LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO A BLOK 11
Program Studi
1
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 11
sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian
dari pembelajaran yang berbasis Problem Based Learning (PBL) di Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Mezfi Unita selaku tutor
serta semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Kelompok A6
4
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................................................3
DAFTAR ISI........................................................................................................................................4
A. SKENARIO...........................................................................................................5
B. KLARIFIKASI ISTILAH...........................................................................................5
E. LEARNING ISSUES.............................................................................................20
G. SINTESIS...........................................................................................................23
H. KERANGKA KONSEP...........................................................................................95
I. KESIMPULAN.....................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................97
5
A. Skenario
Seorang anak laki-laki umur 10 tahun dibawa ibunya ke Puskesmas dengan
keluhan utama adanya benjolan pada leher kanan dengan pertumbuhan yang
cepat dalam 1 bulan, berukuran sebesar telur ayam kampung. Benjolan tidak
nyeri.
Pasien tidak mengalami demam, nafsu makan normal, tidak ada penurunan
berat badan, tidak ada berkeringat malam hari dan tidak ada sakit tenggorokan.
Riwayat pernah ada koreng di kepala disangkal dan tidak ada keluhan apapun
pada gigi. Pasien belum pernah berobat. Ketika ditanyakan kemungkinan ada
kontak dengan kucing, pasien menyatakan lupa namun di sekitar rumah pasien
banyak kucing liar. Pasien menyangkal pernah konsumsi daging mentah.
Pasien juga tidak pernah kontak dengan orang batuk lama.
Pada pemeriksaan fisik lokalis leher kanan tampak benjolan dengan
diameter 3 cm, bulat, kenyal, warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak nyeri
tekan dan tidak terfiksir. Pada leher belakang dijumpai dua benjolan kecil-
kecil dengan diameter 0,5 dan 0,7 cm. Benjolan teraba kenyal, tidak nyeri
tekan dan tidak terfiksir. Tidak ada lesi atau jaringan parut di kulit kepala.
Pemeriksaan Laboratorium:
HB 13 g/dl; Leukosit: 12.000/mm3; LED : 19 mm/jam; DC: 0/1/2/51/40/6.
Urin rutin: dbn .
Pemeriksaan apa saja yang harus saudara lakukan dan bagaimana hasil
yang anda harapkan! Minta kepada tutor!
B. Klarifikasi Istilah
1. Benjolan
Pembengkakkan jaringan (Merriam Webster).
2. Koreng
Luka yang bernanah dan membusuk (KKBI).
6
3. Kenyal
Empuk dan berdaya pantul (apabila ditekan kembali ke bentuk semula,
seperti bola karet) (KBBI).
4. Terfiksir
Terikat atau terpusat pada sesuatu (KBBI).
5. Lesi
Diskontinuitas jaringan patologis atau traumatis atau hilangnya fungsi dari
suatu bagian (Dorland).
6. Hb (hemoglobin)
.
9
D. Analisis Masalah
1. Seorang anak laki-laki umur 10 tahun dibawa ibunya ke Puskesmas dengan
keluhan utama adanya benjolan pada leher kanan dengan pertumbuhan yang
cepat dalam 1 bulan, berukuran sebesar telur ayam kampung. Benjolan tidak
nyeri.
a. Bagaimana mekanisme terjadinya benjolan pada skenario?
Infeksi bakteri B. henselae mengaktivasi Th1 dan menginduksi VEGL dan IL1.
Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan respon imun.VEGL dan IL1
juga akan menginduksi reaksi inflamasi limfosit plasmatic granulomatous
kronis, peningkatan respon imun, dan reaksi inflamasi akan memicu terjadinya
pembesaran KGB.
b. Apa kemungkinan yang terjadi jika ada benjolan pada leher dengan
pertumbuhan cepat dalam 1 bulan?
Berdasarkan waktu terjadinya, limfadenopati akut terjadi jika pembesaran
KGB terjadi kurang dari 2 minggu, sedangkan limfadenopati subakut terjadi
jika pembesaran berlangsung selama 2-6 minggu. Pembesaran KGB yang
berlangsung lebih dari 6 minggu menandakan limfadenopati kronis.
2. Pasien tidak mengalami demam, nafsu makan normal, tidak ada penurunan
berat badan, tidak ada berkeringat malam hari dan tidak ada sakit tenggorokan.
10
Riwayat pernah ada koreng di kepala disangkal dan tidak ada keluhan apapun
pada gigi. Pasien belum pernah berobat. Ketika ditanyakan kemungkinan ada
kontak dengan kucing, pasien menyatakan lupa namun di sekitar rumah pasien
banyak kucing liar. Pasien menyangkal pernah konsumsi daging mentah.
Pasien juga tidak pernah kontak dengan orang batuk lama.
a. Apa saja penyakit yang bisa disebabkan ketika kontak dengan kucing?
Toxoplasmosis, cat scratch disease, ringworm oleh jamur genus
Epidermophyton, microsporum dan trichophyton, scabies, kriptosporidosis, dan
rabies.
4. Karakteristik Limfadenopati
4.1. Onset dan durasi
Berdasarkan durasinya, limfadenopati akut jika pembesaran KGB terjadi
kurang dari 2 minggu, sedangkan limfadenopati subakut jika pembesaran
KGB berlangsung 2-6 minggu dan limfadenopati kronis jika pembesaran
KGB berlangsung lebih dari 6 minggu. (Nugroho, 2012)
`
4.2. Ukuran
Mendefinisikan ukuran normal tidaknya suatu KGB tidaklah mudah, namun
terdapat aturan praktis sebagai berikut: KGB normal daerah aksila dan daerah
servikal mencapai ukuran 1 cm, di daerah inguinal mencapai ukuran 1,5 cm,
dan di lokasi epitrochlear mencapai hingga 0,5 cm. Seperti disebutkan, batas
ukuran KGB berbeda berdasarkan umur dan umumnya kurang bermakna pada
anak-anak dibandingkan pada remaja dan orang dewasa, mungkin karena
dipengaruhi paparan antigen disamping pengaruh pembentukan antibodi serta
imunitas. (Nugroho,2012)
4.3. Nyeri
Rasa nyeri timbul ketika terjadi pembesaran KGB yang cepat meningkat
dalam ukuran maupun konsistensinya. Nyeri biasanya hasil dari proses
peradangan atau supurasi, tapi nyeri juga mungkin hasil dari pendarahan ke
dalam pusat nekrotik nodus yang ganas. Pada pembesaran KGB oleh infeksi
virus, umumnya bilateral lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh
bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi
dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih
panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif
menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan,
tanda-tanda peradangan tidak ada, kelenjar akan keras dan tidak dapat
digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya. (Lanzkowksy,
2011)
14
4.4. Konsistensi
Konsistensi atau kualitas KGB yang keras seperti batu mengarahkan kepada
keganasan, padat seperti karet ke arah limfoma, lunak mengarah ke proses
infeksi, dan fluktuasi menunjukkan telah terjadinya abses atau pernanahan.
Adanya kelenjar yang lunak, mudah ditekan dan bergerak bebas lebih
mengarah ke jinak. Istilah "shotty" mengacu pada kelenjar kecil seperti gotri
di bawah kulit, seperti yang ditemukan dalam kelenjar di servikal anak-anak
dengan penyakit virus. (Ferrer, 1998)
4.5. Fiksasi
Sekelompok KGB yang merasa terhubung dan tampaknya bergerak sebagai
satu unit dikatakan membentuk suatu anyaman (terfiksir). Kelenjar tersebut
dapat berupa jinak (misalnya, tuberkulosis, sarkoidosis atau
lymphogranuloma venereum) atau ganas (misalnya, karsinoma metastasis
atau limfoma). (Ferrer,1998)
4.6. Lokasi
Penentuan lokasi pembesaran KGB sangat berguna dalam mengklasifikasikan
sebagai limfadenopati generalisata, di mana dua atau lebih kelompok kelenjar
atau situs yang terlibat, atau limfadenopati lokal pada satu lokasi saja.
Limfadenopati lokal lebih umum ditemukan dalam praktek sehari-hari
dibandingkan limfadenopati generalisata, dengan KGB di daerah leher terlibat
paling sering, diikuti oleh kelenjar inguinalis. Limfadenopati lokal dapat
terjadi dari infeksi kelenjar itu sendiri (lymphadenitis) atau dari infeksi di
daerah drainasenya. Jika limfadenopati generalisata, maka dalam pemeriksaan
fisik harus fokus pada mencari tanda-tanda penyakit sistemik. Temuan yang
paling membantu adalah ruam, lesi membran mukosa, hepatomegali,
splenomegali atau arthritis. Splenomegali dan limfadenopati terjadi secara
bersamaan di berbagai kondisi, termasuk infeksi mononucleosis, leukemia
limfositik, limfoma dan sarkoidosis. (Bazemor & Smucker, 2002).
