Anda di halaman 1dari 62

PENDIDIKAN DALAM

PERSPEKTIF TEORI-TEORI
FUNGSIONAL STRUKTURAL,
TEORI KONFLIK, TEORI
INTERAKSIONISME SIMBOLIK,
SERTA TEORI STRUKTURASI

Disusun sebagai tugas terstruktur


Mata Kuliah: Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

1
Disusun Oleh:

Nama
:
NANDA PRATIWI
NIM
:
L1C018071
Fakultas&Pro
di : FISIPOL /
SOSIOLOGI

2
Semester
:5

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama


Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-

3
Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak
lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bimbingan
Bapak Dr Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh
Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan.
Dan harapan kami semoga
makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan manfaat bagi para
pembaca,untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk

4
penyusunan maupun
materinya.Kritik dari pembaca
sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah
selanjutnya.

Penyusun
Mataram, 13 Oktober 2020

NANDA PRATIWI

5
L1C018071

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL
…………………………………………
……………………………………

KATA PENGANTAR
…………………………………………
…………………………………..
DAFTAR ISI
…………………………………………
…………………………………………
… 

6
BAB I. Pendidikan dalam Perspektif
Teori Fungsional
Struktural………………………….

BAB II. Pendidikan dalam Perspektif


Teori Konflik
………………………………………….
BAB III. Pendidikan dalam Perspektif
Teori Interaksionisme
Simbolik………………………
BAB IV. Pendidikan dalam
Perspektif Teori
Struktural………………………………
………..
KESIMPULAN DAN ANALISIS
KRITIS

DAFTAR PUSTAKA

7

LAMPIRAN

8
BAB I

Pendidikan dalam persfektif Teori


Struktural Fungsional

Pendidikan mempunyai peranan


menyiapkan sumber daya manusia
yang mampu
berpikir secara kritis dan mandiri
(independent critical thinking)
sebagai modal dasar untuk
pembangunan manusia seutuhnya
yang mempunyai kualitas yang
sangat prima. Upaya
pengembangan kemampuan
berpikir kritis dan mandiri bagi
peserta didik adalah dengan

9
mengembangkan pendidikan
partisipasif.
Pendidik baik guru maupun dosen
seharusnya lebih berperan
sebagai fasilitator,
keaktifan lebih dibebankan kepada
peserta didik. Keterlibatan peserta
didik dalam pendidikan
tidak sebatas sebagai pendengar,
pencatat dan penampung ide-ide
pendidik, tetapi lebih dari
itu ia terlibat aktif dalam
mengembangkan dirinya sendiri
(Sadiman, 2004:3).
Pemikiran perspektif stuktural
fungsional meyakini bahwa tujuan
pendidikan adalah
mensosialisasikan generasi muda
menjadi anggota masyarakat
untuk dijadikan tempat
pembelajaran, mendapatkan
pengetahuan, perubahan perilaku
dan penguasaan tata nilai yang
diperlukan agar bisa tampil
sebagai bagian dari warga negara
yang produktif (Sunarto,
1993:22).

10
Dalam perspektif teori fungsional
struktural ini masyarakat merupakan
suatu sistem
sosial yang terdiri atas bagian-
bagian atau elemen yang saling
berkaitan dan saling menyatu
dalam keseimbangan . perubahan
yang terjadi pada suatu bagian akan
membawa perubahan
pula terhadap bagian yang lain.
Pendekatan fungsional menganggap
masyarakat terintregrasi atas dasar
kata sepakat
anggota-anggotanya akan nilai-nilai
kemasyarakatan tertentu.
Masyarakat sebagai sistem sosial,
secara fungsional terintregrasi ke
dalam suatu bentuk ekuilibrium.
Oleh sebab itu aliranpemikiran
tersebut disebut integration
approach, order approach,
equilibrium approach, ataustructural
fungtional approach (fungsional
struktural, fungsionalisme struktural)
(Wirawan,2006:42). Struktural
fungsional para penganutnya

11
mempunyai pandangan pendidikan
itu dapat dipergunakan sebagai
suatu jembatan guna menciptakan
tertib sosial.Pendidikan digunakan
sebagai media sosialisasi kepada
generasi muda untukmendapatkan
pengetahuan, perubahan perilaku
dan menguasai tata nilai-nilai
yang dipergunakan sebagai
anggota masyarakat.

Masyarakat dipandang sebagai


suatu kesatuan,sebagai suatu
kesatuan masyarakat itu dapat
dibedakan dengan bagian-bagianya,
tetapi tidakdapat dipisah-pisahkan.
Dengan adanya anggapan
masyarakat sebagai suatu realitas
sosialyang tidak dapat diragukan
eksistensinya, maka Durkheim
memberikan prioritas
analisisnyapada masyarakat secara
holistik, dimana bagian atau
komponen-komponen dari suatu
sistem itu berfungsi untuk

12
memenuhi kebutuhan utama dari
sistem secara keseluruhan.
Kebutuhan suatu sistem sosial harus
terpenuhi agar tidak terjadi keadaan
yang abnornal. Turner dalam
Wirawan mengatakan bahwa sistem
sosial dapat dibentuk untuk
memenuhi kebutuhan atau tujuan-
tujuan tertentu sehingga
mempunyai fungsi dalam
membangun unsur-unsur
kebudayaan masyarakat (Wirawan,
2006:48).

