Anda di halaman 1dari 5

Sesi 5 Moralitas dan Hukum  

Assalamualaikum warohmatulohi wabarokatuh


Selamat berjumpa kembali dalam acara tutorial online di minggu ke 5 ini. Tutor
berharap Anda sudah selesai membaca 4 modul, bahkan tutor berharap Anda telah
selesai membaca modul ke 5 sehingga siap berdiskusi di pertemuan tuton 5ini, baik
mengemukakan pendapat atau memberi tanggapan.
Perlu tutor ingatkan bahwa saat ini waktu Anda sudah berkurang 4 minggu untuk
belajar menyiapkan diri menghadapi UAS. Rapikan dan disiplinkan pemanfaat waktu
yang selalu bergerak dan tidak mungkin kita tahan.
Pengaturan waktu harus ditingkatkan agar lebih efisien untuk belajar dan untuk
kegiatan kegiatan lain seperti Ramadhan dan Idul Fitri. Ramadhan menuntut penataan
waktu karena puasa, sahur, belanja kebutuhan lebaran, cuti bersama, dll. 
Ingat, minggu ini ada tugas pertama yang harus Anda kerjakan. Kerjakan dengan baik
dan benar.
Usahakan buat catatan atau beri tanda di bagian-bagian penting modul. Ini adalah
upaya untuk memudahkan mengingat dan belajar cepat menjelang UAS nanti.
Jangan lupa niatkan belajar kita untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
bermanfaat bagi kita pribadi, keluarga dan lingkungan kita berada. Bila kita bisa
menguasai ilmunya, maka kita dapat berharap banyak mampu mengerjakan soal UAS
dengan baik, mengaplikasikan dalam kehidupan kita, serta dapat mengamalkannya.
Selamat berjuang   memperoleh ilmu yang bermanfaat untuk masa depan kita. Tetap
jaga semangat untuk belajar, belajar sepanjang hayat, semoga penuh manfaat di masa
depan.
Setelah membaca dan memahami inisiasi ini, berpartisipasi secara aktif dalam diskusi
dan membaca modul terkait, Anda diharapkan mampu menjelaskan moralitas dan
hukum
Silahkan akses www.pustaka.ut.ac.id/lib/2016/08/08/mkdu4109-ilmu-sosial-dan-budaya-dasar-edisi-2/ untuk membaca modulnya.

1. Penjelasan singkat materi yang dipelajari, baca file InisIasi 5


Inisiasi 5 Moralitas dan Hukum
Moralitas dan Hukum
Bila berbicara kebudayaan dan moral, maka kita perlu melihat konsep-konsep
kebudayaan.  Moral merupakan bagian dari kebudayaan yang terdalam yang dimiliki
manusia, yang berada dalam wujud sistem nilai budaya, beserta dengan berbagai
gagasan, nilai-nilai, norma-norma lainnya serta hal lainnya yang bersifat abstrak. 
 Dengan demikian, apabila kita membedakan manusia dan binatang secara khas
adalah bahwa manusia memiliki kesadaran moral. Norma moral adalah tolok ukur yang
dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Dengan demikian, dengan
norma moral kita betul-betul dinilai apakah kita baik atau buruk.
 Orientasi moral seseorang yang dijadikan dasar pertimbangan nurani, dapat berbeda
bagi setiap orang. Minimal ada empat orientasi moral yaitu (1) orientasi normatif, yaitu
orientasi yang mempertahankan hak dan kewajiban serta taat pada aturan yang
berlaku, (2) orientasi kejujuran, yaitu orientasi yang menekankan pada keadilan dengan
fokus pada kebebasan, kesamaan, pertukaran hak dan kesepakatan, (3) orientasi
utilitarisme, yaitu orientasi yang menekankan konsekuensi kesejahteraan dan
kebahagiaan tindakan moral seseorang pada orang lain, dan (4) orientasi
perfeksionisme, yaitu orientasi yang menekankan pada pencapaian martabat dan
otonomi; kesadaran dan motif yang baik; serta keharmonisan dengan orang lain.
 Orientasi moral ini dipandang penting karena akan menentukan arah keputusan dan
tindakan seseorang. Orientasi moral akan sangat berpengaruh terhadap moralitas dan
pertimbangan moral seseorang, karena pertimbangan moral merupakan hasil proses
penalaran yang dalam proses penalaran tersebut ada upaya memprioritaskan nilai-nilai
tertentu berdasarkan orientasi moral serta pertimbangan konsekuensinya.
 Setiap masyarakat memiliki orientasi moral yang menjadi sumber moralitas masing-
masing. Tidak selamanya bersandar pada temuan empirik manusia. Bagi masyarakat
yang beragama, prinsip keyakinan terhadap nilai-nilai ke-Tuhanan dapat dipastikan
diletakkan sebagai sumber utama. Terdapat enam norma acuan yaitu (1) norma
agama; (2) budaya agama; (3) budaya adat atau tradisi; (4) hukum positif atau negara;
(5) norma keilmuan, dan (6) norma metafisis.
 Berbicara tentang kebudayaan nasional, berarti berkait dengan masalah kepribadian,
tujuan bersama untuk hidup sebagai bangsa dan juga berkait tentang motivasi untuk
membangun. Tetapi, yang utama secara tersirat juga berbicara tentang nilai-nilai luhur
budaya bangsa. Berbicara tentang nilai-nilai luhur budaya bangsa, secara konseptual
merupakan salah satu wujud bagian dari kebudayaan, yaitu sistem budaya atau sistem
nilai budaya. Nilai budaya harus dapat memberi identitas kepada warga negaranya.
 Hukum adalah unsur yang mutlak bagi semua masyarakat manusia. Dalam 
perkembangan antropologi, di abad ke 19, sudah disadari bahwa hukum atau sistem
normatif merupakan aspek dari kebudayaan.       Kebudayaan dalam hal ini mencakup
hukum yang hidup di dalam ingatan kolektif suatu masyarakat dan diturunkan secara
lisan dari satu generasi ke generasi yang lain. Hoebel dan Lwellyn, dalam
buku Cheyene  Way mengidentifikasi ada tiga bentuk manifestasi hukum yaitu  (1)
sebagai aturan abstrak yang mencakup isi dari kodifikasi hukum dalam masyarakat
yang sudah kompleks atau berbentuk cita-cita yang terumus dalam ingatan orang-orang
arif dalam masyarakat-masyarakat sederhana, (2) sebagai pola-pola kelakuan yang
aktual dari para warga suatu masyarakat, dan (3) sebagai prinsip-prinsip yang
diabstraksikan dari keputusan para pemegang otoritas hukum, ketika menyelesaikan
sengketa dalam masyarakat.
 Kemudian, dalam buku Cheyene Way, menurut Adamson Hoebel dan Karl Lwellyn,
ada empat unsur hakiki dari hukum yaitu (1) unsur dapat dilaksanakannya suatu
”imperatif” (yang memerintahkan bahwa warga dari suatu masyarakat tertentu harus
berperangai tertentu), (2) unsur ”supremasi” (yang mengidentifikasi sesuatu gejala
sebagai hukum berdasarkan fakta), (3)  unsur  sistem (hukum bagian dari tatanan yang
berlangsung), dan (4) unsur pengetahuan resmi (bahwa hukum memiliki kualitas publik
dan diakui resmi). Keempat unsur ini biasanya mengelompok dan menjadi suatu gejala
yang biasa disebut sebagai otoritas di dalam kelompok atau suatu kebudayaan.
 Menurut L. Pospisil, hukum memiliki empat sifat dasar yaitu (1) keputusan hukum
didukung oleh suatu kekuasaan, (2) keputusan hukum dimaksudkan berlaku umum, (3) 
keputusan hukum menetapkan hak pihak yang satu dan kewajiban pihak yang lain, dan
(4) keputusan hukum menentukan sifat dan beratnya sanksi. Menurut Hoebel ada tiga
fungsi pokok hukum yaitu (1) hukum menegaskan hubungan antara para anggota
masyarakat dengan menentukan perilaku yang layak dalam keadaan tertentu, (2)
hukum membagi-bagi wewenang untuk menggunakan paksaan dalam melaksanakan
sanksi, (3) hukum berfungsi untuk menegaskan hubungan–hubungan sosial dan untuk
menjamin adanya fleksibilitas.
 
