2×1 tab selama 10-14 hari
2. Klaritromisin 2×500 mg
Metronidazole 2×500 mg
PPI 2×1 tab selama 10-14 hari
3. Klaritromisin 2×500 mg
Tetrasiklin 2×500 mg sehari
Ranitidine Bismuth Sitrat 2×400 mg selama 10
hari
4. Bismuth subsalisilat 4×500 mg
Metronidazole 4×500 mg
PPP sesuai dosis lazim selama 14 hari.

 Pasien dengan ulcer harus diberi PPI dan H2GRA untuk mengurangi
gejala yang timbul.
 PPI haus diminum 15-30 menit sebelum makan.
 Ulcer yang tidak komlek karena NSAID dapat sembuh setelah
penghentian NSAID.
 Jika penggunaan tidak dihentikan pemberian PPI lebih tepat karena PPI
lebih kuat dalam menghambat sekresi HCl.
 Pasien ulcer dengan komplikasi sering memerlukan endoskopi dan
pembedahan.
Obat yang efektig digunakan :
 H2 Reseptor Antagonis (H2RA)

12
Contoh : Simetidin, famotidin, nizatidine, dan ranitidine.
Cara kerja : menghambat sekresi asam dengan menghambat ikatan
antara histamin dengan reseptornya.
Efek samping : diantaranya diare, sakit kepala, dizines, dan rash.
Simetidin mempunyai efek antiandrogen yang dapat menyebabkan
ginekromastia dan impotensi.
 Pompa Proton Inhibitor (PPI)
Contoh : omeprazole, pantoprazole, lansoprazole, esomeprazole, dan
rabeprazole.
Cara kerja : mengikat K/H+ dan -ATPase secara irreversible sehingga
menghambat pompa proton (H+) dan selanjutnya menghambat sekresi
HCl
 Antasida
Cara kerja : Al(OH)3 dan Mg(OH)2 mengikat asam lambung dan
meningkatkan ketahanan mukosa terhadap asam. Dimetilpolisiloksan
atau simetidin bersifat flatulen dan mendorong terjadinya flatus.
 Sukralfat
Cara kerja : obat ini adalah berikatan dengan jaringan yang mengalami
tukak membentuk lapisan yang dapat melindungi tukak dari asam
lambung sehingga memberi kesempatan tukak untuk sembuh.
Efek samping : relative jarang terjadi kejadian yang sering adalah
konstipasi mulut kering, mual dan rash. Dapat menurunkan
bioavailabilitas dari dari digoxin, fenitoin, teofilin, ketokonazol,
quinidine, quinolone, dan warfarin.
 Misoprostol
Adalah suatu analog prostaglandin E1 yang bersifat antisekretori dan
sitoprotektif yang dapat mencegah ulcer karena penggunaan AINS.
Efek samping : diare tergantung dosis. Obat ini dikontraindikasikan
untuk wanita hamil dapat merangsang uterus.
 Antimikroba

13
Antimikroba yang digunakan untk eradikasi H. pylori yaitu
Amoksisilin, klaritromisin, metronidazole, dan tetrasiklin.

 Terapi Non Farmakologi


 Kurangi stress, rokok dan penggunaan NSAID. Jika NSAID tidak dapat
dihindari, pakai dosis efektif minimum atau gant dengan NSAID yang
selektif menghambat COX-2 seperti celecoxib dan refecoxib.
 Menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dyspepsia dan
memperberat symptom ulcer.
2.3.5. Tukak Lambung
 Pengertian
Tukak lambung (peptic ulcer) merupakan luka terbuka yang terbentuk di
lapisan lambung, atau bisa juga terjadi di usus 12 jari (ulkus duodenum).
Tukak lambung dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, dan penggunaan
aspirin atau obat antiinflamasi nonsteroid dalam jangka panjang.

 Gejala
Gejala yang muncul adalah sakit maag atau nyeri ulu hati. Nyeri tersebut
memiliki karakteristik sebagai berikut :
 Berlangsung dalam hitungan menit hingga jam.
 Hilang timbul selama beberapa hari, minggu, atau bulan.
 Memburuk diwaktu makan, saat malam hari, atau pagi-pagi sekali.
 Makin parah ketika perut kosong.
 Reda bila perut diisi makanan atau setelah minum obat sakit maag,
tetapi kemudian akan muncul kembali.
Gejala lain yang bisa muncul pada tukak lambung adalah :
 Mual dan muntah
 Perut kembung
 Sering bersendawa
 Dada terasa seperti terbakar

14
 Hilang nafsu makan atau mudah kenyang
 Berat badan turun
 Sulit menarik nafas
 Lemas

 Pemeriksaan Lab
 Radiologi
Terlihat gambaran niche atau crater.
 Endoskopi
Terlihat tukak gaster engan pinggir teratur, mukosa licin, lipatan radiasi
keluar dari pinggir tukak secara teratur.
 Hasil Biopsi
Tidak menunjukkan adanya keganasan.
 Pemeriksaan tes CLO (Compylobacter Like Organism / PA (Pyloric
Antrum)
Untuk menunjukkan apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam
rangka eradikasi kuman.

 Terapi Farmakologi
 Antacid
Dosis 3 × 1 tablet atau 4 × 30 cc. Namun efektifitasnya kurang bila
dibandingkan Antagonis reseptor H2/ARH2 dan tidak dianjurkan pada
gagal ginjal karena menimbulkan hipermagnesia dan kehilangan fosfat.
Selain itu, dapat menyebabkan kontipasi dan neurotoksik.
 Koloid Bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal Bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya
terhadap pengaruh asam lambung dan pepsin. Dosis 2 × 2 tablet/hari.
 Sukralfat

15
Suatu kompleks garam sukrosa dimana kelompok hidroksil diganti
dengan alumunium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja melalui
pelepasan kutub alumunium hidroksida yang berikatan dengan kutup
positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar
tukak, yang melindungi tukak dari agresif asam dan pepsin. Efek lain
membantu prostaglandin, kerja sama dengan EGF, menambah sekresi
bikarbonat dan mucus, meningkatkan daya tahan pertahanan dan
perbaikan mucosal. Tidak dianjurkan pada gagal ginjal kronik. Dosis 4
× 1 gram/hari sebelum makan.
 Prostaglandin
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam dan menambah sekresi
mucus, bilarbonat, dan meningkatkan aliran darah di mukosa. Dosis 4 ×
200 mg.
 Antagonis Reseptor H2 / ARH2
Struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerja memblokir
efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat
dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Dosis simetidin 2 × 400
mg, ranitidine 300 mg malam hari, famotidine 1 × 40 mg.
 Proton Pump Inhibitor (PPI)
Terdapat 5 jenis PPI yang beredar dipasaran yaitu omeprazole,
fanzoprazol, rabeprazole, pantoprazole, dan esomeprazole. Obat-obat
PPI dapat menghambat sekresi asam lambung sampai 90% dalam 24
jam, disbanding antagonis H2 yang hanya 65%. PPI sebaiknya
diberikan 30 menit sebelum makan. Semua PPI memberikan
kesembuhan pada ulkus duodenum 90% kasus setelah 4 minggu dan
90% pada ulkus lambung setelah 8 minggu pemberian. Tentunya bila
derajat Hp (H. pylori), Hp nya harus diterapi secara efektif.
Mekanisme kerja menghambat atau memblokir kerja enzim K H
ATPase yang akan memecah K H ATPase menghasilkan energi yang
digunakan untuk mensekresi asam HCl, dari sel kanalikuli ke lumen
lambung. Dosis omeprazole 2 × 20 mg, lansoprazole 2 × 30 mg.

