Anda di halaman 1dari 228

SUMBER DAYA MANUSIA

STRATEGIK
Lilis Sulastri, M.M
Sumber Daya Manusia Strategik
Lilis Sulastri, M.M
SUMBER DAYA MANUSIA STRATEGIK
Lilis Sulastri, MM

Penerbit:
La Goods Publishing
Desain Sampul & Layout:
Tim Kreatif “La Good’s Publishing”
[R. Arken, Mohammad R. A., dkk.]
2011

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tampa izin tertulis dari Penerbit.

ISBN: 978 - 602 - 96175 - 8 - 0


K ATA PENGANTAR

Totalitas syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt., karena kasih sayang


dan seluruh petunjuk-Nya juga buku ini akhirnya dapat penulis selesaikan
dengan baik.
Penulisan buku yang berjudul SUMBER DAYA MANUSIA STRATEGIK
ini disusun selain karena terdorong oleh tuntutan proses belajar mengajar
dan tugas kelas, juga atas dasar dorongan minat serta semangat penulis
terhadap berbagai konsep konsep, teori dan metode serta langkah-langkah
dan nilai nilai yang terkandung dalam berbagai buku manajemen sumber
daya manusia yang saat ini sudah menjadi perhatian tidak hanya di kalangan
akademisi dunia pendidikan, praktisi organisasi dan perusahaan. Realita
lain yang tak kalah penting adalah fakta bahwa manusia merupakan satu
satunya sumber daya potensial dan memiliki peran strategis dalam setiap
bentuk organisasi, sehingga menjadi penting bagi kita untuk mengetahui
potensi potensi tersebut agar bisa dikembangkan sebagaimana mestinya
yang pada akhirnya manusia dapat memainkan peran-peran eksistensial
dan fungsional dalam organisasi atau perusahaan.
Buku ini mencoba menyajikan hal-hal mendasar yang berkaitan
dengan berbagai aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia, mulai dari
uraian tentang peranan strategik Manajemen Sumber Daya Manusia,
berbagai aktivitas MSDM, procurement of Human Resource Management yang
membahas proses rekrutmen dan seleksi, analisa jabatan, kompensasi,
pelatihan, motivasi, penilaian kinerja, produktivitas kerja, dan hingga riset
dan audit MSDM.
Dalam Buku ini penulis tidak hanya menyajikan teori dan materi
pembahasan saja, juga dilengkapi dengan berbagai studi kasus dalam setiap
bab yang berkaitan dengan berbagai materi yang telah di bahas, sehingga
diharapkan dapat memudahkan mahasiswa atau pembaca buku ini

5
mengatahui lebih jauh bagaimana praktek-praktek model MSDM dalam
sebuah organisasi atau perusahaan.
Akhirnya penulis sampaikan rasa terimakasih yang sedalam dalamnya,
kepada semua pihak, terutama Hermenegildus Erni Hanz Lagut, Natassja
Salsabilla Brilliana Lagut, Daniella Narhannia Niimeesha Lagut, untuk
waktu yang tersita seharusnya jadi milik kalian, untuk kawan, sahabat
atas ide pembuatan buku ini, untuk teman sejawat atas support, dan
motivasinya.
Tiada gading yang tak retak, tentu banyak kekurangan dan kelemahan
dalam buku ini, karena keterbatasan dan kemampuan, dan menjadi
kebahagian tersendiri jika para pembaca berkenan memberikan kritik dan
saran demi kesempurnaan.
Terimakasih

Bandung, ]uli 2011

Penulis

vi
D AFTAR ISI

Kata Pengantar — v
Daftar Isi — vii

1. Peran Strategik Sumber Daya Manusia


A. Aktivitas MSDM — 1
B. Sumber Daya Manusia dalam Kerja — 10
C. Lingkungan SDM yang Berubah — 12
D. Perencanaan Strategik dan Manajemen
Sumber Daya Manusia — 15

2. Procurement of Human Resource Management


A. Perekrutan (Recruitment) — 17
B. Seleksi (Selection) — 25
C. Case Study — 34

3. Jobs Analysis, Kebutuhan Analisa ]abatan


A. Mendefinisikan ]abatan — 41
B. Fungsi Analisa ]abatan — 44
C. Metode Analisa ]abatan — 47
D. Membuat Uraian Jabatan — 51
E. Membuat Spesifikasi ]abatan — 55
F. Pelaksanaan Analisa _Iabatan — 56
G. Case study — 61

4. Compensation, Manajemen Upah dan lmbalan


A. Pengertian Kompensasi — 63
B. Tujuan Kompensasi — 68

vii
C. Fungsi Kompensasi — 69
D. Macam dan ]enis Kompensasi — 70
E. Faktopfaktor yangMemengaruhi Kompensasi — 74
F. Teori-teori yang Melandasi Kompensasi — 76
G. Manajemen Kompensasi — 82
H. Case Study — 86

5. Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi


A. Motivasi untuk Bekerja — 89
B. Teori-teori tentang Motivasi — 98
C. Manfaat Motivasi — 126
D. Case Study — 126

6. Career Management, Mengelola Karir Secara Efektif


A. Manajemen Karir — 128
B. Unsur-unsur Program Perencanaan Karir — 134
C. Beberapa Perspektif tentang Manajemen Karir — 136
D. Sistem Pengembangan Karir — 140
E. Manajemen Karir Dewasa ini — 142
F. Case Study — 146

7. Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan


A. Pelatihan dalam Manajemen SDM — 148
B. Tujuan dan Manfaat Pelatihan — 152
C. Beberapa Metode dan Teknik Pelatihan — 156
D. Case Study — 165

8. Performance Appraisal, Penilaian Kinerja dalam Perusahaan


A. Pengertian Kinerja — 167
B. Mengapa Harus Menilai Kinerja? — 170
C. Metode Pengukuran dalam Menilai Kinerja — 173
D. Penilaian Kinerja yang Terkomputerisasi — 181
E. Penilaian Kinerja dalam Praktik — 184
F. Case Study — 186

9. Productivity, Meningkatkan Produktivitas


A. Pengertian Produktivitas Kerja — 187
B. Manfaat Produktivitas — 191

viii
C. Karyawan yang Produktif — 192
D. Faktorfaktor yang Memengaruhi Produktivitas — 194
E. Pengukuran Produktivitas — 196
F. Case Study — 199

10. Riset dan Audit MSDM


A. Pengertian Riset dan Audit MSDM — 201
B. Manfaat Audit SDM — 201
C. Kepentingan Audit SDM — 292
D. Alasan Diadakannya Audit SDM — 202
E. Tujuan Audit SDM — 203
F. Pelaksanaan Audit SDM — 203
G. Proses Riset Audit SDM — 205
H. Beberapa Pendekatan Riset Terhadap Audit SDM — 205
I. Alat Pengumpulan Audit SDM — 206
J. Beberapa Model Audit — 207
K. Laporan Audit — 208

Bibliography — 211
Tentang Penulis — 215

ix
x
1


PERAN STRATEGIK
Manajemen Sumber Daya Manusia

A. Aktivitas MSDM
Manajemen sumber daya manusia pada dasarnya bisa diartikan sebagai
proses atau kegiatan mengelola sumber daya manusia secara efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan bersama pada sebuah organisasi. Fokus
utama Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) ini adalah memberikan
kontribusi pada suksesnya organisasi. Kunci untuk meningkatkan kinerja
organisasi adalah dengan memastikan aktivitas SDM mendukung usaha
organisasi yang terfokus pada produktivitas, pelayanan dan kualitas.
- Produktivitas. Diukur dari jumlah output per tenaga kerja, peningkatan
tanpa henti pada produktivitas telah menjadi kompetisi global.
Produktivitas tenaga kerja di sebuah organisasi sangat dipengaruhi
oleh usaha, program dan sistem manajemen.
- Kualitas. Kualitas suatu barang/jasa akan sangat mempengaruhi
kesuksesan jangka panjang suatu organisasi. Bila suatu organisasi
memiliki reputasi sebagai penyedia barang/jasa yang kualitasnya
buruk, perkembangan dan kinerja organisasi tersebut akan berkurang.
- Pelayanan. SDM sering kali terlibat pada proses produksi barang/
jasa. Manajemen SDM harus disertakan pada saat merancang proses
tersebut. pemecahan masalah harus melibatkan semua karyawan, tidak
hanya manajer, karena sering kali membutuhkan perubahan pada
budaya perusahaan, gaya kepemimpinan dan kebijakan Manajemen
Sumber Daya Manusia.

Untuk mencapai sasaran tersebut, manajemen SDM haruslah


terdiri dari aktivitas-aktivitas yang saling berkaitan, mulai dari akuisisi,
pendayagunaan, pengembangan, pemeliharaan, hingga pelepasan, seperti
yang tampak dalam bagan berikut :
1. Akuisisi
Aktivitas akuisisi ini adalah aktivitas organisasi yang berkaitan dengan
pengadaan tenaga kerja yang kompetitif untuk keperluan organisasi.
Akuisisi mencakup proses pencarian, seleksi,d an orientasi tenaga kerja
dalam sebuah organisasi agar kinerjanya semakin efektif dan efisien
dalam memenuhi tuntutan dunia kerja hari ini. Perencanaan akuisisi ini
dilakukan untuk mengantisipasi kekuatan yagn akan mempengaruhi
pasokan dan permintaan akan tenaga kerja. Sedangkan, aktivitas seleksi
dan orientasi tenaga kerja juga penting dilakukan sebagai bagian dari
menjaga daya saing organisasi. Dukungan informasi akurat dan tepat
waktu yang didapatkan dari Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
(SISDM) sangat dibutuhkan untuk menunjang aktivitas ini.
Sasaran perekrutan tenaga kerja sendiri adalah menyediakan
pasokan tenaga kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
organisasi. Dengan mengerti apa yang dilakukan oleh tenaga kerja,
analisis pekerjaan (job analysis) adalah dasar dari fungsi perekrutan ini.
Dari sini, uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerjaan
(job spesification), dapat dipersiapkan untuk proses perekrutan. Proses
seleksi sangatlah menekankan pada pemilihan orang yang memenuhi
kriteria persyaratan (qualified) untuk mengisi lowongan pekerjaan. Selain
itu kepatuhan pada hukum dan peraturan Kesetaraan Kesempatan
Bekerja (Equal Employment Opportunity – EEO) juga menjadi fokus
perhatian manajemen sumber daya dalam aktivitas akuisisi ini.

2 Sumber Daya Manusia Strategik


2. Pendayagunaan
Pendayagunaan pada dasarnya merupakan aktivitas organisasi yang
menjadi lingkup kerja manajemen sumber daya manusia dalam
memaksimalkan tenaga kerja pada sebuah organisasi atau perusahaan.
3. Pengembangan SDM
Tantangan dunia kerja saat ini mengharuskan adanya kesiapan bagi
perusahaan ataupun organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan. Karena itu, manajemen sumber daya manusia di dalamnya
harus lebih berperan dalam proses pengembangan setiap personel
organisasi ataupun tenaga kerja untuk lebih siap menghadapi tantangan
perubahan dunia kerja tersebut. Aktivitas pengembangan sumber daya
manusia ini adalah aktivitas yagn mencakup pelatihan, pembinaan,
pengembangan karir, dan bimbingan. Pelatihan, dibutuhkan untuk
memenuhi standar keterampilan kerja dan peningkatan kreativitas
dalam menghasilan inovasi baru demi keuntungan organisasi atau
perusahaan. Pembinaan dan bimbingan diperlukan agar tenaga kerja
baik yang sudah ada maupun yang akan direkrut dapat memenuhi
sasaran dan target kebutuhan kinerja perusahaan. Sementara
pengembangan karir adalah aktivitas manajemen dalam hal
mengidentifikasi jalur dan aktivitas setiap individu yang berkembang
di suatu organisasi agar sesuai dengan bakat dan kebutuhannya. Semua
aktivitas ini selain bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan,
juga berguna untuk mendukung aktualisasi diri setiap tenaga kerja
yang ada.
4. Pemeliharaan
Aktivitas pemeliharaan sebagai salah satu fungsi manajemen sumber
daya manusia ini berkaitan dengan persoalan bagaimana mengelola
tenaga kerja yang sudah ada agar mau bertahan dan bekerja dengan
sebaik mungkin dalam perusahaan. Karenanya aktivitgas ini mencakup
persoalan imbalan (kompensasi), kesejahteraaan teanga kerja, fasilitas
yang memadai, penjaminan keselamatan kerja dan pemeliharaan
kesehatan, hingga penyediaan bimbingan moril bagi tenaga kerja.
Persoalan-persoalan tersebut pada dasarnya merupakan isu-isu yang
terus saja mengerucut dan menjadi bahasan utama dalam dunia kerja.
Manajemen sumber daya manusia dengan demikian harus lebih tanggap
dan kompeten dalam menyelesaikan persoalan tersebut agar tidak terjadi
hal-hal yang justru merugikan perusahaan karena ketidakmampuan
dalam mengelola kegiatan pemeliharaan tenaga kerja ini.

Peran Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia 3


Sebagai catatan, isu tentang kesehatan dan keselamatan fisik serta
mental tenaga kerja adalah hal yang kurang mendapat perhatian namun
sangat urgen. Occupational Safety and Helath Act (OSHA) atau Undang-
Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja seharusnya bisa membuat
organisasi lebih tanggap atas isu kesehatan dan keselamatan. Persoalan
keselamatan kerja ini bahkan mencakup juga tindak kekerasan baik
fisik, mental, rasial, maupun seksual yang tak jarang terjadi dalam
lingkungan perusahaan.
5. Pelepasan
Pelapasan adalah aktivitas terakhir dari manajemen sumber daya
manusia yang berkaitan dengan persoalan pernghentian tenaga kerja
baik karena pension ataupun PHK. Persoalan ini penting karena
tenaga kerja harus mendapatkan jaminan atas terpenuhinya hak-hak
mereka. Tidak peduli apakah ada atau tidak ada serikat tenaga kerja,
hak ini harus dipenuhi. Selain itu, aktivitas pelepasan ini penting
untuk diperhatikan agar tenaga kerja yang sudah purna tugas bisa siap
untuk kembali ke masyarakatnya. Oleh karena itu, komunikasi dan
pembaharuan kebijakan dan peraturan SDM sangat penting untuk
dikembangkan sehingga manajer dan tenaga kerja saling mengetahui
hak dan kewajiban mereka.

