“as the value of the set of employee that contribute, either positively or negatively,
karyawan yang berkontribusi secara positif atau negatif untuk mencapai tujuan
organisasi.1 Lebih lanjut Colquitt, LePine & Wesson menyatakan kinerja (job
1
Jason A. Colquitt, Jeffery A. LePine, Michael J. Wesson. Organizational Behavior. Improving
Performance and Commitment in the work place. Boston: McGraw Hill/Irwin., 2009., p. 64
16
17
kinerja berasal dari akar kata “to perform (melaksanakan)” yang mempunyai
do or carry out, execute), (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu janji
2
Lukman Ali. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka, 1995.. p.503
18
prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk
kinerja adalah proses seseorang atau sekelompok orang melakukan kegiatan dan
diharapkan.
seberapa baik seseorang telah menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan.7 Sejalan
dengan hal tersebut, Owen mendefinisikan kinerja adalah hasil penilaian atas
3
Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri, Performance Appraisal: Sistem yang tepat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005, p. 14.
4
LAN. Penilaian Kinerja Pegawai. Jakarta: LAN, 1992., p. 3
5
James L. Gibson. et. al. Organizations: Behavior, Structure, Processes.13’th edition. New York:
McGraw Hill, 1997., p. 118
6
James L. Gibson, John M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr. Organizations: Behavior,
Structure and Processes. Boston: Homewood, Richard D. Irwin, 1997., p. 14
7
Jennifer M. George, and Gareth R. Jones. Understanding and Managing Organizational
Behavior, Fifth Edition. Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2005., p. 176
19
seberapa efektif dan efisien seorang manejer memanfaatkan sumber daya untuk
mencapai tujuan.8
dengan hasil yang baik sesuai dengan standar, kriteria dan norma yang ditetapkan
untuk pekerjaan itu. Ini menunjukkan bahwa penekanan kinerja adalah untuk
mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, jika sumber daya yang dimaksudkan
kepemimpinan.
8
Robert G. Owen. Organization Behavior in Education, New Jersey:Englewood Cliffs,1987., p.7.
9
Jason A. Colquitt, Jeffery A. LePine, Michael J. Wesson. Organizational Behavior.
Improving Performance and Commitment in the work place. Bston: McGraw Hill/Irwin., 2009.,
p. 64
20
lingkungan terdiri dari struktur tugas (task structure), sistem otorita formal
dan kemampuan. Jika seseorang tidak memiliki dorongan kerja dalam dirinya
maupun dari luar dirinya, serta tanpa memiliki kemampuan, sudah dapat
dipastikan bahwa kinerja orang tersebut rendah.12 Robbins dalam Rivai dan Moh.
atau ability (A), motivasi atau motivation (M), dan kesempatan atau opportunity
(O).13 Dimensi kinerja tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.
10
Stephen P.Robbins dan Mary Coulter. Management. New Jersey:Pearson Prentice Hall,
2007., p.529
11
Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001., p.
25
12
Paul Harsey, and Kenneth H. Blanchard. Management of Organizational Behaviour:
Utilizing
Human Resources. New Jersey: Prentice Hall. Inc., 1988., p. 15
13
Veithzal Rivai, dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri., Op. cit., p. 15
21
Kemampuan
Kinerja
Motivasi
Kesempatan
bagaimana individu dalam bekerja, yaitu (1) kemampuan (ability, A), (2) usaha
14
Robert L. Mathis, & John H. Jackson, Human Resource Management: Manajemen Sumber
Daya Manusia, Buku I.Terjemahan Diana Angelia. Jakarta: Salemba Empat, 2006., p. 115
22
Kinerja
Individual
Kemampuan individu Dukungan organisasi
Bakat Pelatihan dan pengembangan
Minat Peralatan dan Teknologi
Inovasi Standar Kerja
Kepribadian Manajemen dan Rekan Kerja
Gambar 2.3. Komponen Kinerja Individual (Mathis dan Jackson, 2006: 114)
yang menyatakan bahwa kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor
(a) harapan mengenai imbalan, (b) dorongan, (c) kemampuan, kebutuhan dan
sifat, (d) persepsi terhadap tugas, (e) imbalan internal dan eksternal, (f) persepsi
Ruky menyatakan pemaknaan kinerja mengarah pada tiga fokus, yaitu (1)
pegawai, (2) Job centered adalah pemaknaan kinerja yang mengarah pada unjuk
kerja dalam bidang atau tugas yang menjadi tanggung jawab pegawai, dan (3)
Objective centered, pemaknaan kinerja yang mengarah pada hasil kerja atau
prestasi kerja.16 Ketiga konsep tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.4 berikut.
15
James L. Gibson, John M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr. Fundamental of
Individual
Management. Chicago: Irwin, 1995., p. 16 Job Objective
Individual
Centered Job Objective
16
Achmad S. Ruky. Centered Centered
ApproachManajemen Kinerja.
Sistem
Centered Jakarta:Gramedia Pustaka
Centered
Approach
Utama, 2001,pp.16-
Centered
Approach
17. Approach Approach Approach
23
dilakukan secara sistematis terhadap kinerja pegawai atau Sumber Daya Manusia
Menurut Gordon bahwa penilaian terhadap kinerja merupakan suatu upaya untuk
tertentu.17
dan berguna untuk pengembangan orang yang melakukan pekerjaan tersebut, dan
yang dibutuhkan pelaku kerja, (3) merupakan alat ukur manajemen yang
dimiliki seseoang pada saat ini, apa, serta kapan keterampilan atau kompetensi
tersebut perlu diperbaiki atau ditingkatkan, (5) dapat juga memberikan umpan
17
Thomas Gordon. 1995. Menjadi Pemimpin Efektif. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama. p.25
24
balik bagi pelaku kerja sehingga yang bersangkutan mengerti bagaimana penilaian
itu, kinerja dosen berkaitan dengan kegiatan dalam bidang Tridharma Perguruan
Tinggi dalam mewujudkan visi, melaksanakan misi, pencapaian tujuan yang telah
tuntutan dunia kerja dan dunia industri. Pegawai administrasi dan teknisi
universitas.
