Anda di halaman 1dari 9

JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No.

1, Edisi Juni 2014 27

PENDIDIKAN IPS DALAM MEMBENTUK SDM BERADAB


Asep Eri Ridwan, Prodi Pendidikan IPS, SPs, UPI.

ABSTRAK
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh karena
itu harus mendapat perhatian yang lebih serius. Berkaitan dengan hal ini, pendidikan
merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala
aspek kehidupan, sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai-nilai budaya bagi kehidupan
manusia. Pendidikan IPS merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional
yang bertujuan untuk membangun warga negara yang baik. Melalui Pendidikan IPS
diharapkan terbentuk Sumberdaya Manusia (SDM) yang beradab, yakni SDM yang
berpendidikan (berpengetahuan dan berketerampilan) dan berbudaya (berkarakter
kuat).

Kata kunci: pendidikan IPS, sumberdaya manusia beradab.

PENDAHULUAN itu terjadi. Dimensi ini merupakan dasar dari


Pendidikan merupakan salah satu hal yang kelanjutan hidup dan budaya suatu masyarakat.
sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa dimensi transfer ini suatu kebudayaan
Melalui pendidikan, manusia bisa mengem- akan musnah. Transfer budaya dari generasi ke
bangkan kehidupannya ke taraf yang lebih baik. generasi terjadi dalam proses pendidikan (Tilaar
Sejalan dengan pendapat Somantri (2001: 55), dan Sutaryadi, 1994: 189).
yang menyatakan bahwa begitu pentingnya, Para ahli antropologi pendidikan, seperti
peran pendidikan sering dianggap sebagai Teodore Brameld, melihat keterkaitan yang
“kekuatan”. Socrates misalnya beranggapan sangat erat antara pendidikan dengan kebu-
bahwa pengetahuan adalah kekuatan (knowledge dayaan. Keduanya merupakan satu kesatuan
is power). Negara-negara yang mengagungkan yang tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan
kredo keilmuan pun pada saat ini menempatkan tidak terlepas dari kebudayaan dan pendidikan
pendidikan pada nilai sentral pembangunannya. hanya dapat terlaksana dalam suatu masyarakat
Lebih lanjut Somantri (2001: 56), menegaskan yang berbudaya. Merujuk pada Tilaar dan
bahwa education as power yang bisa Sutaryadi (1994: 190-192), terdapat tiga fungsi
meningkatkan kualitas hidup, bahkan sebagai pendidikan dalam kaitannya dengan upaya
director of power. Pendidikan merupakan menjaga kesinambungan kebudayaan dan
pembangkit dan director of power terhadap sebagai agen pengembangan kebudayaan, yakni:
kekuatan lainnya yang sudah diperoleh manusia (1) fungsi preservasi dinamik dari seluruh
seperti kekuatan politik, ekonomi, pertahanan. lembaga pendidikan; (2) fungsi partisipatoris;
Sedangkan Brownhill dan Smart (1989: 2), dan (3) fungsi prepatoris antisipatoris yang
menyebut pendidikan sebagai sebuah alat dikaitkan dengan masyarakat industri masa
kontrol sosial. depan.
Pendidikan sering juga disebut sebagai Fungsi preversi dinamik kebudayaan,
suatu proses untuk memanusiakan manusia. artinya pendidikan merupakan reservator
Dalam hal ini, seorang bayi yang lahir tidak budaya. Dalam kaitan ini pendidikan berfungsi
akan begitu saja menjadi manusia yang untuk mempertahannkan unsur-unsur esensial
berbudaya, karena menjadi manusia yang dari kebudayaan dan membuka diri terhadap
berbudaya harus melalui pengisian jasmani dan unsur-unsur positif dari luar. Tugas pendidikan
rohani (nurture). Proses nurture merupakan adalah menanamkan aspirasi budaya melalui
transfer dari berbagai bentuk karya, rasa dan penghayatan budaya yang fungsional sekaligus
karsa dari budaya, di mana proses pendidikan mengembangkan daya kreativitas peserta didik
JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 1, Edisi Juni 2014 28

