Anda di halaman 1dari 5

Analisis Faktor Eksternal Belajar pada Film Legally Blonde

Resume Film:
Film Legally Blonde mengisahkan seorang gadis bernama Elle Woods yang mengalami
diskriminasi karena rambutnya yang berwarna blonde. Hal ini terjadi karena di Amerika Serikat
terdapat stereotype dimana gadis-gadis yang berambut blonde dikatakan cenderung bodoh dan
hanya memikirkan penampilan saja, atau mereka biasa dijuluki dumb-blonde. Namun, Elle tidak
menghiraukan pendapat dan cercaan dari orang-orang yang meremehkannya. Ia tetap fokus pada
tujuannya menjadi siswa di Harvard Law School, walaupun motivasi intrinsiknya adalah
untuk mendapatkan kembali pacarnya. Saat berhasil diterima disana, Elle tetap
diremehkan oleh mantan pacarnya, dosennya, dan teman-temannya di Harvard Law
School, namun hal ini malah memacu Elle untuk membuktikan bahwa ia bisa hingga
akhirnya ia berhasil lulus dari Harvard Law School dengan gelar cum laude,
bahkan berkesempatan untuk memberikan pidato kehormatan di hari wisudanya.
Analisis Faktor Eksternal:
1.      Keluarga
Orang tua memegang peranan penting dalam mendukung dan menstimulasi prestasi
akademis dan kepribadian anak-anak selama di sekolah (Epstein, 2009, dalam Santrock, 2011).
Baumrind (1971, 1996, dalam Santrock, 2011) membagi pola asuh orang tua pada 4 jenis, yaitu:
authoritarian parenting, authoritative parenting, neglectful parenting, dan indulgent parenting.
Pada karakter Elle, terlihat pola asuh yang diterapkan orang tuanya cenderung pada jenis
authoritative parenting. Authoritative parenting adalah pola asuh yang diterapkan orang tua
kepada anaknya dengan mendorong anaknya untuk menjadi mandiri. Namun, masih ada kontrol
terhadap perilaku anak. Anak-anak yang diasuh dengan jenis tersebut sering berperilaku dalam
sosialnya secara kompeten, menunjukkan self-esteem yang tinggi, memiliki self-reliant, delay
gratification, dan dapat bersosialisasi dengan baik terhadap peer-nya (Santrock, 2011). Ciri-ciri
anak yang diasuh pada pola asuh tersebut nampak pada karakter Elle yang mampu bersosialisasi
dengan orang-orang yang ditemuinya; ia mudah bergaul/supel terhadap peer-nya di Sorority,
orang-orang di salon, dan teman-temannya di Harvard Law School. Selain itu, Elle menunjukkan
self-esteem yang tinggi. Misalnya, saat ia ingin sekolah di Harvard Law School. Ia tekun belajar
dan yakin bahwa dirinya mampu untuk masuk ke sekolah impiannya tersebut. Setelah ia masuk
ke sekolah impiannya, ia juga menunjukkan bahwa dirinya dapat bersaing dengan teman-teman
lainnya di dalam kelas dan ingin membuktikan bahwa meskipun dirinya blonde, ia tidak bodoh
seperti yang dikira oleh orang-orang.
Keberhasilan dalam authoritative parenting terhadap prestasi anak turut disampaikan
oleh Kordi & Baharudin (2010). Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa, pola asuh
jenis autoritatif banyak berpengaruh terhadap pencapaian tingkat prestasi belajar yang tinggi
pada para remaja. Pada film Legally Blonde, Elle nampak menunjukkan prestasi yang tinggi. Hal
tersebut dibuktikan pada saat ia mampu menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan dosen saat
di kelas Harvard Law School, selain itu ia masuk ke dalam salah satu mahasiswa yang masuk ke
dalam Criminal Law Internship Awards, dan ia mampu memenangkan kasus persidangan client-
nya di pengadilan. Walaupun pada awalnya orang tua Elle ragu-ragu terhadap pernyataan Elle
yang ingin masuk ke Harvard Law School, namun setelah Elle dapat berhasil masuk ke sekolah
impiannya dan saat wisuda, nampak pada ekspresi wajah kedua orang tuanya yang senang dan
bangga terhadap prestasi Elle.

2.   Peers
Menurut Santrock (2011), status individu dalam peer dibagi menjadi lima kategori.
Kategori pertama adalah popular children, yaitu anak-anak yang diterima secara luas dan disukai
oleh teman-temannya. Kategori kedua adalah average children, yaitu anak-anak yang secara
umum  diterima oleh teman-temannya. Berikutnya adalah neglected children, yaitu anak-anak
yang cenderung diabaikan. Kategori lain adalah controversial children yang pada satu sisi sangat
disukai sebagian temannya dan di sisi lain juga tidak disukai oleh teman-temannya yang lain.
Sementara itu, kategori terakhir adalah rejected children yaitu anak-anak yang cenderung ditolak
dan dijauhi oleh teman-temannya.
Pada awal film Legally Blonde, Elle Woods termasuk dalam kategori popular children.
Elle digambarkan sebagai individu yang memiliki banyak teman dekat, yang terutama
dikarenakan Elle dan teman-temannya memiliki minat yang sama yaitu dunia fashion. Di
kalangan teman-temannya, ia merupakan seseorang yang memiliki status tinggi dan sangat
disukai. Hal ini ditunjang oleh status Elle sebagai presiden perkumpulan Delta Nu,
penampilannya yang modis, serta gaya hidupnya yang mewah.
Hal sebaliknya terjadi saat Elle mulai memasuki lingkungan Harvard Law School. Dalam
lingkungan barunya ini, penampilan dan gaya hidup Elle menjadikan dirinya ditolak oleh teman-
temannya. Perilakunya yang oleh mahasiswa lain dianggap tidak sesuai dengan lingkungan
Harvard menyebabkan statusnya jatuh dalam kategori rejected children. Hal ini menyebabkan
kehidupan sosialnya sangat berubah, dimana ia tidak memiliki teman dan ditolak untuk
bergabung dalam kegiatan-kegiatan akademis mahasiswa lain karena mendapat label sebagai
seseorang yang hanya mengandalkan penampilan. Dalam salah satu adegan di film tersebut,
status Elle yang berubah secara signifikan tersebut menyebabkan ia merasa sedih dan depresi,
salah satu akibat umum dari peer rejection. Akan tetapi, hal tersebut berubah saat Elle mulai
termotivasi untuk berhasil dalam bidang akademis, dimana prestasi yang diraihnya membuktikan
bahwa ia mampu melawan stereotipe sebagai dumb-blonde. Pada akhirnya, keberhasilan Elle
tersebut menjadikan dirinya dapat diterima dalam lingkungan sosial Harvard.