18
Sukarman Purba, Kinerja Pimpinan Jurusan di Perguruan Tinggi: Teori, Konsep dan
Korelatnya,Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2010., pp. 16-17.
25
profesinya. Untuk itu, seorang dosen dituntut dapat menggunakan berbagai model
adalah suatu profesi dan sebagai tenaga kependidikan yang menduduki proses
akademik, dengan tugas utamanya mengajar. Tugas ini berkaitan erat dengan
tidak boleh stagnan, atau berada dalam jalan buntu. Dosen harus terus menerus
yang sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga lain (baik di dalam maupun di luar
26
dilakukan dalam sistem pendidikan dibedakan atas tiga kategori, yaitu penelitian
melibatkan berbagai unsur atau bekerja sama dengan berbagai instansi, baik
masalah pendidikan.
dilakukan dosen secara melembaga melalui metode ilmiah, yang langsung terjun
dan teknologi yang dilakukan di perguruan tinggi secara melembaga dan langsung
maju, adil, dan sejahtera, serta meningkatkan pelaksanaan fungsi dan misi
perguruan tinggi.
berupa, yaitu (a) pelayanan pendidikan, (b) penerapan hasil-hasil penelitian, (c)
Perguruan Tinggi merupakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan
ini adalah unjuk kerja dosen serta upaya-upaya yang dilaksanakan dalam
penelitian ini indikator kinerja dosen berdasarkan pada UU No.14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Indikator kinerja dosen tersebut adalah: 1) bidang
masyarakat
diperkenalkan di era 1990-an ketika saat itu banyak dibicarakan perihal konflik
nilai baru.19 Seiring dengan itu, budaya organisasi kemudian dimasukkan dalam
sansekerta yaitu buddhayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal)
20
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Disini
tampaknya menenkankan pada aspek kolektif, bahwa budaya adalah hasil kerja
dari sejumlah akal dan bukan hanya satu akal individu saja. Dalam bahasa inggris,
kebudayaan berasal dari kata culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu
berbagai proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling
Kata organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang berarti alat atau
instrumen. Arti kata ini menyiratkan bahwa organisasi adalah alat bantu manusia.
sendiri melainkan agar ia dan semua orang yang terlibat di dalamnya dapat
19
Pabundu, Tika. (2010). Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, cetakan ke-
3. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
20
Kusdi. (2011). Budaya Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
21
Wibowo. (2017). Manajemen Kinerja. Edisi Kelima. Depok: PT. Raja Grafindo Persada.
30
kompetetif yang utama, yaitu bila budaya organisasi dapat menjawab atau
budaya kerja karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja (performance) sumber
daya manusia. Semakin kuat budaya perusahaan, semakin kuat pula dorongan
berprestasi. Salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dari organisasi
yang lainnya ialah budayanya. Budaya merupakan faktor yang sangat penting
values and norm that controls organizational member interactions with each
other and with people outside the organization” (budaya organisasi adalah
organisasi dengan anggota lainnya dan dengan orang yang berada diluar
organisasi).22
dikembangkan dalam kurun waktu lama oleh pendiri, pemimpin, dan angota
suatu norma yang terdiri dari suatu keyakinan, sikap, core values, dan pola
perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi. Menurut Drucker dalam Tika
eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu
kelompok yang diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat
adalah norma-norma perilaku, sosial dan moral yang mendasari setiap tindakan
dalam organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap dan prioritas anggotanya.
menentukan iklim umum dari perilaku baik yang dapat diterima maupun tidak.
32
tergantung pada kecocokan nilai-nilai yang dianut oleh karyawan baru dengan
Manajemen
Puncak
Sosialisasi
1. Innovation and risk taking. Inovasi dan pengambilan resiko yaitu, berkaitan
dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan didorong untuk
dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan diharapkan mau
detail (rinci).
23
Stephen P. Robbins. Organizational Behavior, 9th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc,
2001: 59
24
Robbins, Stpehen P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba 4.
33
pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
organisasi tersebut.
individu-individu.
Tiap karakteristik ini berlangsung pada suatu kontinum (suatu kesatuan) dari
itu. Gambaran ini akan menjadi dasar bagi anggota organisasi untuk memahami
kemajuan perusahaan.
perilaku karyawan.
membentuk budaya organisasi. Budaya yang dihasilkan nanti dapat budaya yang
kuat dan budaya yang lemah, selanjutnya akan berdampak pada kinerja dan
Menurut Sathe dalam Tika & Pabundu (2006:108), budaya organisasi yang
kuat adalah budaya organisasi yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi
intensitas pelaku. Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat
anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan
organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.
Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati
dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang
yang bekerja dalam perusahaan. Jadi budaya organisasi yang kuat membantu
perusahaan memberi kepastian kepada seluruh individu yang ada dalam organisasi
26
Stephen P. Robbins. Organizational Behavior, 9th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 2001: 613).
36
budaya menjadi kohesif dan kuat, tetapi jika persetujuan kurang maka budaya
menjadi lemah.
didukung secara luas oleh para anggotanya dan sangat dipaksakan, serta memberi
pengaruh negatif pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada
para pegawainya. Selain itu, dalam organisasi yang memiliki budaya organisasi
kepentingan kelompok atau kepentingan sendiri. Jika hal ini terjadi pada
perusahaan, maka tugas-tugas tidak dapat dilakukan dengan baik. Hal ini terlihat
komunikasi kurang lancar, lunturnya loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya
Menurut Rue & Byars (2006: 328), mengemukakan keempat jenis budaya
organisasi tersebut yaitu: (1) The though person, macho culture, (2) Work-
37
hard/play hard culture, (3) Bet your company culture dan (4) Process culture.27
1. The tough person, macho culture. Budaya organisasi ini ditandai oleh
benar. Dalam budaya organisasi tipe ini kerja tim tidaklah penting, artinya
nilai kerjasama tidak menjadi sesuatu yang dianggap penting dan tidak ada
27
Byars, Lloyd., and Leslie W. Rue 2006. Human Resource Management. New York MCGraw-
Hill Irwin.