Dalam perspektif fungsional


struktural,masyarakat sebagai suatu
sistem dari bagian-bagian yang
mepunyai hubungan satu dengan
yang lain. Hubungan dalam
masyarakat

bersifat timbal balik dan simbiotik


mutualisme. Secara dasar suatu
sistem lebih cenderung

13
kearah equilibrium dan bertsifat
dinamis. Ketegangan /disfungsi
sosial /penyimpangan sosial/
penyimpangan pada akhirnya akan
teratasi dengan sendirinya melalui
adaptasi dan proses
institusionalisasi. Perubahan yang
terdapat dalam sistem mempunyai
sifat gradual dengan
melalui penyesuaian dan bukan
bersifat revolusioner. Konsensus
merupakan faktor penting
dalam integrasi. .
Hakikat Pendidikan
Pendidikan dari bahasa adalah
perbuatan mendidik (hal, cara dan
sebagainya) dan
berarti pula pengetahuan tentang
mendidik atau pemeliharaan
(latihan-latihan dan sebagainya)
badan, dan batin
(Poerwadarminto, 1991:250). Para
pakar biasanya menggunakan
istilah
tarbiyah, dalam bahasa arab.
Penggunaan kata tarbiyah untuk arti
pendidikan (education)

14
merupakan pengertian yang
sifatnya ijtihad (interpretable) (Nata,
2012:21). Hal yang sama
diungkapkan oleh Abdul Mujib
bahwa: Pendidikan dalam bahasa
arab biasanya memakai
istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib,
riyadhah, irsyad, dan tadris (Mujib,
2006:10).
Adapun pendidikan dari segi
istilah antara lain
adalah:Pendidikan sebagai setiap
usaha, pengaruh, perlindungan
dan bantuan yang diberikan
kepada anak tertuju kepada
pendewasaan anak itu, atau lebih
tepatnya membantu anak agar
cukup cakap melaksanakan
tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu
datangnya dari orang dewasa (atau
yang diciptakan oleh
orang dewasa seperti sekolah, buku,
putaran hidup sehari-hari dan
sebagainya) dan ditujukan
kepada orang yang belum dewasa
(Hasbullah, 2001:2). Hal senada
juga dikatakan bahwa:

15
Pendidikan merupakan rangkaian
usaha membimbing mengarahkan
potensi hidup manusia
yang beruopa kemampuan-
kemampuan dasar dan
kemampuan belajar, sehingga
terjadilah
perubahan di dalam kehidupan
pribadinya sebagai makhluk
individual dan sosial serta
hubunganya dengan alam sekitar di
mana ia hidup (Arifin, 1993:54).
Dalam hal ini Herman
H Home dalam Arifin, mengatakan
bahwa Pendidikan harus dipandang
sebagai suatu proses
penyesuaian diri manusia secara
timbal balik dengan alam sekitar,
dengan sesama manusia
dan dengan tabiat tertinggi kosmos
(Arifin, 1993:12). Kalau kita liat dari
segi masa depan
maka pendidikan juga terdapat
proses humanissai seperti yang
dikatakan oleh Idris
bahwa:Pendidikan pada hakekatnya
menyangkut masa depan,

16
peradaban manusia dan
proseshumanisasi (memanusiakan
manusia) (Idris, 2012:2).Selanjutnya
Ki Hajar Dewantara sebagai
Bapak Pendidikan Nasional seperti
yang dikutip oleh Abudin Nata,
beliau mengatakan bahwa
pendidikan berarti daya upaya
untukmemajukan pertumbuhan
budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelect)
dantumbuh anak antara yang satu
dengan lainya saling berhubungan
agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup, yakni
kehiduipan anak-anak yang kita
didik selaras dengan dunianya
(Nata, 2012:43).

Adapun rumusan pendidikan


mempunyai inti: pendidikan adalah
pemanusiaan anak dan pendidikan
adalah pelaksanaan nilai-nilai
(Driyakara, 1980:18).Dalam
Undang-Undang tentang Sistem

17
Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas tahun 2003) dinyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan,
pengembalian diri,
kepribadian,kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara (Undang-
Undang Sisdiknas, 2003:2).

Pendidikan Dalam Perspektif


Struktural Fungsional
Gejala-gejala dan kondisi pendidikan
tidak pernah dapat dilepaskan dari
sistem sosial.
Dalam hal ini khususnya
pendidikan Islam dalam nilai-nilai
sosial harus menciptakan

18
hubungan yang interaktif dan
senantiasa menanamkan nilai-nilai
sosial. Sedangkan dalam
menerapkan nilai-nilai sosial
dimasyarakat mengandung cara-
cara edukatif (Mujamil Qomar,
2013:111). Pengelompokan serta
penggolongan yang terdapat di
masyarakat mempunyai
peran, bentuk serta fungsi,
konsep-konsep tersebut yang di
pakai landasan dalam teori
struktural fungsional.. teori ini
mempunyai ektrimisme yang
terintegrasi dalam semua even
dalam sebuah tatanan fungsional.
Bagi suatu masyarakat, sehingga
berimplikasi terhadap
bentuk kepaduan dalam setiap
sendi-sendi struktur dalam wilayah
fungsional masyarakat.
Pendidikan dalam era global saat
ini juga mempunyai peran yang
sangat besar dalam
membentuk struktur maupun
startifikasi sosial.

