Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ETIKA DAKWAH

(Prinsip – prinsip komunikasi dalam islam)

Dosen Pengampu
Etika Sari, MA

Di susun oleh :
Dita Pratiwi

KOMUNIKASI PENYIARAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
TEBINGTINGI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah “Prinsip-prinsip Komunikasi
Dalam Islam ” dengan baik.
Makalah yang berjudul “Prinsip-prinsip” adalah merupakan salah satu tugas
Mata Kuliah Etika Dakwah. Pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Etika Sari, MA dan Orang tua yang telah memberi dukungan baik
moril maupun materil.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu penyusun mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
peningkatan mutu makalah.
Akhirnya dengan mengharap ridho Allah, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jumat, 17 April 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu komunikasi sebagai sebuah disiplin ilmu masih tergolong muda
umurnya, karena baru muncul kepermukaan pada abad ke XX. Akan tetapi kajian
tentang kegiatan berkomunikasi telah banyak dilakukan sejak para filosof yunani,
mulai dari kaum Sopist sampai kepada filosof lainnya seperti Aristoteles. Kajian
Aristoteles (abad 5 SM s/d abad 3 M) yaitu tentang pemerintahan, sejarah dan filsafat,
di mana retorika sudah menjadi suatu kajian penting. Dari sinilah awal mula ilmu
komunikasi terus dikembangkan oleh para ahli sosiologi, antropologi fisik pada abad
ke-19 dan antropologi budaya, psikologi dan psikologi sosial pada abad ke-20.
sehingga tidak salah kalau dikatakan bahwa kesemua ilmu tersebut adalah sebagai
landasan ilmu komunikasi.1

Syukur Kholil, menjelasakan bahwa setidaknya terdapat 11 (sebelas) prinsip


komunikasi Islam yang dapat dijadikan sebagai pedoman oleh komunikator dalam
berkomunikasi. Dimana ke-11 prinsip komunikasi tersebut tergambar secara tersurat
dan tersirat dalam Al-Qur`an dan Hadis. Prinsip-prinsip dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Memulai pembicaraan (komunikasi) dengan mengucapkan salam.
2. Berbicara dengan lemah lembut.
3. Menggunakan perkataan atau tutur kata yang baik.
4. Menyebut hal-hal yang baik (mengapresiasi) tentang diri komunikan.
5. Menggunakan hikmah dan nasehat yang baik.
6. Berlaku adil terhadap semua komunikan.
7. Menyesuaikan bahasa dan isi pembicaraan dengan keadaan komunikan
(berdasarkan kebutuhan).
8. Berdiskusi dengan cara yang baik.
9. Lebih dahulu melakukan apa yang akan dikomunikasikan atau disampaikan.
10. Mempertimbangkan pandangan dan fikiran orang lain.
11. Berdo’a kepada Allah ketika melakukan kegiatan komunikasi yang berat.2

Perlu diketahui bahwa Alquran tidak membicarakan secara spesifik tentang


komunikasi, namun jika ditelusuri secara mendalam akan makna-makna yang
terkandung dalam Alquran, maka akan didapat beberapa ayat yang memberikan
gambaran umum tentang prinsip-prinsip komunikasi. Alquran membicarakan istilah-

11
Fahri, dkk., Komunikasi Islam (Yoyakarta: AK Group, 2006), h. 21.
22
Fahri, dkk., Komunikasi…, h. 8-13.
istilah atau ungkapan-ungkapan khusus yang dinyatakan sebagai wujud dari
penjelasan prinsip-prinsip komunikasi dimaksud. Ungkapan-ungkapan tersebut antara
lain adalah qaulan baliga, qaulan maisura, qaulan karima, qaulan ma’rufa, qaulan
layyina, qaulan sadida, qaulan syawira, dan qaul az-zur.
Jalaludin Rahmad (menyebutkan bahwa al-Syaukani dalam buku tafsirnya
“Fath al-Qair”, mendefinisikan al-bayan sebagai kemampuan dalam berkomunikasi.
Untuk mengetahui bagaimana orang-orang seharusnya melakukan komunikasi,
terlebih dahulu kita harus melacak kata kunci (key koncept) yang dipergunakan
Alquran untuk berkomunikasi. Disamping itu, kata kunci untuk berkomunikasi yang
paling banyak disebutkan dalam Alquran adalah al-qaul. Dengan memperhatikan kata

al-qaul dalam kontek kalimat perintah, kita dapat menyimpulkan 5 (lima) prinsip
dasar komunikasi, yaitu; Qaulan Sadida, Qaulan Baliga, Qaulan Maisura, Qaulan
Layyina, dan Qaulan Ma’rufa.3

