Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

“Perkembangan dan Pengembangan IPA”

2.1 Metode Ilmiah Sebagai Dasar IPA.


Menurut (Setiowati T, 2007) menyatakan bahwa Definisi ilmu yakni sebuah
pengetahuan yang disusun sistematis dan konsisten yang telah diuji kebenarannya dengan
menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh karena
berdasarkan kemapuan indra serta daya fikir, dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan
adalah hasil fakta penelitian yang didapatkan secara sistematis.
A. Pengertian Metode Ilmiah
Istilah metode secara etimologis berasal dari bahasa Yunani meta yang berarti
sesudah dan kata hodos yang berarti jalan. Jadi metode merupakan langkah-langkah yang
diambil menurut urutan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang telah dirancang dan
dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apa pun (Sri Soeprapto, dalam John
Sabari (2011:118-119) ). Definisi serupa juga disampaikan Gie (dalam John Sabari
(2011:118-119) ), metode ilmiah adalah suatu prosedur-prosedur yang mewujudkan pola-
pola dan tata langkah dalam melaksanakan penelitian ilmiah. Sedangkan Geoges Kneller
(dalam John Sabari (2011:118-119) ) mendefiniskan metode ilmiah adalah struktur
rasional dari penyelidikan ilmiah yang hipotesisnya disusun dan diuji.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan , bahwa metode ilmiah
pada hakikatnya merupakan prosedur yang mencakup berbagai kegiatan, pikiran, pola
kerja, tata kerja, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru dan
mengembangkan pengetahuan yang sudah ada.

B. Langkah-Langkah Operasional Metode Ilmiah


Sikap-sikap dalam metode ilmiah menurut Brotowidjoyo dalam buku (Haryanto,
2000) menyatakan bahwa jika orang yang mempunyai jiwa ilmiah seharusnya wajib
memiliki sikap ilmiah yakni : 1. Ingin tahu, 2. Kritis, 3. Terbuka, 4. Menghargai karya
orang lain.
Menurut J. Lachman ( dalam John Sabari (2011:118-119) ) metode ilmiah
mencakup : perumusan hipotesis spesifik atau pertanyaan spesifik untuk menyelidiki,
perancangan penyelidikan, pengumpulan data, pengolahan data, penggolongan data dan
pengembangan generalisasi, serta pemeriksaan kebenaran. Pendapat serupa disampaikan
Gie ( dalam John Sabari (2011:118-119) ) yaitu metode ilmiah mencakup meng-analisis,
mendeskripsikan, mengklasifikasikan, mengadakan pengukuran, memperbandingkan, dan
melakukan survei. Sedangkan menurut Tyndall (dalam John Sabari (2011:118-119)) yang
dikenal dengan proses logico-hypothetico-verifikasi. Langkah-langkahnya meliputi: 1)
Perumusan masalah 2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis 3)
Perumusan hipotesis, 4) Pengujian hipotesis, dan 5) Penarikan kesimpulan.
Berikut penjelasan langkah-langkah metode ilmiah sebagai berikut :
1. Perumusan Masalah.
Rumusan masalah dibuat untuk memecahkan masalah dan pada dasarnya rumusan
masalah berbentuk pertanyaan yang harus di lihat kadar kebenrannya atau tidak
dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan menggunakan percobaan berupa
metode ilmiah kita bisa mengetahui kebenaran dari objek yang akan ditelitinya.
2. Penyusunan kerangka berpikir
Menurut Mutiara T (2006) menyatakan bahwa Sebelum melakukan rumusan
hipotesis hendaknya untuk menyusun kerangka berfikir dengan tujuan untuk
mematangkan konsep yang akan digunakan dalam metode ilmiah, yang harus kita
siapkan alah mengumpulkan fakta-fakta yang berada di tempat tersebut,
mengumpulkan informasi yang rinci juga jelas.
3. Perumusan Hipotesis
Rumusan masalah yang akan dibuktikan kebenarannya melalui hipotesis dengan
mencari fakta-fakta dan berupa jawaban sementara, jadi jawaban sementara bisa
disbut dengan Hipotesis.
4. Pengujian Hipotesis.
Usaha yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data fakta yang sesuai dengan
sifat relevan sehingga dapat diperlihatkan kebenarannya dengan hasil diterima atau
ditolak. Hal tersebut diperoleh dengan cara menguji coba.
5. Penarikan kesimpulan
Proses penilaian yang berdasarkan hasil penelitian hipotesis yang diterima atau di
tolak. Hipotesis dapat diterima ketika fakta-fakta sudah terkumpul dan mendukung
hipotesis. Jika penemuan tersebut diterima kebenarannya maka akan disebut
dengan penelitian metode ilmiah jika tidak dapat diterima maka akan ditinjau
kembali hipotesis.