15
3. Pada pemeriksaan fisik lokalis leher kanan tampak benjolan dengan diameter 3
cm, bulat, kenyal, warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan dan
tidak terfiksir. Pada leher belakang dijumpai dua benjolan kecil-kecil dengan
diameter 0,5 dan 0,7 cm. Benjolan teraba kenyal, tidak nyeri tekan dan tidak
terfiksir. Tidak ada lesi atau jaringan parut di kulit kepala. Pemeriksaan fisik
lainnya: dalam batas normal. Tn.A tidak mengeluhkan adanya batuk, nyeri saat
buang air kecil, nyeri di bagian bawah perut ataupun diare.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
a. Pada pemeriksaan fisik lokalis leher kanan, terdapat benjolan
berdiameter 3 cm dan 2 benjolan berdiameter 0,5 dan 0,7 cm
di leher belakang dengan karakteristik teraba kenyal, tidak
nyeri tekan menandakan adanya infeksi pada KGB. Mobilitas
yang tidak terfiksasi mengeliminasi adanya kemungkinan
karsinoma karena karsinoma seharusnya terfiksasi.
b. Tidak adanya nyeri dapat merujuk pada tidak adanya
peregangan pada kapsul kelenjar.
c. Kelenjar kenyal tidak spesifik menandakan adanya inflamasi,
namun juga dapat diartikan sebagai infeksi, pendarahan atau
nekrosis.
d. Tidak adanya lesi atau jaringan parut di kulit kepala
mengartikan bahwa tidak ada riwayat luka yang mencapai
wilayah dermis di kulit kepala.
c. Adakah hubungan benjolan disebelah kanan leher dengan dua benjolan kecil
pada leher belakang?
Benjolan yang di alami pasien merupakan limfadenopati multiple, yaitu
16
4. Pemeriksaan Laboratorium:
- Differential Count
Prosedur Kerja
1. Identifikasi dilakukan di daerah penghitungan (counting area).
2. Identifikasi sel dimulai dari satu sisi bergerak ke sisi lain, kemudian kembali
ke sisi semula dengan arah zigzag berjarak 3 lapangan pandang (lihat
gambar-1 !).
3. Untuk memudahkan penghitungan, maka buatlah kotak-kotak sebagai
berikut (lihat gambar-2 !). 4. Jenis leukosit yang mula-mula terlihat
dimasukkan dari kolom1, bila jumlah sel sudah 10 pindah ke kolom-2.
5. Tiap kolom mengandung 10 sel yang sudah diidentifikasi, dan bila ke 10
kolom sudah terisi berarti sudah 100 lekosit yang diidentifikasi dan dihitung.
D. Nilai Rujukan Eosinofil / Basofil / Stab / Segmen / Limfosit / Monosit 1 –
4% / 0 – 1%/ 2 – 5%/ 36 – 66% / 22 – 40% / 4 – 8%.
Cara:
19
1. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5, hapuslah
kelebihan darah yang melekat di ujung luar pipet.
2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Turk sampai tanda 11, sambil memutar-mutar
pipetnya, lepaskan karetnya.
3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke
dalam kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
5. Hitung di bawah mikroskop dengan: Kamar hitung Improved Neubauer:
Leukosit : dengan HPF dalam 64 kotak kecil atau dalam 4 x 16 kotak kecil dan
hasilnya dikalikan dengan 50.
- Urin :
Pemeriksaan makroskopik
a. Jumlah urin
Produksi urin normal pada dewasa ialah 1000-1800 mL/24 jam. Jumlah urin
>2000 mL/24 jam disebut poliuria, sedangkan muda, dapat dilakukan pencucian
dengan alkohol serupa sehingga tidak ada lagi warna yang mengalir dari sediaan.
b. Warna urin.
Normalnya kuning muda sampai kuning tua, tergantung kadar urobilin di dalam
urin. Bila mengandung banyak darah (hematuria), maka warna urin menjadi mer
ah, coklat sampai kehitaman.
c. Kejernihan urin.
Normalnya urin jernih, bila didiamkan dapat menjadi keruh (akJbat
pengendapan lendir, leukosit, dan epitel). Beberapa kondisi yang membuat urin
keruh sejak awal: kadar fosfat yang tinggi, bakteri, atau unsur-unsur sedimen
(eritrosit, leukosit, dan epitel) yang terlalu banyak.
d. Berat jenis.
Normalnya 1.003-1.030. Semakin besar diuresis, semakin rendah berat jenis
urin.
e. Bau urin.
Bau urin disebabkan oleh kandungan asam-asam yang memudah menguap. Bau
urin juga dapat disebabkan oleh makanan (petai, jengkol, durian), obat-obatan
20
c. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan dan bagaimana hasil yang
diharapkan?
Pemeriksaan urin rutin dalam batas normal berarti tidak ada masalah atau
gangguan.
E. Learning Issues
1. Patofisiologi inflamasi (cat scratch disease).
2. Pemeriksaan laboratorium.
3. Pemeriksaan fisik (PA3).
4. Anamnesis dan evaluasi benjolan (limfadenopati).
5. Patofisiologi limfadenitis kronis granulomatosa.
6. Hiperplasia disertai necrotizing lymphadenopathy.
7. Pemeriksaan lanjutan (aspirasi jarum halus (FNAB), pulasan warthin
starry silver, dan biopsy eksisi).
Know Learn
1 Patofisiologi Jenis-jenis Patofisiologi Patofisiologi Textbook,
inflamasi inflamasi inflamasi inflamasi akibat jurnal,
cakaran kucing internet
G. Sintesis
1. Patofisiologi inflamasi (cat scratch disease).
Inflamasi adalah suatu respons jaringan bervaskular terhadap infeksi dan
kerusakan jaringan dengan mendatangkan sel dan molekul pertahanan tubuh
dari peredaran darah ke lokasi yang diperlukan untuk mengeliminasi
penyebab yang mengganggu. Komponen utama dari inflamasi adalah reaksi
vaskular dan respons sel, keduanya diaktifkan oleh mediator yang berasal
dari protein plasma dan berbagai sel. Respons inflamasi dapat diingat
sebagai 5 langkah: (I) pengenalan agen merugikan, (2) pengumpulan
leukosit, (3) pembuangan agen penyebab, (4) regulasi (kontrol) respons, dan
(5) resolusi (pemulihan jaringan). (Kumar, V., Abbas, A., Aster, J. 2015)
Penyebab inflamasi
- Infeksi (bakteri, virus,jamur, parasit) dan toksin mikrob adalah beberapa
penyebab inflamasi yang paling sering dan paling penting secara medis.
Patogen infeksius yang berbeda akan memberikan respons inflamasi yang
berbeda pula, mulai dari inflamasi akut ringan yang mengakibatkan sedikit
atau tidak ada kerusakan sama sekali dan mampu menghilangkan infeksi,
hingga reaksi sistemik yang dapat berakibat fatal, juga reaksi kronis
memanjangyang menyebalbkan kerusakan jaringan luas.
- Nekrosis jaringan akan menimbulkan reaksi inflamasi tanpa memandang
penyebab kematian sel, kemungkinan dapat karena iskemia (berkurangnya
aliran darah, penyebab infark miokardia), trauma, dan jejas fisik dan
kimiawi (contoh: jejas suhu seperti luka
A. Radang Akut
Respons radang akut ialah terkumpulnya leukosit dan protein plasma di
tempat jejas. Sampai di tempat tersebut, leukosit akan memusnahkan agen
penyebab dan memulai proses pencernaan dan pembersihan jaringan nekrotik.
Manifestasi eksternal dari radang, seringkali disebut tanda kardinal, adalah
panas (kalor), warna kemerahan (rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor),
25
Pengumpulan Leukosit
Leukosit biasanya akan mengalir lancar di darah, dan pada radang, leukosit
perlu dihentikan dan dibawa ke agen perusak atau tempat kerusakan jaringan,
yang biasanya terletak di luar pembuluh. Urutan kejadian pengumpulan leukosit
dari rongga vaskular menuju rongga ekstravaskular terdiri atas: (1) marginasi
dan berguling-guling sepanjang dinding pembuluh; (2) adhesi kuat pada
endotel; (3) keluar di antara sel-sel endotel; dan (4) migrasi di jaringan
interstisium menuju stimulus kemotaksis. Berguling, adhesi, dan keluar diawali
interaksi molekul adhesi pada permukaan leukosit dan permukaan endotel (lihat
selanjutnya). Mediator kimia atraktor kimia dan beberapa sitokin memberikan
pengaruh pada proses ini dengan modulasi ekspresi permukaan dan mengikat
afinitas molekul adhesi dan menstimulasi arah gerak leukosit.
Leukosit akan dikumpulkan dari darah menuju jaringan ekstravaskular di
tempat terjadinya infeksi patogen atau jaringan yang rusak dan diaktifkan untuk
melakukan fungsinya. Pengumpulan leukosit merupakan proses bertahap terdiri
atas perlekatan longgar dan penggulingan di endotel (dipicu oleh selektin);
perlekatan erat pada endotel (dipicu oleh integrin); dan migrasi melalui rongga
antar endotel. Berbagai sitokin mengekspresikan selektin dan ligan integrin pada
endotel (TNF, IL-1), meningkatkan daya tarik integrin kepada ligan-nya
(kemokin) dan mengatur arah migrasi leukosit (juga kemokin); berbagai jenis
sitokin diproduksi oleh makrofag jaringan dan sel lain yang merespons zat
patogen atau jaringan rusak. Neutrofil mendominasi infiltrat radang awal dan
kemudian akan diganti oleh makrofag.
Jenis leukosit yang bermigrasi tergantung pada lamanya respons radang dan
jenis stimulus. Pada kebanyakan radang akut, terutama dijumpai neutrofil pada
infiltrat radang pada 6 sampai 24 jam pertama dan akan diganti oleh monosit
dalam waktu 24 sampai 48 jam. Berbagai faktor berperan atas timbulnya
neutrofil yang banyak. Sel ini merupakan leukosit yang terbanyak di darah,
mereka akan merespons cepat terhadap kemokin dan mereka akan menempel
dengan lebih erat pada molekul adhesi yang dibentuk dengan cepat pada sel
endotel, misalnya P- dan E-selektin. Sebagai tambahan, setelah memasuki
27
jaringan, neutrofil berusia pendek leukosit ini akan mati melalui apoptosis dan
menghilang dalam jangka waktu 24 hingga 48 jam sedangkan monosit tahan
hidup lebih lama.
