Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PEMBUATAN DENDENG SAPI KERING

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Praktik Ilmu Teknologi Pangan

Pengampu : Dr. Hj. Wiwit Estuti, STP, M.Si

Disusun oleh :

1. Ayu Kemaladewi (P2.06.31.2.19.008)


2. Difa Almira (P2.06.31.2.19.013)
3. Kiannisa Zahra Tania (P2.06.31.2.19.021)
4. Putri Indah Sari (P2.06.31.2.19.030)
5. Shoffati Nur Izzati (P2.06.31.2.19.037)

Tingkat II

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA WILAYAH CIREBON
PROGRAM STUDI DIII GIZI CIREBON

Jalan K.S. Tubun Nomor 52, Kota Cirebon

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat
dan rahmat-Nya, khususnya bagi penulis yang telah mampu menyelesaikan laporan praktik
mikrobiologi pangan yang berjudul “Laporan Pembuatan Tapai Singkong”.

 Penulis mengharapkan, lewat laporan ini, pembaca dapat mengetahui cara pembuatan.

        Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Teknologi Pangan dari Ibu

saya mohon maaf apabila dalam penyusunan laporan banyak sekali kekurangan-
kekurangannya, dan saya sangat berbesar hati dan berlapang dada sekali apabila Bapak/Ibu
Dosen, teman-teman serta para pembaca untuk memberikan saran dan kritiknya.

Cirebon, 13 Juni 2020

Penulis

DAFTAR ISI

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging merupakan produk peternakan yang mengandung protein yang diperlukan tubuh.
Protein dalam daging tidak dapat digantikan dengan protein lainnya. Daging tentulah disukai
semua orang dan menjadi hidangan ekslusif ketika dihidangkan di meja.

Tingginya tingkat konsumsi produk olahan peternakan (terutama daging) merupakan


suatu peluang usaha tersendiri untuk dikembangkan. Bergesernya pola konsumsi masyarakat
dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan, terutama daging, dari mengkonsumsi
daging segar menjadi produk olahan siap santap mendorong untuk dikembangkannya
teknologi dalam hal pengolahan daging. Banyak cara yang dikembangkan untuk
meningkatkan nilai guna dan daya simpan dari dari daging segar seperti diolah menjadi sosis,
dendeng, kornet dan abon.

Dendeng merupakan salah satu cara pengawetan daging secara tradisional yang sudah
banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dendeng diolah dengan menambahkan bumbu
berupa rempah-rempah dan dikeringkan baik menggunakan bantuan sinar matahari ataupun
dengan oven. Dendeng biasanya disajikan dengan cara digoreng dan biasanya ditambahkan
bumbu lainnya untuk meningkatkan citarasa dari dendeng tersebut.  Dengan demikian,
dendeng dapat dibedakan dengan produk tradisional daging semi basah lain, seperti
pemmican, biltong, dan jerky. Dendeng merupakan hasil industri rumah tangga yang diterima
luas oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Produk sejenis dendeng juga dihasilkan
dinegara – negara lain di Asia. Prinsip pembuatan dendeng adalah substitusi air dari bahan dengan
bumbu pengawet, untuk memperpanjang daya tahan sebagian air harus dihilangkan misalnya dengan
pengeringan bahan pada pembuatan dendeng.

Dengan demikian prinsip pembuatan olahan dendeng ini adalah merupakan salah satu
cara untuk memperpanjang daya simpan dan menambah nilai jual dari poduk tersebut.
Sehingga hal ini sangat penting diketahui bagi kita terutama seorang praktikan jurusan
perikanan sebagai seorang akademisi dan merupakan ranah bidang ilmu pengetahuan kita.

Adapun tujuan dalam praktikum ini ialah mengetahui dendeng ikan nila perlakuan terbaik
dengan perbedaan konsentrasi yang berbeda.

1.2    Rumusan Masalah

1. Bagaimanaa langkah-langkah pembuatan dendeng sapi kering?

1
2. Bagaimana proses pengolahan dendeng dengan pengeringan ?