dalam melestarikan dan mengembangkan kankan informasi dan keterampilan teknologi,


kebudayaannya. bukan berbasis pada produksi.
Fungsi partisipatoris kebudayaan adalah Perubahan mendasar dalam beberapa
fungsi pendidikan merupakan proses untuk dekade terakhir ini telah menuntut perubahan
secara aktif menggodok nilai-nilai budaya lama pada peran pembelajaran dan pendidikan sehari-
dengan nilai-nilai kontemporer, sehingga ter- hari. Trilling dan Fadel (2009: 6), menyatakan
bentuk kepribadian manusia yang sejalan bahwa salah satu peran utama pendidikan
dengan keperluan masa kini dan masa adalah untuk mempersiapkan pekerja masa
mendatang. Proses peramuan nilai budaya itu depan dan warga negara untuk menghadapi
menunjukan betapa kebudayaan dan pendidikan tantangan jaman mereka. Pengetahuan kerja -
merupakan dua unsur yang saling mengikat. jenis pekerjaan yang kebanyakan orang akan
Kebudayaan itu hidup dan berkembang karena perlu dalam dekade mendatang - bisa dilakukan
proses pendidikan dan proses pendidikan itu dimana saja oleh siapa saja yang memiliki
sendiri hanya ada dalam suatu konteks keahlian, ponsel, laptop, dan koneksi internet.
kebudayaan. Namun untuk memiliki pekerja berpengetahuan
Fungsi preparatoris antisipatoris kebuda- ahli, setiap negara membutuhkan sistem
yaan maksudnya pendidikan harus dapat pendidikan yang menghasilkan mereka; karena
mempersiapkan generasi muda dengan mem- itu, pendidikan menjadi kunci untuk
bekali berbagai kemampuan dan tingkah laku kelangsungan hidup ekonomi di abad 21.
yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan Pendidikan dan pembelajaran yang
mampu mengantisipasi perkembangan perubah- dijalankan pada saat ini tentu saja harus mampu
an global yang dapat membentuk manusia merespon dengan baik pada perubahan yang
berbudaya. Proses pendidikan merupakan terjadi. Pendidikan dan pembelajaran tidak lagi
wahana yang sangat penting dalam membangun hanya bertugas untuk mentransfer ilmu
kebudayaan sejalan dengan perkembangan era pengetahuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-
globalisasi. pekerjaan manual dan rutin, melainkan harus
mampu membelajarkan peserta didik agar
PEMBAHASAN memiliki kemampuan dan keterampilan yang
Seperti telah diketahui bahwa dewasa ini bisa digunakan untuk hidup dan menghadapi
kemajuan teknologi dan informasi telah jauh persaingan yang begitu ketat di abad ke-21 ini.
mengubah tatanan kehidupan dunia dengan Berkaitan dengan hal ini, pembelajaran
menciptakan sebuah konsep yang disebut seharusnya sudah mampu memberikan
globalisasi. Globalisasi telah membuat sekat kemampuan dasar dan keterampilan terapan
antar negara menjadi tidak tampak lagi, yang sangat berguna bagi peserta didik dalam
sehingga dunia seakan ada dalam sebuah menjalani kehidupan dan memperoleh
genggaman. Dalam dunia pendidikan diperlukan pekerjaan. Kemampuan yang dimaksud oleh
perubahan yang mampu untuk mengatasi Trilling dan Fadel (2009:7), dirinci sebagai
permasalahan akibat dari globalisasi ini. berikut : komunikasi lisan dan tertulis; berpikir
Merujuk pada Griffin, P., Care, E., & McGaw, kritis dan pemecahan masalah; profesionalisme
B. (2012: 1-2), bahwa terdapat peningkatan dan etos kerja; kerja tim dan kolaborasi; bekerja
kesadaran dari banyak negara yang berpindah dalam tim beragam; menerapkan teknologi;
dari negara industri menjadi negara yang serta kepemimpinan dan manajemen proyek.
ekonominya berdasarkan pada informasi, dan Selanjutnya, dengan berkembangnya atau
sistem-sistem pendidikan harus merespon pada berubahnya masyarakat yang begitu cepat pada
perubahan ini. Pendidikan menghadapi suatu abad informasi atau abad ke-21 ini, menuntut
tantangan baru, yakni untuk memberikan pembelajar harus menguasai beberapa
kepada rakyat suatu keterampilan informasi keterampilan seperti dinyatakan oleh Trilling
yang diperlukan dalam masyarakat informasi. dan Fadel (2009: 49) antara lain Critical
Sistem pendidikan harus menyesuaikan, mene- thinking and problem solving (expert thinking);
Communication and collaboration (complex
JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 1, Edisi Juni 2014 29