19
Dalam perspektif teori struktural
fungsional mempunyai relevansi
dengan pemikiran
Emile Durkheim dan Weber,
karena dua pakar sosiologi klasik ini
terkenal dalam bidang
fungsional stryuktural. Kemudia
fungsional strukural dipengaruhi
oleh karya dari Talcott
Parson dan juga Merton, dua
orang ahli sosiologi kontemporer
yang sangat terkenal.
Teori Struktural Fungsional tidak
bisa dipisahkan dengan pendidikan
maupun masyarakat.
Stratifikasi yang berada di
masyarakat mempunyai fungsi.
Ekstrimisme teori ini adalah
mendarah dagingnya asumsi bahwa
semua even dalam tatanan adalah
fungsional bagi suatu
masyarakat. Berbicara tentang
masyarakat maka hal tersebut tidak
bisa dipisahkan dengan
“integrasi” --satu kesatuam yang
utuh, padu (Dahlan, 2001:264). Hal
ini seperti yang telah

20
dikemukakan Talcott Parsons
dalam pengertian Sosiologi
Pendidikan, yang berarti bahwa
struktur dalam masyarakat
mempunyai keterkaitan atau
hubungan satu dengan yang lain.
Pendidikan khususnya, tidak bisa
dipisahkan dengan struktur yang
terbentuk oleh pendidikan
itu sendiri. Demikian pula,
pendidikan meruipakan alat untuk
mengembangkan kesadaran diri
sendiri dan kesadaran sosial
(Wahyu, 2006:1).
Fungsionalisme Struktural tidak
hanya berlandaskan pada sumsi-
asumsi tertentu
tentang keteraturan masyarakat,
tetapi juga memantulkan asumsi-
asumsi tertentu tentang
hakikat manusia. Di dalam
fungsionalisme, manusia
diperlakukan sebagai abstaksi
yang
menduduki status dan peranan
yang membentuk lembaga-
lembaga atau struktur sosial.

21
Didalam perwujudanya yang
ekstrim, fungsionalisme struktural
secara implisit
memperlakukan manusia sebagai
pelaku yang memainkan
ketentuan-ketentuan yang telah
dirancang sebelumnya, sesuai
dengan norma-norma atau aturan-
aturan masyarakat. Di dalam
tradisi pemikiran Durkheim untuk
menghindari reduksionisme, yaitu
fenomena alamiah yang
diciutkan dalam suatu hal yang
lebih kecil (Dahlan, 2001:659).
Psikologis para nggota
masyarakat dipandang sebagai hasil
yang ditentukan oleh norma-norma
dan lembaga-lembaga
yang memelihara norma-norma itu
(Poloma, 2007:43). Kita dapat
menghubungkan individu
dengan sistem sosial dan
menganalisisnya melalui konsep
status (stuktur) dan peran (fungsi).
Status adalah kedudukan dalam
sistem sosial (Poloma, 2007:171).

22
Peran pendidikan dalam teori
struktural fungsional antara lain
adalah: (1) Pendidikan
dalam peranan kelompok.
Peranan kelompok yang ada
diharapkan dapat memenuhi dan
memuaskan kebutuhan sesorang,
hal ini akan membiasakan
kebutuhan dan kepentingan serta
mendekatkan harapan para
anggota. Peristiwa ini diharapkan
dapt menjadikan suatu asosiasi
atau lapiran, strata maupun
struktur masyarakat, baik secara
kasta, golongan, statifikasi,
kedaerahan, kelompok dan lain
sebagainya di lingkungan
masyarakata tertentu.
Kelompok sosial tersebut dalam
menciptakan lingkungan masyarakat
yang kondusif,
rukun, damai, saling menghormati,
stabil, tertib, lancar dan sebagainya,
maka pemimpinya
dari masing-masing anggota harus
dapat bertindak dan dapat
memainkan peranan-peranan

23
antara lain: (a) Dalam memainkan
peranan kelompok tidak
memaksakan peranan-peranan
tersebut kepada para anggota
kelompok lainya, (b) Dalam
memainkan peranan kelompok
harus bersama-sama dengan
kelompok yang lain, jika kelompok-
kelompok itu telah membuat
suatu kesepakatan bersama
maupun perjanjian, maka
dimungkinkan kelompok itu menjadi
kelompok yang besar dan
mengharapkan adanya
perkembangan, (c) Tidak ada
batasan
peranan kelompok dan
menyesuaikan dengan penanaman
sosial dalam melakukan interaksi
maupun hubungan antar kelompok
dalam lingkungan masyarakat serta
mengelola benturan
dengan cara lebih menghargai
dan menghormati peranan sosial.
(2) Pendidikan dalam
Peranan Masyarakat, yang terdiri
dari: (a) Langkah-langkah yang
harus ditempuh dan

24
dilakukan bagi seseorang yang
mendapat peran dan tugas
kepemimpinan, (b) Menunjukkan
perbuatan sebagai anggota anggota
organisasi dari status kelompok/
perkumpulan maupun
kelembagaan.
Anggota masyarakat jika sesuai
dengan perananya akan membatasi
mengenai peranan
(fungsi): misalnya sebagai orang
tua, anggota militer, usahawan,
pembentuk serikat kerja,
konsumen, produsen, penduduk
dan lain sebagainya. Hal tersebut
mempunyai guna dan
manfaat dalam pengendalian
masyarakat, masing-masing akan
mengetahui batas-batas
kewenanganya, sehingga dalam
kehidupan bermasyarakat tidak
akan terjadi konflik serta
benturan peranan satu dengan
yang lainya, karena berjalan sesuai
dengan fungsi masing-
masing.