1.3    Tujuan Praktikum

1. Untuk mengetahui langkah- langkah pembuatan dendeng sapi kering.


2. Untuk mengetahui proses pengelohan dendeng dengan pengeringan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian


besar air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya dengan menggunakan energi panas
(Winarno et al., 1994). Prisip pengeringan yaitu mengurangi kadar air bahan sehingga
aktivitas mikroorganisme menurun. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih
awet dengan volume menjadi lebih kecil, berat bahan berkurang. Kerugian yang terjadi yaitu
perubahan sifat fisik dan kimia dari suatu produk. Teknik-teknik pengawetan dengan
pengeringan menyangkut: 1) Pembatasan aktivitas air dengan pengeringan; 2) Penggunaan
garam dan gula untuk mengendalikan kegiatan air lebih lanjut dan berfungsi sebagai
penghambat selektif terhadap kegiatan enzim dan mikroorganisme; 3) Penggunaan bumbu-
bumbu untuk membatasi perkembangan selanjutnya dari mikroorganisme dan untuk
memberikan rasa yang khas. Pengeringan juga berperan dalam menciptakan tekstur dan
kekenyalan yang khas pada dendeng.

Gaman dan Sherington (1992) menambahkan bahwa hal yang penting dalam
pengeringan adalah suhu yang digunakan hendaknya jangan terlalu tinggi, karena akan
menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada pangan. Demikian juga
panas yang berlebihan dapat menyebabkan case hardening, yaitu suatu keadaan dibagian
luiar (permukaan) pangan menjadi keriput dan keras, sedangkan air terperangkap didalamnya
(bagian dalam masih basah). Cara mencegah case hardening adalah dengan membuat suhu
pengeringan tidak terlalu tinggi atau proses pengeringan awal tidak terlalu cepat. Pengeringan
dapat dilakukan dengan mengunakan suatu alat pengering (artificial drier) atau dengan
penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan dengan menggunakan energi langsung dari sinar
matahari. Pengeringan buatan mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat
diatur sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dengan tepat dan kebersihan dapat
diawasi dengan sebaik-baiknya.
2.2  Dendeng
Dendeng merupakan salah satu bentuk hasil olahan pengawetan daging secara
tradisional dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu. Menurut SNI
01-2908-1992 (Badan Standarisasi Nasioanal, 1992), dendeng merupakan produk makanan

2
berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi
bumbu dan dikeringkan. Dendeng memiliki cita rasa yang khas, yaitu manis agak asam dan
warna yang gelap akibat kadar gulanya yang cukup tinggi. Kombinasi gula, garam, dan
bumbu-bumbu menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996). Dendeng dapat
dikategorikan sebagai bahan pangan semi basah karena dendeng memiliki kadar air yang
berada dalam kisaran kadar air bahan pangan semi basah, yaitu 25%. Bahan pangan semi
basah merupakan campuran suatu bahan pangan ang pada umumnya ditambah dengan bahan
pengikat air yang dapat menurunkan daya ikat air produk, sehngga pertumbuhan
mikroorganisme terhambat (Purnomo, 1996). Bahan pangan semi basah memiliki aktivitas air
antar 0,6 sampai 0,91 (Salguero et al, 1994). Purnomo (1996) mengemukakan, ditinjau dari
cara pembuatanya, dendeng dikelompokan menjadi dendeng iris (slicer) dan giling.
Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan dendeng alah daging, gula merah (30%),
garam (5%), ketumbar (2%),  bawang putih (2%), sendawa (0,2%), lengkuas (1%), dan jinten
(1%) (Hadiwiyoto, 1994). Selama pembuatan dan pengeringan akan terjadi pula
pembentukan komponen-komponen citarasa, yang akan menambah rasa dan aroma dendeng
menjadi lebih sedap.

2.3 Daging Sapi
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk
jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan lain-lain. Soeparno
(1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan
jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan
bagi yang memakannya. Dengan didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam
(jeroan) dan produk olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian
sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan
otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah
sama otot dengan daging.

