PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
a. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur,
jenis, dan jenjang, satuan pendidikan
b. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan
konseling
c. Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling
3. Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan
a. Merancang program Bimbingan dan Konseling
b. Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang
komprehensif
c. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
d. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi,
kebutuhan, dan masalah konseli
4. Mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
c. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
d. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
e. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan -
konseling
f. Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi
3
sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini. d. Dalam menjalankan tugas-
tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin.
Untuk itu ia harus tampil menggunakan teknikteknik dan prosedur-prosedur
khusus yang dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah.
4
c. Riset
Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal
yang merugikan subyek. Dalam melaporkan hasil riset, identitas konseli
sebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya.
5
konseling dengan menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan
kepadanya.
d. Konselor harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya dengan
atasannya, sebaliknya, dia berhak pula mendapat perlindungan dari
lembaga itu dalam menjalankan profesinya.
e. Setiap konselor yang menjadi staf suatu lembaga harus mengetahui
program-program yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan dari
lembaga itu dari pihak lain.
f. Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya agar
tidak melanggar kode etik.
6
a. Pemahaman diri (Self-knowledge)
Self-knowledge ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan
baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia
melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan.
Konselor yang memiliki tingkat self-knowledge yang baik akan
menunjukkan sifat-sifat berikut :
1) Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Seperti :
(a) kebutuhan untuk sukses; (b) kebutuhan merasa penting, dihargai,
superior, dan kuat.
2) Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya.
Seperti: rasa marah, takut, bersalah, dan cinta.
3) Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemasdalam
konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan
diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut.
4) Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau
kelemahan (kekurangan) dirinya.
b. Kompeten (Competent)
Yang dimaksud kompeten disini adalah bahwa konselor itu
memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai
pribadi yang berguna.
c. Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik
dari kliennya. Hal ini penting karena kesehatan psikologis (psychological
health) konselor akan mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan
keterampilannya. Ketika konselor memahami bahwa kesehatan
psikologisnya baik dan dikembangkan melalui konseling, maka dia
membangun proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila
konselor tidak mendasarkan konseling tersebut kepada pengembangan
kesehatan psikologis, maka dia akan mengalami kebingungan dalam
menetapkan arah konseling yang ditempuhnya.
Konselor merupakan model dalam berperilaku, apakah dia
menyadari atau tidak. Setiap pertemuan konseling merupakan suatu
periode pengawasan yang begitu intensif terhadap tingkah lakuyang
adaptif. Ketika konselor kurang memiliki kesehatan psikologis, maka
7
perannya sebagai model berperilaku bagi klien menjadi tidak efektif,
bahkan dapat menimbulkan kecemasan bagi klien. Apabila itu terjadi,
maka konselor bukan berperan sebagai penolong dalam memecahkan
masalah, tetapi justru sebagai pemicu masalah klien.
d. Dapat Dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas ini bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau
penyebab kecemasan bagi klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya
sangat penting dalam konseling, karena beberapa alasan sebagai berikut :
1. Esensi tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan
masalah dirinya yang paling dalam.
2. Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi
konselor. Artinya klien percaya bahwa konselor mempunyai motivasi
untuk membantunya.
3. Apabila klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor,
maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya
sendiri.
e. Jujur (honesty)
Yang dimaksud jujur disini adalah bahwa konselor itu bersikap
transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting
dalam konseling, karena alasan-alasan berikut :
1. Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin
hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya di dalma
proses konseling. Kedekatan hubungan psikologis sangat penting
dalam konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang langsung
dan terbuka antara konselotr dengan klien.
2. Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik
secara objektif kepada klien.
f. Kekuatan (Strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam
konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa aman. Klien
memandang konselor sebagai orang yang (a) tabah dalam menghadapi
masalah, (b) dapat mendorong klien untuk mengatasi masalahnya dan, (c)
dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
8
g. Bersikap Hangat
Yang dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh
perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta
bantuan konselor, pada umumnya yang kurang mengalami kehangatan
dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap
ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien
ingin mendapat rasa hangat tersebutdan melakukan “sharing” dengan
konselor.
h. Actives Responsiveness
Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis,
tidak pasif. Melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan
perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien. Disini, konselor mengajukan
pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat,
memberikan informasi yang berguna, mengemukakan gagasan-gagasan
baru, berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan yang
tepat, dan membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.
i. Sabar (Patience)
Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat
membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar
konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien dari pada hasilnya.
Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku
yang tidak tergesa-gesa.
j. Kepekaan (Sensitivity)
Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya
dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung,
baik dari pada klien maupun dirinya sendiri.
Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada
umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya mereka hadapi.
Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah.Pada diri
mereka hanya nampak gejala-gelajanya (pseudo masalah), sementara yang
sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. Konselor yang
sensitif akan mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah yang
sebenarnya yang dihadapi klien.