16
 Obat Prokinetik
Pemberiannya apabila diperlukan sesuai dengan manifestasi klinik
yang muncul :
 Betanechol
 Domperidone
 Metoclopramide
 Cisapride
 Anti H. pylori
 Mono therapy : ARH2 atau PPP
 Dual therapy : ARH2/PPP + ampicillin/clarithromycin
 Triple therapy : PPP + ampicillin + clarithromycin/metonidazole
 Quadruple therapy : PPP + clarithromycin + metronidazole +
bismuth
 Operasi
 Efektif (tukak refraktor / gagal pengobatan)
 Darurat (komplikasi : perdarahan, perforasi, stenosis pilorik)
 Tukak gaster dengan kecurigaan keganasan.

 Terapi Non Farmakologi


 Diet
 Diet ketat tak dianjurkan lagi.
 Hindarkan makanan yang memperberat keluhan, seperti asam,
pedas, panas, banyak lemak.
 Khusus : makan teratur, sebaiknya makanan lunak, hindari makan
sebelum tidur (terutama tidur malam).
 Stop merokok
 Hindari alcohol terutam dalam lambung kosong
 Hindari ASA/NSAID/steroid
 Banyak istirahat, hindari stress

17
2.3.6. Penyakit Celiac
 Pengertian
Penyakit celiac adalah penyakit akibat reaksi sistem imun terhadap
konsumsi gluten, yaitu protein yang dapat ditemukan pada gandum. Pada
penderita penyakit celiac, gluten akan memicu reaksi sistem imun di usus
halus. Bila kondisi tersebut berlangsung terus-menerus, lapisan usus halus
dapat rusak dan mencegah nutrisi terserap.

 Gejala
Gejala penyakit celiac pada anak-anak dan dewasa dapat sedikit berbeda,
dimana gejala pada sebagian penderita dewasa tidak berkaitan dengan
system pencernaan. Gejala tersebut antara lain :
 Anemia, sebagai akibat dari kekurangan zat besi atau vitamin B12.
 Kesemutan dan mati rasa pada ujung jari tangan dan kaki (neuropati
perifer).
 Pembengkakan pada tangan, telapak kaki, lengan, serta tungkai, akibat
penumpukan cairan di jaringan tubuh.
 Rusaknya kepadatan tulang.
 Rusaknya lapisan gigi.
 Ruam pada kulit yang teras gatal dan lecet (dermatitis herpetiformis).
 Nyeri sendi.
 Gangguan keseimbangan tubuh.
 Gangguan fungsi limfa.
 Sulit hamil.
Sedangkan pada anak-anak, gejala penyakit celiac dapat berupa :
 Nyeri perut.
 Perut kembung.
 Konstipasi.
 Turunnya berat badan, hingga gangguan tumbuh kembang.
 Tingi tubuh dibawah rata-rata.

18
 Pubertas terlambat.
 Gangguan saraf, seperti ADHD, ketidakmampuan belajar, sakit kepala,
dan koordinasi otot yang buruk.

 Pemeriksaan Lab
 Uji Serlogi
Beberapa uji serologi dapat digunakan sebagai uji awal pada pasien
dengan kecurigaan penyakit celiac. Karena sensitivitas dan
spesifisitasnya yang rendah, pemeriksaan antibody antigliadin tidak lagi
direkomendasikan sebagai uji awal. Sementara itu, uji endomysial
antibody (EMA) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih
tinggi harganya lebuh mahal. Pemeriksaan tissue transglutaminase
(tTG) juga memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tingi.
 Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi diketahui kurang sensitive dan spesifik
mendeteksi penyakit celiac. Namun demikian, gambaran berikut pada
endoskopi meningkatkan kecurigaan kea rah penyakit celiac, meliputi :
 Fisura di sepanjang lipatan dan pola mosaic dari mukosa
 Lipatan yang semakin mendatar
 Penurunan jumlah lipatan, ukuran dan atau hilangnya lipatan
dengan insuflasi maksimum
 Hilangnya vilus usus halus
 Gambaran granular dari bulbus duodenum.
 Kapsul Endoskopi
Kapsul endoskopi merupakan metode alternative untuk evaluasi
penyakit celiac dan identifikasi komplikasi. Penanda penyakit celiac
menjadi lebih akurat dengan menggunakan kapsul endoskopi jika
dibandingkan dengan endoskopi konvensional.
 Biopsy Usus Halus dan Histopatologi

19
Kombinasi abnormalitas vilus yang terlihat dari biopsy usus halus
dengan uji serologi yang positif merupakan kriteria standar diagnosis
untuk penyakit celiac. Perubahan histologi yang terlihat pada pasien
penyakit celiac dengan khas, namun bukan patognomonik. Sebab,
perubahan tersebut dapat juga ditemukan pada kondisi lainnya seperti
infeksi parasite, kondisi imunodefisiensi, enteropati HIV, dan enteropati
yang dipicu karena alergi obat seperti susu sapi. Biopsy pada pasien
penyakit celiac harus diambil ketika pasien menjalani diet yang
mengandung gluten minimal 3 gram gluten/hari selama 2 minggu.
 Tes Genetik
HLA-DQ2 (95%) atau HLA-DQ8 (5%) ditemukan pada hampir
sebagian besar penderita penyakit celiac.

 Terapi Farmakologi
 Vaksinasi
Pada beberapa kasus, penyakit celiac bisa menyebabkan kerja limfa
kurang efektif sehingga penderita rentan terkena infeksi. Oleh karena
itu, penderita membutuhkan vaksinasi tambahan, seperti vaksin flu,
vaksin Haemophillus influenza type B, vaksin meningitis, serta vaksin
pneumokokus, untuk melindungi pasien dari infeksi.
 Suplemen
Terapi ini dibutuhkan untuk menjamin penderita mendapatkan
semua nutrisi yang dibutuhkan. Suplemen yang dibutuhkan berupa
kalsium, asam folat, zar besi, vitamin B12, vitamin D, vitamin K, dan
zink.
 Kortikosteroid
Obat ini diperlukan saat kerusakan usus sangat parah, unruk
meredakan gejala selama proses penyembuhan usus.
 Dapsone

20
Obat ini digunakan agar gejala lebih cepat mereda. Dosis obat
dapsone yang diberikan biasanya sangat kecil, mengingat dapat
menimbulkan efek samping sakit kepala dan depresi.

2.3.7. Penyakit Batu Empedu


 Pengertian
Penyakit batu empedu adalah kondisi ketika terjadi penyumbatan pada
saluran empedu. Sumbatan disebabkan oleh batu hasil pengkristalan
kolesterol. Pada beberapa kasus, batu empedu terbentuk dari pengkristalan
bilirubin atau zat yang menyebabkan penyakit kuning.
 Gejala
Gejala utama batu empedu adalah nyeri secara mendadak di bagian kanan
atas atau tengah perut. Gejala lain :
 Mual
 Muntah
 Hilang nafsu makan
 Urine berwarna gelap
 Sakit maag
 Diare

 Pemeriksaan Lab
 Ultrasonografi
Ultrasonografi menghasilkan gambar keseluruhan perut. Ini adalah
jenis pemeriksaan lab yang disukai untuk mengonfirmasi bahwa
seseorang memiliki penyakit batu empedu.
 CT Scan Perut
Tes ini mengambil gambar hati dan daerah perut.
 Pemindaian Radionuklida Gallbladder
Pemindaian penting ini membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk
menyelesaikannya. Seorang spesialis menyuntikkan zat radioaktif ke
dalam pembuluh darah. Zat itu mengalir melalui darah ke hati dan

21
kantong empedu. Pada pemindaian ini dapat mengungkapkan bukti
yang menunjukkan infeksi atau penyumbatan saluran empedu dari batu.
 Tes Darah
Tes ini dilakukan untuk mengukur jumlah bilirubin dalam darah. Tes
ini juga membantu menentukan seberapa baik hati berfungsi.
 Endoskopi Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP adalah prosedur yang menggunakan kamera dan sinar-X
untuk melihat masalah pada saluran empedu dan pankreas. Ini
membantu dokter mencari batu empedu yang tersangkut di saluran
empedu.