communicating); dan Creativity and innovation disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk
(applied imagination and invention). Lebih jauh tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar
lagi mereka menyatakan bahwa di dalam dunia dan menengah.
yang sudah mengglobal ini pembelajar wajib Hakekat PIPS tersebut mengacu juga pada
menguasai Information, media, and technology apa yang dinyatakan oleh National Council For
skills. Semua keterampilan tersebut diharapkan the Social Studies (1994: 3), yang memberikan
didapatkan oleh peserta didik melalui proses definisi IPS atau social studies sebagai berikut:
pembelajaran di sekolah. “…the integrated study of the social
Proses pembelajaran di sekolah meru- sciences and humanities to promote civic
pakan salah satu unsur dari dunia pendidikan. competence. Within the school program,
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga social studies provides coordinated,
negara Indonesia, dan untuk itu setiap warga systematic study drawing upon such
negara Indonesia berhak memperoleh pen- disciplines as anthropology, archaeology,
didikan yang bermutu sesuai dengan minat dan economics, geography, history, law,
bakat yang dimilikinya tanpa memandang status philosophy, political science, psychology,
sosial ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. religion, and sociology, as well as
Pemerataan akses dan peningkatan mutu appropriate content from the humanities,
pendidikan akan membuat warga negara mathematics, and natural sciences. The
Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) primary purpose of social studies is to help
sehingga mendorong tegaknya pembangunan young people make informed and reasoned
manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan decisions for the public good as citizens of a
modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, culturally diverse, democratic society in an
sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No interdependent world.”
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Merujuk pada Permendiknas No 22 Tahun
Nasional. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran
Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan disebutkan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan
didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses berikut: (1) mengenal konsep-konsep yang
pembelajaran agar peserta didik secara aktif berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki lingkungannya; (2) memiliki kemampuan dasar
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, dalam kehidupan sosial; (3) memiliki komitmen
masyarakat, bangsa dan negara dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial kemanusiaan; dan (4) memiliki kemampuan
(PIPS) merupakan bagian integral dari sistem berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
pendidikan nasional. PIPS merupakan padanan dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat
dari social studies education dalam konteks lokal, nasional, dan global.
kurikulum di Amerika Serikat. Pada dasarnya Sejalan dengan pandangan Sumaatmadja
PIPS merupakan studi integratif dari ilmu-ilmu (2001: 20), bahwa mata pelajaran IPS bertujuan
sosial (sosiologi, ekonomi, sejarah, geografi, mengembangkan potensi peserta didik agar peka
antropologi, dan lain-lain), dan humaniora terhadap masalah sosial yang terjadi di
(agama, bahasa, dan lain-lain) yang diseder- masyarakat, memiliki sikap mental positif
hanakan dan ditujukan untuk kepentingan terhadap perbaikan segala ketimpangan yang
pendidikan. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah
dinyatakan oleh Somantri (2001:74), bahwa yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa
Pendidikan IPS adalah suatu penyederhanaan dirinya maupun yang menimpa kehidupan
disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan masyarakat. Sedangkan Sapriya (2009: 51),
disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah menyatakan bahwa Pendidikan IPS sangat
sosial terkait, yang diorganisasikan dan memperhatikan dimensi keterampilan di
JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 1, Edisi Juni 2014 30