Defek turunan atau yang didapat pada fungsi leukosit akan menimbulkan
infeksi berulang.
Kemungkinan hasil akhir radang akut ialah pembuangan eksudat disertai
restorasi arsitektur jaringan normal (resolusi); transisi ke radang kronik; atau
destruksi
jaringan secara ekstensif yang menimbulkan jaringan parut.
Mediator utama yang berasal dari sel pada radang:
• Amin vasoaktif — histamin, serotonin: Efek utama ialah vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular.
• Metabolit asam arakidonat — prostaglandin dan leukotrin: asam arakidonat —
prostaglandin dan leukotrin: Beberapa bentuk dijumpai dan berperan pada
reaksi vaskular, kemotaksis leukosit, dan reaksi radang lain; antagonis adalah
lipoksin.
• Sitokin: Protein ini diproduksi oleh berbagai jenis sel, biasanya bereaksi jarak
pendek; memberikan efek multipel, terutama pengumpulan dan migrasi
leukosit; terpenting pada radang akut ialah TNF, IL-1, IL-6, dan kemokin.
• ROS: Peran termasuk mematikan mikroba dan merusak jaringan
• NO: Efek ialah vasodilatasi dan mematikan mikroba.
• Enzim lisosom: Peran termasuk mematikan mikroba dan merusak jaringan.
Mediator Radang yang Berasal dari Protein Plasma
• Protein komplemen: Pengaktifan sistem komplemen oleh mikroba atau
antibodi akan membentuk produk pecahan multipel, yang berperan pada
kemotaksis leukosit, opsonisasi dan fagositosis mikroba dan partikel lain, dan
kematian sel.
• Protein koagulasi: Faktor XII yang teraktifkan akan memicu pembekuan,
kinin, dan kaskade komplemen serta mengaktifkan sistem fibrinolitik.
• Kinin: Dihasilkan dari pemecahan proteolitic dari prekursor, kelompok ini
akan memulai reaksi vaskular dan timbulnya nyeri.
29
B. Radang Kronik
Radang kronik ialah radang yang berlangsung lama (minggu hingga tahun)
di mana radang berkelanjutan, kerusakan jaringan, dan proses pemulihan, sering
melalui fibrosis, terjadi bersamaan. Berbeda dengan radang akut, yang ditandai
dengan perubahan vaskular, edema, dan infiltrat neutrofil yang predominan,
Radang Granulomatosa
Radang granulomatosa merupakan radang kronik dengan gambaran tertentu
ditandai oleh agregrasi makrofag yang teraktifkan dan dijumpai limfosit di
antaranya. Granuloma merupakan gambaran khas pada beberapa keadaan
patologis tertentu, sehingga pengenalan gambaran granuloma penting hanya
akibat beberapa kondisi tertentu (kadang-kadang membahayakan jiwa) yang
menyebabkannya.
Granuloma dapat terbentuk dari tiga keadaan:
Adanya respons tetap sel T terhadap beberapa mikroba (misalnya
Mycobacterium tuberculosis, T. pallidum, atau jamur), di mana sitokin yang
berasal dari sel T berperan mengaktifkan makrofag terus menerus. Tuberkulosa
merupakan prototipe penyakit granuloma yang disebabkan oleh infeksi dan
selalu harus disingkirkan sebagai penyebab apabila penyebabnya sudah
ditemukan.
Granuloma juga dapat terjadi pada radang akibat gangguankekebalan,
misalnya penyakit Crohn, yang merupakan suatu jenis penyakit radang usus dan
merupakan penyebab penting radang granulomatosa di Amerika Serikat.
Juga dijumpai pada penyakit dengan etiologi yang tidak diketahui, yang
disebut sebagai sarkoidosis, yang terjadi karena respons terhadap benda asing
inert (misal sutura atau serpihan kayu), dan akan membentuk granuloma benda
asing. Pembentukan granuloma akan "membentuk benteng" mengelilingi agen
perusak sehingga menjadi mekanisme pertahanan yang berguna. Namun,
pembentukan granuloma tidak selalu berhasil memusnahkan agen penyebab,
31
Limfadenitis reaktif
Rangsangan infeksi dan inflamasi mikrobiologi akan mengaktivkasi sel
imun yang berada di kelenjar getah bening yang berperan sebagai pertahanan
tubuh. Respon imun apapun untuk melawan antigen asing dapat menyebabkan
pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati). Limfadenitis akut non
spesifik dapat bersifat terbatas dalam kelompok kelenjar yang dialiri limfe dari
infeksi lokal atau bersifat menyeluruh seperti dalam keadaan infeksi sistemik
dan inflamasi. Limfadenitis Kronik Non Spesifik Bergantung kepada
penyebabnya, limfadenitis kronik non spesifik dapat berbentuk satu di antara
tiga bentuk yaitu hiperplasia folikel, hiperplasia parakorteks atau histiositosis
sinus.
Penyakit cakaran kucing (Cat-Stratch Disease)
Penyakit catscratch (CSD), juga dikenal limfadenitis regional subakut,
adalah infeksi bakteri yang mempengaruhi kelenjar getah bening. Bartonella
henselae, batang gram negatif, dianggap sebagai agen etiologi utama. CSD
adalah salah satu penyebab paling umum dari limfadenopati kronis pada anak-
anak dan remaja. (Medscape, 2018a)
Pasien dengan CSD biasanya memiliki riwayat goresan atau gigitan
kucing (biasanya anak kucing). Gejala awalnya adalah terbentuknya papula di
tempat inokulasi, diikuti oleh limfadenopati soliter atau regional dalam 1-2
minggu. Pada kebanyakan pasien, penyakit ini sembuh secara spontan dalam 2-4
bulan. (Medscape, 2018a)
Morfologi
Perubahan kelenjar pada penyakit cakaran kucing cukup karakteristik.
32
Lesi diawali oleh bentukan granuloma mirip sarkoid, tetapi hal ini kemudian
mengalami nekrosis sentral dengan infiltrasi neutrofil. Irregular stellate
necrotizing granuloma ini mirip dengan tampilan pada beberapa infeksi lain,
seperti limfogranuloma venereum. Mikrobakteri berada ekstraseluler dan dapat
terlihat dengan pewarnaan silver. Diagnosis penyakit ini didasarkan pada adanya
riwayat pajanan terhadap kucing, dengan penemuan klinis yang sesuai, hasil
positif pada pemeriksaan serologik antibodi terhadap Bartonella, dan perubahan
morfologis yang jelas pada kelenjar getah bening. ((Kumar, V., Abbas, A.,
Aster, J. 2015)
Etiologi
Penyakit catscratch biasanya disebabkan oleh B henselae, sebelumnya
dikenal sebagai Rochalimaea henselae. B henselae adalah bacillus pleomorfik
kecil, rewel, tumbuh lambat, gram negatif, aerobik, nonmotil. Dalam genus
Bartonella, B bacilliformis, B quintana, B elizabethae, B vinsonii, dan B
koehlerae juga bertanggung jawab atas penyakit manusia. B clarridgeiae, jarang
dikaitkan dengan kasus CSD. (Medscape, 2018a)
Patofisiologi
Penyakit ini menyebar ketika kucing yang terinfeksi menjilat luka
terbuka seseorang, atau menggigit atau mencakar seseorang dengan cukup keras
hingga terjadinya luka. Kira-kira 3-14 hari setelah luka, infeksi ringan dapat
terjadi di lokasi goresan atau gigitan. Area yang terinfeksi mungkin tampak
bengkak dan merah dengan lesi bulat dan menonjol serta bisa bernanah.
Manifestasi kulit dimulai sebagai papula eritematosa, vesikel atau nodul yang
dikenal sebagai lesi inokulasi primer. Lesi ini biasanya bertahan dari satu hingga
tiga minggu tetapi bisa berlangsung selama berbulan-bulan. Tempat inokulasi
primer mungkin berupa selaput lendir seperti konjungtiva yang sembuh tanpa
jaringan parut dan tidak terdeteksi. Pemeriksaan area intertriginous, lipatan kulit
lainnya serta kulit kepala dapat membantu menunjukkan lesi primer.
33
2. Pemeriksaan laboratorium.
Menurut (Kemenkes RI, 2011) LED atau juga biasa disebut Erithrocyte
Sedimentation Rate (ESR) adalah ukuran kecepatan endap eritrosit,
menggambarkan komposisi plasma serta perbandingan eritrosit dan plasma.
LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan luas permukaan sel.
- Pria < 15mm/jam
- Wanita <20mm/jam
Implikasi klinik
• Nilai meningkat terjadi pada: kondisi infeksi akut dan kronis, misalnya
tuberkulosis, arthritis reumatoid, infark miokard akut, kanker, penyakit
Hodkin’s, gout, Systemic Lupus Erythematosus (SLE), penyakit tiroid, luka
bakar, kehamilan trimester II dan III. Peningkatan nilai LED > 50mm/ jam harus
diinvestigasi lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan terkait infeksi akut
maupun kronis, yaitu: kadar protein dalam serum dan protein, immunoglobulin,
Anti Nuclear Antibody (ANA) Tes, reumatoid factor.
(mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi
hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut
oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin
yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram
hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini
berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah. Penurunan
protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengan anemia
sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida
kedalam dan keluar sel darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma
(untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan satu
anion HCO3). Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang
berbeda secara individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya
ketinggian, penyakit paru-paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin
kurang dari 12 gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia,
jumlah total hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit (Kemenkes
RI, 2011).
Implikasi klinik :
• Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena
kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan
asupan cairan dan kehamilan.
Sel darah putih (disebut juga leukosit) membantu melawan infeksi dalam
37
tubuh kita. Hitung Sel Darah Putih (white blood cell count/WBC) adalah
jumlah total leukosit. Leukosit tinggi (hitung sel darah putih yang tinggi)
umumnya berarti tubuh kita sedang melawan infeksi. Leukosit rendah
artinya ada masalah dengan sumsum tulang. Leukosit rendah, yang disebut
leukopenia atau sitopenia, berarti tubuh kita kurang mampu melawan infeksi.
Jumlah sel darah putih yang tinggi disebut leukositosis. Faktor (University of
California San Francisco/UCSF, 2019) :
a. Anemia
b. Tumor sumsum tulang
c. Penyakit menular
d. Penyakit radang
e. Leukemia
f. Stres emosional atau fisik yang parah
g. Kerusakan jaringan
a. Anemia aplastik
b. Kemoterapi
c. Influenza atau infeksi virus lainnya
d. Infeksi bakteri yang menyebar luas
e. Terapi radiasi atau paparan
Nilai normal kadar hemoglobin pada anak umur 6-12 tahun 5.000-
10.000/mm3 (Liwang dan Bahason, 2014).
c. Differential count
Hitung Jenis (differential) menghitung lima jenis sel darah putih:
neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hasil masing-masing
dilaporkan sebagai persentase jumlah leukosit. Persentase ini dikalikan
38
Begitu juga, beberapa jenis obat yang dipakai oleh Odha (misalnya
gansiklovir untuk mengatasi virus sitomegalo, lihat LI 501) dan AZT
(semacam ARV; lihat LI 411).
Nilai Normal
39
1) Tabung hemometer diisi dengan larutan HCl 0,1N sampai tanda 2 g%.
2) Sampel darah dihisap dengan pipet Sahli sampai tanda 20 cmm.
3) Bagian ujung luar pipet dibersihkan dengan kertas saring.
4) Darah segera ditiup dengan hati-hati ke dalam larutan Hcl 0,1N dalam
tabung hemometer tanpa menimbulkan gelembung udara.
5) Pipet dibilas dengan cara meniup dan menghisap HCl 0,1N yang ada dalam
tabung hemometer beberapa kali. Juga bagian luar pipet Sahli dibilas beberapa
kali dengan beberapa tetes larutan HCl 0,1N atau aquades.
40
C. Differential Count
HJ atau DC adalkah mengidentifikasi dan menghitung jenis leukosit sekurang-
kurangnya 100 sel, dan dinyatakan dalam %.
Prosedur Kerja
1. Identifikasi dilakukan di daerah penghitungan (counting area).
2. Identifikasi sel dimulai dari satu sisi bergerak ke sisi lain, kemudian
kembali ke sisi semula dengan arah zigzag berjarak 3 lapangan pandang
(lihat gambar-1).
3. Untuk memudahkan penghitungan, maka buatlah kotak-kotak.
41
D. Leukosit
Cara:
1. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5, hapuslah
kelebihan darah yang melekat di ujung luar pipet.
2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Turk sampai tanda 11, sambil memutar-mutar
pipetnya, lepaskan karetnya.
3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan
ke dalam kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
5. Hitung di bawah mikroskop dengan: Kamar hitung Improved Neubauer:
Leukosit : dengan HPF dalam 64 kotak kecil atau dalam 4 x 16 kotak kecil dan
42
e. Bau urin.
Bau urin disebabkan oleh kandungan asam-asam yang memudah menguap.
Bau urin juga dapat disebabkan oleh makanan (petai, jengkol, durian), obat-
obatan (penisilin, mentol, terpentin), akibat pembusukan protein (misal pada
kanker saluran kemih), dan sebagainya.
f. Reaksi dan pH.
Urin memiliki pH 4,3-8,0. Nilai pH tersebut dapat berubah bila terdapat
ketidakseimbangan asam-basa atau infeksi bakteri (Liwang dan Bahason,
2014).
Tissue Handling
Waktu pengangkatan spesimen dari pasien harus dicatat dan dikirimkan
43
3. Pemeriksaan fisik
Tubuh memiliki sekitar 600 kelenjar getah bening, tetapi
44
Lymphadenopati terlokalisasi
Teknik
50
1. Kelenjar getah bening yang halus dan relatif lunak, tetapi sedikit membesar,
mungkin normal dan hanya menunjukkan hiperplasia saat dibiopsi.
2. Kelenjar getah bening yang membesar dengan bentuk tidak teratur dan
konsistensi keras dan kenyal dapat disusupi oleh sel-sel ganas.
Pada anak kecil, kelenjar getah bening anterior cervical sebesar 2 cm,
kelenjar getah bening aksila sebesar 1 cm, dan kelenjar getah bening inguinal
sebesar 1,5 cm adalah normal, dan evaluasi lebih lanjut biasanya tidak
diindikasikan. Pada anak, keganasan biasanya dikaitkan dengan nodus yang
berdiameter lebih dari 3 cm
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Pada
pasien pediatrik, beberapa data yang harus didapat ialah:
1. Identitas pasien
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Nama orang tua
e. Alamat
f. Umur, pendidikan, dan pekerjaan orang tua
g. Agama dan suku bangsa
53
2. Riwayat Penyakit
3. Riwayat perjalanan penyakit
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
5. Riwayat kehamilan ibu
6. Riwayat kelahiran
7. Riwayat makanan
8. Riwayat imunisasi
9. Riwayat tumbuh kembang
Selain itu, istilah "fase pra-analitis" telah digunakan untuk bagian awal
dari fase pra-analitis, berfokus pada pemilihan tes dan identifikasi tes yang
diperlukan, dan istilah "fase pasca-analisis" telah digunakan untuk interpretasi
hasil oleh klinisi.
Menurut Standar Internasional ISO 15189: 2003, proses pra-
pemeriksaan mencakup “langkah-langkah yang dimulai dalam urutan
kronologis dari permintaan dokter, termasuk daftar permintaan pemeriksaan,
persiapan pasien, pengumpulan sampel primer, transportasi ke dan di dalam
laboratorium dan berakhir saat pemeriksaan analitik dimulai
Dari sudut pandang teoritis, fase pra-analisis dapat dibagi lagi menjadi dua
bagian: yang pertama adalah apa yang disebut "fase pra-analisis", di mana
dokter memutuskan tes laboratorium mana yang harus dilakukan berdasarkan
pengetahuannya dan pengalaman; yang kedua adalah fase praanalisis
"konvensional" yang melibatkan serangkaian proses terkait mulai dari
identifikasi pasien, melalui pemilihan tabung pengumpul yang tepat, diakhiri
dengan transportasi sampel dan persiapan untuk analisis.
Fase pra-analisis meliputi perumusan pertanyaan klinis dan pemilihan
pemeriksaan yang sesuai. Pemanfaatan layanan laboratorium yang tidak tepat
sedang diawasi dengan cermat di seluruh dunia baik untuk kemungkinan
efeknya pada total biaya maupun untuk peningkatan risiko kesalahan medis
dan cedera. Oleh karena itu, pentingnya pemberian nasihat konsultan sebagai
bagian dari layanan laboratorium untuk meningkatkan kesesuaian diakui
dengan suara bulat.
Sejumlah besar penelitian telah dilakukan tentang intervensi untuk mengurangi
penggunaan uji laboratorium yang berlebihan dan tidak tepat.
Tahap pra-analisis konvensional meliputi langkah-langkah praktis
pemesanan, pengumpulan dan penanganan, pengangkutan dan penerimaan
sampel sebelum pemeriksaan itu sendiri. Masalah utama dalam langkah-
langkah praktis ini adalah menjaga integritas hubungan antara sampel primer
dan pasien, dan antara sampel primer dan dokumentasi permintaan, dan
terakhir, dalam proses persiapan, hubungan antara sediaan primer dan sediaan
sekunder dari sampel primer. Namun, prasyarat dasar adalah kualitas sampel
primer yang harus dikumpulkan dengan cara standar, menggunakan bahan
yang sesuai, pada waktu tertentu atau setelah persiapan khusus oleh pasien.
56
Transportasi spesimen
Masalah yang terkait dengan fase ini terbagi dalam dua kategori;
mereka yang terkait dengan pengiriman spesimen yang tepat waktu dan aman
ke laboratorium dalam kondisi fit untuk pemeriksaan, dan mereka yang peduli
dengan kesehatan dan keselamatan semua personel yang mungkin melakukan
kontak dengan spesimen, atau wadahnya, dalam perjalanan Layanan portering
dan sistem tabung pneumatik menghadirkan keuntungan dan kerugian, risiko,
dan masalah terkait yang memerlukan prosedur operasi standar khusus dan
pelatihan staf.
Penerimaan specimen semua sampel primer yang diterima harus dicatat dalam
buku aksesi, lembar kerja, komputer atau sistem yang sebanding 'dan bahwa'
tanggal dan waktu penerimaan sampel, serta identitas petugas penerima, harus
dicantumkan tercatat".
Langkah persiapan spesimen telah menarik banyak perhatian baik untuk risiko
yang dikenali dalam hal bahaya bagi staf laboratorium, dan untuk kontribusi
yang signifikan terhadap total biaya dan waktu pengujian (waktu penyelesaian)
Pengenalan unit pemrosesan pra-analisis otomatis telah terbukti efektif dalam
mengurangi tenaga kerja yang terkait dengan pemrosesan spesimen, dalam
mengurangi jumlah kesalahan laboratorium yang terjadi dengan penyortiran,
pelabelan, dan alikuotasi spesimen. Selain itu, instrumen ini meningkatkan
integritas penanganan spesimen di seluruh langkah pemrosesan spesimen dan
keselamatan staf laboratorium.