Sanksi pada umumnya diartikan sebagai apa yang oleh hukum itu sendiri dikatakan
akan atau mungkin terjadi terhadap orang-orang yang dianggap bersalah karena
melanggar suatu aturan hukum. Oleh para ahli ilmu sosial,  melanggar  suatu aturan
hukum diberi arti yang lebih luas dari penggunaannya dalam hukum, yaitu sesuatu yang
dikenakan bagi orang yang berlaku tidak sesuai.
 Salah satu fungsi sanksi yang terpenting, baik sanksi hukum maupun bukan, adalah
membuat orang takut untuk melanggar norma sosial. Masyarakat Barat membedakan
antara kejahatan terhadap negara dan kejahatan terhadap individu,  sedangkan di
masyarakat non Barat tidak ada konsepsi tersebut. Pada masyarakat nonbarat lebih
dikenal jenis pelanggaran umum atau jenis pelanggaran pribadi. Kemudian, apabila ada
proses peradilan, maka dalam banyak hal, khususnya bagi kasus-kasus yang terjadi
dalam masyarakat non Barat, adalah lebih banyak untuk memulihkan harmoni daripada
untuk menghukum yang bersalah.
 Banyak penulis tentang hukum, masih sering mengemukakan pandangan bahwa
sanksi selalu bersifat  penderitaan fisik. Misalnya, menurut Hoebel  bahwa prasyarat
adanya hukum adalah penggunaan paksaan fisik yang dianggap sah. Sementara itu
Hoebel merumuskan bahwa norma sosial barulah merupakan hukum apabila
pelanggarannya atau pengabaiannya secara teratur diikuti oleh pelaksanaan atau
ancaman yang bersifat fisik.
 Bila berbicara tentang hukum dan keterkaitannya dengan masalah        kesejahteraan
sosial, maka pertama kita harus melihat arti kesejahteraan sosial dalam pengkajian
sosial terhadap hukum yang bersifat sangat kontekstual. Pemahaman mengenai
kesejahteraan sosial haruslah ditempatkan dalam konteks politik, ekonomi dan sosial
kultural setiap masyarakat dan pada dimensi waktu tertentu. Dengan demikian,
pengertian kesejahteraan  sosial dapat bersifat  sangat pluralistik.       
 Istilah kesejahteraan sosial pada umumnya sebenarnya mengacu pada suatu
perlindungan yang diupayakan oleh individu, kelompok-kelompok kekerabatan,
masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah untuk mengatasi kondisi-kondisi  sosial
tertentu. Beckmann melihat bahwa di tingkat awal istilah tersebut menunjukkan
keragaman nilai atau ideologi, dan dalam bentuk yang lebih konkret, seperti tujuan-
tujuan dari kebijakan. Pada tingkat yang berikut, istilah ini kemudian mengacu pada
lembaga penyelenggara. Dengan demikian kesejahteraan sosial tidak bersifat universal.
Kemudian, di tingkat yang terakhir yaitu pada tingkat pelaksanaan kegiatan,
kesejahteraan sosial diupayakan oleh individu dan kelompok dan dapat mewarnai
banyak proses sosial yang beragam.

Anda mungkin juga menyukai