 Terapi Farmakologi
 Operasi
Operasi atau pembedahan untuk mengangkat kantung empedu
disebut kolesistektomi. Kantung empedu bukan organ yang vital,
karena seseorang dapat hidup secara normal tanpa kantung empedu.
Seorang ahli medis akan memberikan anestesi untuk melakukan
operasi. Ahli bedah akan melakukan dua metode kolesistektomi
atau pengangkatan kantung empedu untuk menghilangkan batu
empedu. Di antaranya:
 Kolesistektomi Laparoskopi
Pengangkatan kantong empedu dengan cara laparoskopi. Hal
tersebut dikarenakan pengidapnya hanya melakukan rawat jalan
dan dapat pulang ke rumah setelah operasi dilakukan. Selain itu,
pasien dapat beraktivitas fisik secara normal dalam rentang waktu
satu minggu.
 Kolesistektomi Terbuka
Metode ini digunakan ketika kandung empedu sudah meradang,
terinfeksi, atau terdapat bekas luka dari operasi lain. Hal ini
merupakan alternatif jika terjadi masalah ketika kolesistektomi
laparoskopi dilakukan. Setelah operasi dilakukan, mungkin kamu

22
perlu beristirahat di rumah selama seminggu dan beraktivitas
normal setelah sebulan.
 Obat asam empedu
Jika gejala tidak terlalu parah dan kristal yang terbentuk di dalam
empedu belum begitu besar, penggunaan obat-obatan bisa membantu.
Selain obat pereda nyeri, dapat juga menggunakan obat asam empedu.
Obat asam empedu mengandung beberapa bahan kimia tertentu
seperti ursodiol atau chenodiol yang telah terbukti mampu melarutkan
batu empedu. Obat ini tersedia dalam pil asam empedu oral.
 Suntikan MTBE
Pilihan perawatan satu ini melibatkan penyuntikan pelarut yang
dikenal sebagai metil tersier-butil eter (MTBE). Pelarut tersebut akan
disuntikkan ke kantong empedu untuk melarutkan batu empedu.
Penelitian telah menunjukkan bahwa MTBE cepat melarutkan kristal
yang terbentuk di empedu. Akan tetapi sama seperti prosedur medis
lainnya, suntik MTBE juga memiliki beberapa efek samping. Bahkan
efek samping yang paling serius bisa menyebabkan rasa terbakar
parah.
 Terapi Extracorporeal Shock Wave Lithotrips (ESWL)
Extracorporeal Shock Wave Lithotrips (ESWL) adalah pilihan
pengobatan batu empedu lainnya yang tanpa operasi. Terapi ini paling
efektif jika batu empedu soliter masih berdiameter kurang dari 2
sentimeter. Tujuan pengobatan ini adalah untuk memecah atau
menghancurkan batu empedu dengan mengirimkan gelombang kejut
(shockwave) melalui jaringan lunak tubuh.

 Terapi Farmakologi
 Pertahankan berat badan yang sehat.
 Hindari penurunan berat badan yang cepat.
 Makanlah diet anti-inflamasi.
 Dapatkan olahraga teratur.

23
2.3.8. Kolesistitis
 Pengertian
Kolesistitis adalah peradangan pada kantung empedu. Peradangan tersebut
dipicu oleh tersumbatnya kantung empedu oleh batu empedu atau tumor.
Penyumbatan menyebabkan cairan empedu terperangkap di dalam kantung
empedu, dan memicu peradangan.

 Gejala
Gejala yang ditimbulkan diantaranya :
 Gangguan pencernaan menahun
 Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)
 Sendawa
 Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan
sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan
pelebaran saluran empedu intrahepatic maupun ekstra hepatic. Dengan
USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab
lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
 Kolesistografi
Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan
kontras cukup baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat
untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu.Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan
dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

24
 Penataan hati dengan HIDA
Metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di duktus
sistikus misalnya karena batu.Juga dapat berguna untuk membedakan
batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya
akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi ke kantong
empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam
mengisi kantong empedu menandakan adanya batu sementara HIDA
terisi ke dalam duodenum.
 Computed Tomografi (CT)
Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan
yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran
empedu dan koledokolitiasis. Walupun demikian, teknik ini jauh lebih
mahal disbanding USG.
 Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) merupakan metode
kolangiografi direk yang amat bermanfaat untuk menentukan adanya
obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti koledokolitiasis.
Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan
melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu. Tes
invasive ini melibatkan opasifikasi lansung batang saluran empedu
dengan 17 kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat
kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mecakup
sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang
tersumbat sebagian.

 Terapi Farmakologi
 Operasi

25
Tindakan pembedahan bertujuan untuk mengangkat kantung
empedu. Operasi ini dikenal dengan prosedur kolesistektomi
(cholecystectomy). Kolesistektomi terdiri atas dua jenis, yaitu
kolesistektomi laparoskopi dan kolesistektomi terbuka.
 Kolesistektomi laparoskopi
Metode pengangkatan kantung empedu ini dilakukan dengan
menggunakan laparoskop, yaitu selang elastis tipis yang dilengkapi
kamera bercahaya. Metode ini dikenal juga dengan “operasi lubang
kunci”.
 Kolesistektomi terbuka
Metode operasi terbuka dilakukan ketika metode laparoskopi
tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan kantung empedu,
misalnya karena letak kantung empedu yang sulit dijangkau,
penderita sedang hamil, atau menderita obesitas.
 Obat-obatan
Obat-obatan digunakan ketika batu empedu berukuran kecil dan
gejala yang muncul bersifat ringan, atau kondisi penderita tidak
memungkinkan untuk menjalani operasi, misalnya penderita obesitas
morbid. Obat yang paling sering diberikan adalah ursodeoxycholic acid.
Obat ini dapat membantu melarutkan batu empedu. Meski demikian,
pemberian obat jarang digunakan karena beberapa alasan sebagai
berikut:
 Butuh waktu sekitar 6-12 bulan untuk melarutkan sebagian besar
batu empedu.
 Batu empedu dapat muncul kembali jika konsumsi obat dihentikan.
 Hanya dapat digunakan untuk batu empedu yang disebabkan
kolesterol.
 Menyebabkan diare ringan.

 Terapi Non Farmakologi


 Menjalani diet rendah lemak

26
 Menurunkan berat badan

2.3.9. Hepatitis
 Pengertian
Hepatitis adalah istilah yang merujuk pada peradangan hati. Kondisi ini
dapat disebabkan oleh infeksi virus, penyakit autoimun, serta paparan
alkohol, obat, racun kimia, atau NAPZA.

 Gejala
Gejala yang ditimbulkan diantaranya :
 Mengalami gejala seperti flu, misalnya mual, muntah, demam, dan
lemas.
 Feses berwarna pucat.
 Mata dan kulit berubah menjadi kekuningan (jaundice). Hal ini terjadi
karenapeningkatan bilirubin dalam darah.
 Nyeri perut.
 Berat badan turun.
 Urine menjadi gelap seperti teh.
 Kehilangan nafsu makan.

