Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KOLABORASI DALAM PENDIDIKAN INKLUSI DAN KERJA SAMA

ORANG TUA DAN KELUARGA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu :

Galuh Kartika Dewi, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Chelsy Pujianti Alwi (1886206010)


2. Ikhlisa Affandea (1886206028)
3. Intan Habibah (1886206029)
4. Nur Kholisyah (1886206044)
5. Rizka Noorzain Lathief (18842004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


STKIP PGRI SIDOARJO
2020

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, dengan Rahmat,
Taufiq, dan hidayah-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan makalah kolaborasi dalam
pendidikan inklusi dan kerja sama orang tua dan keluarga ini.

Makalah ini terselesaikan sesuai dengan pembelajaran mata kuliah pendidikan inklusi.
Makalah ini berisikan tentang bagaimana kolaborasi dalam pendidikan inklusi dan kerja sama
orang tua dan keluarga. Penulis menyadari sepenuhnya dengan keterbatasan kemampuan
pada diri penulis bahwa penulisan ini masih jauh dengan apa yang dikatakan sempurna.
Karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari para pembaca demi
tercapainya kesempurnaan makalah ini.

Penulis tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi
semua pembaca. Aamiin.

Sidoarjo, 31 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
A. Kolaborasi Antar Guru Reguler dengan Guru Khusus ................................................... 3
1. Guru Reguler ............................................................................................................... 4
2. Guru Pendamping Khusus ........................................................................................... 7
3. Kolaborasi Guru Reguler dengan Guru Pendamping Khusus di Kelas Inklusi ........ 10
B. Kolaborasi dengan Profesi Lain .................................................................................... 11
C. Kolaborasi dengan Orangtua ABK ............................................................................... 12
D. Keterlibatan Orangtua dan Keluarga dalam Pendidikan Inklusi................................... 15
E. Bentuk-Bentuk Kerjasama dengan Orangtua dan Keluarga ABK dalam Pendidikan
Inklusi ........................................................................................................................... 16
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 18
B. Penutup ......................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Friend & Cook, 2010 (McLeskey, Rosenberg, dan Westling (2013: 156),
kolaborasi dalam lingkup sekolah inklusi adalah model interaksi terarah antara paling tidak
dua pihak yang memiliki kesamaan secara sukarela ikutserta berbagi dalam pengambilan
keputusan untuk mencapai tujuan yang sama. Pendapat yang hampir senada juga
dikemukakan oleh Carrington dan Macarthur (2012: 216) bahwa kolaborasi tidak seharusnya
menggambarkan hierarki kekuatan, dimana pandangan salah satu orang dianggap lebih
penting daripada yang lainnya, namun sebaliknya, bahwa dalam kolaborasi memerlukan
negosiasi dan konsultasi antar partisipan.

Kolaborasi merupakan suatu proses yang terjalin secara naluriah. Ketika di kelas
reguler terdapat siswa berkebutuhan khusus dan guru reguler mengalami kesulitan untuk
menangani permasalahan yang dihadapi anak berkebutuhan khusus, dengan adanya
kolaborasi antar guru regular, guru khusus dan orangtua ABK tentu akan menjalin
komunikasi untuk bertukar informasi tentang permasalahan dan mencari bagaimana solusi
penyelesaian masalah yang dihadapi. Kebutuhan untuk saling melengkapi tersebut tentu akan
membantu peran masing-masing.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kolaborasi antar guru regular dengan guru khusus ?


2. Bagaimana kolaborasi dengan profesi lain ?
3. Bagaimana kolaborasi dengan orangtua ABK ?
4. Bagaimana keterlibatan orangtua dan keluarga dalam Pendidikan Inklusi ?
5. Apa saja bentuk-bentuk kerjasama dengan orangtua dan keluarga ABK dalam
pendidikan inklusi ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang kolaborasi antar guru regular dengan guru khusus.
2. Untuk mengetahui tentang kolaborasi dengan profesi lain.

1
3. Untuk mengetahui tentang kolaborasi dengan orangtua ABK.
4. Untuk mengetahui tentang keterlibatan orangtua dan keluarga dalam Pendidikan
Inklusi.
5. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kerjasama dengan orangtua dan keluarga ABK
dalam pendidikan inklusi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kolaborasi Antar Guru Reguler dengan Guru Khusus

Menurut Friend & Cook, 2010 (McLeskey, Rosenberg, dan Westling (2013: 156),
kolaborasi dalam lingkup sekolah inklusi adalah model interaksi terarah antara paling tidak
dua pihak yang memiliki kesamaan secara sukarela ikutserta berbagi dalam pengambilan
keputusan untuk mencapai tujuan yang sama. Pendapat yang hampir senada juga
dikemukakan oleh Carrington dan Macarthur (2012: 216) bahwa kolaborasi yaitu bekerja
bersama untuk mencapai tujuan yang sama.

Carrington dan Macarthur (2012: 216) juga menjelaskan bahwa kolaborasi tidak
seharusnya menggambarkan hierarki kekuatan, dimana pandangan salah satu orang dianggap
lebih penting daripada yang lainnya, namun sebaliknya, bahwa dalam kolaborasi memerlukan
negosiasi dan konsultasi antar partisipan. Dengan kata lain bahwa dalam kolaborasi tidak
mementingkan keputusan secara sepihak, namun merupakan keputusan yang diambil sesuai
kesepakatan bersama. Keputusan yang diambil harus berdasarkan atas kebutuhan-kebutuhan
yang dibutuhkan, dalam hal ini yaitu dalam pendidikan anak berkebutuhan di sekolah inklusi.

