Anda di halaman 1dari 3

Nama : Irfan Dany Syahputra

NIM : 20201244057
Kelas : D/R
Prodi/Jurusan :

Pendidikan Bahasa dan Sastra


Indonesia (PBSI) - S1
Mata Kuliah :
Membaca Sastra (Kelas R)
Semester : 1

PENUGASAN MEMBUAT ARTIKEL MANFAAT MEMBACA


SASTRA DARI CERPEN BERJUDUL “BUKAN MAHASISWA
SAYA” KARYA BUDI DARMA, YANG DITAMBAHKAN
DENGAN PENGUATAN REFERENSI LAIN

“BUKAN MAHASISWA SAYA”


Cerpen Karya Sastrawan : Budi Darma

Dalam satu waktu, sebagaimana saya telah selesai membaca cerpen milik sastrawan
cukup tersohor yang bernama Budi Darma, telah cukup sukses menuai manfaat dan menambah
manfaat bagi diri saya pribadi secara profesional, dengan emosional yang visioner
bersensasional, cerpen ini tak ubahnya bagaikan cerpen biasa pada umumnya, hanya saja
ditambah dengan beberapa kiat-kiat tersirat dalam rangka menafsirkannya secara tersirat pula,
menjadikan cerpen ini kental dengan sastra yang tidak amatiran namun mengena secara umum
dan khusus.

Secara alur, cerpen ini beralur maju-mundur (campuran) yang notabenenya mampu
memadukan segmen sajian kronologi secara sinkronis namun sugestif dengan penekanan
terhadap aspek pelukisan genre yang atraktif dan terkesan artistik. Permulaan cerpen yang cukup
sebagai kapasitas kriteria awal muqoddimah cerpen secara normal dan biasa, menambah lengkap
cerpen ini dari segi unsur yang sarat dengan bobot mutu yang lebih dari cukup. Terlebih lagi
dengan integrasi sampul cerpen yang dijiwai secara akrilik dan eksotis.

Portal awal cerpen ini bermula dengan penampilan dan pemaparan sudut pandang orang
pertama yang ditokohi oleh “SAYA”. Secara takwil, tokoh “SAYA” merupakan seseorang yang
berprofesi sebagai dosen/lektor di suatu kampus yang tak disebutkan panggilan nama
kampusnya. Pada permulaan cerpen, tokoh “SAYA” yang secara takwil, notabenenya berprofesi
sebagai dosen, mengaku dihubungi/dikontak melalui telepon genggam dengan SMS lalu WA
oleh seorang mahasiswa yang bernama Abidin, namun sang dosen juga justu mengaku, bahkan
meyakini bahwa ia tak pernah merasa mengenal mahasiswanya yang bernama Abidin itu. Tak
ayal, tak ragu dan tanpa berpikir ulang, sang dosen tetap saja menyebutkan bahwasanya orang
yang menamakan diri Abidin ini tidak pernah menjadi mahasiswanya, sejauh yang ia ketahui.

Dengan sangkaan maupun tidak, setelah Abidin berjibaku/nekat menelepon sang dosen
dengan cara videocall, barulah sang dosen teringat melalui telepon videocall tersebut bahwa
wajah Abidin ternyata pernah dikenalinya namun entah kapan dan entah di mana ia bertemu
dengan Abidin. Kemudian pada suatu hari Minggu, ketika sang dosen biasanya bangun lebih
siang daripada biasanya, orang yang menamakan diri Abidin ini menelepon sang dosen dengan
video call lagi dan mengatakan bahwa sebentar lagi Abidin akan terbang ke Surabaya dalam
rangka menemui sang dosen. Pada saat itu juga, suara Abidin ditimpali pengumuman penggawa
bandara agar semua penumpang segera masuk ke pesawat. Dalam keadaan masih mengantuk,
sang dosen segera bergegas mandi.

