ORTOPEDAGOGIK
Dibina oleh Dr. Nurhastuti
AFRINAYANTI
20003002
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk tugas . Selain
daripada itu dalam laporan ini masih begitu banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi
isi, struktur penulisan maupun hal-hal lainnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran positif yang membangun dari pembaca sekalian untuk perbaikan dikemudian
hari.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LAPORAN................................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Tujuan ..........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN ..........................................................................................................................................3
A. Kasus penolakan anak CIBI ..........................................................................................................3
B. Keterkaitannya dengan jurnal .....................................................................................................5
PENUTUP ..................................................................................................................................................6
A. Kesimpulan ..................................................................................................................................6
B. Saran ............................................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................7
iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia istilah gifted dikenal dengan cerdas istimewa berbakat istimewa/CIBI.
Istilah CIBI diperkenalkan pertama kali melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
tahun 2003, dan dapat kita temui pada pasal 32 ayat 1 yang berbunyi ”pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa”. Selanjutnya dalam penelitian ini, penggunaan istilah
Istilah anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa adalah sebuah istilah yang
digunakan bagi seorang anak yang memiliki kecerdasan luar biasa atau di atas rata- rata bila
dibandingkan dengan anak sebaya (Van Tiel & Van Tiel, 2015). Sementara pernyataan
Renzulli yang dikutip oleh Young & Balli menjelaskan bahwa seorang anak disebut anak
gifted bila memiliki skor yang tinggi pada tiga area yang ada yaitu intelegensi yang tinggi,
kreativitas yang tinggi, serta komitmen terhadap tugas yang tinggi (2014). Tiga hal ini akan
terlihat menonjol pada anak gifted hanya apabila mereka dihadapkan pada sesuatu yang
Sebagai pilar yang pertama dan utama, orang tua adalah seorang guru yang selalu
menjadi figur bagi anak-anaknya. Orang tua harus selalu mendampingi dan mendukung anak
untuk bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya (Dewantara: 2013: 374). Sebagai
seorang guru, orang tua seyogyanya memiliki pemahaman yang mumpuni untuk dapat
mendampingi anak gifted. Faktanya masih banyak ditemui permasalahan yang dihadapi dalam
pendidikan anak gifted yang dikarenakan oleh ketidak pahaman orang tua dan guru di sekolah
Salah satu penyebab keterbatasan guru untuk memahami setiap kebutuhan anak gifted
1
adalah karena banyaknya jumlah murid yang harus didampingi. Untuk mengatasi hal tersebut,
orang tua harus berperan aktif memberikan informasi kepada guru tentang kondisi khusus
anak gifted. Informasi yang disampaikan oleh orang tua dapat digunakan untuk
mengupayakan terpenuhinya kebutuhan belajar anak gifted secara optimal. Hal ini tidak
mudah karena keterbatasan informasi yang dimiliki orang tua tentang anak gifted.
Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk membantu identifikasi dan
intervensi anak gifted. Hal ini perlu untuk mengoptimalkan potensi anak gifted yang seringkali
tidak terlihat karena tersamar atau tertutup oleh kondisi-kondisi lainyang lebih mudah diamati
seperti kontrol emosi, keterlambatan bicara, masalah tumbuh kembang, atau komorbit
lainnya. Penelitian ini juga ingin mengungkap permasalahan yang dihadapi dalam
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui kasus penolakan yang
pernah di dapatkan oleh anak berkebutuhan khusus dan keterkaitannya dengan jurnal.
2
PEMBAHASAN
A. Kasus penolakan anak CIBI
Kisah Julie Liong yang Dikaruniai Anak dengan Kondisi Gifted
Kerap dipanggil kepala sekolah karena Nico tak lancar baca-tulis, Julie kaget mendapati IQ
sang anak di atas rata-rata. Di Indonesia diperkirakan ada 2,6 juta anak gifted yang salah
penanganan.
