Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN PASIEN DAN KESELAMATAN KESEHATAN

KERJA DALAM KEPERAWATAN (KPK3)

Oleh :

Kelompok II

1. Diana Nur Hidayati


2. Intan Ayu Agustin
3. Lena
4. Nurul Kamili
5. Rini Nur Palita

PRODI PROFESI NERS

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

TAHUN AJAR 2019/2020

SURAKARTA
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata ajar kuliah
keperawatan pasien keselamatan kesehatan kerja dalam keperawatan.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Surakarta, 3 Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
COVER........................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 4
1.1 Latar Belakang....................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................... 5
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 6


2.1 Budaya Perawat dalam Lingkup Kerja Perawat dalam
Peningkatan Keselamatan Pasien........................................... 6
2.1.1 Pengertian Keselamatan Pasien..................................... 6
2.1.2 Tujuan Keselamatan Pasien.......................................... 6
2.1.3 Model Manajemen Kesehatan...................................... 7
2.1.4 Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit............... 7
2.1.5 Budaya Keselamatan.................................................... 9
2.1.6 Model Budaya Keselamatan Pasien............................. 10
2.1.7 Solusi Keselamatan Pasien........................................... 10
2.1.8 Peningkatan Keselamatan Pasien dan Menciptakan
Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit............... 11

2.2 Penyebab Terjadinya Adverse Event Terkait Prosedur


Invasif.................................................................................... 12

BAB 3 SKENARIO KASUS................................................................... 1


BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 1
4.1 Kesimpulan............................................................................ 1
4.2 Saran...................................................................................... 1

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 1

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Budaya keselamatan pasien merupakan hal yang mendasar di dalam
pelaksanaan keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus sepenuhnya
menjamin penerapan keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada pasien (Fleming & Wentzel, 2008). Hal tersebut dikarenakan
berfokus pada budaya keselamatan akan menghasilkan penerapan keselamatan
pasien yang lebih baik dibandingkan hanya berfokus pada keselamatan pasien
saja (El-Jardali dkk, 2011).
Penerapan keselamatan pasien diharapkan dapat memungkinkan perawat
mencegah terjadinya kesalahan kepada pasien saat pemberian pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa aman dan
nyaman pasien yang dirawat di rumah sakit (Armellino dkk, 2010). Pencegahan
kesalahan yang akan terjadi tersebut juga dapat menurunkan biaya yang
dikeluarkan pasien akibat perpanjangan masa rawat yang mungkin terjadi
(Kaufman & McCughan, 2013).
Survei yang dilakukan pada rumah sakit pendidikan Kairo Mesir
didapatkan bahwa dimensi yang paling dominan terhadap peningkatan budaya
keselamatan pasien adalah pembelajaran organisasi atau perbaikan terus-
menerus sebanyak 78,2% (Aboul-Fotouh dkk, 2012). Pengukuran pada rumah
sakit di Michigan didapatkan data bahwa dimensi dominan adalah dimensi kerja
sama tim di dalam unit sebanyak 59,9% (McGuire et al, 2013). Penelitian yang
dilakukan pada rumah sakit di Swedia didapatkan bahwa dimensi yang tertinggi
adalah komunikasi terbuka yaitu 67,8% (Goras dkk, 2013).
Pelaporan data tentang Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Kejadian
Nyaris Cidera (KNC) belum banyak dilakukan. Data tentang KTD dan KNC di
Indonesia masih sulit ditemukan untuk dipublikasikan. Namun diperkirakan
dampak kerugian akibat KTD dan KNC terebut cukup besar. Dampak dari KTD
dapat berupa cacat ringan, sedang hingga berat, bahkan dapat berakibat fatal dan
kematian. Upaya yang telah dilakukan di Indonesia antara lain penerapan

4
pedoman yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan PERMENKES No.
1691/MENKES/PE/VIII/ 2011 tentang keselamatan pasien.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana budaya dalam lingkup kerja perawat dalam peningkatan
keselamatan pasien?
1.2.2 Apa penyebab terjadinya adverse event terkait prosedur invasif?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Untuk mengetahui adanya budaya dalam lingkup kerja perawat dalam
peningkatan keselamatan pasien
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya adverse event terkait prosedur
invasif

1.4 MANFAAT PENULISAN


Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya
semua rekan sejawat keperawatan.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Perawat dalam Lingkup Kerja Perawat dalam Peningkatan


Keselamatan Pasien
2.1.1 Pengertian Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem yang dibuat oleh
rumah sakit untuk membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
resiko dan mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691
Bab 1 Pasal 1, 2011).
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPKPRS) PERSI
mendefinisikan KTD/ adverse event merupakan suatu kejadian nyaris cidera/
KNC merupakan suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil yang dapat menciderai
pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi yang disebabkan karena
keberuntungan pencegahan atau peringanan (Departemen Kesehatan RI,
2008).

2.1.2 Tujuan Keselamatan Pasien


Tujuan penanganan keselamatan pasien menurut Joint Commission
Internasional dalam standar Akreditasi Rumah Sakit (2011) adalah ketepatan
identifikasi pasien, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan
keamanan dari obat yang perlu diwaspadai, memastikan benar tepat lokasi,
tepat prosedur tepat pasien operasi, mengurangi resiko infeksi dengan
pelayanan kesehatan dan mengurangi resiko pasien jatuh.
Rekomendasi dari Institute of Medicine (IOM) berupa empat rangkaian
pendekatan dalam mencapai keselamatan pasien diantaranya :
1. Meningkatkan kemampuan leadership, penelitian, protokol untuk
meningkatkan pengetahuan dasar tentang safety.

6
2. Identifikasi dan belajar dari kesalahan yang terjadi dengan
mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan pada setiap kejadian
yang ada.
3. Meningkatkan standar kerja dan standar harapan untuk meningkatkan
keselamatan melalui pembelajaran dari kesalahan.
4. Mengimplementasikan sistem keselamatan pada organisasi untuk
menjamin praktik yang aman pada setiap tingkat pelayanan.

2.1.3 Model Manajemen Kesehatan


Model manajemen kesalamatan adalah asumsi organisasi tentang cara
keamanan yang harus dikelola dan ditingkatkan. Badan Nasional
Keselamatan Pasien mengidentifikasikan tujuh langkah untuk keselamatan
pasien (NPSA, 2004) :
1. Membangun budaya keselamatan melakukan audit untuk menilai budaya
keselamatan.
2. Memimpin dan mendukung tim memandang pentingnya keselamatan
pasien dan menerapkannya dalam usaha nyata.
3. Mengintegrasi aktivitas menejmen resiko secara teratur meninjau arsip
pasien.
4. Meningkatkan pelaporan berbagai insidden keselamatan pasien.
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien dan masyarakat mencnari
tahu pandangan pasien, mendorong umpan balik dengan survei pasien.
6. Belajar dan berbagi pelajaran keselamatan mengadakan pertemuan rutin
kejadian yang signifikan.
7. Mengimplementasikan solusi untuk mencegah kerusakan, memastikan
bahwa tindakan yang telah disetujui didokumentasikan,
diimplementasikan dan review, dan disetujui siapa yang herus
bertanggung jawab.

2.1.4 Sasaran Keselamatan Pasien di Ruman Sakit


Sasaran keselamatan pasien di rumah sakit sebagai syarat untuk
diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi
Rumah Sakit. Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong

7
peningkatan spesifik dalam keselamatan pasien. Ada enam sasaran
keselamatan pasien di rumah sakit :
1. Ketepatan identifikasi, kesalahan karena salah pasien sebenarnya terjadi
pada semua aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat
mengarahkan kesalahan dalam mengidentifikasi pasien adalah pasien
yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi atau tidak
sadar sepenuhnya, mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi dalam
rumah sakit, mungkin mengalami disabilitas sensori atau akibat situasi
lain.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif, komunikasi efektif yang tepat
waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami oleh penerima akan
mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat secara eletronik, lisan atau tertulis.
Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah
yang diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telepon.
Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali
hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit
pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan cito.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, apabila obat-obatan
adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan
manajemen yang benar penting utnuk memastikan keselamatan pasien.
Obat-obatan yang perlu diwaspadai adalah obat yang presentasinya tinggi
dalam menyebabkan terjadinya kesalahan, obat yang beresiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan, demikian pula obat-obatan
yang tampak mirip atau penyebutannya mirip.
4. Kepastian lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, salah lokasi atau
salah prosedur maupun salah pasien operasi adalah kejadian yang
mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah. Misalnya, tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi

8
operasi. Di samping itu assessment pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang rekam medis yang tidak adekuat.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan, pencegahan dan
pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam kebanyakan
tatanan pelayanan kesehatan dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Infeksi
umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih terkait kateter, infeksi aliran darah dan pneumonia.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh, program ini memonitor baik
konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap
langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi resiko jatuh.
Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat pembatasan asupan
cairan bisa menyebabkan cidera, sirkulasi yang terganggu. Program
tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

2.1.5 Budaya Keselamatan


Budaya keselamatan adalah hasil akhir dari sikap, nilai, persepsi,
kompetensi dan pola kebiasaan yang memberi gambaran komitmen, gaya dan
keandalan manajemen suatu organisasi. Untuk mencapai keselamatan pasien,
dibutuhkan komunikasi terbuka, kerja tim dan dukungan lingkungan yang
merupakan karakter dari budaya kelompok. Peningkatan keselamatan pasien
juga memerlukan perubahan organisasi, inovasi dan keberanian mengambil
resiko yang merupakan elemen dari budaya berkembang (Singer et al, 2009).
Sebaliknya meskipun budaya hirarki dan budaya rasional berfokus pada
hasil yang membantu dalam pemeriksaan kesalahan dan prosedur
keselamatan lainnya, ada elemen yang tidak sesuai dengan tujuan positif
keselamatan pasien. Di samping itu budaya hirarki menghambat komunikasi
dan keterbukaan untuk menunjang perubahan. Budaya rasional yang
menitikberatkan pada hasil dan pencapaian dapat membawa organisasi untuk
fokus kepada produksi dan efisiensi sebagai unsur keselamatan. (Singer et al,
2009).

9
2.1.6 Model Budaya Keselamatan Pasien
Model DISC (Design for Integrated Safety Culture) menjelaskan unsur-
unsur dari suatu organisasi yang memiliki potensi baik keselamatan pasien.
Menurut model DISC, organisasi memiliki potensi yang baik untuk
keselamatan ketika memenuhi kriteria sebagai berikut dalam kegiatan
organisasi :
1. Keselamatan adalah nilai utama dalam organisasi dalam mengambil
keputusan dan kegiatan sehari-hari.
2. Keselamatan ini dipahami sebagai fenomena yang kompleks dan
sistemik.
3. Bahaya dan persyaratan tugas dipahami secara menyeluruh.
4. Organisasi sadar dalam praktik pelayanan kesehatannya.
5. Tanggung jawab akan fungsi yang aman dari seluruh sistem.
6. Kegiatan diselenggarakan secara teratur.
Model DISC ini berfokus pada pentingnya pengetahuan dan pemahaman
tentang keselamatan dan fungsi dari model DISC ini adalah organisasi
tertentu diperlukan untuk mengembangkan taraf keselamatan yang tinggi
dalam suatu organisasi termasuk manajemen bahaya, praktik menejemen
kompetensi, proaktif mengembangkan keselamatan, dan praktek kerja
menejemen kondisi. Budaya keselamatan mempengaruhi keselamatan pasien
dengan memotivasi pegawai dalam memilih kebiasaan yang meningkatkan
dibandingkan yang menurunkan keselamatan pasien (Nieva and Sorra, 2003).
Langkah pertama menuju keselamatan pasien adalah membangun budaya
keselamatan pasien (Singer at el, 2003).

2.1.7 Solusi Keselamatan Pasien


Terdapat tiga jenis kesalahan medis yang hampir 60% kecelakaan
keselamatan klien, yaitu pasca operasi, luka dekubitus, dan kegagalan
diagnosis dan terapi yang tidak tepat waktu. Kesalahan pengobatan dapat
terjadi kapan saja pada proses administrasi pengobatan, baik selama instruksi,
pembuatan resep, pengambilan dan pemberian obat. Sebagian besar kesalahan
medis terjadi saat instruksi dan pemberian pengobatan (Agency for Health
Care Research and Quality atau AHRQ, 2006). World Health Organization

10
atau WHO dan JTC bekerja sama merumuskan sembilan solusi keselamatan
pasien untuk menyelamatkan jiwa pasien yaitu :
1. Memperhatikan nama obat, rupa dan ucapain mirip (look-alike, sound-
alike, and medications names).
2. Memastikan identifikasi pasien.
3. Berkomunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien.
4. Memastikan tindakan yang benar dan letak anggota tubuh yang benar
saat dilakukan terapi.
5. Mengendalikan cairan elektrolit pelat (concentrated).
6. Memastikan kebenaran pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
7. Menghindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).
8. Menggunakan alat injeksi sekali pakai.
9. Meningkatkan kesebersihan tangan untuk pencegahan infeksi
nosokomial.

2.1.8 Peningkatan Keselamatan Pasien dan Menciptakan Budaya Keselamatan


Pasien di Rumah Sakit
Menurut Hasting G, 2006 ada delapan langkah yang bisa dilakukan
untuk mengembangkan budaya Patient Safety :
1. Put the focus back on safety, setiap staf yang bekerja di rumah sakit pasti
ingin memberikan pelayanan yang terbaik dan teraman untuk pasien.
Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf
merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas
strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya.
2. Think small and make the right thing easy to do, memberikan pelayanan
kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-
langkah yang kompleks. Tetapi dengan membuat langkah-langkah yang
lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting, belajar dari pengalaman meskipun itu sesuatu
yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety
dan manajer rumah sakit harus membuat budaya yang mendorong
pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama

11
pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan
pasien juga.
4. Make date capture a priority, dibutuhkan sistem pencatatan data yang
lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari
waktu ke waktu.
5. Use systems-wide approache, keselamatan pasien bukan tanggung jawab
individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung
yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi
jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh ke dalam
sistem yang berlaku di rumah sakit, maka peningkatan yang terjadi hanya
bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge, staf juga membutuhkan motivasi dan
dukungan unutk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan
implementasi program. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan
kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam
kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah
lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety effors, keterlibatan pasien dalam pengembangan
patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif.
Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang.
8. Develop top- class patients safety leaders, prioritas keselamatan pasien,
pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi,
mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan
melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang
bisa tercapai dalam sekejap. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim
yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk
tercapainya tujuan pengembangan budaya patients safety.