Tabel 1. Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia

Akuisisi Proses pencarian dan mendapatkan SDM


yang berkualitas baik dan tepat
Pendayagunaan Penempatan secara tepat meliputi kegiatan
rancang jabatan, penyusunan kualifikasi
jabatan, penyiapan pra jabatan
Pengembangan Peningkatan pengetahuan, keterampilan,
keahlian, sikap/kepribadian dan menyedia­
kan kesempatan untuk memenuhi kebu­
tuhan aktualisasi diri
Pemeliharaan Fisik, mental, moril, motivasi
Pelepasan Mengembalikan karyawan ke masyarakat
pada saat purna tugas melalui persiapan
pensiun, dll.

4 Sumber Daya Manusia Strategik


Lima pion aktivitas manajemen sumber daya manusia di atas pada
dasarnya saling berkaitan satu sama lain, dimana fungsi pendayagunaan
menjadi pusat dari seluruh aktivitas tersebut. untuk lebih jelasnya
berikut adalah poin-poin yang masuk dalam keluasan lingkup peran dan
tanggungjawab dari manajemen sumber daya manusia :

Rancang Akuisisi Penempatan Pemeliharaan Pengembangan Pelepasan


jabatan karyawan karyawan dan
peningkatan
kualitas SDM
Rancang Strategi Orientasi Sistem Identifikasi Program
organisasi rekruitment karyawan baru kebijaksanaan kebutuhan pensiun
penggajian/pe pengembangan
ngupahan kualtas SDM
Rancang Mencari Pelatihan Program Jenjang karir Pelatihan
jabatan sumber SDM pra-kerja bagi kesejahteraan dan panduan
karyawan baru karyawan untuk
persiapan
pensiun
Analisis Memikat Menempatkan Kesehatan dan Perencanaan Rasionalisasi
jabatan pelamar dalam daftar keselamatan karir
gaji/payroll kerja individual

Jumlah SDM/ Seleksi Penyusunan Wawancara Program Pemutusan


head account pelamar data/arsip pembinaan pelatihan hubungan
karyawan baru kerja
Kualifikasi Menempatkan Sanksi atas Pengembangan
SDM karyawan baru pelanggaran pribadi
Penghargaan Program
dan imbalan management
trainee
Program Program
komunikasi magang
Administrasi pengembangan
perizinan, cuti, organisasi
ijin libur kerjasama
individu dan
kelompok
kerja

Persoalan lain yang perlu dicermati dalam membahas tentang peranan


manajemen sumber daya manusia ini adalah fakta tentang kondisi kerja
hari ini. Keterbukaan informasi, peningkatan kegiatan riset dan penelitian,
kemajuan teknologi, dan globalisasi, yang terjadi saat ini pada akhirnya

Peran Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia 5


memaksa organisasi untuk terus menyesuaikan diri dengan segenap
perubahan tersebut. tuntutan akan penyesuaian terhadap perubahan ini
dalam perusahaan yang juga menyebabkan adanya pergeseran fungsi-fungsi
manajemen sumber daya manusia. Selama ini manajemen sumber daya
manusia hanya dianggap sebagai kegiatan administrasi, yang lebih berkaitan
dengan perekrutan dan penempatan pegawai (staffing) dan fungsi koordinasi
lini kerja (coordinating) yang dilaukan oleh bagian personalia saja.
Perubahan dari manajemen personalia menjadi manajemen sumber
daya manusia sendiri dimaksudkan agar perusahaan lebih siap dalam
menghadapi tantangan mada depan. Transformasi fungsi personalia
menjadi fungsi MSDM secara penuh dan konsisten tentu membawa tugas
dan peranan baru bagi MSDM itu sendir. Berikut ini adlah perbedaan
antara manajemen personalia dan manajemen SDM :

Manajemen personalia:
1. Spesialis fungsional
2. Pendekatan fungsional
3. Fokus pada jangka pendek
4. Ruang lingkup tugas:
5. kebijaksanaan dan program
6. Berpegang pada peraturan
dan prosedur
7. Pelembagaan konflik

Manajemen SDM:
1. Mitra bisnis untuk manajer
operasional
2. Pendekatan strategis bisnis
3. Fokus pada jangka panjang
(visi)
4. Ruang lingkup
tugas:efektifitas organisasi
secara keseluruhan
5. Pemanfaatan sistem nilai dan
misi
6. Penekanan pada semangat
kerja kelompok, (esprit de
corps)

6 Sumber Daya Manusia Strategik


Perkembangan manajemen sumber daya manusia dalam organisasi
atau perusahaan sendiri dapat dilihat pada bagan berikut :
Tahap awal Tahap Tahap Tahap Mapan
tingkatan tata peningkatan Berkembang dan Bertahan
usaha peran

ADMINISTRASI PEMBUAT PENELITI PENASEHAT


PERSONALIA DAN DAN AHLI DAN
PENEGAK PEMBUAT ANGGOTA
PERATURAN KEBIJAKAN PENYUSUN
KEPEGA- DAN SISTEM VISI DAN
WAIAN PERSONALIA STRATEGI
USAHA
• Pencatatan • Perjanjian • Pelatihan • Rencana
absensi kerja dan • Insentif sdm jangka
• Perhitungan KKB dan panjang
upah / • Peraturan motivasi • Regenerasi
gaji/ upah perusahaan • Program atau
lembur/ • Sistem retensi suksesi
tunjangan penggajian (memperta- • Pengem-
• Administrasi • Pengaturan hankan bangan
umum fasilitas pegawai) organisasi
• Hubungan • Pendaya-
industrial gunaan sdm
yang

Tahap I, II, dan III, sumber daya manusia masih berada pada tahap
manajemen personalia, pada tahap IV mulai memasuki era manajemen
SDM secara khusus (human resources management). Selain itu, perubahan
yang terjadi sebenarnya tidak hanya perubahan dari manajemen personalia
menjadi manajemen sumber daya manusia sebagai satu bentuk departemen
khusus, melainkan juga perubahan fungsi manajemen SDM dari fungsi
spesialisasi yang berdiri sendiri menjadi fungsi yang terintegrasi dengan
seluruh fungsi lainnya di dalam organisasi.
Perubahan fungsi ini umumnya bertujuan untuk lebih mengoptimalkan
peran Manajemen SDM dalam mencapai sasaran yang sudah ditetapkan
serta memiliki fungsi perencanaan yang sangat strategik dalam organisasi.
Dengan kata lain fungsi SDM hari ini lama lebih bersifat strategik. Oleh
karenanya, manajemen SDM mempunyai kewajiban untuk memahami
perubahan yang semakin komplek yang selalu terjadi di lingkungan bisnis,

Peran Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia 7


serta harus bisa mengantisipasi perubahan teknologi, dan memahami
dimensi internasional yang muali memasuki bsinis akibat informasi yang
berkembang cepat. Perubahan padarigma dari manajemen SDM tersebut
telah memberikan fokus yang berbeda dalam melaksanakan fungsinya di
dalam organisasi.
Selain itu, agar tujuan sumber daya manusia memberikan kontribusi
yang lebih besar bagi organisasi untuk meraih keunggulan kompetitif
diperlukan strategi yang tepat dalam perenacnaan SDM secara terpadu.
Kegiatan dari strategi SDM didasarkan kerjasama antar departemen SDM
secara terpadu. Kegiatan dari strategi SDM didasarkan kerjasama antar
departemen SDM dengan manajer lini serta keterlibatan manajemen
puncuk dalam menjelaskan visi dan misi organisasi yang dapat dijabarkan
dalam tujuan bisnis yang strategis.
Tujuan utama dari strategi ini adalah untuk meningkatkan kinerja
sekarang dan yang akan datang secara berkesinambungan sehingga dapat
mempertahankan keunggulan kompetitifnya. Proses pengembangan strategi
MSDM dalam memberikan keuntungan bagi organisasi sendiri mencakup :
a. Mendefinisikan berbagai kesempatan dan kendala yang dihadapi
MSDM dalam mencapai tujuan bisnisnya.
b. Memperjelas gagasan baru terhadap isu-isu MSDM yang ber­
orientasi pada hasil dan memberi perspektif yang lebih luas.
c. Melakukan tes komitmen manajemen pada kegiatan, menciptakan
proses pengalokasian SDM untuk program dan kegiatan yagn
spesifik.
d. Memfokuskan pada kegiatan jangka panjang yang dipilih dengan
mempertimbangkan prioritas pertama untuk 2 atau 3 tahun
mendatang.
e. Melakukan strategi yang memfokuskan pada pengelolaan fungsi
SDM dan pengembangan staf yang kompeten.

Manajemen sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan pada


dasarnya dapat menciptakan keunggulan kompetitif (competitive advantage)
dengan empat pendekatan, yakni :
1. Strategic Power, menjadi mitra manajer senior dan manajer
lini dalam melaksanakan strategi yang telah direncanakan,
menerjemahkan strategi bisnis ke dalam tindakan nyata dengan
melakukan diagnosis organisasi, yakni sistem penilaian (assessment)
dan penggabungan praktek organisasi dengan tujuan bisnis yang

8 Sumber Daya Manusia Strategik


dapat dibentuk pada setiap level organisasi.
2. Administrasi Expert; Menjadi ahli dalam mengatur pelaksanaan
pekerjaan serta efisiensi administrasi agar dihasilkan output dengan
biaya rendah namun kualitas terjamin. Upaya ini dapat dilakukan
dengan rekayasa ulang (reengineering), termasuk merekayasa kembali
bidang SDM. Menjadi pakar administrasi perlu menguasai dua fase
rekayasa kembali. Pertama, proses perbaikan, memfokuskan pada
indentifikasi proses-proses yang tidak efektif dan merencanakan
metode alternatif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Kedua
memikirkan penciptaan ulang (rethinking creation values) yang
prosesnya dimulai dari pelanggan. Sehingga dapat mengubah
fokus kerja dari apa yang dapat dilakukan menjadi ada yang harus
dihasilkan.
3. Employee Champion; menjadi penengah antara karyawan dan
manajemen untuk memenuhi kepentingan dua belah pihak.
Dengan persainan bisnis yang semakin kuat menyebabkan
tuntutan manajemen terhadap karyawan semakin tinggi. Oleh
karena itu manajer lini harus memperhatikan keadaan karyawan
yang berkaitan dengan Pertama, mengurangi tuntutan (demand)
dengan cara mengurangi beban kerja dan menyeimbangkan dengan
sumber daya yang dimiliki oleh karyawan. Kedua, meningkatkan
sumber daya dengan membantu karyawan mendefinisikan
sumber daya baru ( dalam dari karyawan) sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri dengan kebutuhan organisasi. Ketiga, mengubah
tuntutan menajdi sumber daya dengan cara membantu karyawan
mempelajari tranformasi demand ke dalam sumber daya.
4. Agent of Change; menjadi agen perubahan, mempertajam proses
dan budaya yang dapat meningkatkan kapasitas organisasi untuk
berubah. Terdapat tiga tipe perubahan yaitu : pertama, perubahan
inisiatif, memforkuskan pada penerapan program, proyek atau
prosedur baru. Kedua perubahan proses dalam organisasi dengan
memfokuskan kepada cara bagaimana melakukan kerjasama
optimal. Ketiga, perubahan budaya akan terjadi jika strategi dasar
organisasi bisnis dikonseptualkan kembali.

Keempat hal tersebut merupakan peran baru dari Departemen MSDM


yang akan dapat meraih keunggulan kompetitis dengan kerjasama dengan
manajer lini dan manajer puncak. Keunggulan kompetitif akan dicapai

Peran Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia 9


dengan tiga strategi yaitu inovasi (innovation), peningkatan kualitas (quality
enchangement) serta penurunan biaya (cost reduction).

B. Sumber Daya Manusia dalam Kerja


Peluang yang sama dalam kerja/equal employment opportuinity
Persoalan peluang kerja atau kesempatan untuk mendapatkan kerja yang
setara antara satu individu dengan individu lainnya selalu terkait dengan
pembicanaan tentang hak asasi manusia. Ini penting untuk dicermati karena
selalu terdapat kasus dimana seseorang tidak memperoleh hak yang sama
bukan berdasarkan kualifikasi yang dibutuhkan oleh dunia kerja, melainkan
karena latarbelakang tertentu yang tidak berhubungan langsung dengan
kondisi dan tuntutan dunia kerja tersebut. Latarbelakang yang dimaksud di
sini adalah suku, agama, ras, warna kulit, dan segala perihal yang tidak
memiliki kaitan dengan kualifikasi dunia kerja. Jika sebuah perusahaan atau
organisasi membuka peluang penerimaan tenaga kerja, namun melakukan
penilaian berdasarkan hal-hal di atas, ini berarti ia telah melakukan
pelanggaran terhadap hak-hak individu untuk mendapatkan peluang dan
kesempatan yang sama dalam dunia kerja.
Peraturan perundang-undangan tentang peluang kerja yang sama
(equal employment opportunity) ini sebenarnya masih berusia sangat muda.
Peraturan ini lebih berasal dari tata peraturan tentang hak-hak individu yang
tidak boleh dilanggar atau hukum tentang larangan adanya diskriminasi
atas setiap warga negara. Mengingat adanya perkembangan dan perluasan
kebutuhan dalam dunia kerja, maka peraturan tentang peluang kerja yang
sama ini juga berkembang seiring kebutuhan dan fenomena tersebut.

The Civil Rights Act of 1991


Perundang-undangan untuk menghilangkan tindakan diskriminatif
terhadap individu yang termasuk dalam kelompok minoritas dalam
sebuah negara pada dasarnya bukan merupakan hal yang baru.
Di Amerika Serikat misalnya, telah ada amandemen kelima yang
menetapkan bahwa tidak ada orang yang akan kehilangan hidup,
kemerdekaan, atau hak milik tanpa proses hukum. Selain itu terdapat juga
amandemen ketigabelas yagn menyatakan bahwa perbudakan adalah
tindakan yang tidak sah. Amandemen ini bahkan telah digunakan
oleh berbagai pengadilan untuk menjadi dasar hukum atas tindakan
diskriminatif rasial. Sementara amandemen keempatbelas Amerika
Serita mengilegalkan negara bagian manapun untuk membuat atau

10 Sumber Daya Manusia Strategik


menjalankan undang-undang papun yang mempersingkat hak istimewa
dan kekebalan warga negaranya. Dan pengadilan pada umumnya sudah
memandang undang-undang ini sebagai penghambatan diskriminatif
berdasarkan jenis kelamin atau negara asal juga ras. Undang-undang
lain seperti halnya keputusan-keputusan pengadilan sudah membuat
diskriminasi terhadap minoritas menjadi praktik ilegal awal peralihan
abad. Tetapi dalam tataran praktis kongres dan presiden justru measa
enggan untuk mengambil tindakan dramatik terhadap masalah
kesamaan peluang kerja sampai awal 1960an. Dalam hal ini mereka
akhirnya didorong untuk bertindak pertama-tama sebagai akiat dari
kegelisahan sipil di kalangan minoritas dan wanita yang akhirnya
menjadi terlindungi oleh perundang-undangan kesamaan hak yang
baru, dan adanya perwakilan-perwakilan yang diciptakan untuk
mengimplementasikan dan menjalankannya.

Civil Right Act 1964


Apa yang dikatakan oleh undang-undang pasal VII dari undang-undang
hak sipil 1964 adalah salah satu poin yang baru dari undang-undang
baru ini. Pasal VII ini menetapkan bahwa seorang majikan tidak dapat
melakukan diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, atau negeri asal individu tersebut. membatasi, memisahkan
atau mengklasifikasikan karyawannya atau pelamar-pelamar untuk
pekerjaan tertentu sehingga akan memperkecil peluang individu
dalam mendapatkan peluang kerja, atau sebaliknya mempengaruhi
individu sehingga bisa merugikan statusnya sebagai karyawan, karena
ras, warna kulit, agama, jenis kelamin atau negara asal.

Equal Pay Act 1963


Undang-undang pembayaran yang sama tahun 1963 membuat tidak
sahnya diskriminasi dalam pembayaran berdasarkan pada jenis
kelamin bila jabatan-jabatan itu menuntut pekerjaan yang sama,
keterampilan, usaha dan tanggungjawab yang sama dan dijalankan
dalam kondisi kerja yang sama. Akan tetapi perbedaan-perbedaan
dalam pembayaran itu tidak dianggap melanggar undang-undang jika
perbedaan itu didasarkan pada sebuah sistem senioritas, jasa, sebuah
sistem yang mengukur perolehan berdasarkan kuantitas atau kualitas
produksi atau suatu pembedaan yang didasarkan pada faktor apa saja
selain jenis kelamin.

Peran Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia 11


Age Discrimination In Employment Act 1967
Diskriminasi usia dalam undang-undang kerja tahun 1967 membuat
pendiskriminasian terhadap karyawan atau pelamar pekerjaan yang
berusia antara 40 dan 65 tahun menjadi ilegal. Ketika diamandemenkan
oleh kongres pada tahun 1978 undang-undang memperluas proteksi
sampai ke 70 tahun untuk kebanyakan pekerja dan tanpa batas paling
tinggi untuk karyawan pemerintah federal.
Sebuah pengaturan pengadilan tinggi tahun 1973 menegaskan
bahwa kebanyakan perwakilan negara bagian dan lokal ketika
bertindak dalam peran sebagai majikan harus taat pada provisi dari
undang-undang yang melindungi karyawan dari diskriminasi usia.
Tindakan-tindakan berikutnya oleh kongres telah menghapuskan
70 tahun sebagai batas usia tertinggi yang secara efektif mengakhiri
banyaknya kewajiban pengunduran diri.
Seperlima dari tindakan-tindakan pengadilan yang disimpan oleh
EEOC adalah kasus ADEA. Undang-undang ini adalah undang-undang
favorit di kalangan karyawan dan ahli hukum karena memungkinkan
pemeriksaan hakim dan menggandakan kerugian bagi mereka yang
menunjukkan diskriminasi yang disengaja.

Vocational Rehabilitation Act 1973


Undang-undang rehabilitasi kejuruan 1973 menuntut karyawan dengan
kontrak legal guna mendapatkan tindakan afirmatif untuk pekerjaan
dari orang-orang cacat. Undang-undang itu tidak menuntut bahwa
seseorang harus memenuhi persyaratan untuk dipekerjakan. Yang
dituntut adalah bahwa seorang majikan bisa mengambil langkah untuk
menampung seorang pekerja cacat, kecuali jika dengan melakukan
itu dapat memabwa persoalan bagi dirinya. Sebuah pengadilan
distrik federal baru-baru ini menegaskan bahwa kerusakan sebagai
imbalan untuk kerugian keuangan masa depan, kesulitan emosional,
penderitaan, ketidaknyamanan, tekanan mental, kehilangan kegem­
biraan hidup dan kehilangan non-keuangan lain tersedia di bawah
undang-undang rehabilitasi tahun 1973.

C. Lingkungan SDM yang Berubah


Poin penting yang perlu dicermati dalam lingkungan organisasi dan
pengembangan sumberdaya manusia di dalammnya adalah adanya perubahan
yang terus-menerus. Perubahan ini pada akhirnya menuntut perhatian

12 Sumber Daya Manusia Strategik


yang lebih serius tentang peran manajemen sumber daya manusia dalam
upaya peningkatan organisas. Selain itu, perubahan-perubahan ini biasanya
dapat diamati dari beberapa faktor berikut :
a. Adanya keragaman angkatan kerja
Keragaman angkatan kerja adalah fenomena yang tak terelakkan
dalam dunia kerja kontemporer. Hal ini terutama dipicu oleh semakin
berkembangnya prinsip kesetaraan peluang kerja baik laki-laki dan
perempuan. Setiap individu tanpa membedakan status sosial, usia,
jenis kelamin, agama, ras, memiliki peluang yang sama dalam hal
mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan komoditi yang
mereka bawa secara personal. Bagi pihak perusahaan fenomena ini
tentu merupakan satu peluang untuk mendapatkan individu terbaik
sesuai dengan kebutuhan bisnis organisasi yang dijalankan.
Dilain pihak, keragaman angkatan kerja ini sebenarnya juga
dipicu oleh semakin sempitnya peluang mendapatkan kerja yang
sesuai dengan keinginan pribadi. Kerja lebih menjadi tuntutan untuk
menambal kebutuhan ekonomis hidup daripada sebuah media untuk
aktualisasi diri. Lowongan kerja yagn semakin sedikit, pertumbuhan
masyarakat yang semakin besar dan membludak, adalah kenyataan
yang terus menjadi persoalan tidak hanya bagi pihak pemerintah,
namun juga bagi organisasi dan perusahaan yang seharusnya memiliki
tanggungjawab sosial (social responsibility).
b. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
Perkembangan teknologi tentu tidak pernah lepas dari perkembangan
ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui riset ilmiah maupun
kenyataan yang dihadapi secara tak terstruktur. Di satu sisi, perkem­
bangan teknologi ini tentu menyumbang peranan yang besar dan
signifikan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam dunia
kerja. Sebagai contoh, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi
membuat orang bisa melakukan manajemen virtual tanpa harus
bersusah payah melakukan kontrol dan menuliskan laporan secara
manual. Pada beberapa perusahaan besar, seperti General Motor,
teknologi komputer yang diterapkan dalam bentuk robot pekerja,
lebih mendominasi sistematika teknis pengolahan produk perusahaan.
Selain itu, contoh paling nyata adalah teknologi internet, dimana
orang tidak perlu lagi mengirim surat manual melalui kantor pos,
melainkan cukup lewat emal dan kesalahan-kesalahan yang terjadi juga
sudah otomatis diralat melalui document management system (DMS).

Peran Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia 13


Perkembangan teknologi juga secara nyata telah mendorong
perusahaan untuk menjadi lebih kompetitif, dan berhasil menghapus
adanya hierarki order dalam perusahaan. Hilangnya hierarki order
ini misalnya tampak pada penerapan sistem “distributed computing”,
dimana seorang manajer tidak perlu membuat rantai komando
yang berbelit dalam mengurus sebuah persoalan. Ia bisa langsung
menghubungi orang yang langsung melaksanakan “order” tersebut
melalui jaringan komputer yang terhubung dengan satu sama lain.
Sementara perkembangan pengetahuan terkait erat dengan adanya
berbagai macam konsepsi dan temuan baru dari riset ilmiah, utamanya
tentang manusia dan kecerdasan inheren di dalam dirinya, pengaruh
lingkungan terhadap perkembangan fisik, mental, dan spiritualnya,
hingga perihal teori-teori manajemen baru yang menjadi landasan
utama bagi perusahaan dalam mengembangkan dirinya. Contoh
sederhana dari perihal ini misalnya adalah adanya temuan tentang
berbagai jenis kecerdasan manusia dan bagaimana menerapkannya
dalam dunia kerja. Pengetahuan-pengetahuan semacam ini tentu men­
jadi tugas kalangan penyedia sumber daya manusia dalam meran­cang
alur kerja yang pas untuk setiap personil organisasi atau perusahaan.
c. Globalisasi budaya dan tren bisnis
Istilah globalisasi untuk manajemen sumberdaya manusia pada
dasarnya merujuk pada perkembangan keterbukaan pasar bagi bisnis
perusahaan. Dengan kata lain, globalisasi membuka pelunag untuk
seiap perusahaan guna menjajaki dan membuka pasar baru di luar
kawasan mereka. Selain itu, globalisasi juga menyebabkan timbulnya
tren dan budaya baru dalam organisasi. Tren ini misalnya tampak
pada pengolahan kemajuan teknologi dan kebebasan untuk membuat
ruang kerja di luar negeri, dimana perusahaan dapat melanjutkan
produktivitasnya di daerah-daerah dengan tenaga kerja yang dapat
dibayar secara lebih murah dan lebih terampil.
Pada sisi yang lain, globalisasi juga mencakup tuntutan persaingan
yang lebih tinggi. Perusahaan-perusahaan yang dulunya hanya bersaing
dalam wilayah lokal dan perusahaan serupa dalam sebuah negara,
sekarang harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan
yang sama dengan lingkup yang lebih luas (perusahaan antar negara).
Kondisi ini tentu didukung juga dengan adanya kebijakan perdagangan
bebas yang mulai diterapkan di seluruh negara yang terlibat perjanjian.
Karena itu, manajemen sumber daya manusia dalam organisasi dan

14 Sumber Daya Manusia Strategik


perusahaan juga mendapatkan tuntutan yang lebih besar untuk terus
mengembangkan diri.
d. Adanya visi baru dalam dunia kerja dan bisnis global
Visi baru dalam bidang manajemen sumberdaya manusia ini tentu saja
dikarenakan adanya berbagai macam perkembangan seperti disebutkan
di atas, terutama yang berkenaan dengan tuntutan dunia bisnis
yang lebih berwawasan ekologis, open resources, dan mengarah pada
pengembangan bidang lain, seperti pendidikan, sosial kemasyarakatan
bahkan religiusitas.
Lebih dari itu, perkembangan dunia kerja kontemporer bahkan
memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan sektor jasa
dibandingkan sektor produk. Pada sektor jasa ini, keerdasan mental
dan modal pengetahuan bahkan lebih diperlukan dibandingkan
keahlian teknisyang saat ini justru mulai dikerjakan melalui proses
automatisasi dan robotisasi. Pekerjaan-pekerjaan di bidang pelayanan
jasa, seperti mengajar, konsultan, penyuluhan, dan lainnya pada
akhirnya juga menuntut metode manajemen sumber daya manusia
untuk mengelolanya.
Tren dan kecenderungan yang mengalami berabgai macam perkem­
bangan dan perubahan dalam lingkungan sumber daya manusia seperti
tersebut di atas, dapat disimpulkan menjadi poin penting yang menjadi
pokok pikiran manajemen SDM organisasi atau perusahaan saat ini.
Dengan kata lain, keberadaan sebuah organisasi atau perusahaan
dewasa ini akan terus berkulat dengan perubahan tren, akselerasi
produk, perkembangan teknologi, persaingan global, deregulasi, peru­
bahan demografi, dan kecernderungan ke arah masyarakat jasa dan era
keterbukaan informasi, hingga berbagai macam ketidakpastian dunia
usaha dan bisnis yang memang tidak pernah bisa diramalkan alurnya.
Sebuah perusahaan yang tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan
berbagai macam kebutuhan tersebut pada akhirnya akan ketinggalan
dan akan sulit untuk berkembang apalagi memenangkan persaingan.

D. Perencanaan Strategik dan


Manajemen Sumber Daya Manusia
Perubahan dan tuntutan yang ada dalam dunia kerja saat ini pada
akhirnya membuat peran manajemen sumber daya manusia dalam sebuah
organisasi atau perusahaan menjadi lebih bersifat strategik. Aktivitas
manajemen sumber daya manusia hari ini lebih didorong untuk bisa

Peran Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia 15


membantu perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis global dan
kompetitif di dalamnya.
Ada kecenderungan untuk mengakui entingnya SDM dalam organisasi
dan pemusatan perhatian poda kontribusi fungsi SDM bagi keberhasilan
pencapaian tujuan strategi perusahaan. Hal ini sebenarnya dapat dilakukan
perusahaan dengan mengintegrasikan pembuatan keputusan strategisnya
dengan fungsi-fungsi SDM, agar kesempatan untuk memperoleh keber­
hasilan semakin besar.
Tingkat integrasi antara perencanaan strategis dengan fungsi-fungsi
SDM tersebut biasanya terwujud dalam empat macam hubungan :
1. Hubungan Administrasi
Disini manajer puncak dan manajer fungsional yang lainnya
menganggap fungsi SDM relatif tidak penting dan memandang
manusia bukan sebagai keterbatasan maupun aset perusahaan
dalam pengambilan keputusan bisnis.
2. Hubungan Satu Arah
Terdapat hubungan sekuensial antara perencanaan strategis
dengan fungsi-fungsi SDM. Fungsi SDM merancang program dan
sistem untuk mendukung tujuan strategis perusahaan. Jadi SDM
bereaksi terhadap inisiatif tetapi tidak memiliki pengaruh, karena
meskipun sudah dianggap penting namun belum dianggap sebagai
mitra bisnis yang strategis.
3. Hubungan Dua Arah
Ditandai dengan hubungan resiprokal dan saling ketergantungan
antara perencanaan strategi dengan SDM. Fungsi SDM dipandang
penting dan dapat dipercaya. SDM berperan dalam menentukan
arah strategis perusahaan dan sudah dijadikan mitra strategis.
4. Hubungan Integratif
Ditandai oleh hubungan yang dinamis dan interaktif antar
hubungan fungsi SDm dan perencanaan strategis. Di sini manajer
SDM dipandang sebagai sebenar-benarnya mitra bisnis strategis
dan dilibatkan dalam keputusan strategis.