25
1) Pendidikan dalam Status
Kelompok Stuktural Sosial. Struktur
masyarakat jika dilihat dari
persilangan yang terjadi terdapat:
(a) Kesukuan /Kedaerahan, (b)
Kelas Sosial / Strata
(struktur / lapisan ) masyarakat,
(c) Status Pekerjaan / Jenjang
jabatan dalam bagian
masyarakat.
Ada beberapa suku yang hidup
dalam masayarakat tertentu,
masing-masing dari
masayarakat itu menunjukkan dan
merasakan adanya ikatan suatu
geografis maupun
kebudayaan tertentu yang senada
dan berlaku secara turun menurun
serta para anggotanya
dilahirkan, dikembangkan dan
bertahan dalam kelngsungan
hidupnya (viabilitas)
persilangan-persilangan yang
terjadi akan mewujudkan rasa
kedaerahan. Kelas-kelas
sosial merasakan juga adanya
ikatan, tujuan, tuntutan, gerakan
maupun jenjang, mereka

26
akan mengadakan persilangan
antara masing-masing keals dan
akan mewujudkan
segmentasi maupun pembentukan
bagian yang semakin besar, dalam
hal ini berbentuk
lapisan masyarakat dan
memupunyai pengaruh terhadap
kelangsungan hidup masyarakat.
Individu dalam masyarakat yang
telah mencukupi umur haruslah
bekerja sesuai
dengan bidang dan kemampuan
masing-masing. Kenyataan ini
menunjukkan interaksi
antar sesama yang mempunyai
status pekerjaan yang sama atau
mirip sehingga dapat
menimbulkan pertukaran
pengalaman, penegetahuan,
pikiran serta gagasan-gagasan
penting. Persilangan-persilangan
status pekerja/pekerjaan akan
melahirkan jenjang
pekerjaan yang lebih besar dalam
masyarakat (Kreimers, 1984:33).
2) Pendidikan Dalam fungsi-fungsi
Masyarakat.

27
Dalam lembaga menyelenggarakan
berbagai macam fungsi, dalam
lembaga keluarga
memperhatiakan dan memberikan
perlindungan keluarga satu
dengan yang lain,
menyelenggarakan fungsi-fungsi
ekonomi, ayah ibu dan kakak juga
berfungsi sebagai
pengganti guru ketika berada di
rumah, memberikan gizi dan obat-
obatan serta gizi
maupun pelayanan sosial-sosial
lainya.
Lembaga masyarakatpun juga
mempunyai fungsi dan tugas yang
serupa dengan
lembaga keluarga. Dalam lembaga,
fungsi-fungsi itu dipisah-pisah dan di
bagi-bagi. Tidak
dapat diperkirakan bahwa suatu
fungsi sosial tertentu
diselenggarakan secara eksklusif
oleh suatu lembaga. Jika kita
memahami pendidikan dengan
seluruh kegiatan-

28
kegiatannya, dimana anak-anak
belajar dan dipelajari teknik-teknik,
kebiasaan-kebiasaan
serta perasaan-perasaan pada
masyarakat dimana hidup, adalah
nyata bahwa sekolah tidak
melakukan monopoli atas
pendidikan (Kreimers, 1984:220).

BAB II
Pendidikan dalam Perspektif Teori
Konflik

Teori konflik adalah pengkritik teori


fungsional, dinyatakan bahwa teori
fungsional tidak mampu memberikan
gambaran situas masyarakat yang
sebenarnya, teori fungsional melihat
masyarakat secara seimbang,
padahal sesungguhnya masyarakat

29
penuh ketegangan dan selalu
berpotensi melakukan konflik. Bagi
pendukung teori konflik, teori
fungional tidak lain hanyalah koalisi
dari kaum dominan. Tokoh gerakan
ini tidak lain adalah Karl Marx.
Karl Marx dan Latar Belakang
Pemikirannya
Karl Marx lahir di Berlin 1818, jejang
pendidikannya diawali di sekolah
menengah atas, dilanjutkan pada
Fakultas Hukum Universitas Bonn
dan Berlin, lewat Desertasi berjudul
“The Difference between the
Democratian and Epicuareant and
Philosophy of Nature” Marx
memperoleh gerlar Ph.D, kemudian
ia menjadi jurnalis di Kohn dan
pindah ke Paris1842. Setelah itu
Marx berpindah-pindah dari mulai
Brusel, London, Jerman, dan
kembali untuk selamanya di London
sampai kematiannya di tahun 1883.
Marx hidup dalam lingkungan
revolusi industri Eropa abad 19,
Marx melihat kondisi yang amat
timpang antara buruh yang hidup
sengsara dengan para pemilik alat

30
produksi yang hidup bermewahan
(Sistem kapitalis) ini mempegaruhi
pemikiran Marxis awal, dan kemudia
dari sana lah ketimpangan sosial
terjadi dan akhirnya memperburuk
hubungan sosial yang
mengakibatkan alienasi invidual dan
massal. Marx memberikan solusi
bahwa untuk mebentuk sistem
kehidupan dan nilai-nilai
kemanusiaan yang tinggi, maka
sistem kapitalis harus diubah
menjadi sistem sosialis, dengan
jalan revolusi.
Pengaruh filsafatnya
dilatarbelakangi oleh pemikiran
Hegel mengenai dialektika ide,
Hegel menjelaskan bahwa
perubahan sosial itu ditandai dengan
adanya negativitas dan positivitas,
yaitu sebuah ide kesadaran akan
harmoni dan kesengsaran yang
dalam dua hal tersebut
mengantarkan individu memiliki diri
sendiri di tengah-tengah sesama.
Namun Marx menarik dialektika
Hegel itu dalam level materi yang
dikenal dengan dielektika