3. Masyarakat dan Budaya


Dari sisi budaya, pada film ini ditampilkan budaya Amerika yang individualisme, yaitu
sekumpulan nilai dimana tujuan perseorangan menjadi lebih diprioritaskan dibanding tujuan
kelompok (Santrock, 2011). Hal ini ditunjukkan saat Elle memutuskan untuk mengikuti
keinginan pribadinya masuk Harvard Law School tanpa menghiraukan pendapat teman-teman
dekatnya di Asrama Delta Nu dan orang tuanya, dalam belajar Elle juga tidak begitu
mempedulikan bahwa ia tidak diterima untuk masuk kedalam grup belajar karena ia merasa ia
mampu untuk belajar sendiri. Kelebihan dari gaya belajar dari budaya individualisme adalah
siswa bisa lebih kreatif, sedangkan kelemahannya adalah siswa menjadi kurang dapat bekerja
sama dalam team dan tidak mau konformitas. Pada film ini, diperlihatkan salah satu hal positif
dari budaya indidualisme adalah saat Elle dijauhi teman-temannya dan tidak diikutksertakan
dalam belajar kelompok, ia tetap dapat belajar sendiri untuk dapat mengikuti pelajaran kuliah.
Contohnya dengan membuat catatan kuliah sendiri, dan belajar sendiri di perpustakaan.
Selain, itu pada film ini juga diperlihatkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi cara
belajar dimana pada awalnya Elle masih menggunakan cara mencatat dengan menuliskannya di
buku, sementara teman-teman lainnya sudah menggunakan laptop, sehingga ia juga berpindah
menggunakan laptop untuk mencatat dan sebagai sarana belajar. Kelebihannya adalah laptop
memudahkan siswa untuk ber-multi-tasking. Contohnya siswa bisa mencatat, atau mengerjakan
tugas, sembari mencari bahan di Internet.
Selanjutnya, dari faktor status sosial ekonomi, Elle termasuk dalam kalangan sosial
ekonomi atas karena orangtuanya kaya. Akibatnya, Elle tidak pernah diceritakan mengalami
kesulitan dalam hal keuangan, ia dapat masuk Harvad Law School tanpa masalah biaya, fasilitas
belajarnya lengkap dan saat ia butuh sesuatu ia bisa langsung membelinya, misalnya saat ia tahu
ia membutuhkan laptop ia segera membelinya, serta ia memiliki mobil yang bisa ia pergunakan
untuk refreshing ke manicure & pedicure salon, saat mengalami masalah dalam kuliah. Hal ini
menunjukan status sosial ekonomi memiliki impilikasi penting bagi pendidikan di Amerika
Serikat (Santrock, 2011) dimana dengan status sosial ekonomi yang tinggi anak bisa melanjutkan
sekolah sampai ke jenjang perguruan tinggi dengan baik karena ia mampu membeli sarana
penunjang belajarnya.
Saat berkuliah di Harvard Law School, pada awalnya Elle mendapatkan perlakuan
diskriminasi karena penampilannya yang tidak seperti siswa Harvard pada umumnya yang
biasanya bercirikan penampilan nerd atau preppy, sedangkan Elle sendiri adalah orang yang
berpakaian dengan trend terbaru yang gaya seperti Barbie. Ia diasosiasikan dengan stereotype
dumb-blonde dimana, gadis berambut blonde dianggap tidak cerdas dan hanya memikirkan
penampilannya saja. Hal ini bisa dikatakan sebagai prasangka yaitu, membuat sikap negative
terhadap seseorang karena keikutsertaan individu dalam sebuah grup (Santrock, 2011) yang
dalam hal ini adalah grup orang berambut pirang.
Daftar Pustaka
Hanushek, E. A., Kain, J. F., Markman, J. M., & Rivkin, S. G. (2003). Does peer ability affect
student achievement. Journal of Applied Econometrics, 18, 527-544.
Kordi, Abdorreza., Baharudin, Rozumah., (2010). Parenting attitude and style and its effect on
children’s school achievements. International Journal of Psychological Studies, 2, 217-
222.

Kindermann, T. A. (2007). Effects of naturally existing peer groups on changes in academic


engagement in a cohort of sixth graders. Child Development, 78(4), 1186-1203.
McEwan, P. J. (2003). Peer effect on student achievement: Evidence from Chile. Economics of
Education Review, 22, 131-141.
Santrock, J.W. (2011). Educational psychology 5th ed. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai