Anda di halaman 1dari 68

B A B II

DESKRIPSI TEORETIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

2.1. Deskripsi Teoretis Variabel Penelitian

2.1.1. Kinerja Dosen

Pengertian kinerja menurut Colquitt., LePine., Wesson (2009:37) adalah

“as the value of the set of employee that contribute, either positively or negatively,

to organizational goal accomplishment”. Nilai dari seperangkat perilaku

karyawan yang berkontribusi secara positif atau negatif untuk mencapai tujuan

organisasi.1 Lebih lanjut Colquitt, LePine & Wesson menyatakan kinerja (job

performance) adalah merupakan individual outcomes, yang dipengaruhi oleh

mekanisme individu (individual mechanisms), mekanisme organisasi

(organizational mechanisms), mekanisme kelompok (group mechanisms), dan

karakteritik individu (individual characteristics). Mekanisme individu

menyangkut kepuasan kerja, stress, motivasi, kepercayaan, rasa keadilan dan

etika. Mekanisme organisasi menyangkut budaya organisasi, dan struktur

organisasi. Mekanisme kelompok menyangkut gaya dan perilaku kepemimpinan,

kuasa dan pengaruh kepemimpinan, team dan prosesnya, karakteristik team.

Sedangkan, karakteristik individu menyangkut kepribadian dan nilai-nilai budaya,

serta kemampuan. Penjelasan model integrasi perilaku organisasi dapat dilihat

pada Gambar 2.1 berikut.

1
Jason A. Colquitt, Jeffery A. LePine, Michael J. Wesson. Organizational Behavior. Improving
Performance and Commitment in the work place. Boston: McGraw Hill/Irwin., 2009., p. 64

16
17

Gambar 2.1. Model Integrasi Perilaku Organisasi


(Colquitt., Lepin., Wesson, 2009:8)

Kinerja merupakan sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. 2

Kinerja diterjemahkan sebagai performance. Rivai & Moh. Basri menyatakan

kinerja berasal dari akar kata “to perform (melaksanakan)” yang mempunyai

beberapa makna sebagai berikut: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to

do or carry out, execute), (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu janji

2
Lukman Ali. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka, 1995.. p.503
18

(to discharge of fulfill as vow), (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung

jawab (to execute or complete an understanding), (4) melakukan sesuatu yang

diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person or

matchine).3 Pengertian yang sama dinyatakan dalam Lembaga Administrasi

Negara (LAN) bahwa performance diterjemahkan menjadi kinerja, yang berarti

prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk

kerja/penampilan kerja.4 Berdasarkan pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa

kinerja adalah proses seseorang atau sekelompok orang melakukan kegiatan dan

menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang

diharapkan.

Gibson menjelaskan kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam

melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.5 Adapun Gibson, Ivancevich & Donnelly menjelaskan bahwa kinerja

merupakan alat ukur manajemen yang digunakan untuk menilai tingkat

pertanggungjawaban seseorang dalam melakukan tugasnya.6 George & Gareth

menyatakan kinerja adalah hasil penilaian perilaku seseorang yang meliputi

seberapa baik seseorang telah menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan.7 Sejalan

dengan hal tersebut, Owen mendefinisikan kinerja adalah hasil penilaian atas

3
Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri, Performance Appraisal: Sistem yang tepat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005, p. 14.
4
LAN. Penilaian Kinerja Pegawai. Jakarta: LAN, 1992., p. 3
5
James L. Gibson. et. al. Organizations: Behavior, Structure, Processes.13’th edition. New York:
McGraw Hill, 1997., p. 118
6
James L. Gibson, John M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr. Organizations: Behavior,
Structure and Processes. Boston: Homewood, Richard D. Irwin, 1997., p. 14
7
Jennifer M. George, and Gareth R. Jones. Understanding and Managing Organizational
Behavior, Fifth Edition. Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2005., p. 176
19

seberapa efektif dan efisien seorang manejer memanfaatkan sumber daya untuk

mencapai tujuan.8

Berdasarkan kajian tersebut di atas, maka kinerja adalah prestasi yang

dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaannya

dengan hasil yang baik sesuai dengan standar, kriteria dan norma yang ditetapkan

untuk pekerjaan itu. Ini menunjukkan bahwa penekanan kinerja adalah untuk

mendapatkan hasil yang berorientasi pada efektifitas dan efisiensi untuk

mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, jika sumber daya yang dimaksudkan

adalah sumber daya manusia, maka kinerja bawahan dipengaruhi oleh

kepemimpinan.

Colquitt, Le Pine & Wesson, (2009) mengemukakan kinerja (job

performance) adalah merupakan individual outcomes, dalam mana dipengaruhi

oleh mekanisme individu (individual mechanisms), mekanisme organisasi

(organizational mechanisms), mekanisme kelompok (group mechanisms), dan

karakteritik individu (individual characteristics).9 Lebih lanjut, Colquitt, LePine

& Wesson menambahkan mekanisme individu menyangkut kepuasan kerja, stress,

motivasi, kepercayaan, rasa keadilan dan etika. Mekanisme organisasi

menyangkut budaya organisasi, dan struktur organisasi. Mekanisme kelompok

menyangkut gaya dan perilaku kepemimpinan, kuasa dan pengaruh

kepemimpinan, team dan prosesnya, karakteristik team. Sedangkan, karakteristik

individu menyangkut kepribadian dan nilai-nilai budaya, serta kemampuan.

8
Robert G. Owen. Organization Behavior in Education, New Jersey:Englewood Cliffs,1987., p.7.
9
Jason A. Colquitt, Jeffery A. LePine, Michael J. Wesson. Organizational Behavior.
Improving Performance and Commitment in the work place. Bston: McGraw Hill/Irwin., 2009.,
p. 64
20

Robbins menyatakan dalam path-goal theory bahwa kinerja (job

performance) adalah merupakan individual outcomes, dalam mana dipengaruhi

oleh faktor kontingensi lingkungan (enviromental contingency factors), perilaku

pemimpin (leader behavior), dan faktor kontingensi subordinasi (subordinate

contingency factors). Lebih lanjut, Robbins menjelaskan bahwa faktor kontingensi

lingkungan terdiri dari struktur tugas (task structure), sistem otorita formal

(formal authority system), kelompok kerja (work group). Perilaku pemimpin

terdiri dari mengarahkan (directive), mendukung (supportive), partisipatif

(participative), dan orientasi prestasi (achievement oriented). Faktor kontingensi

subordinasi terdiri dari pengendalian diri (locus of control), pengalaman

(experience), kemampuan kecermatan (perceived ability).10 Sedangkan, Fattah

memandang kinerja sebagai hasil pengelolaan kinerja staf organisasi.11

Harsey & Blanchard menyatakan kinerja merupakan fungsi dari motivasi

dan kemampuan. Jika seseorang tidak memiliki dorongan kerja dalam dirinya

maupun dari luar dirinya, serta tanpa memiliki kemampuan, sudah dapat

dipastikan bahwa kinerja orang tersebut rendah.12 Robbins dalam Rivai dan Moh.

Basri mengatakan bahwa dimensi kinerja merupakan interaksi fungsi kemampuan

atau ability (A), motivasi atau motivation (M), dan kesempatan atau opportunity

(O).13 Dimensi kinerja tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

10
Stephen P.Robbins dan Mary Coulter. Management. New Jersey:Pearson Prentice Hall,
2007., p.529
11
Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001., p.
25
12
Paul Harsey, and Kenneth H. Blanchard. Management of Organizational Behaviour:
Utilizing
Human Resources. New Jersey: Prentice Hall. Inc., 1988., p. 15
13
Veithzal Rivai, dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri., Op. cit., p. 15
21

Kemampuan

Kinerja

Motivasi
Kesempatan

Gambar 2.2. Dimensi Kinerja (Robbins, 1996: 86)

Mathis & Jackson mengemukakan ada tiga faktor yang mempengaruhi

bagaimana individu dalam bekerja, yaitu (1) kemampuan (ability, A), (2) usaha

(effort, E), dan (3) dukungan (support, S).14

Lebih lanjut, Mathis dan Jackson menggambarkan hubungan kinerja

individu dikaitkan dengan ketiga komponen tersebut. Hubungan ketiga faktor

tersebut disajikan pada Gambar 2.3 berikut.

14
Robert L. Mathis, & John H. Jackson, Human Resource Management: Manajemen Sumber
Daya Manusia, Buku I.Terjemahan Diana Angelia. Jakarta: Salemba Empat, 2006., p. 115
22

Usaha yang dicurahkan


Motivasi
Etika Kerja
Kehadiran
Rancangan Tugas

Kinerja
Individual
Kemampuan individu Dukungan organisasi
Bakat Pelatihan dan pengembangan
Minat Peralatan dan Teknologi
Inovasi Standar Kerja
Kepribadian Manajemen dan Rekan Kerja

Gambar 2.3. Komponen Kinerja Individual (Mathis dan Jackson, 2006: 114)

Gibson, Ivancevich & Donnelly mengemukakan model Partner-lawyer

yang menyatakan bahwa kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor

(a) harapan mengenai imbalan, (b) dorongan, (c) kemampuan, kebutuhan dan

sifat, (d) persepsi terhadap tugas, (e) imbalan internal dan eksternal, (f) persepsi

terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.15

Ruky menyatakan pemaknaan kinerja mengarah pada tiga fokus, yaitu (1)

Individual centered, pemaknaan kinerja yang mengarah pada kualitas personal

pegawai, (2) Job centered adalah pemaknaan kinerja yang mengarah pada unjuk

kerja dalam bidang atau tugas yang menjadi tanggung jawab pegawai, dan (3)

Objective centered, pemaknaan kinerja yang mengarah pada hasil kerja atau

prestasi kerja.16 Ketiga konsep tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.4 berikut.

15
James L. Gibson, John M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr. Fundamental of
Individual
Management. Chicago: Irwin, 1995., p. 16 Job Objective
Individual
Centered Job Objective
16
Achmad S. Ruky. Centered Centered
ApproachManajemen Kinerja.
Sistem
Centered Jakarta:Gramedia Pustaka
Centered
Approach
Utama, 2001,pp.16-
Centered
Approach
17. Approach Approach Approach
23

Gambar 2.4. Pemaknaan Kinerja (Ruky, 2001: 16-17)

Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan suatu proses yang

dilakukan secara sistematis terhadap kinerja pegawai atau Sumber Daya Manusia

(SDM) berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan atau dibebankan kepada mereka.

Menurut Gordon bahwa penilaian terhadap kinerja merupakan suatu upaya untuk

mengetahui kecakapan maksimal pekerjaan yang dilakukan atas dasar kriteria

tertentu.17

Manfaat penilaian terhadap kinerja bagi suatu organisasi sangat diperlukan

dan berguna untuk pengembangan orang yang melakukan pekerjaan tersebut, dan

bermanfaat bagi pengembangan dan peningkatan organisasi. Menurut Purba, hasil

penilaian kinerja, misalnya dapat digunakan untuk: (1) pengambilan keputusan

kepegawaian, seperti untuk kenaikan pangkat, pemindahan tugas atau

pemberhentian kerja, (2) mengindentifikasi pelatihan dan program pengembangan

yang dibutuhkan pelaku kerja, (3) merupakan alat ukur manajemen yang

digunakan untuk menilai tingkat pertanggungjawaban seseorang dalam melakukan

pekerjaan, (4) dapat memperlihatkan tingkat keterampilan dan kompetensi yang

dimiliki seseoang pada saat ini, apa, serta kapan keterampilan atau kompetensi

tersebut perlu diperbaiki atau ditingkatkan, (5) dapat juga memberikan umpan

17
Thomas Gordon. 1995. Menjadi Pemimpin Efektif. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama. p.25
24

balik bagi pelaku kerja sehingga yang bersangkutan mengerti bagaimana penilaian

organisasi berhasil kinerjanya dan (6) merupakan jembatan antara perencanaan

strategis dengan akuntabilitas perguruan tinggi dalam mempertanggung-jawabkan

proses belajar mengajar yang dilaksanakan.18

Tugas utama dosen adalah melaksanakan kegiatan Tridharma Perguruan

Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Untuk

itu, kinerja dosen berkaitan dengan kegiatan dalam bidang Tridharma Perguruan

Tinggi dalam mewujudkan visi, melaksanakan misi, pencapaian tujuan yang telah

digariskan perguruan tinggi tersebut secara efektif dan efisien.

Ada tiga kelompok warga universitas yang kedudukannya sama-sama

penting, yaitu mahasiswa, dosen, pegawai administrasi dan teknisi. Mahasiswa

merupakan unsur utama yang menjadi dasar diperlukannya suatu Universitas.

Dosen merupakan subjek yang membelajarkan mahasiswa yang direkrut

universitas dalam berbagai bidang keahlian agar dapat bekerja secara

professional, sehingga diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan

tuntutan dunia kerja dan dunia industri. Pegawai administrasi dan teknisi

merupakan unsur pendukung dalam pelaksanaan semua kegiatan yang dilakukan

di universitas untuk mempermudah pencapaian tujuan yang telah ditentukan

universitas.

Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, seorang dosen harus dapat

mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi, sehingga memperoleh bahan masukan untuk mengembangkan

18
Sukarman Purba, Kinerja Pimpinan Jurusan di Perguruan Tinggi: Teori, Konsep dan
Korelatnya,Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2010., pp. 16-17.
25

profesinya. Untuk itu, seorang dosen dituntut dapat menggunakan berbagai model

pembelajaran, metode mengajar yang mengarah pada pelaksanaan pembelajaran

yang efisien dan efektif, melakukan penelitian untuk menjawab permasalahan

akibat perubahan, dan melakukan pengabdian pada masyarakat.

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, dinyatakan bahwa dosen

adalah suatu profesi dan sebagai tenaga kependidikan yang menduduki proses

strategis di perguruan tinggi. Sebagai tenaga kependidikan, seorang dosen

haruslah memiliki kualifikasi untuk dapat memangku jabatan fungsional

akademik, dengan tugas utamanya mengajar. Tugas ini berkaitan erat dengan

peran Perguruan Tinggi sebagai tempat belajar dalam mendalami ilmu,

pengembang ilmu dan pembina keahlian. Pengembangan dan pembinaan dosen

tidak boleh stagnan, atau berada dalam jalan buntu. Dosen harus terus menerus

diberdayakan sehingga diharapkan mampu melakukan inovasi sesuai dengan

perkembangan dan perubahan yang terjadi. Di samping itu, pengembangan dan

pembinaan bagi dosen harus bersifat ilmiah.

Penelitian merupakan salah satu kegiatan akademik yang menjadi tanggung

jawab dosen dalam rangka memecahkan masalah-masalah pembelajaran,

keilmuan dan atau kehidupan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan kesenian. Penelitian bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Penelitian yang dihasilkan perguruan tinggi diharapkan dapat

berguna atau mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Perguruan Tinggi diharapkan tidak hanya menyerap hasil-hasil penelitian

yang sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga lain (baik di dalam maupun di luar
26

negeri), namun dituntut untuk dapat melaksanakan penelitiaan sendiri yang

bermanfaat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan penelitian yang

dilakukan dalam sistem pendidikan dibedakan atas tiga kategori, yaitu penelitian

untuk meningkatkan kemampuan meneliti, penelitian untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi, penelitian yang langsung menunjang pembangunan

dan pengembangan pendidikan.

Penelitian yang dilakukan di perguruan tinggi hendaknya diarahkan

kepada pengembangan institusi, peningkatan kreatifitas, inovasi dan

pengembangan IPTEK serta penelitian terhadap berbagai masalah akademik

maupun masalah yang dihadapi masyarakat. Penelitian tersebut dilakukan dengan

melibatkan berbagai unsur atau bekerja sama dengan berbagai instansi, baik

pemerintah, swasta maupun instansi terkait.

Untuk meningkatkan perilaku inovatif dosen dalam bidang penelitian,

maka pihak Perguruan Tinggi haruslah memberdayakan dan mendukung

penelitian dosen agar mutu penelitiannya semakin meningkat. Penelitian untuk

penciptaan inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu

dilakukan agar dapat memberikan kontribusinya dalam penyelesaian masalah

pembangunan dan pengambilan keputusan, praktek pembelajaran, dan masalah-

masalah pendidikan.

Pelaksanaan pengabdian pada masyarakat sebagai dharma ketiga haruslah

dilakukan dosen secara melembaga melalui metode ilmiah, yang langsung terjun

ke lapangan, yaitu mengabdi langsung kepada masyarakat. Pengabdian kepada

masyarakat pada dasarnya adalah pengalaman dalam penerapan ilmu pengetahuan


27

dan teknologi yang dilakukan di perguruan tinggi secara melembaga dan langsung

kepada masyarakat dengan tujuan untuk mensukseskan pembangunan dan

membina manusia pembangunan demi tercapainya masyarakat Indonesia yang

maju, adil, dan sejahtera, serta meningkatkan pelaksanaan fungsi dan misi

perguruan tinggi.

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan dengan cara

memanfaatkan dan menerapkan hasil-hasil penelitian, yang telah dilakukan di

Perguruan Tinggi. Adapun bentuk-bentuk pengabdian kepada masyarakat dapat

berupa, yaitu (a) pelayanan pendidikan, (b) penerapan hasil-hasil penelitian, (c)

kaji tindak permasalahan yang dihadapi masyarakat. Pengabdian yang

dilaksanakan dosen terhadap masyarakat merupakan kepedulian dan aktivitas

perguruan tinggi untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi

masyarakat sebagai pelanggan Perguruan Tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa kegiatan Tri Dharma

Perguruan Tinggi merupakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan

seorang dosen. Pendidikan dan pembelajaran merupakan kegiatan yang

diharapkan menghasilkan sumber daya manusia yang terdidik dan berkualitas.

Penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menemukan kebenaran dan

menyelesaikan masalah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Pengabdian pada

masyarakat kegiatan yang dilakukan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang

diperoleh dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.

Pembimbingan merupakan tugas dosen dalam bidang pendidikan yang

berperan membantu mahasiswa mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya


28

selama mengikuti pembelajaran di universitas. Pembimbingan dilakukan dalam

pemilihan mata kuliah, membantu dengan memberikan motivasi terhadap

kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran, masalah-masalah pribadi maupun

dalam pembimbingan tugas akhir atau penulisan skripsi. Dalam pelaksanaan

bimbingan, diperlukan komunikasi yang baik, antara dosen dengan mahasiswa

bimbingannya agar pelaksanaan pembimbingan dapat bermanfaat dan berjalan

sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian kinerja dosen pada penelitian

ini adalah unjuk kerja dosen serta upaya-upaya yang dilaksanakan dalam

melaksanakan peran dan fungsinya yang diperoleh dan didefinisikan oleh

indikator-indikator dibidang pendidikan, pengajaran, penelitian, pengabdian

kepada masyarakat, pembimbingan mahasiswa, dan kegiatan penunjang. Dalam

penelitian ini indikator kinerja dosen berdasarkan pada UU No.14 tahun 2005

tentang Guru dan Dosen. Indikator kinerja dosen tersebut adalah: 1) bidang

pendidikan dan pengajaran, 2) bidang penelitian dan 3) pengabdian kepada

masyarakat

2.1.2. Budaya Organisasi

Sesuai dengan konteks pemberdayaan sumber daya manusia, agar

menghasilkan karyawan yang profesional diperlukan adanya suatu organisasi.

Pabundu (2010:1), menjelaskan di Indonesia, budaya organisasi mulai

diperkenalkan di era 1990-an ketika saat itu banyak dibicarakan perihal konflik

budaya, bagaimana mempertahankan budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-


29

nilai baru.19 Seiring dengan itu, budaya organisasi kemudian dimasukkan dalam

kurikukum berbagai program pendidikan, pelatihan, bimbingan dan penyuluhan,

baik di lingkungan perguruan tinggi dan instansi pemerintah maupun di berbagai

perusahaan swasta besar di Indonesia.

Menurut Kusdi (2011:12), budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa

sansekerta yaitu buddhayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal)
20
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Disini

tampaknya menenkankan pada aspek kolektif, bahwa budaya adalah hasil kerja

dari sejumlah akal dan bukan hanya satu akal individu saja. Dalam bahasa inggris,

kebudayaan berasal dari kata culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu

mengelola dan mengerjakan. Wibowo (2007:15), menjelaskan budaya merupakan

kegiatan manusia yan sistematis diturunkan dari generasi ke generasi melalui

berbagai proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling

sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya.21

Kata organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang berarti alat atau

instrumen. Arti kata ini menyiratkan bahwa organisasi adalah alat bantu manusia.

Ketika seseorang mendirikan organisasi, tujuan akhirnya bukan organisasi itu

sendiri melainkan agar ia dan semua orang yang terlibat di dalamnya dapat

mencapai tujuan lain lebih mudah dan lebih efektif.

Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-

nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku

19
Pabundu, Tika. (2010). Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, cetakan ke-
3. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
20
Kusdi. (2011). Budaya Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
21
Wibowo. (2017). Manajemen Kinerja. Edisi Kelima. Depok: PT. Raja Grafindo Persada.
30

anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan

kompetetif yang utama, yaitu bila budaya organisasi dapat menjawab atau

mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat.

Budaya organisasi disebut juga budaya perusahaan, sering disebut juga

budaya kerja karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja (performance) sumber

daya manusia. Semakin kuat budaya perusahaan, semakin kuat pula dorongan

berprestasi. Salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dari organisasi

yang lainnya ialah budayanya. Budaya merupakan faktor yang sangat penting

dalam meningkatkan kefektifan organisasi. Budaya organisasi dapat menjadi

instrumen keunggulan kompetetitif yang utama, ketika budaya organisasi

mendukung strategi organisasi dan dapat menjawab atau mengatasi tantangan

lingkungan dengan cepat dan tepat.

Menurut Jones (1998:30), “Organization culture as the set of shared

values and norm that controls organizational member interactions with each

other and with people outside the organization” (budaya organisasi adalah

kumpulan nilai-nilai dan norma yang mengendalikan interaksi antara anggota

organisasi dengan anggota lainnya dan dengan orang yang berada diluar

organisasi).22

Kemudian Wirawan (2007:10), mendefinisikan budaya organisasi sebagai

norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, yang

dikembangkan dalam kurun waktu lama oleh pendiri, pemimpin, dan angota

organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta


22
Jones, Charles P. 1998. Invesment Analysis and Management. New.York: John Willey and
Sons
Inc
31

diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap,

dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani konsumen,

dan mencapai tujuan organisasi.

Tan dalam Tunggal (2007:2), mengatakan budaya organisasi merupakan

suatu norma yang terdiri dari suatu keyakinan, sikap, core values, dan pola

perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi. Menurut Drucker dalam Tika

(2006:4), budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah

eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu

kelompok yang diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat

untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah yang

terkait. Menurut Robbins (2001:510), “Organizational culture refers to a system

of shared meaning held by members that distinguishes the organization from

other organizations” (Budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama

yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan

organisasi-organisasi lain). Turner dalam Wibowo (2006: 258), budaya organisasi

adalah norma-norma perilaku, sosial dan moral yang mendasari setiap tindakan

dalam organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap dan prioritas anggotanya.

2.1.2.1. Terbentuknya Budaya Organisasi

Robbins (2001:523-524), menggambarkan bagaimana budaya suatu

organisasi dibangun dan dipertahankan. Budaya asli ditunjukkan dari filsafat

pendirinya. Selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan

dalam mempekerjakan karyawannya. Tindakan dari manajemen puncak

menentukan iklim umum dari perilaku baik yang dapat diterima maupun tidak.
32

Bagaimanapun karyawan disosialisasikan, tingkat sukses yang dicapai akan

tergantung pada kecocokan nilai-nilai yang dianut oleh karyawan baru dengan

nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi. Proses

terbentuknya budaya organisasi dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.23

Manajemen
Puncak

Filsafat dari Budaya


Pendiri Kriteria
Organisasi
Organisasi Seleksi

Sosialisasi

Gambar 2.5. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi


(Sumber: Stephen P. Robbins. Organizational Behavior, 9th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 2001: 596)
2.1.2.2. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2006: 279), ada 7 (tujuh) karakteristik primer yang

secara bersama-sama merupakan hakekat dari budaya organisasi yaitu24:

1. Innovation and risk taking. Inovasi dan pengambilan resiko yaitu, berkaitan

dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan didorong untuk

inovatif dan berani mengambil resiko.

2. Attention to detail. Perhatian terhadap hal-hal yang rinci, yaitu berkaitan

dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan diharapkan mau

memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap hal-hal yang

detail (rinci).

23
Stephen P. Robbins. Organizational Behavior, 9th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc,
2001: 59
24
Robbins, Stpehen P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba 4.
33

3. Outcome orientation. Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen fokus

pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk

mendapatkan hasil tersebut.

4. People Orientation. Orientasi individu, yaitu sejauh mana keputusan

manajemen memperhitungkan efek hasil kepada orang-orang di dalam

organisasi tersebut.

5. Team Orientation. Orientasi tim, yaitu berkaitan dengan sejauh mana

kegiatan kerja organisasi dilaksanakan dalam tim-tim kerja, bukan pada

individu-individu.

6. Aggressiveness. Agresivitas, yaitu sejauh mana orang-orang dalam

organisasi menunjukkan keagresifan dan kompetitif, bukannya bersantai.

7. Stability. Stabilitas, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi.

Tiap karakteristik ini berlangsung pada suatu kontinum (suatu kesatuan) dari

rendah ke tinggi. Maka dengan menilai organisasi itu berdasarkan 7 (tujuh)

karakteristik tersebut, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi

itu. Gambaran ini akan menjadi dasar bagi anggota organisasi untuk memahami

organisasi dan bagaimana melakukan sesuatu dan cara bagaimana anggota

organisasi didorong untuk berperilaku.

2.1.2.3. Fungsi Budaya Organisasi

Pabundu (2010: 14), menjelaskan budaya memiliki beberapa fungsi di

dalam suatu organisasi yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok.


34

2. Mempromosikan stabilitas sistem sosial, sehingga lingkungan kerja menjadi

positif, nyaman dan konflik dapat diatur secara efektif.

3. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi sehingga dapat

mempunyai rasa memiliki, partisipasi dan rasa tanggung jawab atas

kemajuan perusahaan.

4. Sebagai mekanisme control dalam memandu dan membentuk sikap serta

perilaku karyawan.

5. Sebagai integrator karena adanya sub budaya baru. Dapat mempersatukan

kegiatan para anggota perusahaan yang terdiri dari sekumpulan individu

yang berasal dari budaya yang berbeda.

6. Membentuk perilaku karyawan, sehingga karyawan dapat memahami

bagaimana mencapai tujuan organisasi.

7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi.

8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan.

9. Sebagai alat komunikasi antara atasan dengan bawahan atau sebaliknya,

serta antar anggota organisasi.

Budaya organisasi berguna bagi organisasi dan karyawan. Budaya

mendorong terciptanya komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi sikap

kerja karyawan. Keadaan seperti ini jelas menguntungkan sebuah organisasi.

Budaya menyampaikan kepada karyawan bagaimana pekerjaan dilakukan dan apa

saja yang bernilai penting. Robbins (2006:613), berpandangan bahwa budaya

organisasi mempengaruhi isi keunggulan bersaing organisasi.25 Ketika faktor-

faktor objektif dipersepsikan sama oleh seluruh karyawan sehingga akan


25
Robbins, Stpehen P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba 4.
35

membentuk budaya organisasi. Budaya yang dihasilkan nanti dapat budaya yang

kuat dan budaya yang lemah, selanjutnya akan berdampak pada kinerja dan

kepuasan karyawan.26 Seperti yang terlihat pada Gambar 2.6 berikut.

Objective Factors Strength


 Innovation and Risk Performance
taking
High
 Attention to detail Perceive as
 Outcome Orientation Organizational
 People Orientation Culture
 Team Orientation
 Aggressiveness
 Stability Low
Satisfaction

Gambar 2.6. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja dan Kepuasan


(Sumber: Stephen P. Robbins. Organizational Behavior, 9th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 2001: 613)

2.1.2.4. Menilai Kuat-Lemahnya Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Sathe dalam Tika & Pabundu (2006:108), budaya organisasi yang

kuat adalah budaya organisasi yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi

intensitas pelaku. Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat

anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan

organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.

Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati

dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang

yang bekerja dalam perusahaan. Jadi budaya organisasi yang kuat membantu

perusahaan memberi kepastian kepada seluruh individu yang ada dalam organisasi

untuk berkembang bersama perusahaan dan bersama-sama meningkatkan kegiatan

usaha dalam menghadapi persaingan.

26
Stephen P. Robbins. Organizational Behavior, 9th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 2001: 613).
36

Menurut Daft (1998:373), budaya kuat menunjukkan suatu tingkat

persetujuan antara anggota-anggota organisasi mengenai kepentingan dari nilai-

nilai yang spesifik. Jika konsensus menghadirkan kepentingan dari nilai-nilai

budaya menjadi kohesif dan kuat, tetapi jika persetujuan kurang maka budaya

menjadi lemah.

Budaya organisasi yang lemah adalah budaya organisasi yang kurang

didukung secara luas oleh para anggotanya dan sangat dipaksakan, serta memberi

pengaruh negatif pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada

para pegawainya. Selain itu, dalam organisasi yang memiliki budaya organisasi

yang lemah mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama

lain, kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi, dan

anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk

kepentingan kelompok atau kepentingan sendiri. Jika hal ini terjadi pada

perusahaan, maka tugas-tugas tidak dapat dilakukan dengan baik. Hal ini terlihat

dari kurangnya motivasi atau semangat kerja, timbul kecurigaan-kecurigaan,

komunikasi kurang lancar, lunturnya loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya

dan komitmen pegawai ke perusahaan. Akibatnya perusahaan menjadi tidak

efektif dan kurang kompetetif.

2.1.2.5. Jenis-Jenis Budaya Organisasi

Menurut Rue & Byars (2006: 328), mengemukakan keempat jenis budaya

organisasi tersebut yaitu: (1) The though person, macho culture, (2) Work-
37

hard/play hard culture, (3) Bet your company culture dan (4) Process culture.27

Adapun pengertian keempat jenis budaya tersebut, yaitu:

1. The tough person, macho culture. Budaya organisasi ini ditandai oleh

individu-individu yang terbiasa mengambil resiko tinggi dalam rangka

mengharapkan keuntungan yang cepat tanpa memikirkan mereka salah atau

benar. Dalam budaya organisasi tipe ini kerja tim tidaklah penting, artinya

nilai kerjasama tidak menjadi sesuatu yang dianggap penting dan tidak ada

kesempatan untuk belajar dari kesalahan.

2. Work-hard/play hard culture. Budaya organisasi ini memotivasi karyawan

untuk mengambil resiko rendah dan mengharapkan pengembalian yang

cepat. Budaya organisasi ini lebih mengutamakan penjualan.

3. Bet-your company culture. Budaya organisasi ini ada di lingkungan dimana

resiko tinggi dan keputusan diambil sebelum hasil diketahui.

4. Process culture. Budaya resiko rendah dengan pengembalian rendah;

karyawan hanya fokus kepada bagaimana sesuatu dilakukan daripada hasil.

2.1.2.6. Manfaat Budaya Organisasi

Menurut Wibowo (2006: 351), manfaat budaya organisasi adalah:

1. Membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi,

dan tujuan organisasi.

2. Meningkatkan kekompakan tim antar berbagai departemen, divisi, atau unit

dalam organisasi sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang

dalam organisasi bersama-sama.

27
Byars, Lloyd., and Leslie W. Rue 2006. Human Resource Management. New York MCGraw-
Hill Irwin.
38

3. Membentuk perilaku staf dengan mendorong pencampuran core values dan

perilaku yang diinginkan sehingga memungkinkan organisasi bekerja dengan

lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi, menyelesaikan konflik

dan memfasilitasi kordinasi dan kontrol.

4. Meningkatkan motivasi staf dengan memberi mereka perasaan memiliki,

loyalitas, kepercayaan dan nilai-nilai, dan mendorong mereka berfikir positif

tentang mereka dan organisasi.

5. Dapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumber daya manusia sehingga

mampu meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

2.1.2.7. Indikator Budaya Organisasi


Indikator-indikator budaya organisasi menurut Robbins (2006:279) adalah
sebagai berikut:
1. Innovation and risk taking. Inovasi dan pengambilan resiko yaitu, berkaitan

dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan didorong untuk

inovatif dan berani mengambil resiko.

2. Attention to detail. Perhatian terhadap hal-hal yang rinci, yaitu berkaitan

dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan diharapkan mau

memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap hal-hal yang

detail (rinci).

3. Outcome orientation. Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen fokus

pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk

mendapatkan hasil tersebut.


39

4. People Orientation. Orientasi individu, yaitu sejauh mana keputusan


manajemen memperhitungkan efek hasil kepada orang-orang di dalam
organisasi tersebut.
5. Team Orientation. Orientasi tim, yaitu berkaitan dengan sejauh mana
kegiatan kerja organisasi dilaksanakan dalam tim-tim kerja, bukan pada
individu-individu.
6. Aggressiveness. Agresivitas, yaitu sejauh mana orang-orang dalam

organisasi menunjukkan keagresifan dan kompetitif, bukannya bersantai.

7. Stability. Stabilitas, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi.

Dalam penelitian ini indikator budaya organisasi didasarkan pada Robbins

S.P. (2006). Adapun indikator budaya organisasi tersebut adalah: 1) pengambilan

resiko, 2) perhatian terhadap detail, 3) orientasi hasil, 4) orientasi orang, 5)

orientasi tim, 6) agresivitas dan 7) kemantapan.

Sebagaimana paparan tentang budaya organisasi sebelumnya, beberapa

hasil penelitian telah mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi budaya

organisasi, penelitian yang dilakukan oleh Rani28, Dewita29, dan Teman30

menemukan bahwa budaya organisasi secara langsung berpengaruh signifikan

terhadap kepuasan, motivasi kerja, dan kinerja mapun perilaku inovatif.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disintesiskan

bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-
28 23
Rani Mariam, Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Sebagai Variabel Intervening. Studi Pada
Kantor Pusat PT.Asuransi Jasa Indonesia (Persero). Tesis (Semarang: Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, 2009), pp. 96-97
29 24
Dewita Heriyanti, Analisis Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja, Dan Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen Organisasional Sebagai
Variabel Interverning (Studi PT. PLN (Persero) APJ Semarang). Tesis (Semarang: Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 2009), p. 74
3025
Teman Koesmono, op. cit., p. 175
40

nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman

tingkah laku bagi anggota organisasi, yang berindikatorkan pengambilan resiko,

perhatian terhadap detail, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, agresivitas,

dan kemantapan.

2.1.3. Motivasi Kerja

Motivasi kerja karyawan dalam suatu organisasi dapat dianggap sederhana

dan dapat juga menjadi masalah yang kompleks, karena pada dasarnya manusia

mudah untuk dimotivasi dengan memberikan apa yang menjadi keinginannya.

Motivasi dapat juga digunakan untuk mendorong para karyawan dalam

menyelesaikan tugas-tugas yang telah dibebankan. Menciptakan kinerja yang

tinggi dapat ditumbuhkan melalui dorongan motivasi. Jika dorongan tersebut

tidak diberikan pimpinan kepada karyawan dikhawatirkan timbul kinerja yang

rendah. Semua individu memiliki berbagai kebutuhan tersebut sebagaimana yang

ada pada hirarki kebutuhan menurut Maslow, yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi motivasi yang dimiliki oleh seorang individu. Mengingat di dalam

suatu perusahaan terdapat individu yang berasal dari latar belakang berbeda,

motivasi yang dibutuhkan tiap karyawan juga berbeda-beda pula. Disini letak

pentingnya bagi perusahaan untuk melihat kebutuhan apa yang diperlukan

karyawannya, apa bakat dan keterampilan yang dimilikinya. Akan lebih mudah

menempatkan tiap karyawan pada posisi yang paling tepat jika perusahaan dapat

mengetahui hal-hal tersebut sehingga ia akan semakin termotivasi dan mampu

mencapai hasil sesuai yang perusahaan inginkan. Tentu saja usaha-usaha

memahami kebutuhan karyawan tersebut harus disertai dengan penyusunan


41

kebijakan perusahaan dan prosedur kerja yang efektif, agar tecipta suasana kerja

yang kondusif dan harmonis. Untuk melakukan hal ini tentu diperlukan niat, kerja

sama, kerja keras, dan komitmen yang sungguh-sungguh dari manajemen juga

karyawan.

Faktor-faktor motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal (Prabu, 2005). Faktor internal (karakteristik pribadi)

dalam motivasi melipuiti kebutuhan: keinginan dan harapan yang terdapat di

dalam diri pribadi. Faktor eksternal (karakteristik perusahaan) terdiri dari

lingkungan kerja, gaji, kondisi kerja, dan kebijaksanaan perusahaan, dan

hubungan kerja seperti penghargaan, kenaikan pangkat, dan dan tanggung jawab.

Motivasi yang bahasa latinnya adalah movere memiliki makna dorongan atau

menggerakkan. Motivasi pegawai menurut Robbins (2008:213), proses yang ikut

menentukan dan mencerminkan minat kita terhadap perilaku yang berkaitan

dengan pekerjaan. Dari definisi motivasi ini maka para manajer/pimpinan

mencoba memutuskan bagaimana mencapai kinerja yang sebaik mungkin dari

karyawan-karyawan.

Sedangkan menurut Wahjusumidjo (1992:35). Motivasi adalah hasil proses

interaksi antar sikap kebutuhan dan persepsi seseorang terhadap lingkungannya

yang merupakan daya pendorong dalam melakukan suatu kegiatan, karena

motivasi timbul disebabkan oleh faktor intrinsik (dari dalam diri seseorang) dan

faktor ektrinsik (dari luar diri seseorang).

Terry (1986) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan yang tepat

pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan


42

untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan penuh semangat untuk mencaai

tujuan yang telah ditetapkan.

Hasibuan (2007) menyatakan bahwa motivasi adalah pemberian daya

penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau

bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk

mencapai kepuasan. Menurut Luthans dalam Sudarwan Danim (2004), motivasi

terdiri dari tiga unsur, yakni kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan

(goals). Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak

kemauan bekerja seseorang, setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin

dicapai. Motivasi berpangkal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai daya

penggerak yang diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri

seseorang untuk melakukan ativitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu

tujuan. Adapun menurut Mc. Donald dalam Sudarwan Danim (2004), motivasi

adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya

“feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.

Hasibuan (2004) motif adalah suatu pengertian yang mengandung semua alat

penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang

menyebabkan ia berbuat sesuatu. Menurut Berelson dan Steiner (dalam Hasibuan,

2007:95), sebuah motif adalah suatu pendorong dari dalam untuk beraktivitas atau

bergerak dan secara langsung atau mengarah kepada sasaran akhir.

Menurut Abraham Sperling (2007) kata motif didefinisikan sebagai suatu

kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan

diakhiri dengan penyesuaian diri. Sedangkan pengertian William J. Stanton,


43

mendefinisikan bahwa motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang berorientasi

kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas.

