Dosen Pengampu
Etika Sari, MA
Di susun oleh :
Dita Pratiwi
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu komunikasi sebagai sebuah disiplin ilmu masih tergolong muda
umurnya, karena baru muncul kepermukaan pada abad ke XX. Akan tetapi kajian
tentang kegiatan berkomunikasi telah banyak dilakukan sejak para filosof yunani,
mulai dari kaum Sopist sampai kepada filosof lainnya seperti Aristoteles. Kajian
Aristoteles (abad 5 SM s/d abad 3 M) yaitu tentang pemerintahan, sejarah dan filsafat,
di mana retorika sudah menjadi suatu kajian penting. Dari sinilah awal mula ilmu
komunikasi terus dikembangkan oleh para ahli sosiologi, antropologi fisik pada abad
ke-19 dan antropologi budaya, psikologi dan psikologi sosial pada abad ke-20.
sehingga tidak salah kalau dikatakan bahwa kesemua ilmu tersebut adalah sebagai
landasan ilmu komunikasi.1
11
Fahri, dkk., Komunikasi Islam (Yoyakarta: AK Group, 2006), h. 21.
22
Fahri, dkk., Komunikasi…, h. 8-13.
istilah atau ungkapan-ungkapan khusus yang dinyatakan sebagai wujud dari
penjelasan prinsip-prinsip komunikasi dimaksud. Ungkapan-ungkapan tersebut antara
lain adalah qaulan baliga, qaulan maisura, qaulan karima, qaulan ma’rufa, qaulan
layyina, qaulan sadida, qaulan syawira, dan qaul az-zur.
Jalaludin Rahmad (menyebutkan bahwa al-Syaukani dalam buku tafsirnya
“Fath al-Qair”, mendefinisikan al-bayan sebagai kemampuan dalam berkomunikasi.
Untuk mengetahui bagaimana orang-orang seharusnya melakukan komunikasi,
terlebih dahulu kita harus melacak kata kunci (key koncept) yang dipergunakan
Alquran untuk berkomunikasi. Disamping itu, kata kunci untuk berkomunikasi yang
paling banyak disebutkan dalam Alquran adalah al-qaul. Dengan memperhatikan kata
al-qaul dalam kontek kalimat perintah, kita dapat menyimpulkan 5 (lima) prinsip
dasar komunikasi, yaitu; Qaulan Sadida, Qaulan Baliga, Qaulan Maisura, Qaulan
Layyina, dan Qaulan Ma’rufa.3
33
Fahri, Komunikasi Islam., h. 11-12.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Qaulan Baliga
QS. An-Nisa’/4: 63;
Artinya; Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang ada di
dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah
mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas
pada jiwa mereka. (QS. An-Nisa’: 63)
44
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Edisi II, Cet. XXV (Surabaya: Pustaka Progressif,
2002), h. 107.
sebagai berikut ini:
a) Penggunaan kalimat mencakup seluruh pesan yang ingin disampaikan.
b) Kalimatnya tidak berulang-ulang, dan juga tidak terlalu pendek/singkat
sehingga pengertiannya menjadi kabur.
c) Kosa kata yang digunakan tidak terkesan asing bagi komunikan.
d) Kesesuaian kandungan dan gaya bahasa dengan komunikan.
e) Tata bahasanya tepat dan jelas.7
Dengan demikian, kata baliga merupakan salah satu teknik berbicara atau
penyampaian pesan dengan menggunakan ungkapan atau kalimat yang tepat sasaran,
jelas dan tujuannya tercapai, sehingga komunikasinya menjadi efektif. Dengan kata
lain, baliga merupakan suatu kalimat yang singkat, tepat, padat dan jelas.
2. Qaulan Maisura
QS. Al-Isra’/17: 28;
Artinya; Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan
yang pantas. (QS. Al-Isra’: 28)
7
Jalaluddin as-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli, Hasyiyah as-Sawi ‘ala Tafsir Jalalaini
(Bairut: Dar al-Fikri, 2004), Juz II, h. 431.