samping pemahaman dalam dimensi penge- to make informed and reasoned decisions for
tahuan. Kecakapan mengolah dan menerapkan the public good as citizens of a culturally
informasi merupakan keterampilan yang sangat diverse, democratic society in an
penting untuk mempersiapkan siswa menjadi interdependent world.”
warga negara yang mampu berpartisipasi secara Agar tujuan-tujuan tersebut di atas dapat
cerdas dalam masyarakat demokrasi. tercapai, maka perlu dikembangkan sejumlah
Mutakin (1998), memberikan rumusan kemampuan yang dibelajarkan melalui mata
tujuan dari IPS secara lebih rinci, yang dapat pelajaran IPS. Merujuk pada Banks (1990:6),
diuraikan sebagai berikut: terdapat sejumlah kemampuan yang perlu
a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap dimiliki peserta didik melalui IPS yang
masyarakat atau lingkungannya, melalui meliputi: (a) pengetahuan, (b) keterampilan, (c)
pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan sikap dan nilai, dan (d) praktik warga negara.
kebudayaan masyarakat. Peserta didik perlu menguasai pengetahuan
b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan dalam upaya membuat keputusan reflektif dan
mampu menggunakan metode yang untuk berpartisipasi secara efektif dalam
diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang komunitas warganegara. Peserta didik perlu
kemudian dapat digunakan untuk memiliki keterampilan yang meliputi
memecahkan masalah-masalah sosial. keterampilan berpikir, keterampilan penelitian
c. Mampu menggunakan model-model dan ilmu sosial, keterampilan akademik dan
proses berpikir serta membuat keputusan keterampilan kelompok (group skills). Peserta
untuk menyelesaikan isu dan masalah yang didik sebagai warga negara juga perlu
berkembang di masyarakat. mengembangkan komitmen terhadap nilai-nilai
d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan demokratis dan kemanusiaan (democratic and
masalah-masalah sosial, serta mampu human values), seperti harkat martabat dan
membuat analisis yang kritis, selanjutnya kesederajatan manusia, dalam upaya untuk
mampu mengambil tindakan yang tepat. membuat keputusan reflektif dan untuk
e. Mampu mengembangkan berbagai potensi mengambil tindakan yang konsisten dengan
sehingga mampu membangun diri sendiri nilai-nilai idealis negara. Melalui IPS peserta
agar survive yang kemudian bertanggung didik juga perlu diberi kesempatan untuk
jawab membangun masyarakat. berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang
Lebih lanjut dijelaskan Maftuh (2010), akan mengembangkan pengetahuan yang lebih
bahwa jika kita mengkaji berbagai pendapat dari luas tentang kehidupan politik dan mengajarkan
para ahli IPS (social studies) dalam buku-buku keterampilan yang berguna dalam
klasik mereka, seperti Banks (1990:3), mempengaruhi lembaga-lembaga sosial dan
Jarolimek (1986:4), Michaelis (1988:2), Ross 17 warga negara.
(1997:6), Savage dan Armstrong (1987:6), dan Maftuh (2010), secara khusus menyoroti
Woolever & Scot (1988) tentang tujuan IPS beberapa keterampilan abad ke-21 di mana
(social studies), maka terdapat suatu pandangan Pendidikan IPS dapat memainkan peranan
yang sejalan bahwa tujuan utama IPS (social pentingnya, yakni pada kelompok keterampilan
studies) adalah untuk memajukan kemampuan sosial yang meliputi: keterampilan
warga negara untuk berpartisipasi dalam interpersonal, keterampilan bekerja sama
masyarakat demokratis. Dengan kata lain, IPS (kolaborasi) lintas jaringan, keterampilan
(social studies) ditujukan untuk mempersiapkan interaksi sosial dan lintas budaya, tanggung
peserta didik menjadi warga negara yang baik jawab personal dan sosial, komunikasi
yang memiliki pengetahuan, nilai, dan interaktif, literasi budaya, dan kesadaran global.
keterampilan yang diperlukan untuk berpartisi- Selain tentang keterampilan sosial, Maftuh
pasi secara aktif di masyarakat.National Council (2010), juga menyoroti tentang kaitan
for the Social Studies (1994:3) mempertegas Pendidikan IPS dengan masalah-masalah sosial
pula bahwa tujuan utama social studies adalah yang sering terjadi di Indonesia, dalam hal ini
untuk: “... help young people develop the ability tentang pendidikan resolusi konflik.
JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 1, Edisi Juni 2014 31