 Pemeriksaan Lab
 Tes fungsi hati
Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pasien untuk
mengecek kinerja hati. Pada tes fungsi hati, kandungan enzim hati
dalam darah, yaitu enzim aspartat aminotransferase dan alanin
aminotransferase (AST/SGOT dan ALT/SGPT), akan diukur. Dalam
kondisi normal, kedua enzim tersebut terdapat di dalam hati. Jika hati
mengalami kerusakan akibat peradangan, kedua enzim tersebut akan
tersebar dalam darah sehingga naik kadarnya. Meski demikian, perlu

27
diingat bahwa tes fungsi hati tidak spesifik untuk menentukan penyebab
hepatitis.
 Tes antibodi virus hepatitis
Tes ini berfungsi untuk menentukan keberadaan antibodi yang
spesifik untuk virus HAV, HBV, dan HCV. Pada saat seseorang terkena
hepatitis akut, tubuh akan membentuk antibodi spesifik guna
memusnahkan virus yang menyerang tubuh. Antibodi dapat terbentuk
beberapa minggu setelah seseorang terkena infeksi virus hepatitis.
Antibodi yang dapat terdeteksi pada penderita hepatitis akut, antara lain
adalah:
 Antibodi terhadap hepatitis A (anti HAV).
 Antibodi terhadap material inti dari virus hepatitis B (anti HBc).
 Antibodi terhadap material permukaan dari virus hepatitis B (anti
HBs).
 Antibodi terhadap material genetik virus hepatitis B (anti HBe).
 Antibodi terhadap virus hepatitis C (anti HCV).
 Tes protein dan materi genetik virus
Pada penderita hepatitis kronis, antibodi dan sistem imun tubuh tidak
dapat memusnahkan virus sehingga virus terus berkembang dan lepas
dari sel hati ke dalam darah. Keberadaan virus dalam darah dapat
terdeteksi dengan tes antigen spesifik dan material genetik virus, antara
lain:
 Antigen material permukaan virus hepatitis B (HBsAg).
 Antigen material genetik virus hepatitis B (HBeAg).
 DNA virus hepatitis B (HBV DNA).
 RNA virus hepatitis C (HCV RNA).
 USG perut
Dengan bantuan gelombang suara, USG perut dapat mendeteksi
kelainan pada organ hati dan sekitarnya, seperti adanya kerusakan hati,
pembesaran hati, maupun tumor hati. Selain itu, melalui USG perut

28
dapat juga terdeteksi adanya cairan dalam rongga perut serta kelainan
pada kandung empedu.
 Biopsi hati
Dalam metode ini, sampel jaringan hati akan diambil untuk
kemudian diamati menggunakan mikroskop. Melalui biopsi hati, dokter
dapat menentukan penyebab kerusakan yang terjadi di dalam hati.

 Terapi Farmakologi
 Antivirus
Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita
hepatitis B. Virus hepatitis B membawa informasi genetik DNA. Obat
ini mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi kemampuan
virus hepatitis B berproliferasi. Lamivudine merupakan analog
nukleosida deoxycytidine dan bekerja dengan menghambat
pembentukan DNA virus hepatitis B. Pengobatan dengan lamivudine
akan menghasilkan HBV DNA yang menjadi negatif pada hampir
semua pasien yang diobati selama 1 bulan. Lamivudin akan
meningkatkan angka serokonversi HBeAg, mempertahankan fungsi
hati yang optimal,dan menekan terjadinya proses nekrosis-inflamasi.
Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV) pada koinfeksi hepatitis
C, saat ini tersedia ARV gratis di Indonesia. ARV yang tersedia gratis
adalah Duviral (Zidovudine + Lamivudine) dan Neviral (Nevirapine).
Sedangkan Efavirenz (Stocrin) tersedia gratis dalam jumlah yang amat
terbatas. Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum untuk
penderita yang sedang mendapat pengobatan interferon dan Ribavirin,
karena beratnya efek samping terhadap gangguan faal hati.
Zidovudine, termasuk Duviral dan Retrovir harus ketat dipantau bila
digunakan bersama Ribavirin (untuk pengobatan hepatitis C), karena
masing-masing dapat menimbulkan anemia. Anemia dapat diantisipasi
dengan pemberian eritropoietin atau tranfusi darah. Neviraldapat

29
mengganggu faal hati. Jadi, kadar hemoglobin dan leukosit serta tes
faal hati (SGOT, SGPT, bilirubin, dan lain-lain) harus dipantau ketat.
 Kolagogum, kolelitolitik dan hepatic protector.
Golongan ini digunakan untuk melindungi hati dari kerusakan yang
lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Kolagogum misalnya:
calcium penthothenat, phosphatidyl choline, silymarin dan
ursodeoxycholic acid dapat digunakan pada kelainan yang disebabkan
karena kongesti atau insufisiensi empedu, misalnya konstipasi biliari
yang keras, ikterus dan hepatitis ringan, dengan menstimulasi aliran
empedu dari hati. Namun demikian, jangan gunakan obat ini pada
kasus hepatitis akut atau kelainan hati yang sangat toksis.
 Multivitamin dengan mineral
Golongan ini digunakan sebagai terapi penunjang pada pasien
hepatitis dan penyakit hati lainnya. Biasanya penyakit hati
menimbulkan gejala-gejala seperti lemah, malaise, dan lain-lain,
sehingga pasien memerlukan suplemen vitamin dan mineral. Hati
memainkan peranan penting dalam beberapa langkah metabolisme
vitamin. Vitamin terdiri dari vitamin-vitamin yang larut dalam lemak
(fat-soluble) seperti vitamin A, D, E dan K atau yang larut dalam air
(water-soluble) seperti vitamin C dan B-kompleks.
 Terapi dengan Vaksin
Interferon merupakan sistem imun alamiah tubuh dan bertugas untuk
melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani hepatitis B, C
dan D. Interferon adalah glikoprotein yang diproduksi oleh sel-sel
tertentu dan T-limfosit selama infeksi virus. Ada 3 tipe interferon
manusia, yaitu interferon α, interferon β dan interferon γ.

 Terapi Non Farmakologi


 Diet seimbang
 Segera beristirahat bila merasa lelah
 Menghindari minum alcohol

30
2.3.10. Sirosis
 Pengertian
Sirosis adalah terbentuknya jaringan parut di hati, yang menyebabkan
fungsi hati menurun atau bahkan gagal berfungsi. Sirosis merupakan akibat
jangka panjang dari hepatitis.

 Gejala
Pada tahap awal, sirosis tidak menimbulkan gejala apapun. Hal ini karena
masih banyak sel hati yang berfungsi normal, meskipun ada yang rusak.
Namun seiring bertambahnya kerusakan hati, penderita akan mengalami
gejala berikut:
 Lemas
 Perut kembung
 Nyeri perut
 Mual dan muntah
 Kehilangan nafsu makan
 Berat badan menurun
 Telapak tangan memerah
 Muncul tanda seperti sarang laba-laba di kulit
Bila sirosis semakin parah, penderitanya dapat mengeluhkan gejala
berupa:
 Perut membesar (asites)
 Mudah memar
 Peyakit kuning dan gatal-gatal
 BAB berdarah (melena) dan muntah darah
 Bicara kacau dan hilang kesadaran

 Pemeriksaan Lab

31
 Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister,
hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
 Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan
billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
 Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang,
dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati
yang kurang dan menghadapi stress.
 Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE
turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun
akan menunjukkan prognosis jelek.
 Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan
garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L
menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
 Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg,
HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP
(Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi ke arah keganasan.