Mami yakin sama institusi yang namanya sekolah?
Kita harus duduk dan dengerin guru, mami yakin kita harus belajar dari buku?
Mami yakin guru selalu benar?
Apa tidak sebaiknya kita belajar dengan eksplorasi deh…
Kaget benar Julie Liong mendapat rentetan pertanyaan itu dari sang buah hati, Nico Jeremiah
Tjahjadi. Apalagi, ketika itu, putranya tersebut baru duduk di kelas II sekolah dasar (SD).
Nico adalah satu di antara sekian banyak anak Indonesia yang dikaruniai kecerdasan luar
biasa. Bahasa umum yang sering digunakan adalah gifted. Di antara kehebatan Nico lainnya,
dia dapat menyelesaikan susunan warna bricks dalam waktu sekitar 12 detik saja.
’’Sekarang Nico kelas VI SD,’’ katanya tentang sang putra yang kini berumur 11 tahun itu
saat ditemui di Noble Academy, Jakarta, kemarin (20/11).
Julie menjelaskan kali pertama mengetahui ada sesuatu pada Nico ya saat dia di bangku kelas
II SD itu. Saat itu Nico sekolah di sekolah umum. Bukan sekolah khusus anak-
anak gifted seperti di Noble Academy.
Ketika duduk di bangku kelas II SD itu, Nico belum lancar membaca dan menulis. Bahkan,
saat itu Julie sering dipanggil kepala sekolah.
Setahun bisa tiga kali dia dipanggil kepala sekolah. Pemanggilan itu berkaitan dengan
perkembangan akademik si Nico.
’’Anak saya dinilai bermasalah. Saya juga bingung. Saya cuma bisa jawab, ya nanti saya
usahakan,’’ kenangnya.
Dari pengamatan Julie, anaknya memang kurang menguasai baca dan tulis jika dibandingkan
dengan anak-anak sebayanya. Tapi, Nico memiliki keterampilan yang bagus.
Di antaranya, kerap membuat mainan sendiri dari bahan kardus. Itu dia lakukan setiap kali
minta mainan dan tidak dibelikan.
Masuk ke kelas III, bahkan sampai di kelas IV, tidak ada perkembangan yang signifikan pada
kemampuan akademik Nico. Julie otomatis khawatir. Sebab, saban Minggu sang putra gusar,
panik, atau cemas berlebihan. Seolah-olah dia takut harus kembali ke sekolah.
Julie berusaha menenangkannya. ’’Saya selalu bilang, Mami tidak menuntut apa-apa. Mami
tidak menuntut nilai bagus,’’ katanya.
Tapi, tetap saja Nico terlihat cemas. Julie yang tinggal di Jakarta mengatakan bahwa anaknya
tidak sampai mengalami perundungan di sekolah. Tapi memang kurang membaur dalam
pergaulan.
3
Akhirnya dia mendapatkan informasi keberadaan Noble Academy. Dibawalah sang putra ke
sana untuk menjalani tes. Dan betapa kagetnya Julie mendapatkan hasilnya.
’’(Hasil tes di Noble Academy, Red) anak ibu smart sekali,’’ kenangnya.
Untuk kali pertama itu ada pihak yang menyebut Nico sebagai anak yang cerdas atau smart.
Julie lantas berkonsultasi dengan seorang psikolog.
Hasilnya kurang lebih sama. Dari seorang psikolog yang ada di Bandung, Nico dinyatakan
genius gifted.
Jadi, bukan genius saja atau gifted saja. Tetapi dua-duanya. Oleh psikolog tersebut, Nico
dianjurkan pindah ke sekolah yang khusus anak-anak gifted.
Pertengahan Januari lalu Nico menjalani tes IQ. Hasilnya, dia memiliki skor IQ 147 poin. Itu
cukup tinggi jika dibandingkan dengan rerata IQ anak seusianya di Indonesia. Menurut data
brainstats.com, rata-rata IQ warga Indonesia adalah 87 poin.