31
materialistik.
Pengaruh lainnya adalah Feuerbach
yang berpendapat bahwa manusia
pada hakikatnya ditentukan oleh
material termasuk penciptaan
manusia terhadap ide Tuhan. Marx
menambahkan mengapa ide
tersebut bisa muncul dalam diri
manusia, menurut Marx tidak lain
karena dorongan penderitaan,
tekanan struktur sosial, ekonomi
yang menguras dan mengeksploitasi
dirinya sehingga manusia
membutuhkan candu obat bius yang
diasimilasikannya sebagai agama.
Asumsi Dasar Teori Marx dan
Konsep Main dan Body.
Asumsi dasar dari teori Marx adalah
pertama perubahan merupakan
gejala yang melekat dalam gejala
masyarakat, kedua bahwa konflik
adalah gejala yang melekat dalam
setiap masyarakat, ketiga setiap
unsur dalam masyarakat
memberikan sumbangan bagi
terjadinya disintegrasi dan
perubahan sosial, terakhir setiap
masyarakat terintegrasi di atas

32
pengusaha atau dominasi yang
dilakukan sejumlah orang terhadap
sejumlah orang lainnya.
Dalam kaitannya dengan tubuh dan
jiwa (Body and Mind) Marx
berkeyakinan bahwa manusia
adalah subjek dari sejarah. Itu
sebabnya Marx menyimpulkan
bahwa kehidupan masyarakat yang
menentukan kesadaran mereka.
Dalam arti yang luas “Apa dan
bagaimana manusia itu didasarkan
oleh produk yang mereka hasilkan
sebagai objek atau proses”.dengan
demikian keberadaan individu
bergantung pada objek material.
Maka dapat dinyatakan bahwa
sistem ekonomi, sosial, hukum,
pendidikan, budaya, bahasa, seni,
dan politik merupakan refleksi
kondis material (bangunan bawah).
Sehingga Marx menyebut material
(body) lebih menentukan mind.

Teori Konflik dan Implikasinya


Terhadap Pendidikan
Memahami Marx menegani
startifikasi sosial tidak lain harus

33
melihat teori klas yaitu “Sejarah
peradaban umat manusia dari
dahulu sampai sekarang adalah
sejarah pertikaian dan konflik antar
klas.” Marx selalu melihat bahwa
hubungan manusia terjadi dari
adanya hubungan posisi masing-
masing terhadap sarana produksi.
Marx berkeyakinan bahwa posisi
dalam struktur sangat mendorong
dalam upaya memperbaiki nasib
mereka dengan ditunjukkan adanya
klas borjuis dan klas buruh.
Dari penjelasan tersebut menurut
sosiolog pendidikan beraliran
Marxian menawarkan bahwa
masalah pertentangan klas menjadi
objek kajia (pendidikan). Dari
mereka ada poin-poin yang
diajukan, pertama bahwa pendidikan
difokuskan pada perubahan yang
dibangun dan tumbuh tanpa adanya
tekanan dari klas dominan atau
penguasa, yaitu dengan perubahan
akan penyadaran atas klas dominan.
Kedua pendidikan diarahkan
sebagai arena perjuangan klas,
mengajarkan pembebasan,

34
kesadaran klas, dan perlawanan
terhadap kaum borjuis.
Teori Konflik dan Implikasinya
Terhadap Pendidikan
Masyarakat Pendidikan Prioritas
Kebijakan Strategi Perencanaan
 Konflik dan eksploitasi
 Kekuasaan dan kekuatan untuk
memelihara terib social
 Perjuanagan terus menerus
antara kelompok dominan dan
subordinat 
Pendidikan sebagai kepanjangan
kekuatan kelompok dominan
 Pendidikan terciptakan terti social
yang hirarkis
 Memutuskan hubungan antara
organisasi /struktur sekolah dan
kekuatan ekonomi
 Pengembagan kesadaran dan
perlawanan diajarkan di sekolah
 Ubah struktur sekolah/ap kerja/
masyarakat
 Bebaskan kurikulum dari ideology
dominas
 Kembangkan pendidika sebagai
embebasan

35
Dalam teori konflik ini begitu jelas
dominasi kaum Borjuis pemegang
kendali dan kebijakan, mereka
dengan gampang memperoleh
status sosial dalam masyarakat.
Sebagai contoh ditahun 90-an ada
sebuah penelitian yang
menyimpulkan bahwa selama tahun
90-an kebelakang teryata
pendidikan ditentukan o leh status
ekonomi para orangtua. Sehingga
paling tidak fakta bahwa teori konflik
berlaku di Indonesia.
Di dalam buku “Sosiologi
Pendidikan” juga disebutkan bahwa
klas bawah tidak akan sama
memperoleh pendidikan di banding
dengan klas menegah dan atas,
sebagai missal pembelajaran yang
pernah dimiliki oleh klas tengah tidak
akan pernah dimenegrti oleh klas
bawah, karna adaya perbedaan
pengalaman yang dia daaptkan.
Kedua, dalam realitasnya klas
bawah tidak akan semudah
memperoleh pendidikan dibading
klas menengah yang dengan
gampang tanpa alih-alih taggung