38
dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan didorong untuk
dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan diharapkan mau
detail (rinci).
pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-
28 23
Rani Mariam, Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Sebagai Variabel Intervening. Studi Pada
Kantor Pusat PT.Asuransi Jasa Indonesia (Persero). Tesis (Semarang: Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, 2009), pp. 96-97
29 24
Dewita Heriyanti, Analisis Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja, Dan Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen Organisasional Sebagai
Variabel Interverning (Studi PT. PLN (Persero) APJ Semarang). Tesis (Semarang: Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 2009), p. 74
3025
Teman Koesmono, op. cit., p. 175
40
nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman
perhatian terhadap detail, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, agresivitas,
dan kemantapan.
dan dapat juga menjadi masalah yang kompleks, karena pada dasarnya manusia
ada pada hirarki kebutuhan menurut Maslow, yang pada akhirnya dapat
suatu perusahaan terdapat individu yang berasal dari latar belakang berbeda,
motivasi yang dibutuhkan tiap karyawan juga berbeda-beda pula. Disini letak
karyawannya, apa bakat dan keterampilan yang dimilikinya. Akan lebih mudah
menempatkan tiap karyawan pada posisi yang paling tepat jika perusahaan dapat
kebijakan perusahaan dan prosedur kerja yang efektif, agar tecipta suasana kerja
yang kondusif dan harmonis. Untuk melakukan hal ini tentu diperlukan niat, kerja
sama, kerja keras, dan komitmen yang sungguh-sungguh dari manajemen juga
karyawan.
internal dan faktor eksternal (Prabu, 2005). Faktor internal (karakteristik pribadi)
hubungan kerja seperti penghargaan, kenaikan pangkat, dan dan tanggung jawab.
Motivasi yang bahasa latinnya adalah movere memiliki makna dorongan atau
karyawan-karyawan.
motivasi timbul disebabkan oleh faktor intrinsik (dari dalam diri seseorang) dan
bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
terdiri dari tiga unsur, yakni kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan
(goals). Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak
kemauan bekerja seseorang, setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin
dicapai. Motivasi berpangkal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai daya
penggerak yang diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri
tujuan. Adapun menurut Mc. Donald dalam Sudarwan Danim (2004), motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
Hasibuan (2004) motif adalah suatu pengertian yang mengandung semua alat
2007:95), sebuah motif adalah suatu pendorong dari dalam untuk beraktivitas atau
kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan
Pengertian yang lain menurut Hasibuan (2007), motivasi adalah pemberian daya
bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk
mencapai kepuasan.
Pendapat yang lain menyebutkan bahwa motivasi adalah keadaan dalam diri
kegiatan tersebut guna mencapai tujuan (T. Hani Handoko, 2003). Motivasi
adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan
memenuhi kebutuhan.
(penggerak) yang ada dalam diri seseorang untuk berindak. Untuk dapat
melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik membutuhkan motivasi dari setiap
tidak memiliki motivasi. Setiap orang mempunyai sesuatu yang dapat memicu
rangsangan yang muncul dari seseorang baik dari dalam dirinya ( motivasi
intrinsik), maupun dari luar dirinya (motivasi ekstrinsik). Faktor intrinsik adalah
intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencaai suatu tujuan. 31 Motivasi
dapat diartikan sebagai bagian integral dari hubungan industrial dalam rangka
suatu perusahaan.
pertimbangan utama, yaitu: (1) Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit
pro quo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan
“ada ubi ada talas, ada budi ada balas”, (2) Dinamika kebutuhan manusia sangat
kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, (3)
Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) Perbedaan
31
Robbins, Stpehen P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba 4.
45
adanya satupun teknikmotivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam
organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda.
salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meninkatkan gairah kerja
Hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear
dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja
karyawan akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai dengan standar
kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah satu bentuk motivasi dapat
dilihat antara lain dari tingkat kehadiran karyawan, tanggung jawab terhadap
Attention (perhatian), (b) Interest (minat), (c) Desire (hasrat), (d) Decision
tingkat rendah (faktor eksternal) dan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri
hirarkinya mulai paling dasar sampai kebutuhan yang paling tinggi. Maslow
penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi: serta faktor
kebutuhan tentang motivasi sebagai berikut: Kebutuhan akan prestasi (need for
achievement), afiliasi (need for affiliation), kekuasaan (need for power). Teori
47
(tiga) hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu (Robbins, 2006):
adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara
dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau
orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan
memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk
Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang
hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak
tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta
peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu
motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staff maupun manajer.
motivasi tersebut.
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang memotivasi seseorang
untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua
faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor
intrinsik).
a. Hygiene factor. Faktor ini berkaitan dengan konteks kerja dan arti
upah dan gaji, hubungan dengan rekan kerja sekerja, kehidupan pribadi, hubungan
mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai sebagai Teori
X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan teori Y. menurut Teori X, empat
1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan, bila dimungkinkan akan
mencoba menhindarinya.
yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.
tanggung jawab.
orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisi manajemen.
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang berargumen bahwa ada 3
keamanan.
hubungan antar pribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut
lebih dari satu kebutuhan dapat berjalan pada saat yang sama, dan jika kepuasan
pada kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi
Dewasa ini, salah satu dari penjelasan yang paling diterima secara luas
Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan
dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu
akan diikuti oleh output tertentu dan tergantung pada daya tarik output itu bagi
individu tersebut.
52
dimotivasi untuk melakukan upaya lebih keras bila ia meyakini upaya itu akan
menghasilkan penilaian kinerja yang lebih baik. Oleh karena itu, teori tersebut
dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan
itu meyakini bahwa berkinerja pada tingkat tertentu akan mendorong tercapainya
output yang diinginkan dan (3) hubungan imbalan-sasaran pribadi. Sampai sejauh
individu serta potensi daya tarik imbalan tersebut bagi individu tersebut.