Cara lain untuk meningkatkan waktu penyelesaian mungkin adalah dengan
menggunakan instrumen titik perawatan yang mengukur darah lengkap jika
memungkinkan.
Rata-rata, biaya kesalahan pra-analitis mewakili antara 0,23% dan 1,2% dari
total biaya operasi rumah sakit. Pengeluaran yang tidak perlu ini dapat
diekstrapolasi ke rumah sakit AS yang khas dengan sekitar 650 tempat tidur
hingga $ 1,2 juta per tahun.3Ini merupakan jumlah peningkatan biaya
berdasarkan berbagai faktor, termasuk manajemen pasien, penarikan kembali,
investigasi laboratorium, pengumpulan darah habis, dan waktu henti instrumen.
Kesalahan preanalytical tidak bisa dihindari; pelatihan yang tepat dan langkah-
langkah pengendalian kualitas yang tepat dapat mencegahnya . Ini memerlukan
pendekatan holistik, termasuk koordinasi yang erat di antara anggota tim
manajemen spesimen, dari klinisi yang memesan tes, hingga phlebotomist,
hingga kurir yang mengambil spesimen, serta laboran yang memproses
spesimen untuk pengujian.
5. Anamnesis dan evaluasi benjolan (limfadenopati).
Limfadenopati merupakan suatu keadaan dimana terjadi pembesaran pada
kelenjar getah bening (Ferrer, 1998).Pembesaran ini dengan ukuran lebih besar dari 1
cm. Selain itu, terabanya nodul supraklavikula, poplitea dan iliaka dengan ukuran
beberapa pun dianggap abnormal. (Bazemore & Smucker, 2002)
Etiologi
Secara umum banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Hal itu
terdiri dari Keganasan (malignancies), Infeksi (infections), Kelainan autorimun
(autoimmune disorders), dan keadaan lain (miscellaneous and unusual conditions)
yang dapat disingkat dengan MIAMI. (Bazemore & Smucker, 2002)
61
ANAMNESIS
1. Umur penderita
Umur adalah faktor pertimbangan yang sangat penting. Hal ini dikarenakan dapat
membantu memprediksi kemungkinan proses jinak maupun ganas. Kelenjar getah
bening umumnya tidak teraba pada bayi baru lahir. Pada anak umur lebih muda, KGB
yang teraba di daerah servikal, aksila, dan inguinal sering masih dikatakan normal.
Kelenjar getah bening teraba yang paling umum antara usia 3 dan 5 tahun.
Diagnosis diferensial limfadenopati akan berubah seiring dengan bertambahnya
umur. Sebagai contoh, limfoma Hodgkin merupakan penyebab penting dari
limfadenopati pada populasi pasien remaja dan dewasa, tetapi jarang terjadi sebelum
umur 10 tahun. Dengan demikian, penyakit Hodgkin harus dipertimbangkan pada
seorang remaja yang tampaknya baik namun memiliki pembesaran KGB patologis
pada servikal atau supraklavikula, dari anak umur 3 tahun yang memiliki temuan
klinis yang sama. Penyakit menular seksual adalah penyebab umum dari
limfadenopati inguinal di akhir masa remaja dan dewasa. Sebaliknya, infeksi saluran
pernafasan atas, otitis, dan konjungtivitis sering menyebabkan limfadenopati
servikalis reaktif kronis pada kelompok taman kanak-kanak dan usia dini.
(Lanzkowksy, 2011)
2. Gejala Konstitusional
Gejala konstitusional yang sering dihubungkan dengan limfadenopati yang ganas
yaitu demam, keringat malam, penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam 6 bulan,
pruritus atau rash, atralgia, atau fatigue. Sedangkan gejala dengan atralgia, kelemahan
otot dan adanya rash pada kulit sering dihubungkan ke arah penyakit autoimun seperti
rematoid artritis, lupus eritematosus, atau dermatomyositis. Adanya limfadenopati
servikalis sering diikuti gejala konstitusional seperti fatigue, malaise, panas atau nyeri
menelan. (Friedmann, 2008)
62
3. Riwayat Paparan
Riwayat paparan (eksposur) sangat penting untuk menentukan penyebab
limfadenopati. Paparan hewan dan serangga, penggunaan obat-obatan yang lama,
kontak dengan penyakit menular, dan riwayat infeksi berulang penting dalam evaluasi
limfadenopati. Paparan travel related dan status imunisasi harus dicatat, karena
banyak penyakit tropis atau nonendemic dapat dikaitkan dengan limfadenopati
persisten. Paparan lingkungan seperti tembakau, alkohol, dan radiasi ultraviolet
meningkatkan kecurigaan kearah karsinoma metastasis. Riwayat seksual dan orientasi
seksual penting dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinalis dan leher rahim
oleh karena penyakit menular seksual. Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga
mungkin meningkatkan kecurigaan penyebab limfadenopati oleh karena keganasan.
(Ferrer,2006)
Berikut tabel riwayat paparan menurut Ferrer,2006
63
4. Karakteristik Limfadenopati
4.1. Onset dan durasi
Berdasarkan durasinya, limfadenopati akut jika pembesaran KGB terjadi
kurang dari 2 minggu, sedangkan limfadenopati subakut jika pembesaran KGB
berlangsung 2-6 minggu dan limfadenopati kronis jika pembesaran KGB berlangsung
lebih dari 6 minggu. (Nugroho, 2012)
4.2. Ukuran
Mendefinisikan ukuran normal tidaknya suatu KGB tidaklah mudah, namun
terdapat aturan praktis sebagai berikut: KGB normal daerah aksila dan daerah servikal
mencapai ukuran 1 cm, di daerah inguinal mencapai ukuran 1,5 cm, dan di lokasi
epitrochlear mencapai hingga 0,5 cm. Seperti disebutkan, batas ukuran KGB berbeda
berdasarkan umur dan umumnya kurang bermakna pada anak-anak dibandingkan pada
remaja dan orang dewasa, mungkin karena dipengaruhi paparan antigen disamping
pengaruh pembentukan antibodi serta imunitas. (Nugroho,2012)
4.3. Nyeri
Rasa nyeri timbul ketika terjadi pembesaran KGB yang cepat meningkat
dalam ukuran maupun konsistensinya. Nyeri biasanya hasil dari proses peradangan
atau supurasi, tapi nyeri juga mungkin hasil dari pendarahan ke dalam pusat nekrotik
nodus yang ganas. Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak
dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada
penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri
dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan
keganasan, tanda-tanda peradangan tidak ada, kelenjar akan keras dan tidak dapat
digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya. (Lanzkowksy, 2011)
4.4. Konsistensi
Konsistensi atau kualitas KGB yang keras seperti batu mengarahkan kepada
keganasan, padat seperti karet ke arah limfoma, lunak mengarah ke proses infeksi, dan
fluktuasi menunjukkan telah terjadinya abses atau pernanahan. Adanya kelenjar yang
lunak, mudah ditekan dan bergerak bebas lebih mengarah ke jinak. Istilah "shotty"
mengacu pada kelenjar kecil seperti gotri di bawah kulit, seperti yang ditemukan
dalam kelenjar di servikal anak-anak dengan penyakit virus. (Ferrer, 1998)
64
4.5. Fiksasi
Sekelompok KGB yang merasa terhubung dan tampaknya bergerak sebagai
satu unit dikatakan membentuk suatu anyaman (terfiksir). Kelenjar tersebut dapat
berupa jinak (misalnya, tuberkulosis, sarkoidosis atau lymphogranuloma venereum)
atau ganas (misalnya, karsinoma metastasis atau limfoma). (Ferrer,1998)
4.6. Lokasi
Penentuan lokasi pembesaran KGB sangat berguna dalam mengklasifikasikan
sebagai limfadenopati generalisata, di mana dua atau lebih kelompok kelenjar atau
situs yang terlibat, atau limfadenopati lokal pada satu lokasi saja. Limfadenopati lokal
lebih umum ditemukan dalam praktek sehari-hari dibandingkan limfadenopati
generalisata, dengan KGB di daerah leher terlibat paling sering, diikuti oleh kelenjar
inguinalis. Limfadenopati lokal dapat terjadi dari infeksi kelenjar itu sendiri
(lymphadenitis) atau dari infeksi di daerah drainasenya. Jika limfadenopati
generalisata, maka dalam pemeriksaan fisik harus fokus pada mencari tanda-tanda
penyakit sistemik. Temuan yang paling membantu adalah ruam, lesi membran
mukosa, hepatomegali, splenomegali atau arthritis. Splenomegali dan limfadenopati
terjadi secara bersamaan di berbagai kondisi, termasuk infeksi mononucleosis,
leukemia limfositik, limfoma dan sarkoidosis. (Bazemor & Smucker, 2002)
Berikut tabel menurut Nugroho, 2011 tentang hubungan lokasi, aliran kelenjar dan
kemugkinan diagnosis bandingnya
65
Tabel Kelompok Kelenjar Getah Bening Berdasarkan Lokasi, Aliran Kelenjar, dan Kemungkinan
Diagnosis Bandingnya
DIAGNOSIS
Diagnosis limfadenopati pada anak, sama seperti diagnosis yang lain
membutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Jika temuan
ini menunjukkan penyakit yang jinak atau self-limited, maka pasien harus diyakinkan
agar tidak khawatir, riwayat alami penyakit dijelaskan, dan tindak lanjut yang akan
dilakukan. Pemeriksaan spesifik diindikasikan jika dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik menunjukkan penyakit infeksi autoimun atau yang lebih serius. Jika diduga
neoplasma, mungkin akan melibatkan pemeriksaan laboratorium atau evaluasi
radiologis, computed tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan
ultrasonografi (USG), yang telah sangat berguna dalam membedakan dari KGB jinak
atau ganas pada pasien dengan kanker kepala dan leher. Namun, diagnosis pasti hanya
diperoleh dari biopsi. (Friedmann,2008)
Langkah pertama dalam mengevaluasi limfadenopati yang tidak jelas adalah
meninjau kembali obat-obatan yang telah diberikan kepada pasien, mengingat
penyebab limfadenopati yang tidak jelas sering disebabkan oleh tindakan tersebut, dan
mempertimbangkan kembali faktor risiko untuk kearah keganasan. Jika diagnosis
tidak sugestif, dan pasien dianggap berisiko rendah untuk kearah keganasan, maka
limfadenopati regional dapat dengan aman untuk diamati. Pikiran penyebab yang
serius pada limfadenopati generalisata, temukan petunjuk untuk mencari dengan
cermat penyebab autoimun atau infeksi, dan skrining laboratorium untuk penegakkan
66
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Umum (Nugroho,2009)
1.Pemeriksaan keadaan umum dan tanda vital : panas, anemia atau tampak toksik (toxic
appearing)
2.Status antropometrik : menggambarkan status gizi dan parameter pertumbuhan
3.Kepala dan leher : Infeksi kulit (dermatitis seboroik, tinea kapitis), konjungtiva pucat
(keganasan, penyakit autoimun), konjungtivitis, orofaring (faringitis, problem gigi,
stomatitis) dan telinga (otiti media akut)
4.Jantung dan paru : ronkhi (pneumonia), konsolidasi ((curiga TB)
5.Abdomen : hepatoslenomegali (sistemik proses : Epstein Barr virus, Citomegalovirus,
HIV, penyakit reumatik dan penyakit neoplastik), dan massa abdomen
(neuroblastoma)
6.Ekstremitas : adenopati inguinal dan aksila
7.Kulit : rash, petikie, purpura, ekimosis, lesi oleh karema traumatik, atau curiga
keganasan)
DIAGNOSIS BANDING
68
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan darah dapat diperlukan pada anak dengan limfadenopati. Adanya
leukostosis dengan dominasi netrofil mungkin menunjukkan adanya infeksi bakteri
akut. Leukositosis yang didominasi limfositik dapat dikaitkan dengan infeksi virus
Ebstein-Barr. Leukositosis dengan adanya blast pada hapusan darah tepi diindikasi
terjadinya leukemia. Leukopenia dengan depresi hemoglobin dan trombosit juga
mungkin indikasi adanya keganasan yang melibatkan sumsum tulang. Limfopenia
diindikasikan adanya infeksi HIV atau adanya gangguan immunodefisiensi bawaan.