Menurut Friend & Cook, 2013 (Friend & Bursuck, 2015: 140), kolaborasi merupakan
model yang dipilih oleh tenaga profesional untuk mencapai tujuan bersama. Tenaga
profesional kerap kali menggunakan istilah kolaborasi untuk menggambarkan kegiatan
apapun yang melibatkan interaksi dengan orang lain. Selain itu Conoley & Conoley, 2010
(Friend & Bursuck, 2015: 140) berpendapat bahwa kolaborasi yang sesungguhnya hanya
muncul ketika seluruh anggota atau partisipan tim dalam suatu kegiatan merasa bahwa peran
serta mereka dihargai dan terdapat tujuan yang jelas, ketika mereka sama-sama berperan
dalam pengambilan keputusan, dan ketika mereka merasa bahwa merekadihormati.

Beberapa teori dan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, kolaborasi adalah suatu
interaksi antara dua pihak atau lebih dalam membangun kerjasama untuk mencapai tujuan
yang sama. Kolaborasi mementingkan keputusan bersama, maka dalam pengambilan
keputusan dilakukan secara bersama-sama dan dengan kesepakatan bersama. Dalam
pengambilan keputusan memperhatikan tujuan utama yang ingin dicapai, dalam hal ini yaitu
dalam memberikan layanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.
Pihak terkait yang berada di sekolah seperti guru, kepala sekolah, ahli terkait, serta orang tua

3
perlu saling berbagi informasi dan solusi untuk mencapai tujuan bersama, yaitu memenuhi
kebutuhan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusisehingga dapat menyesuaikan dengan
lingkungan sekitar.

Kolaborasi adalah kebutuhan yang mutlak untuk program inklusi yang efektif. Peran
kolaborasi sangat penting mengingat bahwa tidak semua guru memiliki segala pengetahuan
maupun kemampuan yang diperlukan untuk menemukan kebutuhan semua siswa, maka
dalam kolaborasi dilakukan penggabungan beberapa keahlian untuk menemukan kebutuhan
bagi semua siswa dalam pendidikan di kelas reguler. Beberapa ahli yang berperan penting
dalam pembelajaran siswa berkebutuhan khusus yaitu guru reguler serta guru
pendampingkhusus.

Guru reguler tentu akan menemukan berbagai permasalahan dalam memberikan


pembelajaran kepada siswa dengan kebutuhan khusus di kelas, sehingga guru kelas akan
membutuhkan bantuan dari guru pendidikan khusus atau guru pendamping khusus, dimana
guru pendidikan khusus memiliki keahlian di bidangnya dalam pendidikan anak
berkebutuhan khusus. Sebaliknya, guru reguler memiliki pengalaman dalam segala bidang
pelajaran dan memiliki kewenangan dalam memberikan mata pelajaran, sehingga guru
pendamping khusus akan memerlukan bantuan guru reguler dalam pelaksanaan program yang
telah disusun dalam kelas yang bersangkutan.

Keterbukaan guru reguler terhadap guru pendamping khusus mengenai informasi anak
berkebutuhan khusus di kelas, akan memudahkan guru pendamping khusus untuk mengetahui
bagaimana permasalahan yang dihadapi anak serta kebutuhan yang perlu diberikan untuk
anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. Guru reguler dengan guru pendamping khusus
juga dapat bekerja sama dalam merancang program individual yang sesuai dengan kebutuhan
anak.

1. Guru Reguler

Guru reguler merupakan pendidik yang mengajar di dalam kelas reguler di sekolah.
Menurut Dadang Garnida (2015: 87), guru kelas merupakan guru dengan latar belakang
pendidikan umum. Tugas guru kelas antara lain untuk menciptakan iklim belajar yang
kondusif sehingga anak-anak merasa nyaman untuk belajar di dalam kelas.Dalam praktek
pendidikan inklusif, guru reguler memiliki peran penting dalam menciptakan interaksi yang

4
baik antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal lainnya, serta dapat memberikan
pemahaman dalam pembelajaran kepada semua siswa.

Masih menurut Dadang Garnida (2015: 87), bahwa guru reguler menyusun Program
Pembelajaran Individual (PPI) bersama-sama dengan guru pendidikan khusus. Program
Pembelajaran Individual(PPI) pentingdiberikan kepada anak berkebutuhan khusus di sekolah
inklusif, karena anak berkebutuhan khusus yang belajar di kelas inklusi tetapmemiliki
kemampuan yang berbeda-beda. Guru reguler ikut mengambil peran dalam penyusunan PPI
karena guru reguler merupakan guru kelas yang memegang kelas dan mengenali kondisi
semua siswa dalam pembelajaran. Friend dan Bursuck (2015: 66-67) dalam kaitannya
mengenai sekolah inklusi menyatakan bahwa, guru pendidikan umummerupakan tenaga
profesional yang mengetahui paling banyak tentangkeseharian, keunggulan, serta kebutuhan
anak yang diduga menyandangdisabilitasatau memiliki riwayat disabilitas. Guru pendidikan
umum adalah orang yang pertama kali mengarahkan perhatian tenaga profesional lainnya
kepada seorang siswa yang diduga menyandang kondisi disabilitas, Mc Clanahan, 2009
(Friend & Bursuck, 2015: 67). Seperti halnya pendapat Lewis dan Doorlag (2011: 27) bahwa
keterlibatan guru reguler cukup penting karena guru reguler memiliki pengalaman pertama
dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus.

Friend dan Bursuck (2015: 76) juga berpendapat bahwa sewaktu guru mencurigai
adanya kelainan pada seorang siswa, maka guru akan mencatat ciri-ciri khusus dan perilaku
yang dianggap mengkhawatirkan, yaitu dengan cara mengumpulkan sampel pekerjaan siswa,
menyusun gambaran perilakunya, dan mencatat hal-hal yang telah guru upayakan untuk
menangani masalah tersebut. Dari hasil pengamatan yang dilakukan tersebut guru akan dapat
menemukan permasalahan serta keunggulan yang dimiiki anak yang akan memudahkan guru
reguler untuk menyesuaikan materi yang akan disampaikan.

Di lain hal, McLeskey dkk (2013: 19) menyatakan bahwa untuk memastikan bahwa
semua siswa berhasil, guru pendidikan umum sering bekerja secara intensif dengan guru
pendidikan khusus dan profesional lainnya untuk mengembangkan akomodasi dan dukungan
untuk siswa dengan kebutuhan khusus. Guru reguler perlu melakukan konsultasi dengan guru
pendamping khusus terkait dengan layanan khusus yang akan diberikan kepada siswa
berkebutuhan khusus dikelasnya.

Selain itu meskipun guru pendidikan khusus melanjutkan peran utama sebagai pendidik
untuk siswa berkebutuhan khusus terutama dalam kelas pendidikan umum, guru pendidikan

5
umum membagi tanggung jawab untuk menyediakan pelajaran bagi siswa berkebutuhan
khusus di kelas. Unsur penting untuk guru pendidikan umum untuk sukses dalam perannya
adalah berpandangan terbuka dan keinginan untuk kolaborasi. Karena tanpa keterbukaan
pandangan dan keinginan untuk berkolaborasi, guru reguler akan mengalami kesulitan
bagaimana menangani masalah yang dihadapi terkait pembelajaran anak berkebutuhan
khusus di kelasnya, yang akan menyebabkan pembelajaran yang kurangoptimal.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikaji bahwa, guru kelas merupakan guru dengan
latar belakang pendidikan umum yang memiliki tugas antara lain untuk menciptakan iklim
belajar yang kondusif sehingga anak-anak merasa nyaman untuk belajar di dalam kelas.
Ketika guru membangun semangat dalam suatu kelas, maka siswa akan dapat menikmati
kegiatan pembelajaran yang disampaikan. Selain itu sikap guru baik positif maupun negatif
akan memberi dampak terhadap suasana belajar anak di dalam kelas.

Kaitannya terhadap pendidikan inklusif, dalam kelas inklusi guru perlu membangun
interaksi dengan siswa berkebutuhan khusus, serta antara siswa reguler dengan siswa
berkebutuhan khusus. Hal terpenting dalam perannya sebagai pendidik yaitu dapat
memberikan pemahaman seluruh siswa tidak terkecuali siswa berkebutuhan khusus dalam
kegiatan belajar mengajar sehingga tujuan dari pendidikan dapat tercapai. Sesuai dengan
tujuan pendidikan inklusif sendiri yaitu supaya anak berkebutuhan khusu dapat bersosialisasi
dengan baik, serta mengurangi prasangka masyarakat yang memandang sebelah mata
terhadap anak berkebutuhan khusus.

Guru pendidikan umum dalam sekolah inklusi tidak hanya berpusat pada pembelajaran
umum, namun juga memperhatikan bagaimana akomodasi yang dibutuhkan untuk anak
berkebutuhan khusus di kelasnya terutama kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus.
Dengan begitu, baik siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus dapat berhasil dalam
tiap pembelajarannya. Dalam memenuhi akomodasi dan dukungan terhadap siswa
berkebutuhan khusus dalam kelas inklusi, guru pendidikan umum memerlukan kerja sama
dengan guru pendidikan khusus maupun profesionalterkait.

Guru pendidikan umum memerlukan suatu kolaborasi dengan profesional terkait


dengan penyediaan akomodasi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.
Untuk dapat menjalin suatu kolaborasi dengan guru pendidikan khusus maupun para
profesional lain, guru pendidikan umum harus dapat memiliki keterbukaan pikiran dan
adanya keinginan untuk berkolaborasi. Sebab dalam penanganan anak berkebutuhan khusus

6
di kelas inklusi bukan hanya menjadi tanggung jawab guru pendidikan khusus namun juga
bagi guru pendidikanumum.

Guru pendidikan umum sebagai guru mata pelajaran dan guru kelas tentu akan
mengenali situasi kelas dan masing-masing siswa. Tidak terkecuali bagi anak berkebutuhan
khusus di kelas inklusi yang membutuhkan dukungan belajar berbeda dengan siswa lainnya.
Maka guru perlu mengenali kebutuhan belajar siswa yaitu dengan mengumpulkan hasil
pekerjaan siswa, menyusun pola perilaku yang ditunjukkan siswa, dan mencatat hal-hal yang
diupayakan guru seperti solusi untuk penanganan masalah yang dihadapi siswa.

Guru reguler juga melaksanakan program remedial pengajaran. Seperti diketahui bahwa
anak berkebutuhan khusus memiliki kemampuan dan karakteristik belajar yang berbeda
dengan anak normal pada umumnya. anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan
dalam belajar, perlu mendapatkan program seperti remedial sehingga dapat lebih matang
dalam memahami pelajaran yang disampaikan karena lebih intens. Program percepatan atau
pengayaan juga dibutuhkan bagi siswa yang memiliki bakat istimewa. Anak dengan bakat
istimewa memiliki kemampuan belajar di atas rata-rata anak normal pada umumnya,
sehingga untuk mengoptimalkan kemampuan belajarnya maka diperlukan program
pengayaan atau percepatan sesuai kemampuananak.