Motivasi kerja positif adalah suatu dorongan yang diberikan oleh seorang
tulus atau tidak, dan hendaknya seorang pimpinan harus berhati-hati dalam
memberikan perhatian.
d. Persaingan. Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Oleh
menimbulkan rasa puas dan bangga, terlebih lagi jika pekerjaan yang
kesalahan yang terjadi pada masa kerja. Selain itu, motivasi kerja negatif juga
dibebankan. Bentuk motivasi kerja negatif dapat berupa sangsi, skors, penurunan
jabatan atau pembebanan denda. Dari teori motivasi kerja yang dijelaskan oleh
Robbins, Maslow, David, Hezberg, Douglas, toei Erg, dan Vroom diatas, dapat
54
disintesis bahwa motivasi kerja adalah keinginan bekerja secara baik untuk
Dalam penelitian ini indikator motivasi kerja didasarkan pada Robbins S.P.
berusaha untuk mengungguli orang lain, 4) lebih mengutamakan prestasi dari apa
Etos kerja adalah etika seseorang di tempat kerjanya yang didasari oleh
konstilasi sikap dan keyakinan atas nilai-nilai pekerjaan. Etos kerja adalah
semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau kelompok
positif yang berakar pada keyakinan yang disertai komitmen total pada paradigma
bahwa Etika akan menjelaskan kepada seseorang tentang adanya aturan yang
32
Robbins, Stpehen P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba 4.
33
https: //kbbi.kata.web.id/etos-kerja/ (diunduh tanggal 22 Februari 2018, jam 02.30 WIB).
34
Jansen Sinamo. (2011). 8 Etos Kerja Profesional. Bogor: PT. Grafika Mardi Yuana
35
John W. Slocum, Jr and Don Hellriegel.(2009).Principles of organizational Behavior. China:
South-Western, a part of Cengage Learning, p. 19
36
Allan Edward Barsky. (2010) Ethics and Values in Social Works, An Integrated Approach for a
Comprehensive Curriculum. Oxford: Oxford University Press, Inc. p. 4
55
yang telah dikemukakan makna etos kerja lebih merujuk kepada kualitas
kepribadian pekerja yang tercermin melalui unjuk kerja secara utuh dalam
atas sesuatu yang mendasar terhadap diri untuk meraih hasil atau prestasi hidup
yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Karyawan yang memiliki etos kerja
tinggi tercermin dalam perilakunya, seperti suka bekerja keras, bersikap adil, tidak
disyaratkan, mau bekerja sama, hormat terhadap rekan kerja, dan sebagainya.
Slocum & Hellriegel memandang pentingnya etika atau etos kerja dalam
Boatright, et. al., mengatakan terjadinya krisis ekonomi global disebabkan oleh
krisis etika.38 Lebih lanjut dikatakan bahwa etika penting dalam ekonomi, politik,
sosial dan hukum.39 Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka etika secara
umum sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa bahkan dunia. Akan terjadi
kehancuran pada bangsa secara luas, dan secara sempit dalam organisasi tidak
akan efektif jika etika mengalami krisis. Akibat krisis etika atau etos kerja maka
akan terjadi berbagai perilaku yang merusak dan tidak akan terpuji, seperti
37
John W. Slocum, Jr. and Don Helriegel, Loc. Cit.,p. 20.
38
John R. Boatright, at.all. (2012). Values and Ethics for The 21’st Century.Chicago: BBVA, pp.
8-12
39
Ibid.
56
Etos yang berasal dari kata etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan
rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku. Hasil penelitian ini sependapat
dengan Sinamo, etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada
keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang
integral. Disamping itu etos kerja dapat menjadi positif atau negatif. Etos kerja
positif sebagai proses membuat pekerjaan menjadi sesuatu yang menarik dan
lembaga dimana pegawai tersebut bekerja. Etos kerja negatif yang terdapat pada
aura pegawai menyebabkan kepala camat, rekan kerja dan masyarakat enggan
untuk dekat dan bergaul dengan baik, karena tidak memiliki nilai tambah,
merusak cita pekerjaan dan kepercayaan mereka akan hilang. Oleh karena itu,
pegawai seharusnya memberikan etos kerja yang optimal yang dapat memajukan
kinerja pegawai.40
Hal yang mendasar dalam mengkaji etos kerja adalah teori-teori etika, yang
sehingga disebut etos kerja atau etika kerja. Kaptein & Wempe dalam Sobayeni
40
Sinamo, Jansen H. (2011). 8 Etos Kerja Profesional Navigator Anda Menuju Sukses, Jakarata:
PT Spirit Mahardika
41
Ntomzodwa Caroline Subayeni. Work Ethics and Work Values : A Generational Perpective.
Tesis.(South Africa, Free State Province: Central University of Technology, September 2015),
p. 32
57
deontology berfokus pada tindakan itu sendiri; dan etika virtual berfokus pada niat
teori, yaitu consequential theories of etics terdiri dari: (1) utilitarian theories of
ethics, (2) egoistic theory of ethics; selanjutnya deontology theories terdiri dari
tiga sub teori, yaitu: (1) keyakinan atas tugas adalah pemberian Tuhan (duties are
god’s given), (2) tugas didasarkan pada akal sehat (duties are based on common
sense), (3) Tugas diprakarsai oleh kontrak sosial (duties are initiated by social
tindakan tersebut berguna, dan hal tersebutlah yang etis. Apakah suatu tindakan
itu benar ?, pertimbangan harus diberikan pada keputusan atau tindakan tertentu.