Laju endap darah (LED) dan kadar C-reaktif protein dapat digunakan sebagai petanda
adanya peradangan dan infeksi dan juga mungkin membantu dalam mengevaluasi
pengobatan yang dilakukan. Kadar enzim hati yang tinggi dapat menunjukkan
keterlibatan hati yang disebabkan infeksi sistemik atau proses infiltratif. (Sahai, 2013)
Aspirasi dan kultur KGB membantu dalam mengisolasi organisme penyebab
infeksi dan keputusan antibiotik yang sesuai sebagai penyebab limfadenopati. Aspirasi
dengan jarum halus (fine needle aspiration / FNAB) mungkin menghasilkan diagnosis
sitologi pasti atau awal dan kadang-kadang tidak memerlukan lagi untuk biopsi KGB.
Biopsi eksterna (bila suspek tuberkulosa atau infeksi nontuberkulosa mycobacterium)
atau insisi dan drainase dapat diindikasikan pada anak dengan limfadenotis unilateral
sedang atau berat. Beberapa hal yang diindikasikan untuk dilakukan biopsi adalah
awal pemeriksaan fisik dan riwayat klinis menunjukkan keganasan, KGB dengan
ukuran lebih besar daripada 2,5 cm, pembesaran KGB menetap atau membesar,
pemberian antibiotik yang sesuai gagal untuk mengecilkan node dalam waktu 2
minggu. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan tuberkulin, pewarnaan gram, untuk
memastikan penyebab infeksinya. (Mahmood et al, 2007)
Foto toraks merupakan suatu pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam
evaluasi limfadenopati kronis lokal atau generalisata dan dapat melihat adanya
pelebaran mediastinum karena limfadenopati dari limfoma dan sarcoid. Dua pertiga
dari pasien yang memiliki Hodgkin limfoma mungkin menunjukkan pelebaran
69
mediastinum pada foto dada. Secara keseluruhan sensitivitas dari foto thorak
mencapai 67% dan spesifitasnya 59%. Deteksi dari mediastinum Limfadenopati
melalui thorak foto untuk mendiagnosa TB paru pada anak-anak harus ditafsirkan
dengan hati-hati. Akurasi diagnostik mungkin ditingkatkan dengan menyempurnakan
kriteria radiologis limfadenopati dan dikonfirmasikan dengan pemeriksaan klinis
lainnya. (Swingler et al, 2005)
Pemeriksaan FNAB sederhana, cepat dan tidak memerlukan anestesi umum.
Prosedur FNAB dapat dilakukan di poliklinik rawat jalan. Kebanyakan pasien yang
memiliki diagnosis jinak pada FNAB tidak memerlukan lebih lanjut evaluasi.
Keterbatasan FNAB adalah sering terjadi kurangnya sampel jaringan yang tepat untuk
pemeriksaan khusus termasuk sitogenetik, Flow cytometry, mikroskop elektron dan
pengecatan khusus. Selain itu, potensi risiko adanya keganasan harus selalu
dipertimbangkan sebagai hasil dari prosedur FNAB. (Mahmood et al. 2007)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikal. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
klasifikasi. USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai
sensitivitas 98 % dan spesivisitas 95%. (Sahai, 2011)
CT scan dapat mendeteksi limfadenopati servikalis dengan diameter 5 mm
atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula
pada penderita inonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan
sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.
(Sahai, 2011)
bukan dari penyakit menular seksual, dapat juga berasal dari penyakit menular
seksual (limfadenopti inguinal primer) serta sindrom limfokutaneus (tabel 2).
Tabel 1. Berbagai Infeksi Penyebab Limfadenopati Generalisata
(Kliegman, 2006)
3. Ukuran
Mendefinisikan ukuran normal tidaknya suatu KGB tidaklah mudah,
namun terdapat aturan praktis sebagai berikut: KGB normal daerah aksila dan
daerah servikal mencapai ukuran 1 cm, di daerah inguinal mencapai ukuran 1,5
cm, dan di lokasi epitrochlear mencapai hingga 0,5 cm. Seperti disebutkan,
batas ukuran KGB berbeda berdasarkan umur dan umumnya kurang bermakna
pada anak-anak dibandingkan pada remaja dan orang dewasa, mungkin karena
dipengaruhi paparan antigen disamping pengaruh pembentukan antibodi serta
imunitas. Namun, dalam suatu studi terhadap 213 orang dewasa dengan
unexplained lymphadenopathy, pasien dengan ukuran KGB lebih kecil dari 1
cm2 (1x1 cm) tidak ada yang mengalami keganasan, sedangkan keganasan
didapatkan pada 8 % dari mereka yang memiliki ukuran KGB lebih dari 1-
2.25 cm2 (1x1 cm - 1,5x1,5cm) , dan 38 % dari mereka dengan ukuran KGB
lebih dari 2.25 cm2 (1,5x1,5 cm). (Friedman, 2008; Ferrer, 1998)
4. Nyeri
75
Rasa nyeri timbul ketika terjadi pembesaran KGB yang cepat meningkat
dalam ukuran maupun konsistensinya. Nyeri biasanya hasil dari proses
peradangan atau supurasi, tapi nyeri juga mungkin hasil dari pendarahan ke
dalam pusat nekrotik nodus yang ganas. Pada pembesaran KGB oleh infeksi
virus, umumnya bilateral lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh
bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan
dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas
dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan
terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan, tanda-tanda
peradangan tidak ada, kelenjar akan keras dan tidak dapat digerakkan oleh
karena terikat dengan jaringan di bawahnya. (Friedman, 2008)
5. Konsistensi
Konsistensi atau kualitas KGB yang keras seperti batu mengarahkan
kepada keganasan, padat seperti karet ke arah limfoma, lunak mengarah ke
proses infeksi, dan fluktuasi menunjukkan telah terjadinya abses atau
pernanahan. Adanya kelenjar yang lunak, mudah ditekan dan bergerak bebas
lebih mengarah ke jinak. Istilah " shotty " mengacu pada kelenjar kecil seperti
gotri di bawah kulit, seperti yang ditemukan dalam kelenjar di servikal anak-
anak dengan penyakit virus. (Ferrer, 1998)
6. Fiksasi
Sekelompok KGB yang merasa terhubung dan tampaknya bergerak
sebagai satu unit dikatakan membentuk suatu anyaman (terfiksir). Kelenjar
tersebut dapat berupa jinak (misalnya, tuberkulosis, sarkoidosis atau
lymphogranuloma venereum) atau ganas (misalnya, karsinoma metastasis atau
limfoma). (Ferrer, 1998)
7. Lokasi
Penentuan lokasi pembesaran KGB sangat berguna dalam
mengklasifikasikan sebagai limfadenopati generalisata, di mana dua atau lebih
kelompok kelenjar atau situs yang terlibat, atau limfadenopati lokal pada satu
lokasi saja. Limfadenopati lokal lebih umum ditemukan dalam praktek sehari-
hari dibandingkan limfadenopati generalisata, dengan KGB di daerah leher
terlibat paling sering, diikuti oleh kelenjar inguinalis. Limfadenopati lokal
76
dapat terjadi dari infeksi kelenjar itu sendiri (lymphadenitis) atau dari infeksi di
daerah drainasenya. Jika limfadenopati generalisata, maka dalam pemeriksaan
fisik harus fokus pada mencari tanda-tanda penyakit sistemik. Temuan yang
paling membantu adalah ruam, lesi membran mukosa, hepatomegali,
splenomegali atau arthritis. Splenomegali dan limfadenopati terjadi secara
bersamaan di berbagai kondisi, termasuk infeksi mononucleosis, leukemia
limfositik, limfoma dan sarcoidosis. (Friedman, 2008)
Gambar 1. KGB pada kepala dan leher dan area yang di drainase
(Bazemore, 2002)
b. Limfadenopati pada Aksila
Limfadenopati persisten jarang ditemukan di KGB daerah aksilaris
daripada di daerah inguinal. Adenokarsinoma mammae sering metastase
awalnya ke KGB aksilaris anterior dan medial, yang mungkin teraba sebelum
penemuan tumor primer. Limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin jarang
memanifestasikan semata-mata atau awalnya di KGB aksilaris, meskipun hal
ini dapat menjadi daerah pertama kali ditemukan oleh pasien. Limfadenopati
antecubital atau epitrochlear dapat menunjukkan adanya limfoma, atau