33
Fahri, Komunikasi Islam., h. 11-12.
BAB II

PEMBAHASAN

B. Prinsip-Prinsip Komunikasi Dalam Islam

1. Qaulan Baliga
QS. An-Nisa’/4: 63;
Artinya; Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang ada di
dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah
mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas
pada jiwa mereka. (QS. An-Nisa’: 63)

Ayat di atas menginformasikan kepada kita tentang kebusukan hati kaum


munafik. Dimana mereka tidak akan pernah patuh kepada Rasulullah Saw sekalipun
mereka bersumpah atas nama Allah Swt, karena apa yang mereka kerjakan semata-
mata hanya menghendaki kebaikan. Walaupun demikian, Allah Swt melarang
Rasulullah Saw untuk menghukum mereka secara fisik (pengertian dari “berpalinglah
dari mereka”), akan tetapi Allah Swt menganjurkan untuk memberi nasehat berupa
ancaman bahwa kekejian mereka akan mengundang azab Allah Swt. Nasehat tersebut
tentunya dengan qaulan baliga.
Kata baliga merupakan bentuk masdar dari balaga, yang berarti sampai, atau
sampainya sesuatu kepada sesuatu yang lain. 4 Al-Asfahani mengemukakan bahwa
kata tersebut mengandung 3 (tiga) makna secara sekaligus, yakni: [1] bahasanya tepat;
[2] sesuai dengan yang dikehendaki; dan [3] isi perkataannya adalah suatu kebenaran.
Dalam konteks komunikator dan komunikan, kata tersebut dimaksudkan adalah
seorang komunikator secara sengaja ingin menyampaikan sesuatu dengan cara yang
benar dan tepat (jelas) agar dapat diterima oleh komunikan (audien).
Dalam hal ini, para ahli balagah (ahli sastra) – sebagaimana dikutip oleh
Quraish Shihab – mengatakan bahwa suatu pesan atau perkataan baru dianggap
baliga apabila memenuhi beberapa kriteria tertentu. Kriteria-kriteria dimaksud adalah

44
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Edisi II, Cet. XXV (Surabaya: Pustaka Progressif,
2002), h. 107.
sebagai berikut ini:
a) Penggunaan kalimat mencakup seluruh pesan yang ingin disampaikan.
b) Kalimatnya tidak berulang-ulang, dan juga tidak terlalu pendek/singkat
sehingga pengertiannya menjadi kabur.
c) Kosa kata yang digunakan tidak terkesan asing bagi komunikan.
d) Kesesuaian kandungan dan gaya bahasa dengan komunikan.
e) Tata bahasanya tepat dan jelas.7

Dengan demikian, kata baliga merupakan salah satu teknik berbicara atau
penyampaian pesan dengan menggunakan ungkapan atau kalimat yang tepat sasaran,
jelas dan tujuannya tercapai, sehingga komunikasinya menjadi efektif. Dengan kata
lain, baliga merupakan suatu kalimat yang singkat, tepat, padat dan jelas.

2. Qaulan Maisura
QS. Al-Isra’/17: 28;
Artinya; Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan
yang pantas. (QS. Al-Isra’: 28)

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan permintaan suatu kaum kepada


Rasulullah Saw, namun Rasulullah Saw tidak mengabulkan permintaan mereka.
Penolakan Rasulullah Saw terhadap permintaan mereka bukanlah tanpa alasan, karena
Rasulullah Saw mengetahui bahwa mereka seringkali membelanjakan harta pada hal-
hal yang tidak bermanfaat. Berpalingnya Beliau merupakan semata-mata mengharap
ridha Allah Swt, dan sebagai wujud dari sikap Beliau yang tidak mendukung
kebiasaan buruk mereka dalam menghambur-hamburkan harta. Disamping berpaling,
beliau juga menolaknya dengan perkataan yang tepat atau ucapan yang pantas agar
tidak menyakiti perasaan mereka.8
Kata Maisura merupakan bentuk masdar dari yassara, yang mempunyai arti
mudah atau gampang. Dengan demikian, dalam ayat di atas jelas bahwa diajarkan
kepada kita apabila kita tidak sanggup untuk memberi atau mengabulkan suatu

7
Jalaluddin as-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli, Hasyiyah as-Sawi ‘ala Tafsir Jalalaini
(Bairut: Dar al-Fikri, 2004), Juz II, h. 431.
8
Munawwir, Kamus Al-Munawwir., h. 1588.
permintaan, maka penolakan kita harus disertai dengan perkataan yang baik dan
alasan yang rasional. Karena pada prinsipnya, qaulan maisura adalah segala bentuk
perkataan yang baik dan melegakan (tidak menyakitkan), atau juga bisa dikatakan
sebagai suatu pernyataan untuk menjawab dengan cara yang sangat baik dan tidak
mengada-ada.