C. Keunggulan dan Keterbatasan Metode Ilmiah.


a) Keunggulan Metode Ilmiah.
Menurut (Haryanto, 2000) menyatakan bahwa Metode ilmiah mempunyai
keterbatasan dan keunggulan di dalamnya, keunggulan metode ilmiah yakni
mempunyai sifat objektif, metodik dan sistematis yang telah ada dan sebagai ciri
dalam metode ilmiah, sebagai berikut :
1. Keunggulan yang mempunyai sifat objektif dan bersifat adil
2. Mempunyai sifat kesadaran diri bahwa ilmu tidak bersifat mutlak
3. Dengan metode ilmiah kita mampu bersikap optimis, teliti dan berani
mengambil kebenaran untuk penemuannya
4. Mampu membimbing agar tidak sepenuhnya percaya begitu saja dengan
kesimpulan tanpa tau kebenarannya
b) Keterbatasan Metode Ilmiah.
Menurut (Jalaluddin, 2013) menyatakan bahwa Keterbatasan metode
ilmiah yakni berhentinya kenalaran manusia karna sudah tidak sanggup untuk
melanjutkan pemikiran yang diluar naral atau logis manusia dalam keagamaan.
Agama adalah pengetahuan yang mencakup semua masalah yang bersifat umum.
Misalnya penciptaan manusia dan alam di akhirat nantinya. Jadi perangkat ilmu
tidak bisa menembus alam gaib atau mistis karena alat juga mempunyai
keterbatasan di dalamnya. Ilmu pengetahuan hanya mampu memberikan kebenaran
dan tidaknya. Einstein menyatakan bahwa “ilmu dimulai dari fakta dan diakhiri
dengan fakta” dan apapun yang tersambung keduanya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa secanggih apapun alat ilmiah tidak
akan pernah bisa menembus alam mistis dan setiap alat pasti mempunyai
keterbatasan tertentu. Dan metode ilmiah hanya mampu membuktikan benar dan
tidak.