16 Sumber Daya Manusia Strategik


2

PROCUREMENT OF
Human Resource Management

A. Perekrutran (Recruitment)
1. Perencanaan Personel dan Perekrutan
Kegiatan yang masih berkaitan dengan perencanaan SDM adalah
perekrutan atay pengadaan tenaga kerja. Setelah organisasi atau perusahaan
menetapkan karakteristik atau ciri-ciri karyawan yang diperlukan serta
jumlahnya masing-masing, maka kegiatan selanjutnya adalah upaya
mendapatkan tenaga kerja yang diperlukannya tersebut. idealnya upaya
pengadaan tenaga kerja yang ini untuk memastikan bahwa tenaga kerja
yang direkrut dan ditempatkan nantinya adalah orang yang tepat untuk
posisi yang tepat pula (the right people in the right position).
Pengadaan tenaga kerja itu sendiri adalah suatu proses untuk menda­
patkan tenaga yang berkualitas dan memberikan harapan yang baik pada
calon tenaga kerja tersebut untuk membuat lamaran kerja guna bekerja pada
instansi/perusahaan tersebut. khusus bagi organisasi/perusahaan yang
besar, pengadaan tenaga kerja merupakan proses yang terus berlangsung
dan kompleks dan menuntut perencanaan dan upaya yang ekstensif. Proses
perekrutan ini dilakukan utamanya untuk mendapatkan calon tenaga kerja/
karyawan yang memenuhi syarat dan kebutuhan perusahaan dengan tujuan :
- Agar konsisten dengan strategi, wawasan dan nilai-nilai perusahaan
secara keseluruhan;
- Untuk membantu mengurangi kemungkinan keluarganya
karyawan yang belum lama bekerja;
- Untuk mengkoordinasikan upaya perekrutan dengan program
seleksi dan pelatihan;
- Untuk memenuhi tanggungjawab perusahaan dalam upaya
menciptakan kesempatan kerja yang adil dan setara bagi setiap
orang.
2. Proses Perekrutan dan Seleksi
Pelaksanaan proses perekrutan pada dasarnya dapat digambarkan
sebagai satu rangkaian rintangan seperti tampak berikut :

Proses perekrutan dan seleksi adalah serangkaian rintangan yang ditujukan pada
pemilihan calon terbaik untuk jabatan

Perekrutan dan seleksi seperti tampak pada gambar di atas pada dasar­
nya menuntut :
a) Melakukan perencanaan dan pelamaran pekerjaan untuk menetap­
kan tugas-tugas dari posisi yang diharuskan untuk diisi.
b) Membangun suatu pangkalan calon untuk jabatan-jabatan ini
dengan merekrut calon-calon internal dan eksternal.
c) Meminta karyawan mengeisi formulir lamaran dan melakukan
wawancara penyaringan.
d) Memanfaatkan berbagai macam teknik seleksi seperti tes, penyeli­
dikan latar belakang, dan pengujian fisik untuk mengidentifikasi
calon yang bersemangat untuk mengisi jabatan tertentu.
e) Mengirimkan kepada penyelia yang bertanggungjawab untuk
jabatan itu satu atau lebih calon yang bersemangat.
f) Meminta para calon untuk mengikuti satu atau lebih wawancara
seleksi dengan penyelia dan pihak-pihak relevan lain dengan tujuan

18 Sumber Daya Manusia Strategik


untuk akhirnya menetapkan kepada calon yang mana jabatan
akan diserahkan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perekrutan


Secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses
pengadaan tenaga, yaitu faktor organisasi dan faktor lingkungan.
1) Faktor Organisasi
- Kesan yang dimiliki perusahaan
Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat mempengaruhi
berhasil tidaknya program pengadaan tenaga kerja. Kesan atau
image (citra) baik yang disajikan oleh isntansi/perusahaan akan
mempengaruhi kemampuan organisasi/perusahaan tersebut di
dalam menarik calon tenaga kerja. Kenyataan menunjukkan bahwa
iklan yang bagus dan menarik hubungan masyarakat (public relation)
dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang organisasi/
perusahaan tersebut, dan meningkatkan apresiasi umum tentang
organisasi/perusahaan.
Besarnya pengetahuan masyarakat tentang suatu organisasi/
perusahaan dan baiknya apresiasi serta image organisasi/perusaha­
an tersebut akan berdampak pada besarnya kemungkinan untuk
mendapatkan calon tenaga kerja yang bermutu. Selain melalui
penciptaan image baik melalui media massa, penciptaan iamge
juga dapat dilakukan oleh karyawan yang telah ada. Sebagai
contoh, seorang karyawan suatu organisasi/perusahaan yang
me­mi­­liki masalah dengan gaya kepemimpinan atasannya atau
me­rasa­kan adanya kesenjangan antara harapan yang diberikan
dengan kenyataan yang dihadapi akan mengeluarkan komentar
yang sedikit banyaknya menurunkan citra organisasi/perusahaan.
Kondisi seperti ini pada gilirannya menyebabkan organisasi/
perusahaan tersebut kesulitan mendapatkan calon pegawai yang
bermutu dari masyarakat umum.
- Perencanaan SDM
Membantu proses perekrutan menjadi lebih efektif, karena melalui
perencanaan SDM perusahaan telah mengetahui pekerjaan mana
yang harus dipenuhi dari sumber daya eksternal atau yang sumber
internal.
- Persyaratan pekerjaan
Hal ini akan membatasi perekrutan yang dilakukan, karena hanya

Procurement of Human Resource Management 19


SDM yang sesuai dengan ketentuan yang dapat mengajukan
lamaran pekerjaan.
- Proses perekrutan masa lampau
Hasil evaluasi proses perekrutan yang pernah dilakukan menjadi
feedback untuk proses berikutnya agar menjadi lebih baik dan
efektif.
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingungan yang mempengaruhi penagdaan tenaga kerja di
antaranya adalah sebagai berikut :
- Kondisi Pasar Kerja
Kondisi pasar kerja berpengaruh pada penyediaan (supply)
calon tenaga kerja yang qualified. Jika perusahaan tidak berhasil
mendapatkan calon tenaga kerja secara tepat pada wilayahnya,
maka perusahaan/organisasi tersebut harus mencari ke wilayah
laon. Selain itu pesaingan antar organisasi/perusahaan dapat
mengurangi berkumpulnya calon tenaga yang qualified dan atau
menyebabkan tingginya upah yang dijanjikan oleh organisasi/
perusahaan yang akan merekrutnya.
- Kecenderungan Perekonomian
Kecenderungan perekonomian adalah kecenderungan
perusahaan/organisasi dalam pemenuhan kebutuhan spesifikasi
tenaga kerja. Sebagai contoh : pengenalan teknologi komputer
mengakibatkan besarnya permintaan tenaga kerja yang memiliki
kepandaian di bidang komputer.
- Perilaku Masyarakat
Perilaku masyarakat dalam hal ini adalah penilaian masyarakat
tentang suatu jenis pekerjaan. Jika sebagian besar calon tenaga
kerja memandang suatu jenis pekerjaan sebagai pekerjaan rendah­
an atau hina, maka kemungkinan besar hanya sedikit calon tenaga
kerja yang melamar pekerjaan tersebut. sebaliknya jika sebagian
besar masyarakat memandang suatu jenis pekerjaan sebagai peker­
jaan yang sangat bergengsi dan terhormat, maka akan banyak
calon tenaga kerja yagn melamar saat jenis pekerjaan tersebut
ditawarkan.
- Peraturan Pemerintah
Peraturan pemerintah tentang ketenagakerjaan seperti pemberian
kesempatan yang sama pada semua warga (pria maupun wanita),
ketentuan upah minimum, keselamatan kerja dan sebagainya

20 Sumber Daya Manusia Strategik


sedikit banyaknya akan berpengaruh pada pengadaan tenaga kerja
di lapangan.

4. Perencanaan dan Peramalan Pekerjaan


Perekrutan dan seleksi pegawai ini memiliki kaitan yang erat dengan
perencanaan dan peramalan pekerjaan. Perencanaan pekerjaan sendiri adalah
proses memformulasi rencana-rencana untuk mengaisi lowongan masa depan
berdasarkan pada suatu analisis dari posisi yang diharapkan terbuka dan
ini akan diisi oleh calon dari dalam atau luar. Oleh karena itu perencanaan
pekerjaan merujuk pada perencanaan untuk mengisi beberapa atau semua
posisi perusahaan di masa mendatang.
Calon tenaga kerja yagn akan direkrut dapat diambil dari internal
organisasi maupun eksternal organisasi. Perekrutan tenaga kerja dari dalam
biasanya dilakukan oleh organisasi/perusahaan yang telah lama berjalan
dan memiliki sistem karier yang baik. perekrutan tenaga kerja dari dalam
memiliki keuntungan, diantaranya adalah tidak mahal, promisi dari dalam
dapat memelihara iloyalitas dan deikasi pegawai, dan tidak diperlukan masa
adaptasi yang terlalu lama, karena sudah terbiasa dengan suasana yang ada.
Namun demikian perekrutan dari dalam juga berarti terjadinya pembatasan
terhadap bakat yang sebenarnya tersedia bagi organisasi dan mengurangi peluang
masuknya pemikiran baru. Adapun sumber perekrutan tenaga kerja bagi
perusahaan ini mencakup :
- Sumber Eksternal
Seringkali organisasi/perusahaan membutuhkan tenaga kerja dengan
syarat-syrat tertentu yang tidak dimiliki oleh SDM yang ada. Untuk
itu perekrutan calon tenaga kerja akan diambil dari luar organisasi.
Beberapa sumber yang dapat digunakan dalam perekrutan eksternal
seperti :
a. Lembaga pendidikan
Perekrutan calon tenaga kerja dilakukan biasanya bila organisasi/
perusahaan memerlukan jenis pendidikan ternteu tanpa
memperdulikan pengalaman kerja. Melalui cara perekrutan ini,
diharapkan dapat dibentuk karyawan sesuai yang diinginkan
organisasi/perusahaan.
b. Teman/anggota keluarga karyawan
Organisasi/perusahaan dapat meminta jasa karyawan lama untuk
mencarikan calon tenaga kerja. Umumnya karyawan yang dimintai
tolong akan menyambut gembira, meskipun untuk tugas tersebut

Procurement of Human Resource Management 21


mereka tidak mendapatkan imbalan dalam bentuk materi. Lebih-
lebih dalam kondisi sulitnya lapangan kerja seperti saat ini,
karyawan akan gembira untuk menyodorkan informasi caloln
pegawai seperti saudara/teman/tetangga dan sebagainya.
c. Lamaran terdahulu yang telah masuk
Perekrutan juga dapat diambil dari lamaran terdahulu yang telah
masuk. Melalui pembukaan arsip atau file lamaran yang belum
diterima, diharapkan akan didapat calon pegawai yang memiliki
persyaratan sebagaimana yang diharapkan.
d. Agen tenaga kerja
Cara ini boleh dibilang relatif sangat baru dan belum populer
di Indonesia. Agen tenaga kerja adalah perusahaan swasta yang
kegiatan utamanya adalah mencari dan menyalurkan tenaga kerja.
e. Karyawan perusahaan lain
Perekrutan calon karyawan dari satu perusahaan ke perusahaan
lain dapat dilakukan secara legal maupun olegal. Yang dimaksud
legal disini adalah perusahaan yang ingin merekrut harus
mengeluarkan sejumlah biaya yang akan dibayarkan kepada
perusahaan tempat alon pegawai tersebut bekerja. Perekrutan
model ini lebih dikenal dengan sebutan transfer. Sedangkan
perekrutan secara ilegal lebih dikenal dengan pembajakan.
Kelebihan dari perekrutan dengan cara ini adalah : pengalaman
terjamin, training/latihan diperlukan sekadarnya; kemungkinan
mendapatkan ide-ide baru besar. Namun juga terdapat kelemahan
dalam cara ini, yaitu loyalitas kurang terjamin, dan calon mungkin
memiliki kebiasaan yang kurang sesuai dengan iklim organisasi.
f. Asosiasi profesi
Perekrutan dilakukan melalui asosiasi suatu profesi sebagai
mediator penyedia tenaga kerja profesional bagi perusahaan,
seperti di Indonesia terdapat KADIN, IWAPI, HIPMI, IAI, dsb.
g. Outsourcing
Terkadang perusahaan juga perlu melakukan efisiensi, beberapa
pekerjaan yang dapat dilakukan tanpa harus mengangkat tenaga
kerja tetap dapat menggunakan tenaga kerja kontrak (outsourching).

Metode perekrutan karyawan dengan sumber dari luar perusahaan


ini, dapat dilakukan dengan menggunakan :
1) Melalui iklan di media massa (radio, TV, koran, internet)

22 Sumber Daya Manusia Strategik


Melalui iklan atau adventensi diharapkan perusahaan dapat
merekrut calon tenaga kerja dengan spesifikasi tertentu dan
dengan pengalaman kerja tertentu. Perekrutan melalui iklan
ini biasanya diserta dengan suatu janji yang menarik, misalnya
gaji yang besar, masa depan yang menarik dan sebagainya.
Keuntungan dari perekrutan dengan menggunakan kilan adalah :
a) dapat mencapai sasaran yang cukup luas; b) hubungan langsung
antarorganisasi/perusahaan dengan pelamar; c) cara yang dianggap
praktis; d) kemungkinan besar mendapatkan calon yang berbobot
(berkualitas); e) cara efektif untuk mendapatkan calon tenaga kerja
yang tidak terpusat. Sedangkan kelemahan pengadaan tenaga kerja
melalui iklan adalah : a) memerlukan biaya yang cukup makal,
dan b) kemungkinan pelamar yang datang cukup banyak sehingga
menyulitkan penyelesaian.
2) Akuisisi dan merger. Ketika suatu perusahaan melakukan akuisisi
atas perusahaan lain, atau merger dengan perusahaan lain maka
akan memperoleh sejumlah tenaga kerja.
3) Open house
Untuk menjaring lebih banyak tenaga potensial secara umum,
perusahaan dapat melakukan open house di sejumlah kalangan
yang diprediksi dapat menarik calon teanga kerja potensial, seperti
di perguruan tinggi, ecen-even tertentu.
4) Menyewa konsultan perekrutan
Terkadang untuk mencari dan merekrut tenaga kerja profesional
dibutuhkan konsultan yang mampu mencari tenaga tersebut,
dengan demikian ada jaminan melalui konsultan perekrutan
perusahaan tidak perlu membuang waktu untuk mencari tenaga
kerja yang sesuai.