2.4  Prinsip Dasar Pembuatan Dendeng

Prinsip Dasar Pembuatan Dendeng Daging Sapi merupakan suatu produk pangan hasil
pengolahan dari daging sapi yg diolah secara tradisional. Proses pengolahan daging sapi
menjadi dendeng meliputi proses pelunakan daging, kyuring dan pengeringan. Masing-
masing proses penting untuk diperhatikan karena dapat berpengaruh pada hasil akhir. Hal-hal
yg perlu diperhatikan adalah :

 Proses pelunakan daging: Meliputi proses pengirisan daging tipis-tipis karena kalau
pengirisan terlalu tebal akan menghasilkan dendeng yg kurang lunak atau keras
sehingga sulit utk dikonsumsi. Sering daging yg telah dipotong ditumbuk/digepuk
dengan tujuan mematahkan serat-serat daging supaya menjadi lunak.
 Proses kyuring: Kyuring merupakan proses perendaman daging yg telah diiris dan
ditumbuk. Sebagai bahan untuk kyuring adalah campuran antara garam dan gula
merah/putih serta garam sendawa(jika ada) dengan formulasi umum garam
(NaCl)sebanyak 1 sendok makan dan gula merah sebanyak 3 lempeng uk.besar),

3
masing-masing untuk 1 kg bahan/daging sapi. Bahan-bahan tersebut dilarutkan
dengan air secukupnya dan dilakukan proses kyuring selama 1-6 jam. Semakin lama
proses kyuring hasilnya akan semakin baik karena bumbu2 akan lebih meresap ke
dalam daging. Setelah diangkat, sebelum dikeringkan sering sekali diberi bumbu2
berupa lada atau jenis-jenis “spices “ yg lain dengan tujuan untuk meningkatkan cita
rasa dendeng.
 Pengeringan: Setelah daging di kyuring kemudian dikeringkan pd sinar matahari
langsung. Pada proses penjemuran daging perlu dibalik-balik agar keringnya merata.
Apabila suhu/cuaca tidak memungkinkan utk proses pengeringan maka dapat
digunakan oven Penambahan garam berfungsi sebagai pengawet karena dalam jumlah
yang cukup, garam dapat menyebabkan autolysis dan pembusukan serta plasmolisis
pada mikroba. Garam meresap kedalam jaringan daging sampai tercepai
keseimbangan tekanan osmosis antara bagian dalam dan luar daging (Soeparno,
1994). Selain sebagai penghambat bakteri, garam juga dapat merangsang cita dan
penambahan rasa enak pada produk.

Penambahan gula merah berfungsi untuk memodifikasi rasa, memperbaiki aroma,


warna dan tekstur produk (Bailey, 1998). Selain itu, gula merah juga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Kadar gula yang tinggi, yaitu pada konsentrasi 30 sampai 40% akan
menyebabkan air dalam sel bakteri, ragi, dan kapang akan keluar menembus membrane dan
mengalir ke larutan gula, yang disebut osmosis dan mentebabkan sel mikroba mengalami
plasmolisis dan pertumbuhannya akan terhambat (Winarno et al, 1994).

Bawang putih memiliki aroma yang kuat dan tajam, tetapi hampir tidak berbau jika
belum dimemarkan dan dipotong-potong (Farrell, 1990). Bawang ptuih dapat digunakan
sebagai bahan pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat
aktif alicin yang sangat efektif terhadap bakteri, selain itu bawang putih
mengandung scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan
(Palungkun dan Budhiarti, 1995).

Bawang merah digunakan untuk bahan bumbu dapur dan sebagai penyedap rasa
dalam masakan. Selain itu bawang merah juga dapat digunakan sebagai obat tradisional
karena memiliki efek antiseptik dari senyawa ailin. Senyawa tersebut diubah menjadai asam
piruvat, ammonia, dan alicin antimikroba yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

Ketumbar adalah rempah-rempah kering berbentuk bualat dan berwaarna kuning


kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat membangkitkan kesan
sedap di mulut (Farrell, 1990). Ketumbar memiliki aroma rempah-rempah dan terasa pedas.
Minyak dari biji ketumbar terutama mengandung d-linalol, stironelol, bermacam-macam
ester, keton, dan aldehida (Syukur dan Hernani, 2002).