2. Guru Pendamping Khusus

Guru pendamping khusus adalah guru yang mendampingi anak berkebutuhan khusus di
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Guru pendamping khusus menurut Kustawan
(2013: 129) yaitu: “guru pembimbing khusus adalah guru yang memiliki kulaifikasi
akademik dan kompetensi pendidikan khusus yang diberikan tugas oleh Kepala
Sekolah/Kepala Dinas/Kepala Pusat Sumber (Resourch Center) untuk memberikan
bimbingan/advokasi/konsultasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah umum
dan sekolah kejuruan yang menyelenggarakan pendidikaninklusif”.

Selain itu menurut Sari Rudiyati (2013: 192), bahwa guru pembimbing khusus adalah
seseorang guru/pendidik yang berlatar belakang pendidikan khusus anak berkebutuhan
pendidikan khusus/Pendidikan Luar Biasa dan atau mendapat pelatihan tentang pendidikan
khusus anak berkebutuhan khusus/PLB.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru pendamping khusus


adalah guru yang memiliki latar belakang pendidikan khusus atau yang mendapatkan

7
pelatihan tentang pendidikan khusus, yang kemudian ditempatkan di sekolah inklusi untuk
memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di kelas reguler.

Guru pendamping khusus memiliki peran penting di sekolah inklusi untuk memberikan
layanan pembelajaran yang sesuai bagi anak berkebutuhan khusus sehingga dapat
menyesuaikan dengan teman sebayanya di kelas reguler. Beberapa tugas Guru Pendamping
Khusus menurut Dedy Kustawan (2013: 130-131) antara lain:

a. Menyusun program pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran,
b. melaksanakan program pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran,
c. memonitor dan mengevaluasi program pembimbingan bagi guru kelas dan guru
matapelajaran,
d. memberikan bantuan profesional dalam penerimaan, identifikasi, asesmen, prevensi,
intervensi, kompensatoris dan layanan advokasi pesertadidik,
e. memberikan bantuan profesional dalam melakukan pengembangan kurikulum,
program pendidikan individual, pembelajaran,penilaian, media dan sumber belajar
serta sarana dan prasarana yang aksesibel,
f. menyusun laporan program pembimbingan bagi guru kelas dan guru matapelajaran,
g. melaporkan hasil pembimbingan bagi guru dan guru mata pelajaran kepada kepala
sekolah, dinas pendidikan kabupaten/kota/provinsi dan pihak terkait lainnya
h. Danmenindaklanjuti hasil pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, diketahui bahwa tugas guru pendamping khusus yaitu
menyusun program pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran. Setelah guru
pendamping menyusun program pembimbingan, selanjutnya guru pendamping melaksanakan
program pembimbingan guru kelas dan guru mata pelajaran yang telah disusun. Program
pembimbingan dibuat untuk melakukan koordinasi terhadap guru kelas dan guru mata
pelajaran sebelum pelaksanaan pembelajaran. Langkah selanjutnya yaitu melakukan
monitoring terhadap jalannya program pembimbingan yang dilaksanakan, kemudian
dilakukan evaluasi untuk mengetahui perkembangannya.

Tugas selanjutnya yaitu memberikan bantuan profesional dalam penerimaan,


identifikasi, asesmen, prevensi, intervensi, kompensatoris, dan layanan advokasi peserta
didik. Guru pendamping khusus harus bisa memutuskan apakah calon peserta didik dengan
kebutuhan khusus dapat belajar secara penuh di kelas inklusi atau tidak, dan apakah sekolah
dapat menangani atau tidak.

8
Identifikasi dan asesmen penting dilakukan untuk mengetahui hambatan dan potensi
anak yang masih dapat dioptimalkan. Jadi sebagai guru pendamping khusus harus dapat
mencari celah potensi anak yang dapat dikembangkan. Sebelum menerima siswa dengan
kebutuhan khusus, sekolah harus meminta surat rekomendasi dari ahli yang menyatakan
bahwa siswa dapat bersekolah di sekolah inklusi. Setelah mengetahui permasalahan dan
potensi yang dimiliki anak, maka guru pendamping khusus melakukan intervensi.

Program kompensatoris yang dibuat oleh guru pendamping khusus seperti bina diri,
terapi wicara, orientasi mobilitas, membaca dan menulis Braille, bahasa isyarat, activity daily
living, pengembangan kreativitas, dan lain-lain. Program ini untuk mengembangkan
kemampuan dan potensi yang dimiliki anak berkebutuhan khusus dan dapat dioptimalkan,
sehingga akan melatih kemandirian anak berkebutuhan khusus baik di dalam kelas maupun di
lingkungan masyarakat.

Selanjutnya dalam memberikan layanan advokasi anak berkebutuhan khusus, guru


pendamping khusus berperan dalam melindungi hak-hak anak berkebutuhan khusus yang
telah dijelaskan dalamperaturanperundang-undanganmengenaipendidikan anak berkebutuhan
khusus terutama dalam sekolah inklusi. Hal ini untuk melindungi anak berkebutuhan khusus
dari perilaku diskriminatif serta apabila tidak ada pemenuhan hak-hak yang seharusnya
diterima oleh anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, terutama di dalam layanan
pembelajaran di kelas inklusi.