Jika keputusan atau tindakan mengarah pada sejumlah besar kebaikan, maka
keputusan atau tindakan tersebut akan dianggap benar dan tindakan tersebut
adalah etis. Teori ini menekankan moralitas sebuah tidakan dinilai berdasarkan
sesuatu yang bermanfaat bagi kebaikan, maka aturan tersebut menjadi alat penilai
sebuah tindakan apakah benar atau etis.Setiap individu dapat memiliki pandangan
42
Ibid.,pp. 33-37
58
keputusan atau tindakan berdasarkan jumlah orang yang merasakan manfaat dari
tindakan tersebut maka tindakan tersebut adalah benar atau etis. Orang-orang
secara moral akan lebih banyak terlebit melakukan keputusan atau tindakan
karena akan menghasilkan kebahagiaan bagi mereka. Jika orang tidak terlibat
Teori etika ini berfokus pada tindakan itu sendiri, bukan pada efeknya.Setiap
orang memiliki kewajiban tertentu yang dibentuk oleh berbagai jenis hak yang
tidak dapat disangkal.Sejalan dengan hal tersebut maka suatu tindakan dianggap
benar secara moral jika dilakukan sebagai akibat dari tugas tertentu.Teori ini
sering disebut keputusan atau tindakan berbasis aturan. The ontological theory
59
memiliki tiga subteori, yaitu bahwa tugas adalah pemberian Tuhan, tugas
yang percaya terhadap keberadaan Tuhan dan segala kuasaNya, meyakini bahwa
manusia dilahirkan memiliki fungsi dan tugas yang telah ditetapkan yang harus
penugasan dari Tuhan, sehingga garus dikerjakan sebaik mungkin dan harus
pekerjaan apapun harus dikerjakan dengan baik, karena bukanlah untuk manusia
Pekerjaan adalah pemberian Tuhan, tidak saja menjadi sebuah teori, akan
tetapi menjadi sebuah dogma. Dogma adalah ajaran, panutan, dan hal yang
menjadi pedoman hidup. Sejalan dengan hal tersebut, pekerja yang telah
melanggar aturan dan hukum agar pekerjaan yang diberikan Tuhan tidak
bangga jika mengerjakan pekerjaannya dengan baik, dan takut jika pekerjaannya
pengawasan dari manusia. Seorang yang meyakini keberadaan Tuhan, dan selalu
berperilaku baik. Berpikir, bersikap, dan berperilaku baik, adalah ajaran umum
setiap agama, dan hal tersebut harus juga diimplementasikan tidak saja dalam
Peran agama dalam peningkatan etos kerja adalah tinggi, sehingga ada
penyadaran diri para pekerja atas dogma agamanya masing-masing, khususnya hal
yang dibutuhkan dalam peningkatan etos kerja para pekerjaan adalah tanggung
pekerja setiap saat, bahkan hati, niat, motif, para pekerja dalam bekerja juga
diketahui Tuhan. Teori ini berperan dalam mencegah perbuatan yang kurang baik
ditinjau dari segi pengendalian manajemen, maka teori ini salah satu precontrol,
organisasi dari kerugian dan masalah, sebab sebelum terjadi perilaku yang
2.1.4.5. Tugas didasarkan pada Akal Sehat (duties are based on common
sense)
61
Pendekatan ini didasari oleh asumsi bahwa sifat dari suatu tindakan yang
dilakukan digunakan untuk menentukan apakah tindakan itu benar atau salah
secara moral. Hal tersebut dapat ditentukan dengan terlibat dalam argumen
rasional, menggunakan intuisi, atau dengan mengikuti suara hati nurani seseorang.
Suatu tindakan akan dianggap benar atau etis jika logis atau dapat diterima akal
sehat. Subteori ini membangun disparitas dalam organisasi karena satu tindakan
menampilkan dua sisi yang bertentangan, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Jika
efektivitas organisasi, akan tetapi jika orang-orang berpikir negatif maka akan
diri sebagai orang lain ketika memutuskan sesuatu, dengan pertanyaan “apakah
saya akan memutuskan sesuatu yang sama jika saya menjadi orang lain ?.”
Teori etika moralitas disebut juga teori karakter moralitas, yang menekankan
kebajikan sebagai ukuran kualitas individu untuk menjalani kehidupan yang baik,
aturan, yaitu aturan yang dengannya manusia berbudi luhur dengan wawasan
moral yang melekat. Teori ini menekankan sifat-sifat atau karakter seseorang,
yang telah terbangun dalam jangka waktu yang lama.Karakter terbentuk dari
dalam memutuskan atau tindakan yang harus diambil seseorang terutama di dalam
seseorang. Etos kerja menjadi sebuah motif, alasan, seseorang dalam melakukan
tindakan, bahkan sadar atau tidak sadar seseorang akan mengambil keputusan atau
Seseorang yang memiliki etos kerja, akan terlihat pada sikap dan tingkah
lakunya dalam bekerja. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri etos kerja
terhadap waktu. Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara
sadar waktu adalah netral dan terus merayap dari detik ke detik dan dia pun sadar
bahwa sedetik yang lalu takakan pernah kembali kepadanya, (2) memiliki
moralitas yang bersih (ikhlas). Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang
yang berbudaya kerja adalah nilai keihklasan. Karena ikhlas merupakan bentuk
dari cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan. Sikap ikhlas bukan
hanya output dari cara dirinya melayani, melainkan juga input atau masukan yang
63
kejujuran. Kejujuran pun tidak datang dari luar, tetapi bisikan kalbu yang terus
menerus mengetuk dan membisikkan nilai moral yang luhur. Kejujuran bukanlah
tergantung sebuah tekad, keyakinan, yang melahirkan bentuk vitalitas yang penuh
gairah dan (5) kuat pendirian (konsisten). Konsisten adalah suatu kemampuan
untuk bersikap taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip
menumbuhkan etos kerja sebagai berikut: (1) kerja sebagai rahmat (aku bekerja
tulus penuh rasa syukur), (2) kerja adalah amanah (aku bekerja penuh tanggung
jawab), (3) kerja adalah panggilan (aku bekerja tuntas penuh integritas), (4) kerja
adalah aktualisasi (aku bekerja keras penuh semangat), (5) kerja adalah ibadah
(aku bekerja serius penuh kecintaan), (6) kerja adalah seni (aku bekerja cerdas
penuh kreativitas), (7) kerja adalah kehormatan (aku bekerja penuh ketekunan dan
keunggulan) dan (8) kerja adalah pelayanan (aku bekerja paripurna penuh
kerendahan hati).44
43
http://www.kajianpustaka.com, diunduh tanggal 12 Maret 2019.