Motivasi didefinisikan oleh Standford dalam Hasibuan (2007: 97) sebagai

suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu.

Pengertian yang lain menurut Hasibuan (2007), motivasi adalah pemberian daya

penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau

bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk

mencapai kepuasan.

Pendapat yang lain menyebutkan bahwa motivasi adalah keadaan dalam diri

seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melaksanakan kegiatan-

kegiatan tersebut guna mencapai tujuan (T. Hani Handoko, 2003). Motivasi

adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan

organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi

beberapa kebutuhan individu. Motivasi muncul karena adanya dorongan untuk

memenuhi kebutuhan.

Fuad Mas’ud (2004:39) mendefinisikan motivasi sebagai pendorong

(penggerak) yang ada dalam diri seseorang untuk berindak. Untuk dapat

melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik membutuhkan motivasi dari setiap

karyawan. Karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi akan dapat

melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, dibandingkan dengan karyawan yang

tidak memiliki motivasi. Setiap orang mempunyai sesuatu yang dapat memicu

(menggerakkan) baik itu berupa kebutuhan material, emosional, spiritual, maupun

nilai-nilai atau keyakinan tertentu.


44

Konsep motivasi dari berbagai literatur seringkali ditekankan pada

rangsangan yang muncul dari seseorang baik dari dalam dirinya ( motivasi

intrinsik), maupun dari luar dirinya (motivasi ekstrinsik). Faktor intrinsik adalah

faktor-faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain

keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari

institusi, sifat pekerjaan yang dilakukan, kemajuan dalam berkarir, serta

pertumbuhan professional dan intelektual yang dialami oleh seseorang.

Robbins (2006) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan

intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencaai suatu tujuan. 31 Motivasi

dapat diartikan sebagai bagian integral dari hubungan industrial dalam rangka

proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya manusia dalam

suatu perusahaan.

Siagian (2002:94) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorgansasi,

termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja

mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena 4 (empat)

pertimbangan utama, yaitu: (1) Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit

pro quo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan

“ada ubi ada talas, ada budi ada balas”, (2) Dinamika kebutuhan manusia sangat

kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, (3)

Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) Perbedaan

karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak

31
Robbins, Stpehen P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba 4.
45

adanya satupun teknikmotivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam

organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda.

Soegiri (2004:27-28) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai

salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meninkatkan gairah kerja

karyawan sehingga apat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen.

Hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear

dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja

karyawan akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai dengan standar

kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah satu bentuk motivasi dapat

dilihat antara lain dari tingkat kehadiran karyawan, tanggung jawab terhadap

waktu kerja yang telah ditetapkan.

Mangkunegara (2005:101) mengemukakan bahwa terdapat 2 (dua) teknik


memotivasi kerja pegawai yaitu:
1. Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai. Artinya bahwa pemenuhan

kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja.

2. Teknik komunikasi persuasive. Merupakan salah satu teknik memotivasi

kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara

ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan istilah: ”AIDDAS” yaitu: a)

Attention (perhatian), (b) Interest (minat), (c) Desire (hasrat), (d) Decision

(keputusan), (e) Action (aksi/tindakan) dan (f) Satisfaction (kepuasan)

2.1.3.1. Teori motivasi

2.1.3.1.1. Teori Hirarki Kebutuhan Abraham H. Maslow

Terdiri dari kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan dan

aktualisasi diri. kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial merupakan kebutuhan


46

tingkat rendah (faktor eksternal) dan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri

merupakan kebutuhan tingkat tinggi (faktor internal). Teori ini mengasumsikan

bahwa orang berupaya memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (psikologi)

sebelum memenuhi kebutuhan yang tertinggi. Kebutuhan manusia itu ada

hirarkinya mulai paling dasar sampai kebutuhan yang paling tinggi. Maslow

menyatakan bahwa manusia mempunyai lima kebutuhan dasar, yaitu:

a. Kebutuhan fisiologis. Antara lain kebutuhan akan sandang, pangan, papan

dan kebutuhan jasmani lain.

b. Kebutuhan keamanan. Antara lain kebutuhan akan keselamatan dan

perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.

c. Kebutuhan sosialisasi. Antara lain kasih saying, rasa saling memiliki,

diterima baik persahabatan.

d. Kebutuhan aktualisasi diri. Merupakan dorongan untuk menjadi seseorang

atau sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi,

dan pemenuhan kebutuhan diri

e. Kebutuhan kebutuhan penghargaan. Antara lain mencakup faktor

penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi: serta faktor

penghormatan diri luar seperti misalnya status, pengakuan dan perhatian.

2.1.3.1.2. Teori Kebutuhan David Mc Clelland

Mc Clelland dalam T. Hani Handoko (2003) memberikan tiga tingkatan

kebutuhan tentang motivasi sebagai berikut: Kebutuhan akan prestasi (need for

achievement), afiliasi (need for affiliation), kekuasaan (need for power). Teori
47

kebutuhan yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada 3

(tiga) hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu (Robbins, 2006):

a. Need for achievement (kebutuhan akan prestasi). Kebutuhan akan prestasi

merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan

seperangkat standar, bergulat untuk sukses, kebutuhan ini pada hirarki

Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan

aktualisasi diri. Ciri-ciri individu yang menunjukkan orientasi tinggi antara

lain bersedia menerima resiko yang relative tinggi, keinginan untuk

mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan

mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. Need for achievement

adalah motivasi untuk berprestasi, karena itu karyawan akan berusaha

mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis

tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu

mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan

terhadap prestasinya tersebut.

b. Need for power (kebutuhan akan kekuasaan). Kebutuhan akan kekuasaan

adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara

dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau

suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan memengaruhi

orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan

penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Mc Clelland menyatakan

bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan

untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. Need for power adalah


48

motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk

berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk

memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk

peningkatan status dan prestise pribadi.

c. Need for affiliation (kebutuhan akan kelompok pertemanan/bersahabat).

Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang

ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai

hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak

lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya

berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. Mc

Clelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi

karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan

dala bekerja atau mengelola organisasi.

Dalam teorinya Mc Clelland mengemukakan bahwa individu mempunyai

cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan

tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta

peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu

kebutuhan akan prestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi. Model

motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staff maupun manajer.

Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model

motivasi tersebut.

2.1.3.1.3. Teori Dua Faktor Herzberg


49

Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang memotivasi seseorang

untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua

faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor

intrinsik).

a. Hygiene factor. Faktor ini berkaitan dengan konteks kerja dan arti

lingkungan kerja bagi individu. Faktor-faktor higinis yang dimaksud adalah

kondisi kerja, dasar pembayaran (gaji), kebijakan organisasi, hubungan

antar personal, dan kualitas pengawasan.

b. Satisfier factor. Merupakan faktor pemuas yang dimaksud berhubungan

dengan isi kerja dan definisi bagaimana seseorang menikmati atau

merasakan pekerjaannya. Faktor yang dimaksud adalah prestasi, pengakuan,

tanggung jawab dan kesempatan untuk berkembang.

Menurut teori ini faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi adalah

keberhasilan, pengakuan, sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang,

kesempatan meraih kemajuan, dan pertumbuhan. Sedangkan faktor-faktor hygiene

yang menonjol adalah kebijaksanaan perusahaan, supervisi, kondisi pekerjaan,

upah dan gaji, hubungan dengan rekan kerja sekerja, kehidupan pribadi, hubungan

dengan para bawahan, status dan keamanan.

2.1.3.1.4. Teori Douglas Mc Gregor (Teori X dan Teori Y)

Douglas Mc Gregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda

mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai sebagai Teori

X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan teori Y. menurut Teori X, empat

asumsi yang dipegang manajer adalah sebagai berikut:


50

1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan, bila dimungkinkan akan

mencoba menhindarinya.

2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi,

diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.

3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan

formal bila mungkin.

4. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain

yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.

Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, Mc Gregor

mencatat empat asumsi positif, yang disebutnya sebagai teori Y, yaitu:

1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama

dengan istirahat atau bermain.

2. Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika

mereka memiliki komitmen pada sasaran.

3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan,

tanggung jawab.

4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke semua

orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisi manajemen.

2.1.3.1.5. Teori ERG

Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang berargumen bahwa ada 3

(tiga) kelompok kebutuhan inti yaitu:

1. Existence (eksistensi). Kelompok eksistensi memperhatikan tentang

pemberian persyaratan keberadaan materiil dasar kita, mencakup yang


51

butir-butir oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan psikologis dan

keamanan.

2. Relatedness (keterhubungan). Hasrat yang kita miliki untuk memelihara

hubungan antar pribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut

terpenuhinya interaksi dengan orang-orang lain, dan hasrat ini sejalan

dengan kebutuhan sosial Maslow.

3. Growth (pertumbuhan). Hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi,

yang mencakup komponen intrinsic dari kategori penghargaan Maslow

dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.

Berbeda dengan teori hirarki kebutuhan, teori ERG memperlihatkan bahwa

lebih dari satu kebutuhan dapat berjalan pada saat yang sama, dan jika kepuasan

pada kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi

kebutuhan tingkat lebih rendah meningkat.

2.1.3.1.6. Teori Pengharapan

Dewasa ini, salah satu dari penjelasan yang paling diterima secara luas

mengenai motivasi adalah teori pengharapan (ekspektasi) dari Victor Vroom.

Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan

cara tertentu bergantung pada kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak

dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu

akan diikuti oleh output tertentu dan tergantung pada daya tarik output itu bagi

individu tersebut.
52

Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan karyawan

dimotivasi untuk melakukan upaya lebih keras bila ia meyakini upaya itu akan

menghasilkan penilaian kinerja yang lebih baik. Oleh karena itu, teori tersebut

berfokus pada 3 hubungan yaitu: (1) hubungan upaya-kinerja. Probabilitas yang

dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan

mendorong kinerja, (2) hubungan kinerja-imbalan. Sampai sejauh mana individu

itu meyakini bahwa berkinerja pada tingkat tertentu akan mendorong tercapainya

output yang diinginkan dan (3) hubungan imbalan-sasaran pribadi. Sampai sejauh

mana imbalan-imbalan organisasi memenuhi sasaran atau kebutuhan pribadi

individu serta potensi daya tarik imbalan tersebut bagi individu tersebut.

2.1.3.2. Jenis-jenis Motivasi

Berdasarkan jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

2.1.3.2.1. Motivasi Kerja Positif

Motivasi kerja positif adalah suatu dorongan yang diberikan oleh seorang

karyawan untuk bekerja dengan baik, dengan maksud mendapatkan kompensasi

untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan berpartisipasi penuh terhadap

pekerjaan yang ditugaskan oleh organisasinya.

Ada beberapa macam bentuk pendekatan motivasi positif dalam rangka

meningkatkan kinerja pegawai, yaitu:

a. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Seorang pemimpin

memberikan pujian atas hasil kerja seorang karyawan jika pekerjaan

tersebut memuaskan maka akan menyenangkan karyawan tersebut.


53

b. Informasi. Pemberian informasi yang jelas akan sangat berguna untuk

menghindari adanya berita-berita yang tidak benar, kesalahpahaman, atau

perbedaan pendapat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

c. Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu.

Para karyawan dapat merasakan apakah suatu perhatian diberikan secara

tulus atau tidak, dan hendaknya seorang pimpinan harus berhati-hati dalam

memberikan perhatian.

d. Persaingan. Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Oleh

karena itu pemberian hadiah untuk yang menang merupakan bentuk

motivasi yang positif.

e. Kebanggaan. Penyelesaian suatu pekerjaan yang dibebankan akan

menimbulkan rasa puas dan bangga, terlebih lagi jika pekerjaan yang

dilakukan sudah disepakati bersama.

f. Partisipasi. Dijalankannya partisipasi akan memberikan manfaat seperti dapat

dihasilkannya suatu keputusan yang lebih baik.

2.1.3.2.2 Motivasi Kerja Negatif

Motivasi kerja negatif dilakukan dalam rangka menghindari kesalahan-

kesalahan yang terjadi pada masa kerja. Selain itu, motivasi kerja negatif juga

berguna agar karyawan tidak melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah

dibebankan. Bentuk motivasi kerja negatif dapat berupa sangsi, skors, penurunan

jabatan atau pembebanan denda. Dari teori motivasi kerja yang dijelaskan oleh

Robbins, Maslow, David, Hezberg, Douglas, toei Erg, dan Vroom diatas, dapat
54

disintesis bahwa motivasi kerja adalah keinginan bekerja secara baik untuk

mencapai tujuan organisasi.

Dalam penelitian ini indikator motivasi kerja didasarkan pada Robbins S.P.

(2006).32 Indikator motivasi kerja tersebut adalah: 1) tanggung jawab dalam

melaksanakan tugas, 2) memiliki perasaan senang dalam bekerja, 3) selalu

berusaha untuk mengungguli orang lain, 4) lebih mengutamakan prestasi dari apa

yang dikerjakannya, 5) bekerja dengan harapan ingin memperoleh insentif dan 6)

senang memperoleh pujian dari apa yang dikerjakannya.