melanoma dari ekstremitas, yang pertama bermetastasis ke derah KGB
ipsilateral. (Bazemore, 2002)
78
c. Limfadenopati di Inguinal
Limfadenopati inguinal sering terjadi, pada orang dewasa yang sehat
biasanya terdapat pembesaran KGB sampai dengan diameter 1-2 cm, terutama
mereka yang sering tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan
infeksi adalah etiologi yang paling seing, dan limfadenopati inguinal jarang
merupakan keganasan. Limfoma hodgkin jarang ditemukan pada daerah
inguinal, tidak seperti limfoma non hodgkin. Karsinoma sel skuama pada penis
dan vulva, limfoma, dan melanoma juga dapat terjadi dengan limfadenopati di
daerah ini. Karsinoma testis dapat menyebabkan limfadenopati inguinal apabila
melibatkan jaringan kulit diatasnya. Hal ini juga dijumpai pada 58 persen
pasien yang didiagnosis dengan karsinoma penis atau uretra. Dalam kedua
kasus itu tidak ditemukan gejala yang khas. (Bazemore, 2002)
Limfadenitis Reaktif
Rangsangan infeksi dan inflamasi mikrobiologi akan mengaktivasi sel
imun yang berada pada kelenjar getah bening. Kondisi ini berperan sebagai
79
dinding pertahanan. Respons imun apapun untuk melawan antigen asing dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati). Infeksi yang
menyebabkan limfadenitis sangatlah bervariasi dan banyak jumlahnya, serta
dapat bersifat akut atau kronis. Sebagian besar gambaran histologik dari reaksi
kelenjar getah bening tidak spesifik. Bentuk yang berbeda dari limfadenitis,
yaitu yang terjadi akibat penyakit cakaran kucing (cat-scratch) akan dijelaskan
terpisah. (Kumar, 2015)
Limfadenitis Akut Non Spesifik
Bentuk limfadenitis ini mungkin terisolasi menjadi suatu kelompok
kelenjar getah bening akibat aliran dari suatu infeksi lokal, atau secara umum,
sebagai infeksi sistemik dan kondisi inflamasi. Kelenjar yang mengalami
inflamasi pada limfadenitis non spesifik akut terlihat membengkak, berwarna
kelabu kemerahan, dan membesar. Secara histologik, terdapat sentrum
germinativum besar yang mengandung banyak mitosis. Bila penyebabnya
adalah organisme piogenik, infltrasi neutroflik ditemukan di sekitar folikel dan
di antara sinus limfoid. Pada infeksi yang berat, dapat terjadi nekrosis pada
pusat dari folikel, menyebabkan terbentuknya abses. (Kumar, 2015)
Kelenjar yang terjangkit biasanya lunak dan dapat fluktuasi jika
pembentukan abses berlebihan. Kulit menutupinya biasanya berwarna merah
dan dapat membentuk sinus sebagai jalan keluar. Seiring dengan terkendalinya
infeksi, kelenjar getah bening akan tampak dalam keadaan normal "istirahat"
atau jika sudah rusak, dapat mengalami pembentukan jaringan parut. (Kumar,
2015)
Limfadenitis Kronis Non Spesifik
Limfadenitis kronis non spesifik dapat dibagi berdasarkan agen
penyebabnya, menjadi 3 bentuk: hiperplasia folikuler, hiperplasia parakortikal,
atau sinus histiositosis. (Kumar, 2015)
a. Hiperplasia Folikuler. Bentuk ini muncul pada infeksi atau proses inflamasi
yang mengaktivasi sel B yang akan bermigrasi ke dalam folikel sel B dan
membentuk reaksi folikuler (atau sentrum germinativum). Folikel-folikel
reaktif ini mengandung banyak sel B teraktivasi, sel T yang tersebar, makrofag
fagositik yang mengandung debris inti (tingible body macrophages), dan
anyaman sel dendritik folikuler penyaji antigen. Penyebab hiperplasia folikuler
mencakup artritis reumatoid, toksoplasmosis, dan infeksi awal HIV. Bentuk
limfadenitis ini harus dibedakan dari limfoma folikuler (akan dibahas
80
Granulomatosa
Inflamasi atau peradangan granulomatosa adalah pola khas dari
peradangan kronis yang ditemui pada sejumlah kondisi infeksius dan beberapa
kondisi non infeksius. Reaksi kekebalan biasanya terlibat dalam perkembangan
granuloma. (Kumar, Abbas, Aster, 2009: 73).
Peradangan granulomatosa adalah suatu bentuk peradangan kronis yang
ditandai dengan kumpulan makrofag yang teraktivasi, seringkali dengan
limfosit T, dan terkadang berhubungan dengan nekrosis. Pembentukan
granuloma adalah upaya seluler untuk mengandung agen penyebab yang sulit
dibasmi. Dalam upaya ini seringkali terdapat aktivasi kuat limfosit T yang
mengarah ke aktivasi makrofag, yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan
normal (Kumar, Abbas, Aster, 2020: 100).
Ada dua jenis granuloma, yang berbeda dalam patogenesisnya (Kumar,
Abbas, Aster, 2020: 100):
a. Granuloma benda asing dipicu oleh benda asing yang tidak aktif, yang
menyebabkan inflamasi tanpa adanya respons imun yang dimediasi sel T.
Biasanya, granuloma benda asing terbentuk di sekitar bahan seperti bedak
(terkait dengan penyalahgunaan obat intravena), jahitan, atau serat lain yang
cukup besar untuk menghalangi fagositosis oleh makrofag dan tidak bersifat
imunogenik, sehingga tidak ada respon imun. Sel epiteloid dan sel raksasa
ditempelkan ke permukaan benda asing. Benda asing biasanya dapat
diidentifikasi di tengah granuloma, kadang-kadang di dalam sel raksasa (giant
cell). (Kumar, Abbas, Aster, 2020: 100).
b. Granuloma imun disebabkan oleh berbagai agen yang mampu menginduksi
respons imun yang dimediasi sel T persisten. Jenis respons imun ini biasanya
menghasilkan granuloma ketika agen pemicu sulit dibasmi, seperti mikroba
yang persisten. Dalam respon tersebut, sel Th1 yang diaktifkan menghasilkan
sitokin seperti IFN-γ, yang mengaktifkan makrofag. Pada beberapa infeksi
parasit, seperti schistosomiasis, granuloma berhubungan dengan respon Th2
dan eosinofil yang kuat (Kumar, Abbas, Aster, 2020: 100).
82
toksik, alergi, dan neoplastik (Tabel 1). Ini ditentukan oleh adanya leukosit
mononuklear, khususnya histiosit (makrofag), yang merespons berbagai
mediator kimiawi dari cedera sel. Pola respons cedera ini terjadi pada semua
kelompok umur dan dalam semua situs jaringan. Melalui mikroskop cahaya,
histiosit yang teraktivasi muncul sebagai sel epiteloid dengan inti bulat hingga
oval, seringkali dengan kontur tidak teratur dan sitoplasma eosinofilik granular
yang melimpah dengan batas sel yang tidak jelas (Gbr. 2). Sel epiteloid
mungkin juga bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak. Identifikasi
dan klasifikasi pola inflamasi granulomatosa dapat membantu mempersempit
diagnosis banding klinis. Dalam studi granuloma paru, 23% dari diagnosis
tidak dapat mengidentifikasi etiologi spesifik melalui hematoksilin dan eosin
(H&E) pada saat biopsi. Dalam seri ini, identifikasi etiologi meningkat menjadi
90,8% dengan gambaran klinis, temuan radiografi, dan metodologi
laboratorium yang lebih baik, termasuk teknik molekuler, kultur, profil
imunohistokimia, dan nilai serologi (S. Mukhopadhyay, et al, 2013)
Lymphadenitis Granuloma
Lymphadenitis granulomatous dapat diklasifikasikan sebagai
Lymphadenitis granulomatous menular dan tidak menular. Lymphadenitis
granulomatous tidak menular contohnya adalah sarkoidosis dan reaksi mirip
sarkoid. Reaksi mirip sarkoid, yang dianggap sebagai mekanisme pertahanan
biologis, diamati di kelenjar getah bening regional dengan banyak penyakit
yang mendasari. (Asano, 2012)
86
(Asano, 2012)
GLA infeksiosa dapat diklasifikasikan sebagai limfadenitis supuratif (LA) dan
LA nonsupuratif. LA supuratif umumnya menunjukkan hiperplasia folikel dan
histiositosis sinus pada fase awal. Pada penyakit tularemia dan cakaran kucing,
limfosit B monositoid (MBL) dengan sel T dan makrofag berkontribusi pada
pembentukan granuloma. Namun, tidak ada granuloma sel epiteloid dari
Yersinia LA yang mengandung MBL seperti pada penyakit cakaran kucing.