Peran selanjutnya yaitu memberikan bantuan profesional dalam melakukan


pengembangan kurikulum, program pendidikan individual, pembelajaran, penilaian, media
dan sumber belajar serta sarana dan prasarana yang aksesibel. Sebagai guru yang memiliki
kualifikasi akademik dalam dunia pendidikan luar biasa, guru pendamping khusus tentu
mengetahui bagaimana memberikan layanan pembelajaran anak berkebutuhan khusus sesuai
dengan karakteristik serta kemampuan yang dimiliki. Maka guru pendamping khusus
membantu guru reguler dalam mengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan
kemampuan dan potensi anak berkebutuhan khusus. Karena anak berkebutuhan khusus
memiliki kemampuan yang berbeda-beda, maka guru pendamping khusus membuat program
individual yang disusun sesuai dengan karakter masing- masing anak berkebutuhan khusus.

Peran selanjutnya yaitu menyusun laporan program pembimbingan bagi guru kelas dan
guru mata pelajaran, dari program-program pembimbingan yang telah dilaksanakan, maka

9
guru pendamping khusus membuat laporan program pembimbingan untuk mengembangkan
program pendidikan inklusif serta menjadi pertanggungjawaban.

Selanjutnya melaporkan hasil pembimbingan bagi guru dan guru mata pelajaran kepada
kepala sekolah, dinas pendidikan kabupaten/kota/provinsi dan pihak terkait lainnya sebagai
bahan evaluasi dan refleksi terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif.

3. Kolaborasi Guru Reguler dengan Guru Pendamping Khusus di Kelas Inklusi

Di balik keberhasilan anak berkebutuhan khusus yang berada di sekolah inklusi, tentu
tidak lepas dari peran guru reguler sebagai pendidik di sekolah reguler dan guru pendamping
khusus sebagai guru pendidikan khusus. Dari masing-masing peran yang dimiliki baik guru
reguler maupun guru pendamping khusus, dengan melakukan kolaborasi dapat memberikan
akomodasi layanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di dalam kelas. Seperti
yang diungkapkan oleh Sari Rudiyati (2013: 298), bahwa salah satu usaha dalam mengatasi
masalah kompetensi guru sekolah inklusif adalah melalui pembelajaran kolaboratif, sehingga
masing-masing peran antara guru reguler dengan guru pendamping khusus dapat saling
berbagi pengetahuan yang dimiliki dan saling melengkapi dalam pembelajaran anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.

Sari Rudiyati (2013: 298) juga mengungkapkan bahwa: “pembelajaran kolaboratif


adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru umum/reguler dan guru pembimbing
khusus dalam menciptakan kegiatan bersama yang terkoordinasi untuk bersama-sama
melakukan pembelajaran terhadap siswa yang heterogen, termasuk anak berkebutuhan khusus
dalam setting pendidikan inklusif”.

Guru reguler dan guru pendamping khusus dalam berkolaborasi perlu melakukan
koordinasi bersama dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam setting kelas
inklusi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari Rudiyati (2013: 305), bahwa
pembelajaran kolaboratif terbukti dapat meningkatkan kompetensi profesional guru reguler
dan guru pendamping khusus dalam penanganan anak berkebutuhan khusus.

Salah satu bentuk kolaborasi yang dilakukan oleh guru reguler dengan guru
pendamping khusus yaitu dengan melakukan konsultasi. Seperti yang diungkapkan oleh
McLeskey, Rosenberg, dan Westling (2013: 166), bahwa ketika kolaborasi melibatkan dua
profesional, partisipan akan secara khusus memiliki perbedaan area keahlian dan peran yang

10
berbeda. Seperti contohnya seorang guru pendidikan khusus akan berkonsultasi dengan guru
reguler mengenai metode untuk membuat akomodasi dalam tes (memperbolehkan waktu
yang lebih, memecah tes menjadi beberapa sesi, menyediakan kalkulator) untuk menemukan
kebutuhan dari siswa dengan disabilitas. Di lain pihak, guru reguler yang belum memiliki
pengetahuan yang lebih terhadap anak berkebutuhan khusus dalam layanan pembelajaran di
kelas, maka guru reguler perlu berkonsultasi dalam memberikan akomodasi pembelajaran
yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus.

B. Kolaborasi dengan Profesi Lain

Peran serta masyarakat yang terdiri dari orang tua, anggota keluarga, tokoh
masyarakat, para pengusaha, dan stakeholders telah diatur dalam UU nomor 20 tahun 2003.
Sedangkan peran serta organisasi kemasyarakatan juga telah diatur dalam UU nomor 8 tahun
1985 tentang organisasi kemasyarakatan. Bab I pasal 1 berbunyi: …”yang dimaksud dengan
Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat
warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi,
fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta
dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional…”.

Lampiran instruksi menteri dalam negeri nomor 8 tahun 1990 menyatakan bahwa:
“yang dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam instruksi ini adalah
organisasi/lembaga yang dibentuk oleh masyarakat warganegara Republik Indonesia secara
sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang
ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada
pengabdian secara swadaya. Lembaga Swadaya Masyarakat dapat berbentuk yayasan dan
organisasi atau lembaga lainnya.