36
jawab lain dalam mempeolehnya.
Ketiga, realitas Negara bahwa
segala pengetahuan ditentukan oleh
penguasa, karenanya klas proletar
yang notabenya sebagai objek dari
kebijakan mendapatkan keilmuan
tidak sesuai dengan fakta yang ada,
sekaligus merupakan bukan
termasuk bukan bagain dari
keinginan siswa dan keahliannya.
Kesimpulan
Teori konflik sangat berguna dalam
rangka menjelaskan situasi yang
meliputi konflik, namun sedikit sekali
mengaitkan dalam masalah
kurikulum dengan kapitalisme dan
sedikit sekali data empirik yang bisa
dijadikan landasan klaim teoritik
yang diajukan. Teori ini tidak dapat
menjelaskan sejumlah kenyataan
yang terjadi di beberapa segmen
masyarakat yang ternyata bisa
membangun sistem sosial yang
harmoni dan mengalami kesatuan
yang begitu kuat. Menurut pengkritik
teori ini bahwa teori konflik hanya
mengajak masyarakat besifat
pesimistik. Pandanganya bersifat

37
deterministik yang seolah tidak ada
ruang lagi bagi individu untuk
meretas kendala yang bersifat
struktural.

BAB III
Pendidikan Dalam Persfektif Teori
Interaksionalisme Simbolik

Teori Interaksionisme SimbolikInti


pandangan pendekatan ini adalah
individu. Para ahli di belakang
perspektif ini mengatakan bahwa
individu merupakan hal yang paling
penting dalam konsep sosiologi.
Teori ini beranggapan bahwa
individu adalah obyek yang dapat
secara langsung ditelaah dan
dianalisis melalui interaksinya
dengan individu yang lain.Dalam

38
perspektif ini dikenal nama sosiolog
George Herbert Mead (1863–1931),
Charles Horton Cooley (1846–1929),
yang memusatkan perhatiannya
pada interaksi antara individu dan
kelompok(Poloma, 2007: 254-255).
Mereka menemukan bahwa individu-
individu tersebut berinteraksi dengan
mengguna-kan simbol-simbol, yang
di dalamnya berisi tanda-tanda,
isyarat dan kata-kata.
Interaksionisme simbolik pada
hakikatnya merupakan sebuah
perspektif yang bersifat sosial-
psikologis yang terutama relevan
untuk penyelidikan sosiologis .Teori
ini akan berurusan dengan struktur-
struktur sosial, bentuk-bentuk
kongkret dari perilaku individual atau

39
sifat-sifat batinyang bersifat dugaan,
interaksionisme simbolik
memfokuskan diri pada hakekat
interaksi, pada pola-pola dinamis
dari tindakan sosial dan hubungan
sosial. Interaksi sendiri dianggap
sebagai unit analisis, sementara
sikap-sikap diletakkan menjadi latar
belakang(Soeprapto) Dapat
dicontohkan, hubungan seorang
guru dengan peserta didik. Dalam
hubungan tersebut ada pola yang
telah diatur, peserta didik sebagai
orang yang akan menerima
informasi dan guru sebagai orang
yang akan melakukan trasformasi
pengetahuan. Guna mengetahui
keberhasilan peserta didiknya, ia
harus melakukan penilaian.

40
Pandangan peserta didik terhadap
dirinya dan teman-temannya
dipengaruhi oleh penilaian guru
yang bersangkutan. Lalu diberilah
lebel atas dasar interpretasi bahwa
peserta didik yang duduk di bangku
depan berkelakuan baik, sopan,
rajin, dan pintar. Peserta didik yang
berada di baris belakang sepertinya
kurang pintar, tidak perhatian
terhadap pelajarannya, dan malas.
Sehingga perhatian guru terhadap
mereka yang diinterprestasikan
subordinat dalam prestasi belajar
akan berbeda. Padahal, dapat saja
kemampun semua peserta belajar di
satu kelas tidak signifikan
perbedaannya atau mirip(Jones,
2009: 144). Oleh karena itu,

41
dibutuhkan interaksi langsung
dengan melihat dari dekat –tidak
sepintas–serta memberi perlakuan
sama yang mendorong peserta didik
tersebut mempunyai progres
akademik yang positif sehingga
interpretasinya benar dan sesuai
dengan fakta lapangan.Blumer
mengemukakan tiga prinsip dasar
interaksionisme simbolik yang
berhubungan dengan meaning,
language, dan thought. Premis ini
kemudian mengarah pada
kesimpulan tentang pembentukan
diri seseorang dan sosialisasinya
dalam komunitas (community) yang
lebih besar(Siburian,
http://blog.unila.ac. id/rone/mata-
kuliah/interaksionisme-simbolik),

42
yaitu:Meaning(Makna)Blumer
mengawali teorinya dengan premis
bahwa perilaku seseorang terhadap
sebuah obyek atau orang lain
ditentukan oleh makna yang dia
pahami tentang obyek atau orang
tersebut.Languange(Bahasa)Seseor
ang memperoleh makna atas
sesuatu hal melalui interaksi.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa makna adalah hasil interaksi
sosial. Makna tidak melekat pada
obyek, melainkan dinegosiasikan
melalui penggunaan bahasa.
Bahasa adalah bentuk dari simbol.
Oleh karena itu, teori ini kemudian
disebut sebagai interaksionisme
simbolik. Berdasarkan makna yang
dipahaminya, seseorang kemudian