3. Qaulan Sadida7
QS. An-Nisa’/4: 9;

Artinya; Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya


meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar. (QS. An-Nisa’: 9)

QS. Al-Ahzab/33: 70;


Artinya; Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar. (QS. Al-Ahzab: 70)

Kata Sadida mempunyai arti adalah tepat, benar atau sesuatu yang tepat dan
benar.8 Adapun qaulan sadida diartikan sebagai suatu pendapat atau perkataan yang
tepat dan benar serta argumentatif. As-Suyuti dan Al-Mahalli, mendefinisikan qaulan
sadida sebagai suatu perkataan yang dikehendaki oleh setiap orang dan diridhai oleh
Allah Swt, yakni setiap perkataan yang menciptakan kemaslahatan kepada sesama
manusia dan ketaatan kepada Allah Swt.9
QS. An-Nisa’ ayat 9, menjelaskan bahwa Allah Swt mengingatkan kepada
setiap orang tua hendaknya mempersiapkan masa depan (kelansungan hidup) anak-
anaknya agar tidak terlantar, yang justru akan menjadi beban bagi orang lain.
Disamping mempersiapkan kebutuhan materi, setiap orang tua juga dituntut untuk
mempersiapkan moral dan akhlak si anak, yakni membekali mereka dengan ilmu
agama agar kelak mereka tidak menjadi sampah masyarakat. QS. Al-Ahzab ayat 70,
dimulai dengan seruan kepada orang-orang yang beriman. Ini menunjukkan bahwa
salah satu konsekwensi keimanan adalah berkata dengan perkataan yang sadida.
Dengan kata lain, qaulan sadida merupakan tolak ukur seorang hamba dalam konteks
kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah Swt. Karena perkataan yang benar
77
Dr. H. M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Hal 172-173
88
Munawwir, Kamus Al-Munawwir., h. 620.
99
As-Suyuti dan al-Mahalli, Hasyiyah as-Sawi., Juz III, h. 357.
merupakan perkataan yang memiliki kesesuaian antara yang diucapkan dengan apa
yang tergores dalam hatinya dan dengan apa yang dikerjakannya.
Dengan demikian, perkataan yang benar dan penyampaian pesan yang benar
serta diiringi dengan perbuatan yang benar merupakan pra-syarat untuk sebuah
kebenaran (kebaikan dan kemaslahatan).

4. Qaulan Syawira10

QS. Al-Baqarah/2: 233;


Artinya; Maka apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. (QS. Al-Baqarah: 233)

QS. Ali ‘Imran/3: 159;


Artinya; Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali ‘Imran: 159)
QS. Asy-Syura/42: 38;
Artinya; Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah
antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka. (QS. Asy-Syura: 38)

Kata Syawira berasal dari kata syara, yang bermakna mengambil madu, minta
nasehat atau pendapat atau pertimbangan, bermusyawarah. Mengambil madu atau
mengeluarkan madu dari sarang lebah, merupakan makna dasar dari kata syawira.
Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat
diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk mengeluarkan pendapat dalam
bermusyawarah). Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan
sesuatu. Dengan demikian, qaulan syawira dapat berarti sebagai suatu kegiatan untuk
mencari kesepakatan yang benar, dimana dengan mempertimbangkan segala pendapat
yang diutarakan, selanjutnya diambil sebuah keputusan yang tepat.

1010
Dr. H. M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Hal 173-174
5. Qaul az-Zur11
QS. Al-Hajj/22: 30;

Artinya; Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-
perkataan dusta. (QS. Al-Hajj: 30)

Kata az-Zur mempunyai arti menyimpang, menyeleweng, kebohongan,


kepalsuan. Sementara qaul az-Zur bermakna berkata dusta atau berbohong. Menurut
as-Suyuthi dan al-Mahalli, qaul az-Zur mengandung pengertian yaitu sumpah palsu,
dan sumpah palsu itu sebanding dengan perbuatan syirik. Karena syirik itu merupakan
seburuk-buruk dari kedustaan dan kebohongan. Maka dari itulah, Alquran
mengarahkan kita agar selalu berkata benar dan menjauhi perkataan dusta. Karena
berkata jujur dan benar akan menciptakan kemaslahatan bagi setiap orang, sebaliknya
kebohongan dan mengada-ada akan mengakibatkan kebinasaan dan malapetaka
terhadap semua umat manusia.

Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, Cet. XII, Bandung:
1111

Remaja Rosdakarya, 1999.