Menurutnya, pengembangan pendidikan 58), karakter memiliki banyak arti secara kamus
resolusi konflik di sekolah berkaitan dengan maupun bahasa sehari-hari. Arti pertama adalah
tanggung jawab sekolah dalam menyiapkan naturalistik; secara sederhana merupakan suatu
siswa menjadi warga negara yang demokratis bagian dari sifat manusia untuk membentuk
dan bertanggung jawab. Warga negara yang karakter, untuk mengembangkan diri.
demokratis dan bertanggung jawab mesti Sebagaimana wajar bagi manusia untuk tumbuh
mampu mengatasi dan menyelesaikan konflik secara fisik, maka wajar bagi manusia untuk
mereka sendiri dalam cara-cara yang demokratis membentuk diri dengan memperoleh sifat-sifat
dan konstruktif, bukan melalui tindakan yang dianggap layak dan berguna, yang
kekerasan. memberikan mereka alasan untuk bertindak.
Jika mencermati hakikat dan tujuan dari Arti kedua menekankan pada aspek etis; kita
Pendidikan IPS tersebut di atas, maka dapat menilai orang memiliki karakter baik atau buruk
dikatakan bahwa Pendidikan IPS sangat merujuk pada apakah kita berpikir mereka
berkaitan erat dengan pendidikan karakter. memiliki atau tidak memiliki sifat-sifat yang
Sebagaimana merujuk pada Zuchdi (2008: 5), membuat mereka hidup yang layak dipuji secara
bahwa pendidikan karakter dapat dimaknai etis dan/atau yang meningkatkan kehidupan
sebagai pendidikan nilai, pendidikan moral atau orang-orang di sekitar mereka. Arti ketiga lebih
pendidikan budi pekerti. Pemaknaan tersebut metafisik; karakter berfungsi untuk
memiliki arah dan tujuan yang sama dengan membedakan orang, memberikan kriteria
tujuan pendidikan IPS, yakni membangun identitas. Hal ini membuat setiap orang adalah
warga negara yang baik. Berkaitan dengan hal dirinya sendiri, bukan orang lain. Dua orang
tersebut, sudah sejak beberapa tahun terakhir bisa memiliki karakter yang mirip, tapi tidak
pemerintah sebenarnya telah menerapkan dapat memiliki karakter yang sama.
pendidikan yang berbasis pada pembentukan Kurikulum sebagai integrator sistem nilai,
karakter atau lebih dikenal dengan sebutan pengetahuan dan keterampilan, harus mampu
pendidikan karakter. membentuk karakter peserta didik seperti
Pendidikan karakter adalah pendidikan tercantum dalam tujuan pendidikan nasional itu
yang bukan hanya mengajarkan mana yang sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut,
benar dan salah. Lebih dari itu, pendidikan pendidikan karakter bertujuan mengembangkan
karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan- nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa
kebiasaan yang baik (habituation) sehingga yaitu Pancasila, yang meliputi mengembangkan
peserta didik mampu bersikap dan bertindak potensi peserta didik agar menjadi manusia
berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
kepribadiannya. Melalui pendidikan karakter, baik; membangun bangsa yang berkarakter
peserta didik menjadi paham (domain kognitif) Pancasila; mengembangkan potensi warga
tentang mana yang baik dan salah, mampu negara agar memiliki sikap percaya diri, bangga
merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan pada bangsa dan negaranya serta mencintai
biasa melakukannya (domain perilaku). Jadi, umat manusia. Pendidikan karakter berfungsi
pendidikan karakter terkait erat dengan “habit” membangun kehidupan kebangsaan yang
atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekan multikultural; membangun peradaban bangsa
atau dilakukan. Pendidikan karakter yang baik yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu
harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral berkontribusi terhadap pengembangan
knowing), perasaan yang baik atau loving good kehidupan umat manusia; mengembangkan
(moral feeling) dan perilaku yang baik (moral potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik,
action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan dan berperilaku baik serta keteladanan baik;
perilaku dan sikap hidup peserta didik membangun sikap warga negara yang cinta
(Balitbang Pusat Kurikulum dan Perbukuan, damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup
2011: 7). berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu
Konsep karakter sendiri memiliki banyak harmoni (Balitbang Pusat Kurikulum dan
pengertian. Merujuk pada McKinnon (1999: 57- Perbukuan, 2011: 8).
JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 1, Edisi Juni 2014 32