2.1.4. Etos Kerja

Etos kerja adalah etika seseorang di tempat kerjanya yang didasari oleh

konstilasi sikap dan keyakinan atas nilai-nilai pekerjaan. Etos kerja adalah

semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau kelompok

(KBBI_on line).33 Sinamo mengartikan etos kerja sebagai seperangkat perilaku

positif yang berakar pada keyakinan yang disertai komitmen total pada paradigma

kerja.34 Slocum dan Hellriegel memandang etika adalah kompetensi, sehingga

kompetensi etika meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk

memasukkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memisahkan yang benar dan

yang salah dalam membuat keputusan dan memilih perilaku.35Barsky mengatakan

bahwa Etika akan menjelaskan kepada seseorang tentang adanya aturan yang

mana perilaku dapat dibenarkan atau tidak dibenarkan.36 Berdasarkan pendapat

32
Robbins, Stpehen P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba 4.
33
https: //kbbi.kata.web.id/etos-kerja/ (diunduh tanggal 22 Februari 2018, jam 02.30 WIB).
34
Jansen Sinamo. (2011). 8 Etos Kerja Profesional. Bogor: PT. Grafika Mardi Yuana
35
John W. Slocum, Jr and Don Hellriegel.(2009).Principles of organizational Behavior. China:
South-Western, a part of Cengage Learning, p. 19
36
Allan Edward Barsky. (2010) Ethics and Values in Social Works, An Integrated Approach for a
Comprehensive Curriculum. Oxford: Oxford University Press, Inc. p. 4
55

yang telah dikemukakan makna etos kerja lebih merujuk kepada kualitas

kepribadian pekerja yang tercermin melalui unjuk kerja secara utuh dalam

berbagai dimensi dan kehidupannya. Dengan demikian, etos kerja merupakan

kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku ke arah

terwujudnya kualitas kerja yang ideal.

Etos kerja merupakan sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan

atas sesuatu yang mendasar terhadap diri untuk meraih hasil atau prestasi hidup

yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Karyawan yang memiliki etos kerja

tinggi tercermin dalam perilakunya, seperti suka bekerja keras, bersikap adil, tidak

membuang-buang waktu saat bekerja, keinginan memberikan lebih dari yang

disyaratkan, mau bekerja sama, hormat terhadap rekan kerja, dan sebagainya.

Slocum & Hellriegel memandang pentingnya etika atau etos kerja dalam

organisasi, yaitu salah satu kompetensi yang akan mengefektifkan organisasi. 37

Boatright, et. al., mengatakan terjadinya krisis ekonomi global disebabkan oleh

krisis etika.38 Lebih lanjut dikatakan bahwa etika penting dalam ekonomi, politik,

sosial dan hukum.39 Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka etika secara

umum sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa bahkan dunia. Akan terjadi

kehancuran pada bangsa secara luas, dan secara sempit dalam organisasi tidak

akan efektif jika etika mengalami krisis. Akibat krisis etika atau etos kerja maka

akan terjadi berbagai perilaku yang merusak dan tidak akan terpuji, seperti

kemalasan, tidak produktif, bahkan korupsi.

37
John W. Slocum, Jr. and Don Helriegel, Loc. Cit.,p. 20.
38
John R. Boatright, at.all. (2012). Values and Ethics for The 21’st Century.Chicago: BBVA, pp.
8-12
39
Ibid.
56

Etos yang berasal dari kata etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan

rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku. Hasil penelitian ini sependapat

dengan Sinamo, etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada

keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang

integral. Disamping itu etos kerja dapat menjadi positif atau negatif. Etos kerja

positif sebagai proses membuat pekerjaan menjadi sesuatu yang menarik dan

merupakan sebuah komitmen diri untuk memberikan yang terbaik kepada

lembaga dimana pegawai tersebut bekerja. Etos kerja negatif yang terdapat pada

aura pegawai menyebabkan kepala camat, rekan kerja dan masyarakat enggan

untuk dekat dan bergaul dengan baik, karena tidak memiliki nilai tambah,

merusak cita pekerjaan dan kepercayaan mereka akan hilang. Oleh karena itu,

pegawai seharusnya memberikan etos kerja yang optimal yang dapat memajukan

lembaganya dengan baik. Dengan demikian etos kerja berpengaruh terhadap

kinerja pegawai.40

Hal yang mendasar dalam mengkaji etos kerja adalah teori-teori etika, yang

selanjutnya diimplementasikan sebagai keputusan seseorang di tempat kerja,

sehingga disebut etos kerja atau etika kerja. Kaptein & Wempe dalam Sobayeni

mengatakan bahwa ada tiga pendekatan yang dapat dipergunakan untuk

menganalisis etika, yaitu: konsekuensialisme, deontology, dan etika virtual.41

Konsekuensialisme berfokus pada hasil atau konsekuensi dari sebuah tindakan;

40
Sinamo, Jansen H. (2011). 8 Etos Kerja Profesional Navigator Anda Menuju Sukses, Jakarata:
PT Spirit Mahardika
41
Ntomzodwa Caroline Subayeni. Work Ethics and Work Values : A Generational Perpective.
Tesis.(South Africa, Free State Province: Central University of Technology, September 2015),
p. 32
57

deontology berfokus pada tindakan itu sendiri; dan etika virtual berfokus pada niat

dibalik tindakan tersebut.

Lebih lanjut dikatakan bahwa pendekatan tersebut ditetapkan menjadi

teori, yaitu consequential theories of etics terdiri dari: (1) utilitarian theories of

ethics, (2) egoistic theory of ethics; selanjutnya deontology theories terdiri dari

tiga sub teori, yaitu: (1) keyakinan atas tugas adalah pemberian Tuhan (duties are

god’s given), (2) tugas didasarkan pada akal sehat (duties are based on common

sense), (3) Tugas diprakarsai oleh kontrak sosial (duties are initiated by social

contract ) dan virtue theory of etics.42

2.1.4.1. Utilitarian’s Theory Of Ethic

Utilitarian’s theory menyatakan bahwa perbuatan seseorang lebih

mempertimbangkan kebermanfaatannya. Seseorang melakukan tindakan jika

tindakan tersebut berguna, dan hal tersebutlah yang etis. Apakah suatu tindakan

itu benar ?, pertimbangan harus diberikan pada keputusan atau tindakan tertentu.

Jika keputusan atau tindakan mengarah pada sejumlah besar kebaikan, maka

keputusan atau tindakan tersebut akan dianggap benar dan tindakan tersebut

adalah etis. Teori ini menekankan moralitas sebuah tidakan dinilai berdasarkan

konsekuensi dari tindakan tersebut telah membawa kebahagiaan bagi masyarakat.

Teori tersebut di dalam organisasi berorientasi pada kebahagiaan orang atas

aturan, sehingga sering juga disebut kebermanfaatan aturan.Jika aturan menjadi

sesuatu yang bermanfaat bagi kebaikan, maka aturan tersebut menjadi alat penilai

sebuah tindakan apakah benar atau etis.Setiap individu dapat memiliki pandangan

42
Ibid.,pp. 33-37
58

yang berbeda tentang kebermanfaatan tindakan.Sejalan dengan hal tersebut maka

aturan ditetapkan agar perbedaan pandangan tersebut semakin dipersempit, dan

terjadi penggeneralisasian kebermanfaatan tindakan sesuai dengan aturan.

2.1.4.2. Egoistic Theory of Ethic

Egoistic theory of ethic menekankan penilaian individu terhadap sebuah

keputusan atau tindakan berdasarkan jumlah orang yang merasakan manfaat dari

tindakan tersebut.Semakin banyak orang merasakan manfaat atau berbahagia atas

tindakan tersebut maka tindakan tersebut adalah benar atau etis. Orang-orang

secara moral akan lebih banyak terlebit melakukan keputusan atau tindakan

karena akan menghasilkan kebahagiaan bagi mereka. Jika orang tidak terlibat

dalam melakukan tindakan yang dianggap membahagiakan tersebut maka

dianggap tidak bermoral.Jika seseorang menilai tindakan tidak bermoral

sedangkan tindakan tersebut bermanfaat atau membahagiakan maka penilaian

tersebut dipertanyakan keobjektifannya.

2.1.4.3. The Ontological Theori

Teori etika ini berfokus pada tindakan itu sendiri, bukan pada efeknya.Setiap

orang memiliki kewajiban tertentu yang dibentuk oleh berbagai jenis hak yang

tidak dapat disangkal.Sejalan dengan hal tersebut maka suatu tindakan dianggap

benar secara moral jika dilakukan sebagai akibat dari tugas tertentu.Teori ini

sering disebut keputusan atau tindakan berbasis aturan. The ontological theory
59

memiliki tiga subteori, yaitu bahwa tugas adalah pemberian Tuhan, tugas

didasarkan akal sehat, dan tugas diprakarsai oleh kontrak sosial.

2.1.4.4. Tugas Adalah Pemberian Tuhan (Duties Are God’s Given)

Teori ini menjelaskan bahwa pekerjaan adalah pemberian Tuhan. Orang

yang percaya terhadap keberadaan Tuhan dan segala kuasaNya, meyakini bahwa

manusia dilahirkan memiliki fungsi dan tugas yang telah ditetapkan yang harus

dikerjakannya. Melaksanakan pekerjaan diyakini adalah bagian dari ibadah,

sehingga harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan bertanggung

jawab.Apapun yang menjadi pekerjaan seseorang, adalah pemberian dan

penugasan dari Tuhan, sehingga garus dikerjakan sebaik mungkin dan harus

dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Sejalan dengan hal tersebut, maka

pekerjaan apapun harus dikerjakan dengan baik, karena bukanlah untuk manusia

akan tetapi untuk Tuhan.

Pekerjaan adalah pemberian Tuhan, tidak saja menjadi sebuah teori, akan

tetapi menjadi sebuah dogma. Dogma adalah ajaran, panutan, dan hal yang

menjadi pedoman hidup. Sejalan dengan hal tersebut, pekerja yang telah

menerima dogma tersebut akan menggunakan waktunya sebaik mungkin untuk

bekerja, melakukan pekerjaannya dengan baik, menghindari perilaku yang

melanggar aturan dan hukum agar pekerjaan yang diberikan Tuhan tidak

terhalang, sadar akan kewajiban mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin, dan

bangga jika mengerjakan pekerjaannya dengan baik, dan takut jika pekerjaannya

tidak dikerjakan dengan baik.


60

Teori ini bersifat transcendental, sehingga seorang pekerja mengerjakan

pekerjaannya dengan kesadaran yang tinggi, sehingga tidak membutuhkan

pengawasan dari manusia. Seorang yang meyakini keberadaan Tuhan, dan selalu

dapat melihat keberadaan manusia, aktivitas manusia, perbuatan manusia, apa

yang dikerjakan manusia, dan pada akhirnya manusia harus memper-

tanggungjawabkannya kepada Tuhan, maka akan berpikir, bersikap, dan

berperilaku baik. Berpikir, bersikap, dan berperilaku baik, adalah ajaran umum

setiap agama, dan hal tersebut harus juga diimplementasikan tidak saja dalam

kehidupan sehari-hari akan tetapi juga di pekerjaan.

Peran agama dalam peningkatan etos kerja adalah tinggi, sehingga ada

organisasi yang melaksanakan ibadah dalam waktu tertentu untuk tujuan

penyadaran diri para pekerja atas dogma agamanya masing-masing, khususnya hal

pekerjaan yang harus dikerjakan sebaik mungkin dan tidak ditunda-tunda.Khotbah

yang dibutuhkan dalam peningkatan etos kerja para pekerjaan adalah tanggung

jawab pekerja atas pekerjaannya kepada Tuhannya.Tuhan dapat melihat setiap

pekerja setiap saat, bahkan hati, niat, motif, para pekerja dalam bekerja juga

diketahui Tuhan. Teori ini berperan dalam mencegah perbuatan yang kurang baik

atas tanggung jawab pekerja pada pekerjaannya.Sejalan dengan hal tersebut,

ditinjau dari segi pengendalian manajemen, maka teori ini salah satu precontrol,

yaitu pengendalian pencegahan. Pengendalian pencegahan akan menghindari

organisasi dari kerugian dan masalah, sebab sebelum terjadi perilaku yang

merugikan sudah dicegah.

2.1.4.5. Tugas didasarkan pada Akal Sehat (duties are based on common
sense)
61

Pendekatan ini didasari oleh asumsi bahwa sifat dari suatu tindakan yang

dilakukan digunakan untuk menentukan apakah tindakan itu benar atau salah

secara moral. Hal tersebut dapat ditentukan dengan terlibat dalam argumen

rasional, menggunakan intuisi, atau dengan mengikuti suara hati nurani seseorang.

Suatu tindakan akan dianggap benar atau etis jika logis atau dapat diterima akal

sehat. Subteori ini membangun disparitas dalam organisasi karena satu tindakan

menampilkan dua sisi yang bertentangan, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Jika

orang-orang di dalam organisasi berpikir positif maka akan membangun

efektivitas organisasi, akan tetapi jika orang-orang berpikir negatif maka akan

menurunkan efektivitas organisasi. Kefektifan organisasi menjadi konsekuensi

pemikiran atau mindset anggota organisasi.