2.2 Perkembangan dan Pengembangan IPA.


A. Awal timbulnya IPA
Awal dari IPA dimulai pada saat manusia memperhatikan gajala-gejala alam,
mencatatnya, kemudian mempelajarinya. Panca indera akan memberikan tanggapan
terhadap semua rangsangan dimana tanggapan itu menjadi suatu pengalaman.
Pengalaman yang diperoleh terakumulasi oleh karena adanya kuriositas manusia.
Pengalaman merupakan salah satu terbentuknya pengetahuan, yakni kumpulan fakta-
fakta. Pengalaman akan bertambah terus seiring berkembangnya manusia dan
mewariskan kepada generasi-generasi berikutnya. Pertambahan pengetahuan didorong
oleh pertama untuk memuaskan diri, yang bersifat non praktis atau teoritis guna
memenuhi kuriositas dan memahami hakekat alam dan isinya kedua, dorongan praktis
yang memanfaatkan pengetahuan itu untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi.
Dorongan pertama melahirkan Ilmu Pengetahuan Murni (Pure Science) sedang dorongan
kedua menuju Ilmu Pengetahuan Terapan (Aplied Science. (Wedyawati, 2010).
Menurut Prof DR. M. J. Langerveld, Guru besar pada Rijk University di Utrecht
(Belanda) di kutip Purnama (2008:74) yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah
kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu, yang merupakan kesatuan sistematis
dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan
sebab-sebab suatu kejadian.
Selanjutnya, Purnama (2008:73) menjelaskan bahwa objek penelaah ilmu adalah
seluruh segi kehidupan yang dapat di uji oleh panca indra manusia. Ilmu membatasi diri
pada kejadian-kejadian yang besifat empiris, yang terjangkau oleh fitrah pengalaman
manusia dengan menggunakan panca indranya. Objek dibedakan atas dua hal yaitu, objek
material adalah objek yang dilihat secara keseluruhan, dan objek formal yang dilihat dari
suatu aspek tertentu saja. 
Menurut Margono dalam Rahma dkk (2011:13) mengemukakan bahwa
pendekatan ilmiah sebagai kelahiran IPA yang merupakan suatu metode keilmuan atau
pendekatan ilmiah yaitu perpaduan antara rasionalisme dan empirisme. Mula-mula
manusia masih percaya pada mitos yang sekarang hanya dinilai sebagai pengetahuan
semu (pseudo science). Karena mitos kemudian dianggap tidak memuaskan, maka
dicarilah pure science. Objek utama yang dipikirkan manusia adalah alam, sehingga
lahirlah pengetahuan alam.
Dengan bertambah majunya alam pikiran dan makin berkembangnya cara-cara
penyelidikan, manusia dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos.
Berkat pengamatan yang sistematis, kritis, dan makin bertambahnya pengalaman yang
diperoleh, lambat laun manusia berusaha mencari jawaban secara rasional. Dalam
penyusunan pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif dan
penalaran induktif.
Penalaran deduktif ialah cara berfikir yang bertolak belakang dari kenyataan yang
bersifat umum untuk menarik simpulan yang bersifat khusus. Sedangkan penalaran
Induktif (Empiris) ialah cara berfikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan
atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Karena himpunan pengetahuan yang diperoleh
dari penalaran Deduktif dan Induktif tidak dapat di andalkan sebagai ilmu pengetahuan
maka muncullah ilmu yang secara teoritis dapat dari pengamatan dan eksperimentasi
terhadap jegala-gejala alam. Konsep itu disebut ilmu pengetahuan alam.
Ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci
Alquran. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam Alquran sebanyak 105 kali, tetapi
dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali yang memang merupakan salah satu
kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam ingin melaksanakan ibadah
selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang tepat, umpamanya melaksanakan
shalat, menentukan awal bulan Ramadhan, pelaksanaan haji, semuanya punya waktu-
waktu tertentu (Rahardjo dalam Qutub,2011:1341).
Dalam menentukan waktu yang tepat diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam
Islam pada abad pertengahan dikenal istilah sains mengenai waktu-waktu tertentu.
Banyak lagi ajaran agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan
teknologi, seperti menunaikan ibadah haji, berdakwah, semua itu membutuhkan
kendaraan sebagai alat transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan
ilmu pengetahuan dalam Alquran, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan
konsep dan teori yang sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam :
QS. Ar-Rahman ayat 33 yang artinya “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak
dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”
Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat
secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah dipersilakan
oleh Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan
kekuatan (sulthan). Kekuatan yang dimaksud di sini sebagaimana di tafsirkan para ulama
adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi, hal ini telah terbukti di era modern
sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menembus luar
angkasa, bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan teknologi
telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, Pelanet Mars, Jupiter dan planet-
pelanet lainnya.
Kemajuan yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat)
dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi di abad modern ini, sebenarnya
merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan
muslim pada abad pertengahan atau dengan kata lain ilmuan muslim banyak memberikan
sumbangan kepada ilmuan barat, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Yatim dalam
bukunya Sejarah Perdaban Islam: “Kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari
peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol”.
Hal ini diakui oleh sebagian mereka. Sains dan teknologi baik itu yang ditemukan
oleh ilmuan muslim maupun oleh ilmuan barat pada masa dulu, sekarang dan yang akan
datang, semua itu bukti kebenaran informasi yang terkandung di dalam Alquran, karena
jauh sebelum peristiwa penemuan-penemuan itu terjadi, Alquran telah memberikan
isyarat-isyarat tentang hal itu dan ini termasuk bagian dari kemukjizatan Alquran, dimana
kebenaran yang terkandung di dalamnya selalu terbuka untuk dikaji, didiskusikan,
diteliti, diuji dan dibuktikan secara ilmiah oleh siapa pun.
Alquran adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari
segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan. Alquran adalah buku induk
ilmu pengetahuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan (Kartanegara
dalam Qutup, 2011 : 1342) ), semuanya telah diatur di dalamnya, baik yang berhubungan
dengan Allah (hablum minallah) sesama manusia (hablum minannas) alam, lingkungan,
ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebagainya
(dalam QS Al An’am: 38).
Lebih lanjut Baiquni mengatakan bahwa sebenarnya segala ilmu yang diperlukan
manusia itu tersedia di dalam Alquran. Salah satu kemukjizatan (keistimewaan) Alquran
yang paling utama adalah hubungannya dengan ilmu pengetahuan, begitu pentingnya
ilmu pengetahuan dalam Alquran sehingga Allah menurunkan ayat yang pertama kali :
QS. Al-‘Alaq: 1-5, yaitu: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