Sumber Internal
Beberapa alternatif perekrutan dari dalam organisasi adalah melalui :
a. Promosi
Perekrutan internal yang paling banyak dilakukan adalah promosi
untuk mengisi kekosongan pada jabatan yagn lebih tinggi yang
diambil dari pekerja yang jabatannya lebih rendah.
b. Transfer/Rotasi
Disamping itu terdapat pula kegiatannya dalam bentuk memindah­
kan pekerja dari jabatan ke jabatan lain yang sama jenjangnya.

Procurement of Human Resource Management 23


Dengan kata lain promosi bersifat vertikal, sedang pemindahan
bersifat horizontal (rotasi).
c. Pengkaryaan Kembali
Berlaku untuk karyawan yang diberhentikan sementara dan di­
panggil kembali ketika ada jabatan yang kosong.
d. Kelompok Pekerja Semestara/Kontrak Kerja
Kelompok pekerja sementara (temporer) adalah sejumlah tenaga
kerja yang dipekerjakan dan diupah menurut keperluan, dengan
memperhitungkan jumlah jam atau hari kerja. Namun mereka
dapat menjadi pekerja tetap, jika sesuai dengan persyaratan.

Perekrutan internal sebagaimana diuraikan di atas memiliki


keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah :
1) Pembiayaan relatif murah, karena tidak memerlukan proses seleksi
seperti dilakukan pada perekrutan eksternal.
2) Organisasi mengetahui secara tepat pekerja yang berkemampuan
tinggi dan qualified untuk mengisi jabatan yang kosong.
3) Pekerja memiliki kotivasi kerja yang lebih tinggi.
4) Mencegah tenaga kerja yang baikd an kompetitif pindah keluar
dari organisasi/perusahaan, karena pengembangan kariernya jelas.
5) Para pekerja telah memahami secara baik kebijaksanaan, prosedur-
prosedur, ketentuan-ketentuan dan kebiasaan organisasi/
perusahaan.

Sementara kerugian dair perekrutan internal adalah :


1) Mengurangi motivasi kerja dan tidak memberikan perspektif baru,
bagi pekerja yagn kurang kompetitif atau merasa dirinya tidak
berpeluang untuk mengisi setiap jabatan yang kosong.
2) Pekerja yang dipromosikan untuk jabatan yang lebih tinggi cenderung
tidak dapat menjalankan kekuasaan dan kewenangannya, karena
sudah akrab dengan bawahannya.

Beberapa metode perkrutan internal antara lain dengan :
a. Rencana Suksesi/Succession Planning
Perekrutan ini merupakan kegiatan yang difokuskan pada usaha
mempersiapkan pekerja untuk mengisi posisi-posisi eksekutif.
b. Penawaran Terbuka untuk suatu Jabatan (Job Posting)
Perekrutan terbuka ini merupakan sistem mencari pekerja yang

24 Sumber Daya Manusia Strategik


berkemampuan tinggi untuk mengisi jabatan yang kosong, dengan
memberikan kesempatan pada semua pekerja yang berminat.
Untuk itu setiap ada jabatan kosong diumumkan melalui media
intern, bulletin perusahaan, papan bulletin/pengumuman, sarana
telepon atau sistem komputer.

B. Seleksi (Selection)
Kualitas para pelamar yang akan diseleksi sangat tergantung pada
pengadaan tenaga kerja (rekrutmen). Pengadaan tenaga kerja yang efektif akan
menghasilkan resedianya sejumlah pelamar yang qualified dan berkualitas.
Seleksi dan orientasi merupakan bagian dari proses penyusunan kepe­
gawaian (staffing). Proses penyusunan kepegawian yang berfungsi untuk
mendapatkan the right people in the right position at the right time, merupakan
salah satu tugas penting manajemen SDM. Proses seleksi besama dengan
proses pengadaan tenaga kerja, merupakan dua tahapan manajemen SDM
yang memberikan darah kehidupan bagi organisasi/perusahaan.
Seleksi sendiri dapat diartikan sebagai proses pemilihan calon pegawai
yang telah menyampaikan lamaran pekerjaan pada instansi/ perusahaan.
Dengan kata lain seleksi adalah berbagai langkah spesifik yagn diambil
untuk memutuskan pelamar mana yang akan diterima dan pelamar mana
yang akan ditolak. Seleksi ini dilakukan sebagai bagian dari aktivitas mana­
je­men sumber daya manusia dalam hal pemilihan tenaga kerja untuk men­
dapatkan tenaga kerja yang memenuhi syarat dan memiliki kualifikasi yang
sesuai deskripsi jabatan dan atau sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Berdasarkan tahapan dalam penerimaan calon pegawai, proses
seleksi dimulai dari penerimaan lamaran dan berakhir dengan keputusan
terhadap lamaran tersebut. langkah-langkah antara proses dimulai dan
diakhiri merupakan usaha pengkaitan antara kepentingan calon pegawai
dan kepentingan organisasi.

a) Tujuan Seleksi
Sebagai proses pengumpulan data tentang pelamar pekerjaan untuk
menentukan siapa yang layak dikontrak untuk posisi jangka pendek atau
jangka panjang, seleksi pada dasarnya bertujuan untuk :
- Menjamin perusahaan memiliki karyawan yang tepat untuk suatu
jabatan/pekerjaan.
- Memastikan keuntungan investasi Sumber Daya Manusia (SDM)
perusahaan.

Procurement of Human Resource Management 25


- Mengevaluasi dalam mempekerjakan dan penempatan pelamar
sesuai minat.
- Memperlakukan pelamar secara adil dan meminimalkan deskri­
minasi.
- Memperkecil munculnya tindakan buruk karyawan yang seharus­
nya tidak diterima.

b) Beberapa Faktor Penting dalam Seleksi


Sebagaimana telah dipaparkan di atas, proses seleksi bukanlah suatu
kegiatan yang berdiri sendiri. Artinya seleksi ditentukan oleh sejumlah faktor
dan menentukan faktor lainnya. Dengan demikian berarti terdapat sejum­
lah faktor yang mempengaruhi proses seleksi dan dipengaruhi oleh proses
seleksi. Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Kondisi Penawasan Tenaga Kerja
Semakin besar jumlah pelamar yang memenuhi syarat (qualified), maka
akan semakin mudah bagi organisasi untuk memperoleh karyawan
yang berkualitas dan sebaliknya. Pada saat rekrutmen bisa terjadi
jumlah calon yang terjaring lebih kecil dari yang diharapkan. Kondisi
tersebut dimungkinkan oleh :
- Imbalan/upah yang ditawarkan rendah
- Pekerjaan menuntut spesialisasi yang tinggi
- Persyaratan yang harus dipenuhi berat
- Mutu pelamar rendah
2) Faktor Eskternal Organisasi
Faktor-faktor eksternal organisasi ini mencakup:
- Faktor Etika
Dalam proses seleksi, masalah etika seringkali menjadi tantangan
yang berat. Keputusan seleksi seringkali dipengaruhi oleh etika
pemegang keputusan. Bila pertimbangan penerimaan lebih
condong karena hubungan keluarga, teman, pemberian komisi/
suap daripada pertimbangan keahlian/profesional, maka kemung­
kinan besar karyawan baru yang dipilih jauh dari harapan
organisasi.
- Ketersediaan Dana dan Fasilitas
Organisasi seringkali memiliki keterbatasan seperti anggaran atau
fasilitas lainnya. Sebagai contoh, besar kecilnya anggaran belanja
pegawai menentukan berapa jumlah pegawai baru yang boleh
direkrut.

26 Sumber Daya Manusia Strategik


- Faktor Kesamaan Kesempatan
Budaya suatu daerah dalam memperlakukan masyarakatnya juga
merupakan tantangan dalam proses seleksi. Diskriminasi masih
sering ditemukan dalam merekrut/menseleksi pegawai yang
disebabkan oleh warna kulit, ras, agama, jenis kelamin, dan
sebagai­nya. Sebagai contoh kebijaksanaan organisasi (walau tidak
tertulis) yagn lebih menyukai pegawai pria atau wanita. Kenyataan
ini menghambar proses seleksi secara wajar.
3) Perangkat Organisasi
Selain faktor-faktor di atas, seleksi juga dipengaruhi oleh keberadaan
perangkat organisasi seperti :
- Analisis Jabatan
Analisis jabatan merupakan semacam pedoman bagi kegiatan
proses seleksi. Analisis jabatan memberikan informasi tentang
uraian jabatan, spesifikasi jabatan, standarisasi pekerjaan serta
persyaratan yang harus dipenuhi untuk memegang jabatan
tersebut. dengan demikian, seleksi yang dilakukan harus mengacu
pada analisis jabatan. Seleksi tanpa acuan analisis jabatan (tentu
yang benar) niscaya sulit untuk mendapatkan calon pegawai
sebagaimana yang dibutuhkan organisasi. Analisis jabatan ini
merupakan arah atau petunjuk tentang target apa yang hendak
dicapai pada saat seleksi.
- Perencanaan SDM
Dari perencanaan SDM, akan dapat diketahui berapa jumlah
calon pegawai yang dibutuhkan oleh organisasi, pada jenjang apa
dan di bagian mana, dan persyaratan apa yang harus dipenuhi
oleh pelamar.
- Pengadaan Tenaga Kerja (Rekrutmen)
Rekrutmen yang dilakukan akan berpengaruh pada proses seleksi.
Qualified tidaknya pelamar yang akan diseleksi sangat tergantung
pada pengadaan tenaga kerja (rekrutmen). Pengadaan tenaga kerja
yang efektif akan menghasilkan tersedianya sejumlah pelamar
yang qualified dan sebaliknya. Jenis dan sifat berbagai langkah yang
harus diambil tergantung pada hasil rekrutmen.

c) Dasar Kebijakan Seleksi


Tujuan utama seleksi adalah untuk mendapatkan tenaga kerja yang
memenuhi syarat dan memiliki kualifikasi yagn sesuai dengan kebutuhan

Procurement of Human Resource Management 27


organisasi, maka dasar kebijakan dalam seleksi adalah pemenuhan
persyaratan kualifikasi yang menjadi dasar dalam proses seleksi, yang
mencakup :
1. Keahlian
Idealnya keahlian merupakan kualifikasi utama dasar kebijaksanaan
proses seleksi. Keahlian yang dimaksud dapat berupa kemampuan
teknik, Human Skill,dan Conceptual Skill. Kemampuan teknik adalah
keterampilan fisik (tangan) seorang pegawai dalam melaksanakan
pekerjaannya. Sedangkan Human Skill, adalah keahlian berkomu­
nikasi di dalam berhubungan dengan orang lain dan atau
mempengaruhi orang lain. Conceptual Skill adalah kemampuan
untuk membuat suatu konsep serta menuangkan atau mengapli­
kasikannya dalam bentuk kegiatan.
2. Pengalaman
Pada kondisi dimana penaaran tenaga kerja lebih banyak dari
permintaan, maka pengalaman kerja pelamar menjadi keunggulan
tersendiri. Kecenderungan organisasi/perusahaan lebih memilih
mereka yang berpengalaman karena mereka dipandang lebih
mampu mengerjakan tugas yang nantinya akan diberikan.
Besarnya pengaruh pengalaman pada keputusan seleksi seringkali
menyebabkan pelamar membuat pengalaman “palsu”. Untuk
menghindari hal tersebut, maka cek dan recek harus dilakukan.
3. Jenis Kelamin
Hingga saat ini kita masih mendengar perjuangan kaum wanita
di beberapa negara yang belum mendapatkan hak yagn sama
dengan pria. Namun demikian bukan berarti wanita dengan
serta merta bebas diletakkan di semua jenis pekerjaan. Sebagai
contoh, perundang-undangan melarang setiap perusahaan untuk
mempekerjakan wanita di pertambangan. Hal ini menunjukkan
bahwa jenis kelamin menjadi salah satu dasar dalam proses seleksi.
4. Pendidikan (formal dan non formal)
Kualifikasi pelamar merupakan cerminan dari hasil pendidikan
dan latihan yang diperoleh sebelumnya. Pendidikan dan pelatihan
pelamar akan menentukan hasil seleksi terutama yang berkaitan
dengan kesesuaian antara kualifikasi pelamar dengan kualifikasi
yang diharapkan organisasi. Pendidikan dan latihan yagn pernah
dialami pelamar sebelumnya juga dapat menentukan hasil seleksi
selanjutnya seperti keputusan penempatan bila yang bersangkutan

28 Sumber Daya Manusia Strategik


diterima, sehingga “The right man on the right place” lebih dapat
didekati.
5. Keadaan Fisik/Kesehatan
Keadaan fisik seseorang (terutama kesehatannya) dipercaya
memiliki pengaruh yagn besar terhadap produktivitas kerjanya.
Karena semua organisasi/perusahaan senantiasa ingin memperoleh
tenaga kerjanya yagn sehat jasmani dan rohani. Disamping itu
untuk jenis pekerjaan tertentu (ABRI, Pramugari, foto model) selain
kesehatan juga dipertimbangkan mengenai postur tubuh (tinggi
dan berat badan). Calon pelamar yang memiliki kondisi kesehatan
dan postur tubuh yagn lebih baik jelas lebih beruntung dalam
proses seleksi (tentunya dengan tetap memeprtimbangkan faktor-
faktor lainnya).
6. Penampilan
Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, penampilan menjadi faktor yang
dipertimbangkan dalam seleksi. Pramugari, foto model, pelayan
toko, pelayan restoran dan lain-lain merupakan contoh pekerjaan
yang mempertimbangkan penampilan. Untuk pekerjaan lainnya,
tampang merupakan pertimbangan tambahan. Yang dimaksud
dengan tampang (personal appearance) adalah tampak seseorang di
hadapan orang lain atau yang tampak pada orang lain.
7. Bakat
Penilaian bakat (aptitude) calon pelamar turut memegang kunci
sukses kelulusan seleksi. Psikotes merupakan salah satu cara
penseleksian untuk dapat melihat bakat atau potensi yang ada
pada diri pelamar. Bakat positif yagn dimiliki pelamar merupakan
modal bagi organisasi di kemudian hari.
8. Kecerdasan Emosional
Emosi tidak berkaitan dengan pendidikan, pengalaman, usia atau
jenis kelamin. Pengkaitan kecerdasan emosional dalam proses
seleksi terutama dihubungkan dengan penilaian perkiranaan
sikap pelamar dalam menghadapi pekerjaan dan rekan kerjanya.
Pensikapan yang salah pada pekerjaan dan rekan sekerja dapat
menyebabkan tidak optimalnya hasil kerja.
9. Karakter
Karakter yang dimaksud adalah sifat atau sikap seorang dalam
keseharian seperti periang, pendiam, pemarah, tenang/kalem,
pemurung, selalu bersemangat, selalu pesimis, dan sebagainya.