2.2 Penyebab Terjadinya Adverse Event Terkait Prosedur Invasif

12
BAB 3
SKENARIO KASUS

3. 1. Skenario kasus I
Jakarta- akhir Januari setahhun lalu, seorang wartawan lepas bernama EW
meninggal dunia karena penyakit malaria taka da yang salah dengan penanganan
dokter yang dilakukan terhadapnya. Sayangnya, tim dokter Cempaka Putih yang
menanganinya mengaku penanganan medis yang dilakukan mereka tidak optimal
lantaran si pasien terlambat dibawa ke RS tersebut. Keterlambatan itu sendiri
disebabkan, sebelumnya almarhum di bawa ke RS Haji Pondok Gede yang salah
mendiagnosa penyakit pasien tersebut. Penyakit malaria yang dideritanya
didagnosa sebagai penyakit tifus yang otomatis ditangani dengan standar medis
untuk penderita penyakit tifus.
Malang tak dapat dihindari akibat dari salah penanganan tersebut. Namun,
sang istri yang juga seorang wartawati di situs berita detik.com merelakan
kepergian si sauami. Meski, diyakini apa yang dialami oleh pasangan hidupnya itu
adalah malpraktek dalam dunia kedokteran.
3. 2. Skenario kasus II
Anda (Ns Y) seorang perawat disutau ruang penyakit dalam dan bertanggung
jawab merawat 6 pasien. Saat anda memberiakn suntikan pada Tn A, pasien anda
yang lain (Tn D) ingin ke kamar mandi dan langsung bangun dari tempat tidur.
Karena belum stabil, Tn D jatuh dari tempat tidur.
Melihat hal itu, anda lengah dan tangan anda tertusuk jarum suntuk saat
menyuntik Tn A. bagaimana pendata saudara tentang peristiwa yang dialami Ns.Y
? strategi apa yang harus saudara perhatikan untuk mencegah hal tersebut ?

SOLUSI KASUS
Kejadian – kejadian diatas termasuk kejadian yang tidak diinginkan / KTD, yang
seharusnya bisa dihindari apabila benar – benar memperhatikan tujuh elemen patient
safety, serta menerapkan Sembilan solusi Life Saving Keselamatan Pasien di Rumah
sakit dengan banar. Pada kasus diatas beberapa dari sembilan solusi Life – Saving
Keselamatan pasien di Rumah Sakit yang bisa diterapkan adalah :

13
1. Memastikan identifikasi pasien
2. Berkomunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien

BAB 4
KESIMPULAN SARAN

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

14
DAFTAR PUSTAKA

Aboul- Fotouh, A., M., Ismail, N, A., EzElarab, H. S, & Wasif, G. O. (2012).
Assessment of patient safety culture among care providers at a teaching hospital in
Cairo Egypt. Eastern Mediterranean Health Journal, 18(4), 372-377.
Armellino, D., Griffin, M. T. Q., & Fitzpatrick, J.J. (2010). Structural empowerment
and patient safety culture among registered nurses working in adult critical care

15
units. (article). Journal Of Nursing Management, 18(7), 796-803 doi:
101111/j.1365 -2834.2010.01130.x.
Depkes RI. (2008). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.
El – Jardali, F Dimassi, H., Jamal, D. Jaafar, M., & Hemadeh, N (2011). Predictors and
outcomes of patient safety culture in hospital. BMC Health Service Research, 11,
45 – 45, doi: 10.1186/1472-6963-11-45.
Fleming, M., & Wentzell, N. (2008). Patient safet culture improvement tool :
Development and guidelines for use. Healthcare Quarterly, 11, 10 – 15. Doi:
10.12927/hcq.2013.19604.
Goras, C., Wallentin, F, Y., Nilsson, U., & Ehrenberg, A. (2013). Swedish translation
and psychometric testing of the safety attitudes questionnaire (operating room
version). BMC Health Service Research, 13, 104-104, doi: 10.1186/1472-6963-
13- 104.
Kaufman, G., & McCaughan, D. (2013). The effect of organizational culture on patient
safety. Nursing Standart, 27(43), 50 – 56.
KKP – RS. (2008). Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IK). Jakarta.
KKP-RS.
McGuire, M. J., Noronha, G., Samal, L., Yeh, H.-C., Croccetti, S., & Kravet, S. (2013).
Patient safety perceptions of primary care providers after implementations of an
alectronic medical record system. Journal Of General Internal Medicine, 28(2),
184 – 192, doi:10.1007/s11606-012-2153-y.
Menteri Kesehatan Repbulik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011. Jakarta. 2011.
National Patient Safety Agency (NPSA). (2004). Seven step to patient safety : the full
refrence guide. London : national Patient Safety Agency

16

Anda mungkin juga menyukai