Di tengah cerpen, Abidin mengatakan bahwa dirinya merupakan lulusan bidang


matematika di Kanada dan Jerman dengan torehan predikat cumlaude. Namun Abidin juga
mengatakan bahwa ia sangat berminat di bidang kebahasaan-kesusastraan hingga di bidang seni
rupa pula, ia sangat berminat. Bahkan, Abidin ini pernah menyelundup ke kelas sang dosen
secara diam-diam guna mengikuti pembelajaran tentang wawasan kebahasaan-kesusastraan yang
diminatinya. Abidin juga berupaya menyelundup ke kelas seni rupa, namun sayangnya ia gagal
karena pasti ketahuan dengan mahasiswa seni rupa yang mana mahasiswa banyak melakukan
praktikum ketimbang keteorian.

Abidin juga mengakui kalau ia mengidolakan dan mengagumi tokoh matemarika yang
bernama Maryam Mirzakhani. Maryam Mirzakhani sendiri merupakan wanita kelahiran Iran
yang hijrah ke Amerika. Maryam Mirzakhani merupakan wanita pemenang reward sekaligus
penghargaan fields medal mathematics yang setara dengan nobel prize untuk fisika, ilmu
kedokteran, ekonomi, kimia, fisika, perdamaian, dan sastra.

Di akhir cerita, sang dosen mengajak Abidin ke mall untuk makan, dan sesudah makan,
Abidin diantar sang dosen ke Bandara Juanda. Sesampainya di Bandara Juanda, ketika semua
penumpang diminta untuk masuk paling lama sepuluh menit lagi, Abidin tampak ingin menangis
menahan perasaan haru. Tak disangka setelah dosen menanyainya ada apa dengannya, ternyata
Abidin dinyatakan bahwa ia mendapat pekerjaan sebagi dosen dan peneliti di distrik kewilayahan
Stanford.

Setelahnya, Abidin menanyakan bagaimana kabar Maryam Mirzakhani kepada sang


dosen, sang dosen pun menjawab bahwasanya Maryam Mirzakhani telah lama berjuang melawan
penyakit kanker yang dideritanya. Tak lama kemudian setelah sang dosen menjawab pertanyaan
terkait kabar Maryam Mirzakhani, Abidin terpaksa meninggalkan dosen, kemudian menuju ke
pemberangkatan maskapai penerbangannya untuk bersiap-siap melanjutkan perjalanan.

Tatkala sang dosen sudah yakin pesawat untuk Abidin sudah mengudara, selanjutnya
sang dosen masuk ke kedai dan memesan teh di sana, sang dosen lalu membuka ponselnya
menuju kanal berita Fox News. Sang dosen mendapati notifikasi berita terbaru bahwa Maryam
Mrzakhani dalam keadaan kritis.
Malam harinya, sang dosen membuka kanal berita Fox News kembali, sang dosen
mengetahui berita mengenai Maryam Mirzakhani dari kanal berita tersebut bahwa Maryam
Mirzakhani, seorang wanita terkemuka di bidang matematika, akhirnya mengembuskan nafas
terakhir (baca ; meninggal/wafat) setelah sekian lama berjuang melawan kanker dan melewati
masa-masa kritisnya.

Pemaknaan mendalam yang sarat akan gairah penghayatan, cerpen karya sastra ini
menguraikan penafsiran yang cukup membekas di benak. Ambisi dan potensi multi-bidang dan
talenta yang tokoh Abidin miliki seakan mampu menggugah rasa dan selera untuk menggali
lebih potensi dan ambisi dalam diri agar memiliki program lebih yang mengesankan dalam diri,
secara zhahir maupun bathin.

Cerpen ini terkesan apa adanya dan mengalir begitu saja, namun terus terang pada bagian
tertentu membuat saya bertadabbur merem-melek, seolah larut membayangkan cerpen tersebut di
dalamnya. Kecocoklogian di bidang sastra cukup menyambut i’tikad baik yang datang
menghampiri untuk memberi ibrah dan mau’izhotil hasanah yang relevan dengan aspek empati
dan mencocoki pula untuk mengurangi gengsi yang berlebih.

Anda mungkin juga menyukai