Lengkuas memiliki dua warna, yaitu putih dan merah, dan dua ukuran, yaitu kecil dan
besar. Lengkuas mengandung beberapa minyak atsiri, diantaranya kamfer, galang, galangol,

4
philandren, dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut menghasilkan aroma yang
khas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

 Waktu : Sabtu, 26 September 2020 sd 2020


 Tempat : Rumah Mahasiswa

3.2 Alat dan Bahan


Alat

5
Panci Kompor Timbangan

Tampah Sendok Pisau

Cobek dan Ulekan Wadah Mangkuk

Bahan

6
Daging Sapi Segar 250 Gula Merah Bawang Putih Bubuk
gram

Lada Bubuk Ketumbar Bubuk Garam

Lengkuas

3.3 Prosedur Kerja

7
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

2. Bersihkan daging sapi yang akan dipakai untuk pembuatan dendeng. Selanjutnya
kemudian diiris tipis-tipis. Irisan dapat dibuat dalam berbagai ukuran secara slice
dengan menggunakan slicer dengan ketebalan 3 mm. Upayakan irisan tidak terlalu
tebal agar dendeng tdk terlalu keras dan dapat kering secara merata.

3. Campur semua bumbu yang telah dihaluskan dengan daging kemudian masukan air
asam jawa. Gunakan sendok dan mangkuk/panci/baskom dari bahan steinless atau
plastik utk mencampur, lalu icip rasa bumbu jika ada yg kurang ditambahkan lagi.

8
4. Diamkan daging dalam campuran bumbu 2 sampai 6 jam (lebih lama waktu
perendaman akan lebih baik hasilnya) lalu tutup wadah yg digunakan utk merendam
daging dengan tutup panci atau daun pisang.

5. Jemur daging hasil perendaman dengan menggunakan wadah


nyiru/baki/bamboo/bahan seng . Daging yang dijemur di balik setiap 30 menit agar
semua permukaan kering secara merata.

6. Angkat dendeng setelah kering dan dinginkan lalu kemas atau dikonsumsi denganara
di goreng dll.

9
7. Siapkan bahan kemasan lalu masukan dendeng ke dalam kemasan. Tutup bahan
kemasan dengan menggunakan hecter/isolasi, selaer dll tergantung kemasan yang
digunakan

3.4 Diagram Alir Pembuatan Dendeng Sapi

Persiapan

Mencuci dan mengiris daging

Membuat bumbu

10
Mencampur bumbu

Merendam daging

Menjemur dendeng

Mengemas

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Dendeng

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil yang tertera pada tabel 2.1.
sebagai berikut.

Tabel komposisi pembuatan dendeng

No Parameter Berat Presentase


1. Daging Sapi 250 gram
2. Gula Merah 40 gram
3. Bawang Putih 5 gram
4. Lada Bubuk 2,5 gram
5. Ketumbar Bubuk 12,5 gram
6. Asam Jawa 2,5 gram
7. Lengkuas 2,5 gram
Total 315 gram

Dendeng merupakan salah satu bentuk hasil olahan pengawetan daging secara
tradisional dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu. Menurut SNI
01-2908-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992), dendeng merupakan produk makanan
berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi
bumbu dan dikeringkan. Dendeng dapat dikatagorikan sebagai bahan pangan setengah basah
(Intermediate Moisture Meat/IMM), dengan kandungan air 20 sampai 25 %, Aw
0,6 sampai 0,9. Bahan pangan semi basah  merupakan makanan yang tidak perlu disimpan
pada suhu dingin, stabil pada suhu kamar, perkembangan mikrobia terhambat (Purnomo,
1996).

            Proses kyuring adalah cara memproses daging dengan menambahkan beberapa


bahan seperti gula, garam, bumbu-bumbu, dan garam-garam nitrat dan nitrit. Kombinasi gula,
garam, dan bumbu-bumbu menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996).
Praktikum pembuatan dendeng menggunakan komposisi daging sapi segar 125 gram.
Bumbu-bumbu yang ditambahkan adalah garam 2,5 gram (2%), lengkuas 1,25 gram (1%),
bawang putih 1,25 gram (1%), gula merah 31,25 gram (25%), asam Jawa 1,25 gram (1%) dan
ketumbar 6,25 gram (5%). Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan dendeng
menurut Hadiwiyoto (1994) adalah gula 30%, garam 5%, ketumbar 2%, bawang putih 2%,

12
sendawa 0.2%, lengkuas 1%, jinten 1%. Perbedaan komposisi bahan pada gula, garam,
ketumbar, bawang putih yang digunakan dalam praktikum dengan literatur. Menurut
Jimenez-Colmenero et al. (2010), perbedaan metode produksi dendeng dapat menyebabkan
perbedaan komposisi dendeng.

Penambahan garam berfungsi sebagai pengawet karena dalam jumlah yang cukup,
garam dapat menyebabkan autolisis dan pembusukan serta plasmolisis pada mikroba
(Soeparno, 1994). Garam berinteraksi dengan protein daging selama pemanasan, sehingga
protein membentuk massa yang kuat, dapat menahan air, dan membentuk tekstur yang baik.
Selain itu, garam memberi cita rasa asin pada produk, serta bersama-sama senyawa fosfat,
berperan dalam meningkatkan daya menahan air dan meningkatkan kelarutan protein serabut
daging. Garam juga bersifat bakteriostatik dan bakteriosidal, sehingga mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan mikroba pembusuk lainnya (Potter, 1996).

Gula merah berfungsi untuk memodifikasi rasa, memperbaiki aroma, warna, dan
tekstur produk (Bailey, 1998). Gula merah juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Kadar gula yang tinggi, yaitu konsentrasi 30 sampai 40% akan menyebabkan air dalam sel
bakteri akan keluar menembus dinding sel dan mengalir ke larutan gula. Osmosis dan
mentebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan pertumbuhannya akan terhambat
(Winarno, et al., 1994).

Bawang putih memiliki aroma kuat dan tajam, tetapi hampir tidak berbau jika tidak
dimemarkandan dipotong-potong (Farreli, 1990). Bawang putih dapat digunakan sebagai
bahan pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif alisin
yang sangat efektif terhadap bakteri. Selain itu bawang putih mengandung skordinin, yaitu
senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995).

Ketumbar adalah rempah-rempah kering yang berbentuk bulat dan berwarna kuning
kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum dan dapat membangkitkan kesan
sedap di mulut (Farreli, 1990). Ketumbar memiliki aroma rempah-rempah dan terasa pedas.
Minyak dari biji ketumbar mengandung d-linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton,
dan didehida (Rismunandar, 1998). Lengkuas mengandung beberapa minyak atsiri, diantara
kamfer, galang, galangol, philandren, dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut
menghasilkan arioma yang khas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Uji Sensoris Produk Dendeng

Berdasarkan pengujian sendoris yang dilakukan pada produk dendeng hasil praktikum
diperoleh hasil yang terlihat pada tabel sebagai berikut.

13
No Parameter Hasil Kontrol
1. Warna Kuning Kecoklatan
2. Rasa Enak
3. Tekstur Renyah
4. Keempukan Keras
5. Daya Terima Suka