 Terapi Farmakologi
Pengobatan sirosis bertujuan untuk mencegah kerusakan hati bertambah
parah, serta mengatasi gejala yang muncul. Pengobatan itu dapat dilakukan
dengan:
 Mengonsumsi makanan rendah garam dan tablet spironolactone, untuk
mengurangi kelebihan cairan di dalam tubuh.
 Mengonsumsi propranolol, untuk mengurangi tekanan yang tinggi di
dalam hati.
 Mengonsumsi suplemen untuk mengatasi kekurangan nutrisi dan
mencegah pengeroposan tulang.

32
 Menggunakan krim untuk mengatasi rasa gatal.
 Mengikat pembuluh darah yang melebar di kerongkongan dan berisiko
menimbulkan perdarahan, dengan gastroskopi.

 Terapi Non Famakologi


 Bedrest , agar tidakbanyak bergerak serta meminimalkan gerakan.
Untuk menimialkan efek edema tersebut maka pasien disarankan untuk
bedrest
 Diet rendah garam 0,5 g/hari dan asupan cairan 1,5 L/hari, hal ini
disebabkan karena garam dapat meningkatkan cairan tubuh
 Diet seimbang. Kalori berlebih dalam bentuk karbohidrat dapat
menambah difungsi hati dan menyababkan penimbunana lemak hati
 Menghindari minuman alcohol.

2.3.11. Pankreatitis
 Pengertian
Pankreatitis adalah peradangan pada organ pankreas. Pankreas
merupakan organ yang menghasilkan enzim untuk mencerna makanan dan
hormon untuk mengatur kadar gula darah. Pankreatitis dapat disebabkan
oleh penyakit batu empedu atau kecanduan alcohol.

 Gejala
Gejala lain yang mungkin timbul pada pankreatitis adalah:
 Demam.
 Diare.
 Mual dan muntah.
 Gangguan pencernaan.
 Perut membengkak dan sakit bila disentuh.
 Kulit dan mata menguning (penyakit kuning).

33
 Jantung berdetak lebih cepat dari normal (takikardia).

 Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan darah, untuk mengukur kadar enzim amilase dan lipase.
 Pemindaian dengan USG, CT scan, atau MRI untuk melihat
kemungkinan adanya batu empedu, serta untuk menentukan tingkat
keparahan pankreatitis akut.

 Terapi Farmakologi
Golongan obat yang sering digunakan untuk membantu melarutkan batu
empedu adalah Asam Kenodeoksikolat dan Asam Ursodeoksikolat yang
bekerja mengurangi penjenuhan kolesterol empedu dengan cara mengurangi
sekret kolesterol dan meningkatkan sekresi asam empedu.
 Asam Kenodeoksikolat
 Indikasi: Pelarut batu empedu.
 Kontra Indikasi: Batu radio-opak, kehamilan, kandungan empedu
tidak berfungsi, penyakit radang dan kondisi dari usus halus dan
kolon yang mengganggu sirkulasi enterhepatik garam-garam
empedu.
 Efek Samping: Diare terutama pada dosis awal yang tinggi, gatal-
gatal, gangguan hati ringan.
 Dosis: 10-15 mg/kg/hari sebagai dosis tunggal menjelang tidur
malam atau dalam dosis terbagi 3-24 bulan (tergantung pada
besarnya batu). Pengobatan diteruskan paling tidak selama 3 bulan
setelah batunya melarut. Dianjurkan juga melakukan diet kolesterol
rendah.
 Sediaan Beredar: Chenofalk (Darya Varia) Kapsul Lnk. 250 mg
(K).
 Asam Ursodeoksikolat
 Indikasi: Pelarutan batu empedu.
 Efek Samping: Sama seperti asam kenodeoksikolat.
34
 Dosis: Pelarutan batu empedu, 8-12 mg/kg sehari dalam 2 dosis
terbagi sampai 3-4 bulan setelah batunya melarut.
 Sediaan Beredar: Estazor (Pratapa Nirmala) Kapsul 250 mg (K),
Pramur (Prafa) Tablet 250 mg (K), Urdafalk (Daya Varia) Kapsul
250 mg (K), Ursochol (Pharos) Tablet 300 mg (K).

 Terapi Non Farmakologi


 Nutrisi Pendukung
Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan
saluran cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga
karena terjadinya malnutrisi.
 Intervensi radiologi ERCP dan Pembedahan
Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya
dapat mengatasi PA (pancreas akut) dan mencegah kambuh kembali.
Tindakan pembedahan bisa dilakukan pada PA untuk pengobatan luka
pada pankreas atau resiko nekrosis.

2.3.12. Radang Usus


 Pengertian
Radang usus adalah kondisi ketika usus mengalami peradangan. Radang
usus terdiri dari 2 jenis, yaitu penyakit Crohn dan kolitis ulseratif. Bedanya,
radang pada kolitis ulseratif hanya terjadi di usus besar. Sedangkan pada
penyakit Crohn, radang dapat terjadi di seluruh bagian saluran pencernaan.

 Gejala
Gejala radang usus bervariasi, tergantung pada lokasi peradangan pada saluran
pencernaan. Gejala tersebut meliputi:
 Nyeri perut atau kram perut
 Perut kembung
 Diare
 Selera makan berkurang

35
 Berat badan turun
 BAB berdarah (hematochezia)

 Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi infeksi dan
keberadaan darah pada tinja yang tidak bisa dilihat secara kasat mata.
 Endoskopi dan teropong
Endoskopi ini dilakukan untuk melihat lapisan rongga usus dengan
menggunakan alat khusus yang dilengkapi kamera. Alat dapat
dimasukkan melalui dubur atau mulut
 Tes darah
Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah penderita mengalami
anemia atau infeksi.
 Tes pencitraan
Foto Rontgen, USG perut, CT scan, atau MRI dilakukan bila
dicurigai ada hal lain yang menyebabkan timbulnya gejala.

 Terapi Farmakologi
 Obat antiinflamasi.
 Obat-obatan untuk menekan kerja sistem imun.
 Antibiotik.
 Obat anti diare.
 Obat anti nyeri.
 Suplemen zat besi.
 Suplemen kalsium dan Vitamin D.
 Pemberian nutrisi.

 Terapi Non Farmakologi


 Hindari kebiasaan merokok.

36
 Jaga pola makan yang sehat.
 Tidak sering mengonsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).

2.3.13. Diverticulitis
 Pengertian
Divertikulitis adalah peradangan pada divertikula. Divertikula sendiri
adalah kantong-kantong abnormal yang terbentuk di saluran pencernaan.
Divertikulitis dapat menimbulkan gejala demam, sakit perut, mual, muntah,
sembelit atau diare.

 Gejala
Divertikulitis biasanya diawali dengan gejala penyakit divertikulosis,
yang meliputi:
 Nyeri pada perut. Rasa nyeri akan lebih terasa sesaat setelah makan atau
ketika bergerak.
 Sembelit, diare, atau keduanya.
 Perut kembung atau perut terasa dipenuhi gas.
 Terkadang buang air besar disertai lendir.
Kadang divertikulosis dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala. Namun,
divertikulosis yang sudah mengalami peradangan dan menjadi divertikulitis,
akan menimbulkan gejala:
 Demam.
 Nyeri perut yang semakin parah dan berkelanjutan.
 Mual dan muntah.
 Buang air besar berdarah.