Selain itu, empat pilar kebangsaan, yakni 2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara kurikulum mengusahakan agar yang
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan
Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka fleksibel dalam pelaksanaannya,
Tunggal Ika memberikan landasan filosofis memungkinkan terjadinya penyesuaian-
serta berbagai prinsip dasar dalam penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
pembangunan pendidikan dan kebudayaan. tempat dan waktu yang selalu berkembang,
Landasan filosofis tersebut, menempatkan serta kemampuan dan latar bekang peserta
manusia Indonesia sebagai makhluk yang didik.
diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan 3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya
segala fitrahnya dengan tugas memimpin kesinambungandalam kurikulum, baik secara
kehidupan yang berharkat dan bermartabat serta vertikal, maupun secara horizontal.
menjadi manusia yang bermoral, jujur, berbudi Pengalaman-pengalaman belajar yang
luhur, berakhlak mulia, mempunyai karakter disediakan kurikulum harus memperhatikan
dan jati diri bangsa, serta menghargai kesinambungan, baik yang di dalam tingkat
keragaman budaya (Kementrian Pendidikan dan kelas, antar jenjang pendidikan, maupun
Kebudayaan, 2010: 4). antara jenjang pendidikan dengan jenis
Merujuk pada Kementrian Pendidikan dan pekerjaan.
Kebudayaan (2010:8), penyelenggaraan pen- 4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar
didikan dan kebudayaan didasarkan pada dalam pengembangan kurikulum dapat
beberapa paradigma universal yang perlu mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-
diperhatikan sebagai berikut: (a) pemberdayaan sumber lain yang ada secara optimal, cermat
manusia seutuhnya; (b) pengembangan konver- dan tepat sehingga hasilnya memadai.
gensi peradaban; (c) pembelajaran sepanjang 5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar
hayat berpusat pada peserta didik; (d) kegiatan pengembangan kurikulum mencapai
pendidikan untuk semua; (e) pendidikan untuk tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik
perkembangan, pengembangan, dan/atau pem- secara kualitas maupun kuantitas.
bangunan berkelanjutan (PuP3B); (f) pelestarian Merujuk pada Supriatna (2012: 115),
dan pengelolaan kebudayaan Indonesia. kurikulum yang seharusnya dijadikan acuan
Kurikulum sebagai panduan pelaksanaan dalam mengembangkan inovasi pembelajaran
kegiatan pembelajaran harus disusun sedemi- dan haruslah merupakan sebuah konsep
kian rupa, agar mendukung dan mengem- liberation yang wajib dimiliki setiap individu.
bangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan Kurikulum tersebut harus terbebas dari
siswa, harus mampu membentuk watak atau kepentingan-kepentingan dari pihak yang
karakter siswa. Setidaknya ada lima prinsip sedang berkuasa, atau disebut sebagai relasi
pengembangan kurikulum menurut Asep Herry kuasa. Kurikulum yang ada selama ini dianggap
Hernawan dkk (2002), seperti dikutip dalam sangat terbelenggu oleh relasi kuasa ini,
Sudrajat (2008), yaitu : sehingga tidak memberikan otonomi yang luas
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kepada guru dan sekolah untuk
kurikulum memiliki relevansi di antara mengembangkannya sesuai dengan konteks
komponen-komponen kurikulum (tujuan, daerah setempat. Hal tersebut terlihat dari
bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). sejumlah ketetapan, peraturan pemerintah atau
Sedangkan secara eksternal bahwa menteri yang “wajib diikuti” seperti adanya oleh
komponen-komponen tersebut memiliki guru dan sekolah.
relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan Jika kurikulum pendidikan di Indonesia
dan teknologi (relevansi epistomologis), sudah mampu terbebas dari relasi kuasa
tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi tersebut, boleh jadi mampu mewujudkan visi,
psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan misi dan strategi pembangunan pendidikan
perkembangan masyarakat (relevansi nasional yang telah ditetapkan. Merujuk pada
sosilogis). Permendiknas No.41 tahun 2007 tentang
JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 1, Edisi Juni 2014 33