Oleh karena itu, kerjasama kemitraan pada berbagai level akan sangat penting.
Pentingnya anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas telah
dikemukakan sebelumnya, perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang
mendasarinya di level nasional sudah kuat dan jelas dari Departmen Pendidkan
Nasional. Hal ini tidak menghalangi bantuan dari departemen-departemen lain, seperti
departemen sosial, departemen tenaga kerja dan departemen kesehatan dalam
memberikan yang diperlukan anak-anak berkebutuhan khusus. (Wasliman, 2009: 137)

11
Selain menjalin kerjasama kemitraan lintas departemen, sekolah juga harus mampu
menjalin kerjasama kemitraan dengan masyarakat, orang tua, para pengusaha, tokoh
masyarakat, dan serta stake holders serta berbagai pihak yang memiliki kepentingan dengan
pendidikan. Kerjasama kemitraan dapat dilakukan secara individual maupun orang-orang
yang tergabung dalam wadah atau organisasi kemasyarakatan, baik organisasi
kemasyarakatan yang dibentuk oleh pemerintah (GO) maupun organisasi kemasyarakatan
non pemerintah (NGO), seperti: dewan sekolah, komite sekolah, yayasan-yayasan
pendidikan, organisasi-organisasi penyandang cacat, Forum orang tua, dll.

Masyarakat (orang tua, anggota keluarga yang lain, atau semua orang yang tinggal di
lingkungan sekolah) akan memberikan kontribusi penting terhadap pembelajaran anak
berkebutuhan khusus dalam satu lingkungan yang inklusif dan ramah terhadap
pembelajaran (LIRP)… keterlibatan keluarga, tokoh masyarakat dan anggota masyarakat
lainnya sangat penting dalam implementasi pendidikan kebutuhan khusus. (Wasliman,
2009: 138).

C. Kolaborasi dengan Orangtua ABK

Pondasi dasar yang didapatkan oleh anak adalah dari orang tua. Maka dari itu peran
orang tua sangatlah penting bagi proses pertumbuhan anak. Begitupun peran guru dalam
dunia pendidikan. Orang tua dan guru harus saling bekerja sama khususnya bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) karena mereka memerlukan perhatian yang lebih dari guru dan
orang tua baik itu disekolah reguler maupun disekolah inklusi. Mengingat begitu pentingnya
peran orang tua dalam pendidikan anak sehingga mengharuskan mereka untuk menjaga
hubungan baik dengan pihak sekolah terkhusus guru, sebagai bentuk perhatian orang tua
terhadap anak mereka. Keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak adalah faktor pendorong
dan penentu dalam pengembangan pendidikan inklusif di seluruh dunia. Mulai dari
pengambilan keputusan mengenai penenmpatan sekolah, hingga kolaborasi antara pihak
sekolah/ guru dan orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.

Pentingnya peranan orangtua dalam pendidikan anak mengharuskan mereka untuk


menjaga hubungan baik kepada pihak sekolah sebagai bentuk perhatian orangtua terhadap
anak mereka. Bahkan perhatian yang ekstra harus diberikan oleh orangtua yang memiliki
anak berkebutuhan khusus yang sekolah di sekolah inklusi. Untuk itu kiranya orangtua dan
pihak sekolah atau guru perlu bekerjasama dan berkolaborasi dengan baik satu sama lain.
Bentuk kerjasama atau kolaborasi pihak sekolah dengan orangtua anak berkebutuhan khusus

12
dalam pendidikan inklusif adalah untuk memberikan informasi tentang perkembangan,
keterampilan, motivasi, rentang perhatiannya, penerimaan sosial dan penyesuaian emosional
anak.

Beberapa sekolah inklusi yang terdapat di negara maju menyediakan guru penghubung
khusus dengan orang tua anak bekebutuhan khusus (ABK) agar mereka bisa saling berbagi
pengetahuan dan pengalaman serta informasi perkembangan, ketrampilan, motivasi, rentang
perhatian, penerimaan soal dan penyesuaian emosional anak berkebutuhan khusus (ABK).
Kolaborasi antara orangtua dan guru dalam mengembangkan program pendidikan inklusi,
dianggap sebagai mitra kerdan terbukti memberikan kontribusi yang signifikan untuk anak
mereka. Kontribusi tersebut meliputi:

1. Membagi pengetahuan dan pengalaman kepada guru tentang cara menangani anaknya

2. Menjadi pembicara dan berbagi pengalaman dalam seminar yang dilaksanakan guru
dan model pelatihan lainnya

3. Para orangtua diharapkan bekerjasama dan memberikan bantuan pada sekolah lain
untuk membantu mengembangkan sekolah inklusi

4. Bekerjasama dan membuat perencanaan bersama dengan pihak-pihak lainnya, seperti


komunitas, organisasi kemanusiaan disabilitas, dan sebagainya

Selain terkait akademik, peran orangtua anak berkebutuhan khusus (ABK) juga
menyangkut masalah keterampilan bersosialiasai anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan
teman-teman reguler lainnya. Sering terjadi anak berkebutuhan khusus (ABK) lebih banyak
menghabiskan waktu menyendiri daripada bergaul dengan teman-teman reguler lainnya.
Banyak anak berkebutuhan khusus (ABK) yang lebih nyaman bergaul dengan teman yang
berkebutuhan khusus dan berkumpul dengan guru pendamping di ruang khusus daripada di
kantin atau tampat yang begitu ramai. Di sinilah pentingnya peran orangtua dalam
memberikan dorongan, mendampingi belajar, dan yang terpenting adalah menerima kondisi
anak. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak dalam semua aspek. Oleh karena itu diperlukanlah prinsip komunikasi antara pihak

13
sekolah dan juga orangtua ABK. Prinsip komunikasi antara pihak sekolah dan orangtua anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklusi diantaranya sebagai berikut:

1. Menerima pernyataan orangtua, menyatakan secara verbal dan nonverbal bahwa


informasi yang disampaikan oleh orangtua anak berkebutuhan khusus adalah sesuatu
hal yang berharga.