Procurement of Human Resource Management 29


d) Prosedur Seleksi
Seleksi pada kenyataannya merupakan proses yang kompleks dimana
langkah satu dengan lainnya saling berkaitan. Menurut Handoko (1994)
terdapat tujuh langkah dalam prosedur seleksi yang biasa digunakan. Bagi
pelamar yang beasal dari suplai internal, kadang-kadang tidak perlu melalui
beberapa langkah, seperti penerimaan pendahuluan, pemeriksaan referensi
atau evaluasi medis (kesehatan). Bagi pelamar eksternal, langkah-langkah
seleksi yang harus diikuti adalah sebagai berikut :
- Tahap 1. Penerimaan Pendahuluan
Penerimaan pendahuluan merupakan langkah pertama dari proses
seleksi. Karena proses seleksi berlangsung dua arah, artinya organisasi
akan menseleksi pelamarnya dan pelamar juga akan menseleksi
organisasi di mana ia berharap akan bekerja, maka penerimaan
pendahuluan yang akan menumbuhkan kesan pertama merupakan
langkah yang penting. Pada penerimaan pendahuluan organisasi akan
memperoleh kesan pertama tentang pelamar melalui pengamatan
tentang penampilan. Begitupun halnya dengan pelamar, ia akan
memperoleh kesan tentang organisasi yang akan dimasukinya. Dari
kesan pertama ini kedua belah pihak akan mengambil keputusan
apakah akan melanjutkan ke langkah berikutnya atau tidak.
- Tahap 2. Tes-tes Penerimaan
Berbagai tes atau ujian diselenggarakan untuk memperoleh informasi
yang obyektif dengan tingkat akurasi yang tinggi. Hasil tes tersebut akan
memberikan informasi tentang cocok tidaknya pelamar dengan jabatan
atau pekerjaan yang akan dipercayakan kepadanya. Secara umum
terdapat tiga jenis tes yang akan diujikan kepada pelamar yaitu :
a) Tes Pengetahuan Dasar
Tes ini dilakukan untuk menguji pengetahuan pelamar tentang
berbagai hal, misalnya tes untuk menguji pandangan seseorang
tentang suatu masalah yang sedang dibicarakan.
b) Tes Psikologi
Tes ini berguna untuk menguji kepribadian, bakat, minat,
kecerdasan dan keinginan berprestasi. Bentuk-bentuk tes psikologi
meliputi :
- Tes kecerdasan (intelligence test)
- Tes kepribadian (personality test)
- Tes bakat (aptitude test)
- Tes minat (interest test)

30 Sumber Daya Manusia Strategik


- Tes prestasi (achievement test)
c) Tes Pelaksanaan Pekerjaan (Performance Test)
Tes yang mengukut kemampuan untuk melaksanakan beberapa
bagian pekerjaan yang akan dipegangnya. Sebagai contoh, tes
mengetik untuk calon pengetik.

Agar berbagai tes di atas benar-benar memberikan informasi yang


ingin digali dari pelamar, maka ada dua persyaratan yang harus dipenuhi
yaitu : validitas dan realibitas. Yang dimaksud dengan validitas adalah
bahwa nilai yang didapat oleh seseorang terkait dengan pelaksanaan
pekerjaan atau dengan berbagai kriteria obyektif lainnya yang telah
ditentukan sebelumnya. Dengan perkataan lain, tingkat validitas dapat
dikatakan tinggi bila hubungan antar hasil tes dengan prestasi kerja
semakin kuat. Sedangkan sebaliknya bila keterkaitan hasil tes lemah,
maka tingkat validitasnya rendah.
Sedangkan yang dimaksud dengan realibitas (dapat dipercaya)
ialah bahwa hasil yang diperoleh konsisten setiap kali tes tersebut
dilakukan. Jika hasil tes bervariasi setiap kali dilakukan, maka berarti
tes tersebut tidak dapat dipercaya (unreliable). Penting untuk diingat
bahwa tes yang dapat dipercaya pasti tidak valid.
- Tahap 3. Wawancara Seleksi
Wawancara seleksi adalah percakapan formal dan mendalam yang
dilakukan untuk mengevaluasi hal-hal yang dapat diterimanya atau
tidak. Pada tahap ini pewawancara berusaha mendapatkan jawaban
tentang dua hal, yaitu : (1) dapatkah pelamar melaksanakan pekerjaan,
(2) bagaimana kemampuan pelamar dibandingkan dengan pelamar-
pelamar lain.
Wawancara merupakan teknik yang paling banyak digunakan.
Wawancara juga memiliki fleksibilitas yang tinggi, karena dapat
diterapkan pada semua calon pegawai karyawan manajerial maupun
operasional, berketerampilan rendah maupun berketerampilan tinggi.
Teknik ini juga memungkinkan pertukaran informasi dua
arah. Pewawancara dapat mempelajari pelamar dan pelamar dapat
mempelajari pewawancara. Wawancara merupakan kontak langsung
antara calon pegawai dnegan perusahaan yang akan mempekerjakannya
(yang diwakili oleh pewawancara). Calon pegawai akan mengekspresikan
ide dan perilakunya secara penuh pada wawancara ini. Keduanya
(perusahaan dan calon pegawai) akan mempersiapkan sebaik mungkin

Procurement of Human Resource Management 31


hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditawarkan.
Namun demikian teknik wawancara memiliki kelemahan, karena
subyektivitas pada cara wawancara sangat tinggi. Meskipun demikian,
cara ini tetap berguna untuk mendapatkan calon pegawai yang qualified.
Beberapa masalah yang timbul dalam wawancara yang diakibatkan
subyektivitas pewawancara :
a. Bias Personal
Kesalahan yang diakibatkan prasangka pribadi pewawancara
terhadap kelompok-kelompok tertentu. Sikap pewawancara yang
like or dislike terhadap pelamar menyebabkan terjadinya kesalahan
di dalam menyimpulkan hasil wawancara.
Sebagai contoh, seorang pewawancara mungkin ia tidak me­
nyukai suatu suku tertentu, dan kebutuhan orang yang diwawancari
itu berasal dari suku yang tidak disukainya itu.
b. Hallo Efect
Hallo Efect adalah sautu istilah untuk kesalahan pengambilan
keputusan akibat perilaku atau penampilan pelamar saat
wawancara berkesan baik. kesalahan ini terjadi karena informasi
tentang pelamar yang digunakan oleh pewawancara sangat
terbatas. Kelebihan calon dalam penampilan atau tata krama akan
berkesan baik pada pewawancara. Begitu besarnya kesan yang
tertenan dalam jiwa pewawancara, sehingga kesalahan pelamar di
dalam menajwab menjadi terabaikan.
Contoh, pelamar yang berpakaian rapi dan berpenampilan
menarik (termasuk cantik dan ganteng) dan bertata krama sopan
akan diperlukan sebagai calon unggul sebelum wawancara dimulai.
c. Horn Effect
Sebagaimana Hallo effect, kesalahan Horn Effect terjadi karena
informasi tentang pelamar yang digunakan oleh pewawancara
terbatas. Horn Effect adalah kebalikan dari Hallo Efect. Bila dalam
Hallo effect kesalahan diakibatkan oleh kesan positif pewawancara
maka dalam Horn Effect kesalahan diakibatkan kesan negatif
pewawancara terhadap pelamar.
Contoh, seorang pelamar menggunakan blue jeans atau pakaian
santai dianggap bersikap kurang sopan dan kurang menghargai
wawancara. Kesan buruk pewawancara terhadap calon dapat me­
nye­babkan calon tersebut tidak akan diunggulkan sebagai calon
terpilih.

32 Sumber Daya Manusia Strategik


d. Pertanyaan-pertanyaan Menuntutn (Leading Question)
Kesalahan ini akibat pertanyaan yagn diajukan pewawancara lebih
bersifat menuntun (tertutup). Pada gilirannya model pertanyaan
ini menyulitkan pelamar untuk mengekspresikan jawabannya.
Contoh :
- Apakah saudara menyenangi pekerjaan yang ditawarkan ?
- Setujukan saudara bahwa keuntungan perusahaan adalah hal
yang utama ?
e. Dominasi Pewawancara
Kesalahan ini akibat pewawancara menggunakan waktu wawancara
untuk percakapan sosial atau membanggakan kehebatannya.
Misalnya, penggunaan waktu oleh pewawancara untuk mencerita­
kan rencana-rencana pribadinya di dalam mengembangkan perusa­
haan atau menggunakan waktu untuk menceritakan betapa
pentingnya posisinya sebagai pewawancara yang akan menentukan
kelulusan pelamar.
- Tahap 4. Pemeriksaan Referensi
Secara umum terdapat dua jenis referensi. Yang pertama adalah
referensi pengalaman pendidikan atau pengalaman kerja pelamar
dan yagn kedua referensi personal pelamar. Referensi pengalaman
kerja dan pengalaman pendidikan dibutuhkan untuk mengetahui
spesialisasi keahlian yang dimiliki pelamar, sedangkan referensi
personal digunakan untuk mengetahui sikap dan perilaku pelamar.
Umumnya kedua referensi tersebut diserahkan secara tertulis.
Kenyataan menunjukkan bahwa sangat jarang organisasi/perusahaan
mendapatkan referensi tertulis yang benar. Untuk mengatasi hal terse­
but organisasi melakukan pemeriksaan ulagn (recheck) melalui telepon
kepada pember referensi.
- Tahap 5. Evaluasi Medis (Tes Kesehatan)
Langkah ini dilakukan untuk menjamin bahwa pelamar berada dalam
kondisi fisik yang sehat. Cara yang biasa dilakukan untuk mengevaluasi
kesehatan pelamar adalah dengan meminta surat keterangan dokter
dan melakukan sendiri evaluasi medis.
Tujuan yang ingin dicapai dengan evaluasi medis adalah :
a. Menjamin bhawa pelamar tidak menderita suatu penyakit
yang berbahaya, kronis atau menular.
b. Memperoleh informasi apakah fisik pelamar mampu meng­
hadapi tantangan pekerjaan.

Procurement of Human Resource Management 33


c. Memperoleh gambaran tentang tinggi rendahnya premi
asuransi yang harus dibayar.
- Tahap 6. Wawancara Oleh Penyelia (supervisor)
Karena atasan langsung adalah orang yang paling bertanggungjawab
terhadap pekerjaan yagn akan menjadi bawahannya, maka pendapat
dan persetujuan atasan langsung harus menjadi pertimbangan sebelum
dilakukan keputusan penerimaan. Dengan posisi dan pengalamannya,
atasan langsung mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi
kecakapan teknis pelamar dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
pelamar tentang pekerjaan yang akan dijalankannya secara lebih tepat
dan cermat.
- Tahap 7. Keputusan Penerimaan
Langkah terakhir dalam proses seleksi adalah pengambilan keputusan
penerimaan. Siapa yang akhirnya mengambil keputusan atas lamaran
yang diterima dan apapun hasilnya (diterima atau ditolak), yang jelas
keputusan tersebut harus diberikan kepada para pelamar. Pengambilan
keputusan adalah tindakan yang tepat dan sangat etis sekaligus untuk
menjadi citra organisasi/ perusahaan. Tindakan pengambilan keputusan
dikatan tepat dan etis karena dengan demikian organisasi menunjukkan
kepeduliannya terhadap nasib orang-orang pencari kerja.
Setelah keputusan penerimaan diambil, seluruh dokumen pelamar
(yang diterima maupunh ditolak) disimpan secara terpisah dengan rapi
dan baik. dokumen pelamar yang diterima akan berguna dikemudian
hari dalam membina dan mengembangkan karier pegawai yang
bersangkutan. Dan dokumen pelamar yang tidak dapat diterima dapat
bermanfaat untuk pengadaan tenaga kerja atau perekrutan tenaga
kerja dimasa mendatang.
Proses seleksi merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh
proses sebelumnya, maka keberhasilan seleksi sangat tergantung pada
hal-hal seperti perencanaan SDM, pengadaan tenaga kerja, penetapan
kualifikasi calon pegawai, dan variasi teknik seleksi yang digunakan.
Dengan perhatian dan perlakuan yagn cermat pada faktor-faktor di
atas, organisasi/perusahaan dapat mempekerjakan orang yang cakap
dan tetap.