44
Sinamo, Jansen H. 2011. Etos Kerja Profesional Navigator Anda Menuju Sukses.
Jakarata: PT Spirit Mahardika.
64
Pengertian etos kerja dalam penelitian ini adalah sikap yang ditunjukkan
dirinya untuk bertindak dan bekerja secara optimal. Indikator etos kerja meliputi:
tim diantaranya Hayes, kerjasama tim adalah kelompok dari orang yang
anggota tim yang mengenal dan mengakui interdependensi dan memahami tujuan
anggota dan tim.46 Selanjutnya dikemukakan pula bahwa kerjasama tim adalah
45
Nicky Hayes. 1997. Successful Team Management. London: International Thomson Business
Press, p. 56.
46
Robert B. Modux, 1996. Team Building on Exercise in Leadership. London, Kogan Page
Limited, p. 11.
47
Hank William, 1996. The Essence of Managing Group and Team. Europe: Prentice-Hall, p. 20.
65
mempunyai nilai bobot tambahan, pada tahap akhir seorang pemimpin harus
menyelesaikannya.49
untuk membuat tim lebih kohesive dan bagaimana mereka akan kerja bersama. 50
Menurut Blanchard, Carew & Carew, kerjasama tim adalah kerjasama yang
didasarkan atas tahu atas apa yang harus dikerjakan, tujuan tim jelas, setiap orang
merasa dihargai dan mendapat dukungan dari anggota tim yang lain, anggota tim
banyak ide-ide yang masuk yang mana hal ini akan merupakan kunci untuk
bergerak dari suatu kontrol kepada komitmen. 52 Menurut Moran, Musselwhite &
mencapai tujuan organisasi.53 Lebih lanjut dikemukakan ada 4 (empat) bentuk tim
yang cocok dalam organisasi dewasa ini yaitu: (a) intrafuctional teams, (b)
48
Stephen Barter, 1999. Renaissance Management. United Kingdom, Kogan Page Limited, p. 178.
49
Edgar Willie, 1992. Quality Achievement Escellence. Australia, Random House, Ltd., p. 52.
50
Di Kamp, Sharpen, 1996. Your Team Skill in People Skill, England: McGraw Hill, Publishing
Company, p. 19.
51
Kenneth Blanchard, Donal Carew and Eunice Parisi Carew, 1992. The One Minute Manager
Build High Performing Team (London: Harper Collins Publisher, p. 20.
52
Stephen Protecter, Frank Muller, 2000. Team Working (London : MacMillan Press Ltd., pp. 3-4.
53
Linda Moran, Ed Musselwhite, John H Zenger, 1996. Keeping Teams on Track. Chicago : Irwin
Professional Publishing, pp. 14-15.
66
problem solving team, (c) cross functional teams dan (d) self directed work teams.
pengalaman terbaiknya, tim ini membuat keputusan tentang tugas sehari-hari yang
mereka lakukan, proses yang mereka pergunakan dan tantangan yang mereka
manajemen, 3) cross functional teams, yaitu anggota tim yang biasanya secara
tipikal memberi fokus pada proses improvement, tim ini akan membawa
anggotanya dari devisi yang bersilang dari organisasi (a cross the organization),
diberi wewenang untuk menerapkan terhadap perbaikan dari proses kerja dan 4)
cross function process improvement team biasanya kelompok kerja yang secara
Self directed work teams, tim ini mempunyai aktivitas untuk membuat
aktivitas yang tidak mempunyai nilai tambah dan menemukan cara untuk
wewenang lebih besar memberi fleksibilitas kepada tim ini dan mempercepat apa
mendorong partisipatif aktif dari anggota sehingga dengan demikian terjadi suatu
sinergi yang pada akhirnya karyawan dapat menyelesaikan tugas dan tanggung
mencapai hasil yang luar biasa.54 Lebih lanjut, William mengatakan bekerja
bersama sebagai sebuah tim, individu sanggup menampilkan tindakan yang luar
biasa. Dalam sebuah tim kita menjalin tangan, menjalin jiwa, saling memancarkan
imajinasi dan kreativitas, kita pun saling mendorong dan memotivasi, kita saling
mengandalkan upaya dan kemampuan. Oleh sebab itu sebuah tim mampu lebih
sebagai sebuah tim kita dapat membuat produk atau jasa lebih baik, melakukan
54
Pat William, The Magic of Teamwork, terjemahan Waskito Trisnoadi. Jakarta : Grasindo, 2000,
p. 6.
68
Menurut Levin & Crom teknik-teknik dalam membangun tim yang sukses
yaitu:
a. Ciptakan rasa memiliki tujuan bersama, yaitu orang yang bekerja dapat
b. Jadikan sasaran menjadi sasaran tim, yaitu kalau semua tim tidak berhasil,
tak seorangpun yang berhasil. Dalam dunia bisnis kita bersama-sama harus
pekerjaannya dengan baik tetapi ahli pengepakan gagal ini bukan sukses.
d. Jadikan setiap anggota bertanggung jawab terhadap hasil kerja tim, yaitu
e. Berbagi kebahagiaan dan terima kesalahan yaitu bila tim bekerja dengan
bagian.
yaitu pemimpin yang hebat akan sangat yakin pada timnya dan membagikan
piramid relatif mudah bagi bos untuk tetap berada di atas dan pasukan
piramid ini tidak akan berhasil dalam dunia baru yang mengandalkan tim,
tugas-tugas, tetapi ini juga baik untuk jangka panjang pemimpin harus
timnya.55 Dari uraian diatas maka kerjasama tim adalah kerjasama tim
55
Stuart R. Levin, Pemimpin Dalam Diri Anda, terjemahan Tuntun Sinaga (Jakarta : Spektrum,
1996), p. 103.