Dengan tingkat IQ seperti itu, meskipun di kelas II SD tidak lancar baca dan tulis, Nico bisa
menceritakan terjadinya hujan dengan detail. Bahkan, dia lancar menceritakan kenapa panda
langka dan dilindungi.
Menginjak kelas V SD, Nico dimasukkan ke Noble Academy. Tapi sebatas ikut
ekstrakurikuler STEM (science, technology, engineering, and mathematic) dahulu. Jadi,
Senin sampai Jumat Nico sekolah di sekolahan umum dan setiap Sabtu dia ikut di Noble
Academy.
Julie mengikuti keseharian Nico saat itu. Dia lega karena anaknya mulai bisa tersenyum,
tertawa lepas, dan tampak gembira.
’’Nico sudah seperti anak-anak biasanya,’’ ujarnya.
Sampai suatu saat dia tanya ke Nico apakah betah berada di Noble Academy. Nico
mengiyakan. Sebagai orang tua, dia ingin melihat putra sulungnya itu menjalani hari-hari
yang bahagia.
Kepada orang tua lain yang mungkin anaknya bermasalah dalam mengikuti pelajaran atau
sejenisnya, Julie berpesan jangan putus asa dahulu. Jangan patah semangat. ’’Coba dicek lagi
(kondisi anaknya, Red),’’ tuturnya. Sebab, bisa jadi sistem belajarnya yang kurang cocok
dengan si anak.
Manager Marketing Noble Academy Denny Dinar menyatakan, di tempatnya ada lebih dari
20 anak-anak seperti Nico dengan beragam jenjang pendidikan. Dia menegaskan, dari sisi
inteligensi, anak-anak gifted berada di atas rata-rata anak sebayanya. Tetapi, aspek
emosionalnya masih standar anak-anak seusia mereka.
Di sekolah umum, anak-anak gifted biasanya kurang berprestasi. Bahkan dikucilkan dan
kemudian menjadi malas belajar.
Kondisi itulah yang menginisiasi berdirinya Noble Academy sekitar dua tahun lalu. Pada
momen Hari Anak Sedunia atau World Children’s Day yang diperingati setiap 20 November,
Denny mengatakan bahwa lembaganya sengaja mengangkat fenomena anak-
anak gifted untuk edukasi ke publik.
Dia mengakui banyak yang salah sangka terhadap anak-anak gifted. ’’Gifted dicap anak
berkebutuhan khusus,’’ katanya.
4
Dia menegaskan, anak-anak gifted berbeda dengan anak berkebutuhan khusus atau bahkan
anak yang harus sekolah di SLB. Sebaliknya, anak-anak gifted adalah anak-anak yang
memiliki IQ di atas rata-rata anak seusianya.
Psikolog dari Universitas Surabaya (Ubaya) Evy Tjahjono yang ikut bergabung secara virtual
mengatakan, secara intelektual, anak-anak gifted mau ikut bersama teman-teman sebayanya.
’’Namun, ternyata nggak nyambung, nggak cocok. Tetapi, secara sosial dia berada di
kelompok itu,’’ tuturnya.
Evy menjelaskan, anak-anak gifted memiliki ketidaksejajaran antara kemampuan mental dan
emosional. Kondisi itulah yang kerap membuat anak-anak gifted frustrasi dengan kehidupan.
Mereka bisa memikirkan hal-hal jauh ke depan. Namun, secara emosional, mereka belum
mampu memahami hal itu.
’’Sungguh ini suatu kelebihan, bukan kekurangan,’’ katanya.
Diperkirakan 67 persen anak-anak gifted di dunia mengalami underachievement atau tidak
ditangani dengan baik. Sementara itu, di Indonesia diperkirakan ada 2,6 juta anak gifted yang
salah penanganan. Sampai saat ini belum banyak sekolah yang bisa menampung anak-
anak gifted dengan layanan pendidikan yang tepat.
