Anda di halaman 1dari 104

1

LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO A BLOK 11

Disusun Oleh : Kelompok A6

Alfiyah Munawwaroh 04011181924010


Abdullah
Sekar Pramanik Ramadhani 04011181924022
Sigit Nur Prastowo 04011181924023
Nadira Mumtaz Hasbiallah 04011181924025
Muhammad Faiz Rizani 04011181924028
Emmeralda Pancanitha 04011181924032
Annisa Zahra Kamila 04011181924034
Aji Fendi 04011281924079
Salsabila Nadhifah 04011281924088
Tongam Pasarela Saing 04011281924091
Luthfiyah Khairunnisa 04011281924118

Tutor : dr. Mezfi Unita, Sp.PA

Program Studi

Pendidikan Dokter Umum


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2020

1
2

LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK

Tutor : dr. Mezfi Unita, Sp.PA


Moderator : Sigit Nur Prastowo
Sekretaris Meja : Nadira Mumtaz Hasbiallah
Sekretaris Papan : Luthfiyah Khairunnisa
Presentan : Annisa Zahra Kamilah
Pelaksanaan : 1 Desember 2020 – 4 Desember 2020

Peraturan selama team based learning:


1. Menginterupsi secara sopan
2. Membuka gadget untuk keperluan tutorial atas izin moderator dan tutor
3. Izin terlebih dahulu jika ingin ke toilet
4. Tidak boleh keluar tanpa izin moderator
5. Tidak boleh berisik dan mengganggu orang lain
6. Hasil akhir merupakan kesepakatan bersama
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 11
sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian
dari pembelajaran yang berbasis Problem Based Learning (PBL) di Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Mezfi Unita selaku tutor
serta semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Palembang, 3 Desember 2020

Kelompok A6
4

DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................................1

LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK...................................................................................................2

KATA PENGANTAR............................................................................................................................3

DAFTAR ISI........................................................................................................................................4

A. SKENARIO...........................................................................................................5

B. KLARIFIKASI ISTILAH...........................................................................................5

C. IDENTIFIKASI MASALAH (PROBLEM IDENTIFICATION)........................................7

D. ANALISIS MASALAH (PROBLEM ANALYSIS).........................................................9

E. LEARNING ISSUES.............................................................................................20

F. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN.............................................................20

G. SINTESIS...........................................................................................................23

H. KERANGKA KONSEP...........................................................................................95

I. KESIMPULAN.....................................................................................................96

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................97
5

A. Skenario
Seorang anak laki-laki umur 10 tahun dibawa ibunya ke Puskesmas dengan
keluhan utama adanya benjolan pada leher kanan dengan pertumbuhan yang
cepat dalam 1 bulan, berukuran sebesar telur ayam kampung. Benjolan tidak
nyeri.
Pasien tidak mengalami demam, nafsu makan normal, tidak ada penurunan
berat badan, tidak ada berkeringat malam hari dan tidak ada sakit tenggorokan.
Riwayat pernah ada koreng di kepala disangkal dan tidak ada keluhan apapun
pada gigi. Pasien belum pernah berobat. Ketika ditanyakan kemungkinan ada
kontak dengan kucing, pasien menyatakan lupa namun di sekitar rumah pasien
banyak kucing liar. Pasien menyangkal pernah konsumsi daging mentah.
Pasien juga tidak pernah kontak dengan orang batuk lama.
Pada pemeriksaan fisik lokalis leher kanan tampak benjolan dengan
diameter 3 cm, bulat, kenyal, warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak nyeri
tekan dan tidak terfiksir. Pada leher belakang dijumpai dua benjolan kecil-
kecil dengan diameter 0,5 dan 0,7 cm. Benjolan teraba kenyal, tidak nyeri
tekan dan tidak terfiksir. Tidak ada lesi atau jaringan parut di kulit kepala.

Pemeriksaan fisik lainnya: dalam batas normal.

Pemeriksaan Laboratorium:
HB 13 g/dl; Leukosit: 12.000/mm3; LED : 19 mm/jam; DC: 0/1/2/51/40/6.
Urin rutin: dbn .
Pemeriksaan apa saja yang harus saudara lakukan dan bagaimana hasil
yang anda harapkan! Minta kepada tutor!

B. Klarifikasi Istilah
1. Benjolan
Pembengkakkan jaringan (Merriam Webster).
2. Koreng
Luka yang bernanah dan membusuk (KKBI).
6

3. Kenyal
Empuk dan berdaya pantul (apabila ditekan kembali ke bentuk semula,
seperti bola karet) (KBBI).
4. Terfiksir
Terikat atau terpusat pada sesuatu (KBBI).
5. Lesi
Diskontinuitas jaringan patologis atau traumatis atau hilangnya fungsi dari
suatu bagian (Dorland).

6. Hb (hemoglobin)

Pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang


sedang berkembang di dalam sumsum tulang (Dorland).
7. LED (Laju Endap Darah)
Kecepatan sel darah merah yang mengendap di sebuah tabung seluruh darah
(Merriam Webster).
8. Jaringan Parut
Jaringan ikat yang membentuk bekas luka dan terutama terdiri dari
fibroblas di bekas luka baru dan sebagian besar dari serat kolagen padat di
bekas luka lama (Merriam Webster).
9. DBN
Dalam batas normal (jurnal FK UMI).
10. DC (Differential Count)
Eosinofil, basofil, batang, segmen, limfosit, dan monosit (Penuntun
Praktikum PA Unud).
7

C. Identifikasi Masalah (Problem Identification)

No. Kenyataan O-E Perhatian


1.
Seorang anak laki-laki umur 10 tahun dibawa
TS VVV
ibunya ke Puskesmas dengan keluhan utama
adanya benjolan pada leher kanan dengan
pertumbuhan yang cepat dalam 1 bulan,
berukuran sebesar telur ayam kampung.
Benjolan tidak nyeri.
2. Pasien tidak mengalami demam, nafsu makan TS V
normal, tidak ada penurunan berat badan, tidak
ada berkeringat malam hari dan tidak ada sakit
tenggorokan. Riwayat pernah ada koreng di
kepala disangkal dan tidak ada keluhan apapun
pada gigi. Pasien belum pernah berobat. Ketika
ditanyakan kemungkinan ada kontak dengan
kucing, pasien menyatakan lupa namun di sekitar
rumah pasien banyak kucing liar. Pasien
menyangkal pernah konsumsi daging mentah.
Pasien juga tidak pernah kontak dengan orang
batuk lama.

3. Pada pemeriksaan fisik lokalis leher kanan tampak TS VV


benjolan dengan diameter 3 cm, bulat, kenyal,
warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak nyeri
tekan dan tidak terfiksir. Pada leher belakang
dijumpai dua benjolan kecil-kecil dengan diameter
0,5 dan 0,7 cm. Benjolan teraba kenyal, tidak
nyeri tekan dan tidak terfiksir. Tidak ada lesi atau
jaringan parut di kulit kepala. Pemeriksaan fisik
lainnya: dalam batas normal.
8

Tn.A tidak mengeluhkan adanya batuk, nyeri


saat buang air kecil, nyeri di bagian bawah
perut ataupun diare.
4. Pemeriksaan Laboratorium: TS VV

HB 13 g/dl; Leukosit: 12.000/mm3; LED : 19


mm/jam; DC: 0/1/2/51/40/6.

Urin rutin: dbn

.
9

D. Analisis Masalah
1. Seorang anak laki-laki umur 10 tahun dibawa ibunya ke Puskesmas dengan
keluhan utama adanya benjolan pada leher kanan dengan pertumbuhan yang
cepat dalam 1 bulan, berukuran sebesar telur ayam kampung. Benjolan tidak
nyeri.
a. Bagaimana mekanisme terjadinya benjolan pada skenario?
Infeksi bakteri B. henselae mengaktivasi Th1 dan menginduksi VEGL dan IL1.
Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan respon imun.VEGL dan IL1
juga akan menginduksi reaksi inflamasi limfosit plasmatic granulomatous
kronis, peningkatan respon imun, dan reaksi inflamasi akan memicu terjadinya
pembesaran KGB.

b. Apa kemungkinan yang terjadi jika ada benjolan pada leher dengan
pertumbuhan cepat dalam 1 bulan?
Berdasarkan waktu terjadinya, limfadenopati akut terjadi jika pembesaran
KGB terjadi kurang dari 2 minggu, sedangkan limfadenopati subakut terjadi
jika pembesaran berlangsung selama 2-6 minggu. Pembesaran KGB yang
berlangsung lebih dari 6 minggu menandakan limfadenopati kronis.

c. Apa organ yang mengalami benjolan pada skenario?


Kelenjar getah bening regio servikal.

d. Bagaimana hubungan benjolan dengan rasa nyeri?


Benjolan pada skenario tidak disertai nyeri karena dalam skenario, radang telah
memasuki fase kronik. Nyeri hanya karena infeksi sekunder. Mekanisme nyeri
pada radang disebabkan penekanan ujung-ujung saraf akibat eksudasi ke area
radang. Alasan lain disebabkan oleh adanya mediator kimia seperti
prostaglandin dan bradykinin. Sedangkan hipotesis lain mengatakan adanay
peningkatan suhu, gangguan fungsi enzim, dan penurunan pH juga berperan.

2. Pasien tidak mengalami demam, nafsu makan normal, tidak ada penurunan
berat badan, tidak ada berkeringat malam hari dan tidak ada sakit tenggorokan.
10

Riwayat pernah ada koreng di kepala disangkal dan tidak ada keluhan apapun
pada gigi. Pasien belum pernah berobat. Ketika ditanyakan kemungkinan ada
kontak dengan kucing, pasien menyatakan lupa namun di sekitar rumah pasien
banyak kucing liar. Pasien menyangkal pernah konsumsi daging mentah.
Pasien juga tidak pernah kontak dengan orang batuk lama.
a. Apa saja penyakit yang bisa disebabkan ketika kontak dengan kucing?
Toxoplasmosis, cat scratch disease, ringworm oleh jamur genus
Epidermophyton, microsporum dan trichophyton, scabies, kriptosporidosis, dan
rabies.

b. Bagaimana hubungan riwayat koreng di kepala dengan benjolan pada


skenario?
Kemungkinan koreng di kepala adalah karena cakaran kucing. Karena itu,
pasien mengalami limfadenopati.

c. Bagaimana interpretasi dari hasil anamnesis?


Dari hasil anamnesis, pasien tidak mengalami demam, nafsu makan normal,
tidak ada penurunan berat badan, tidak ada berkeringat malam hari dan tidak
ada sakit tenggorokan. Riwayat pernah ada koreng di kepala disangkal dan
tidak ada keluhan apapun pada gigi. Pasien belum pernah berobat. Ketika
ditanyakan kemungkinan ada kontak dengan kucing, pasien menyatakan lupa
namun di sekitar rumah pasien banyak kucing liar. Pasien menyangkal pernah
konsumsi daging mentah. Pasien juga tidak pernah kontak dengan orang batuk
lama. Dari jawaban pertanyaan tersebut, pasien tidak mengalami adanya
gangguan konstitusional seperti demam, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan. Hal ini menghubungkan tidak adanya limfadenopati
yang ganas. Tidak adanya sakit tenggorokan dan tidak adanya riwayat koreng
di kepala menjauhkan pasien dari diagnosis tuberculosis limfadenopati.
Dikarenakan pasien menyatakan di sekitar rumah pasien banyak kucing liar,
memungkinkan bahwa pasien terdiagnosis cat-scratch disease meskipun pasien
menyangkal adanya riwayat kontak dengan kucing.
11

d. Bagaimana template anamnesis dari skenario?


1. Umur penderita
Umur adalah faktor pertimbangan yang sangat penting. Hal ini
dikarenakan dapat membantu memprediksi kemungkinan proses jinak
maupun ganas. Kelenjar getah bening umumnya tidak teraba pada bayi baru
lahir. Pada anak umur lebih muda, KGB yang teraba di daerah servikal,
aksila, dan inguinal sering masih dikatakan normal. Kelenjar getah bening
teraba yang paling umum antara usia 3 dan 5 tahun.
Diagnosis diferensial limfadenopati akan berubah seiring dengan
bertambahnya umur. Sebagai contoh, limfoma Hodgkin merupakan penyebab
penting dari limfadenopati pada populasi pasien remaja dan dewasa, tetapi
jarang terjadi sebelum umur 10 tahun. Dengan demikian, penyakit Hodgkin
harus dipertimbangkan pada seorang remaja yang tampaknya baik namun
memiliki pembesaran KGB patologis pada servikal atau supraklavikula, dari
anak umur 3 tahun yang memiliki temuan klinis yang sama. Penyakit menular
seksual adalah penyebab umum dari limfadenopati inguinal di akhir masa
remaja dan dewasa. Sebaliknya, infeksi saluran pernafasan atas, otitis, dan
konjungtivitis sering menyebabkan limfadenopati servikalis reaktif kronis
pada kelompok taman kanak-kanak dan usia dini. (Lanzkowksy, 2011).
2. Gejala Konstitusional
Gejala konstitusional yang sering dihubungkan dengan limfadenopati
yang ganas yaitu demam, keringat malam, penurunan berat badan lebih dari
10 % dalam 6 bulan, pruritus atau rash, atralgia, atau fatigue. Sedangkan
gejala dengan atralgia, kelemahan otot dan adanya rash pada kulit sering
dihubungkan ke arah penyakit autoimun seperti rematoid artritis, lupus
eritematosus, atau dermatomyositis. Adanya limfadenopati servikalis sering
diikuti gejala konstitusional seperti fatigue, malaise, panas atau nyeri
menelan. (Friedmann, 2008)
3. Riwayat Paparan
Riwayat paparan (eksposur) sangat penting untuk menentukan penyebab
12

limfadenopati. Paparan hewan dan serangga, penggunaan obat-obatan yang


lama, kontak dengan penyakit menular, dan riwayat infeksi berulang penting
dalam evaluasi limfadenopati. Paparan travel related dan status imunisasi
harus dicatat, karena banyak penyakit tropis atau nonendemic dapat dikaitkan
dengan limfadenopati persisten. Paparan lingkungan seperti tembakau,
alkohol, dan radiasi ultraviolet meningkatkan kecurigaan kearah karsinoma
metastasis. Riwayat seksual dan orientasi seksual penting dalam menentukan
penyebab limfadenopati inguinalis dan leher rahim oleh karena penyakit
menular seksual. Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga mungkin
meningkatkan kecurigaan penyebab limfadenopati oleh karena keganasan.
(Ferrer,2006)
Berikut tabel riwayat paparan menurut Ferrer,2006
13

4. Karakteristik Limfadenopati
4.1. Onset dan durasi
Berdasarkan durasinya, limfadenopati akut jika pembesaran KGB terjadi
kurang dari 2 minggu, sedangkan limfadenopati subakut jika pembesaran
KGB berlangsung 2-6 minggu dan limfadenopati kronis jika pembesaran
KGB berlangsung lebih dari 6 minggu. (Nugroho, 2012)
`
4.2. Ukuran
Mendefinisikan ukuran normal tidaknya suatu KGB tidaklah mudah, namun
terdapat aturan praktis sebagai berikut: KGB normal daerah aksila dan daerah
servikal mencapai ukuran 1 cm, di daerah inguinal mencapai ukuran 1,5 cm,
dan di lokasi epitrochlear mencapai hingga 0,5 cm. Seperti disebutkan, batas
ukuran KGB berbeda berdasarkan umur dan umumnya kurang bermakna pada
anak-anak dibandingkan pada remaja dan orang dewasa, mungkin karena
dipengaruhi paparan antigen disamping pengaruh pembentukan antibodi serta
imunitas. (Nugroho,2012)

4.3. Nyeri
Rasa nyeri timbul ketika terjadi pembesaran KGB yang cepat meningkat
dalam ukuran maupun konsistensinya. Nyeri biasanya hasil dari proses
peradangan atau supurasi, tapi nyeri juga mungkin hasil dari pendarahan ke
dalam pusat nekrotik nodus yang ganas. Pada pembesaran KGB oleh infeksi
virus, umumnya bilateral lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh
bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi
dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih
panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif
menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan,
tanda-tanda peradangan tidak ada, kelenjar akan keras dan tidak dapat
digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya. (Lanzkowksy,
2011)
14

4.4. Konsistensi
Konsistensi atau kualitas KGB yang keras seperti batu mengarahkan kepada
keganasan, padat seperti karet ke arah limfoma, lunak mengarah ke proses
infeksi, dan fluktuasi menunjukkan telah terjadinya abses atau pernanahan.
Adanya kelenjar yang lunak, mudah ditekan dan bergerak bebas lebih
mengarah ke jinak. Istilah "shotty" mengacu pada kelenjar kecil seperti gotri
di bawah kulit, seperti yang ditemukan dalam kelenjar di servikal anak-anak
dengan penyakit virus. (Ferrer, 1998)

4.5. Fiksasi
Sekelompok KGB yang merasa terhubung dan tampaknya bergerak sebagai
satu unit dikatakan membentuk suatu anyaman (terfiksir). Kelenjar tersebut
dapat berupa jinak (misalnya, tuberkulosis, sarkoidosis atau
lymphogranuloma venereum) atau ganas (misalnya, karsinoma metastasis
atau limfoma). (Ferrer,1998)

4.6. Lokasi
Penentuan lokasi pembesaran KGB sangat berguna dalam mengklasifikasikan
sebagai limfadenopati generalisata, di mana dua atau lebih kelompok kelenjar
atau situs yang terlibat, atau limfadenopati lokal pada satu lokasi saja.
Limfadenopati lokal lebih umum ditemukan dalam praktek sehari-hari
dibandingkan limfadenopati generalisata, dengan KGB di daerah leher terlibat
paling sering, diikuti oleh kelenjar inguinalis. Limfadenopati lokal dapat
terjadi dari infeksi kelenjar itu sendiri (lymphadenitis) atau dari infeksi di
daerah drainasenya. Jika limfadenopati generalisata, maka dalam pemeriksaan
fisik harus fokus pada mencari tanda-tanda penyakit sistemik. Temuan yang
paling membantu adalah ruam, lesi membran mukosa, hepatomegali,
splenomegali atau arthritis. Splenomegali dan limfadenopati terjadi secara
bersamaan di berbagai kondisi, termasuk infeksi mononucleosis, leukemia
limfositik, limfoma dan sarkoidosis. (Bazemor & Smucker, 2002).
15

3. Pada pemeriksaan fisik lokalis leher kanan tampak benjolan dengan diameter 3
cm, bulat, kenyal, warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan dan
tidak terfiksir. Pada leher belakang dijumpai dua benjolan kecil-kecil dengan
diameter 0,5 dan 0,7 cm. Benjolan teraba kenyal, tidak nyeri tekan dan tidak
terfiksir. Tidak ada lesi atau jaringan parut di kulit kepala. Pemeriksaan fisik
lainnya: dalam batas normal. Tn.A tidak mengeluhkan adanya batuk, nyeri saat
buang air kecil, nyeri di bagian bawah perut ataupun diare.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
a. Pada pemeriksaan fisik lokalis leher kanan, terdapat benjolan
berdiameter 3 cm dan 2 benjolan berdiameter 0,5 dan 0,7 cm
di leher belakang dengan karakteristik teraba kenyal, tidak
nyeri tekan menandakan adanya infeksi pada KGB. Mobilitas
yang tidak terfiksasi mengeliminasi adanya kemungkinan
karsinoma karena karsinoma seharusnya terfiksasi.
b. Tidak adanya nyeri dapat merujuk pada tidak adanya
peregangan pada kapsul kelenjar.
c. Kelenjar kenyal tidak spesifik menandakan adanya inflamasi,
namun juga dapat diartikan sebagai infeksi, pendarahan atau
nekrosis.
d. Tidak adanya lesi atau jaringan parut di kulit kepala
mengartikan bahwa tidak ada riwayat luka yang mencapai
wilayah dermis di kulit kepala.

b. Mengapa benjolan tidak terfiksir?


Benjolan yang memiliki kapsul tidak akan terfiksir sehingga mudah
digerakkan. Benjolan yang tidak memiliki kapsul akan terfiksir dan biasanya
bersifat malignan (ganas).

c. Adakah hubungan benjolan disebelah kanan leher dengan dua benjolan kecil
pada leher belakang?
Benjolan yang di alami pasien merupakan limfadenopati multiple, yaitu
16

terdapat pembesaran kelenjar limfa di beberapa tempat di leher.

4. Pemeriksaan Laboratorium:

HB 13 g/dl; Leukosit: 12.000/mm3; LED : 19 mm/jam; DC: 0/1/2/51/40/6.

Urin rutin: dbn.

a. Bagaimana interpretasi dan nilai normal dari pemeriksaan laboratorium?


17

b. Bagaimana pemeriksaan dan perhitungan pemeriksaan laboratorium?

- Kadar Hemoglobin (Hb)

(Hemoglobinometri  Cara Sahli)


Prosedur Cara Kerja:
1) Tabung hemometer diisi dengan larutan HCl 0,1N sampai tanda 2 g%.
2) Sampel darah dihisap dengan pipet Sahli sampai tanda 20 cmm.
3) Bagian ujung luar pipet dibersihkan dengan kertas saring.
4) Darah segera ditiup dengan hati-hati ke dalam larutan Hcl 0,1N dalam
tabung hemometer tanpa menimbulkan gelembung udara.
5) Pipet dibilas dengan cara meniup dan menghisap HCl 0,1N yang ada dalam
tabung hemometer beberapa kali. Juga bagian luar pipet Sahli dibilas beberapa
kali dengan beberapa tetes larutan HCl 0,1N atau aquades.
6) Tunggu 10 menit, memberi kesempatan terbentuknya asam hematin (95%).
7) Asam hematin ini kemudian diencerkan dengan aquades tetes demi tetes
sambil diaduk sampai didapatkan warna yang  warna standard.
8) Meniskus larutan dibaca dan dinyatakan dalam g% (g/dl).

- Laju endap darah (LED)


Cara Westergreen (Erythrocyte Sedimentation Rate = ESR) (Blood Bezinking
Znelheid = BBS)
Prosedur Kerja
1) Pipet NaCl 0,9% dengan pipet Westergreen sampai skala 150, kemudian
masukkan ke dalam tabung Westergreen.
2) Sampel darah dengan antikoagulan EDTA dihisap dengan pipet Westergreen
yang telah berisi NaCl 0,9% tadi.
3) Campur isi tabung Westergreen dengan cara menyedot dan meniup bebe-
rapa kali sehingga tercampur baik.
18

4) Campuran larutan dalam tabung Westergreen kemudian dihisap dengan


pipet Westergreen sampai skala 0, kemudian letakkan pipet Westergreen tegak
lurus pada rak Westergreen.

- Differential Count
Prosedur Kerja
1. Identifikasi dilakukan di daerah penghitungan (counting area).
2. Identifikasi sel dimulai dari satu sisi bergerak ke sisi lain, kemudian kembali
ke sisi semula dengan arah zigzag berjarak  3 lapangan pandang (lihat
gambar-1 !).
3. Untuk memudahkan penghitungan, maka buatlah kotak-kotak sebagai
berikut (lihat gambar-2 !). 4. Jenis leukosit yang mula-mula terlihat
dimasukkan dari kolom1, bila jumlah sel sudah 10 pindah ke kolom-2.
5. Tiap kolom mengandung 10 sel yang sudah diidentifikasi, dan bila ke 10
kolom sudah terisi berarti sudah 100 lekosit yang diidentifikasi dan dihitung.
D. Nilai Rujukan Eosinofil / Basofil / Stab / Segmen / Limfosit / Monosit 1 –
4% / 0 – 1%/ 2 – 5%/ 36 – 66% / 22 – 40% / 4 – 8%.

Cara:
19

1. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5, hapuslah
kelebihan darah yang melekat di ujung luar pipet.
2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Turk sampai tanda 11, sambil memutar-mutar
pipetnya, lepaskan karetnya.
3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke
dalam kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
5. Hitung di bawah mikroskop dengan: Kamar hitung Improved Neubauer:
Leukosit : dengan HPF dalam 64 kotak kecil atau dalam 4 x 16 kotak kecil dan
hasilnya dikalikan dengan 50.
- Urin :
Pemeriksaan makroskopik
a. Jumlah urin
Produksi urin normal pada dewasa ialah 1000-1800 mL/24 jam. Jumlah urin
>2000 mL/24 jam disebut poliuria, sedangkan muda, dapat dilakukan pencucian
dengan alkohol serupa sehingga tidak ada lagi warna yang mengalir dari sediaan.
b. Warna urin.
Normalnya kuning muda sampai kuning tua, tergantung kadar urobilin di dalam
urin. Bila mengandung banyak darah (hematuria), maka warna urin menjadi mer
ah, coklat sampai kehitaman.
c. Kejernihan urin.
Normalnya urin jernih, bila didiamkan dapat menjadi keruh (akJbat
pengendapan lendir, leukosit, dan epitel). Beberapa kondisi yang membuat urin
keruh sejak awal: kadar fosfat yang tinggi, bakteri, atau unsur-unsur sedimen
(eritrosit, leukosit, dan epitel) yang terlalu banyak.
d. Berat jenis.
Normalnya 1.003-1.030. Semakin besar diuresis, semakin rendah berat jenis
urin.
e. Bau urin.
Bau urin disebabkan oleh kandungan asam-asam yang memudah menguap. Bau
urin juga dapat disebabkan oleh makanan (petai, jengkol, durian), obat-obatan
20

(penisilin, mentol, terpentin), akibat pembusukan protein (misal pada kanker


saluran kemih), dan sebagainya.

c. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan dan bagaimana hasil yang
diharapkan?

Selain pemeriksaan laboratorium, untuk menegakkan diagnosis perlu


dilakukan pemeriksaan penunjang. FNAB, FNAC, dan biopsi eksisi lalu
sampel diberi pulasan Warthin-Starry Silver. Hasil yang diharapkan dari
FNAB dan FNAC adalah ditemukannya radang granulomatosa dan hasil
yang diharapkan dari pulasan Warthin-Starry Silver adalah ditemukannya
bakteri Barthonella henselae, yaitu bakteri penyebab cat scratch disease
(CSD).

d. Apa makna pemeriksaan urin rutin dalam batas normal?

Pemeriksaan urin rutin dalam batas normal berarti tidak ada masalah atau
gangguan.

E. Learning Issues
1. Patofisiologi inflamasi (cat scratch disease).
2. Pemeriksaan laboratorium.
3. Pemeriksaan fisik (PA3).
4. Anamnesis dan evaluasi benjolan (limfadenopati).
5. Patofisiologi limfadenitis kronis granulomatosa.
6. Hiperplasia disertai necrotizing lymphadenopathy.
7. Pemeriksaan lanjutan (aspirasi jarum halus (FNAB), pulasan warthin
starry silver, dan biopsy eksisi).

F. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan

No Pokok Bahasan What I Know What I What I Have How I


Don’t to Prove Will
21

Know Learn
1 Patofisiologi Jenis-jenis Patofisiologi Patofisiologi Textbook,
inflamasi inflamasi inflamasi inflamasi akibat jurnal,
cakaran kucing internet

2 Pemeriksaan Jenis-jenis Prosedur Prosedur kerja


laboratorium pemeriksaan kerja pemeriksaan
laboratorium pemeriksaan laboratorium
laboratorium terkait cakaran
kucing.

3 Pemeriksaan Pemeriksaan fisik Prosedur Pemeriks


fisik secara umum pemeriksaan aan dan
fisik secara prosedur
umum kerja
fisik
lokalis
22

4 Anamnesis dan Urutan langkah- Cara Mendapatkan


evaluasi langkah mendiagnosis hasil diagnosis
benjolan( limfad anamnesis. dengan melalui
enopati). anamnesis. anamnesis untuk
menentukan
terapi yang
tepat.
5 Patofisiologi Definisi Mekanisme, Hubungan
limfadenitis limfadenitis kronis klasifikasi, dan limfadenitis
kronis granulomatosa. diagnosis granulomatosa
granulomatosa. banding. dengan
benjolan.

6 Hiperplasia Definisi Mekanisme, Hubungan


disertai hiperplasia disertai klasifikasi, dan limfadenopati
necrotizing necrotizing diagnosis terhadap
limfadenopati limfadenopati banding. benjolan
skenario.

7 Pemeriksaan Pengertian Perbedaan Hasil yang


lanjutan (FNAB, FNAB, pulasan masing-masing diharapkan dari
pulasan Warthin Warthin Starry prosedur. masing-masing
Starry Silver, Silver, biopsi prosedur.
biopsi eksisi, dan eksisi , dan
sitologi sitologi
eksfoliatif). eksfoliatif.
23

G. Sintesis
1. Patofisiologi inflamasi (cat scratch disease).
Inflamasi adalah suatu respons jaringan bervaskular terhadap infeksi dan
kerusakan jaringan dengan mendatangkan sel dan molekul pertahanan tubuh
dari peredaran darah ke lokasi yang diperlukan untuk mengeliminasi
penyebab yang mengganggu. Komponen utama dari inflamasi adalah reaksi
vaskular dan respons sel, keduanya diaktifkan oleh mediator yang berasal
dari protein plasma dan berbagai sel. Respons inflamasi dapat diingat
sebagai 5 langkah: (I) pengenalan agen merugikan, (2) pengumpulan
leukosit, (3) pembuangan agen penyebab, (4) regulasi (kontrol) respons, dan
(5) resolusi (pemulihan jaringan). (Kumar, V., Abbas, A., Aster, J. 2015)

Penyebab inflamasi
- Infeksi (bakteri, virus,jamur, parasit) dan toksin mikrob adalah beberapa
penyebab inflamasi yang paling sering dan paling penting secara medis.
Patogen infeksius yang berbeda akan memberikan respons inflamasi yang
berbeda pula, mulai dari inflamasi akut ringan yang mengakibatkan sedikit
atau tidak ada kerusakan sama sekali dan mampu menghilangkan infeksi,
hingga reaksi sistemik yang dapat berakibat fatal, juga reaksi kronis
memanjangyang menyebalbkan kerusakan jaringan luas.
- Nekrosis jaringan akan menimbulkan reaksi inflamasi tanpa memandang
penyebab kematian sel, kemungkinan dapat karena iskemia (berkurangnya
aliran darah, penyebab infark miokardia), trauma, dan jejas fisik dan
kimiawi (contoh: jejas suhu seperti luka

bakar atau radang dingin, radiasi, paparan kimiawi dari lingkungan).


- Benda asing (serpihan, kotoran, benang jahitan) dapat mengakibatkan
reaksi inflamasi akibat dirinya sendiri atau karena jejas traumatik pada
jaringan atau mengandung mikrob. Beberapa zat endogen bahkan dapat
menstimulasi reaksi inflamasi yang sifatnya berbahaya jika mengendap
dalam jumlah banyak di jaringan. Zat tesebut termasuk kristal urat (pada
penyakit gout), dan kristal kolesterol (pada aterosklerosis).
24

- Reaksi imun (disebut juga sebagai hipersensitivitas) adalah reaksi ketika


sistem imun, yang bila dalam kondisi normal bersifat protektif, merusak
jaringan tubuh sendiri. Respons imun yang merusak tersebut dapat ditujukan
pada antigen diri sendiri dan mengakibatkan penyakit autoimun, atau dapat
berupa reaksi yang tidak sesuai terhadap zat di lingkungan seperti pada
alergi, atau terhadap mikrob.
Inflamasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu akut dan kronis. Respons perdana
dan cepat terhadap infeksi dan kerusakan jaringan disebut inflamasi akut.
Biasanya terjadi dalam hitungan menit atau jam dan berdurasi pendek,
hanya berlangsung beberapa jam atau beberapa hari saja. Ciri utama
inflamasi akut adalah terdapat eksudasi cairan dan protein plasma (edema)
dan emigrasi leukosit, yang didominasi oleh neutrophil (disebut juga
sebagai leukosit polimorfonuklear). Ketika inflamasi akut mencapai
tujuannya yaitu mengeliminasi pengganggu, reaksi ini berkurang dan sisa
kerusakan diperbaiki. Tetapi jika respons awal gagal mengeliminasi pemicu,
reaksi akan berlanjut menjadi jenis inflamasi memanjang yang disebut
inflamasi kronis. Inflamasi kronis dapat muncul setelah inflamasi akut atau
muncul dengan sendirinya. Durasinya lebih panjang dan dikaitkan dengan
lebih banyak kerusakan jaringan, adanya limfosit dan makrofag, proliferasi
pembuluh darah, dan fibrosis. (Kumar, V., Abbas, A., Aster, J. 2015)

Sumber tabel : Patologi Dasar Robbin edisi 9

A. Radang Akut
Respons radang akut ialah terkumpulnya leukosit dan protein plasma di
tempat jejas. Sampai di tempat tersebut, leukosit akan memusnahkan agen
penyebab dan memulai proses pencernaan dan pembersihan jaringan nekrotik.
Manifestasi eksternal dari radang, seringkali disebut tanda kardinal, adalah
panas (kalor), warna kemerahan (rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor),
25

dan hilangnya fungsi (functio laesa). Manifestasi tersebut terjadi sebagai


akibat perubahan vaskular dan pengumpulan dan pengaktifan leukosit.
Radang akut mempunyai dua komponen utama:
Perubahan vaskular: perubahan pada rongga kaliber pembuluh yang
mengakibatkan pertambahan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan pada
dinding pembuluh yang memungkinkan protein plasma keluar dari pembuluh
darah (peningkatan permeabilitas vaskular). Juga terjadi pengaktifan sel
endotel, yang menyebabkan perlekatan leukosit meningkat dan migrasi leukosit
melalui dinding pembuluh. Akibat pada sel: terjadi emigrasi leukosit keluar dari
dan sirkulasi akumulasi di tempat cedera (pengumpulan sel), diikuti oleh
pengaktifan leukosit, untuk mengeliminasi agen yang merugikan. Leukosit
utama pada radang akut ialah neutrofil (leukosit polimorfonukleus).
Perubahan Vaskular
Reaksi vaskular utama pada radang akut ialah peningkatan aliran darah
yang terjadi sekunder akibat dilatasi pembuluh dan peningkatan permeabilitas
vaskular, kedua hal dirancang untuk membawa sel darah dan protein menuju
tempat infeksi atau tempat jejas.
Setelah vasokonstriksi sebentar (berlangsung hanya beberapa detik) terjadi
vasodilatasi arteriol, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah setempat
sehingga pada bagian ujung daerah kapiler penuh berisi darah. Ekspansi
vaskular ini akan memberi warna merah (eritema) dan rasa panas merupakan
tanda khas radang akut, dan disebutkan sebagai dua tanda kardinal (utama) pada
radang akut.
Pembuluh darah kecil menjadi lebih permeabel, dan cairan kaya protein
akan mengalir keluar ke jaringan ekstravaskular. Hal ini mengakibatkan
peningkatan konsentrasi sel darah merah di darah yang mengalir, sehingga
meningkatkan viskositas darah dan memperlambat aliran darah. Kelainan ini
tampak secara mikroskopik tampak banyak pembuluh darah kecil yang melebar
dan berisi penuh dengan sel darah merah, dan disebut stasis.
Setelah timbulnya stasis, leukosit (terutama neutrofil) mulai berkelompok
pada permukaan vaskular endotel pembuluh darah suatu proses yang disebut
marginasi. Hal ini merupakan langkah awal leukosit keluar ke jaringan
intestisium melalui dinding pembuluh darah.
26

Pengumpulan Leukosit
Leukosit biasanya akan mengalir lancar di darah, dan pada radang, leukosit
perlu dihentikan dan dibawa ke agen perusak atau tempat kerusakan jaringan,
yang biasanya terletak di luar pembuluh. Urutan kejadian pengumpulan leukosit
dari rongga vaskular menuju rongga ekstravaskular terdiri atas: (1) marginasi
dan berguling-guling sepanjang dinding pembuluh; (2) adhesi kuat pada
endotel; (3) keluar di antara sel-sel endotel; dan (4) migrasi di jaringan
interstisium menuju stimulus kemotaksis. Berguling, adhesi, dan keluar diawali
interaksi molekul adhesi pada permukaan leukosit dan permukaan endotel (lihat
selanjutnya). Mediator kimia atraktor kimia dan beberapa sitokin memberikan
pengaruh pada proses ini dengan modulasi ekspresi permukaan dan mengikat
afinitas molekul adhesi dan menstimulasi arah gerak leukosit.
Leukosit akan dikumpulkan dari darah menuju jaringan ekstravaskular di
tempat terjadinya infeksi patogen atau jaringan yang rusak dan diaktifkan untuk
melakukan fungsinya. Pengumpulan leukosit merupakan proses bertahap terdiri
atas perlekatan longgar dan penggulingan di endotel (dipicu oleh selektin);
perlekatan erat pada endotel (dipicu oleh integrin); dan migrasi melalui rongga
antar endotel. Berbagai sitokin mengekspresikan selektin dan ligan integrin pada
endotel (TNF, IL-1), meningkatkan daya tarik integrin kepada ligan-nya
(kemokin) dan mengatur arah migrasi leukosit (juga kemokin); berbagai jenis
sitokin diproduksi oleh makrofag jaringan dan sel lain yang merespons zat
patogen atau jaringan rusak. Neutrofil mendominasi infiltrat radang awal dan
kemudian akan diganti oleh makrofag.
Jenis leukosit yang bermigrasi tergantung pada lamanya respons radang dan
jenis stimulus. Pada kebanyakan radang akut, terutama dijumpai neutrofil pada
infiltrat radang pada 6 sampai 24 jam pertama dan akan diganti oleh monosit
dalam waktu 24 sampai 48 jam. Berbagai faktor berperan atas timbulnya
neutrofil yang banyak. Sel ini merupakan leukosit yang terbanyak di darah,
mereka akan merespons cepat terhadap kemokin dan mereka akan menempel
dengan lebih erat pada molekul adhesi yang dibentuk dengan cepat pada sel
endotel, misalnya P- dan E-selektin. Sebagai tambahan, setelah memasuki
27

jaringan, neutrofil berusia pendek leukosit ini akan mati melalui apoptosis dan
menghilang dalam jangka waktu 24 hingga 48 jam sedangkan monosit tahan
hidup lebih lama.

Setelah leukosit dikumpulkan pada tempat infeksi atau nekrosis jaringan,


leukosit tersebut harus diaktifkan agar melaksanakan fungsinya. Stimulus untuk
pengaktifan termasuk mikroba, produk sel nekrotik, dan beberapa mediator yang
akan dibicarakan kemudian. Seperti dibahas sebelumnya, leukosit menggunakan
berbagai reseptor untuk mendeteksi keberadaan mikroba, sel mati dan jaringan
asing. Pemakaian reseptor tersebut akan menimbulkan berbagai respons pada
leukosit yang merupakan bagian dari fungsi defensif normal dan dikelompokkan
dengan istilah pengaktifan leukosit. Pengaktifan leukosit menghasilkan
peningkatan fungsi berikut:
• Fagositosis partikel
• Destruksi intrasel mikroba dan jaringan mati yang telah di fagosit oleh
substansi yang dihasilkan oleh fagosom, termasuk oksigen reaktif dan spesies
nitrogen serta enzim lisosom.
• Pelepasan substansi yang memusnahkan mikroba dan jaringan mati ekstrasel,
umumnya sama dengan substansi yang diproduksi dalam vesikel fagosit.
Menurut mekanisme yang baru diketahui, neutrofil memusnahkan mikroba
ekstrasel dengan pembentukan "jebakan" ekstrasel
• Produksi mediator, termasuk metabolit asam arakidonat dan sitokine, yang
akan memperbesar reaksi radang melalui peningkatan pengumpulan dan
pengaktifan leukosit baru.
Fagositosis. Fagositosis terdiri dari tiga langkah: (1) pengenalan dan
perlekatan partikel pada leukosit yang akan mencerna; (2) penyelubungan
("engulfment"), dan terbentuknya vakuol fagosit; dan (3) pemusnahan dan
degradasi materi yang dicerna.
Sekuens Kejadian pada Radang Akut
Perubahan vaskular pada radang akut ditandai dengan peningkatan aliran
darah sekunder setelah dilatasi arteriol dan dasar kapiler (eritema dan panas).
Peningkatan permeabilitas vaskular, akibat pelebaran perbatasan antar sel
endotel dari venula atau jejas langsung pada sel endotel, yang mengakibatkan
28

terjadinya eksudat ekstravaskular yang kaya protein (edema jaringan).


Melekat pada endotel melalui molekul adhesi dan keluar dari vaskular mikro
untuk migrasi ke tempat cedera di bawah pengaruh agen kemotaksis. Selanjutnya
terjadi fagositosis, pemusnahan, dan degradasi agen perusak.

Defek turunan atau yang didapat pada fungsi leukosit akan menimbulkan
infeksi berulang.
Kemungkinan hasil akhir radang akut ialah pembuangan eksudat disertai
restorasi arsitektur jaringan normal (resolusi); transisi ke radang kronik; atau
destruksi
jaringan secara ekstensif yang menimbulkan jaringan parut.
Mediator utama yang berasal dari sel pada radang:
• Amin vasoaktif — histamin, serotonin: Efek utama ialah vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular.
• Metabolit asam arakidonat — prostaglandin dan leukotrin: asam arakidonat —
prostaglandin dan leukotrin: Beberapa bentuk dijumpai dan berperan pada
reaksi vaskular, kemotaksis leukosit, dan reaksi radang lain; antagonis adalah
lipoksin.
• Sitokin: Protein ini diproduksi oleh berbagai jenis sel, biasanya bereaksi jarak
pendek; memberikan efek multipel, terutama pengumpulan dan migrasi
leukosit; terpenting pada radang akut ialah TNF, IL-1, IL-6, dan kemokin.
• ROS: Peran termasuk mematikan mikroba dan merusak jaringan
• NO: Efek ialah vasodilatasi dan mematikan mikroba.
• Enzim lisosom: Peran termasuk mematikan mikroba dan merusak jaringan.
Mediator Radang yang Berasal dari Protein Plasma
• Protein komplemen: Pengaktifan sistem komplemen oleh mikroba atau
antibodi akan membentuk produk pecahan multipel, yang berperan pada
kemotaksis leukosit, opsonisasi dan fagositosis mikroba dan partikel lain, dan
kematian sel.
• Protein koagulasi: Faktor XII yang teraktifkan akan memicu pembekuan,
kinin, dan kaskade komplemen serta mengaktifkan sistem fibrinolitik.
• Kinin: Dihasilkan dari pemecahan proteolitic dari prekursor, kelompok ini
akan memulai reaksi vaskular dan timbulnya nyeri.
29

B. Radang Kronik
Radang kronik ialah radang yang berlangsung lama (minggu hingga tahun)
di mana radang berkelanjutan, kerusakan jaringan, dan proses pemulihan, sering
melalui fibrosis, terjadi bersamaan. Berbeda dengan radang akut, yang ditandai
dengan perubahan vaskular, edema, dan infiltrat neutrofil yang predominan,

radang kronik ditandai dengan kelompok reaksi yang berbeda:


• Infiltrasi sel mononukleus, termasuk makrofag, limfosit, dan sel plasma
• Perusakan jaringan, terutama diinduksi oleh produk sel radang
• Pemulihan, melibatkan proliferasi pembuluh darah baru (angiogenesis) dan
fibrosis
Sel dan Mediator Radang Kronik
Makrofag mempunyai peran kritis pada pertahanan tubuh dan respons
radang.
Makrofag seperti fagosit lainnya, neutrofil, akan mencerna dan
mengeliminasi mikroba dan jaringan mati. Karena makrofag merespons
terhadap sinyal yang mengaktifkan dari limfosit T, makrofag merupakan fagosit
terpenting di bagian respons imun adaptif asal sel.
Makrofag akan menginisiasi proses pemulihan jaringan dan terlibatdalam
pembentukan jaringan parut dan fibrosis.
Makrofag, mensekresi mediator radang, seperti sitokin (TNF, IL-1,
kemokin, dan lainnya) dan eikosanoid. Sel-sel ini merupakan unsur utama untuk
memulai dan melakukan semua reaksi radang.
Makrofag akan menunjukkan antigen kepada limfosit T dan merespons
sinyal dari sel T. Sehingga terbentuk lingkaran umpan balik yang penting untuk
pertahanan terhadap berbagai mikroba olehrespons imun yang dimediasi oleh
asal sel. Interaksi dua arah yang sama merupakan kegiatan penting pada
perkembangan penyakitradang kronik.
Limfosit
Mempengaruhi timbulnya reaksi radang. Ada tiga subset dari CD4+ helper
sel T yang mensekresi berbagai sitokin dan mengakibatkan berbagai jenis
radang:
30

• Sel TH1 akan menghasilkan sitokin IFN-γ, yang mengaktifkan makrofag


melalui jalur klasik.
• Sel TH2 mensekresi IL-4, IL-5, dan IL-13, yang akan mengumpulkan dan
mengaktifkan eosinofil yang berperan pada jalur alternative untuk pengaktifan
makrofag.
• Sel TH17 mensekresi IL-17 dan sitokin lain yang menginduksi sekresi kemokin
yang berperan untuk pengumpulan neutrofil dan monosit ke dalam reaksi
radang.

Radang Granulomatosa
Radang granulomatosa merupakan radang kronik dengan gambaran tertentu
ditandai oleh agregrasi makrofag yang teraktifkan dan dijumpai limfosit di
antaranya. Granuloma merupakan gambaran khas pada beberapa keadaan
patologis tertentu, sehingga pengenalan gambaran granuloma penting hanya
akibat beberapa kondisi tertentu (kadang-kadang membahayakan jiwa) yang
menyebabkannya.
Granuloma dapat terbentuk dari tiga keadaan:
Adanya respons tetap sel T terhadap beberapa mikroba (misalnya
Mycobacterium tuberculosis, T. pallidum, atau jamur), di mana sitokin yang
berasal dari sel T berperan mengaktifkan makrofag terus menerus. Tuberkulosa
merupakan prototipe penyakit granuloma yang disebabkan oleh infeksi dan
selalu harus disingkirkan sebagai penyebab apabila penyebabnya sudah
ditemukan.
Granuloma juga dapat terjadi pada radang akibat gangguankekebalan,
misalnya penyakit Crohn, yang merupakan suatu jenis penyakit radang usus dan
merupakan penyebab penting radang granulomatosa di Amerika Serikat.
Juga dijumpai pada penyakit dengan etiologi yang tidak diketahui, yang
disebut sebagai sarkoidosis, yang terjadi karena respons terhadap benda asing
inert (misal sutura atau serpihan kayu), dan akan membentuk granuloma benda
asing. Pembentukan granuloma akan "membentuk benteng" mengelilingi agen
perusak sehingga menjadi mekanisme pertahanan yang berguna. Namun,
pembentukan granuloma tidak selalu berhasil memusnahkan agen penyebab,
31

yang biasanya resisten terhadap kehancuran atau kematian, dan radang


granulomatosa yang disertai fibrosis, dapat menjadi penyebab utama disfungsi
organ, seperti yang terjadi pada tuberkulosa.

Limfadenitis reaktif
Rangsangan infeksi dan inflamasi mikrobiologi akan mengaktivkasi sel
imun yang berada di kelenjar getah bening yang berperan sebagai pertahanan
tubuh. Respon imun apapun untuk melawan antigen asing dapat menyebabkan
pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati). Limfadenitis akut non
spesifik dapat bersifat terbatas dalam kelompok kelenjar yang dialiri limfe dari
infeksi lokal atau bersifat menyeluruh seperti dalam keadaan infeksi sistemik
dan inflamasi. Limfadenitis Kronik Non Spesifik Bergantung kepada
penyebabnya, limfadenitis kronik non spesifik dapat berbentuk satu di antara
tiga bentuk yaitu hiperplasia folikel, hiperplasia parakorteks atau histiositosis
sinus.
Penyakit cakaran kucing (Cat-Stratch Disease)
Penyakit catscratch (CSD), juga dikenal limfadenitis regional subakut,
adalah infeksi bakteri yang mempengaruhi kelenjar getah bening. Bartonella
henselae, batang gram negatif, dianggap sebagai agen etiologi utama. CSD
adalah salah satu penyebab paling umum dari limfadenopati kronis pada anak-
anak dan remaja. (Medscape, 2018a)
Pasien dengan CSD biasanya memiliki riwayat goresan atau gigitan
kucing (biasanya anak kucing). Gejala awalnya adalah terbentuknya papula di
tempat inokulasi, diikuti oleh limfadenopati soliter atau regional dalam 1-2
minggu. Pada kebanyakan pasien, penyakit ini sembuh secara spontan dalam 2-4
bulan. (Medscape, 2018a)

Morfologi
Perubahan kelenjar pada penyakit cakaran kucing cukup karakteristik.
32

Lesi diawali oleh bentukan granuloma mirip sarkoid, tetapi hal ini kemudian
mengalami nekrosis sentral dengan infiltrasi neutrofil. Irregular stellate
necrotizing granuloma ini mirip dengan tampilan pada beberapa infeksi lain,
seperti limfogranuloma venereum. Mikrobakteri berada ekstraseluler dan dapat
terlihat dengan pewarnaan silver. Diagnosis penyakit ini didasarkan pada adanya
riwayat pajanan terhadap kucing, dengan penemuan klinis yang sesuai, hasil
positif pada pemeriksaan serologik antibodi terhadap Bartonella, dan perubahan
morfologis yang jelas pada kelenjar getah bening. ((Kumar, V., Abbas, A.,
Aster, J. 2015)

Etiologi
Penyakit catscratch biasanya disebabkan oleh B henselae, sebelumnya
dikenal sebagai Rochalimaea henselae. B henselae adalah bacillus pleomorfik
kecil, rewel, tumbuh lambat, gram negatif, aerobik, nonmotil. Dalam genus
Bartonella, B bacilliformis, B quintana, B elizabethae, B vinsonii, dan B
koehlerae juga bertanggung jawab atas penyakit manusia. B clarridgeiae, jarang
dikaitkan dengan kasus CSD. (Medscape, 2018a)
Patofisiologi
Penyakit ini menyebar ketika kucing yang terinfeksi menjilat luka
terbuka seseorang, atau menggigit atau mencakar seseorang dengan cukup keras
hingga terjadinya luka. Kira-kira 3-14 hari setelah luka, infeksi ringan dapat
terjadi di lokasi goresan atau gigitan. Area yang terinfeksi mungkin tampak
bengkak dan merah dengan lesi bulat dan menonjol serta bisa bernanah.
Manifestasi kulit dimulai sebagai papula eritematosa, vesikel atau nodul yang
dikenal sebagai lesi inokulasi primer. Lesi ini biasanya bertahan dari satu hingga
tiga minggu tetapi bisa berlangsung selama berbulan-bulan. Tempat inokulasi
primer mungkin berupa selaput lendir seperti konjungtiva yang sembuh tanpa
jaringan parut dan tidak terdeteksi. Pemeriksaan area intertriginous, lipatan kulit
lainnya serta kulit kepala dapat membantu menunjukkan lesi primer.
33

Ciri klinis dari penyakit ini adalah limfadenopati di tempat inokulasi


tepatnya di sebelah proksimal. Pada pasien imunokompeten, respon
granulomatosa supuratif terjadi. Pada pasien immunocompromised dapat
mengembangkan respon vaskuler-proliferatif dengan neovaskularisasi. Kelenjar
getah bening yang terkena menjadi membesar dan lunak selama satu sampai dua
minggu. Penyakit cakaran kucing juga merupakan penyebab umum
limfadenopati kronis yang dapat menyebar ke luar tempat inokulasi. Penyakit
cakaran kucing dapat menyebar ke mata, hati, limpa, dan sistem saraf pusat
(SSP).
Secara umum, kelenjar getah bening membesar dalam 1-2 minggu
setelah terpapar. Mereka seringkali empuk dan terkadang menjadi fluktuatif.
Hiperplasia limfoid dengan proliferasi arteriol dan hiperplasia sel retikuler
terlihat pada awal penyakit. Seiring perkembangan penyakit, granuloma muncul,
dengan nekrosis sentral dikelilingi oleh limfosit. Histiosit dan giant cell berinti
banyak sering ditemukan.

Akhirnya, mikroabses stellata terbentuk, dan node dapat menjadi


berfluktuasi. Tempat yang umum adalah kelenjar getah bening aksila,
epitroklear, serviks, supraklavikula, atau submandibular. Limfadenopati dapat
berlangsung dari 1 hingga 4 bulan.
Pathogenesis
Kucing yang terinfeksi menularkan Bartonella ke manusia melalui
cakaran, gigitan, atau kontak dengan bulu kucing. Bartonella henselae
menyerang sel-sel progenitor hematopoietik CD34. Infeksi menyebabkan respon
interferon yang diperantarai Th1 merekrutmen makrofag & stimulasi penyakit
granulomatosa. Awal infeksi pada imunokompeten, berupa hiperplasia limfoid,
proliferasi arteriol, dan pelebaran dinding arteriol. Akhir penyakit, terbentuk
mikroabses stellata dengan supurasi yang mengenai KGB.
Sistem imun intact : infeksi tetap dalam limfatik , dengan respon imun
simptomatik berlangsung 2 -4 bulan. Hipo 1: Bartonella memodulasi host atau
sitokin sel target dan faktor pertumbuhan, yang menyebabkan angiogenesis.
Bartonella menempel atau difagositosis oleh makrofag mensekresi VEGF yang
akan inducer sel endotel, yang menyebabkan proliferasi sel endotel dan
34

angiogenesis. Hipo 2 : Bartonella memicu secara langsung proliferasi dan


apoptosis sel endotel menyebabkan peningkatan angiogenesis. Kemampuan
melekat dan pada membran eritrosit&sel endotel, patogenesis jaringan yang luas
dan beragam merupakan peranan pili deformin.
Interaksi B. henselae dengan makrofag menginduksi potential
angiogenic growth factors (VEGF dan IL – 1 beta ) melalui mekanisme parakrin
, menginduksi proliferasi sel endotel. Protein Bartonella merangsang sel endotel
untuk berproliferasi menyebabkan neovaskularisasi atau angiogenesis
pelepasan sitokin inflamasi , melibatkan sel-sel inflamasi seperti limfosit , sel
plasma dan makrofag . Bartonella menginduksi reaksi inflamasi limfositik
plasmasitik granulomatous kronis pada jaringan yang kaya vaskularisasi pada
seluruh tubuh hewan yang terinfeksi.
Kelenjar getah bening
Secara umum, kelenjar getah bening membesar dalam 1-2 minggu
setelah terpapar. Mereka seringkali kenyal dan terkadang menjadi fluktuatif.
(Medscape, 2018a)

Hiperplasia limfoid dengan proliferasi arteriol dan hiperplasia sel


retikuler terlihat pada awal penyakit. Seiring perkembangan penyakit, granuloma
muncul, dengan nekrosis sentral dikelilingi oleh limfosit. Histiosit dan sel
raksasa berinti banyak sering ditemukan. Akhirnya, mikroabses stellata
terbentuk, dan node dapat menjadi berfluktuasi. Tempat yang umum adalah
kelenjar getah bening aksila, epitroklear, serviks, supraklavikula, atau
submandibular. Limfadenopati dapat berlangsung dari 1 hingga 4 bulan.
(Medscape, 2018a)
Histopatologi
Pemeriksaan histologis kelenjar getah bening ditandai dengan
granuloma, secara klasik dengan mikroabses di tengah lesi. Perubahan histologis
serupa dapat terjadi di tempat inokulasi serta kelenjar getah bening regional
Prognosis
Pada 90% hingga 95% anak-anak, penyakit cakaran kucing akan sembuh
secara spontan dalam waktu 2-4 bulan atau dengan kontrol gejala termasuk
analgesik, antipiretik, dan kompres hangat.
35

2. Pemeriksaan laboratorium.
Menurut (Kemenkes RI, 2011) LED atau juga biasa disebut Erithrocyte
Sedimentation Rate (ESR) adalah ukuran kecepatan endap eritrosit,
menggambarkan komposisi plasma serta perbandingan eritrosit dan plasma.
LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan luas permukaan sel.
- Pria < 15mm/jam
- Wanita <20mm/jam
Implikasi klinik
• Nilai meningkat terjadi pada: kondisi infeksi akut dan kronis, misalnya
tuberkulosis, arthritis reumatoid, infark miokard akut, kanker, penyakit
Hodkin’s, gout, Systemic Lupus Erythematosus (SLE), penyakit tiroid, luka
bakar, kehamilan trimester II dan III. Peningkatan nilai LED > 50mm/ jam harus
diinvestigasi lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan terkait infeksi akut
maupun kronis, yaitu: kadar protein dalam serum dan protein, immunoglobulin,
Anti Nuclear Antibody (ANA) Tes, reumatoid factor.

Sedangkan peningkatan nilai LED >100mm/jam selalu dihubungkan


dengan kondisi serius, misalnya: infeksi, malignansi, paraproteinemia, primary
macroglobulinaemia, hiperfi brinogenaemia, necrotizing vaskulitis, polymyalgia
rheumatic(Kemenkes RI, 2011).
• Nilai menurun terjadi pada: polisitemia, gagal jantung kongesti, anemia sel
sabit, Hipofi brinogenemia, serum protein rendah Interaksi obat dengan hasil
laboratorium: etambutol, kuinin, aspirin, dan kortison.
a. Hemoglobin
Merupakan pigmen eritrosit yang terdiri dari heme dan globin.
Pemeriksaan Hb dapat dilakukan dengan metode Sahli (asam hematin).
Haemiglobincyanide (HiCN), maupun oksihemoglobin.

Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi


oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat
rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme
36

(mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi
hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut
oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin
yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram
hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini
berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah. Penurunan
protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengan anemia
sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida
kedalam dan keluar sel darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma
(untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan satu
anion HCO3). Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang
berbeda secara individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya
ketinggian, penyakit paru-paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin
kurang dari 12 gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia,
jumlah total hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit (Kemenkes
RI, 2011).
Implikasi klinik :
• Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena
kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan
asupan cairan dan kehamilan.

Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka


bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang
yang hidup di daerah dataran tinggi.
• Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan
luka bakar.
• Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia,
respons terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit yang
berhubungan dengan anemia.
Nilai normal: Pria : <15mm/jam
Wanita : <20mm/jam
b. Leukosit

Sel darah putih (disebut juga leukosit) membantu melawan infeksi dalam
37

tubuh kita. Hitung Sel Darah Putih (white blood cell count/WBC) adalah
jumlah total leukosit. Leukosit tinggi (hitung sel darah putih yang tinggi)
umumnya berarti tubuh kita sedang melawan infeksi. Leukosit rendah
artinya ada masalah dengan sumsum tulang. Leukosit rendah, yang disebut
leukopenia atau sitopenia, berarti tubuh kita kurang mampu melawan infeksi.
Jumlah sel darah putih yang tinggi disebut leukositosis. Faktor (University of
California San Francisco/UCSF, 2019) :
a. Anemia
b. Tumor sumsum tulang
c. Penyakit menular
d. Penyakit radang
e. Leukemia
f. Stres emosional atau fisik yang parah
g. Kerusakan jaringan

Perdarahan, trauma, obat, nekrosis, toksin, leukemia dan keganasan


adalah penyebab lain leukositosis (Herawati, et al. (2011).
Persentase penurunan neutrofil mungkin disebabkan oleh (University of
California San Francisco/UCSF, 2019) :

a. Anemia aplastik
b. Kemoterapi
c. Influenza atau infeksi virus lainnya
d. Infeksi bakteri yang menyebar luas
e. Terapi radiasi atau paparan

Nilai normal kadar hemoglobin pada anak umur 6-12 tahun 5.000-
10.000/mm3 (Liwang dan Bahason, 2014).

c. Differential count
Hitung Jenis (differential) menghitung lima jenis sel darah putih:
neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hasil masing-masing
dilaporkan sebagai persentase jumlah leukosit. Persentase ini dikalikan
38

leukosit untuk mendapatkan hitung ‘mutlak’. Contohnya, dengan limfosit 30%


dan leukosit 10.000, limfosit mutlak adalah 30% dari 10.000 atau 3.000.
Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya adalah 55-70%
dari leukosit. Jika neutrofil kita rendah(disebut neutropenia), kita lebih
mudah terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut dapat menyebabkan
neutropenia.

Begitu juga, beberapa jenis obat yang dipakai oleh Odha (misalnya
gansiklovir untuk mengatasi virus sitomegalo, lihat LI 501) dan AZT
(semacam ARV; lihat LI 411).

d. Pemeriksaan Urin Rutin

Pemeriksaan urin rutin meliputi pemeriksaan fisik, kimia, dan


mikroskopis untuk mendeteksi dan mengukur beberapa zat dalam urin seperti
produk sampingan dari metabolisme yang normal dan abnormal, sel, fragmen
sel, dan bakteri. Spesimen urin dapat diperoleh melalui teknik pengambilan
midstream (urin porsi tengah), kateterisasi (dengan asepsis sebelumnya), atau
melalui pungsi suprapubik. Spesimen disimpan dalam kontainer steril dengan
tutup ulir, serta harus segera dibawa ke laboratorium dan diperiksa dalam
waktu < 2 jam, atau disimpan dalam pendingin pada suhu 4° C maksimal 24
jam (Liwang dan Bahason, 2014).

 Nilai Normal
39

Sumber: Nathan DG, and Oski, FA (1981) Hematology of Infancy and


Childhood, ed 2, WB Saunders, pp 1152-74
Prosedur Pemeriksaan Darah dan Urin
A. Mengukur Kadar Hemoglobin (Hb)

(Hemoglobinometri  Cara Sahli)


Darah dengan HCl 0,1N akan berubah menjadi asam hematin. Kemudian
kadar asam hematin ini diukur dengan membandingkan warnanya dengan
warna standar secara visual.
Prosedur Cara Kerja:

1) Tabung hemometer diisi dengan larutan HCl 0,1N sampai tanda 2 g%.
2) Sampel darah dihisap dengan pipet Sahli sampai tanda 20 cmm.
3) Bagian ujung luar pipet dibersihkan dengan kertas saring.
4) Darah segera ditiup dengan hati-hati ke dalam larutan Hcl 0,1N dalam
tabung hemometer tanpa menimbulkan gelembung udara.
5) Pipet dibilas dengan cara meniup dan menghisap HCl 0,1N yang ada dalam
tabung hemometer beberapa kali. Juga bagian luar pipet Sahli dibilas beberapa
kali dengan beberapa tetes larutan HCl 0,1N atau aquades.
40

6) Tunggu 10 menit, memberi kesempatan terbentuknya asam hematin (95%).


7) Asam hematin ini kemudian diencerkan dengan aquades tetes demi tetes
sambil diaduk sampai didapatkan warna yang  warna standard.
8) Meniskus larutan dibaca dan dinyatakan dalam g% (g/dl). Pasca Analitik
Kadar Hb Sahli dalam satuan g/dl atau g%
Nilai normal Hb secara umum: a. Laki-laki : 14-16 g/dl
b.Perempuan : 12-14 g/dl

B. Mengukur laju endap darah (LED)


Cara Westergreen (Erythrocyte Sedimentation Rate = ESR) (Blood Bezinking
Znelheid = BBS)
Sampel darah dengan antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung khusus
beskala dan diletakkan tegak lurus, maka eritrosit akan mengendap.
Pengendapan ini diukur pada 1 jam dan 2 jam berikutnya.
Prosedur Kerja
1) Pipet NaCl 0,9% dengan pipet Westergreen sampai skala 150, kemudian
masukkan ke dalam tabung Westergreen.
2) Sampel darah dengan antikoagulan EDTA dihisap dengan pipet
Westergreen yang telah berisi NaCl 0,9% tadi.
3) Campur isi tabung Westergreen dengan cara menyedot dan meniup bebe-
rapa kali sehingga tercampur baik.
4) Campuran larutan dalam tabung Westergreen kemudian dihisap dengan
pipet Westergreen sampai skala 0, kemudian letakkan pipet Westergreen tegak
lurus pada rak Westergreen.
5) Baca tingginya pengendapan pada 1 jam dan 2 jam.

C. Differential Count
HJ atau DC adalkah mengidentifikasi dan menghitung jenis leukosit sekurang-
kurangnya 100 sel, dan dinyatakan dalam %.
Prosedur Kerja
1. Identifikasi dilakukan di daerah penghitungan (counting area).
2. Identifikasi sel dimulai dari satu sisi bergerak ke sisi lain, kemudian
kembali ke sisi semula dengan arah zigzag berjarak  3 lapangan pandang
(lihat gambar-1).
3. Untuk memudahkan penghitungan, maka buatlah kotak-kotak.
41

4. Jenis leukosit yang mula-mula terlihat dimasukkan dari kolom1, bila


jumlah sel sudah 10 pindah ke kolom-2.
5. Tiap kolom mengandung 10 sel yang sudah diidentifikasi, dan bila ke 10
kolom sudah terisi berarti sudah 100 lekosit yang diidentifikasi dan dihitung.
D. Nilai Rujukan Eosinofil / Basofil / Stab / Segmen / Limfosit / Monosit 1 –
4% / 0 – 1%/ 2 – 5%/ 36 – 66% / 22 – 40% / 4 – 8%

D. Leukosit

Cara:
1. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5, hapuslah
kelebihan darah yang melekat di ujung luar pipet.
2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Turk sampai tanda 11, sambil memutar-mutar
pipetnya, lepaskan karetnya.
3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan
ke dalam kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
5. Hitung di bawah mikroskop dengan: Kamar hitung Improved Neubauer:
Leukosit : dengan HPF dalam 64 kotak kecil atau dalam 4 x 16 kotak kecil dan
42

hasilnya dikalikan dengan 50 Nilai rujukan : 5.000 – 10.000/mm.


E. Pemeriksaan makroskopik
a. Jumlah urin
Produksi urin normal pada dewasa ialah 1000-1800 mL/24 jam. Jumlah urin
>2000 mL/24 jam disebut poliuria, sedangkan muda, dapat dilakukan
pencucian dengan alkohol serupa sehingga tidak ada lagi warna yang mengalir
dari sediaan.
b. Warna urin.
Normalnya kuning muda sampai kuning tua, tergantung kadar urobilin di
dalam urin. Bila mengandung banyak darah (hematuria), maka warna urin
menjadi mer ah, coklat sampai kehitaman.
c. Kejernihan urin.
Normalnya urin jernih, bila didiamkan dapat menjadi keruh (akJbat
pengendapan lendir, leukosit, dan epitel). Beberapa kondisi yang membuat
urin keruh sejak awal: kadar fosfat yang tinggi, bakteri, atau unsur-unsur
sedimen (eritrosit, leukosit, dan epitel) yang terlalu banyak.
d. Berat jenis.
Normalnya 1.003-1.030. Semakin besar diuresis, semakin rendah berat jenis
urin.

e. Bau urin.
Bau urin disebabkan oleh kandungan asam-asam yang memudah menguap.
Bau urin juga dapat disebabkan oleh makanan (petai, jengkol, durian), obat-
obatan (penisilin, mentol, terpentin), akibat pembusukan protein (misal pada
kanker saluran kemih), dan sebagainya.
f. Reaksi dan pH.
Urin memiliki pH 4,3-8,0. Nilai pH tersebut dapat berubah bila terdapat
ketidakseimbangan asam-basa atau infeksi bakteri (Liwang dan Bahason,
2014).
Tissue Handling
Waktu pengangkatan spesimen dari pasien harus dicatat dan dikirimkan
43

ke departemen patologi.Penanganan harus segera dilakukan supaya jaringan


tidak busuk. Ditempatkan langsung ke dalam fiksatif dengan paparan
minimum ke udara, proses yang terbaik dilakukan oleh endoskopis. Jaringan
harus diperbaiki dalam formalin buffered, dengan prosedur qualitycontrol di
tempat untuk mencegah penggunaan terdegradasi fiksatif. Jenis dan
konsentrasi penyangga dan tanggal formalin disiapkan harus dicatat. Spesimen
harus dibedah dengan tepat untuk memungkinkan penetrasi fiksatif. Jaringan
harus dibelah dengan benar sebelum diproses, harus memiliki berat 1 g, dan
tidak boleh lebih besar dari 1,5 1,5 0,4 cm. Volume fiksatif yang memadai
diperlukan (fixatif minimum: rasio jaringan 10:1 dengan 10 mL fixatif untuk
setiap gram jaringan). Jaringan harus memiliki waktu yang cukup untuk
memperbaiki sepenuhnya: 5 jam untuk spesimen biopsi kecil (0,25 g), dan 12
atau lebih jam untuk bagian yang lebih besar (0,25 hingga 1,0 g spesimen
jaringan/ bagian). Durasi fiksasi harus direkam, dalam 2 jam kenaikan untuk
spesimen biopsi, dan kenaikan 4 jam untuk spesimen eksitasi. Overfixation
(36 jam) harus dihindari. Jaringan harus diproses dengan menggunakan siklus
yang tepat untuk menyelesaikan proses dehidrasi. Spesimen besar harus
dipisahkan dari spesimen biopsi, jika perlu. Pengolahan waktu dan protokol
harus didokumentasikan. Penggantian reagen yang sesuai pada prosesor
jaringan otomatis sangat penting, dan jadwal harus didokumentasikan.
Penggunaan parafin suhu leleh rendah didorong. Kontaminasi dengan lilin
lebah harus dihindari. Ketika parafin lain / tidak diketahui ditemui, itu harus
begitu dicatat. Jenis parafin yang digunakan dan titik leleh harus
didokumentasikan. Blok parafin harus disimpan dalam suhu terkontrol
lingkungan, terlindung dari kelembaban yang berlebihan, kekeringan, dan
cahaya. Penyimpanan optimal dari slide yang dipotong sulit dicapai. Ketika
penyimpanan jangka panjang sangat penting, slide harus disimpan alam
nitrogen gas atau di bawah vakum.
Untuk slide yang diperoleh dari fasilitas lain, disarankan bahwa bagian segar
diminta dan digunakan secepat mungkin. Laboratorium patologi harus
mendokumentasikan dengan detail yang lebih besar reagen yang digunakan
dan kondisi untuk fiksasi dan pemrosesan jaringan dalam prosedur operasi
standar laboratorium.

3. Pemeriksaan fisik
Tubuh memiliki sekitar 600 kelenjar getah bening, tetapi
44

hanya di daerah submandibular, aksila atau inguinal yang


biasanya dapat teraba pada orang sehat. Limfadenopati mengacu
pada kelenjar getah bening yang abnormal baik dalam ukuran,
konsistensi atau jumlah. Sistem yang digunakan untuk
mengklasifikasikan limfadenopati adalah "umum" jika kelenjar
getah bening membesar di dua atau lebih area yang tidak
bersebelahan atau "terlokalisasi" jika hanya satu area yang
terlibat.
Membedakan antara limfadenopati lokal dan umum penting
dalam merumuskan diagnosis banding. Pada pasien perawatan
primer dengan limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan, sekitar
tiga perempat pasien akan datang dengan limfadenopati lokal dan
seperempat dengan limfadenopati umum.

Bagan 1. (Sumber: American Academy of Family Physician)

Algoritma pada bagan 1 memberikan kerangka kerja diagnostik untuk


evaluasi limfadenopati. Algoritma ini menekankan bahwa anamnesis dan
pemeriksaan fisik adalah inti dari evaluasi. Dalam kebanyakan kasus,
anamnesis dan pemeriksaan fisik akan mengidentifikasi penyebab
limfadenopati yang mudah didiagnosis, seperti infeksi saluran pernapasan
45

bagian atas, faringitis, penyakit periodontal, konjungtivitis, limfadenitis, tinea,


gigitan serangga, imunisasi baru-baru ini, cat-scratch disease atau dermatitis ,
dan tidak diperlukan penilaian lebih lanjut. Pada kasus lain, diagnosis pasti
tidak dapat dibuat berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik saja; Namun,
evaluasi klinis mungkin sangat menyarankan penyebab tertentu. Tes
konfirmasi harus dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit pasien dengan
benar.
46

Sebagian pasien akan mengalami limfadenopati yang tidak dapat


dijelaskan setelah evaluasi klinis awal atau memiliki diagnosis dugaan awal
dan tidak dikonfirmasi oleh hasil tes atau perjalanan klinis. Pada pasien dengan
limfadenopati terlokalisasi yang tidak dapat dijelaskan, sebaiknya lakukan
periode observasi tiga sampai empat minggu tepat sebelum biopsi.
Aspirasi jarum halus kadang-kadang dianggap sebagai alternatif untuk biopsy
eksisi tetapi sering menghasilkan hasil nondiagnostik dalam jumlah tinggi dan
ketidakmampuan untuk memeriksa arsitektur kelenjar. Selain itu, mungkin ada
beberapa risiko pembentukkan saluran sinus, tergantung dari patologi yang
mendasari.

Dokter harus mempertimbangkan empat poin utama saat menyusun


riwayat pasien.
1. Apakah ada gejala atau tanda lokal yang menunjukkan infeksi atau neoplasma
di tempat tertentu?
2. Adakah gejala konstitusional seperti demam, penurunan berat badan, kelelahan
atau keringat malam yang menunjukkan gangguan seperti tuberkulosis,
limfoma, penyakit pembuluh darah kolagen, infeksi yang tidak dikenali atau
keganasan?
3. Ketiga, apakah ada petunjuk dari epidemiologi sindrom mirip penyakit serum
dengan demam, artralgia dan ruam selain limfadenopati.

Tabel petunjuk epidemiologi


47

4. Keempat, apakah pasien mengonsumsi obat yang dapat menyebabkan


limfadenopati? Beberapa obat diketahui secara khusus menyebabkan
limfadenopati (misalnya, fenitoin), sementara yang lain, seperti sefalosporin,
penisilin atau sulfonamid, lebih mungkin menyebabkan sindrom mirip penyakit
serum dengan demam, artralgia dan ruam selain limfadenopati.
Beberapa obat yang dapat menyebabkan limfadenopati ialah:
a. Allopurinol
b. Atenolol
c. Kaptopril
d. Carbamazepine (Tegretol)
e. Gold
f. Hydralazine
g. Penisilin
h. Fenitoin (Dilantin)
i. Primidone (Mysoline)
j. Pyrimethamine (Daraprim)
k. Quinidine
l. Trimetoprim / sulfametoksazol
m. Sulindac

Ketika limfadenopati terlokalisasi, dokter harus memeriksa daerah yang


didrainase oleh kelenjar getah bening untuk mencari bukti adanya infeksi, lesi
kulit atau tumor Situs lain juga harus diperiksa dengan hati-hati untuk
menyingkirkan kemungkinan limfadenopati umum daripada limfadenopati
lokal. Ini adalah aspek penting dari pemeriksaan, karena studi dokter perawatan
primer menemukan bahwa limfadenopati umum diidentifikasi hanya pada 17
persen.
Jika nodus limfa teraba, maka terdapat 5 karakteristik yang harus dicari:
1. Ukuran. Kelenjar umumnya dianggap normal jika diameternya mencapai 1
cm; Namun, beberapa orang menyarankan bahwa simpul epitroklear yang
lebih besar dari 0,5 cm atau simpul inguinal yang lebih besar dari 1,5 cm
harus dianggap abnormal.
2. Sedikit informasi yang ada untuk menunjukkan bahwa diagnosis spesifik
dapat
3. didasarkan pada ukuran simpul.
48

4. Nyeri. Ketika kelenjar getah bening membesar dengan cepat, kapsulnya


meregang dan menyebabkan nyeri. Nyeri biasanya disebabkan oleh proses
inflamasi atau nanah, tetapi nyeri juga dapat terjadi akibat perdarahan ke
pusat nekrotik nodus ganas. Ada atau tidak adanya nyeri tekan tidak dapat
diandalkan untuk membedakan nodus jinak dari nodus ganas.
5. Konsistensi. Nodus sekeras batu biasanya merupakan tanda kanker,
biasanya bermetastasis. Nodus yang sangat keras dan kenyal menunjukkan
adanya limfoma. Nodus yang lebih lunak adalah hasil dari infeksi atau
kondisi peradangan.
6. Fiksasi. Sekelompok node yang terasa terhubung dan tampaknya bergerak
sebagai satu unit dikatakan "kusut". Node yang kusut bisa jinak (misalnya,
tuberkulosis, sarkoidosis atau limfogranuloma venereum) atau ganas (mis.,
Karsinoma metastatik atau limfoma).
7. Lokasi. Lokasi anatomi adenopati terlokalisasi kadang-kadang akan
membantu dalam mempersempit diagnosis banding. Misalnya, cat-scratch
disease biasanya menyebabkan adenopati serviks atau aksila,
mononukleosis menular menyebabkan adenopati serviks.

Ketika, setelah evaluasi awal dan setelah eksplorasi cabang


"diagnostik" dan "sugestif" dari algoritme penyebab limfadenopati tetap tidak
dapat dijelaskan, dokter harus memutuskan apakah akan melanjutkan diagnosis
tertentu. Keputusan akan tergantung terutama pada pengaturan klinis yang
ditentukan oleh usia pasien, durasi limfadenopati dan karakteristik serta lokasi
nodus. Evaluasi dilakukan sesuai tabel dibawah ini:
49

Tabel 2 Evaluasi Lymphadenopathy

Karena limfadenopati umum hampir selalu menunjukkan adanya


penyakit sistemik yang signifikan, dokter harus mempertimbangkan penyakit
yang tercantum dalam dan melanjutkan dengan pengujian khusus sesuai
indikasi. Jika diagnosis tidak dapat dibuat, klinisi harus melakukan biopsi pada
nodus tersebut. Hasil diagnostik biopsi dapat dimaksimalkan dengan
mendapatkan biopsi eksisi dari nodus terbesar dan paling abnormal (yang
belum tentu merupakan nodus yang paling mudah dijangkau).

Lymphadenopati terlokalisasi

Pada limfadenopati terlokalisasi, keputusan tentang kapan harus biopsi


akan sulit. Pasien dengan riwayat klinis jinak, pemeriksaan fisik biasa-biasa
saja, dan tidak ada gejala konstitusional harus diperiksa ulang dalam tiga
sampai empat minggu untuk melihat apakah kelenjar getah bening telah
menurun atau menghilang. Pasien dengan limfadenopati lokal yang tidak dapat
dijelaskan yang memiliki gejala atau tanda konstitusional, faktor risiko
keganasan atau limfadenopati yang berlangsung selama tiga sampai empat
minggu harus menjalani biopsi. Biopsi harus dihindari pada pasien dengan
kemungkinan penyakit virus karena patologi kelenjar getah bening pada pasien
ini terkadang dapat menstimulasi limfoma dan mengarah pada diagnosis
keganasan positif palsu.

Teknik
50

Dalam mencari kelenjar getah bening, seseorang harus berhati-hati; jika


tidak, kelenjar getah bening yang hanya sedikit membesar atau tertanam di
jaringan mungkin tidak terlihat. Perhatian khusus harus diarahkan pada ukuran,
bentuk, dan konsistensi node yang diperbesar.

1. Kelenjar getah bening yang halus dan relatif lunak, tetapi sedikit membesar,
mungkin normal dan hanya menunjukkan hiperplasia saat dibiopsi.

2. Kelenjar getah bening yang membesar dengan bentuk tidak teratur dan
konsistensi keras dan kenyal dapat disusupi oleh sel-sel ganas.

3. Konsistensi yang lunak menunjukkan proses inflamasi.

4. Bentuk ireguler atau nodus yang melekat pada struktur di bawahnya


seharusnya menimbulkan pertanyaan tentang keganasan atau infeksi;

5. Kelenjar yang mobil lebih mungkin terjadi dalam kondisi jinak

Pemeriksaan dimulai dengan dengan inspeksi visual pada area tersebut,


mencari asimetri atau eritema. Lakukan palpasi secara sistematis, mencakup
semua kelenjar getah bening yang dapat diakses. Untuk pemeriksaan kelenjar
getah bening di leher, pasien duduk atau berdiri menghadap pemeriksa. Tangan
kanan pemeriksa menjelajahi sisi kiri leher pasien dan kemudian tangan kiri
pemeriksa menjelajahi sisi kanan leher pasien. Mulai dari bagian atas leher dan
turun, semua rantai kelenjar getah bening serviks harus dievaluasi termasuk
preauricular, posterior auricular, occipital, superior cervical, posterior cervical,
submaxillary, submental, inferior deep cervical, dan supraclavicular.

Gambar Kelenjar Limfa pada kepala dan leher


51

Sumber gambar: American Academy of Family Physicians.

Jika tidak adanya adenopati umum, pembesaran kelompok kelenjar


getah bening serviks tertentu dapat membantu diagnosis. Misalnya, adenopati
aurikuler posterior menunjukkan adanya rubella, sedangkan adenopati
aurikuler anterior unilateral dikaitkan dengan lesi pada konjungtiva dan
kelopak mata dengan hasil sindrom okuloglandular yang terlihat pada
trachoma, tularemia, demam cakar kucing, tuberkulosis, sifilis,
keratokonjungtivitis epidemik, dan wabah adenovirus. demam
pharyngoconjunctival tipe 3. Infeksi orofaring dan gigi juga dapat
menyebabkan adenopati serviks. Adenopati serviks bilateral juga menonjol
pada tuberkulosis, koksidioidomikosis, mononukleosis menular,
toksoplasmosis, sarkoid, limfoma, dan leukemia. Namun, massa serviks
unilateral yang kokoh dan tidak nyeri tekan harus selalu menimbulkan
pertanyaan tentang karsinoma nasofaring yang tidak terdeteksi. Mengingat
mekanisme pembesaran kelenjar getah bening, jelas bahwa diagnosis banding
limfadenopati melibatkan proses infeksi, kondisi imunologis, proses ganas,
penyakit penyimpanan, dan berbagai gangguan lain-lain.

Informasi dari riwayat klinis sangat berharga dalam manajemen


diagnostik pasien limfadenopati, dan seringkali mengarah pada diagnosis yang
akurat tanpa perlu pengujian diagnostik yang ekstensif. Usia pasien cukup
penting. Pembesaran kelenjar getah bening yang dramatis dan jaringan limfoid
lainnya seperti kelenjar gondok dan amandel seringkali merupakan respons
normal terhadap berbagai rangsangan antigenik yang relatif lemah seperti
infeksi virus dan bakteri ringan atau vaksinasi pada bayi dan anak-anak,
sedangkan pada orang dewasa antigen ini tidak akan menimbulkan tanggapan
umum. Perbedaan usia dalam ekspresi limfadenopati ini sangat penting untuk
menjamin pendekatan diagnostik yang hampir sama sekali berbeda untuk
pasien sebelum dan sesudah pubertas.
52

Ketahuilah bahwa kebanyakan anak memiliki kelenjar getah bening


yang teraba di daerah servikal anterior, inguinal, dan aksila yang, jika
dievaluasi oleh standar orang dewasa, akan memenuhi syarat sebagai
limfadenopati. Massa limfoid terus meningkat setelah lahir sampai usia 8-12
tahun, dan mengalami atrofi progresif selama masa pubertas

Pada anak kecil, kelenjar getah bening anterior cervical sebesar 2 cm,
kelenjar getah bening aksila sebesar 1 cm, dan kelenjar getah bening inguinal
sebesar 1,5 cm adalah normal, dan evaluasi lebih lanjut biasanya tidak
diindikasikan. Pada anak, keganasan biasanya dikaitkan dengan nodus yang
berdiameter lebih dari 3 cm

Namun, adanya adenopati supraklavikula atau epitroklear bahkan


shotty (<0,5 cm) dapat dikaitkan dengan keganasan dan memerlukan evaluasi
lebih lanjut. Bayi baru lahir biasanya memiliki adenopati kecil (<0,5 cm), dan
kelenjar getah bening yang lebih besar tidak terkait dengan fokus peradangan
merupakan indikasi untuk evaluasi lebih lanjut.

Penyakit catscratch, yang disebabkan oleh Bartonella henselae, muncul


dengan limfadenopati subakut sering kali di daerah cervical. Penyakit ini
berkembang setelah hewan peliharaan yang terinfeksi (biasanya anak kucing)
menginokulasi inangnya, biasanya melalui goresan. Kira-kira 30 hari
kemudian, demam, sakit kepala, dan malaise berkembang, bersama dengan
adenopati yang seringkali nyeri tekan. Beberapa rantai kelenjar getah bening
mungkin terlibat. Adenopati supuratif terjadi pada 10-35% pasien. Terapi
antibiotik belum terbukti mempersingkat perjalanan.

Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Pada
pasien pediatrik, beberapa data yang harus didapat ialah:
1. Identitas pasien
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Nama orang tua
e. Alamat
f. Umur, pendidikan, dan pekerjaan orang tua
g. Agama dan suku bangsa
53

2. Riwayat Penyakit
3. Riwayat perjalanan penyakit
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
5. Riwayat kehamilan ibu
6. Riwayat kelahiran
7. Riwayat makanan
8. Riwayat imunisasi
9. Riwayat tumbuh kembang

Presampling phase (Persiapan sampel)


Laboratorium klinis memainkan peran yang semakin penting dalam
pendekatan yang berpusat pada pasien untuk pemberian layanan perawatan
kesehatan. Dokter mengandalkan hasil tes laboratorium yang akurat untuk
diagnosis penyakit yang tepat dan untuk memandu terapi; Diperkirakan lebih
dari 70% keputusan klinis didasarkan pada informasi yang diperoleh dari hasil
uji laboratorium
Proses pengujian darah, juga dikenal sebagai "Proses Pengujian Total",
dimulai dan diakhiri dengan pasien. Ini mencakup seluruh proses mulai dari
memesan tes hingga interpretasi hasil tes oleh dokter. Proses Pengujian dapat
dibagi menjadi tiga tahap:
1. Pra-analitis: permintaan tes, identifikasi pasien dan spesimen, pengumpulan
spesimen, transportasi, aksesi dan pemrosesas
2. Analitis: pengujian specimen
3. Pasca-analitik: melaporkan hasil tes, interpretasi, tindak lanjut, penyimpanan,
pengujian ulang jika diperlukan.
54

Gambar 2 Sumber: acutetesting.org


55

Selain itu, istilah "fase pra-analitis" telah digunakan untuk bagian awal
dari fase pra-analitis, berfokus pada pemilihan tes dan identifikasi tes yang
diperlukan, dan istilah "fase pasca-analisis" telah digunakan untuk interpretasi
hasil oleh klinisi.
Menurut Standar Internasional ISO 15189: 2003, proses pra-
pemeriksaan mencakup “langkah-langkah yang dimulai dalam urutan
kronologis dari permintaan dokter, termasuk daftar permintaan pemeriksaan,
persiapan pasien, pengumpulan sampel primer, transportasi ke dan di dalam
laboratorium dan berakhir saat pemeriksaan analitik dimulai
Dari sudut pandang teoritis, fase pra-analisis dapat dibagi lagi menjadi dua
bagian: yang pertama adalah apa yang disebut "fase pra-analisis", di mana
dokter memutuskan tes laboratorium mana yang harus dilakukan berdasarkan
pengetahuannya dan pengalaman; yang kedua adalah fase praanalisis
"konvensional" yang melibatkan serangkaian proses terkait mulai dari
identifikasi pasien, melalui pemilihan tabung pengumpul yang tepat, diakhiri
dengan transportasi sampel dan persiapan untuk analisis.
Fase pra-analisis meliputi perumusan pertanyaan klinis dan pemilihan
pemeriksaan yang sesuai. Pemanfaatan layanan laboratorium yang tidak tepat
sedang diawasi dengan cermat di seluruh dunia baik untuk kemungkinan
efeknya pada total biaya maupun untuk peningkatan risiko kesalahan medis
dan cedera. Oleh karena itu, pentingnya pemberian nasihat konsultan sebagai
bagian dari layanan laboratorium untuk meningkatkan kesesuaian diakui
dengan suara bulat.
Sejumlah besar penelitian telah dilakukan tentang intervensi untuk mengurangi
penggunaan uji laboratorium yang berlebihan dan tidak tepat.
Tahap pra-analisis konvensional meliputi langkah-langkah praktis
pemesanan, pengumpulan dan penanganan, pengangkutan dan penerimaan
sampel sebelum pemeriksaan itu sendiri. Masalah utama dalam langkah-
langkah praktis ini adalah menjaga integritas hubungan antara sampel primer
dan pasien, dan antara sampel primer dan dokumentasi permintaan, dan
terakhir, dalam proses persiapan, hubungan antara sediaan primer dan sediaan
sekunder dari sampel primer. Namun, prasyarat dasar adalah kualitas sampel
primer yang harus dikumpulkan dengan cara standar, menggunakan bahan
yang sesuai, pada waktu tertentu atau setelah persiapan khusus oleh pasien.
56

'Prosedur pra-pemeriksaan' mencakup persyaratan untuk formulir


permintaan, manual pengumpulan sampel primer, keterlacakan sampel primer
ke individu yang diidentifikasi (pasien), pemantauan sampel dalam
transportasi, pencatatan penerimaan sampel, pemrosesan sampel dan kebijakan
mendesak untuk penolakan sampel. Menurut persyaratan ini, laboratorium
klinis harus memastikan "tes yang benar, urutan yang benar, kepada pasien
yang tepat, untuk pertanyaan yang tepat".
Form Permintaan
Formulir permintaan (atau daftar permintaan) (baik hard copy atau
elektronik) dari dokter dan laporan yang dikeluarkan oleh laboratorium adalah
alat komunikasi yang paling penting. Dalam ISO 15189: 2003, klausul 5.4.1,
bagian 'Prosedur pra-pemeriksaan' mengharuskan formulir permintaan
memiliki ruang untuk memasukkan item informasi tertentu.
Selain informasi minimum (nama pasien, tanggal lahir, nomor identifikasi dan
tanggal pengambilan) yang mutlak diperlukan untuk memungkinkan
identifikasi pasien yang lengkap dan tidak ambigu, dokter harus memberikan
nilai tambah pada permintaan mereka dengan menunjukkan pertanyaan klinis
dan informasi lain tentang pasien, sehingga memungkinkan profesional
laboratorium untuk memilih tes atau kaskade tes yang paling tepat.

Manual pengumpulan sampel


Berbagai pengujian yang dipesan mungkin memerlukan satu atau lebih
jenis spesimen yang berbeda, mis. serum, plasma, darah lengkap dan / atau
urin. Oleh karena itu, pentingnya buku pedoman koleksi jelas. Informasi dalam
manual ini harus diperiksa setiap kali phlebotomist tidak yakin dengan
spesimen yang tepat. Secara khusus, manual harus berisi informasi mengenai
tabung yang sesuai, kemungkinan antikoagulan pilihan, jumlah darah yang
harus dikumpulkan, kemungkinan kebutuhan pendinginan segera dan aspek
lain yang dapat mempengaruhi kualitas akhir pengujian.

Identifikasi dan pengumpulan


57

Mekanisme di mana spesimen dikaitkan dengan pasien dan kartu


permintaan adalah yang paling penting. Pengenalan "identifikasi spesimen
positif" dengan labe identifikasi unik (barcode) dan pengurangan kesalahan
transkripsi telah secara signifikan mengurangi risiko kesalahan dalam fase pra-
analisis.
Dalam kasus analisis gas darah, misalnya, diperlukan darah arteri. Arteri lebih
sulit diakses karena terkubur jauh di dalam jaringan, dan tekanan arteri lebih
besar daripada tekanan vena. Kerusakan arteri lebih serius daripada kerusakan
vena dan mungkin memerlukan pembedahan untuk memperbaikinya. Karena
alasan ini, tusukan arteri memerlukan pelatihan dan latihan ekstensif. Jarum
suntik khusus diperlukan dan transportasi segera, mencegah atau
memperlambat proses metabolisme dengan mendinginkan spesimen dengan
cepat, dan analisis cepat harus diberikan. Semua informasi ini, termasuk
tingkat kompetensi yang dibutuhkan oleh phlebotomist, harus
didokumentasikan dalam manual pengumpulan.

Transportasi spesimen
Masalah yang terkait dengan fase ini terbagi dalam dua kategori;
mereka yang terkait dengan pengiriman spesimen yang tepat waktu dan aman
ke laboratorium dalam kondisi fit untuk pemeriksaan, dan mereka yang peduli
dengan kesehatan dan keselamatan semua personel yang mungkin melakukan
kontak dengan spesimen, atau wadahnya, dalam perjalanan Layanan portering
dan sistem tabung pneumatik menghadirkan keuntungan dan kerugian, risiko,
dan masalah terkait yang memerlukan prosedur operasi standar khusus dan
pelatihan staf.
Penerimaan specimen semua sampel primer yang diterima harus dicatat dalam
buku aksesi, lembar kerja, komputer atau sistem yang sebanding 'dan bahwa'
tanggal dan waktu penerimaan sampel, serta identitas petugas penerima, harus
dicantumkan tercatat".

Kebijakan untuk sampel yang mendesak


Persiapan spesimen mencakup semua aktivitas yang diperlukan untuk
mendapatkan sampel ke dalam kondisi yang sesuai untuk analisis plasma atau
serum, termasuk sentrifugasi, aliquoting, pipetting, pengenceran dan
penyortiran spesimen ke dalam batch untuk pengenalan penganalisis otomatis.
58

Langkah persiapan spesimen telah menarik banyak perhatian baik untuk risiko
yang dikenali dalam hal bahaya bagi staf laboratorium, dan untuk kontribusi
yang signifikan terhadap total biaya dan waktu pengujian (waktu penyelesaian)
Pengenalan unit pemrosesan pra-analisis otomatis telah terbukti efektif dalam
mengurangi tenaga kerja yang terkait dengan pemrosesan spesimen, dalam
mengurangi jumlah kesalahan laboratorium yang terjadi dengan penyortiran,
pelabelan, dan alikuotasi spesimen. Selain itu, instrumen ini meningkatkan
integritas penanganan spesimen di seluruh langkah pemrosesan spesimen dan
keselamatan staf laboratorium.
Cara lain untuk meningkatkan waktu penyelesaian mungkin adalah dengan
menggunakan instrumen titik perawatan yang mengukur darah lengkap jika
memungkinkan.

Kriteria penerimaan / penolakan


ISO 15189: 2003 mensyaratkan bahwa "kriteria harus dikembangkan
dan didokumentasikan untuk penerimaan atau penolakan sampel primer" dan
"jika sampel primer yang dikompromikan diterima, laporan akhir harus
menunjukkan sifat masalah dan jika berlaku, kehati-hatian diperlukan saat
menafsirkan hasil". Spesimen atau sampel dapat dikompromikan oleh identitas
yang tidak pasti (misalnya kartu permintaan yang diterima dengan wadah
spesimen berlabel yang tidak memadai dalam amplop plastik yang sama) atau
oleh ketidakcukupan spesimen (misalnya analisis yang dirusak oleh hemolisis).
Mekanisme untuk mengkategorikan dan mencatat insiden ini akan
memungkinkan dilakukannya tindakan korektif dan / atau pencegahan.
59

Kesalahan laboratorium klinis secara langsung menyebabkan


peningkatan biaya perawatan kesehatan dan penurunan kepuasan pasien.
Kesalahan laboratorium didefinisikan sebagai setiap cacat yang terjadi selama
seluruh proses pengujian, mulai dari pemesanan pengujian hingga pelaporan
hasil, yang dengan cara apa pun memengaruhi kualitas layanan laboratorium.
Kesalahan apa pun selama proses pengujian laboratorium dapat memengaruhi
perawatan pasien, termasuk penundaan dalam pelaporan, penggambaran ulang
yang tidak perlu, kesalahan diagnosis, dan pengobatan yang tidak tepat.
Kadang-kadang, kesalahan ini bahkan bisa berakibat fatal (misalnya, reaksi
hemolitik akut setelah transfusi darah yang tidak sesuai yang disebabkan oleh
kesalahan dalam identifikasi pasien). Telah diamati bahwa kesalahan
diagnostik telah menyebabkan jenis klaim malpraktek yang paling umum di
Amerika Serikat.
Meskipun kesalahan dapat muncul pada salah satu dari tiga tahap, penelitian
menunjukkan bahwa fase pra-analitis menyumbang 46% hingga 68,2%
kesalahan yang diamati selama Proses Pengujian Total. Kemajuan yang cukup
besar dalam instrumentasi laboratorium telah secara signifikan mengurangi
kesalahan menilai selama fase analitis. Namun, meskipun ada peningkatan
dalam otomatisasi pra-analitik, fase pra-analitik tetap menjadi bagian yang
paling rawan kesalahan dari pengujian laboratorium karena kompleksitasnya,
yaitu, karena adanya banyak langkah yang terjadi baik sebelum maupun
sesudah spesimen mencapai laboratorium.
Lebih dari seperempat dari semua kesalahan pra-analitis diperkirakan
mengakibatkan penyelidikan yang tidak perlu atau perawatan pasien yang tidak
tepat, sehingga mengakibatkan beban keuangan tambahan pada sistem
perawatan kesehatan. Ekonom perawatan kesehatan telah mengembangkan
model untuk menghitung biaya rumah sakit terkait dengan kesalahan dan
ketidakefisienan laboratorium karena kualitas spesimen darah yang buruk.
Perkiraan model didasarkan pada
1. Data keuangan lembaga seperti biaya operasi dan jumlah tempat tidur;
2. data laboratorium seperti volume uji, laju spesimen yang ditolak, dan waktu
henti instrumen; dan
3. data praktik klinis berdasarkan wawancara dengan dokter yang
mengidentifikasi frekuensi menerima hasil laboratorium yang salah dan
dampaknya.
60

Rata-rata, biaya kesalahan pra-analitis mewakili antara 0,23% dan 1,2% dari
total biaya operasi rumah sakit. Pengeluaran yang tidak perlu ini dapat
diekstrapolasi ke rumah sakit AS yang khas dengan sekitar 650 tempat tidur
hingga $ 1,2 juta per tahun.3Ini merupakan jumlah peningkatan biaya
berdasarkan berbagai faktor, termasuk manajemen pasien, penarikan kembali,
investigasi laboratorium, pengumpulan darah habis, dan waktu henti instrumen.
Kesalahan preanalytical tidak bisa dihindari; pelatihan yang tepat dan langkah-
langkah pengendalian kualitas yang tepat dapat mencegahnya . Ini memerlukan
pendekatan holistik, termasuk koordinasi yang erat di antara anggota tim
manajemen spesimen, dari klinisi yang memesan tes, hingga phlebotomist,
hingga kurir yang mengambil spesimen, serta laboran yang memproses
spesimen untuk pengujian.
5. Anamnesis dan evaluasi benjolan (limfadenopati).
Limfadenopati merupakan suatu keadaan dimana terjadi pembesaran pada
kelenjar getah bening (Ferrer, 1998).Pembesaran ini dengan ukuran lebih besar dari 1
cm. Selain itu, terabanya nodul supraklavikula, poplitea dan iliaka dengan ukuran
beberapa pun dianggap abnormal. (Bazemore & Smucker, 2002)
Etiologi
Secara umum banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Hal itu
terdiri dari Keganasan (malignancies), Infeksi (infections), Kelainan autorimun
(autoimmune disorders), dan keadaan lain (miscellaneous and unusual conditions)
yang dapat disingkat dengan MIAMI. (Bazemore & Smucker, 2002)
61

Tabel Etiologi Limfadenopati Menurut Bazemore dan Smucker (2002)

ANAMNESIS
1. Umur penderita
Umur adalah faktor pertimbangan yang sangat penting. Hal ini dikarenakan dapat
membantu memprediksi kemungkinan proses jinak maupun ganas. Kelenjar getah
bening umumnya tidak teraba pada bayi baru lahir. Pada anak umur lebih muda, KGB
yang teraba di daerah servikal, aksila, dan inguinal sering masih dikatakan normal.
Kelenjar getah bening teraba yang paling umum antara usia 3 dan 5 tahun.
Diagnosis diferensial limfadenopati akan berubah seiring dengan bertambahnya
umur. Sebagai contoh, limfoma Hodgkin merupakan penyebab penting dari
limfadenopati pada populasi pasien remaja dan dewasa, tetapi jarang terjadi sebelum
umur 10 tahun. Dengan demikian, penyakit Hodgkin harus dipertimbangkan pada
seorang remaja yang tampaknya baik namun memiliki pembesaran KGB patologis
pada servikal atau supraklavikula, dari anak umur 3 tahun yang memiliki temuan
klinis yang sama. Penyakit menular seksual adalah penyebab umum dari
limfadenopati inguinal di akhir masa remaja dan dewasa. Sebaliknya, infeksi saluran
pernafasan atas, otitis, dan konjungtivitis sering menyebabkan limfadenopati
servikalis reaktif kronis pada kelompok taman kanak-kanak dan usia dini.
(Lanzkowksy, 2011)

2. Gejala Konstitusional
Gejala konstitusional yang sering dihubungkan dengan limfadenopati yang ganas
yaitu demam, keringat malam, penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam 6 bulan,
pruritus atau rash, atralgia, atau fatigue. Sedangkan gejala dengan atralgia, kelemahan
otot dan adanya rash pada kulit sering dihubungkan ke arah penyakit autoimun seperti
rematoid artritis, lupus eritematosus, atau dermatomyositis. Adanya limfadenopati
servikalis sering diikuti gejala konstitusional seperti fatigue, malaise, panas atau nyeri
menelan. (Friedmann, 2008)
62

3. Riwayat Paparan
Riwayat paparan (eksposur) sangat penting untuk menentukan penyebab
limfadenopati. Paparan hewan dan serangga, penggunaan obat-obatan yang lama,
kontak dengan penyakit menular, dan riwayat infeksi berulang penting dalam evaluasi
limfadenopati. Paparan travel related dan status imunisasi harus dicatat, karena
banyak penyakit tropis atau nonendemic dapat dikaitkan dengan limfadenopati
persisten. Paparan lingkungan seperti tembakau, alkohol, dan radiasi ultraviolet
meningkatkan kecurigaan kearah karsinoma metastasis. Riwayat seksual dan orientasi
seksual penting dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinalis dan leher rahim
oleh karena penyakit menular seksual. Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga
mungkin meningkatkan kecurigaan penyebab limfadenopati oleh karena keganasan.
(Ferrer,2006)
Berikut tabel riwayat paparan menurut Ferrer,2006
63

4. Karakteristik Limfadenopati
4.1. Onset dan durasi
Berdasarkan durasinya, limfadenopati akut jika pembesaran KGB terjadi
kurang dari 2 minggu, sedangkan limfadenopati subakut jika pembesaran KGB
berlangsung 2-6 minggu dan limfadenopati kronis jika pembesaran KGB berlangsung
lebih dari 6 minggu. (Nugroho, 2012)

4.2. Ukuran
Mendefinisikan ukuran normal tidaknya suatu KGB tidaklah mudah, namun
terdapat aturan praktis sebagai berikut: KGB normal daerah aksila dan daerah servikal
mencapai ukuran 1 cm, di daerah inguinal mencapai ukuran 1,5 cm, dan di lokasi
epitrochlear mencapai hingga 0,5 cm. Seperti disebutkan, batas ukuran KGB berbeda
berdasarkan umur dan umumnya kurang bermakna pada anak-anak dibandingkan pada
remaja dan orang dewasa, mungkin karena dipengaruhi paparan antigen disamping
pengaruh pembentukan antibodi serta imunitas. (Nugroho,2012)

4.3. Nyeri
Rasa nyeri timbul ketika terjadi pembesaran KGB yang cepat meningkat
dalam ukuran maupun konsistensinya. Nyeri biasanya hasil dari proses peradangan
atau supurasi, tapi nyeri juga mungkin hasil dari pendarahan ke dalam pusat nekrotik
nodus yang ganas. Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak
dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada
penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri
dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan
keganasan, tanda-tanda peradangan tidak ada, kelenjar akan keras dan tidak dapat
digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya. (Lanzkowksy, 2011)

4.4. Konsistensi
Konsistensi atau kualitas KGB yang keras seperti batu mengarahkan kepada
keganasan, padat seperti karet ke arah limfoma, lunak mengarah ke proses infeksi, dan
fluktuasi menunjukkan telah terjadinya abses atau pernanahan. Adanya kelenjar yang
lunak, mudah ditekan dan bergerak bebas lebih mengarah ke jinak. Istilah "shotty"
mengacu pada kelenjar kecil seperti gotri di bawah kulit, seperti yang ditemukan
dalam kelenjar di servikal anak-anak dengan penyakit virus. (Ferrer, 1998)
64

4.5. Fiksasi
Sekelompok KGB yang merasa terhubung dan tampaknya bergerak sebagai
satu unit dikatakan membentuk suatu anyaman (terfiksir). Kelenjar tersebut dapat
berupa jinak (misalnya, tuberkulosis, sarkoidosis atau lymphogranuloma venereum)
atau ganas (misalnya, karsinoma metastasis atau limfoma). (Ferrer,1998)

4.6. Lokasi
Penentuan lokasi pembesaran KGB sangat berguna dalam mengklasifikasikan
sebagai limfadenopati generalisata, di mana dua atau lebih kelompok kelenjar atau
situs yang terlibat, atau limfadenopati lokal pada satu lokasi saja. Limfadenopati lokal
lebih umum ditemukan dalam praktek sehari-hari dibandingkan limfadenopati
generalisata, dengan KGB di daerah leher terlibat paling sering, diikuti oleh kelenjar
inguinalis. Limfadenopati lokal dapat terjadi dari infeksi kelenjar itu sendiri
(lymphadenitis) atau dari infeksi di daerah drainasenya. Jika limfadenopati
generalisata, maka dalam pemeriksaan fisik harus fokus pada mencari tanda-tanda
penyakit sistemik. Temuan yang paling membantu adalah ruam, lesi membran
mukosa, hepatomegali, splenomegali atau arthritis. Splenomegali dan limfadenopati
terjadi secara bersamaan di berbagai kondisi, termasuk infeksi mononucleosis,
leukemia limfositik, limfoma dan sarkoidosis. (Bazemor & Smucker, 2002)
Berikut tabel menurut Nugroho, 2011 tentang hubungan lokasi, aliran kelenjar dan
kemugkinan diagnosis bandingnya
65

Tabel Kelompok Kelenjar Getah Bening Berdasarkan Lokasi, Aliran Kelenjar, dan Kemungkinan
Diagnosis Bandingnya

DIAGNOSIS
Diagnosis limfadenopati pada anak, sama seperti diagnosis yang lain
membutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Jika temuan
ini menunjukkan penyakit yang jinak atau self-limited, maka pasien harus diyakinkan
agar tidak khawatir, riwayat alami penyakit dijelaskan, dan tindak lanjut yang akan
dilakukan. Pemeriksaan spesifik diindikasikan jika dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik menunjukkan penyakit infeksi autoimun atau yang lebih serius. Jika diduga
neoplasma, mungkin akan melibatkan pemeriksaan laboratorium atau evaluasi
radiologis, computed tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan
ultrasonografi (USG), yang telah sangat berguna dalam membedakan dari KGB jinak
atau ganas pada pasien dengan kanker kepala dan leher. Namun, diagnosis pasti hanya
diperoleh dari biopsi. (Friedmann,2008)
Langkah pertama dalam mengevaluasi limfadenopati yang tidak jelas adalah
meninjau kembali obat-obatan yang telah diberikan kepada pasien, mengingat
penyebab limfadenopati yang tidak jelas sering disebabkan oleh tindakan tersebut, dan
mempertimbangkan kembali faktor risiko untuk kearah keganasan. Jika diagnosis
tidak sugestif, dan pasien dianggap berisiko rendah untuk kearah keganasan, maka
limfadenopati regional dapat dengan aman untuk diamati. Pikiran penyebab yang
serius pada limfadenopati generalisata, temukan petunjuk untuk mencari dengan
cermat penyebab autoimun atau infeksi, dan skrining laboratorium untuk penegakkan
66

diagnosis penyebab limfadenopati sebelum gejala lainnya ada dapat dibenarkan


sebelum pengamatan.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Umum (Nugroho,2009)
1.Pemeriksaan keadaan umum dan tanda vital : panas, anemia atau tampak toksik (toxic
appearing)
2.Status antropometrik : menggambarkan status gizi dan parameter pertumbuhan
3.Kepala dan leher : Infeksi kulit (dermatitis seboroik, tinea kapitis), konjungtiva pucat
(keganasan, penyakit autoimun), konjungtivitis, orofaring (faringitis, problem gigi,
stomatitis) dan telinga (otiti media akut)
4.Jantung dan paru : ronkhi (pneumonia), konsolidasi ((curiga TB)
5.Abdomen : hepatoslenomegali (sistemik proses : Epstein Barr virus, Citomegalovirus,
HIV, penyakit reumatik dan penyakit neoplastik), dan massa abdomen
(neuroblastoma)
6.Ekstremitas : adenopati inguinal dan aksila
7.Kulit : rash, petikie, purpura, ekimosis, lesi oleh karema traumatik, atau curiga
keganasan)

Pemeriksaan Fisik Lokal (Pemeriksaan Limfadenopati)


Dalam pemeriksaan palpasi KGB, yang perlu dipertimbangkan yaitu lokasi,
ukuran, nyeri, konsistensi dan fiksasi. Untuk pemeriksaan KGB leher, pasien duduk
atau berdiri menghadap pemeriksa. Tangan kanan pemeriksa mengeksplorasi sisi kiri
leher pasien dan kemudian tangan kiri dari pemeriksa mengeksplorasi sisi kanan
pasien leher. Mulai dari bagian atas leher dan turun, Semua nodus limfa harus
dievaluasi termasuk preauricular, auricularis posterior, oksipital, servikal superior,
servikal posterior, submaxilaris, submental, dan supraclavicular. (Karpf, 1990)
Pemeriksaan KGB di aksilaris dilakukan pada pasien dengan posisi duduk
atau terlentang. Lengan pasien, dipegang oleh salah satu tangan pemeriksa dan harus
dilakukan posisi sedikit tertekuk dan adduksi. Tangan kanan pemeriksa digunakan
untuk memeriksa pasien aksila kiri, dan tangan kiri untuk aksila kanan. Jari-jari
pemeriksa harus sedikit dirapatkan dan dimulai dari puncak aksila. Jari-jari itu dibawa
turun perlahan-lahan, mengarahkan tekanan lembut terhadap dada. Manuver ini harus
diulang beberapa kali untuk memeriksa KGB aksila kelompok lateral, kelompok
medial, dan kelompok dada. (Karpf, 1990)
Selanjutnya, pasien harus dievaluasi KGB di daerah epitrochlear. Sering kali,
node ini diabaikan, atau kurangnya pengetahuan tentang teknik pemeriksaannya.
Pemeriksaan KGB epitrochlear terbaik dimana siku pasien ditekuk sampai sekitar 90 o.
Daerah kanan epitrochlear didekati dengan memasukkan tangan kiri pemeriksa dari
67

belakang siku pasien sementara pemeriksa tangan kanan menggenggam pergelangan


tangan kanan pasien untuk memegang lengan. Selanjutnya, pasien harus dievaluasi
untuk kemungkinan adanya pembesaran KGB di epitrochlear. (Karpf, 1990)

DIAGNOSIS BANDING
68

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan darah dapat diperlukan pada anak dengan limfadenopati. Adanya
leukostosis dengan dominasi netrofil mungkin menunjukkan adanya infeksi bakteri
akut. Leukositosis yang didominasi limfositik dapat dikaitkan dengan infeksi virus
Ebstein-Barr. Leukositosis dengan adanya blast pada hapusan darah tepi diindikasi
terjadinya leukemia. Leukopenia dengan depresi hemoglobin dan trombosit juga
mungkin indikasi adanya keganasan yang melibatkan sumsum tulang. Limfopenia
diindikasikan adanya infeksi HIV atau adanya gangguan immunodefisiensi bawaan.
Laju endap darah (LED) dan kadar C-reaktif protein dapat digunakan sebagai petanda
adanya peradangan dan infeksi dan juga mungkin membantu dalam mengevaluasi
pengobatan yang dilakukan. Kadar enzim hati yang tinggi dapat menunjukkan
keterlibatan hati yang disebabkan infeksi sistemik atau proses infiltratif. (Sahai, 2013)
Aspirasi dan kultur KGB membantu dalam mengisolasi organisme penyebab
infeksi dan keputusan antibiotik yang sesuai sebagai penyebab limfadenopati. Aspirasi
dengan jarum halus (fine needle aspiration / FNAB) mungkin menghasilkan diagnosis
sitologi pasti atau awal dan kadang-kadang tidak memerlukan lagi untuk biopsi KGB.
Biopsi eksterna (bila suspek tuberkulosa atau infeksi nontuberkulosa mycobacterium)
atau insisi dan drainase dapat diindikasikan pada anak dengan limfadenotis unilateral
sedang atau berat. Beberapa hal yang diindikasikan untuk dilakukan biopsi adalah
awal pemeriksaan fisik dan riwayat klinis menunjukkan keganasan, KGB dengan
ukuran lebih besar daripada 2,5 cm, pembesaran KGB menetap atau membesar,
pemberian antibiotik yang sesuai gagal untuk mengecilkan node dalam waktu 2
minggu. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan tuberkulin, pewarnaan gram, untuk
memastikan penyebab infeksinya. (Mahmood et al, 2007)
Foto toraks merupakan suatu pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam
evaluasi limfadenopati kronis lokal atau generalisata dan dapat melihat adanya
pelebaran mediastinum karena limfadenopati dari limfoma dan sarcoid. Dua pertiga
dari pasien yang memiliki Hodgkin limfoma mungkin menunjukkan pelebaran
69

mediastinum pada foto dada. Secara keseluruhan sensitivitas dari foto thorak
mencapai 67% dan spesifitasnya 59%. Deteksi dari mediastinum Limfadenopati
melalui thorak foto untuk mendiagnosa TB paru pada anak-anak harus ditafsirkan
dengan hati-hati. Akurasi diagnostik mungkin ditingkatkan dengan menyempurnakan
kriteria radiologis limfadenopati dan dikonfirmasikan dengan pemeriksaan klinis
lainnya. (Swingler et al, 2005)
Pemeriksaan FNAB sederhana, cepat dan tidak memerlukan anestesi umum.
Prosedur FNAB dapat dilakukan di poliklinik rawat jalan. Kebanyakan pasien yang
memiliki diagnosis jinak pada FNAB tidak memerlukan lebih lanjut evaluasi.
Keterbatasan FNAB adalah sering terjadi kurangnya sampel jaringan yang tepat untuk
pemeriksaan khusus termasuk sitogenetik, Flow cytometry, mikroskop elektron dan
pengecatan khusus. Selain itu, potensi risiko adanya keganasan harus selalu
dipertimbangkan sebagai hasil dari prosedur FNAB. (Mahmood et al. 2007)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikal. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
klasifikasi. USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai
sensitivitas 98 % dan spesivisitas 95%. (Sahai, 2011)
CT scan dapat mendeteksi limfadenopati servikalis dengan diameter 5 mm
atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula
pada penderita inonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan
sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.
(Sahai, 2011)

DIAGNOSIS CSD menurut Bergmans et al.


1. Adanya riwayat kontak dengan kucing dan adanya cakaran atau lesi primer
dari kulit, mata atau membran mukus.
2. Adanya reaksi positif dari cat scratch skin tes.
3. Hasil negative pada pemeriksaan laboratorium akibat penyembab lain dari
limfadenopati.
4. Ditemukan histolopatologik khas pada biopsi spesimen KGB atau pada
tempat keterlibatannya sistemik.
Histologi CSD khas menunjukkan granuloma dengan nekrosis sentral, Giant
cell dengan nmultinucleated, dan tidak ditemukannya microabses. Dengan demikian,
pemeriksaan histologis pada tahap awal penyakit ternyata hanya menunjukkan
hiperplasia limfoid dan proliferasi arteriol. Sebaliknya, dengan adanya granuloma,
diagnosis banding sehubungan dengan tuberkulosis atau penyakit menular lain.
70

5. Patofisiologi limfadenitis kronis granulomatosa.


. Limfadenopati dan Limfadenitis
Limfadenopati merupakan kondisi dimana terjadi kelainan dalam
ukuran atau karakter dari KGB yang dapat berasal dari infiltrasi sel-sel intrinsic
KBG itu sendiri (seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit) atau karena
infiltrasi sel-sel ekstrinsik (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di KGB
(limfadenitis) atau juga karena infiltrasi sel-sel ganas. (Lanzkowsky, 2011).
Limfadenopati dapat mengarah ke keganasan dengan pertimbangan usia lebih
tua, berbatas tegas, terfiksir, durasi lebih dari dua minggu, dan terletak di
supraklavikula. (Abba, 2012). Pengetahuan tentang faktor-faktor risiko ini
sangat penting untuk pengobatan limfadenopati yang tidak jelas. Selain itu,
riwayat kontak lengkap, gejala klinis saat ini, dan pemeriksaan fisik
menyeluruh dapat menentukan apakah limfadenopati itu jinak atau ganas.
Dapat diamati bahwa limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan tidak memiliki
tanda atau gejala penyakit serius atau keganasan selama satu bulan. Setelah itu,
beberapa tes atau biopsi harus dilakukan. (Ferrer, 1998)
Klasifikasi limfadenopati sangat bervariasi. Saat ini, metode klasifikasi
yang sering digunakan untuk membuat penyebab limfadenopati lebih mudah
diidentifikasi dan diobati dengan tepat adalah limfadenopati lokalisata dan
limfadenopati generalisata. Pembesaran kelenjar getah bening lokal
didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar getah bening hanya di satu daerah,
sedangkan pembesaran kelenjar getah bening general mengacu pada
pembesaran kelenjar getah bening di dua atau lebih daerah yang jauh dan
simetris. (Kliegman, 2006). Berdasarkan waktu terjadinya, limfadenopati akut
terjadi jika pembesaran KGB terjadi kurang dari 2 minggu, sedangkan
limfadenopati subakut jika pembesaran KGB berlangsung 2-6 minggu dan
limfadenopati kronis jika pembesaran KGB berlangsung lebih dari 6 minggu.
(Coughlin, 2009)
Ada berbagai infeksi yang menyebabkan limfadenopati generalisata,
lokalisata dan limfadenitis. Infeksi limfadenopati generalisata sering
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan protozoa (tabel 1). Infeksi yang
menyebabkan limfadenopati lokalisata maupun limfadenitis dapat berasal
71

bukan dari penyakit menular seksual, dapat juga berasal dari penyakit menular
seksual (limfadenopti inguinal primer) serta sindrom limfokutaneus (tabel 2).
Tabel 1. Berbagai Infeksi Penyebab Limfadenopati Generalisata
(Kliegman, 2006)

Tabel 2. Berbagai Infeksi Penyebab Limfadenopati Lokalisata dan


Limfadenitis (Kliegman, 2006)
72

Pendekatan Klinis Limfadenopati


1. Riwayat Paparan
Riwayat paparan (eksposur) sangat penting untuk menentukan penyebab
limfadenopati. Paparan hewan dan serangga, penggunaan obat-obatan yang
lama, kontak dengan penyakit menular, dan riwayat infeksi berulang penting
dalam evaluasi limfadenopati. Paparan travel related dan status imunisasi harus
dicatat, karena banyak penyakit tropis atau nonendemic dapat dikaitkan dengan
limfadenopati persisten, termasuk tuberkulosis, tripanosomiasis, tifus,
leishmaniasis, tularemia, brucellosis, dan anthrax. Paparan lingkungan seperti
tembakau, alkohol, dan radiasi ultraviolet meningkatkan kecurigaan kearah
karsinoma metastasis pada organ, kanker kepala dan leher, dan keganasan pada
kulit. Paparan kerja terhadap silikon atau berilium juga dapat menyebabkan
limfadenopati. Riwayat seksual dan orientasi seksual penting dalam
menentukan penyebab limfadenopati inguinalis dan leher rahim oleh karena
73

penyakit menular seksual. Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga


mungkin meningkatkan kecurigaan penyebab limfadenopati oleh karena
keganasan, seperti karsinoma payudara atau sindrom familial dysplastic nevus
dan melanoma. (Ferrer, 1998) (Tabel 3,4).
Tabel 3. Riwayat Paparan untuk Diagnosis Limfadenopati (Ferrer,
1998)
74

Tabel 4. Obat-Obatan Penyebab Limfadenopati (Ferrer, 1998)

2. Onset dan Durasi


Berdasarkan durasinya, limfadenopati akut jika pembesaran KGB
terjadi kurang dari 2 minggu, sedangkan limfadenopati subakut jika
pembesaran KGB berlangsung 2-6 minggu dan limfadenopati kronis jika
pembesaran KGB berlangsung lebih dari 6 minggu. (Coughlin, 2009)

3. Ukuran
Mendefinisikan ukuran normal tidaknya suatu KGB tidaklah mudah,
namun terdapat aturan praktis sebagai berikut: KGB normal daerah aksila dan
daerah servikal mencapai ukuran 1 cm, di daerah inguinal mencapai ukuran 1,5
cm, dan di lokasi epitrochlear mencapai hingga 0,5 cm. Seperti disebutkan,
batas ukuran KGB berbeda berdasarkan umur dan umumnya kurang bermakna
pada anak-anak dibandingkan pada remaja dan orang dewasa, mungkin karena
dipengaruhi paparan antigen disamping pengaruh pembentukan antibodi serta
imunitas. Namun, dalam suatu studi terhadap 213 orang dewasa dengan
unexplained lymphadenopathy, pasien dengan ukuran KGB lebih kecil dari 1
cm2 (1x1 cm) tidak ada yang mengalami keganasan, sedangkan keganasan
didapatkan pada 8 % dari mereka yang memiliki ukuran KGB lebih dari 1-
2.25 cm2 (1x1 cm - 1,5x1,5cm) , dan 38 % dari mereka dengan ukuran KGB
lebih dari 2.25 cm2 (1,5x1,5 cm). (Friedman, 2008; Ferrer, 1998)

4. Nyeri
75

Rasa nyeri timbul ketika terjadi pembesaran KGB yang cepat meningkat
dalam ukuran maupun konsistensinya. Nyeri biasanya hasil dari proses
peradangan atau supurasi, tapi nyeri juga mungkin hasil dari pendarahan ke
dalam pusat nekrotik nodus yang ganas. Pada pembesaran KGB oleh infeksi
virus, umumnya bilateral lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh
bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan
dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas
dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan
terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan, tanda-tanda
peradangan tidak ada, kelenjar akan keras dan tidak dapat digerakkan oleh
karena terikat dengan jaringan di bawahnya. (Friedman, 2008)

5. Konsistensi
Konsistensi atau kualitas KGB yang keras seperti batu mengarahkan
kepada keganasan, padat seperti karet ke arah limfoma, lunak mengarah ke
proses infeksi, dan fluktuasi menunjukkan telah terjadinya abses atau
pernanahan. Adanya kelenjar yang lunak, mudah ditekan dan bergerak bebas
lebih mengarah ke jinak. Istilah " shotty " mengacu pada kelenjar kecil seperti
gotri di bawah kulit, seperti yang ditemukan dalam kelenjar di servikal anak-
anak dengan penyakit virus. (Ferrer, 1998)

6. Fiksasi
Sekelompok KGB yang merasa terhubung dan tampaknya bergerak
sebagai satu unit dikatakan membentuk suatu anyaman (terfiksir). Kelenjar
tersebut dapat berupa jinak (misalnya, tuberkulosis, sarkoidosis atau
lymphogranuloma venereum) atau ganas (misalnya, karsinoma metastasis atau
limfoma). (Ferrer, 1998)

7. Lokasi
Penentuan lokasi pembesaran KGB sangat berguna dalam
mengklasifikasikan sebagai limfadenopati generalisata, di mana dua atau lebih
kelompok kelenjar atau situs yang terlibat, atau limfadenopati lokal pada satu
lokasi saja. Limfadenopati lokal lebih umum ditemukan dalam praktek sehari-
hari dibandingkan limfadenopati generalisata, dengan KGB di daerah leher
terlibat paling sering, diikuti oleh kelenjar inguinalis. Limfadenopati lokal
76

dapat terjadi dari infeksi kelenjar itu sendiri (lymphadenitis) atau dari infeksi di
daerah drainasenya. Jika limfadenopati generalisata, maka dalam pemeriksaan
fisik harus fokus pada mencari tanda-tanda penyakit sistemik. Temuan yang
paling membantu adalah ruam, lesi membran mukosa, hepatomegali,
splenomegali atau arthritis. Splenomegali dan limfadenopati terjadi secara
bersamaan di berbagai kondisi, termasuk infeksi mononucleosis, leukemia
limfositik, limfoma dan sarcoidosis. (Friedman, 2008)

Tabel 5. Kelompok Kelenjar Getah Bening Berdasarkan Lokasi, Aliran


Kelenjar dan Kemungkinan Diagnosis Bandingnya. (Nugroho, 2012)

a. Limfadenopati pada Kepala dan Leher


Dalam sebuah studi KGB di servikal biasanya teraba hampir 60 % pada
pemeriksaan fisik, meskipun kejadiannya menurun dengan bertambahnya usia.
Penyebab paling umum dari limfadenopati servikal adalah infeksi, yang pada
anak-anak biasanya infeksi virus akut dan self-limeted. Sementara kebanyakan
77

kasus limfadenopati servikal bisa membaik dengan cepat, dan beberapa


penyakit seperti mikobakterium atipikal, toksoplasmosis, cat-scratch disease,
limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan sindrom Kawasaki dapat membuat
limfadenopati servikal bertahan sampai berbulan-bulan, dan mungkin sulit
dibedakan dengan neoplasma. (Bazemore, 2002)
Limfadenopati supraklavikula memiliki risiko tertinggi kearah
keganasan, diperkirakan sebagai 90 % pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun
dan 25 % pada mereka yang lebih muda dari usia 40 tahun. Limfadenopati
supraklavikula kanan dikaitkan dengan keganasan di mediastinum, paru-paru
atau esofagus. Limfadenopati supraklavikula kiri menerima aliran limfatik dari
dada dan perut, dan mungkin menandakan patologi di testis, ovarium, ginjal,
pankreas, prostat, perut atau kantong empedu. (Bazemore, 2002)

Gambar 1. KGB pada kepala dan leher dan area yang di drainase
(Bazemore, 2002)
b. Limfadenopati pada Aksila
Limfadenopati persisten jarang ditemukan di KGB daerah aksilaris
daripada di daerah inguinal. Adenokarsinoma mammae sering metastase
awalnya ke KGB aksilaris anterior dan medial, yang mungkin teraba sebelum
penemuan tumor primer. Limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin jarang
memanifestasikan semata-mata atau awalnya di KGB aksilaris, meskipun hal
ini dapat menjadi daerah pertama kali ditemukan oleh pasien. Limfadenopati
antecubital atau epitrochlear dapat menunjukkan adanya limfoma, atau
melanoma dari ekstremitas, yang pertama bermetastasis ke derah KGB
ipsilateral. (Bazemore, 2002)
78