C. Penempatan (Placement)
Proses penempatan tenaga kerja atau dengan kata lain penempatan
pegawai adalah suatu rangkaian aktivitas pasca rekrutmen dan seleksi yang

34 Sumber Daya Manusia Strategik


berisikan pemberian tugas dan pekerjaan kepada pegawaiyang lulus dalam
seleksi untuk dilaksanakan secara kontinuitas dengan wewenang dan
tanggungjawab sebesar prosi dan komposisi yagn ditetapkan serta mampu
mempertanggungjawabkan segala resiko dan kemungkinan yang terjadi
atas tugas dan pekerjaan, wewenang dan tanggungjawab tersebut. dalam
pelaksanaan penempatan pegawai, terdapat beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan, yakni sebagai berikut :
a. Faktor kualifikasi personal
Kualifikasi personal ini bisa kualifikasi yang bersumber dari prestasi
akademis, maupun dari pengalaman kerja yagn matang. Prestasi
akademis yang telah dicapai oleh pegawai selama mengikuti jenjang
pendidikan, sebelumnya harus mendapatkan pertimbangan
dalam menempatkan dimana pegawai yang ebrsangkutan harus
melaksanakan tugas dan pekerjaans erta mengemban wewenang
dan tanggungjawab. Pegawai yang memiliki prestasi akademik
yang tinggi harus ditempatkan pada tugas dan pekerjaan yang
diperkirakan dia akan mampu mengemban dan melaksanakannya
dengan tanggungjawab penuh. Sedangkan pengalaman bekerja
pada pekerjaan yang sejenis yang telah dialami sebelumnya, perlu
mendapatkan pertimbangan dalam rangka penempatan pegawai.
Pengalaman bekerja banyak yang memberikan kecenderungan bahwa
yang bersangkutan memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang
relatif tinggi. Pengalaman bekerja yang dimiliki oleh seseorang,
kadang-kadang lebih diharga daripada tingkat pendidikan yang
menjulang tinggi.
b. Faktor kesehatan fisik dan mental
Faktor ini perlu mendapatkan pertimbangan dalam menempatkan
pegawai karena tanpa dipertimbangkan, hal-hal yang dapat
merugikan organisasi tidak menutup kemungkinan akan terjadi.
Walaupun kurang akurat tingkat kepercayaan terhadap hasil tes
kesehatan yang dilaukan, terutama tentang kondisi fisik, namun
sepintas lalu dapat dilihat kondisi fisik pegawai yang bersangkutan
diberikan tugas dan pekerjaan yang cocok baginya berdasarkan
kondisi fisik yang dimiliki. Melihat kesehatan mental, sebenarnya
tak semudah menilai kesehatan fisik, karena untuk menguji
kesehatan mental diperlukan dokter khusus yagn ahli tentang
lingkup tersebut.

Procurement of Human Resource Management 35


c. Faktor status dan usia
Faktor ini juga sebagai bahan pertimbangan dalam menempatkan
pegawai yang bersangkutan terutama wanita yang telah berkeluarga.
Pegawai wanita yang mempunyai suami perlu mendapatkan
pertimbangan apalagi jika sudah mempunyai anak. selain itu, faktor
usia juga perlu dipertimbangkan dalam rangka menempatkan
pegawai. Faktor usia pada diri pegawai yang lulus dalam seleksi,
perlu mendapatkan pertimbangan untuk menghindarkan rendah­
nya produktivitas yang dihasilkan oleh pegawai yang bersangkutan.

Penempatan pegawai dalam pelaksanaannya dapat berupa penugasan


pertama untuk pegawai yang baru direkrut, tetapi dapat juga melalui
promosi, pengalihan (transfer) dan penurunan jabatan (demosi) atau
bahkan pemutusan hubungan kerja. Sedangkan menurut Sondang P.
Siagian (20030:108) teori manajemen sumber daya manusia yang mutakhir
menekankan bahwa penempatan tidak hanya berlaku bagi para pegawai
baru akan tetapi berlaku pula bagi para pegawai lama yang mengalami
alih tugas dan mutasi. Berarti konsep penempatan mencakup promosi,
transfer dan bahkan demosi maupun pemutusan hubungan kerja. Dari hal
ini dapat dikatakan bahwa bentuk-bentuk penempatan pegawai meliputi :
1. Penempatan Pegawai Baru (Calon Pegawai)
Sebelum seorang pegawai ditempatkan maka organisasi harus
mensosialisasikan pegawainya pada pekerjaan baru melalui kegiatan
orientasi untuk meningkatkan dukungan yang lebih efektif. Orientasi
menurut Malayu P. Hasibuan (2003:180), artinya memberitahukan
kepada pegawai baru tentang hak dan kewajiban, tugas dan
tanggungjawbanya, poeraturan, sejarah dan struktur organisasi, serta
memperkenalkannya kepada pegawai lama.
Orientasi ini bertujuan agar pegawai baru merasa dirinya diterima
dalam lingkungan pekerjaannya sehingga ia tidak canggung lagi
untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Apabila program orientasi telah
dilaksanakan, maka hasil dari program orientasi ini akan dijadikan
pertimbangan bagi seorang pegawai baru untuk ditempatkan pada
posisinya.
2. Penempatan Pegawai Lama
Penempatan pegawai lama mengandung arti bahwa penempatan tidak
hanya berlaku bagi para pegawai baru akan tetapi berlaku pula bagi

36 Sumber Daya Manusia Strategik


para pegawai lama yang mengalami alih tugas dan mutasi yang terdiri
dari :
a. Promosi; Siagian (2003:169) menyatakan bahwa promosi ialah
apabila seorang pegawai dipindahkan dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lain yang tanggungjawabnya lebih besar, tingkatannya
dalam hierarki jabatan jabatan lebih tinggi dan penghasilannya
pun lbeih besar pula. Sedangkan menurut Marihot (2002:157)
promosi adalah menaikkan jabatan seseorang ke jabatan lain yang
memiliki tanggungjawab lebih besar, gaji lebih besar dan pada
level organisasi yang lebih besar. Dapat disimpulkan proosi adalah
proses kenaikan jabatan seseorang disertai dengan kekuasaan dan
tanggungjawab yang lebih tinggi.
b. Transfer; Transfer adalah pemindahan pegawai dari satu jabatan ke
jabatan lain yang memiliki tanggungjawab yang sama, gaji yang sama
dan level organisasi yang sama. Transfer terjadi jika seorang pegawai
dipindahkan dari satu bidang tugas ke bidang tugas yang lainnya
yang tingkatannya hampir sama baik tingakt gaji, tanggungjawab
maupun tingkat strukturalnya. Jadi dapat dikatakan bahwa
transfer adalah proses pemindahan pegawai pada kekuasaan dan
tanggungjawab yang sama. (Marihot, 2002:157)
c. Penurunan jabatan (demosi); demosi berarti bahwa seseorang
karena berbagai pertimbangan, mengalami penurunan pangkat
atau jabatan dan penghasilan serta tanggungjawab yang semakin
kecil (Sondagn P. Siagian, 2003 : 172). Marihot (2002:157) dalam
hal ini menyatakan bahwa demosi adalah pemindahan pegawai dari
jabatan lain yang memiliki tanggungjawab lebih rendah, gaji lebih
rendah dan level organisasi yang lebih rendah. Dapat dikatakan
bahwa demosi adalah proses penurunan pangkat seseorang
disertai dengan penurunan kekuasaan dan tanggungjawab. Pada
umumnya demosi dikaitkan dnegan pengenaan suatu sanksi
disiplin karena berbagai alasan seperti : 1) penilaian negatif oleh
atasan karena prestasi kerja yang tidak atau kurang memuaskan; 2)
perilaku pegawai yang disfungsional seperti tingkat kemangkiran
yang tinggi.
d. Pemutusan hubungan kerja; Pemutusan hubungan kerja adalah
apabila ikatan formal antara organisasi selaku pemakai pegawai dan
pegawainya terputus (Sondang P. Siagian, 2003 : 175). Pemutusan
hubungan kerja ini merupakan keadaan yang mungkin terjadi

Procurement of Human Resource Management 37


dalam suatu organisasi yang dapat disebabkan oleh berbagai
macam alasan. Sehingga pemutusan hubungan kerja dapat
diartikan sebagai terputusnya hubungan antara organisasi dengan
pegawainya karena suatu alasan. Pemutusan hubungan kerja akan
mengakibatkan munculnya aktivitas penempatan pegawai. Banyak
faktor yang menjadi penyebab terjadinya pemutusan hubungan
kerja, antara lain : 1) alasan pribadi pegawai tertentu; 2) pegawai
dikenakan sanksi disiplin yang sifatnya berat; 3) faktor ekonomi
seperti resesi, depresi atau stagflasi; 4) adanya kebijaksanaan
organisasi untuk mengurangi kegiatannya yang pada gilirannya
menimbulkan keharusan untuk mengurangi jumlah pegawai yang
dibutuhkan oleh organisasi.

D. Case Study
PT. Gajah Tunggal Tbk. Didirikan pada tahun 1951 sebagai salah
satu perusahaan yagn memproduksi ban terpadu dan terbesar di Asia
Tenggara. Saat ini perusahaan mengoperasikan 5 pabrik pembuat ban
dan ban dalam yang telah dimoderinsasi untuk memproduksi berbagai
tipe dan ukuran ban radial, bias, dan sepeda motor, serta 2 pabrik
penghasil produk yang berhubungan dengan ban yang memproduksi
baik ban dan Styrene Butadiene Rubber (SBR). Kelima pabrik ban serta
pabrik kain ban berlokasi di Tangerang, sekitar 30 kilometer sebelah
barat Jakarta, Indonesia. Pabrik SBR milik perusahaan bertempat di
Komplek Indutri Kimia di Merak, Banten, sekitar 90 km barat dari
Jakarta.
Selama 2005, Perusahaan telah memulai ekspansi kapasitas produksi
ban radial dan ban sepeda motor di lokasi yang berdekatan dengan
pabrik ban saat ini. Proyek ini masih berjalan, dan diperkirakan akan
mengalami peningkatan produksi ban radial dari 30.000 ban/ hari
menjadi 45.000 ban/hari. Kapasitas ekspansi ini akan selesai tiga tahap
dan akan selesai tahun 2010. Ban sepeda motor juga akan mengalami
peningkatan kapasitas secara bertahap dari 37.000 ban/hari di tahun
2005 menjadi 105.000 ban/hari pada awal 2011. Saat ini kapasitas ban
sepeda motor 45.000 ban/hari.

Pertanyaan :
- Jika PT. Gajah Tunggal Tbk ini harus membuka anak perusahaan
baru di salah satu kota di Indonesia, sedangkan anda ditunjuk

38 Sumber Daya Manusia Strategik


sebagai direktur HRD (Human Resources Department), bagai­
mana­kah anda menyusun perekrutan dan seleksi tenaga kerja
baru? Apa saja yang harus anda siapkan?
- Metode seleksi apa yang paling tepat menurut Anda untuk
menyaring tenaga kerja baru bagi PT. Gajah Tunggal? Uraikan!
- Jika terdapat dua orang pelamar kerja dengan kualifikasi yang sama,
sementara salah satu pelamar tersebut masih merupakan saudara
jauh anda, siapakah yang akan anda terima? Apakah saudara Anda
ataukah pelamar yang seorang lagi? Berikan alasan Anda!

Procurement of Human Resource Management 39


40 Sumber Daya Manusia Strategik
3
JOB ANALYSIS
Kebutuhan Analisa Jabatan

A. Mendefinisikan Jabatan
Analisa jabatan (job analysis) pada dasarnya adalah salah satu proses
penting bagi perusahaan dalam upaya meningkatkan kinerjanya. Signifikansi
analisa jabatan ini akan tampak pada setiap perusahaan atau organisasi
ketika harus menempatkan orang untuk posisi tertentu, atau ketika mem­
buat struktur penugasan masing-masing orang atau bagian dalam perusaha­
an atau organisasi tersebut. Dengan demikian, analisa jabatan ini diadakan
untuk mendapatkan “The Right Man on the Right Place at the Right Time”.
Dalam memahami persoalan jabatan kebanyakan orang lebih meng­
artikan jabatan sebagai posisi atau pekerjaan dalam sebuah perusahaan
se­mata. Jabatan dipahami sebagai tingkatan wewenang struktural yang
terdapat dalam sebuah organisasi. Semakin tinggi sebuah jabatan, berarti
se­ma­kin besar pula wewenangnya. Karena itu, terlebih dahulu harus dipahami
pengertian dasar dari jabatan ini sebelum mempelajari perihal analisa
jabatan. Departemen Tenaga Kerja memberikan penjelasan singkat mengenai
arti dari beberapa istilah yang berkaitan dengan jabatan, sebagai berikut :
- Unsur
Unsur adalah komponen yang paling kecil dari pekerjaan. Misalnya
memutar, menggosok, menarik, mengangkat, menekan dan sebagainya.
- Tugas
Tugas adalah kumpulan unsur pekerjaan. Tugas merupakan kegiatan
fisik atau mental yang membentuk langkah-langkah wajar yang
diperlukan dalam pelaksanaan kerja.
- Kedudukan (Posisi)
Kedudukan adalah sekumpulan tugas yang diberikan kepada seorang
pegawai atau pekerja, yakni seluruh kewajiban dan tanggungjawab yang
dibebankan kepada seorang pegawai atau pekerja. Jumlah kedudukan
di dalam suatu perusahaan atau instansi adalah sama dengan jumlah
pegawai atau pekerjanya.
- Pekerjaan
Pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan (posisi) yang memiliki
persamaan dalam hal kewajiban atau tugas-tugas pokoknya. Dalam
kegiatan analisis jabatan, satu pekerjaan dapat diduduki oleh satu
orang, atau beberapa orang yang tersebar di berbagai tempat.
- Jabatan
Jabatan adalah sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas yagn sama
atau berhubungan satu dengan yang lain, dimana pelaksanaannya
meminta kecakapan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
yang juga sama meskipun tersebar di berbagai tempat.

Dengan demikian apa yang dimaksud dengan jabatan adalah akumulasi


pekerjaan yang mesti diselesaikan oleh orang yang menempati kedudukan
tertentu dalam sebuah perusahaan. Jika diuraikan lebih jauh, jabatan
merupakan suatu daftar tugas-tugas, tanggungjawab, hubungan laporan,
kondisi kerja, yang dihasilkan dari adanya proses analisis jabatan dalam
sebuah perusahaan. Analisa jabatan jika dihubungkan dengan pengertian
di atas merupakan prosedur untuk menerapkan tugas dan tuntutan
keterampilan dari suatu jabatan dan orang macam apa yang dipekerjakan
untuk itu.
Dalam perkembangannya, jabatan ini mendapatkan pengertian, ruang
lingkup, dan istilah yang tidak selalu sama antara satu perusahaan dengan
yang lainnya. Seringkali terdapat jabatan yang sama namun memiliki tugas
yang berbeda. Sebaliknya untuk tugas-tugas yagn sama terkadang diberikan
nama jabatan yang berbeda. Dengan kata lain, prosedur, sistematika,
dan kebiasaan perusahaan akan sangat menentukan dalam memberikan
cakupan pengertian tentang jabatan ini.
Seringkali terdapat kasus dimana sebuah perusahaan dalam hal mem­
pekerjakan pegawainya hanya mengetahui bahwa ia memiliki 10 orang yang
bertugas mengetik, 5 orang yang bertugas menyusun laporan, 5 orang operator
dan 6 orang staf teknisi. Namun apa yang sebenarnya dilakukan oleh
orang-orang tersebut belum tentu diketahui secara jelas oleh perusahaan.
Bahkan ironisnya para pemegang jabatan itu sendiri kadangkala tidak
tahu atau merasa ragu tentang apa yang seharusnya ia kerjakan jika tidak
ada perintah yang jelas dari atasannya. Untuk mengatasi hal seperti inilah
maka analisa jabatan penting untuk dilakukan dalam sebuah perusahaan.