2.1.4.6. Tugas diprakarsai oleh Kontrak Sosial

Keputusan atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan

kemufakatan secara lisan atau tulisan.Kemufakatan orang-orang dalam lingkup

organisasi merupakan sebuah kontrak yang mengikat meskipun hanya secara

lisan.Keputusan atau tindakan dianggap benar atau etis jika mengikuti

kemufakatan yang telah diputuskan bersama. Setiap orang harus menempatkan

diri sebagai orang lain ketika memutuskan sesuatu, dengan pertanyaan “apakah

saya akan memutuskan sesuatu yang sama jika saya menjadi orang lain ?.”

2.1.4.7. Etika Moralitas (Virtue Ethic)

Teori etika moralitas disebut juga teori karakter moralitas, yang menekankan

kebajikan sebagai ukuran kualitas individu untuk menjalani kehidupan yang baik,

mulia atau bahagia.Kebajikan sebagai disposisi untuk memilih sesuai dengan


62

aturan, yaitu aturan yang dengannya manusia berbudi luhur dengan wawasan

moral yang melekat. Teori ini menekankan sifat-sifat atau karakter seseorang,

yang telah terbangun dalam jangka waktu yang lama.Karakter terbentuk dari

kebiasaan-kebiasaan, dan kebiasaan-kebiasaan terbentuk dari kecenderungan

pemikiran, sikap dan tindakan yang berulang.

Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan, maka terbangun kehati-hatian

dalam memutuskan atau tindakan yang harus diambil seseorang terutama di dalam

pekerjaannya. Terintegrasinya keseluruhan teori yang yang dipertimbangkan dan

diimplementasikan seseorang dalam pekerjaan akan memperkuat etos kerja

seseorang. Etos kerja menjadi sebuah motif, alasan, seseorang dalam melakukan

tindakan, bahkan sadar atau tidak sadar seseorang akan mengambil keputusan atau

tindakan sesuai dengan teori-teori tersebut.

Seseorang yang memiliki etos kerja, akan terlihat pada sikap dan tingkah

lakunya dalam bekerja. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri etos kerja

(http://www.kajianpustaka.com, diunduh tanggal 12 Maret 2019): (1) kecanduan

terhadap waktu. Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara

seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Dia

sadar waktu adalah netral dan terus merayap dari detik ke detik dan dia pun sadar

bahwa sedetik yang lalu takakan pernah kembali kepadanya, (2) memiliki

moralitas yang bersih (ikhlas). Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang

yang berbudaya kerja adalah nilai keihklasan. Karena ikhlas merupakan bentuk

dari cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan. Sikap ikhlas bukan

hanya output dari cara dirinya melayani, melainkan juga input atau masukan yang
63

membentuk kepribadiannya didasarkan pada sikap yang bersih, (3) memiliki

kejujuran. Kejujuran pun tidak datang dari luar, tetapi bisikan kalbu yang terus

menerus mengetuk dan membisikkan nilai moral yang luhur. Kejujuran bukanlah

sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah panggilan dari dalam sebuah keterikatan,

(4) memiliki komitmen. Komitmen adalah keyakinan yang mengikat sedemikian

kukuhnya sehingga terbelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian

menggerakkan perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya. Dalam komitmen

tergantung sebuah tekad, keyakinan, yang melahirkan bentuk vitalitas yang penuh

gairah dan (5) kuat pendirian (konsisten). Konsisten adalah suatu kemampuan

untuk bersikap taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip

walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya. Mereka

mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif.43

Sinamo (2011), ada delapan etos kerja profesional menjelaskan cara

menumbuhkan etos kerja sebagai berikut: (1) kerja sebagai rahmat (aku bekerja

tulus penuh rasa syukur), (2) kerja adalah amanah (aku bekerja penuh tanggung

jawab), (3) kerja adalah panggilan (aku bekerja tuntas penuh integritas), (4) kerja

adalah aktualisasi (aku bekerja keras penuh semangat), (5) kerja adalah ibadah

(aku bekerja serius penuh kecintaan), (6) kerja adalah seni (aku bekerja cerdas

penuh kreativitas), (7) kerja adalah kehormatan (aku bekerja penuh ketekunan dan

keunggulan) dan (8) kerja adalah pelayanan (aku bekerja paripurna penuh

kerendahan hati).44

43
http://www.kajianpustaka.com, diunduh tanggal 12 Maret 2019.
44
Sinamo, Jansen H. 2011. Etos Kerja Profesional Navigator Anda Menuju Sukses.
Jakarata: PT Spirit Mahardika.
64

Pengertian etos kerja dalam penelitian ini adalah sikap yang ditunjukkan

seseorang yang merupakan totalitas kepribadian dirinya dalam mengekspresikan,

memandang, meyakini, dan memberikan makna pada sesuatu, yang mendorong

dirinya untuk bertindak dan bekerja secara optimal. Indikator etos kerja meliputi:

1) kerja secara tulus, 2) kerja bertanggungjawab, 3) ketuntasan kerja (integritas),

4) semangat kerja, 5) mencintai pekerjaan, 6) kreativitas kerja, 7) ketekunan kerja,

8) orientasi prestasi kerja dan 9) kerja adalah pelayanan.

2.1.5. Kerjasama Tim

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang defenisi dari kerjasama

tim diantaranya Hayes, kerjasama tim adalah kelompok dari orang yang

bekerjasama untuk mencapai tujuan. Ini dapat diartikan menyelesaikan tugas

dengan baik.45 Madux mengemukakan kerjasama tim adalah kerjasama dari

anggota tim yang mengenal dan mengakui interdependensi dan memahami tujuan

anggota dan tim.46 Selanjutnya dikemukakan pula bahwa kerjasama tim adalah

kerjasama anggota berdasarkan atas kepercayaan dan mendorong ide-ide,

pendapat, dan ketidak setujuan secara terbuka, jujur dalam berkomunikasi.

Pendapat lain mengemukakan bahwa kerjasama tim adalah kerja keras,

membutuhkan tingkat kesadaran tinggi, komitmen, pengetahuan, kerukunan dan

waktu.47 Barter menyatakan, kerjasama tim adalah kerjasama yang berhubungan

terhadap usaha secara terus melakukan perbaikan (continuous improvement)

termasuk perubahan proses untuk dapat mengurangi kesalahan dan mempercepat

45
Nicky Hayes. 1997. Successful Team Management. London: International Thomson Business
Press, p. 56.
46
Robert B. Modux, 1996. Team Building on Exercise in Leadership. London, Kogan Page
Limited, p. 11.
47
Hank William, 1996. The Essence of Managing Group and Team. Europe: Prentice-Hall, p. 20.
65

produksi.48 Willie menyatakan, kerjasama tim adalah setiap orang mempunyai

hak untuk didengar, meskipun perjalanan dari pimpinan informal mungkin

mempunyai nilai bobot tambahan, pada tahap akhir seorang pemimpin harus

memutuskan masalah kepada anggota tim yang lebih kompeten untuk

menyelesaikannya.49

Menurut Sharpen, kerjasama tim adalah kerjasama yang dibentuk untuk

mencapai tujuan, mereka mempunyai bagian dari tugas-tugas yang diberikan,

untuk membuat tim lebih kohesive dan bagaimana mereka akan kerja bersama. 50

Menurut Blanchard, Carew & Carew, kerjasama tim adalah kerjasama yang

didasarkan atas tahu atas apa yang harus dikerjakan, tujuan tim jelas, setiap orang

mempunyai rasa tanggung jawab, setiap orang memberikan partisipasi aktif,

merasa dihargai dan mendapat dukungan dari anggota tim yang lain, anggota tim

mau mendengar anggota yang lain ketika ia berbicara, menghargai pendapat

anggota tim dan senang bekerjasama.51 Kerjasama tim memungkinkan terjadinya

banyak ide-ide yang masuk yang mana hal ini akan merupakan kunci untuk

bergerak dari suatu kontrol kepada komitmen. 52 Menurut Moran, Musselwhite &

Zengar, Kerjasama tim adalah kerjasama kelompok yang dipekerjakan untuk

mencapai tujuan organisasi.53 Lebih lanjut dikemukakan ada 4 (empat) bentuk tim

yang cocok dalam organisasi dewasa ini yaitu: (a) intrafuctional teams, (b)

48
Stephen Barter, 1999. Renaissance Management. United Kingdom, Kogan Page Limited, p. 178.
49
Edgar Willie, 1992. Quality Achievement Escellence. Australia, Random House, Ltd., p. 52.
50
Di Kamp, Sharpen, 1996. Your Team Skill in People Skill, England: McGraw Hill, Publishing
Company, p. 19.
51
Kenneth Blanchard, Donal Carew and Eunice Parisi Carew, 1992. The One Minute Manager
Build High Performing Team (London: Harper Collins Publisher, p. 20.
52
Stephen Protecter, Frank Muller, 2000. Team Working (London : MacMillan Press Ltd., pp. 3-4.
53
Linda Moran, Ed Musselwhite, John H Zenger, 1996. Keeping Teams on Track. Chicago : Irwin
Professional Publishing, pp. 14-15.
66

problem solving team, (c) cross functional teams dan (d) self directed work teams.

Lebih lanjut dijelaskan ke empat bentuk tim tersebut sebagai berikut: 1)

intrafunctional teams, yang memungkinkan orang membagi informasi dan

pengalaman terbaiknya, tim ini membuat keputusan tentang tugas sehari-hari yang

mereka lakukan, proses yang mereka pergunakan dan tantangan yang mereka

hadapi dalam bidang fungsionalnya, 2) problem solving teams, tim yang

membawa anggota bersama secara temporary untuk menangani masalah khusus

dan memberi solusi penyelesaiannya, biasanya keputusan tetap berada pada

manajemen, 3) cross functional teams, yaitu anggota tim yang biasanya secara

tipikal memberi fokus pada proses improvement, tim ini akan membawa

anggotanya dari devisi yang bersilang dari organisasi (a cross the organization),

tim membuat keputusan tentang bagaimana mengurangi cycle time dengan

menghilangkan langkah-langkah yang tidak memberi nilai tambah, mereka

merekomendasikan bagaimana alur pekerjaan sebaiknya diikuti dan mereka

mencari bagaimana mengurangi variansi/ketidakcocokan dan mengurangi

kesalahan-kesalahan, tim ini mempunyai approval/persetujuan dari manajemen dan

diberi wewenang untuk menerapkan terhadap perbaikan dari proses kerja dan 4)

cross function process improvement team biasanya kelompok kerja yang secara

berkesinambungan memonitor proses dan membuat improvement secara regular.

Self directed work teams, tim ini mempunyai aktivitas untuk membuat

kebijaksanaan terhadap operasi sehari-hari, tentang bagaimana mereka

mencapainya dan bagaimana mereka bisa melakukan perbaikan-perbaikan, tim ini

biasanya dibentuk setelah proses ditentukan dan tugasnya adalah mengurangi


67

aktivitas yang tidak mempunyai nilai tambah dan menemukan cara untuk

mengoptimalkan proses, self directed work teams diberikan wewenang dalam

mengambil keputusan, tanggung jawab dan merupakan struktur organisasi, dengan

wewenang lebih besar memberi fleksibilitas kepada tim ini dan mempercepat apa

yang menjadi harapan dari para pelanggannya.

Berdasarkan uraian terdahulu kerjasama tim adalah kumpulan orang yang

memiliki kebutuhan tertentu antara lain mencakup komunikasi, pendengar yang

baik, menyelesaikan konflik dan menjaga motivasi diantara sesama anggota.

Kerjasama tim juga memberi kesempatan untuk meningkatkan hubungan kerja,

mendorong partisipatif aktif dari anggota sehingga dengan demikian terjadi suatu

sinergi yang pada akhirnya karyawan dapat menyelesaikan tugas dan tanggung

jawab yang diberikan perusahaan dengan memuaskan.

Menurut William kerjasama tim adalah kemampuan untuk bekerja sama

menuju satu visi yang sama, kemampuan mengarahkan pencapaian individu ke

arah sasaran organisasi, itulah rangsangan yang memungkinkan orang bisa

mencapai hasil yang luar biasa.54 Lebih lanjut, William mengatakan bekerja

bersama sebagai sebuah tim, individu sanggup menampilkan tindakan yang luar

biasa. Dalam sebuah tim kita menjalin tangan, menjalin jiwa, saling memancarkan

imajinasi dan kreativitas, kita pun saling mendorong dan memotivasi, kita saling

mengandalkan upaya dan kemampuan. Oleh sebab itu sebuah tim mampu lebih

banyak memperoleh hasil ketimbang kumpulan individu yang renggang. Bekerja

sebagai sebuah tim kita dapat membuat produk atau jasa lebih baik, melakukan

54
Pat William, The Magic of Teamwork, terjemahan Waskito Trisnoadi. Jakarta : Grasindo, 2000,
p. 6.
68

jasa pengiriman lebih cepat, menggerakkan bola makin mendekat gawang,

mengakhiri kemiskinan dan kebodohan lebih cepat, dan mengeksplorasi planet

luar angkasa dalam hidup kita.