B. Pengertian IPA Klasik dan IPA modern


Konsep klasik dan modern lebih mengacu pada konsepsi cara berpikir, cara
memandang, dan cara menganalisis suatu fenomena alam bukan pada waktu
penemuannya.Perkembangan yang makin cepat menyebabkan IPA diklasifikasikan
menjadi berbagai disiplin ilmu sub disiplin ilmu spesialisasi.Tetapi muncul juga ilmu
multidisplin karena munculnya fenomena baru yang tidak mungkin ditelaah hanya
dengan satu disiplin ilmu saja (Aisyah dkk,2015).
IPA klasik merupakan suatu proses IPA di mana teori dan eksperimen
memiliki peran saling melengkapi dan memperkuat. IPA klasik memiliki kajian yang
bersifat makroskopik, yakni mengacu pada hal-hal yang berskala besar dan kaidah
pengkajiannya menggunakan cara tradisional. Di samping kajian yang bersifat
makrokopis, ciri lain IPA klasik adalah lebih mendahulukan eksperimen dari pada teori.
IPA modern adalah suatu proses IPA di mana penekanan terhadap teori
lebih banyak dari pada praktek. IPA modern memiliki telaahan yang bersifat
mikroskopik, yakni sesuatu yang bersifat detail dan berskala kecil. Selain itu, IPA
modern menerapkan teori eksperimen, di mana ia menggunakan teori yang telah ada
untuk eksperimen selanjutnya.

Secara umum, langkah-langkah penerapan metode ilmiah pada IPA Klasik dan IPA
Modern adalah sama, yakni harus melalui penginderaan, perumusan masalah, pengajuan
hipotesis, eksperimen, dan penarikan kesimpulan (teori). Baik IPA Klasik maupun IPA
Modern keduanya memiliki tujuan akhir yang sama, yakni keingintahuan. Namun pada
IPA Klasik, suatu pengetahuan didapatkan dari awal, yakni didasarkan dari hasil
eksperimen yang dilakukan dan kajian pada IPA Klasik lebih dangkal karena terbatas
pada media atau alat bantu penelitian. Sedangkan pada IPA Modern, suatu pengetahuan
diperoleh melalui eksperimen yang dilakukan dengan berkiblat pada teori yang telah ada
dan dengan bantuan teknologi yang lebih canggih dan maju, maka kajian dari IPA
Modern lebih mendetail. Sehingga diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam
mengenai suatu fenomena alam. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa IPA Modern
merupakan pengembangan dari IPA Klasik.
Adapun perbedaan antara konsep IPA klasik dan modern berdasar pada mekanikanya ,
yaitu :
1) Mekanika Klasik: Semua variabel dinamis (sistem yang ditinjau seperti posisi,
energi) adalah observasi. Observable adalah variabel dinamis yang dapat
diukur, kontinu (mempunyai sembarang harga).
2) Mekanika modern: tidak semua variabel dinamis adalah observable, diskontinu
(memiliki harga-harga tertentu).

a) Ilmu Pengetahuan Alam Klasik


IPA klasik merupakan suatu proses IPA dimana teori dan eksperimen
memiliki peran saling melengkapi dan memperkuat. IPA klasik memiliki kajian yang
bersifat makroskopik, yaitu mengacu pada hal-hal yang berskala besar dan kaidah
pengkajian menggunakan cara tradisional. Disamping kajian yang bersifat
makroskopik. Ciri lain IPA klasik adalah lebih mendahulukan eksperimen dari pada
teori.
IPA klasik, suatu pengetahuan didapatkan dari awal yakni, didasarkan dari
hasil eksperimen yang dilakukan dan kajian pada IPA klasik lebih dangkal karena
terbatas pada media atau alat bantu penelitian.
IPA klasik, secara umum contohnya digambarkan dalam pembuatan ragi
tape, meskipun hanya berdasarkan pengalaman petani, namun tanpa disadari petani
tersebut telah berkecimpung dalam bidang mikrobiologi, mikologi dan tentu saja
tidak lepas dari ilmu fisika yang mendasarinya. Contoh lain, pembuatan gula kelapa
yang merupakan proses fisika bersama-sama kimia yang telah tinggi tingkatannya,
juga pembuatan terasi, ikan asin, rendang, dan telor asin, merupakan hasil karya IPA
klasik. Petani, pembuat, dan pengrajin, sama sekali tidak mengetahui proses yang
terjadi dalam mewujudkan hasil karyanya. Mereka tidak melakukan penelitian dan
pengujian, namun hanya berdasarkan pengalaman dari nenek moyangnya.