43
dapat memberi nama yang berguna
untuk membedakan satu obyek,
sifat, atau tindakan dengan obyek,
sifat, atau tindakan lainnya. Dengan
demikian premis Blumer yang kedua
adalah Manusia memiliki
kemampuan untuk menamai
sesuatu. Simbol, termasuk nama,
adalah tanda yang arbitrer.
Percakapan adalah sebuah media
penciptaan makna dan
pengembangan wacana. Pemberian
nama secara simbolik adalah basis
terbentuknya masyarakat. Para
interaksionis meyakini bahwa upaya
mengetahui sangat tergantung pada
proses pemberian nama, sehingga
dikatakan bahwa Interaksionisme
simbolik adalah cara kita belajar

44
menginterpretasikan
dunia.Thought(Pemikiran)Premis
ketiga Blumer adalah
interaksionisme simbolik
menjelaskan proses berpikir sebagai
inner conversation, Secara
sederhana proses menjelaskan
bahwa seseorang melakukan dialog
dengan dirinya sendiri ketika
berhadapan dengan sebuah situasi
dan berusaha untuk memaknai
situasi tersebut. Seseorang
memerlukan bahasa untuk berpikir
dan berinteraksi secara simbolik.
Bahasa merupakan software untuk
menjalankan mind.Penganut
interaksionisme simbolik
menyatakan bahwa self adalah
fungsi dari bahasa. Tanpa

45
pembicaraan tidak akan ada konsep
diri, oleh karena itu untuk
mengetahui siapa dirinya, seseorang
harus menjadi anggota komunitas.
Iadalah kekuatan spontan yang tidak
dapat diprediksi. Ini adalah bagian
dari diri yang tidak terorganisir.
Sementara meadalah gambaran diri
yang tampak dalam the looking-
glass dari reaksi orang lain.Mehanya
dapat dibentuk melalui interaksi
simbolik yang terus menerusmulai
dari keluarga, teman bermain,
sekolah, dan seterusnya. Oleh
karena itu, seseorang membutuhkan
komunitas untuk mendapatkan
konsep dirinya. Seseorang
membutuhkan the generalized other,
yaitu berbagai hal (orang, obyek,

46
atau peristiwa) yang mengarahkan
bagaimana kita berpikir dan
berinteraksi dalam komunitas.
Meadalah organized community
dalam diri seorang individu.Baik
manusia dan struktur sosial
dikonseptualisasikan secara lebih
kompleks, lebih tak terduga, dan
aktif jika dibandingkan dengan
perspektif-perspektif sosiologis yang
konvensional. Disisi ini masyarakat
tersusun dari individu-individu yang
berinteraksi yang tidak hanya
bereaksi, namun juga menangkap,
menginterpretasi, bertindak, dan
mencipta. Individu bukanlah
sekelompok sifat, namun merupakan
seorang aktor yang dinamis dan
berubah, yang selalu berada dalam

47
proses menjadi dan tak pernah
selesai terbentuk
sepenuhnya.Dengan mengetahui
interaksionisme simbolik sebagai
teori maka lebih mudah memahami
fenomena sosial melalui
pencermatan individu. Ada tiga
premis utama dalam teori
interaksionisme simbolis ini, yakni
manusia bertin-dak berdasarkan
makna-makna; makna tersebut
didapatkan dari interaksi dengan
orang lain; makna tersebut
berkembang dan disempurnakan
saat interaksi tersebut berlangsung.

48
49
BAB IV
Pendidikan Dalam Persfektif Teori
Strukturasi
Teori strukturasi yang dibangun oleh
Anthony Giddens berlandaskan
pada kritik atas dua kutub aliran
dalam sosiologi, terutama terkait
dengan pemahaman atas struktur
dan tindakan (action) manusia.
Dalam bagian pendahuluan The
Constitution of Society, Giddens
menyebut bahwa kedua kutub
ekstrim tersebut yang cenderung
alpa dalam melihat kaitan antara
struktur dan tindakan manusia.
Fungsionalisme, naturalisme, dan
strukturalisme yang berada di satu

50
kutub mengambil dua ilham penting
dari ilmu biologi yakni
konseptualisasi struktur dan
berfungsinya sistem sosial serta
analisis proses evolusi melalui
mekanisme adaptasi. Singkatnya,
struktur dianggap memiliki posisi
yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tindakan manusia.
Gagasan baru yang muncul dalam
sosiologi pada dekade 1960an dan
1970an (kerapkali disebut
sebagai lingustic  turn) berada di
kutub lainnya. Beberapa jenis aliran
yang masuk dalam kutub ini adalah
hermeneutika, interaksionisme
simbolik, dan aliran lainnya yang
masuk dalam kategori sosiologi
interpretif. Kritik atas interaksionisme
simbolik disampaikan terkait dengan
pengabaian atas struktur sosial dan
sikap meremehkan kekuatan
motivasional individu; teori peran
dianggap sebagai sebuah
perwakilan konsep bagi batasan
normatif mengenai aktor yang
memenuhi tugas yang diberikan
kepadanya. Singkatnya, kutub ini

51
meletakkan tindakan manusia dalam
posisi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan struktur sosial.
Alih-alih menyeteujui atau menolak
sepenuhnya gagasan-gagasan yang
terdapat dalam dua kutub tersebut,
Giddens berusaha untuk “put and
end to each of these empire-building
endeavours” melalui pembentukan
teori strukturasi. Menurutnya,
domain dasar dari mempelajari ilmu
sosial “is neither the experience of
the individual actor, nor the
existence of of any form of social
totality, but social practices ordered
across space and time.”
Implikasinya, ilmu sosial tidak bisa
berdiri sendiri, tetapi harus
memanfaatkan gagasan dari dua
ilmu lain yakni geografi (space) dan
sejarah (time).
Struktur dan Strukturasi
Giddens mendefinisikan struktur
sebagai aturan dan sumber daya
yang digunakan oleh agent dalam
interaksi. Aturan (rules) adalah
prosedur yang digeneralisasi dan
metodologi yang dimiliki oleh agent