9
k. Kesadaran Holistik (Holistic Awareness)
Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor
memahami klien secara utuh dan tidak mendekatiny secara serpihan.
Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai seorang ahli dalam
segala hal, disini menunjukkan bahwa konselor perlu memahami adanya
berbagai dimensi yang menimbulkan masalah kline dan memahami
bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang
lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi: fisik, intelektual, emosi, sosial,
seksual, dan moral spiritual.
Winkel (2004: 167), menyatakan bahwa konselor adalah seorang
tenaga profesional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan
tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan.
Dalam menjabat suatu profesi di tuntut untuk memenuhi persyaratan
tertentu. Oleh karena itu, seseorang harus memenuhi persyaratan tersebut.
Persyaratan konselor menurut Walgito (1986: 40) adalah sebagai
berikut :
a. Seorang pembimbing mempunyai pengetahuan cukup luas, baik dari
segi teori maupun segi praktik
b. Telah cukup dewasa secara psikologis, yaitu adanya kemantapan atau
kestabilan psikisnya, terutama dalam segi emosi
c. Sehat jasmani dan psikis
d. Mempunyai kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak
atau individu yang dihadapinya
e. Mempunyai inisiatif yang baik
f. Seorang pembimbing haruslah supel, ramah tamah, sopan santun
didalam segala perbuatannya, sehingga pembimbing dapat bekerja
sama dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan anak
didiknya
g. Mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip – prinsip serta
kode etik bimbingan dan konseling dengan sebaik – baiknya.
Menurut Walgito (1989: 29) fungsi konselor adalah membantu
kepala sekolah beserta staf di dalam menyelenggarakan kesejahteraan
sekolah. Sedangkan menurut Winkel (1997: 69), fungsi konselor adalah:
(a). fungsi pencegahan, dalam arti konselor mau menciptakan suasana
10
sedemikian rupa agar siswa tidak timbul berbagai masalah yang dapat
menghambat proses belajar dan mencapai perkembangan, (b). fungsi
adaptif, dalam arti bahwa konselor dapat membantu guru dan memberi
informasi tentang kondisi yang sesuai dengan kondisi siswa, (c). fungsi
penyalur, dalam arti bahwa konselor dapat membantu siswa dalam
penyaluran dan pengembangan bakat dan minat siswa, (d). fungsi
perbaikan, dalam arti konselor dapat membantu siswa dalam penyaluran
bakat dan pengembangan bakat dan minat siswa.
11
Dalam melaksanakan butir-butir kinerja tersebut seorang guru bimbingan konseling
harus dapat melibatkan seluruh warga sekolah. Keterlibatan warga sekolah akan
membuat kinerja guru bimbingan konseling akan semakin efektif dan efisien.
Dukungan dari kepala sekolah dan wakil kepala sekolah sangat dibutuhkan dalam
melaksanakan program bimbingan konseling. Tentunya dalam melaksanakan
berbagai kinerja tersebut dibutuhkan keahlian, kemahiran, keterampilan, serta
kecakapan dari guru bimbingan konseling.
Winkel (1991) menyatakan bahwa ”guru bimbingan dan koseling adalah
tenaga profesional yang mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan
(fulltime guidance counselor)”. Pekerjaan sebagai seorang guru bimbingan dan
konseling tidak mudah dan ringan, sebab siswa yang dihadapai di sekolah berbeda-
beda, masingmasing siswa mempunyai keunikan atau kekhasan baik dalam aspek
tingkah laku, kepribadian maupun sikap-sikapnya. Sukardi (2008) menyatakan
bahwa “guru bimbingan dan konseling harus memenuhi persyaratan tertentu,
diantaranya persyaratan formal (pendidikan), kepribadian, dan sifat dan sikap”.
Persyaratan formal yaitu persyaratan yang berhubungan dengan pendidikan,
pengalaman, kecocokan pribadi. Persyaratan pendidikan yang harus dipenuhi oleh
seorang guru bimbingan dan konseling adalah secara umum, guru bimbingan dan
konseling serendah-rendahnya harus memiliki ijazah sarjana muda dari suatu
pendidikan yang sah dan memenuhi syarat untuk menjadi guru (memiliki sertifikat
mengajar) dalam jenjang pendidikan. Secara profesional, guru bimbingan dan
konseling telah mencapai tingkat pendidikan sarjana bimbingan dan konseling.
Seorang guru bimbingan dan konseling hendaknya memiliki pengalaman mengajar
dan melaksanakan praktek konseling selama dua tahun.