 Pemeriksaan Lab
Langkah awal yang dilakukan dokter untuk mendiagnosis divertikulitis
adalah memeriksa riwayat kesehatan dan gejala yang dialami oleh pasien.
Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama dengan
memeriksa bagian perut penderita untuk mendeteksi letak peradangan atau

37
infeksi di dalam rongga perut. Lokasi peradangan dapat terdeteksi dengan
rasa nyeri ketika perut ditekan. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan
colok dubur, untuk melihat adanya perdarahan.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan tambahan untuk memastikan
diagnosis. Pemeriksaan tambahan tersebut meliputi:
 Tes darah.
Untuk melihat kemungkinan terjadi infeksi atau perdarahan di usus
besar penderita, serta pemeriksaan fungsi hati untuk mendeteksi apakah
nyeri perut disebabkan oleh gangguan hati atau tidak.
 Tes urine.
Tes urine dilakukan untuk menunjukkan apakah penderita mengalami
infeksi saluran kemih.
 Tes kehamilan.
Untuk memastikan bahwa sakit perut yang dialami penderita wanita
bukan disebabkan oleh kehamilan.
 Tes darah samar pada sampel tinja.
Untuk memeriksa apakah tinja penderita mengandung darah.
 CT scan.
Untuk menunjukkan secara detail kantung-kantung yang mengalami
peradangan atau infeksi dan memastikan diagnosis. CT scan juga dapat
menunjukkan tingkat keparahan divertikulitis.

 Terapi Farmakologi
Berbagai cara dilakukan untuk pengobatan penyakit Diverticularitis agar
dapat membantu meredakan sakit yang di derita oleh pasien
tersebut.Penatalaksanaan farmakologi sendiri yaitu dengan cara memberikan
obat kedalam daerah atau organ yang terkena penyakit diverticularitis.
Terapi farmakologi yang dilakukan sebagai berikut :
 Antibiotik intravena, biasanya diberikan untuk menangani infeksi
yangmenyebabkan rasa nyeri.

38
 Pasien dengan gejala ringan yang disebabkan oleh kejang otot di
daerahverticularitis mendapatkan obat anti kejang seperti
chlordiazepoxide(Librax), dicyclomine (Bentyl), hyoscyamine,
atropine, scopolamine, phenobarb (Donnatal), dan yoscyamine (Levsin)
.
 Ada juga obat antibiotic yang biasanya digunakan oleh dokter-
dokterdalam menyembuhkan atau meredakan penyakit
diverticularitisseperti ciprofloxacin (Cipro), metronidazole (Flagyl),
cephalexin(Keflex), dan doxycycline (Vibramycin).
 Pembedahan, biasanya untuk kasus dengan komplikasi /kambuh , kasus
yang telah terbukti, serangan akut atau (jarang) kasus yang gagal dengan
terapi medic amentosa.

 Terapi Non Farmakologi


 Diet tinggi serat ( buah,sayuran,roti gandum,kulit padi )
Diet dengan buah dan sayuran yang melimpah dianjurkan karena
tampaknya efek perlindungan ini mengurangi perkembangan gejala dan
mencegah komplikasi karena Diet tinggi serat dapat mencegah
pembentukan divertikula tambahan, menurunkan tekanan dalam
lumen,dan mengurangi kemungkinan bahwa salah satu diverticula yang
adaakan meledak atau meradang.

2.3.14. Proctitis
 Pengertian
Proktitis adalah peradangan pada rektum (bagian akhir dari usus besar yang
tersambung ke anus). Kondisi ini dapat menimbulkan rasa ingin BAB yang
sering (tenesmus). Proktitis juga menyebabkan nyeri di perut, rektum, dan
anus.

 Gejala

39
Proktitis ditandai dengan perut mulas atau rasa ingin buang air besar (BAB)
terus-menerus. Gejala ini bisa berlangsung sementara atau berkepanjangan
(kronis) hingga berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Selain itu, ada
sejumlah gejala lain yang menandakan terjadinya proktitis, yaitu:
 Sakit perut bagian kiri, terutama ketika BAB.
 Dubur terasa sakit.
 Diare.
 Merasa tidak tuntas setelah BAB.
 BAB berdarah atau berlendir.

 Pemeriksaan Lab
 Tes darah. Tes ini dapat mendeteksi kehilangan atau infeksi darah.
 Tes feses. Anda mungkin akan diminta untuk mengumpulkan sel feses
untuk diuji. Tes ini dapat menentukan paakah proctitis disebabkan oleh
infeksi bakteri.
 Pemeriksaan pada bagian akhir usus besar. Selama sigmoidoskopi
fleksibel, dokter menggunakan tabung fleksibel dengan sinar untuk
memeriksa sigmoid, bagian terakhir dari usus besar – termasuk rektum.
Selama prosedur ini, dokter juga dapat mengambil sampel kecil dari
jaringan (biopsi) untuk analisis laboratorium.
 Tes infeksi menular seksual. Tes ini meliputi pengambilan sampel
cairan dari rektum atau saluran yang mengeluarkan urin dari kandung
kemih (uretra).

 Terapi Farmakologi
 Terapi radiasi merupakan komponen utama dalam pengobatan
keganasan pelvis. Namun, toksisitas sekunder pada saluran cerna bagian
bawah akibat modalitas ini dapat terjadi. Proktitis radiasi adalah
komplikasi yang sering dijumpai. Berbeda dengan proktitis radiasi akut
(PRA) yang umumnya self-limiting, proktitis radiasi kronik (PRK)
dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup dan meningkatnya

40
biaya kesehatan, morbiditas, dan bahkan mortalitas pasien.1-6 Pada
populasi wanita, keganasan ginekologik merupakan keganasan yang
paling sering dijumpai.
 Obat antibiotik, jika proktitis disebabkan oleh infeksi bakteri.
 Obat antivirus, jika proktitis disebabkan oleh infeksi akibat virus
(misalnya herpes).
 Obat pelunak tinja dan prosedur pelebaran rektum atau ablasi, jika
proktitis disebabkan oleh efek samping radioterapi.
 Obat antiperadangan dan obat imunosupresif, jika proktitis disebabkan
oleh radang usus.

 Terapi Non Farmakologi


 Menghindari kebiasaan makan sesaat sebelum tidur, agar sistem
pencernaan dapat beristirahat.
 Merendam bokong dan selangkangan dengan air hangat selama
beberapa menit.
 Menggunakan obat pereda sakit yang dijual bebas pasaran.
 Menghindari makanan pedas, asam, atau berlemak.
 Minum banyak air putih.
 Menghindari konsumsi minuman yang mengandung soda, kafein, dan
susu.

2.3.15. Kanker Usus Besar


 Pengertian
Kanker usus besar adalah kanker yang menyerang usus besar, yaitu
bagian terakhir dari saluran pencernaan. Kanker usus besar bisa bermula dari
tumor jinak yang disebut polip adenoma. Seiring waktu, polip tersebut
berkembang menjadi ganas.