70
Lebih lanjut, Robbins & Coulter mengatakan kerjasama tim dapat dibagi
1) tujuan: (a) pengembangan produk, (b) pemecahan masalah dan (c) tujuan
berharap dan menuntut banyak satu terhadap yang lain. Dengan berbuat
dengan pekerjaan ketimbang para manajer, apalagi anggota tim itu lebih
tidak dilihat oleh kelompok homogen oleh karena itu pemanfaatan tim
untuk membuat kinerja tim itu lebih tinggi daripada yang barangkali
Dari uraian di atas yang dimaksud dengan kerjasama tim adalah perasaan
Konsep dan teori dalam kerangka pikir ini relevan dengan hasil penelitian
terdahulu. Penilaian kinerja dosen dan manajemen kualitas terletak pada kualitas
dosen dengan standar kinerja secara berkelanjutan, Ojebiyi (2013:41-47). 56 Hal ini
56
Ojebiyi, Josua Olusegun. 2013. Assesment of Lecturer Performance and Total Quality
Management of State Universities in Southwest Nigeria. British Journal of Education,
Vol.1,No.2 pp 41-47, Desember 2013.Published by European Centre for Research Trainning
and Development UK. (www.ea-Journals.org)
72
sejalan dengan Akinleke W.O. (2018): 68:77), bahwa kinerja dipengaruhi oleh
(2018: 23-55), kinerja dosen sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi dengan
Frankie (2017: 11-12), prestasi kinerja dosen sangat dipengaruhi oleh komitmen
organisasi dan iklim organisasi.58 Sejalan dengan itu Abilio (2016: 5-31),
motivasi kerja.60 Ossai (2015: 2-9) juga menyatakan bahwa kinerja dosen
dengan melihat pengaruh pada mahasiswa saat perkuliahan Cohen (2013: 33:36).
57
Narrao, Manuel.2018. The Impact of Organizational Culture on Lecturer Performance: Saudi
Arabia’s Public Sector Work Culture Study. Journal of Technology and Science education,
Vol. 8, No. 4 (2018).
58
Frankie, O.M. 2017. Effec of Organizational Climate And Organizational Comminment on
Lecturer Performance at Navy Staff Command School (NSCS). Journal of Computational and
Theorical nanoscience 23(11):10939-10942.Nopember 2017DOI10.1166/asl. 2017. 10192.
59
Abilio, Antonio. (2018). Lecturer Performance Evaluation For Higher Education in East
Timor: the need for news model. Lecturer performance evaluation in East Timor. Mei 2016.
DOI:10.18533/rss.vli5.31.
60
Nhung, Tran Thi. 2018. Assesment of Lecturer Performance at Selected Economic and
Administrative Universities in Hanoi, Vietnam. Oktober 2018 DOI: 10.32861/rje.410.161.165.
61
Firuns, Mashinka. 2016. Ministerialization Professionalization: Para-Institutional Lectures
Performance And Pedagogies, From Post-War To The Present. Articles in performance
research 21 (6): 19-25. Nopember 2016. DOI:10.1080/13528165.2016.1240924.
73
pengaruhi oleh kompetensi, motivasi kerja, etos kerja dan kepuasan kerja serta
komitmen orgnisasi.62
baik dengan diukur dari displin. Mursini (2015: 215) menyatakan bahwa kinerja
oleh Bawelle & Sepang (2016) menyatakan bahwa etos kerja berpengaruh
terhadap kinerja baik secara parsial maupun simultan. 63 Selanjutnya Ajeng (2016)
kerja yang baik diantaranya adalah (1) menciptakan suasana kerja yang nyaman,
(2) menciptakan kekompakan dalam bekerja, (3) meningkatkan kerjasama, dan (4)
bahwa: (1) motivasi memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Kotabaru yaitu sebesar
63,3% dengan nilai signifikansi 0,000; dan (2) etos kerja memberikan pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Sekretariat
Daerah Kota Kotabaru yaitu sebesar 79,1% dengan nilai signifikansi 0,000.
Sheikh, R.M et al. (2011) menyatakan bahwa kerjasama tim dapat meningkatan
kinerja dosen.
Sejalan dengan hal itu hasil penelitian (Collins, 2010; Trevino & Brown, 2004;
Upadhyay & Singh; 2010, Shukurat, M.B. 2012) menyatakan bahwa etos kerja
nilai dan keyakinan dalam jang waktu yang lama membangun budaya nilai dan
keyakinan yang jelas, sehingga motif-motif yang mendasari sikap dan perilaku
Sejalan dengan hal tersebut, semakin kuat budaya organisasi yang dimiliki
anggota organisasi maka semakin jelas dan tegas motif-motif yang mendasari
bekerja, sedangkan budaya organisasi yang lemah hanya memberi sedikit motivasi
dan jika dibiarkan maka semangat kerja semakin meredup bahkan padam.
Semakin kuat Budaya organisasi yang dimiliki seseorang, yang dalam hal ini
Management (IOSR-JBM) e-ISSN: 2278-487X, p-ISSN: 2319-7668. Volume 20, Issue 3. Ver.
I (March. 2018), PP 15-22 www.iosrjournals.org
75
pekerjaan.
ekstrinsik dosen dalam bekerja. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang terbangun
oleh nilai-nilai, keyakinan, dan aturan yang dianut akan semakin tinggi sejalan
dengan semakin kuatnya kepemilikan sistem nilai, keyakinan, dan turan tersebut.
oragnisasi yang dimiliki dosen maka semakin tinggi motivasi kerjanya dalam
kerjanya.