Menurut Levin & Crom teknik-teknik dalam membangun tim yang sukses

yaitu:

a. Ciptakan rasa memiliki tujuan bersama, yaitu orang yang bekerja dapat

menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang berat, yang membuat tim berjaya

adalah menyatukan visi yang dimiliki individu-individu, pemikiran,

kreativitas, kekuatan-kekuatan intelegensi, terutama harus muncul dari

kelompok itu sendiri, pemimpin yang tangguh sering dibutuhkan untuk

mengarahkan semua energi itu.

b. Jadikan sasaran menjadi sasaran tim, yaitu kalau semua tim tidak berhasil,

tak seorangpun yang berhasil. Dalam dunia bisnis kita bersama-sama harus

memasarkan produk ini dengan lancar jika pekerja iklan melakukan

pekerjaannya dengan baik tetapi ahli pengepakan gagal ini bukan sukses.

c. Perlakukan orang sebagaimana layaknya mereka sebagai individu-individu

yaitu bila individu-individu bergabung menjadi sebuah tim, individualitas

mereka tidak seketika hilang, mereka masih mempunyai pribadi-pribadi

yang berbeda, mereka masih mempunyai keterampilan yang berbeda-beda,

pemimpin yang berbakat akan mengetahui semua perbedaan itu,

menghargainya dan memanfaatkannya demi keuntungan tim itu.

d. Jadikan setiap anggota bertanggung jawab terhadap hasil kerja tim, yaitu

biarkan sebanyak mungkin keputusan muncul dari group, tuntunlah


69

partisipasi, jangan mendiktekan solusi, jangan bersikeras bahwa sesuatu

harus dilaksanakan dengan cara tertentu.

e. Berbagi kebahagiaan dan terima kesalahan yaitu bila tim bekerja dengan

baik dan dihargai, tugas pimpinan adalah membagi keuntungan, menepuk

punggung bawahan, memberi bonus, memuat tim itu dalam majalah

perusahaan apapun bentuk penghargaan itu setiap orang harus mendapat

bagian.

f. Manfaatkan setiap kesempatan untuk memperkokoh keyakinan pada tim,

yaitu pemimpin yang hebat akan sangat yakin pada timnya dan membagikan

keyakinan itu kepada setiap anggota.

g. Ikuti dan tetap libatkan diri anda, yaitu dalam perusahaan-perusahaan

piramid relatif mudah bagi bos untuk tetap berada di atas dan pasukan

manajemen dibawahnya menunggu, hanya menunggu mendistribusikan

kebijakan-kebijakan bos yang terbaru kepada prajurit pekerja, pendekatan

piramid ini tidak akan berhasil dalam dunia baru yang mengandalkan tim,

pemimpin tangguh harus ikut dan terus terlibat.

h. Jadilah mentor, yaitu pemimpin memiliki tanggung jawab untuk

mengembangkan talenta dan mendorong orang-orang dalam tim itu, ini

berlaku dalam jangka pendek saat anggota-anggota tim sedang menghadapi

tugas-tugas, tetapi ini juga baik untuk jangka panjang pemimpin harus

mengambil tanggung jawab untuk kehidupan dan karir dari anggota

timnya.55 Dari uraian diatas maka kerjasama tim adalah kerjasama tim

55
Stuart R. Levin, Pemimpin Dalam Diri Anda, terjemahan Tuntun Sinaga (Jakarta : Spektrum,
1996), p. 103.
70

formal yang terdiri atas individu-individu yang saling tergantung,

bertanggung jawab atas tercapainya suatu tujuan.

Lebih lanjut, Robbins & Coulter mengatakan kerjasama tim dapat dibagi

ke dalam beberapa jenis berdasarkan atas:

1) tujuan: (a) pengembangan produk, (b) pemecahan masalah dan (c) tujuan

organisasilain yang diinginkan.

2) struktur: (a) diawasi dan (b) mengelola diri sendiri.

3) keanggotaan: (a) fungsional dan (b) lintas fungsional

4) jangka waktu: (a) permanen dan (b) sementara.

Pentingnya dibentuk kerjasama tim karena beberapa alasan:

1. Menciptakan esperit de corps (semangat korps), anggota-anggota tim

berharap dan menuntut banyak satu terhadap yang lain. Dengan berbuat

begitu mereka mempermudah kerjasama dan memperbaiki semangat

kerja karyawan, begitulah bahwa norma-norma tim cenderung

mendorong para anggota untuk menjadi unggul dan sekaligus

menciptakan suatu iklim yang meningkatkan kepuasan kerja,

2. Memungkinkan manajemen berpikir secara strategis, digunakannya tim,

terutama tim yang mengelola diri sendiri, membebaskan para manajer

untuk lebih banyak perencanaan strategis;

3. Meningkatkan fleksibilitas, menggeser pengambil keputusan secara

vertikal ke bawah tim-tim memungkinkan organisasi itu mendapat

fleksibilitas yang lebih besar, anggota-anggota tim sering kali

mengetahui lebih banyak tentang masalah-masalah yang berkaitan


71

dengan pekerjaan ketimbang para manajer, apalagi anggota tim itu lebih

dekat ke masalah tadi;

4. Mengambil keuntungan dari keanekaragaman angkatan kerja, kelompok-

kelompok yang terdiri dari individu-individu dari berbagai macam latar

belakang dan berbagai pengalaman sering melihat segala sesuatu yang

tidak dilihat oleh kelompok homogen oleh karena itu pemanfaatan tim

yang beraneka ragam dapat menghasilkan ide-ide yang inovatif dan

keputusan-keputusan yang lebih baik daripada yang dapat muncul

seandainya individu sendirian yang membuat keputusan;

5. Meningkatkan kinerja, akhirnya segala faktor di atas dapat digabung

untuk membuat kinerja tim itu lebih tinggi daripada yang barangkali

dicapai oleh individu-individu yang sama dengan bekerja sendiri-sendiri.

Dari uraian di atas yang dimaksud dengan kerjasama tim adalah perasaan

dan tindakan yang dilakukan sekelompok individu melalui bekerja dan

berinteraksi dalam hal pencapaian tujuan bersama. Adapun indikator kerjasama

tim meliputi: 1) mengetahui tujuan, 2) memberi kebebasan, 3) mempunyai rasa

memiliki, 4) melakukan perbaikan secara terus menerus dan 5) saling menghargai.

2.2. Penelitian Yang Relevan

Konsep dan teori dalam kerangka pikir ini relevan dengan hasil penelitian

terdahulu. Penilaian kinerja dosen dan manajemen kualitas terletak pada kualitas

dosen dengan standar kinerja secara berkelanjutan, Ojebiyi (2013:41-47). 56 Hal ini

56
Ojebiyi, Josua Olusegun. 2013. Assesment of Lecturer Performance and Total Quality
Management of State Universities in Southwest Nigeria. British Journal of Education,
Vol.1,No.2 pp 41-47, Desember 2013.Published by European Centre for Research Trainning
and Development UK. (www.ea-Journals.org)
72

sejalan dengan Akinleke W.O. (2018): 68:77), bahwa kinerja dipengaruhi oleh

kompetensi dan persepsi dosen dan lingkunganya. Adapun menurut Navarro

(2018: 23-55), kinerja dosen sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi dengan

menganalisis prestasi yang dimiliki oleh mahasiswa, prestasi yang dimiliki

mahasiswa sangat dipengaruhi oleh kompetensi dosen dalam proses perkuliahan. 57

Frankie (2017: 11-12), prestasi kinerja dosen sangat dipengaruhi oleh komitmen

organisasi dan iklim organisasi.58 Sejalan dengan itu Abilio (2016: 5-31),

menyatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh lingkungan model kinerja dengan

melakukan adaptasi terhadap lingkungan kerja.59

Menurut Nhung (2018: 161-165) kinerja dosen dipengaruhi oleh faktor

motivasi kerja.60 Ossai (2015: 2-9) juga menyatakan bahwa kinerja dosen

dipengaruhi oleh motivasi, kompetensi dan karakteristik pada saat memberikan

perkuliahan. Untuk mengetahui kinerja dosen diperlukan evaluasi kinerja dosen

dengan melihat pengaruh pada mahasiswa saat perkuliahan Cohen (2013: 33:36).

Adapun menurut Firunts (2016:19-25) menyatakan bahwa kinerja dosen

dipengaruhi oleh kemampuan pedagogik saat memberikan materi perkuliahan.


61
Sejalan dengan itu, Haxhiaj (2018: 2-11) menyatakan bahwa kinerja dosen di

57
Narrao, Manuel.2018. The Impact of Organizational Culture on Lecturer Performance: Saudi
Arabia’s Public Sector Work Culture Study. Journal of Technology and Science education,
Vol. 8, No. 4 (2018).
58
Frankie, O.M. 2017. Effec of Organizational Climate And Organizational Comminment on
Lecturer Performance at Navy Staff Command School (NSCS). Journal of Computational and
Theorical nanoscience 23(11):10939-10942.Nopember 2017DOI10.1166/asl. 2017. 10192.
59
Abilio, Antonio. (2018). Lecturer Performance Evaluation For Higher Education in East
Timor: the need for news model. Lecturer performance evaluation in East Timor. Mei 2016.
DOI:10.18533/rss.vli5.31.
60
Nhung, Tran Thi. 2018. Assesment of Lecturer Performance at Selected Economic and
Administrative Universities in Hanoi, Vietnam. Oktober 2018 DOI: 10.32861/rje.410.161.165.
61
Firuns, Mashinka. 2016. Ministerialization Professionalization: Para-Institutional Lectures
Performance And Pedagogies, From Post-War To The Present. Articles in performance
research 21 (6): 19-25. Nopember 2016. DOI:10.1080/13528165.2016.1240924.
73

pengaruhi oleh kompetensi, motivasi kerja, etos kerja dan kepuasan kerja serta

komitmen orgnisasi.62

Menurut (Suwanda, 2016:31) pengaruh etos kerja terhadap kinerja dosen

baik dengan diukur dari displin. Mursini (2015: 215) menyatakan bahwa kinerja

dosen dipengaruhi oleh efektivitas kerjasama tim. Penelitian yang dikembangkan

oleh Bawelle & Sepang (2016) menyatakan bahwa etos kerja berpengaruh

terhadap kinerja baik secara parsial maupun simultan. 63 Selanjutnya Ajeng (2016)

membenarkan kesimpulan tersebut, dimana disebutkan beberapa manfaat etos

kerja yang baik diantaranya adalah (1) menciptakan suasana kerja yang nyaman,

(2) menciptakan kekompakan dalam bekerja, (3) meningkatkan kerjasama, dan (4)

meningkatkan produktivitas. Suriansyah (2015) hasil penelitian menunjukkan

bahwa: (1) motivasi memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

kinerja pegawai pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Kotabaru yaitu sebesar

63,3% dengan nilai signifikansi 0,000; dan (2) etos kerja memberikan pengaruh

yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Sekretariat

Daerah Kota Kotabaru yaitu sebesar 79,1% dengan nilai signifikansi 0,000.

Sheikh, R.M et al. (2011) menyatakan bahwa kerjasama tim dapat meningkatan

kinerja dosen.

Shouvik, S & Mohammed, W. H. (2018) menyatakan bahwa kerja tim

dapat dengan signifikan meningkatkan kinerja dan kepemimpinan di universitas. 64


62
Haxhiaj, Gani. 2018. Impact of Competence, Work Motivation, Job Satisfaction and
Organizational Commitment on Lecturer Performance. Article. April.2018.with 22 Reads
DOI: 10.21013/jmss.v11.nl.p2
63
Bawelle, Mouren dan Jantje Sepang. (2016). “Pengaruh Etos Kerja, Gairah Kerja, dan Disiplin
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. BRI Cabang Tahuna”. Jurnal EMBA, Vol. 4, No. 5,
September 2016, pp. 303-408.
64
Shouvik S & Mohammed W.H. 2018. The Impact of Teamwork on Work Performance of
Employees: A Study of Faculty Members in Dhofar University. Journal of Business and
74

Sejalan dengan hal itu hasil penelitian (Collins, 2010; Trevino & Brown, 2004;

Upadhyay & Singh; 2010, Shukurat, M.B. 2012) menyatakan bahwa etos kerja

dapat mendisiplinkan dan meningkatkan kinerja pegawai.

2.3. Kerangka Berpikir

2.3.1. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi kerja

Budaya organisasi adalah seperangkat pembiasaan sistem nilai dan

keyakinan anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya

organisasi juga membantu menciptakan nilai-nilai yang melibatkan para

karyawan dan para konsumen dalam pencapaian tujuan organisasi. Budaya

organisasi adalah faktor yang sangat menentukan dalam meningkatkan motivasi

karyawan dalam bekerja sehingga mencapai tujuan organisasi. Pembiasaan sistem

nilai dan keyakinan dalam jang waktu yang lama membangun budaya nilai dan

keyakinan yang jelas, sehingga motif-motif yang mendasari sikap dan perilaku

anggota organisasi adalah niali-nilai dan keyakinan yang dimiliki organisasi.