Gambar 2. KGB pada aksilaris dan epitrochlear dan struktur drainase


(Bazemore, 2002)

c. Limfadenopati di Inguinal
Limfadenopati inguinal sering terjadi, pada orang dewasa yang sehat
biasanya terdapat pembesaran KGB sampai dengan diameter 1-2 cm, terutama
mereka yang sering tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan
infeksi adalah etiologi yang paling seing, dan limfadenopati inguinal jarang
merupakan keganasan. Limfoma hodgkin jarang ditemukan pada daerah
inguinal, tidak seperti limfoma non hodgkin. Karsinoma sel skuama pada penis
dan vulva, limfoma, dan melanoma juga dapat terjadi dengan limfadenopati di
daerah ini. Karsinoma testis dapat menyebabkan limfadenopati inguinal apabila
melibatkan jaringan kulit diatasnya. Hal ini juga dijumpai pada 58 persen
pasien yang didiagnosis dengan karsinoma penis atau uretra. Dalam kedua
kasus itu tidak ditemukan gejala yang khas. (Bazemore, 2002)

Gambar 3. KGB pada inguinal dan struktur drainase (Bazemore, 2002)


Limfadenitis Granulomatosa

Limfadenitis Reaktif
Rangsangan infeksi dan inflamasi mikrobiologi akan mengaktivasi sel
imun yang berada pada kelenjar getah bening. Kondisi ini berperan sebagai
79

dinding pertahanan. Respons imun apapun untuk melawan antigen asing dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati). Infeksi yang
menyebabkan limfadenitis sangatlah bervariasi dan banyak jumlahnya, serta
dapat bersifat akut atau kronis. Sebagian besar gambaran histologik dari reaksi
kelenjar getah bening tidak spesifik. Bentuk yang berbeda dari limfadenitis,
yaitu yang terjadi akibat penyakit cakaran kucing (cat-scratch) akan dijelaskan
terpisah. (Kumar, 2015)
Limfadenitis Akut Non Spesifik
Bentuk limfadenitis ini mungkin terisolasi menjadi suatu kelompok
kelenjar getah bening akibat aliran dari suatu infeksi lokal, atau secara umum,
sebagai infeksi sistemik dan kondisi inflamasi. Kelenjar yang mengalami
inflamasi pada limfadenitis non spesifik akut terlihat membengkak, berwarna
kelabu kemerahan, dan membesar. Secara histologik, terdapat sentrum
germinativum besar yang mengandung banyak mitosis. Bila penyebabnya
adalah organisme piogenik, infltrasi neutroflik ditemukan di sekitar folikel dan
di antara sinus limfoid. Pada infeksi yang berat, dapat terjadi nekrosis pada
pusat dari folikel, menyebabkan terbentuknya abses. (Kumar, 2015)
Kelenjar yang terjangkit biasanya lunak dan dapat fluktuasi jika
pembentukan abses berlebihan. Kulit menutupinya biasanya berwarna merah
dan dapat membentuk sinus sebagai jalan keluar. Seiring dengan terkendalinya
infeksi, kelenjar getah bening akan tampak dalam keadaan normal "istirahat"
atau jika sudah rusak, dapat mengalami pembentukan jaringan parut. (Kumar,
2015)
Limfadenitis Kronis Non Spesifik
Limfadenitis kronis non spesifik dapat dibagi berdasarkan agen
penyebabnya, menjadi 3 bentuk: hiperplasia folikuler, hiperplasia parakortikal,
atau sinus histiositosis. (Kumar, 2015)
a. Hiperplasia Folikuler. Bentuk ini muncul pada infeksi atau proses inflamasi
yang mengaktivasi sel B yang akan bermigrasi ke dalam folikel sel B dan
membentuk reaksi folikuler (atau sentrum germinativum). Folikel-folikel
reaktif ini mengandung banyak sel B teraktivasi, sel T yang tersebar, makrofag
fagositik yang mengandung debris inti (tingible body macrophages), dan
anyaman sel dendritik folikuler penyaji antigen. Penyebab hiperplasia folikuler
mencakup artritis reumatoid, toksoplasmosis, dan infeksi awal HIV. Bentuk
limfadenitis ini harus dibedakan dari limfoma folikuler (akan dibahas
80

kemudian). Penemuan yang mendukung hyperplasia folikuler adalah (1)


bentuk kelenjar getah bening yang masih baik; (2) sentrum germinativum
dalam berbagai macam bentuk dan ukuran;(3) adanya campuran limfosit
sentrum germinativum dengan berbagai bentuk dan ukuran; dan (4) aktivitas
fagositik dan mitotik yang menonjol pada sentrum germinativum.
b. Hiperplasia Parakortikal. Bentuk ini disebabkan oleh reaksi imun yang
melibatkan bagian sel T pada kelenjar getah bening. Ketika teraktivasi, sel T
parafolikuler akan berubah menjadi noblas besar yang berproliferasi yang akan
menghilar folikel sel B. Hiperplasia parakortikal dapat ditemukan infeksi virus
(seperti EBV), setelah beberapa macam vaksinasi (misalnya, cacar), dan pada
reaksi imun yang diinduksi obat (terutama fenitoin).
c. Sinus Histiositosis. Bentuk reaktif ini mempunyai ciri khas berupa sinusoid
limfatik yang semakin melebar dan nyata, serta menyebabkan hipertrofi sel
endotel dan infiltrasi makrofag (histiosit). Hal ini sering ditemukan pada
kelenjar getah bening yang menerima aliran limfa dari kanker dan dapat
merupakan respons imun terhadap tumor dan akibatnya
Penyakit Cakaran Kucing (Cat-Scratch Disease)
Penyakit cakaran kucing (Cat-scratch disease) merupakan limfadenitis
yang dapat sembuh dengan sendirinya yang disebabkan oleh bakteri Bartonella
henselae. Penyakit ini terutarna terjadi pada masa kanak-kanak; 90% pasien
berusia di bawah 18 tahun. Penyakit ini bermanifestasi sebagai limfadenopati
regional, yang sering pada daerah aksila dan leher. Pembesaran keleryar
muncul sekitar 2 minggu setelah terkena cakaran, atau lebith jarang, setelah
luka tusuk atau robek. Kelenjar yang membesar, vesikel, atau krusta kadang
dapat terlihat pada bagian kulit yang terluka. Pada sebagian besar pasien
pembesaran kelenjar getah bening akan menghilang dalam waktu 2 hingga 4
bulan. Kondisi yang lebih jarang berupa ensefalitis, osteomielitis, atau
trombositopenia dapat terjadi. (Kumar, 2015)
Perubahan kelenjar pada penyakit cakaran kucing cukup karakteristik. Lesi
diawali oleh bentukan granuloma mirip sarkoid, tetapi hal ini kemudian
mengalami nekrosis sentral dengan infltrasi neutrofil. Irregular stellate
necrotizing granuloma ini mirip dengan tampilan pada beberapa infeksi lain,
seperti limfogranuloma venereum. Mikroba berada ekstraseluler dan dapat
terlihat dengan pewarnaan perak. Diagnosis penyakit ini didasarkan pada
adanya riwayat pajanan terhadap kucing, dengan penemuan klinis yang sesuai,
81

hasil positif pada pemeriksaan serologik antibodi cerhadap Bartonella. dan


perubahan morfologis yang jelas pada kelenjar getah bening. (Kumar, 2015)

Granulomatosa
Inflamasi atau peradangan granulomatosa adalah pola khas dari
peradangan kronis yang ditemui pada sejumlah kondisi infeksius dan beberapa
kondisi non infeksius. Reaksi kekebalan biasanya terlibat dalam perkembangan
granuloma. (Kumar, Abbas, Aster, 2009: 73).
Peradangan granulomatosa adalah suatu bentuk peradangan kronis yang
ditandai dengan kumpulan makrofag yang teraktivasi, seringkali dengan
limfosit T, dan terkadang berhubungan dengan nekrosis. Pembentukan
granuloma adalah upaya seluler untuk mengandung agen penyebab yang sulit
dibasmi. Dalam upaya ini seringkali terdapat aktivasi kuat limfosit T yang
mengarah ke aktivasi makrofag, yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan
normal (Kumar, Abbas, Aster, 2020: 100).
Ada dua jenis granuloma, yang berbeda dalam patogenesisnya (Kumar,
Abbas, Aster, 2020: 100):
a. Granuloma benda asing dipicu oleh benda asing yang tidak aktif, yang
menyebabkan inflamasi tanpa adanya respons imun yang dimediasi sel T.
Biasanya, granuloma benda asing terbentuk di sekitar bahan seperti bedak
(terkait dengan penyalahgunaan obat intravena), jahitan, atau serat lain yang
cukup besar untuk menghalangi fagositosis oleh makrofag dan tidak bersifat
imunogenik, sehingga tidak ada respon imun. Sel epiteloid dan sel raksasa
ditempelkan ke permukaan benda asing. Benda asing biasanya dapat
diidentifikasi di tengah granuloma, kadang-kadang di dalam sel raksasa (giant
cell). (Kumar, Abbas, Aster, 2020: 100).
b. Granuloma imun disebabkan oleh berbagai agen yang mampu menginduksi
respons imun yang dimediasi sel T persisten. Jenis respons imun ini biasanya
menghasilkan granuloma ketika agen pemicu sulit dibasmi, seperti mikroba
yang persisten. Dalam respon tersebut, sel Th1 yang diaktifkan menghasilkan
sitokin seperti IFN-γ, yang mengaktifkan makrofag. Pada beberapa infeksi
parasit, seperti schistosomiasis, granuloma berhubungan dengan respon Th2
dan eosinofil yang kuat (Kumar, Abbas, Aster, 2020: 100).
82

Gambar 4 Interaksi makrofag-limfosit pada peradangan kronis. Sel T yang


teraktivasi menghasilkan sitokin yang merekrut makrofag (faktor nekrosis
tumor [TNF], interleukin-17 [IL-17], kemokin) dan lainnya yang mengaktifkan
makrofag (interferon-γ [IFN-γ]). Makrofag yang teraktivasi kemudian
merangsang sel T dengan menghadirkan antigen dan melalui sitokin seperti IL-
12. Reaksi berkepanjangan yang melibatkan sel T dan makrofag dapat
menyebabkan pembentukan granuloma (Sumber:Kumar, 2020).

Asal mula histiosit epiteloid dimulai di dalam sumsum tulang saat


prekursor myeloid matang menjadi monosit, yang membesar dan memasuki
sirkulasi perifer. Saat direkrut ke dalam jaringan, monosit matang dinamai
histiosit. Aktivasi histiosit, melalui respon imun bawaan, memberikan sel
penampilan epiteloid khas. Karena histiosit tidak dapat memfagositisasi agen
asing secara efisien; sel dendritik (sel penyajian antigen) dan kompleks
histokompatibilitas II utama mengatur respons imun adaptif bawaan dan
dominan Th1. Aktivasi fisiologis histiosit terjadi dalam 24-48 jam setelah
cedera melalui aktivasi komplemen (C3b, C5a), sel T pembantu (Th1) yang
melepaskan kemokin, dan sitokin (TNF, IL-1, IL-6, IL-17, dan IFN gamma)
untuk mempromosikan, merekrut, dan mengarahkan makrofag ke lokasi cedera
(J, L Gao, et al., 1997; Imhof dan Aurrand-Lions, 2004; Kunke, et al., 1989).
Histiosit teraktivasi bertahan melampaui fase akut dan mendominasi respons
inflamasi kronis dan perbaikan jaringan selanjutnya. Hal ini mendukung
hipotesis bahwa ada dua jenis histiosit, (1) untuk menyeimbangkan efek
inflamasi dan meningkatkan fagositosis, dan (2) membantu dalam perbaikan
luka, fibrosis, dan angiogenesis (Gordon dan Taylor, 2005).
Peradangan granulomatosa adalah bentuk khas dari peradangan kronis
yang dihasilkan sebagai respons terhadap berbagai kondisi infeksi, autoimun,
83

toksik, alergi, dan neoplastik (Tabel 1). Ini ditentukan oleh adanya leukosit
mononuklear, khususnya histiosit (makrofag), yang merespons berbagai
mediator kimiawi dari cedera sel. Pola respons cedera ini terjadi pada semua
kelompok umur dan dalam semua situs jaringan. Melalui mikroskop cahaya,
histiosit yang teraktivasi muncul sebagai sel epiteloid dengan inti bulat hingga
oval, seringkali dengan kontur tidak teratur dan sitoplasma eosinofilik granular
yang melimpah dengan batas sel yang tidak jelas (Gbr. 2). Sel epiteloid
mungkin juga bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak. Identifikasi
dan klasifikasi pola inflamasi granulomatosa dapat membantu mempersempit
diagnosis banding klinis. Dalam studi granuloma paru, 23% dari diagnosis
tidak dapat mengidentifikasi etiologi spesifik melalui hematoksilin dan eosin
(H&E) pada saat biopsi. Dalam seri ini, identifikasi etiologi meningkat menjadi
90,8% dengan gambaran klinis, temuan radiografi, dan metodologi
laboratorium yang lebih baik, termasuk teknik molekuler, kultur, profil
imunohistokimia, dan nilai serologi (S. Mukhopadhyay, et al, 2013)

Tabel 6 Pola peradangan granulomatous dan etiologi yang berkaitan


(Sumber: K.K. Shah, 2017)
84

Gambar 5 Tepi granuloma nekrotikans yang terlihat pada tuberkulosis


mikobakteri menunjukkan tepi perifer dari histiosit epiteloid (panah) yang
mengelilingi daerah nekrotik sentral (tanda bintang; H&E, 200x). Beberapa
histiosit juga membentuk sel raksasa berinti banyak (kepala panah). Di luar tepi
histiosit adalah tepi luar limfosit dan sel plasma (Sumber: K.K. Shah, 2017)
Pengenalan pola granulomatosa penting karena terbatasnya jumlah
kondisi (beberapa mengancam jiwa) yang menyebabkannya. Dalam pengaturan
respon sel-T persisten terhadap mikroba tertentu (misalnya, M. tuberculosis,
Treponema pallidum, atau jamur), sitokin yang diturunkan dari sel T
bertanggung jawab untuk aktivasi makrofag kronis dan pembentukan
granuloma. Granuloma juga dapat berkembang pada beberapa penyakit
inflamasi yang dimediasi oleh kekebalan, terutama penyakit Crohn, dan pada
penyakit dengan etiologi yang tidak diketahui yang disebut sarcoidosis.
Tuberkulosis adalah prototipe penyakit granulomatosa yang disebabkan oleh
infeksi dan harus selalu disingkirkan sebagai penyebab ketika granuloma
diidentifikasi. Pada penyakit ini granuloma disebut sebagai tuberkulum
(Kumar, Abbas, Aster, 2020: 101).
Dalam sediaan hematoksilin dan eosin biasa, makrofag yang teraktivasi
pada granuloma memiliki sitoplasma granular berwarna merah muda dengan
batas sel yang tidak jelas dan disebut sel epiteloid karena kemiripannya dengan
epitel. Agregat makrofag epiteloid dikelilingi oleh kerah limfosit. Granuloma
yang lebih tua mungkin memiliki tepi fibroblas dan jaringan ikat. Seringkali,
tetapi tidak selalu, sel raksasa berinti banyak dengan diameter 40 sampai 50
μm ditemukan di granuloma; ini disebut sel raksasa Langhan. Sel raksasa
langhans terdiri dari sitoplasma bermassa besar dan banyak inti, dan berasal
dari fusi beberapa makrofag yang diaktifkan (Kumar, Abbas, Aster, 2020:
100).
85

Pada granuloma yang terkait dengan organisme infeksius tertentu


(paling klasik Mycobacterium tuberculosis), kombinasi hipoksia dan cedera
yang dimediasi oleh radikal bebas mengarah ke zona pusat nekrosis. Secara
kasar, ini memiliki penampilan granular, cheesy dan oleh karena itu disebut
nekrosis caseous. Secara mikroskopis, bahan nekrotik ini muncul sebagai
puing-puing amorf, tidak berstruktur, eosinofilik, granular, dengan hilangnya
detail seluler secara lengkap (berlawanan dengan nekrosis koagulatif, di mana
garis besar sel dipertahankan). Granuloma pada penyakit Crohn, sarkoidosis,
dan reaksi benda asing cenderung tidak memiliki pusat nekrotik dan dikatakan
tidak kaseasi. Penyembuhan granuloma disertai dengan fibrosis yang mungkin
meluas pada organ yang terlibat. (Kumar, Abbas, Aster, 2020: 100-101).

Gambar 6 Granuloma tuberkulosis khas yang menunjukkan area nekrosis


sentral yang dikelilingi oleh beberapa sel raksasa tipe Langhans, sel epiteloid,
dan limfosit (Sumber: Kumar, 2020).

Lymphadenitis Granuloma
Lymphadenitis granulomatous dapat diklasifikasikan sebagai
Lymphadenitis granulomatous menular dan tidak menular. Lymphadenitis
granulomatous tidak menular contohnya adalah sarkoidosis dan reaksi mirip
sarkoid. Reaksi mirip sarkoid, yang dianggap sebagai mekanisme pertahanan
biologis, diamati di kelenjar getah bening regional dengan banyak penyakit
yang mendasari. (Asano, 2012)
86

(Asano, 2012)
GLA infeksiosa dapat diklasifikasikan sebagai limfadenitis supuratif (LA) dan
LA nonsupuratif. LA supuratif umumnya menunjukkan hiperplasia folikel dan
histiositosis sinus pada fase awal. Pada penyakit tularemia dan cakaran kucing,
limfosit B monositoid (MBL) dengan sel T dan makrofag berkontribusi pada
pembentukan granuloma. Namun, tidak ada granuloma sel epiteloid dari
Yersinia LA yang mengandung MBL seperti pada penyakit cakaran kucing.
Selain itu, hampir semuanya memiliki abses sentral pada granuloma yang
diinduksi oleh bakteri Gram-negatif. Dalam hal kelenjar getah bening,
tularemia dan penyakit cakaran kucing cenderung mempengaruhi daerah ketiak
dan leher rahim sementara Yersinia LA mempengaruhi kelenjar getah bening
mesenterika. (Asano, 2012)
LA non-supuratif termasuk tuberkulosis dan BCG-histiocytosis. Ini
disebabkan oleh reaksi alergi yang tertundaM . tuberkulosis . Tuberkulosis LA
terutama muncul di kelenjar getah bening serviks. Organisme dideteksi secara
histologis dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen di area nekrotik. Toksoplasmosis
juga merupakan infeksi protozoa nonsupuratif ( Toxoplasma gondii ). Pada
toksoplasma LA, MBL juga dapat dilihat, tetapi granuloma yang bulat dan
87

teratur tidak ditemukan pada penyakit ini. Selain itu, nekrosis tidak diinduksi
dan tidak ada neutrofil, eosinofil, dan fibrosis yang menyertai. GLA yang
dijelaskan di atas dikaitkan dengan temuan histologis yang khas. Diagnosis
patologis yang akurat menggunakan temuan di atas dapat mengarah pada
pengobatan yang tepat. (Asano, 2012)

6. Hiperplasia disertai necrotizing lymphadenopathy.


Limfadenopati
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm. Limfadenopati jinak termasuk limfadenopati
normal, inflamasi, infeksi, reaktif, dan tuberkulosa. Limfadenopati ganas
termasuk metastasis dan limfoma. (Ferrer, R. 1998 dan Bazemore, 2002)
Klasifikasi: (Ferrer, R. 1998 dan Bazemore, 2002)
a. Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
b. Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio

Etiologi: (Ferrer, R. 1998 dan Bazemore, 2002)

Secara umum banyak hal yang dapat menimbulkan limfadenopati, keadaan


tersebut dapat diingat dengan singkatan MIAMI yang terdiri dari malignansi atau
keganasan (limfoma, leukemia, neoplasma kulit, sarkoma kaposi, metastasis), infeksi
(bruselosis, cat-scratch disease, CMV, HIV, infeksi primer, limfogranuloma
venereum, mononukleosis, faringitis, rubela, tuberkulosis, tularemia, demam tifoid,
sifilis, hepatitis), autoimun (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid,
dermatomiositis, sindrom sjogren), miscellaneous and unusual conditions atau
berbagai macam dan kondisi tidak biasa (penyakit kawasaki, sarkoidosis), dan
penyebab iatrogenik (serum sickness, obat).
88

Tabel : Etiologi Limfadenopati


Sumber: Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy.