Berdasarkan tabel  di atas, diketahui bahwa warna dendeng sampel cokelat kehitaman
sedaangkan warna kontrol kuning kecokelatan. Warna dendeng yang cokelat kehitaman
terjadi karena adanya reaksi Maillard, grup karbonil dari gula reduksi bereaksi dengan grup
amino dari protein daging dan asam amino secara non-enzimatis (Soeparno, 2009).  Selain
itu, warna gelap dapat disebabkan dari gula merah yang digunakan (Saloko, 2000) serta
terjadi pada suhu pengeringan yang tinggi (Nathakaranakule et al., 2007).  Rasa dendeng
sampel kurang manis bila dibandingkan dengan dendeng kontrol. Hal tersebut disebabkan
gula merah yang diberikan hanya 25%. Menurut Prayitno et al. (2012), rasa merupakan
karakteristik sensoris yang berkaitan dengan indera perasa. Formulasi bahan penyedap yang
berbeda akan menghasilkan rasa produk daging proses yang berbeda. Tekstur dendeng
sampel lebih lunak dibandingkan dengan dendeng kontrol. Tekstur daging olahan sangat
dipengaruhi oleh macam daging yang digunakan, metode pengolahan dan bahan-bahan lain
yang ditambahkan (Soeparno, 2009).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa pembuatan dendeng meliputi
pengirisan daging, pembuatan bumbu, pencampuran bumbu dengan daging, perendaman,
pengeringan, dan pengemasan atau pengolahan. Uji sensoris yang dilakukan pada produk
dendeng meliputi warna, rasa, tekstur, keempukan dan daya terima. Warna dendeng sampel
cokelat kehitaman. Rasa dendeng sampel kurang manis dibandingkan dengan dendeng
kontrol. Tekstur dendeng sampel lebih lunak dibandingkan dendeng kontrol. Dendeng  yang
dibuat dapat diterima dengan baik oleh para panelis yang dikarenakan rasa, aroma, warna
sesuai dengan preperensi dari para panelis.

5.2 Saran

14
DAFTAR PUSTAKA

 Bailey, M.E. 1998. Maillard Reaction and Meat Flavour Development. Dalam: F.
Shahidi (Ed), Flavour or Meat Product and Seafood Second Edition. Blackie
Academic and Profesional. New York.
 Farreli. K. T. 1990. Spices, Condiment, and Seasoning Second Edition. Van Nostrand
Rein Hold. New York.
 Gaman, P. M. Dan K. B. Sherington. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan
Nutrisi dan Mikrobiologi. Terjemahan : M. Gardjito, S. Naruki, A. Murdiati dan
Sardjono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
 Hadiwiyoto, S. 1994. Studi Pengolahan Dendeng dengan Oven Pengering Rumah
Tangga. Buletin Peternakan. 18:119-126.
 Jimenez-Colmenero, F., J. Ventanas and F. Toldra. 2010. Nutritional compotition of
dry-cured ham and its role in a healthy diet. Meat Sci. 84 (4): 585-593
 Muchtadi, T.R, dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk
Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
 Nathakaranakule, A., W. Kraiwanichkul and S. Soponronnarit. 2007. Comparative
study of different combined superhcated-steam drying techniques for chicken meat. J.
Food Engine. 80 (4): 1023-1030.
 Palungkun, R. dan Budhiarti. 1995. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar Swadaya.
Jakarta.

15
 Potter, N. 1996, Food Science. Published by Van Nostrand Reinhold Co. New York.
 Prayitno, Agus Hadi, Dwi Puspa Adie Saputra, Antariya Kurniati, Herni Widyasturi,
Raras Rahayu. 2012. Pengaruh Metode Pembuatan Dan Pengeringan Yang Berbeda
Terhadap Karaktersitik Fisik, Kimia Dan Sensoris Dendeng Daging Kelinci. Buletin
Peternakan Vol 26 (2): 113-121.
 Purnomo,  dan Adiono. 1990. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
 Purnomo, H. 1996. Dasar-dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT Grasindo.
Jakarta.
 Rismunandar. 1998. Rempah-rempah: Komoditi Ekspor Indonesia. Penerbit Sinar
Baru. Bandung.
 Saloko, M. 2000. Penentuan Kandungan Gula pada Dendeng Sapi Selama
Penyimpanan dengan metode HPLC sistem fase terbalik. Seminar Nasional Industri
Pangan. 3: 434-443
 SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1992. SNI 01- 2908-1992, Dendeng Sapi. BSN,
Jakarta.

 Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
 Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Ke-5. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta

 Winarno, F.G, S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1994. Pengantar Teknologi Pangan. PT


Gramedia. Jakarta.Winarno, F.G, S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1994. Pengantar
Teknologi Pangan. PT Gramedia. Jakarta

LAMPIRAN FOTO

16

Anda mungkin juga menyukai