Gunawan (2001) menyatakan prinsip-prinsip umum yang dapat dipegang
dalam menghadapi bermacam-macam siswa yaitu: (1). Guru bimbingan dan
konseling harus membentuk hubungan baik dengan siswa. (2). Guru bimbingan dan
konseling harus memberikan kebebasan kepada siswa untuk berbicara dan
mengekspresikan dirinya. (3). Guru bimbingan dan konseling tidak memberikan
kritik kepada siswa dalam suatu proses konseling. (4). Guru bimbingan dan
konseling sebaiknya tidak menyanggah siswa, karena sanggahan dapat
mengakibatkan rusaknya hubungan kepercayaan antara guru bimbingan dan
konseling dan siswa. (5). Guru bimbingan dan konseling sebaiknya melayani siswa
12
sebagai pendengar yang penuh perhatian dan penuh pengertian dan guru bimbingan
dan konseling diharapkan tidak bersikap atau bertindak otoriter. (6). Guru bimbingan
dan konseling harus dapat mengerti perasaan dan kebutuhan siswa. (7). Guru
bimbingan dan konseling harus dapat menanggapi pembicaraan siswa dalam
hubungannya dengan latar belakang kehidupan pribadinya dan pengalaman-
pengalamannya pada masa lalu. (8). Guru bimbingan dan konseling sebaiknya
memperhatikan setiap perbedaan pernyataan siswa, khususnya mengenai nilai-nilai
dan nada perasaan siswa (9). Guru bimbingan dan konseling harus memperhatikan
apa yang diharapkan oleh siswa dan apa yang dikatakan oleh siswa, tetapi siswa
tidak dapat mengatakannya. (10). Guru bimbingan dan konseling sebaiknya
berbicara dan bertanya pada saat yang tepat. (11). Guru bimbingan dan konseling
harus memiliki sikap dasar acceptance (menerima) terhadap siswa.
2.3 Kegiatan Profesional Dosen Bimbingan dan Konseling
Rasio Pembimbing dengan Mahasiswa untuk memungkinkan mahasiswa
menerima dan dosen member layanan serta bimbingan dengan baik, khususnya
dalam bimbingan akademik pada tingkat jurusan, rasio Dosen Pembimbing
Akademik dengan mahasiswa maksimal 1:20.
Adapun rasio anggota tim BK (konselor) dengan mahasiswa disesuaikan
denggan jumlah tenaga yang ada serta permasalahan yang dihadapi. Tugas serta
Kewajiban Tim Bimbingan dan Konseling serta Dosen Pembimbing Akademik
a. Tim BK Universitas : 1) Mengoordinasi dan mengembangkan kegiatan BK
bersama pimpinan universitas dan fakultas. 2) Mengembangkan kebijakan yang
berkaitan dengan BK. 3) Mengoordinasi kegiatan BK dalam memeberikan
layanan kepada masyarakat luas. 4) Melayani kasus-kasus yang dirujuk oleh tim
BK fakultas.
b. Tim BK Fakultas 1) Mengoordinasi dan mengembangkan kegiatan BK bersama
pimpinan fakultas bagi penyempurnann layanan BK di jurusan. 2) Menangani
kasus-kasus yang relative berat yang dirujukkan oleh tim DPA/tim BK
universitas/jurusan. 3) Memberikan rujukan penanganan kepada pihak-pihak
yang berwenang.
c. Konselor Jurusan 1) Bersama ketua jurusan mengembangkan dan
menyempurnakan layanan BK dijurusan. 2) Mengoordinasi DPA dalam
pelaksanaan layanan BK. 3) Menangani kasus-kasus khusus. 4) Memberikan
13
rurjukan penanganan kepada tim BK fakultas. 5) Melaksanakan program
layanan BK.
d. Dosen Pembimbing Akademik 1) Menyusun program dan jadwal layanan
bimbingan akademik (studi) bagi mahasiswa. 2) Menetapkan jadwal kerja bagi
layanan individual mahasiswa. 3) Memberikan pertimbangan dan persetujuan
pengambilan kontrak kredit semester. 4) Memberikan informasi tentang
peraturan dan ketentuan akademik. 5) Membantu mahasiswa mengembangkan
diri dan menyelesaikan masalah-masalah atau kesulitan akademik. 6)
Memberikan bimbingan studi. 7) Memberikan rujukan penanganan kepada ahli
BK/tim BK jurusan/fakultas/universitas. 8) Membuat laporan kegiatan
bimbingan akademik kepada ketua jurusan.
Bimbingan akademik merupakan layanan utama dari bimbingan mahasiswa.
Berbagai faktor yang bersifat non akademis yang menjadi permasalahn mahasiswa
juga akan berpengaruh terhadap kegiatan akademis mereka. Bimbingan akademis
dapat difokuskan ke dalam upaya membantu mahasiswa dalam hal-hal berikut ini :
a. Penentuan program studi tiap semester.