b) IPA modern
IPA Modern adalah suatu proses IPA dimana pendekatan terhadap teori lebih
banyak dari pada praktek. IPA modern memiliki telaahan yang bersifat mikroskopik,
yakni sesuatu yang bersifat detail dan berskala kecil. IPA modern suatu pengetahuan
diperoleh melalui eksperimen yang dilakukan dengan berkiblat pada teori yang telah
ada dan dengan bantuan teknologi yang lebih canggih dan maju.
IPA modern muncul berdasarkan penelitian maupun pengujian dan telah
mengalami pembaruan yang dikaitkan dengan berbagai disiplin ilmu yang ada.
Contoh kegiatan IPA modern, seperti pemanfaatan energi matahari untuk kegiatan
yang berkaitan dengan listrik untuk transportasi, industri, rumah tangga, merupakan
pemanfaatan foton untuk menimbulkan aliran muatan listrik (elektron), karena
perbedaan panas sehingga terbentuklah sel pembangkit listrik. Tungku sinar matahari
juga telah banyak digunakan yang hanya berprinsip pada titik fokus lensa cekung.
Dengan energi panas bumi, dapat diperoleh tenaga listrik.
Dalam kaitannya dengan alam lingkungan, untuk menciptakan suasana
bersih timbul pemikiran pemanfaatan sampah sisa organisme, seperti jerami, sisa
tanaman-tanaman lain dan kotoran hewan, yang diproses dengan bantuan bakteri
dalam kondisi tertentu menghasilkan gas CH4, CO2, CO dan H2S yang ternyata dapat
dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar. Proses di atas sering disebut sebagai
energi biogas.

C. Peranan matematika terhadap IPA


Matematika dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki peran dan hubungan
erat baik dalam hal bahasa maupun hitungan dan sebagainya. Matematika menjadi dasar
perhitungan dan logika untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Sebagaimana yang telah kita
dengar bahwa memang Ilmu Matematika adalah gudanganya ilmu dari semua bidang
ilmu yang ada.
Dikutip dari Utu Rahim dkk (2012:11) Peran matematika terhadap IPA ditandai
dengan setiap perubahan (penambahan) satu-satuan matematika akan meningkatkan
pelajaran IPA sebesar 0,409 satuan. Kuatnya hubungan pelajaran matematika terhadap
IPA dilihat dari hubungan horizontal sangat besarperanannya. Dalam berbagai materi
pelajaran IPA dapat diselesaikan dengan lancar jika pelajaran matematika terlebih dahulu
diajarkan dan difahami oleh siswa sebelum diajarkan pelajaran IPA (khususnya dalam
IPA-Fisika), jangan sebaliknya.
Dikemukakan oleh Bakhtiar dalam (Utu Rahim dkk, 2012:12) yang menyatakan
bahwa dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam Matematika memberikan kontribusi
yang cukup besar. Kontribusi Matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai
dengan penggunaan lambanglambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran, di
samping hal lain seperti bahasa, metode dan lainnya

D. Disiplin IPA dan multi disiplin IPA


1. Pemfokusan Ilmu
Dengan pengembangan ilmu yang begitu cepatnya, terutama mulai awal abad ke-
20 menyebabkan klasifikasi ilmu berkembang kea rah disiplin ilmu yang lebih spesifik.
Sebagai contoh, dalam disiplin fisika telah terjadi pemfokusan menjadi berbagai
subdisiplin fisika, antara lain bunyi dan getaran, magnet, listrik, optik, mekanika, dan
fisika modern.
Selanjutnya, subdisiplin ilmu tersebut berkembang menjadi spesialisasi tertentu.
Sehingga tidak memungkinkan lagi seseorang dapat menguasai beberapa atau bahkan
satu bidang ilmu tertentu dengan sempurna.. untuk dapat menguasai ilmu dengan baik,
maka seorang ahli akan lebih memfokuskan atau menspesialisasikan dirinya dalam
salah satu focus disiplin ilmu tertentu.
2. Multidisiplin dan Interdisiplin Ilmu
Multidisiplin ilmu merupakan ilmu pengetahuan yang cakupan pembahasannya
menggunakan lebih dari satu kelompok disiplin ilmu, misal kelompok IPA dan IPS.
Contoh multidisiplin ilmu adalah lingkungan, yang dapat mengolaborasikan ilmu IPA
dan IPS.
Sedangkan Interdisiplin ilmu merupakan ilmu pengetahuan yang cakupan
pembahasannya menggunakan satu kelompok disiplin ilmu saja. Contoh interdisiplin
ilmu adalah ilmu computer yang dikembangkan dari disiplin IPA. Secara garis besar
ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua bidang ilmu utama yaitu :
a) Ilmu Sosial dan Budaya yang mempelajari tentang tingkah laku manusia
b) Ilmu Pengetahuan Alam yang mempelajari tentang makhluk hidup
(biologi) dan benda mati (sains fisik).  Sain fisik utama adalah ilmu fisika
yang sasaran utama pembelajarannya adalah materi dan energi serta ilmu
kimia yang mempelajari komposisi materi.

Anda mungkin juga menyukai