52
reflektif dalam “stocks of knowledge”
yang impilisit dan digunakan sebagai
formula bagi tindakan dalam sistem
sosial. Struktur juga melibatkan
penggunaan sumber daya
(resources) yang terdiri dari
peralatan material dan kapasitas
organisasional. Sumber daya
merupakan hasil dari penguasaan
peralatan material dan organisasi
dan mereka yang memiliki sumber
daya bisa memobilisasi kekuasaan.
Melihat Pendidikan dari kacamata
Teori Strukturasi Anthony
Giddens

Teori Strukturasi Anthony Gidens


menyatakan bahwa individu adalah
agen-agen sosial dengan
kemampuan dapat merombak
struktur sosial yang ada. Individu
yang berperan sebagai agen sosial
setidaknya memiliki kepribadian kuat
sehingga tidak hanya memberi
warna terhadap struktur sosial yang
ada tetapi juga dapat merubah

53
struktur yang ada. Pendidikan
memiliki tujuan untuk membekali
individu dengan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap sehingga
mampu meningkatkan kualitas
dirinya.
Pendidikan yang berkaitan erat
dengan anak didik, tentu saja dapat
dikategorikan sebagai pencetak
agen-agen sosial dimasa depan.
Anak didik yang berperan sebagai
agen sosial  perlu untuk
dipersiapkan. Tugas keluarga, guru,
sekolah, pemerintah, dan
masyarakat berkewajiban untuk
melancarkan proses pencapaian
tujuan pendidikan. Keunikan setiap
anak didik sudah sepantasnya
dipandang sebagai sesuatu
kelebihan yang dimiliki dalam
upayanya menjadi seorang agen
sosial.

54
Kesimpulan

1. Pendidikan adalah proses


guna mewujudkan kualitas
sumber daya manusia
secara utuh agar dapat
melaksanakan peran dalam
kehidupan kelompok
maupun individual baik
secara fungsional dan
optimal,
2. Teori Struktural Fungsional
adalah merupakan teori
analisis yang memusatkan
perhatianpada integrasi
sosial, stabilitas sosial dan
konsensus nilai. Penekanan
teori StrukturalFungsional
adalah pada perspektif
keseimbangan dan
keharmonisan.
3. pendidikan dalam struktural
konflik melihat bahwa setiap

55
individu di dalam
kelasmempunyai perbedaan
pendapat, kepentingan, dan
keinginan yang dapat
memunculkan konflik.
4. Dalam teori interaksionisme
simbolik hubungan seorang
guru dengan peserta didik.
Dalam hubungan tersebut
ada pola yang telah diatur,
peserta didik sebagai orang
yang akan menerima
informasi dan guru sebagai
orang yang akan melakukan
trasformasi pengetahuan.
5. Teori Strukturasi Anthony
Gidens menyatakan bahwa
individu adalah agen-agen
sosial dengan kemampuan
dapat merombak struktur
sosial yang ada.

56
57
Daftar Pustaka

https://core.ac.uk/download/pdf/2347
46347.pdf

Ahmadi, Abu. Sosiologi


Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta,
1991.

https://narratur.wordpress.com/2014/
12/07/teori-strukturasi-anthony-
giddens/

https://masdwihatmoko.blogspot.co
m/2016/11/melihat-pendidikan-dari-
kacamata-teori.html#:~:text=Teori
%20Strukturasi%20Anthony
%20Gidens
%20menyatakan,merombak
%20struktur%20sosial%20yang
%20ada.&text=Pendidikan
%20memiliki%20tujuan%20untuk
%20membekali,sehingga
%20mampu%20meningkatkan
%20kualitas%20dirinya.

58
https://djauharul28.wordpress.com/2
011/06/18/pendidikan-dalam-
perspektif-struktural-konflik/

http://sosiologipendidikn.blogspot.co
m/2013/09/pendidikan-dalam-
perspektif-struktural.html

https://www.researchgate.net/public
ation/323909873_PENDIDIKAN_DA
LAM_PERSPEKTIF_STRUKTURAL
_FUNGSIONAL

Abdullah Idi, 2011. Sosiologi


Pendidikan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo.

http://sosiologipendidikn.blogspot.co
m/2013/09/pendididkan-dalam-
perspektif-struktural.html

https://www.researchgate.net/public
ation/323911812_PENDIDIKAN_DA
LAM_PERSPEKTIF_STRUKTURAL
_KONFLIK

59
Lampiran

Apa yang saya tulis ini sebagai


jawaban atas pertanyaan (soal)
adalah murni hasil pemikiran saya
sendiri, dan jika nanti ditemukan
kesamaan dengan tulisan orang lain,

60
baik dari sumber (web/situs dan
referensi) tertentu atau tulisan saya
memiliki kesamaan dengan tulisan
rekan-rekan saya, maka saya siap
menerima sanksi yang diberikan
oleh dosen pengasuh matakuliah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat


dengan sebenar-benarnya secara
sadar dan bertanggung jawab.

Tanda Tangan:

..................................
..........

61
62

Anda mungkin juga menyukai