 Gejala

41
Gejala kanker usus besar pada stadium awal terkadang tidak terasa, atau
bahkan tidak muncul sama sekali. Walaupun demikian, ada beberapa gejala
yang dapat muncul pada kanker usus besar stadium awal, yaitu:
 Diare atau sembelit
 Perut kembung
 Kram atau sakit perut
 Perubahan bentuk dan warna tinja
 BAB berdarah
Jika sudah memasuki stadium lanjut, penderita kanker usus besar dapat
mengalami gejala berupa:
 Kelelahan
 Sering merasa BAB tidak tuntas
 Perubahan pada bentuk tinja yang terjadi lebih dari sebulan
 Penurunan berat badan drastic
Apabila kanker usus besar sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya, dapat
muncul gejala berupa:
 Sakit kuning (ikterus)
 Pandangan kabur
 Pembengkakan pada lengan dan tungkai
 Sakit kepala
 Patah tulang
 Sesak napas

 Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain
pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang
merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hypokalemia kemungkinan

42
ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan
tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja.Selain pemeriksaan
rutin di atas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal
dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen).
 Pemeriksaan Laboratorium patologi-anatomi.
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal
adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat
kolonoskopi maupun reseksiusus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan
histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker
maupun karsinoma di kolorektal ini. Untuk memperoleh sediaan yang
adekuat , biopsi dilakukan pada 2-3 tempat pinggir dan di bagiantengah
tumor.

 Terapi Farmakologi
 Kemoterapi:
 5-Fluorourasil (5-FU) adalah obat kemoterapi golongan
antimetabolit pirimidin dengan mekanisme kerja menghambat
metilasi asamdeoksiuridilat menjadi asam timidilat dengan
menghambat enzim timidilat sintase, terjadi defisiensi timin
sehingga menghambat sintesis asam deoksiribonukleat(DNA), dan
dalam tingkat yang lebih kecil dapat menghambat pembentukan
asam ribonukleat (RNA).
 Leucovorin/Ca-folinat
 Capecitabine adalah sebuah fluoropirimidin karbamat, yang
dirancang sebagai obat kemoterapi oral, merupakan prodrug
fluorourasil yang mengalami hidrolisis di hati dan jaringantumor
untuk membentuk fluorourasil yang aktif sebagai antineoplastik.
Mekanisme kerjanya sama seperti fluorourasil.
 Oxaliplatin merupakan derivatgenerasi ketiga senyawa platinum
dan termasuk dalam golongan obat pengalkilasi (alkylating agent).

43
Mekanisme kerja Oxaliplatin yaitu setelah mengalamihidrolisis
intraselular, platinum berikatan dengan DNA membentuk ikatan
silang yang menghambat replikasi DNA dan transkripsinya
sehingga menyebabkankematian sel.
 Irinotecan menghambat aksi enzim Topoisomerase I, yakni suatu
enzim yang menghasilkan pemecahan DNA selama proses replikasi
DNA.Irinotecan dan SN-38 mengikat DNA Topoisomerasi I
sehingga mencegah pemecahan DNA yang menghasilkan dua DNA
baru serta kematian sel.
 Terapi Biologis (Targeted Therapy  ):
 Bevacizumab, merupakan rekombinan monoklonal antibodi
manusia yang berikatan dengan semua isotope
Vascular Endothelial Growth Factor  A (VEGF-A/VEGF) yang
merupakan mediator utama terjadinya vaskulogenesis dan
angiogenesis tumor, sehingga
menghambat pengikatan VEGF ke reseptornya, Flt-1 (VEGFR-1) d
an KDR (VEGFR-2.)
 Cetuximab, merupakan antibodi monoclonal chimeric mouse /
rekombinan manusia yang mengikat secara spesifik reseptor faktor
pertumbuhan epidermal (EGFR, HER1, c-ErB-1) dan secara
kompetitif menghambat ikatan EGF danligan lain.
 Ziv-aflibercept, merupakan protein rekombinan yang memiliki
bagian reseptor 1 dan 2 VEGF manusia yang berfusi pada porsi Fc
dari IgG1 manusia.
 Panitumumab, merupakan antibodi monoklonal murni dari
manusia. Antibodi monoklonalini diindikasi pada pasien metastasis
kanker kolorektal dengan KRAS dan NRAS wild type.
 Regorafenib, adalah target multipel VEGFR2-TIE2 tyrosine
kinaseinhibitor, yang meliputi reseptor VEGF, reseptor  fibroblast
growth factor (FGF), reseptor platelet derived growth factor

44
(PDGF), BRAF, KIT dan RET yangmelibatkan berbagai proses
termasuk pertumbuhan tumor dan angiogenesis.
 BIBF 1120, adalah suatu tyrosine kinase inhibitor pada VEGFR,
PDGF dan FGF,yang menunjukkan komperatif antara keberhasilan
dan toksisitas dalam kombinasi dengan FOLFOX dibandingkan
FOLFOX+Bevacizumab pada lini pertama.
 Cediranib, adalah tyrosine kinase inhibitor VEGFR, yang terbukti
dalam percobaan fase ketiga dengan FOLFOX di lini pertama
dibandingkan hasilnya dengan FOLFOX atau
Bevacizumab, kualitas hidup lebih baik dengan Bevacizumab.

 Terapi Non Farmakologi


 Aktivitas Fisik
Direkomendasikan untuk mempertahankan atau meningkatkan
aktivitas fisik pada pasien kanker selama dan setelah pengobatan
untukmembantu pembentukan massa otot, fungsi fisik dan metabolisme
tubuh.
 Nutrisi bagi Penyintas Kanker
Para penyintas kanker sebaiknya memiliki berat badan yang sehat
(ideal) dan menerapkan pola makan yang sehat (terutama berbasis
tanaman), tinggi buah, sayur dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging
merah, dan alkohol.
 Rehabilitasi Medik
Bertujuan untuk mengembalikan kemampuan fungsi dan aktivitas
kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kualitas hidup pasien
dengancara aman & efektif, sesuai dengan kemampuan yang ada.
 Pola Makan
Pasien disarankan untuk menghindari makanan yang sulit dicerna
seperti makanan berlemak dan makanan yang bisa mengiritasi usus
besar,misalnya makanan berkari atau pedas.

45
2.3.16. Fisura ani
 Pengertian
Fisura ani adalah luka terbuka pada jaringan yang melapisi anus. Kondisi
ini dapat menyebabkan nyeri dan tegang pada dubur atau anus. Penderita
juga dapat mengalami perdarahan saat buang air besar.

 Gejala
Gejala yang ditimbulkan diantaranya :
 Perdarahan pada anus setelah BAB.
 Kelainan kulit di sekitar jaringan yang robek, seperti terdapat benjolan
kecil.
 Rasa terbakar atau gatal pada anus.
 Keluarnya cairan berbau busuk dari anus.

 Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan pada anus ini diawali dengan melihat kulit di sekitar
lubang anus, apakah terdapat robekan atau tidak. Setelah itu, dokter
dapat melakukan pemeriksaan colok dubur untuk meraba saluran anus,
guna mendeteksi kelainan pada dinding saluran anus.
 Endoskopi
Endoskopi adalah sebuah prosedur pemeriksaan yang bertujuan
untuk melihat kondisi organ tubuh tertentu secara visual, dengan
menggunakan alat khusus yang disebut endoskop
 Anoskopi
Dalam tes ini, dokter akan memasukkan tabung kecil yang
dilengkapi dengan cahaya untuk melihat kanal anus Anda. Tabung kecil
ini dapat membantu dokter melihat lebih jelas bagian anus Anda yang
robek.

46
 Terapi Farmakologi
 Obat-obatan
 Suntikan botox
Suntikan Botulinum toxin tipe A atau botox berguna untuk
menenangkan otot sfingter pada anus dan meringankan kejang
anus.
 Nitrogliserin (Rectiv)
Obat topikal ini membantu meningkatkan aliran darah pada
robekan anus, sehingga luka lebih cepat menutup dan otot anus
lebih rileks. Terapi ini dipilih jika terapi konservatif tidak berhasil.
Salah satu efek samping yang mungkin terasa adalah sakit kepala.
 Krim anestesi topical
Untuk meringankan rasa sakit, seperti lidocaine hydrochloride
(Xylocaine).
 Bedah atau Operasi
Apabila kondisi yang Anda derita telah tergolong kronis dan tidak
membaik juga setelah menjalani pengobatan di atas, dokter akan
merekomendasikan prosedur operasi. Dokter bedah akan melakukan
prosedur yang disebut dengan lateral internal sphincteroctomy (LIS).
Dalam prosedur ini, dokter bedah akan memotong sedikit bagian otot
sfingter anal Anda untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat
penyembuhan.