Karakteristik dan Ukuran KGB


Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan
kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma
Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan
terlokalisasi dengan konsistensi kenyal. Limfadenopati karena virus
mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas
tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan
oleh infl amasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang
nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan
dari kapsul kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat. Pada umumnya,
kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1 cm, tetapi beberapa
penulis menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5 cm atau kelenjar
getah bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal abnormal. Pada anak,
kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai gambaran
radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga, hidung, dan
tenggorokan merupakan gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa
89

(tuberkulosis, catscratch disease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama


limfoma). (Ferrer, R. 1998 dan Bazemore, 2002)

Limfadenopati daerah kepala dan leher 


Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi
ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati
servikal adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang
swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease,
toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki,
limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati
supraklavikula kemungkinan besar (54%- 85%) disebabkan oleh
keganasan(Ferrer, R. 1998 dan Bazemore, 2002)
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam
beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk
limfadenopati akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus. Kelenjar getah
bening servikal yang berfl uktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan tanpa tanda-tanda infl amasi atau nyeri yang signifi kan merupakan
petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau Bartonella
henselae (penyebab cat scratch disease). (Ferrer, R. 1998 dan Bazemore,
2002)

Mekanisme
Terdapat 2 mekanisme terjadinya limfadenopati yaitu hiperplasia dan infiltrasi. Ketika
terjadi limfadenopati maka harus dilakukan pemeriksaan melalui anamnesis medis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. (Rasyid, S.T. 2013)

Limfadenopati reaktif, yang merupakan penyebab paling umum


pembesaran kelenjar limfa, adalah non neoplastik dan pembesaran reversibel
dari jaringan limfoid sekunder untuk stimulus antigen. Ada lima pola yang
berbeda dari limfadenopati jinak:

1. Hiperplasia folikel terlihat pada infeksi, gangguan autoimun, dan reaksi non
spesifik. Pola histopatologi adalah peningkatan dalam ukuran dan jumlah sel B
di pusat germinal.
90

2. Hiperplasia parakortical terdeteksi di infeksi virus, penyakit kulit, reaksi obat,


dan reaksi non-spesifik. Perpanjangan sel T di wilayah paracortical adalah pola
yang patologis.

3. Hiperplasia sinus terlihat pada draining limbs kelenjar limfa berhubungan


dengan lesi inflamasi dan keganasan. Pola histopatologi termasuk perluasan sel
histiocyte di sinus kortikal dan medula.

4. Inflamasi granulomatosa terutama dilihat di TB dan sarkoidosis. Fitur patologis


adalah pembentukan granuloma histiocytic di kelenjar limfa.

5. Limfadenitis akut biasanya terlihat di kelenjar limfa dari jaringan yang terlibat
dalam infeksi bakteri. Hiperplasia folikel dan infiltrasi sel polimorfonuklear
(PMN) adalah pola patologis. Hapusan adenitis supuratif menunjukkan PMN
dan beberapa sel limfoid dalam latar belakang nekrotik. (Mohseni et al, 2014)

Interaksi B. henselae dengan makrofag menginduksi potential angiogenic growth


factors (VEGF dan IL - 1beta ) melalui mekanisme parakrin , menginduksi proliferasi
sel endotel. Protein Bartonella merangsang sel endotel untuk berproliferasi
neovaskularisasi atau angiogenesis pelepasan sitokin inflamasi , melibatkan sel-sel
inflamasi seperti limfosit , sel plasma dan makrofag. Bartonella menginduksi reaksi
inflamasi limfositik plasmasitik granulomatous kronis pada jaringan yang kaya
vaskularisasi pada seluruh tubuh. Infeksi menyebabkan respon interferon yang
diperantarai Th1 sehingga rekrutmen makrofag&stimulasi yang dapat menyebabkan
granulomatosa. (Mahrani, W. 2013)

Histopatologi
Peradangan granulomatosa dapat juga ditemukan pada keadaan atau penyakit lain,
seperti: infeksi oleh NTM atau mikobakterium atipikal, cat scratch disease dan
sarkodosis.15-17 Limfadenitis yang disebabkan oleh NTM miko-bakterum atipikal
dan cat scratch disease merupakan peradangan granulomatosa supuratif dengan
gambaran histopatologi yang terdiri atas mikroabses, granuloma dengan batas tidak
tegas dengan atau tanpa disertai nekrosis dan hanya ditemukan sedikit sel raksasa.
(Mahrani, W. 2013)
91

Gambar 1: Jaringan Granuloma


Sumber: Abbas & Litchman, 2005

Kucing terinfeksi Bartonela heselae yang dapat menularkan ke manusia.


Interaksi B. henselae dengan makrofag menginduksi potential angiogenic
growth factors (VEGF dan IL - 1beta ) melalui mekanisme parakrin ,
menginduksi proliferasi sel endotel. Protein Bartonella merangsang sel endotel
untuk berproliferasi neovaskularisasi atau angiogenesis pelepasan sitokin
inflamasi , melibatkan sel-sel inflamasi seperti limfosit , sel plasma dan
makrofag. Bartonella menginduksi reaksi inflamasi limfositik plasmasitik
granulomatous kronis pada jaringan yang kaya vaskularisasi pada seluruh
tubuh. Infeksi menyebabkan respon interferon yang diperantarai Th1 sehingga
rekrutmen makrofag&stimulasi yang dapat menyebabkan granulomatosa.

7. Pemeriksaan lanjutan.
A. FNAB-FNAC
Biopsi aspirasi jarum halus atau fine needle aspiration biopsy (FNAB)
merupakan suatu metode atau tindakan mengambil sebagian jaringan tubuh
manusia dengan menggunakan jarum suntik dengan diameter kecil
yang bertujuan untuk membantu diagnosis berbagai penyakit
tumor dan infeksi. Tindakan ini bisa dilakukan untuk tumor/ benjolan yang
letaknya di permukaan tubuh (superficial) dan bisa teraba (palpable) misalnya
tumor pada kelenjar getah bening, kelenjar gondok, kelenjar liur, payudara, dan
lain-lain.
a. Prosedur
Beberapa persiapan dibutuhkan sebelum melakukan prosedur:
 Tidak menggunakan aspirin atau obat anti-inflamasi non-steroid (misalnya
92

ibuprofen, naproxen) selama satu minggu sebelum prosedur;


 Asupan makanan dihentikan beberapa jam sebelum prosedur;
 Tes darah rutin (termasuk tes pembekuan darah) dilakukan dua minggu
sebelum biopsi;
 Pastikan riwayat penggunaan obat antikoagulan darah;
 Antibiotik profilaksis dapat diberikan.
 Sebelum prosedur dimulai, tanda-tanda vital (denyut nadi, tekanan darah, suhu,
pernafasan) diperiksa. Pada keadaan tertentu mungkin dibutuhkan pemasangan
jalur intravena, pasien sangat gelisah mungkin perlu diberikan obat penenang
dengan jalur intravena. Untuk pasien yang tidak terlalu gelisah dapat diberikan
obat oral (Valium) dapat diresepkan sebelum prosedur.

Posisi pasien sangat menentukan keberhasilan dari biopsi. Pasien


diposisikan sedemikian rupa sehinga massa dapat dipalpasi secara optimal. Jika
massa sulit dipalpasi maka dapat dilakukan biopsi dengan bantuan
ultrasonografi atau CT.

Penggunaan anestesi lokal sebelum biopsi jarum halus bergantung pada


kebijaksanaan masing-masing dokter. Beberapa penulis tidak
merekomendasikan penggunaan anestesi lokal sebelum biopsi jarum halus,
terutama untuk massa dangkal. Mereka mencatat bahwa suntikan anestesi lokal
dapat menyebabkan rasa sakit, sesakit biopsi jarum halus itu sendiri. Selain itu,
infiltrasi anestesi lokal bisa membuat massa kecil lebih sulit untuk teraba.

Kulit yang akan dibiopsi dibersihkan dengan kapas yang mengandung


isopropil alkohol 70%. Untuk operator dengan tangan kanan dominan, massa
digenggam dengan tangan kiri dan diusahakan stabil.
93

Sebuah jarum suntik siap pakai dengan jarum 23-gauge terpasang

ditempatkan tepat di bawah permukaan kulit. Tekanan negatif dibuat dengan


menarik plunger jarum suntik. Jarum dimasukkan pada massa dan ditarik
berulang tanpa keluar dari kulit, kira-kira sebanyak enam kali. Jika yang
ditemukan adalah kista, maka harus benar- benar dievakuasi, dengan cairan dan
kapsul dikirim untuk sitologi. Ingat bahwa cairan kista mungkin mendilusi
spesimen dan membuat interpretasi sitologi tidak mungkin dilakukan. Dengan
demikian, sangat ideal bila mengasipirasi bagian padat dari massa.
(sumber: Pubmed) Gambar. Teknik FNAB

Setetes kecil cairan yang telah disedot ditempatkan pada slide kaca,
seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Sebuah smear dilakukan
dengan meletakkan satu slide kaca di atas setetes cairan dan menarik slide
terpisah untuk menyebarkan cairan, seperti yang ditunjukkan pada gambar
kedua di bawah. Sediaan yang basah ditempatkan di dalam ethyl alkohol 95%
dan lakukan pewarnaan

Gambar. Teknik Pembuatan Preparat dari Hasil FNAB (sumber: Pubmed)

Perawatan Setelah Prosedur


Analgesik ringan dapat diberikan setelah prosedur untuk mengurangi
94

rasa sakit. Obat-obatan seperti aspirin tidak dianjurkan untuk dikonsumsi


sampai dengan 48 jam setelah prosedur kecuali ada indikasi yang kuat.
Kegunaan dalam Klinik
Melihat dari beberapa keuntungan teknik biopsi aspirasi dan jarangnya
komplikasi, teknik ini sangat berguna dalam:
1. Dengan biopsi aspirasi dapat ditegakkan diagnosa secara cepat sehingga
pengobatan dapat diberikan dengan segera. Biopsi aspirasi sebaiknya
dilakukan pada penderita-penderita sebagai berikut :
a. Pembesaran kelenjar getah bening leher tetapi tumor primernya tidak
diketemukan pada pemeiksaan endoskopi atau pemeriksaan sinar tembus.
b. Menentukan metastase dari dua tumor primer atau pembesaran
kelenjar yang tidak biasanya seperti letaknya yang kontralateral.
c. Setelah pengobatan baik operasi dan radiasi kemudian timbul lagi
dengan pembesaran kelenjar getah bening yang baru sehingga perlu
ditentukan apakah ini suatu metastase atau rekurens.
d. Dengan adanya biopsi aspirasi dapat dipakai untuk menentukan
adanya peradangan akut atau kronis, baik yang spesifik, nonspesifik
maupun granulomatosa.
2. Biopsi aspirasi dapat dipakai untuk menentukan stadium keganasan,
misalnya dalam tumor primer yang sulit diketahui.
3. Kegunaan ekonomis terutama bagi daerah yang jauh dari fasilitas yang
memadai, biopsi aspirasi lebih menguntungkan terutama untuk mengurangi
ketergantungan pemakaian alat-alat canggih.

B. Pewarnaan Ziehl-Neelsen
Ziehl-Neelsen merupakan pewarna bakteria khas yang digunakan
organisme tahan asid,terutama Mycobacteria,Ziehl-Neelsen membanu
mendiagnosa Mycobacterium tuberculosis karena dinding lipid yang banyak
selnya.Pada dasarnya prinsip pewarnaan Mycobacterium yang dinding selnya
tahan asam karena mempunyai lapisan lemak atau lilin, sehingga sukar
ditembus cat. Oleh pengaruh phenol dan pemanasan, maka lapisan lilin dapat
ditembus oleh cat Bassic Fuchsin.
95

Pada pengacatan Ziehl Neelsen setelah BTA mengambil warna bassic


fuchsin, kemudian dicuci dengan air mengalir, lapisan lilin yang terbuka pada
waktu dipanasi akan merapat kembali, karena terjadi pendinginan pada waktu
dicuci. Sewaktu dituangi dengan HCl dan Alkohol 70%, warna merah dari
basic fuchsin pada BTA tidak akan dilepas atau luntur. Bakteri yang tidak
tahan asam akan melepaskan warna merah, sehingga menjadi pucat atau tidak
berwarna. Akhirnya pada waktu dicat dengan Methylene Blue, BTA tidak
mengambil warna biru. (Kumala,2006). lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak
dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

- 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif : BTA positif


- 1 kali positif, 2 kali negatif : ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2
kali negatif ®: BTA positif
- bila 3 kali negatif : BTA negatif
Scala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut 2+ ( Diperiksa minimal
50 lapang pandang)
- Ditemukan lebih dari 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut 3+ (
Diperiksa minimal 20
lapang pandang ) (Depkes, 2006)
96

Pada pasien dengan CSD, B. henselae bacilli di kelenjar getah bening


yang terkena dapat dideteksi oleh pewarnaan perak Warthin-Starry selama
tahap awal limfadenopati, tetapi mereka jarang terdeteksi pada tahap penyakit
yang granulomatous. Namun, metode ini tidak memiliki sensitivitas, dan hasil
positif diperoleh hanya untuk 12,5% pasien dengan CSD yang dievaluasi
dalam sebuah penelitian.
Pewarnaan Warthin-Starry dari kelenjar getah bening yang terlibat dapat
mengungkapkan rantai, rumpun, atau gugusan pleomorfik B henselae bacilli.
Organisme berbaris sinus vaskular. Ketika nekrosis hadir, organisme dapat
dilihat dalam histiosit serta ekstraseluler di daerah nekrotik dan di lumina
pembuluh darah trombosit. Organisme lebih sedikit jumlahnya di daerah
nekrotik yang banyak disusupi dengan neutrofil.

C. Biopsi Eksisi
Yaitu pengambilan seluruh massa yang dicurigai disertai jaringan sehat di
sekitarnya. Metode ini dilakukan di bawah bius umum atau lokal tergantung
lokasi massa dan biasanya dilakukan bila massa tumor kecil dan belum ada
metastase . Tehnik biopsi eksisional, adalah sebagai berikut :

● Rancang garis eksisi,

● Sebaiknya panjang elips empat kali lebarnya.

● Lebar maksimum ditentukan oleh elastisitas, mobilitas, serta banyaknya kulit


yang tersedia di kedua tepi sayatan.

● Banyaknya jaringan sehat yang ikut dibuang tergantung pada sifat lesi, yaitu:

● Lesi jinak, seluruh tebal kulit diangkat berikut kulit sehat di tepi lesi dengan
sedikit lemak mungkin perlu dibuang agar luka mudah dijahit.

● Karsinoma sel basal, angkat seluruh tumor beserta paling kurang 0.5 s/d 1 cm
kulit sehat.

● Karsinoma sel skuamosa, angkat seluruh tumor beserta paling kurang 1 s/d 2
cm kulit sehat.

● Insisi dengan skalpel nomor 15 hingga menyayat seluruh tebal kulit.

● Inspeksi luka dan atasi perdarahan.


97

● Tutup dengan jahitan sederhana menggunakan benang yang tidak dapat


diserap.

(sumber: Pubmed)
98

I. Kerangka Konsep
99

J. Kesimpulan

Seorang anak laki-laki, 10 tahun disangkal telah tercakar kucing yang berkutu namun banyak
kucing liar disekitar rumah pasien yang menyebabkan pembengkakkan KGB pasien dan setelah
dilakukan pengamatan dengan pulasan Warthin-Starry Silver ditemukan bakteri Barthonella
henselae.
100

Daftar Pustaka

Abba AA, Khalil MZ. 2012. Clinical approach to lymphadenopathy. Annals of


Negerian Medicine;6:11-7

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9.
Singapura: Elsevier Saunders.

Ali, Syed Z., et al. 2018. Atlas of Exfoliative Cytopathology. Tanpa kota: Springer
Publishing Company.

Asano, S. (2012). Granulomatous lymphadenitis. Journal of Clinical and Experimental


Hematopathology, 52(1), 1-16.

Bazemore AW, Smucker DR. 2002. Lymphadenopathy and malignancy. American


Family Physician 2002;66(11):2103-10.

Barnes L, Eveson JW, Reichart P, Sidransky D, editors. Pathology and Genetic of


Tumours of Head and Neck Tumours WHO Classification of Tumours. France.
Lyon: IARC Press; 2003. p. 82-97, 124-5.

Bergmans AM, Groothedde JW, Schellekens JF, van Embden JD, Ossewaarde JM,
Schouls LM. Etiology of cat scratch disease: comparison of polymerase chain
reaction detection of Bartonella (formerly Rochalimaea) and Afipia felis DNA with
serology and skin tests. J Infect Dis. 1995 Apr;171(4):916-23. doi:
10.1093/infdis/171.4.916. PMID: 7535830

Breitschwerdt EB, Kordick DL. Bartonella infection in animals: carriership,


reservoir, potential, pathogenicity and zoonotic potential for human infection. Clin
Microbiol Rev. 2000;13:428–38.

Coughlin A. 2009. Pediatric cervical lymphadenopathy. Grand rounds presentation,


Dept. Of Otolaryngology:1-14

Emedicine.medscape.com. (4 Desember 2018). Cat Scracth Disease (Cat Scratch


Fever) Workup. Diakses pada 2 Desember dari
https://emedicine.medscape.com/article/214100-workup#c11.

Ferrer R. 1998. Lymphadenopathy: differential diagnosis and evaluation. Am Fam


Physician;58(6):1313-20.
101

Friedmann AM. 2008. Evaluation and management of lymphadenophaty in children.


Pediatric in Review 29(2):53-60.

Gaddey HL, Riegel AM. Unexplained Lymphadenopathy: Evaluation and Differential


Diagnosis. Am Fam Physician. 2016 Dec 1;94(11):896-903. PMID: 27929264..

Gao, J.L., Wynn, T.A., Chang, Y., Lee, E.J., Broxmeyer, H.E., Cooper, S., Tiffany,
H.L., Westphal, H., Kwon-Chung, J. and Murphy, P.M., 1997. Impaired host
defense, hematopoiesis, granulomatous inflammation and type 1–type 2 cytokine
balance in mice lacking CC chemokine receptor 1. Journal of Experimental
Medicine, 185(11), pp.1959-1968

Gordon, S. and Taylor, P.R., 2005. Monocyte and macrophage heterogeneity. Nature


reviews immunology, 5(12), pp.953-964

Karpf M. Lymphadenopathy. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors. clinical
methods: the history, physical, and laboratory examinations. 3th ed. Boston:
Butterworths; 1990. Chapter 149.

Kanwar, Vikramjit S. 2020. Lymphadenopathy. Diakses dari


https://emedicine.medscape.com/ tanggal 3 Desember 2020, pukul 19.00 WIB.

Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. 2006. Lymphadenopathy. In:
Nelson essentials of Pediatrics. 5th ed. Phildelphia: Elsivier;477-81.

Koo, V., et al. 2006. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) In The Diagnosis of
Granulomatous Lymphadenitis. Tanpa kota: Ulster Medical Journal.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1891789/. Diakses pada 2
Desember 2020.

Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. 9th ed. 2015.
Philadelphia:Elsevier

Kumar, V., Abbas, A., Aster, J. 2020. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease
10th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders

Lanzkowsky P. 2011. Lymphadenopathy and splenomegaly. In: Manual of pediatric


hematology and oncology. 5th ed. London: Elsevier;461-71
102

Mahdani, W. 2013. “Infection Agents that cause Granulomatosa Inflamatio”.  Idea


Nursing Journal. 1 (1), 46-50

Mahmood Q, Masood AU, Siddique N. Percutaneus FNA biopsy with open lymph node
biopsy. Professional Med J 2007;14(1):21-31.

Medscape (2018a) Cat Scratch Disease (Cat Scratch Fever): Background,


Pathophysiology, Etiology. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/214100-overview#a3 (Accessed: 1
December 2020).

Mukhopadhyay, S., Wilcox, B.E., Myers, J.L., Bryant, S.C., Buckwalter, S.P.,
Wengenack, N.L., Eunhee, S.Y., Aughenbaugh, G.L., Specks, U. and Aubry, M.C.,
2013. Pulmonary necrotizing granulomas of unknown cause: clinical and
pathologic analysis of 131 patients with completely resected
nodules. Chest, 144(3), pp.813-824.

Ncbi.nlm.nih.gov. (September 2011). Basics of Cytology. Diakses pada 2 Desember dari


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3507055/.

Nugruho S. 2012. Lymphadenopathy: Benign or malignant?. Proceedings of the 7th


siop asia pre congress workshop. Yogyakarta: hematology-oncology working group
of indonesian pediatric society in collaboration with the international society of
pediatric oncology asia, 22-33

Plebani, Mario. 2004. Quality assurance of the preanalytical phase - complying with
ISO 15189:2003. Diakses dari https://acutecaretesting.org/ tanggal 3 Desember
2020, pukul 20.00 WIB.

Rasyid, S.T. 2018. “Diagnosis dan Tata Laksana Limfadenopati”. Majority. 7 (3), 261-
265
Sabirin, Indah Puti Rahmayani. 2015. Sitopatologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai
Pemeriksaan Penunjang di Kedokteran Gigi. Cimahi: Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Achmad Yani.

Sahai S. Lymphadenopathy. Pediatric in Review 2013;34(5):216-27.

Shah, K. K., Pritt, B. S., & Alexander, M. P. (2017). Histopathologic review of


103

granulomatous inflammation. Journal of Clinical Tuberculosis and Other


Mycobacterial Diseases, 7, 1–12. doi:10.1016/j.jctube.2017.02.00

Suradhipa, W., & Ariawati, K. Tinjauan Pustaka Pendekatan Klinis Limfadenopati Pada
Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Swingler GH, Tolt G, Andronikou S. Diagnostic accuracy of chest radiography in


detecting mediastinal lymphadenopathy in suspected pulmonary tuberculosis. Arch
Dis Chlid 2005;90:1153-56.

Warfield, Adrian T., et al. 2005. The Science of Laboratory Diagnosis Second Edition.
Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.

Widjajahakim, Grace. 2007. Fine Needle Aspiration Biopsy. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya. https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?
tabID=61&id=178220&src=a. Diakses pada 2 Desember 2020.

Webpathology.com. (17 Oktober 2016). Lymph Node. Diakses pada 2 Desember dari
https://www.webpathology.com/atlas_map.asp?section=11.
104

Anda mungkin juga menyukai