2. Mendengarkan dengan aktif, pihak sekolah perlu mendengarkan dengan aktif


sehingga bisa paham atas keberatan yang mungkin timbul atas usulan program dari
sekolah dan orangtua perlu mendengarkan aktif untuk mengetahui bagaimana
program tersebut akan dilaksanakan di rumah maupun di sekolah.

3. Bertanya dengan efektif, ketika berkomunikasi dengan orangtua pihak sekolah


sayogyanya memakai model pertanyaan terbuka.

4. Memberikan dukungan, sekolah perlu menggambarkan dan menunjukkan pada


orangtua tentang kemajuan yang dialami oleh anak mereka.

5. Fokus pada perkembangan anak berkebutuhan khusus, pada setiap pertemuan antara
guru dan orangtua diupayakan agar pembicaraan lebih banyak membahas mengenai
perkembangan siswa.

Beberapa Metode komunikasi antara sekolah dan keluarga anak berkebutuhan khusus
adalah sebagai berikut:

1. Pertemuan Tatap Muka Orangtua-Guru, saling bertukar informasi dan saling


berkoordinasi tentang usaha mereka untuk membantu anak berkebutuhan khusus di
rumah maupun di sekolah.

2. Komunikasi Tertulis, saat ini dikenal ada buku komunikasi di sekolah. Komunikasi
tertulis hanya untuk menyampaikan informasi umum dan bukan untuk mendiskusikan

14
hal-hal yang spesifik sehingga dapat terhindar salah paham antara pihak sekolah dan
keluarga.

3. Komunikasi Lewat Telepon, komunikasi ini dapat digunakan jika ada hal-hal di dalam
buku komunikasi yang tampaknya kurang jelas.

4. Komunikasi Lewat Media Sosial, pihak sekolah juga dimungkinkan untuk menjalin
komunikasi melalui e-mail atau media sosial lainnya seperti, WhatsApp, facebook, dll
untuk memberikan informasi terkait kegiatan pembelajaran yang dilakukan di
sekolah.

D. Keterlibatan Orangtua dan Keluarga dalam Pendidikan Inklusi

Tentunya kita sering mendengar istilah sekolah inklusi. Sekolah biasa atau reguler yang
menyediakan sarana dan prasarana serta guru pendamping untuk peserta didik berkebutuhan
khusus belajar bersama-sama dengan peserta didik normal.

Sebagai sekolah inklusi, sekolah tersebut tidak membeda-bedakan peserta didik


berdasarkan kemampuan atau kelainan yang dimiliki. Artinya, pelayanan yang dilakukan oleh
sekolah didasarkan atas prinsip persamaan hak dan keadilan bagi setiap peserta didik.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga kian gencar memberikan pelatihan


kepada guru-guru yang sekolahnya ditunjuk menjadi sekolah inklusi.
Hal ini tentunya kabar baik bagi orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar
dapat menyekolahkan anaknya bersama siswa normal lainnya. Pasalnya, selama ini masih
banyak orangtua merasa malu untuk menyekolahkan anaknya di sekolah luar biasa (SLB).
Salah satu alasannya SLB sekolah untuk anak-anak yang tidak normal baik secara fisik
maupun psikis.

Namun, dengan keberadaan sekolah inklusi ini, bukan berarti orangtua lepas tangan
dan menyerahkan sepenuhnya anaknya (ABK) kepada pihak sekolah. Dalam pedoman
pelaksanaan pendidikan inklusif pada White Paper No. 6 tahun 2001 Departemen Pendidikan
Nasional dinyatakan dengan jelas bahwa keterlibatan aktif orangtua dalam proses belajar
mengajar sangat penting dalam pembelajaran dan pengembangan yang efektif bagi anak.

15
Jadi bagaimana pun peran orang tua dan keluarga sangat penting bagi anaknya yang
berkebutuhan khusus tersebut. Jika hanya mengandalkan guru di sekolah itu tidak ada akan
maksimal bagu anak ABK, karena anak ABK membutuhkan pengajaran berulang dan
konsisten. Maka dari itu peran orang tua dan keluarganya sangat penting untuk bekerjasama
dengan pihak sekolah agar pengajaran yang diberikan konsisiten dan dengan konsep yang
sama saat di sekolah maupun di rumah. dan segala sesuatu yang disampaikan guru di sekolah
semestinya ditindaklanjuti para orangtua di rumah. Hal ini, bertujuan agar anak-anak yang
berkebutuhan khusus menjadi anak yang lebih mandiri dan materi yang diajarkan bisa diserap
dengan optimal.

Hewett dan Frenk D dalam The Emotionally Child In The Classroom


Disorders, USA: Ellyn and Bacon, Inc, 1968, mengatakan, peran orangtua terhadap anaknya
yang berkebutuhan khusus adalah:

1. Sebagai pendamping utama dalam membantu tercapainya tujuan layanan penanganan


dan pendidikan anak

2. Sebagai advokat, yakni mengerti, mengusahakan, dan menjaga hak anak dalam
kesempatan mendapat layanan pendidikan sesuai karakteristik khususnya

3. Sebagai sumber data yang lengkap dan benar mengenai diri anak dalam usaha
intervensi perilaku anak

4. Sebagai guru, yakni berperan menjadi pendidik bagi anak dalam kehidupan sehari-hari
di luar jam sekolah

5. Sebagai penentu karakteristik dan jenis terapi, terutama di luar jam sekolah.

Dan dapat disimpulkan, bahwa peran orangtua ABK itu penting karena yang paling
mengerti karakteristik, kebiasaan, dan kebutuhan anak mereka. Pengalaman dan pengetahuan
orangtua tentang anaknya itu dapat diinformasikan kepada guru sehingga dapat memfasilitasi
dan membuat program pendidikan sesuai kebutuhan Peserta didik.