Standar Proses, visi pendidikan nasional adalah Lebih jauh lagi, jika inovasi pendidikan
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata dan pembelajaran di Indonesia mampu
sosial yang kuat dan berwibawa untuk dijalankan dengan baik, maka tidak hanya
memberdayakan semua warga negara Indonesia sumber daya manusia yang beradab yang akan
berkembang menjadi manusia yang berkualitas terbentuk, melainkan juga akan tercapainya visi
sehingga mampu dan proaktif menjawab misi pendidikan dan kebudayaan. Merujuk pada
tantangan zaman yang selalu berubah. Renstra Kemdikbud 2010-2014 (2010: 37),
Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman dalam rangka mewujudkan cita-cita
latar belakang dan karakteristik peserta didik, mencerdaskan kehidupan bangsa dan sejalan
serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang dengan visi pendidikan dan kebudayaan,
bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata Kemdikbud mempunyai visi 2025 untuk
pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan
memenuhi standar. Proses pembelajaran pada Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna). Yang
setiap satuan pendidikan dasar dan menengah dimaksud dengan insan Indonesia cerdas adalah
harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, insan yang cerdas komprehensif, yaitu cerdas
menantang, dan memotivasi peserta didik untuk spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang intelektual, dan cerdas kinestetis. Lebih lengkap
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan temtang makna dari insan Indonesia yang cerdas
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik.

Tabel 1.Makna Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif


Makna Insan Indonesia Cerdas Makna Insan
Indonesia
Kompetitif
Cerdas • Beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk • Berkepribadian unggul
spiritual menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan gandrung akan
dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan keunggulan
kepribadian unggul. • Bersemangat juang
Cerdas • Beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk tinggi
emosional meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas akan • Jujur
dan sosial kehalusan dan keindahan seni, nilai-nilai budaya, serta • Mandiri
kompetensi untuk mengekspresikannya. • Pantang menyerah
• Beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang (a) • Pembangun dan
membina dan memupuk hubungan timbal balik; (b) pembina jejaring
demokratis; (c) empatik dan simpatik; (d) menjunjung • Bersahabat dengan
tinggi hak asasi manusia; (e) ceria dan percaya diri; (f) perubahan
menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan • Inovatif dan menjadi
bernegara; (g) berwawasan kebangsaan dengan agen perubahan
kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. • Produktif
Cerdas • Beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk • Sadar mutu
intelektual memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu • Berorientasi global
pengetahuan dan teknologi. • Pembelajaran
• Aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif, sepanjang hayat
inovatif, dan imajinatif. • Menjadi rahmat bagi
Cerdas • Beraktualisasi diri melalui olah raga untuk semesta alam
kinestetis mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdayatahan,
sigap, terampil, dan trengginas.
• Aktualisasi insan adiraga.
JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 1, Edisi Juni 2014 34