Dengan mengutip Jean-Charles Terrasier, Maria Van Teil menyatakan bahwa saat ini
sering ditemui adanya anak gifted yang mengalami disinkronisasi, yaitu adanya ketidak
sinkronan perkembangan anak-anak gifted yang kemudian berakibat dalam berbagai
perkembangan perilaku yang menyimpang dari pola umum, sekaligus juga mengakibatkan
berbagai prestasi yang tidak seimbang dari anak-anak ini dan berbuntut pada kefrustrasian,
agresivitas, penarikan dan isolasi diri, pelepasan energi secara negatif, rendah diri, jatuhnya
prestasi di sekolah, dan mudah tersinggung. Pada akhirnya situasi ini menyebabkan potensi
keberbakatannya menjadi tertutupi oleh masalah yang dimilikinya.
Selain itu, Van der Kolk-Woltha.r juga menyatakan bahwa pada anak gifted terjadi
juga kesulitan dalam proses bermain dengan teman sebayanya. Berbagai kesulitan bermain
dengan teman sebaya, bukan hanya karena anak-anak ini mempunyai seleksi permainan yang
sangat tinggi, tetapi juga karena gaya berfikir yang berbeda (global dan perfeksionis), gerak
motorik yang berbeda, tetapi juga anakanak ini eigenwijs (mengikuti keinginan dirinya
sendiri), dalam bermain bersama tidak mau dicampuri.
Bukan hanya itu, ada juga individu gifted yang disebut Twice Exceptional Gifted
(anak gifted dengan keistimewaan ganda) atau kadang disebut juga Gifted with Learning
Disable (anak gifted dengan gangguan belajar). Lebih lanjut diungkap Maria bahwa sekalipun
dalam berbagai tes inteligensia menunjukkan profil verbal dan performal yang tidak harmonis
ternyata bukan berarti kemudian anak ini kelaknya akan mengalami learning disabilities
(kesulitan belajar seperti disleksia, diskalkulia, disgrafia).
5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berbakat adalah anak yang diidentifikasi oleh orang-orang yang
berkualifikasi profesional sebagai anak yang memiliki kemampuan luar biasa.
Mereka menghendaki program pendidikan yang sesuai atau layanan melebihi
sebagaimana diberikan secara normal oleh program sekolah regular, sehingga
dapat merealisasikan kontribusi secara bermakna bagi diri dan masyarakatnya.
Karakteristik anak berbakat, diantaranya menunjukkan kemampuan di atas rata-
rata, terutama di bidang kemampuan umum, kemampuan khusus, dan menunjukkan
komitmen yang terhadap tugas, serta menunjukkan kreativitas yang tinggi
B. Saran
Teman sebaya dan lingkungan juga memiliki peran yang signifikan dalam
proses pengembangan anak-anak dengan kemampuan istimewa ini. Perlakuan yang
sama adalah yang sangat diharapkan oleh mereka yang diindikasi memiliki
keberbakatan, penerimaan dengan setulusnya menjadi kunci keberhasilan pergaulan
mereka. Pada misi tersebut peran teman sebaya menjadi sangat penting, agar anak-
anak berbakat ini tidak terisolir.maka sebaiknya lingkungan dan temannya tidak
boleh mengucilkan anak giften ini karena anak giften hakikatnya sama dengan anak
normal yang berbeda hanya penempatannya dan orang tua juga harus
memerhatikan anak sehingga tidak salah memasukan anak ke sekolah umum.
6
DAFTAR PUSTAKA
Safutra, Ilham. “Kisah Julie Liong Yang Dikaruniai Anak Dengan Kondisi Gifted.” Jawa
Post, 2020, https://www.jawapos.com/features/21/11/2020/kisah-julie-liong-yang-
dikaruniai-anak-dengan-kondisi-gifted/.