8
Munawwir, Kamus Al-Munawwir., h. 1588.
permintaan, maka penolakan kita harus disertai dengan perkataan yang baik dan
alasan yang rasional. Karena pada prinsipnya, qaulan maisura adalah segala bentuk
perkataan yang baik dan melegakan (tidak menyakitkan), atau juga bisa dikatakan
sebagai suatu pernyataan untuk menjawab dengan cara yang sangat baik dan tidak
mengada-ada.
3. Qaulan Sadida7
QS. An-Nisa’/4: 9;
Kata Sadida mempunyai arti adalah tepat, benar atau sesuatu yang tepat dan
benar.8 Adapun qaulan sadida diartikan sebagai suatu pendapat atau perkataan yang
tepat dan benar serta argumentatif. As-Suyuti dan Al-Mahalli, mendefinisikan qaulan
sadida sebagai suatu perkataan yang dikehendaki oleh setiap orang dan diridhai oleh
Allah Swt, yakni setiap perkataan yang menciptakan kemaslahatan kepada sesama
manusia dan ketaatan kepada Allah Swt.9
QS. An-Nisa’ ayat 9, menjelaskan bahwa Allah Swt mengingatkan kepada
setiap orang tua hendaknya mempersiapkan masa depan (kelansungan hidup) anak-
anaknya agar tidak terlantar, yang justru akan menjadi beban bagi orang lain.
Disamping mempersiapkan kebutuhan materi, setiap orang tua juga dituntut untuk
mempersiapkan moral dan akhlak si anak, yakni membekali mereka dengan ilmu
agama agar kelak mereka tidak menjadi sampah masyarakat. QS. Al-Ahzab ayat 70,
dimulai dengan seruan kepada orang-orang yang beriman. Ini menunjukkan bahwa
salah satu konsekwensi keimanan adalah berkata dengan perkataan yang sadida.
Dengan kata lain, qaulan sadida merupakan tolak ukur seorang hamba dalam konteks
kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah Swt. Karena perkataan yang benar
77
Dr. H. M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Hal 172-173
88
Munawwir, Kamus Al-Munawwir., h. 620.
99
As-Suyuti dan al-Mahalli, Hasyiyah as-Sawi., Juz III, h. 357.
merupakan perkataan yang memiliki kesesuaian antara yang diucapkan dengan apa
yang tergores dalam hatinya dan dengan apa yang dikerjakannya.
Dengan demikian, perkataan yang benar dan penyampaian pesan yang benar
serta diiringi dengan perbuatan yang benar merupakan pra-syarat untuk sebuah
kebenaran (kebaikan dan kemaslahatan).
4. Qaulan Syawira10
Kata Syawira berasal dari kata syara, yang bermakna mengambil madu, minta
nasehat atau pendapat atau pertimbangan, bermusyawarah. Mengambil madu atau
mengeluarkan madu dari sarang lebah, merupakan makna dasar dari kata syawira.
Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat
diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk mengeluarkan pendapat dalam
bermusyawarah). Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan
sesuatu. Dengan demikian, qaulan syawira dapat berarti sebagai suatu kegiatan untuk
mencari kesepakatan yang benar, dimana dengan mempertimbangkan segala pendapat
yang diutarakan, selanjutnya diambil sebuah keputusan yang tepat.
1010
Dr. H. M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Hal 173-174
5. Qaul az-Zur11
QS. Al-Hajj/22: 30;
Artinya; Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-
perkataan dusta. (QS. Al-Hajj: 30)
Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, Cet. XII, Bandung:
1111
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Edisi II, Cet. XXV, Surabaya:
Pustaka Progressif, 2002.
Jalaluddin as-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli, Hasyiyah as-Sawi ‘ala Tafsir Jalalaini
Bairut: Dar al-Fikri, 2004.
Dr. H. M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Hal 172-173
Dr. H. M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Hal 173-174
Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, Cet. XII, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1999.