KESIMPULAN Maftuh, Bunyamin. (2010). Memperkuat Peran


Pendidikan IPS mengintegrasikan antara IPS dalam Membelajarkan Keterampilan
pendidikan dan kebudayaan, yakni keseluruhan Sosial dan Resolusi Konflik. Pidato
gagasan, perilaku, dan hasil karya manusia yang Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam
dikembangkan melalui proses pembelajaran. bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Integrasi tersebut dapat berfungsi sebagai Sosial Pada FPIPS UPI. 28 Pebruari 2010.
pedoman untuk kehidupan bermasyarakat, McKinnon, Christine. (1999). Character, Virtue
berbangsa, dan bernegara. Pada akhirnya, Theories and the Vices. Canada:
keseluruhan proses dan hasil interaksi sistemik Broadview Press.
dari pendidikan dan kebudayaan, baik lingkup Mutakin, Awan. (1998) Model Pembelajaran
lokal maupun global, yang terkait satu sama IPS. Jakarta : P3MTK-Ditjen Dikti.
lain, diharapkan akan mendorong ke arah NCSS. (1994). Curriculum Standards for Social
kemajuan peradaban bangsa. Studies. Washington DC :NCSS.
Pergeseran paradigma pembangunan pada Permendiknas no. 22 tahun 2006 tentang
abad ke-21 yang berbasis pada kekayaan Standar Isi Mata Pelajaran
peradaban, telah menuntut pula pada adanya Permendiknas No.41 tahun 2007 tentang
inovasi pendidikan dan pembelajaran di Standar Proses.
Indonesia, termasuk Pendidikan IPS. Hal Sapriya. (2009). Pendidikan IPS : Konsep dan
tersebut merupakan bentuk respon yang Pembelajaran. Bandung: Remaja
diperlukan untuk menciptakan sumber daya Rosadakarya.
manusia Indonesia yang beradab. yakni Somantri, Nu’man. (2001). Menggagas
berpendidikan (berpengetahuan dan Pembaharuan Pendidikan IPS. Dedi
berketerampilan) dan berbudaya (berkarakter Supriadi & Rohmat Mulyana (ed).
kuat). Jika pendidikan mampu membentuk Bandung : PPS-FPIPS UPI dan PT.
sumber daya manusia Indonesia yang beradab, Remaja Rosda Karya.
maka diharapkan proses pembangunan dapat Sudrajat, Akhmad. (2008). Prinsip
terlaksana sesuai dengan tujuan nasional. Pengembangan Kurikulum. Tersedia:
Keharusan inovasi dalam pendidikan dan http://akhmadsudrajat.wordpress.com/200
pembelajaran tersebut juga merupakan sebuah 8/01/31/prinsip-pengembangan
upaya untuk beradaptasi dengan perubahan yang kurikulum/ [6 Pebruari 2014].
terjadi pada abad ke-21. Sumaatmadja, Nursid. (2001). Metodologi
Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
DAFTAR PUSTAKA (IPS). Bandung: Alumni.
Balitbang Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Supriatna, Nana (2012). Pandangan
(2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Postmodernisme dalam Mengembangkan
Karakter. Jakarta : Kemdiknas Inovasi Pembelajaran IPS. Dalam Suryadi,
Banks, J.A. (1990). Teaching Strategies for the K., Malilah, E. (2012). (Editor). Inovasi
Social Studies: Inquiry, Valuing, and Pembelajaran IPS. Bandung : Rizqi Press.
Decision Making. New York: Longman. Tilaar. H.A.R., dan Ace Suryadi. (1994).
Brownhill, Robert, dan Smart, Patricia. (1989). Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu
Political Education. London: Routledge. Pengantar. Cet. II. Bandung: Remaja
Griffin, P., Care, E., & McGaw, B. (2012). The Rosda Karya.
Changing Role of Education and Schools. Trilling, Bernie. and Fadel, Charles. (2009).
Dalam Griffin, P., Care, E., & McGaw 21st Century Skills Learning for Life in
(2012). (Editor). Assessment and Teaching Our Times. San Francisco: Jossey-Bass.
of 21st Century Skills. New York : Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang
Springer. Sistem Pendidikan Nasional
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Zuchdi, D. (2008). Humanisasi Pendidikan:
(2010). Renstra Kemdikbud 2010-2014. Menemukan Kembali Pendidikan yang
Jakarta : Kemdikbud. Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara
JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 1, Edisi Juni 2014 27

Anda mungkin juga menyukai