E. Bentuk-Bentuk Kerjasama dengan Orangtua dan Keluarga ABK dalam


Pendidikan Inklusi

Berikut sejumlah langkah yang perlu dilakukan pihak sekolah dan orangtua dan
keluarga ABK agar saling bersinergi, antara lain yaitu :

16
a. Guru dan orang tua ABK melakukan pertemuan di awal tahun ajaran atau bahkan
sebelum tahun ajaran berlangsung. Dalam pertemuan tersebut, tanamkan kesadaran
pentingnya peran guru dan orangtua dalam penumbuhan karakter anak.
b. Orangtua ABK perlu memahami bahwa karakter anak terbentuk melalui apa yang dilihat,
didengar dan dilakukan secara berulang-ulang oleh anak setiap harinya. Terutama di
rumah di mana anak menghabiskan banyak waktunya.
c. Untuk memperkuat pemahaman orangtua, guru bisa memaparkan beberapa penelitian
tentang pengaruh kuat orangtua dalam menumbuhkan karakter anak.
d. Selain dalam pertemuan tahunan, sekolah juga bisa mengadakan kelas parenting. Berbagi
ide dan masukan dari orangtua mengenai topik parenting yang menarik.
e. Orangtua perlu melibatkan diri dalam komunitas sekolah, seperti komite orangtua untuk
perencanaan pendidikan karakter.
f. Guru perlu melakukan komunikasi langsung secara pribadi dengan orang tua ABK.
Dalam pertemuan pribadi itu, guru bisa menanyakan mengenai karakter, kebiasaan
sehari-hari anak dan perilaku anak yang bisa dijadikan pertimbangan guru dalam
mendidik anak di kelas.
g. Sekolah perlu mengajak orangtua dan anak didik untuk mengunjungi ruang kelas
sebelum hari pertama sekolah sebagai ruang bersosialisasi.
h. Sekolah perlu memberikan kalender kegiatan bulanan kepada orangtua, sehingga
orangtua dapat mendukung kegiatan tersebut dengan cara melakukannya di rumah.
i. Guru perlu mengomunikasikan dengan jelas inti kebijakan sekolah dan rencana
pendidikan karakter kepada semua orang tua. Dalam membuat kebijakan itu, sekolah
bisa melakukan survei kepada para orangtua dan mempertimbangkan komentar,
pandangan, masukan dan kritikan.
j. Orangtua perlu memahami dan mendukung kebijakan sekolah dalam penumbuhan
karakter peserta didik.
k. Orangtua dan guru berpartisipasi langsung dalam pendidikan ABK melalui aktivitas
berbasis sekolah, seperti bermain bersama, nonton bareng film keluarga, family
gathering, dan sebagainya.
l. Orangtua perlu melakukan kegiatan penumbuhan karakter berbasis rumah, seperti makan
malam bersama serta mendongeng sebelum tidur.
m. Guru perlu membantu orang tua mengurangi efek negatif dari gadget, TV, film, video
game, dan media lain pada pertumbuhan moral anak-anak.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari makalah tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, kolaborasi adalah suatu
interaksi antara dua pihak atau lebih dalam membangun kerjasama untuk mencapai tujuan
yang sama. Dalam pengambilan keputusan memperhatikan tujuan utama yang ingin dicapai,
dalam hal ini yaitu dalam memberikan layanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus
di sekolah inklusi. Pihak terkait yang berada di sekolah seperti guru, kepala sekolah, ahli
terkait, serta orang tua perlu saling berbagi informasi dan solusi untuk mencapai tujuan
bersama, yaitu memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi sehingga
dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

Peran kolaborasi sangat penting mengingat bahwa tidak semua guru memiliki segala
pengetahuan maupun kemampuan yang diperlukan untuk menemukan kebutuhan semua
siswa, maka dalam kolaborasi dilakukan penggabungan beberapa keahlian untuk menemukan
kebutuhan bagi semua siswa dalam pendidikan di kelas reguler. Adapun kolaborasi dalam
pendidikan inklusi antara lain yaitu,kolaborasi antar guru regular dengan guru khusus,
kolaborasi dengan profesi lain, kolaborasi dengan orangtua ABK dan keterlibatan orangtua
dan keluarga dalam Pendidikan Inklusi.

B. Penutup

1. Berdasarkan penulisan ini, maka penulis menyampaikan saran agar mahasiswa


hendaknya dapat menguasai dan memahami tentang kolaborasi dalam pendidikan
inklusi dan kerja sama orang tua dan keluarga.
2. Mahasiswa sebaiknya mengambil materi dari sumber-sumber terpercaya baik berupa
buku, jurnal maupun website yang jelas dalam penulisan setiap makalah maupun
karya ilmiah lainnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Tantiani, Farah Farida. 2015. Pola Komunikasi antara Sekolah dan Orangtua Siswa
Berkebutuhan Khusus (SBK) di Sekolah Inklusi. 3 (2). Halm 267-270.

https://www.kompasiana.com/yulysakinatul/5eeb6678097f362293512133/kolaborasi-
orangtua-dan-sekolah-di-sekolah-inklusi

https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=249900300

19

Anda mungkin juga menyukai