Kerja sama tim yang baik memperlihatkan adanya saling memotivasi antara
tujuan kelompok atau berbagai tanggung jawab. Bila sekelompok dosen secara
organisasi. Kerja sama tim yang baik akan meningkatkan motivasi ekstrinsik
dosen, dan kerja sama tim yang kurang baik akan melemahkan motivasi kerja.
langsung positif terhadap kerjasama motivasi kerja dosen. Makna yang sama
dinyatakan perkataan lain, makin baik kerja sama dosen maka semakin tinggi
motivasi kerjanya.
Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari peran dan tugas Dosen sebagai
daya pendidikan yang ada dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan. Sebagai
dengan penggunaan segala sumber daya pendidikan yang ada dalam kegiatan
perkuliahan.
Setiap individu memiliki keyakinan dan menganut nilai atas segala sesuatu
yang ada dan berlaku dalam organisasi sehingga mempengaruhi dirinya beretika
sesuai dengan sistem nilai yang dianut dan diayakininya. Etika kerja yang disebut
juga sebagai etos kerja dipengaruhi budaya organisasi. Sistem nilai, sistem
keyakinan, dan aturan-aturan yang ada dalam organisasi yang menjadi panutan
bahkan menyatu dalam kehidupan dosen secara sadar atau tidak sadar
mempengaruhi etos kerjanya. Etos Kerja adalah seperangkat perilaku positif yang
77
berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada sistem
nilai dan keyakinan yang terumuskan dalam aturan dan pedoman kerja. Sejalan
Kerjasama tim dosen adalah proses yang terjadi dalam jalinan kerja
sekelompok orang yang memiliki keahlian individu kemudian bersatu dan saling
proses kerjasama tim tersebut membangun etika kerja atau etos kerja yang baik.
Kerjasama tim yang baik akan semakin meningkatkan semangat kerjanya atau
etos kerjanya, karena sesama anggota tim akan saling berinteraksi, saling
membantu bekerja sama sesuai etika dan etos kerja yang ditetapkan dan menjadi
miliki bersama.
langsung positif terhadap etos kerja dosen. Hal yang sama dengan perkataan lain,
diduga semakin baik kerja sama tim dosen maka semakin tinggi etos kerjanya.
setiap tantangan, persoalan yang ada dalam pekerjaan. Seseorang yang memiliki
ketercapaian kuantitas dan kualitas kerja. Kuantitas dan kualitas kerja tersebut
78
adalah kinerja yang dimiliki seseorang, dan didasari oleh budaya organisasi yang
dianutnya.
tugas-tugas atau pekerjaannya dengan hasil yang baik sesuai dengan standar,
kriteria dan norma yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Hal tersebut menunjukkan
adanya penekanan proses kerja untuk mendapatkan hasil yang berorientasi pada
budaya organisasi yang kuat akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik
berpengaruh langsung positif terhadap kinerja dosen. Identik dengan hal tersebut,
semakin kuat budaya organisasi dosen semakan makin baik kinerja dosen.
Kerjasama Tim Dosen merupakan salah satu wujud tim yang dibutuhkan
masalah yang dialami oleh dosen dalam perencanaan dan pelaksanaan proses
belajar mengajar serta berbagi pengalaman dalam mengajarkan suatu materi ajar.
masyarakat. Kinerja dosen berkaitan dengan kegiatan dalam bidang tri dharma
yang telah digariskan perguruan tinggi tersebut secara efektif dan efisien.
79
profesinya. Untuk itu, seorang dosen dituntut saling kerjasama sehingga dalam
Dosen yang termasuk kelompok orang berilmu, akan merasa bahwa secara
serta usaha mereka secara individu, bahkan akan semakin baik jika bekerja sama
dengan sesamanya. Dosen akan merasa bahwa kinerjanya disebabkan tidak hanya
karena kompetensi dirinya semata, tetapi juga disebabkan adanya kerja sama yang
Tim kerja yang saling bekerja sama dengan baik akan saling menopang,
bertanggung jawab, serta menolong satu dengan yang lainnya demi ketercapaian
tujuan bersama akan meningkatkan kinerjanya. Semakin baik kerja sama tim yang
terbangun maka semakin tinggi kinerja anggota tim tersebut. Tim kerja dosen
dalam proses kerja samanya saling mempengaruhi agar mencapai kinerja yang
tinggi. Sejalan dengan hal tersebut maka semakin baik kerja sama tim dosen yang
Motivasi kerja adalah dorongan kerja atau semangat kerja yang dimiliki
kinerja yang baik. Motivasi kerja tinggi yang dimiliki seseorang mengakibatkan
Lebih lanjut dapat tercapai bahwa kinerja yang baik adalah menjadi
pemenuhannya. Sejalan dengan hal tersebut, jika motivasi kerja dosen tinggi maka
kinerjanya juga tinggi. Semakin tinggi motivasi kerja dosen dalam bekerja maka
Etos kerja adalah perilaku kerja yang etis yang menjadi kebiasaan bekerja
berdasarkan etika. Dengan kata lain, etos kerja merupakan totalitas kepribadian
tindakan yang diperlukan untuk mencapai sesuatu atau Efikasi merupakan satu
dengan tujuan. Bila seseorang memiliki etos kerja dalam melaksnakan tugasnya
akan dapat meningkatkan kinerjanya. Ciri-ciri dari orang yang memiliki etos kerja
adalah bekerja dengan tepat waktu, memiliki pendirian yang kuat, disiplin,
bertanggungjawab, percaya diri dan kreatif. Jadi, bila seseorang memiliki etos
kerja yang baik maka dia akan memberdayakan dirinya untuk meningkatkan
positif terhadap kinerja dosen. Dengan kata lain, makin baik etos kerja dosen
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang diajukan tersebut, maka
berikut.
Budaya Motivasi
Organisasi Kerja (X3)
(X1)
)
Kinerja
Dosen
(X5)
Kerjasama
Tim Etos Kerja
(X2) (X4)
Keterangan:
X1 = budaya organisasi
X2 = kerjasama tim
X3 = motivasi kerja
X4 = etos kerja
X5 = kinerja dosen