BAB III
PENUTUP
C. KESIMPULAN

Prinsip-prinsip komunikasi yang telah disebutkan di atas merupakan landasan


atau pondasi utama yang menentukan arah komunikasi, dimana segala bentuk
komunikasi Islam dapat dibangun atas dasar prinsip-prinsip tersebut. Terlebih lagi
para agen komunikasi, prinsip-prinsip komunikasi tersebut merupakan modal utama
bagi mereka dalam upaya membangun komunikasi yang efektif. Hal ini dimaksudkan
agar tugas yang dilaksanakan akan berjalan lancar sesuai dengan yang direncanakan,
dan tentunya tercapainya tujuan serta membuahkan hasil yang diharapkan. Prinsip-
prinsip komunikasi tersebut juga memberikan pilihan bagi seseorang (komunikator)
sesuai dengan kebutuhan dan keadaan komunikan. Status sosial, komunitas dan
keadaan komunikan sangat menentukan prinsip komunikasi yang dikedepankan oleh
komunikator agar komunikasi dapat dibangun dengan baik.

Melihat penjelasan beberapa ayat Alquran di atas, prinsip komunikasi yang


paling tepat digunakan oleh agen komunikasi dalam penelitian ini adalah qaulan
sadida, karena prinsip tersebut pemakaiannya adalah untuk mendidik para generasi
(remaja) agar mereka menjadi generasi yang handal serta berguna bagi agama dan
bangsa, dengan tidak mengesampingkan prinsip-prinsip komunikasi lainnya.
Sasaran-sasaran setiap prinsip komunikasi sebagaimana yang dijelaskan
Alquran adalah sebagai berikut:
1. Qaulan baliga, untuk kaum munafiq.
2. Qaulan maisura, untuk menolak permintaan tanpa menyakiti.
3. Qaulan karima, berkomunikasi dengan kedua orang tua.
4. Qaulan ma’rufa, berkomunikasi dengan fakir miskin.
5. Qaulan layyina, untuk pemimpin/penguasa yang dhalim (seperti Fir’un).
6. Qaulan sadida, untuk mendidik anak (remaja).
7. Qaulan syawira, untuk mengambil sebuah keputusan yang bersifat
kepentingan orang banyak (umum).
8. Qaul az-zur, perhatian dan modal utama setiap orang dalam berkomunikasi;
dengan siapa saja, dalam keadaan apa saja, dan dimana saja, senantiasa selalu
untuk menjauhi perkataan yang mengandung unsur kedustaan dan
kebohongan.
Disamping itu, komunikasi Islam juga mempunyai prinsip keterbukaan, dimana
kejujuran yang selalu dikedepankan dan diprioritaskan. Dalam hal ini, kita bisa
menelaah kembali apa yang telah dikembangkan oleh J. L. Harry Ingham, yaitu yang
lebih dikenal dengan Johari Window. Salah satu yang dikembangkannya adalah
adanya keterbukaan dalam berkomunikasi, yakni dalam berkomunikasi harus “known
by ourselves and known by others”. Keterbukaan akan menjawab segala bentuk
permasalahan dan sebaliknya, ketertutupan akan menciptakan permasalahan umum
atau khusus, yang bertujuan untuk membentuk pandangan umum yang benar
berdasarkan hakikat kebenaran agama dan memberi kesan kepada kehidupan
seseorang dalam aspek aqidah, ibadah dan muamalah.35 Berdasarkan pengertian
komunikasi Islam di atas, jelas bahwa komunikasi Islam tidak terlepas dari prinsip
dan kaedah komunikasi yang menjadi landasan atau acuan dalam proses
berkomunikasi, serta menjadi pedoman bagi komunikator. Menggunakan prinsip atau
kaedah komunikasi dimaksudkan untuk mencapai tujuan komunikasi Islam itu sendiri,
yakni untuk membentuk pandangan yang benar berdasarkan hakikat kebenaran agama
(Al-Qur`an dan Hadis), dan menjadikan komunikasi tidak hanya bersifat informatif
melainkan juga bersifat persuasif.
DAFTAR PUTAKA

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Edisi II, Cet. XXV, Surabaya:
Pustaka Progressif, 2002.

Fahri, dkk., Komunikasi Islam, Yoyakarta: AK Group, 2006.

Jalaluddin as-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli, Hasyiyah as-Sawi ‘ala Tafsir Jalalaini
Bairut: Dar al-Fikri, 2004.

Jalaluddin as-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli, Hasyiyah as-Sawi ‘ala Tafsir


Jalalaini, Bairut: Dar al-Fikri, 2004.

Jalaluddin as-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli, Hasyiyah as-Sawi ‘ala Tafsir


Jalalaini, Bairut: Dar al-Fikri, 2004.

Dr. H. M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Hal 172-173

Dr. H. M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Hal 173-174

Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, Cet. XII, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1999.

Anda mungkin juga menyukai