Sejalan dengan hal tersebut, semakin kuat budaya organisasi yang dimiliki

anggota organisasi maka semakin jelas dan tegas motif-motif yang mendasari

pemikiran, sikap, dan tindakan anggota organisasi dalam mencapai tujuan

organisasi. Budaya organisasi yang baik akan memperkuat motivasi dalam

bekerja, sedangkan budaya organisasi yang lemah hanya memberi sedikit motivasi

dan jika dibiarkan maka semangat kerja semakin meredup bahkan padam.

Semakin kuat Budaya organisasi yang dimiliki seseorang, yang dalam hal ini

Management (IOSR-JBM) e-ISSN: 2278-487X, p-ISSN: 2319-7668. Volume 20, Issue 3. Ver.
I (March. 2018), PP 15-22 www.iosrjournals.org
75

adalah dosen maka semakin kuat motivasi kerjanya dalam menyelesaiakan

pekerjaan.

Dosen yang memiliki budaya organisasi yang kuat mempengaruhi

peningkatan motivasi kerja, karena secara intrinsik telah menyatu di dalam

dirinya. Budaya organisasi mempengaruhi penguatan motivasi intrinsik dan

ekstrinsik dosen dalam bekerja. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang terbangun

oleh nilai-nilai, keyakinan, dan aturan yang dianut akan semakin tinggi sejalan

dengan semakin kuatnya kepemilikan sistem nilai, keyakinan, dan turan tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disintesiskan bahwa semakin kuat budaya

oragnisasi yang dimiliki dosen maka semakin tinggi motivasi kerjanya dalam

proses pencapaian tujuan organisasi. Kuat lemahnya budaya organisasi yang

dianut dosen diduga mempengaruhi secara positif tinggi rendahnya motivasi

kerjanya.

2.3.2. Pengaruh Kerja Sama Tim Terhadap Motivasi Kerja

Kerjasama tim merupakan proses dalam pemikiran, sikap, dan perilaku

sekelompok orang dengan keahlian tertentu yang saling melengkapi, bekerjasama

untuk mencapai tujuan bersama, bersama-sama bertanggungjawab dan saling

memotivasi agar memberikan yang terbaik dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Kerja sama tim yang baik memperlihatkan adanya saling memotivasi antara

anggota organisasi, saling ketergantungan dalam menjalankan tugas, saling

percaya, menjaga kekompakan dan saling mengintrospeksi.

Kerjasama tim merupakan keterlibatan mental dan emosional seseorang

dalam kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada


76

tujuan kelompok atau berbagai tanggung jawab. Bila sekelompok dosen secara

bersama-sama bekerja dengan saling mempercayai, saling membantu maka akan

termotivasi untuk melakukan pekerjaan sebaik-baiknya demi ketercapaian tujuan

organisasi. Kerja sama tim yang baik akan meningkatkan motivasi ekstrinsik

dosen, dan kerja sama tim yang kurang baik akan melemahkan motivasi kerja.

Berdasarkan uraian tersebut maka diduga kerja sama tim berpengaruh

langsung positif terhadap kerjasama motivasi kerja dosen. Makna yang sama

dinyatakan perkataan lain, makin baik kerja sama dosen maka semakin tinggi

motivasi kerjanya.

2.3.3. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Etos Kerja

Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari peran dan tugas Dosen sebagai

pelaksana pendidikan. Seorang dosen harus mampu memanfaatkan segala sumber

daya pendidikan yang ada dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan. Sebagai

pelaksana pendidikan, seorang dosen harus memiliki kemampuan teknis terkait

dengan penggunaan segala sumber daya pendidikan yang ada dalam kegiatan

perkuliahan.

Setiap individu memiliki keyakinan dan menganut nilai atas segala sesuatu

yang ada dan berlaku dalam organisasi sehingga mempengaruhi dirinya beretika

sesuai dengan sistem nilai yang dianut dan diayakininya. Etika kerja yang disebut

juga sebagai etos kerja dipengaruhi budaya organisasi. Sistem nilai, sistem

keyakinan, dan aturan-aturan yang ada dalam organisasi yang menjadi panutan

bahkan menyatu dalam kehidupan dosen secara sadar atau tidak sadar

mempengaruhi etos kerjanya. Etos Kerja adalah seperangkat perilaku positif yang
77

berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada sistem

nilai dan keyakinan yang terumuskan dalam aturan dan pedoman kerja. Sejalan

dengan hal tersebut maka dapat disintesiskan bahwa budaya organisasi

mempengaruhi secara positif motivasi kerja seorang dosen.

2.3.4. Pengaruh Kerja Sama Tim Terhadap Etos Kerja

Kerjasama tim dosen adalah proses yang terjadi dalam jalinan kerja

sekelompok orang yang memiliki keahlian individu kemudian bersatu dan saling

berinteraksi untuk mencapai tujuan yang sudah disepakati bersama. Artinya,

proses kerjasama tim tersebut membangun etika kerja atau etos kerja yang baik.

Kerjasama tim yang baik akan semakin meningkatkan semangat kerjanya atau

etos kerjanya, karena sesama anggota tim akan saling berinteraksi, saling

membantu bekerja sama sesuai etika dan etos kerja yang ditetapkan dan menjadi

miliki bersama.

Berdasarkan uraian tersebut maka diduga kerja sama tim berpengaruh

langsung positif terhadap etos kerja dosen. Hal yang sama dengan perkataan lain,

diduga semakin baik kerja sama tim dosen maka semakin tinggi etos kerjanya.

2.3.5. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Dosen

Budaya organisasi selalu berhubungan dan berdampak pada pemilihan

pemikiran, sikap, perilaku, motivasi dan keteguhan individu dalam menghadapi

setiap tantangan, persoalan yang ada dalam pekerjaan. Seseorang yang memiliki

budaya organisasi tinggi, memiliki nilai-nilai dan keyakinan positif terhadap

ketercapaian kuantitas dan kualitas kerja. Kuantitas dan kualitas kerja tersebut
78

adalah kinerja yang dimiliki seseorang, dan didasari oleh budaya organisasi yang

dianutnya.

Kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan

tugas-tugas atau pekerjaannya dengan hasil yang baik sesuai dengan standar,

kriteria dan norma yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Hal tersebut menunjukkan

adanya penekanan proses kerja untuk mendapatkan hasil yang berorientasi pada

efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi. Seseorang yang memiliki

budaya organisasi yang kuat akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik

dan benar. Berdasarkan uraian tersebut maka diduga budaya organisasi

berpengaruh langsung positif terhadap kinerja dosen. Identik dengan hal tersebut,

semakin kuat budaya organisasi dosen semakan makin baik kinerja dosen.

2.3.6. Pengaruh Kerja Sama Tim Terhadap Kinerja Dosen.

Kerjasama Tim Dosen merupakan salah satu wujud tim yang dibutuhkan

adanya interdependensi atau ketergantungan antara sesama dosen. Hal itu

dimaksudkan untuk dapat saling melengkapi serta memperkaya pemahaman,

pendalaman serta keterampilan setiap dosen dalam mengajar dan mengatasi

masalah yang dialami oleh dosen dalam perencanaan dan pelaksanaan proses

belajar mengajar serta berbagi pengalaman dalam mengajarkan suatu materi ajar.

Tugas utama seorang dosen adalah melaksanakan kegiatan tri dharma

perguruan tinggi, yaitu dharma pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat. Kinerja dosen berkaitan dengan kegiatan dalam bidang tri dharma

perguruan tinggi dalam mewujudkan visi, melaksanakan misi, pencapaian tujuan

yang telah digariskan perguruan tinggi tersebut secara efektif dan efisien.
79

Pelaksanaan tugas dan kewajibannya, seorang dosen harus dapat

mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi, sehingga memperoleh bahan masukan untuk mengembangkan

profesinya. Untuk itu, seorang dosen dituntut saling kerjasama sehingga dalam

melaksanakan tugasnya dapat melakukan model pembelajaran inovatif, yang

mengarah pada pelaksanaan pembelajaran yang efisien dan efektif. Beberapa

dosen melakukan kerjasama untuk melakukan penelitian agar dapat menjawab

permasalahan akibat perubahan, dan melakukan pengabdian pada masyarakat

sehingga akan meningkatkan kinerja dosen.

Dosen yang termasuk kelompok orang berilmu, akan merasa bahwa secara

personal, mereka dapat mempengaruhi kinerjanya melalui kemampuan, keahlian

serta usaha mereka secara individu, bahkan akan semakin baik jika bekerja sama

dengan sesamanya. Dosen akan merasa bahwa kinerjanya disebabkan tidak hanya

karena kompetensi dirinya semata, tetapi juga disebabkan adanya kerja sama yang

baik yang terbangun dalam tim kerjanya.

Tim kerja yang saling bekerja sama dengan baik akan saling menopang,

bertanggung jawab, serta menolong satu dengan yang lainnya demi ketercapaian

tujuan bersama akan meningkatkan kinerjanya. Semakin baik kerja sama tim yang

terbangun maka semakin tinggi kinerja anggota tim tersebut. Tim kerja dosen

dalam proses kerja samanya saling mempengaruhi agar mencapai kinerja yang

tinggi. Sejalan dengan hal tersebut maka semakin baik kerja sama tim dosen yang

terbangun maka semakin baik kinerja dosen tersebut.

2.3.7. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dosen


80

Motivasi kerja adalah dorongan kerja atau semangat kerja yang dimiliki

oleh dosen ataupun sejumlah dosen agar melaksanakan pekerjaannya secara

benar, bertanggung jawab, dan menjadi kebutuhan baginya untuk menghasilkan

kinerja yang baik. Motivasi kerja tinggi yang dimiliki seseorang mengakibatkan

kecenderungan seorang dosen menggunakan waktunya dalam durasi yang tinggi,

meningkatkan perhatian terhadap pekerjaannya, membangun kecintaannya

terhadap pekerjaanya, sehingga akan menghasilkan kinerja yang baik.

Lebih lanjut dapat tercapai bahwa kinerja yang baik adalah menjadi

kebutuhan (need) bagi dosen. Kebutuhan akan diupayakan seseorang untuk

pemenuhannya. Sejalan dengan hal tersebut, jika motivasi kerja dosen tinggi maka

kinerjanya juga tinggi. Semakin tinggi motivasi kerja dosen dalam bekerja maka

semakin baik kinerjanya.

2.3.8. Pengaruh Etos Kerja Terhadap Kinerja Dosen

Etos kerja adalah perilaku kerja yang etis yang menjadi kebiasaan bekerja

berdasarkan etika. Dengan kata lain, etos kerja merupakan totalitas kepribadian

seseorang untuk mengekspresikan, memandang dan meyakini yang mendorong

dirinya untuk bertindak secara optimal. Setiap orang dalam membimbing

kehidupan, memerlukan keyakinan pribadi, efikasi diri yang mengacu pada

keyakinan dalam suatu kemampuan untuk mengatur dan menjalankan program,

tindakan yang diperlukan untuk mencapai sesuatu atau Efikasi merupakan satu

keyakinan yang mendorong individu untuk melakukan dan mencapai sesuatu.


81

Kinerja merupakan unjuk kerja sesorang dalam mencapai tugasnya sesuai

dengan tujuan. Bila seseorang memiliki etos kerja dalam melaksnakan tugasnya

akan dapat meningkatkan kinerjanya. Ciri-ciri dari orang yang memiliki etos kerja

adalah bekerja dengan tepat waktu, memiliki pendirian yang kuat, disiplin,

bertanggungjawab, percaya diri dan kreatif. Jadi, bila seseorang memiliki etos

kerja yang baik maka dia akan memberdayakan dirinya untuk meningkatkan

kemampuan atau kompetensinya agar kinerjanya lebih baik. Jadi, dapat

dinyatakan etos kerja berpengaruh terhadap kinerja.

Berdasarkan uraian tersebut maka diduga etos kerja berpengaruh langsung

positif terhadap kinerja dosen. Dengan kata lain, makin baik etos kerja dosen

maka makin baik kinerja dosen.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang diajukan tersebut, maka

dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Budaya organisasi berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja

dosen Universitas Sari Mutiara Indonesia.

2. Kerjasama Tim berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja dosen

Universitas Sari Mutiara Indonesia.

3. Budaya organisasi berpengaruh langsung positif terhadap etos kerja dosen

Universitas Sari Mutiara Indonesia

4. Kerjasama tim berpengaruh langsung positif terhadap etos kerja dosen

Universitas Sari Mutiara Indonesia


82

5. Budaya organisasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja dosen

Universitas Sari Mutiara Indonesia.

6. Kerjasama tim berpengaruh langsung positif terhadap kinerja dosen

Universitas Sari Mutiara Indonesia

7. Motivasi kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja dosen

Universitas Sari Mutiara Indonesia.

8. Etos kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja dosen Universitas

Sari Mutiara Indonesia.

Adapun bentuk paradigma penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.7

berikut.

Budaya Motivasi
Organisasi Kerja (X3)
(X1)
)

Kinerja
Dosen
(X5)

Kerjasama
Tim Etos Kerja
(X2) (X4)

Gambar 2.7. Paradigma Penelitian


83

Keterangan:
X1 = budaya organisasi
X2 = kerjasama tim
X3 = motivasi kerja
X4 = etos kerja
X5 = kinerja dosen

Anda mungkin juga menyukai