Mahasiswa belum menghayati betul kegunaan ketentuan jumlah SKS
yang boleh diambil dalam menentukan kontrak kredit. Mengingat penentuan
kontrak kredit itu merupakan bagian terpadu dan berkelanjutan dari keseluran
program studi yang hendak ditempunya, maka mahaswiswa tidak cukup sekedar
mengetahui nama-nama mata kuliah yang harus mereka tempuh. Mereka perlu
dibantu dalam memahami hal-hal sebagai berikut :
1) Hakikat, tujuan dan misi program/ pilihan mata kuliah yang dipilihnya
dalam kaitannya dengan keseluruhan program studi yang dimasukinya.
2) Struktur, isi dan mekanisme pelaksanaan kurikurum program studi yang
dipilihnya beserta persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat mengikuti
program studi yang hendak ditempuhnya.
3) Hakikat, isi dan fungsi setiap mata kuliah yang membangun kurikulum
program studi yang dipilihnya beserta kaitannya dengan mata kuliah lain
dalam pembentukan kemampuan profesionalnya.
4) Prosedur formal dan tidak formal yang seyogyanya ditempuh untuk
kelancaran penentuan dan perencanaan program studi yang dipilihnya.
5) Personalia secara fungsional dapat membantu melancarkan proses penentuan
dan perancangan program studi.
14
b. Penyelesaian studi dalam setiap mata kuliah
Dalam menempuh mata kuliah, mahasiswa sering menghadapi masalah dan
kesulitan dalam menyelesaikan tugastugas, memilih metode dan sumber belajar,
meningkatkan kemampuan dan motif-motif belajar, serta menyesuaikan diri
terhadap tuntutan lain yang terkait dengan mata kuliah yang diikutinya. Dalam
hal seperti itu, mahasiswa hendaknya mendapat bimbingan untuk
mengembangkan kesiapan dan kemampuan sebagai berikut :
1) Mengikuti kuliah dalam bentuk tatp muka secara penuh sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2) Membuat laporan bahasan topic, bab, atau buku yang relevan dengan mata
kuliah.
3) Menyusun makalah, menyusun laporan survey, observasi, atau praktikum
dari mata kuliah terkait. Melaksanakan tugas-tugas kerja, praktik lapangan,
dan lain-lain.
c. Dorongan penyelesaian tugas akhir : Meningkatkan dan membangkitkan
motivasi dalam penyusunan tugas akhir. Merencanakan dan mengatur waktu
untuk menyelesaikan tugas akhir.
d. Penyelesaian praktik lapangan (PL) 1) Menumbuhkan motif dan kesiapan diri
untuk terjun dan tampil sebagai tenaga professional dalam bidangnya. 2)
Menumbuhkan kesiapan dan kemampuan mandiri dalam penyelesaian tugas-
tugas profesionalnya.
e. Bimbingan Pengembangan Sikap dan Tanggung Jawab Profesional
a) Menumbuhkan kesiapan diri untuk menjadi tenaga profesional.
b) Mengembangkan wawasan bidang profesinya melalui berbagai kegiatan -
akademis.
f. Bimbingan Penyesuaian Sosial dan Pribadi
a) Penyesuain terhadap suasana kehidupan perguruan tinggi.
b) Pembinaan dan pemeliharaan motif, serta gairah untuk belajar secara kreatif -
dan produktif.
c) Menghindarkan dan menyelesaikan konflik, baik dengan teman, dosen, -
maupun anggota keluarga.
d) Penyesuaian diri terhadap lingkungan tempat tinggal.
e) Penyelesaian konflik antara keinginan studi dan pemenuhan tugas pekerjaan -
dan keluarga.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konselor maupun guru bimbingan konseling menguasai
kompetensi profesional sesuai dengan profesinya jelas berpengaruh
terhadap siswa sebagai pengguna jasa layanan merupakan sasaran dan
tolok ukur keberhasilan layanan konseling oleh guru bimbingan dan
konseling tersebut. Menjadi seperti apa siswa itu adalah sebagai hasil
kinerja guru bimbingan dan konseling. Kinerja guru bimbingan dan
konseling ini menumbuhkan kepercayaan masyarakat, sehingga profesi
guru bimbingan dan konseling semakin diakui dan dimanfaatkan
keberadaannya. Kompetensi yang dikandung dalam kinerja itu perlu
dibakukan, dicapai sesuai harapan tiap guru bimbingan dan konseling
yang memiliki komitmen profesional.
Bimbingan dan konseling di perguruan tinggi merupakan usaha
membantu mahasiswa untuk mengembangkan dirinya dan mengatasi
problemproblem akademik serta problema sosial pribadi yang
berpengaruh terhadap perkembangan akademik mereka. Bimbingan
tersebut meliputi layanan bimbingan akademik yang diberikan oleh
dosen-dosen bimbingan pada tingkat jurusan/program, dan bimbingan
sosial-pribadi yang diberikan oleh tim bimbingan dan konseling pada
tingkat jurusan/program studi, fakultas, dan universitas.
16
DAFTAR PUSTAKA
17