 Terapi Non Farmakologi


 Hindari mengejan terlalu kuat saat buang air besar. Mengejan
menyebabkan tekanan, yang dapat membuka robekan yang sedang
dalam pemulihan atau menyebabkan robekan baru. Atur jadwal untuk
buang air besar setiap harinya.
 Minum banyak cairan, Cairan dapat membantu mencegah konstipasi.

47
 Olahraga dengan rutin. Berolahraga membantu buang air besar dan
meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh, yang dapat mempercepat
pemulihan fisura ani.

2.3.17. Wasir
 Pengertian
Penyakit wasir atau Hemoroid adalah gangguan atau pembengkakan dari
pembuluh darah di usus besar bagian akhir (rektum), serta dubur atau anus.

 Gejala
Wasir atau hemoroid sering di tandai dengan adanya benjolan diluar anus
selain itu juga ditandai dengan keluar lendir saat setelah BAB, rasa gatal dan
sakit di area anus juga menngalami pendarahan atau keluar darah setelah
BAB.

 Pemeriksaan Lab
 Endoskopi
Untuk melihat saluran anus dan rektum, menggunakan alat khusus
menyerupai selang yang dilengkapi dengan kamera. Prosedur ini dapat
berupa anoskopi, proktoskopi, atau sigmoidoskopi, tergantung seberapa
jauh alat tersebut masuk. Dengan pemeriksaan visual, dokter bisa
melihat dengan jelas kondisi saluran anus, serta cincin otot yang
berkontraksi dan berelaksasi.

 Terapi Farmakologi
 Pengikatan atau ligasi hemoroid
Prosedur ini dilakukan atau menggunakan tali elastis untuk di ikatkan
dengan kuat pada dasar hemoroid tujuannya agar memotong aliran darah,
hemoroid akan terlepas setelah 1 minggu. Wasir akan terlepas ketika buang

48
air besar dengan di tandai adanya lendir saat buang air besar tujuh hari
setelah ligase.
 Suntikan skleroterapi
Skleroterapi bisa dilakukan sebagai pengganti prosedur pengikatan
wasir. Pada proses skleroterapi, larutan kimia disuntikkan melalui
pembuluh darah  di sekitar anus. Suntikan ini akan menghilangkan rasa
sakit dengan membuat ujung saraf menjadi mati rasa (kebas) serta
membuat jaringan wasir mengeras, sehingga akhirnya membentuk
sebuah luka. Usai menjalani prosedur ini, wasir akan mengecil atau
menyusut dalam waktu sekitar satu setengah bulan.
 Koagulasi inframerah
Koagulasi dengan inframerah terkadang juga dipakai untuk
menangani wasir. Pada prosesnya, sebuah alat yang memancarkan sinar
inframerah dipakai untuk membakar jaringan hemoroid. Langkah ini
juga berfungsi untuk memotong aliran darah.
Selain inframerah, prosedur yang sama juga bisa dilakukan
menggunakan arus listrik. Metode ini lebih dikenal dengan diatermi
atau elektrokoagulasi.

 Terapi Non Farmakologi


 Perubahan Pola Makan
Meningktkan atau lebih banyak mengkonsumsi asupan serat pada
saat makan, sumber serta yang baik seperti Biji-bijian, buah, sayuran
dan sereal.
 Perilaku buang air besar (BAB)
Untuk membuat kondisi tinja lebih lunak memperbanyak konsumsi
air putih dan menghindari minuman berkafein dan minuman bersoda
 Olahraga
Rutin berolah raga juga akan sangat membantu dengan berolahraga
juga maka akan mencegah terjadinya konstipasi.

49
50
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Gangguan saluran cerna dapat dipengaruhi oleh beberapa factor seperti penderita
yang tidak membiasakan pola hidup bersih dan sehat, pola makan yang tidak teratur.
Diagnosa, pengobatan, pencegahan terapi pada penyakit gangguan saluran cerna
tergantung pada jenis penyakit yang diderita.

3.2. Saran
Untuk menghindari penyakit gangguan saluran pencernaan sebaiknya kita
menjaga dan membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat, memakan makanan yang
sehat untuk tubuh dan yang mengandung serat, serta makan dengan pola makan yang
teratur.

51
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. Jakarta: Interna Publishing.
Asali, et al. 2018. Risk Factor Leading to Peptic Ulcer Disease: Systematic Review in Literature.
International Journal of Community Medicine and Public Health. 5(10): 4617-4624.
Davis, C, Anand, B. MedicineNet. 2017. Gastritis (Symptoms, Pain, Home Remedies, and Cure).
Deterdig, Robin R., William W. Hay Jr., Myron J. Levin, Judith M. Sondheimer. 2007. Current
Diagnosis and Treatment in Pediarics 18th ed. McGraw Hill.
Diyah, P.W.P. 2010. Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptic Pada Pasien Tukak Peptic (Peptic
Ulcer Disease) Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta. [Skripsi]. Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Oktadiana, H. et. al. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Celiac. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 4(3): 157-165.
Parzanese, I. et. al. 2017. Celiac Disease: From Pathophysiologi to Treatment. World J
Gastrointest Pathophysiol. 8(2): 27-38.
Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Jakarta: Lembaga Studi dan Konsultasi
Farmakologi.
Tjokroprawiro, Askandar. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press.
Depkes RI, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hati, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 2007.
Macon, B.L., Yu, W., & Nall, R. Healthline (2017). Understanding Gallstones: Types, Pain, and
More.
Stoppler, M.C. Emedicine Health (2019). Gallstones.
National Institute of Health (2019). Medical Encyclopedia. Acute Cholecystitis.
Ratmiani. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny “J” Yang Mengalami Post Op Cholelitiasis
Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Di Ruang Perawatan Garuda Rumah Sakit Bhayangkara.

Cianferoni, A. Spergel, J. (2015). Eosinophilic Esophagitis: A Comprehensive Review. Clin Rev


Allergy Immunol. 50(2), pp.159-174.

Harvard Health Publishing Harvard Medical School (2018). Heartburn vs. Heart Attack.
Harvard Health Publishing Harvard Medical School (2016). What is GERD or Gastroesophageal
Reflux Disease.

National Institutes of Health (2019). U.S. National Library of Medicine. GERD.

Pandolfino, J. E. Gawron, A. j. (2015). Achalasia: a systematic review. JAMA, 313(18), pp.


1841-1852.

Wilcox, C. (2013). Overview of Infectious Esophagitis. Gastroenterol Hepatol (N Y). 9(8), pp.
517–519.
Zografos, G. et. al. (2009). Durg-induced Esophagitis. Diseases of the Esophagus. 22, pp. 633–
637.

Price, Sylvia A. 1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Edisi1 Jakarta:


EGC.

Mulia, Dadang Makmun, Murdani Abdulah, Nana Supriana.2015. Faktor-faktor Risiko


Terjadinya Proktitis Radiasi Kronik pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Mendapatkan Terapi
Radiasi.Jurnal penyakit dalam Indonesia.vol 3.No 2. Hal 151- 159.

Anda mungkin juga menyukai