Selain itu, hampir semuanya memiliki abses sentral pada granuloma yang
diinduksi oleh bakteri Gram-negatif. Dalam hal kelenjar getah bening,
tularemia dan penyakit cakaran kucing cenderung mempengaruhi daerah ketiak
dan leher rahim sementara Yersinia LA mempengaruhi kelenjar getah bening
mesenterika. (Asano, 2012)
LA non-supuratif termasuk tuberkulosis dan BCG-histiocytosis. Ini
disebabkan oleh reaksi alergi yang tertundaM . tuberkulosis . Tuberkulosis LA
terutama muncul di kelenjar getah bening serviks. Organisme dideteksi secara
histologis dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen di area nekrotik. Toksoplasmosis
juga merupakan infeksi protozoa nonsupuratif ( Toxoplasma gondii ). Pada
toksoplasma LA, MBL juga dapat dilihat, tetapi granuloma yang bulat dan
87
teratur tidak ditemukan pada penyakit ini. Selain itu, nekrosis tidak diinduksi
dan tidak ada neutrofil, eosinofil, dan fibrosis yang menyertai. GLA yang
dijelaskan di atas dikaitkan dengan temuan histologis yang khas. Diagnosis
patologis yang akurat menggunakan temuan di atas dapat mengarah pada
pengobatan yang tepat. (Asano, 2012)
Mekanisme
Terdapat 2 mekanisme terjadinya limfadenopati yaitu hiperplasia dan infiltrasi. Ketika
terjadi limfadenopati maka harus dilakukan pemeriksaan melalui anamnesis medis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. (Rasyid, S.T. 2013)
1. Hiperplasia folikel terlihat pada infeksi, gangguan autoimun, dan reaksi non
spesifik. Pola histopatologi adalah peningkatan dalam ukuran dan jumlah sel B
di pusat germinal.
90
5. Limfadenitis akut biasanya terlihat di kelenjar limfa dari jaringan yang terlibat
dalam infeksi bakteri. Hiperplasia folikel dan infiltrasi sel polimorfonuklear
(PMN) adalah pola patologis. Hapusan adenitis supuratif menunjukkan PMN
dan beberapa sel limfoid dalam latar belakang nekrotik. (Mohseni et al, 2014)
Histopatologi
Peradangan granulomatosa dapat juga ditemukan pada keadaan atau penyakit lain,
seperti: infeksi oleh NTM atau mikobakterium atipikal, cat scratch disease dan
sarkodosis.15-17 Limfadenitis yang disebabkan oleh NTM miko-bakterum atipikal
dan cat scratch disease merupakan peradangan granulomatosa supuratif dengan
gambaran histopatologi yang terdiri atas mikroabses, granuloma dengan batas tidak
tegas dengan atau tanpa disertai nekrosis dan hanya ditemukan sedikit sel raksasa.
(Mahrani, W. 2013)
91
7. Pemeriksaan lanjutan.
A. FNAB-FNAC
Biopsi aspirasi jarum halus atau fine needle aspiration biopsy (FNAB)
merupakan suatu metode atau tindakan mengambil sebagian jaringan tubuh
manusia dengan menggunakan jarum suntik dengan diameter kecil
yang bertujuan untuk membantu diagnosis berbagai penyakit
tumor dan infeksi. Tindakan ini bisa dilakukan untuk tumor/ benjolan yang
letaknya di permukaan tubuh (superficial) dan bisa teraba (palpable) misalnya
tumor pada kelenjar getah bening, kelenjar gondok, kelenjar liur, payudara, dan
lain-lain.
a. Prosedur
Beberapa persiapan dibutuhkan sebelum melakukan prosedur:
Tidak menggunakan aspirin atau obat anti-inflamasi non-steroid (misalnya
92
Setetes kecil cairan yang telah disedot ditempatkan pada slide kaca,
seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Sebuah smear dilakukan
dengan meletakkan satu slide kaca di atas setetes cairan dan menarik slide
terpisah untuk menyebarkan cairan, seperti yang ditunjukkan pada gambar
kedua di bawah. Sediaan yang basah ditempatkan di dalam ethyl alkohol 95%
dan lakukan pewarnaan
B. Pewarnaan Ziehl-Neelsen
Ziehl-Neelsen merupakan pewarna bakteria khas yang digunakan
organisme tahan asid,terutama Mycobacteria,Ziehl-Neelsen membanu
mendiagnosa Mycobacterium tuberculosis karena dinding lipid yang banyak
selnya.Pada dasarnya prinsip pewarnaan Mycobacterium yang dinding selnya
tahan asam karena mempunyai lapisan lemak atau lilin, sehingga sukar
ditembus cat. Oleh pengaruh phenol dan pemanasan, maka lapisan lilin dapat
ditembus oleh cat Bassic Fuchsin.
95
C. Biopsi Eksisi
Yaitu pengambilan seluruh massa yang dicurigai disertai jaringan sehat di
sekitarnya. Metode ini dilakukan di bawah bius umum atau lokal tergantung
lokasi massa dan biasanya dilakukan bila massa tumor kecil dan belum ada
metastase . Tehnik biopsi eksisional, adalah sebagai berikut :
● Banyaknya jaringan sehat yang ikut dibuang tergantung pada sifat lesi, yaitu:
● Lesi jinak, seluruh tebal kulit diangkat berikut kulit sehat di tepi lesi dengan
sedikit lemak mungkin perlu dibuang agar luka mudah dijahit.
● Karsinoma sel basal, angkat seluruh tumor beserta paling kurang 0.5 s/d 1 cm
kulit sehat.
● Karsinoma sel skuamosa, angkat seluruh tumor beserta paling kurang 1 s/d 2
cm kulit sehat.
(sumber: Pubmed)
98
I. Kerangka Konsep
99
J. Kesimpulan
Seorang anak laki-laki, 10 tahun disangkal telah tercakar kucing yang berkutu namun banyak
kucing liar disekitar rumah pasien yang menyebabkan pembengkakkan KGB pasien dan setelah
dilakukan pengamatan dengan pulasan Warthin-Starry Silver ditemukan bakteri Barthonella
henselae.
100
Daftar Pustaka
Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9.
Singapura: Elsevier Saunders.
Ali, Syed Z., et al. 2018. Atlas of Exfoliative Cytopathology. Tanpa kota: Springer
Publishing Company.
Bergmans AM, Groothedde JW, Schellekens JF, van Embden JD, Ossewaarde JM,
Schouls LM. Etiology of cat scratch disease: comparison of polymerase chain
reaction detection of Bartonella (formerly Rochalimaea) and Afipia felis DNA with
serology and skin tests. J Infect Dis. 1995 Apr;171(4):916-23. doi:
10.1093/infdis/171.4.916. PMID: 7535830
Gao, J.L., Wynn, T.A., Chang, Y., Lee, E.J., Broxmeyer, H.E., Cooper, S., Tiffany,
H.L., Westphal, H., Kwon-Chung, J. and Murphy, P.M., 1997. Impaired host
defense, hematopoiesis, granulomatous inflammation and type 1–type 2 cytokine
balance in mice lacking CC chemokine receptor 1. Journal of Experimental
Medicine, 185(11), pp.1959-1968
Karpf M. Lymphadenopathy. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors. clinical
methods: the history, physical, and laboratory examinations. 3th ed. Boston:
Butterworths; 1990. Chapter 149.
Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. 2006. Lymphadenopathy. In:
Nelson essentials of Pediatrics. 5th ed. Phildelphia: Elsivier;477-81.
Koo, V., et al. 2006. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) In The Diagnosis of
Granulomatous Lymphadenitis. Tanpa kota: Ulster Medical Journal.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1891789/. Diakses pada 2
Desember 2020.
Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. 9th ed. 2015.
Philadelphia:Elsevier
Kumar, V., Abbas, A., Aster, J. 2020. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease
10th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders
Mahmood Q, Masood AU, Siddique N. Percutaneus FNA biopsy with open lymph node
biopsy. Professional Med J 2007;14(1):21-31.
Mukhopadhyay, S., Wilcox, B.E., Myers, J.L., Bryant, S.C., Buckwalter, S.P.,
Wengenack, N.L., Eunhee, S.Y., Aughenbaugh, G.L., Specks, U. and Aubry, M.C.,
2013. Pulmonary necrotizing granulomas of unknown cause: clinical and
pathologic analysis of 131 patients with completely resected
nodules. Chest, 144(3), pp.813-824.
Plebani, Mario. 2004. Quality assurance of the preanalytical phase - complying with
ISO 15189:2003. Diakses dari https://acutecaretesting.org/ tanggal 3 Desember
2020, pukul 20.00 WIB.
Rasyid, S.T. 2018. “Diagnosis dan Tata Laksana Limfadenopati”. Majority. 7 (3), 261-
265
Sabirin, Indah Puti Rahmayani. 2015. Sitopatologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai
Pemeriksaan Penunjang di Kedokteran Gigi. Cimahi: Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Achmad Yani.
Suradhipa, W., & Ariawati, K. Tinjauan Pustaka Pendekatan Klinis Limfadenopati Pada
Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Warfield, Adrian T., et al. 2005. The Science of Laboratory Diagnosis Second Edition.
Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.
Webpathology.com. (17 Oktober 2016). Lymph Node. Diakses pada 2 Desember dari
https://www.webpathology.com/atlas_map.asp?section=11.
104