42 Sumber Daya Manusia Strategik


Analisa jabtan dengan demikian merupakan suatu studi yang secara
sistematis dan teratur mengumpulkan semua informasi dan fakta yang
berhubungan dengan suatu jabatan. Aktivitas utama dari analisis jabatan
ini adalah membuat uraian jabatan dan spesifikasi jabatan yang dipegang
oleh individu dalam sebuah perusahaan.
Seorang penyelia atau spesialisasi SDM biasanya bertujuan untuk
mengumpulkan informasi-informasi berikut dari pelaksanaan analisis
jabatan dalam sebuah perusahaan :
a. Aktivitas kerja. Informasi biasanya dikumpulkan pada kegiatan
kerja sesungguhnya yang dilaksanakan, seperti pembersihan, pen­
jualan, kegiatan mengajar, atau pengecatan. Daftar seperti itu
bisa juga menunjukkan bagaimana, mengapa dan kapan seorang
pekerja menjalankan setiap aktivitas.
b. Perilaku manusia. Informasi tentang perilaku manusia seperti
merasakan, mengkomunikasikan, mengambil keputusan dan
menulis bisa juga dikumpulkan. Termasuk di sini adalah informasi
yang berhubungan dengan runtutan jabatan manusia seperti
mengangkat beban, menempuh jarak tertentu, dan lainnya.
c. Mesin, alat, perlengkapan, dan perangkat bantuan kerja yang digunakan.
Informasi ini juga mencakup produk yang dibuat, bahan-bahan
yang diproses, pengetahuan yang dihadapi atau diterapkan, dan
jasa yang disumbangkan.
d. Standar kinerja. Informasi juga dikumpulkan sehubungan dengan
standar kinerja (misalnya dari segi kuantitas, kualitas, atau
kecepatan untuk setiap tugas jabatan) yang menjadi kriteria untuk
penilaian seseorang dalam jabatan tersebut.
e. Konteks jabatan. Informasi tentang bahan-bahan seperti kondisi
kerja fisikal, jadwal kerja, dan konteks sosial dan organisasi, juga
informasi yang berhubungan dengan insentif untuk melaksanakan
pekerjaan.
f. Tuntutan manusiawi. Informasi yang dihimpun sehubngan dengan
tuntutan manusiawi dari jabatan, seperti pengetahuan atau
keterampilan terkait (pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja)
dan menuntut atribut personal (kecerdasan, karakteristik fisik,
kepribadian, minat, bakat).

Sejumlah kategori informasi seperti tersebut di atas selalu terdapat pula


analisis jabatan, termasuk di dalamnya aktivitas apa saja yang ada, mengapa,

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 43


bagaimana serta kapan aktivitas tersebut dilakukan, juga berisi informasi
tentang alat/mesin apa yang digunakan, apa yang dipertimbangkan dalam
interaksi satu salam lain, kondisi kerja secara fisik dan sosial, pelatihan,
keterampilan dan kemampuan yang diisyaratkan dalam pekerjaan. Analisis
jabatan yang baik juga dapat digunakan untuk memperbaiki efektivitas
dan efisiensi staffing, penilaian, imbalan dan sebagainya.
Praktik analisis jabatan dengan demikian merupakan informasi tertulis
mengenai pekerjaan-pekerjaan apa yang harus dikerjakan oleh pegawai
dalam suatu perusahaan agar tujuan tercapai. Dari analisis jabatand apat
dibuat rancangan pekerjaan dan ditetapkan uraian pekerjaan. Dengan
demikian analisis jabatan dapat memberikan informasi tentang aktivitas
pekerjaan, standar pekerjaan, konteks pekerjaan, persyaratan personalia,
perilaku manusia dan alat-alat yang digunakan.
Schuler (1992) berpendapat bahwa analisis jabatan adalah suatu proses
penguraian dan pencatatan pekerjaan-pekerjaan. Sedangkan khusus uraian
dan catatan tersebut adlah sasaran pekerjaan-pekerjaan yaitu tugas-tugas
atau aktivitas dan kondisi yang meliputinya.
Dasar dari analisis jabatan adalah spesifikasi pekerjaan yang tertulis
secara mendetail tentang keterampilan, pengetahuan dan kemampuan
individu yang dibutuhkan oleh kinerja pekerjaan tersebut. namun demikian,
tidak semuanya berjalan baik. Uraian kerja yang termasuk di dalamnya
menginformasikan tentang standar kinerja, karakteristik tugas yang
dirancang, dan karakteristik individu pekerja. Selain itu spesifikasi pekerjaan
meliputi karakteristik individui, interest dan prreferensi yang kompatibel
dengan pekerjaan atau memuaskan kinerja pekerjaan. Modifikasi antara
uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan adalah untuk menjaga agar
sasaran manajemen SDM seperti peningkatan produktivitas dan kualitas
hidup pekerja senantiasa terjaga.

B. Fungsi Analisa Jabatan


Seperti disebutkan di atas, analisa jabatan pada dasarnya dilakukan
untuk mengumpulkan setiap detil informasi tentang suatu jabatan tertentu
dalam sebuah perusahaan. Informasi ini nantinya diproses dan menjadi
suatu pengetahuan yang eksplisit dan terperinci mengenai setiap jabatan
yang akan sangat berguna terutama dalam :
- Rekrutmen, seleksi dan penempatan tenaga kerja
Analisis jabatan menyediakan informasi tentang apa yang dibawa
oleh jabatan dan karakteristik manusiawi apakah yang dituntut

44 Sumber Daya Manusia Strategik


untuk melaksanakan kegiatan dan tugas-tugasnya. Informasi ini akan
membantu dalam proses menyeleksi, memilah, merekrut, dan menem­
pat­kan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan jabatan tersebut.
- Menentukan besarnya upah (kompensasi)
Informasi yang dikumpulkan dari adanya analisis jabatan juga berguna
untuk membantu perusahaan dalam hal menentukan besarnya upah
dan nilai penghargaan tertentu untuk setiap jabatan berdasarkan
tingkat kesulitan, keterampilan yang dibutuhkanm, dan lain sebagainya
seperti terdapat dalam informasi dari analisis jabatan.
- Merancang jalur karir pekerja/pegawai
Analisis jabatan juga akan membantu dalam memberikan informasi
mengenai karakteristik jabatan dan orang yang bertanggungjawab di
dalamnya untuk keperluan penentuan jenjang karir yang tepat bagi
pegawai.
- Menetapkan beban kerja yang pantas dan adil
Informasi yang didapatkan dari proses analisis jabatan dalam sebuah
perusahaan pada dasarnya juga mencakup informasi tentang tingakt
kesulitan yang dihadapi, beban kerja yang mesti ditanggung, dan
kualitas seseorang dalam menanganinya. Ini akhirnya akan berguna
bagi perusahaan dalam hal menentukan tingkat kerja yang harus
diselesaikan oleh jabatan tersebut.
- Merancang program pendidikan dan pelatihan yang efektif
Akhirnya, analisis jabatan sangat bermanfaat dalam memberikan
informasi yang tepat pada perusahaan tentang kesulitan yang dihadapi,
keterampilan yang diperlukan, yang semuanya menjadimodal bagi
perusahaan untuk mengadakan pelatihan dan pendidikan yang efektif
guna peningkatan kinerja jabatan.

Selain memberikan manfaat bagi organisasi, analisa jabatan juga


ber­­manfaat bagi pegawai untuk mencapai tujuan-tujuan pribadinya. Dengan
ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengankualifikasi yang ia miliki, berarti
para pegawai tersebut telah diberikan kesempatan untuk mengembangkan
dirinya dan merealisasikan potensinya seoptimal mungkin.
Selain itu, analisa jabatan juga dilakukan terutama untuk menyelidiki
fungsi, peranan, serta tanggungjawab dari suatu jabatan. Hasil analisa
jabatan ini nantinya akan memberikan data berupa gambaran tentang
tugas dan tanggungjawab dari setiap pekerja. Data yang dihasilkan dari
analisa jabatan pada umumnya digunakan untuk :

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 45


1. Kelembagaan (Organisasi dan Perancang Jabatan)
a. Penyusunan organisasi baru
b. Penyempurnaan organisasi yang sekarang
c. Peninjauan kembali alokasi tugas, wewenang dan tanggungjawab
tiap jabatan.
2. Kepegawaian
a. Rekrutmen seleksi/penempatan
b. Penilaian jabatan (Evaluasi Jabatan)
c. Penyusunan jenjang karir (Career Planning)
d. Mutasi/promosi/rotasi (kaitannya erat dengan c)
e. Program pelatihan
3. Ketatalaksanaan
a. Tata laksana
b. Tata kerja/prosedut

Gambar Analisa Jabatan

Dengan kata lain, hasil dari analisa jabatan ini adalah data-data jabatan
yang kemudian disusun seara sistematis dan terorganisir menjadi infor­
masi jabatan, untuk kemudian digunakan sesuai dengan kepentingan
manajemen perusahaan.

46 Sumber Daya Manusia Strategik


C. Metode Analisa Jabatan
Terdapat berbagai teknik dan cara yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan informasi mengenai tugas, aktivitras, dan tanggungjawab
dari suatu jabatan. Dalam penerapannya, ktia bisa melakukan salah satu
cara ataupun mengombinasikan beberapa teknik yang saling cocok sesuai
dengan tujuan dan kebutuhan yang kita inginkan.
Proses pengumpulan informasi tentang jabatan ini pada dasarnya
dilakukan oleh kalangan spesialis sumber daya manusia (SDM), karyawan,
dan penyelia karyawan. Dengan demikian dapa dikatakan bahwa mereka
yang biasa melakukan analisa jabatan adalah kalangan spesialis SDM
(manajer, analis jabatan, atau konsultan) yang bermaksud mempelajari
pekerjaan yang sedang dilakukan dan mengembangkan suatu uraian dan
spesifikasi dari jabatan tertentu.
Merode yang sering digunakan dalam memperoleh informasi analisis
pekerjaan adalah observasi, wawancara, dan angket.
a. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode yang digunakan dalam mengumpulkan
informasi dengan mengamati individu yagn melakukan pekerjaan
itu dan mencatatnya untuk menguraikan tugas dan kewajiban yang
dilakukannya. Metode obervasi sangat tepat jika dilakukan pada jenis
pekerjaan yang bersifat pengulangan. Penggunaan metode observasi
memungkinkan analisis dilakukan dekat dengan suasana pekerjaan
dilapangan. Walaupun sifatnya pengamatan, namun tidak seharusnya
analis mengamati secara kontinyu perkembangan dari waktu ke waktu.
Penggunaan work sampling dan employee diary/log.
b. Metode Wawancara
Pekerja diseleksi dan diwawancara secara langsung ditempat pekerjaan
mereka atau mereka yagn terkait langsung dengan pekerjaan yang
dianalisis. Tiga jenis wawanara dapat digunakan untuk mengumpulkan
data analisis jabatan, yaitu wawancara individual, wawancara
kelompok, dan wawancara penyelia (Dessler : 1997). Dalam beberapa
keadaan, seperti pekerjaan yang diarahkan oleh tim, dapat juga digunakan
wawancara kelompok. Salah satu kelemahan metode wawancara adalah
sangat memakan waktu, khususnya jika pewawancara berbicara dengan
dua atau tiga pegawai yang melakukan setiap pekerjaan.
c. Metode Angket
Dengan menggunakan angket, yang bersangkutan diminta untuk
memberikan data-data mengenai jabatannya dengan kata-kata sendiri.

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 47


analis meminta karyawan mengisi kuisioner untuk menggambarkan
tugas-tugas yang berkaitan dengan jabatan dan tanggungjawab mereka.
Keuntungan utama dari metode kuisioner angket adalah informasi
atas sejumlah pekerjaan dapat dikumpulkan secara murah dan dalam
waktu yagn relatif singkat. Sebaliknya, metode angket memerlukan
waktu yang lama untuk menguji kuisioner tersebut.

Analisa jabatan sebagai suatu kegiatan untuk mencatat, mempelajari


dan menyimpulkan keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang berhubungan
dengan masing-masing jabatan secara sistematis dan teratur ini sangat
berperan dalam menciptakan ruang dan peluang kerja yang setara bagi
setiap orang. adapun beberapa poin yang biasa diamati dalam proses
analisis jabatan ini mencakup :
- Apa yagn dilakukan pekerja pada jabatan tersebut;
- Apa wewenang dan tanggungjawabnya;
- Mengapa pekerjaan tersebut harus dilakukan;
- Bagaimana cara melakukannya;
- Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan
pekerjaannya. Besarnya upah dan lamanya jam bekerja;
- Pendidikan, pengalaman dan latihan yagn dibutuhkan;
- Keterampilan, sikap dan kemampuan yagn diperlukan untuk
melakukan pekerjaan tersebut;
- dan lain-lain.

Informasi tersebut di atas bisa diperoleh dari beberapa sumber yaitu :


1. Pekerjaan itu sendiri dan buku catatan harian
2. Pekerja yang bersangkutan
3. Orang yang pernah melaksanakan pekerjaan itu
4. Atasan langsung dari pekerja yagn bersangkutan

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, pengumpulan informasi untuk


analisa jabatan ini bisa dilaksanakan dengan cara :
1. Menyebarkan kuesioner (daftar pertanyaan/angket) kepada para
pemegang jabatan
Hal paling penting dalam penyebaran kuesioner ini adalah
bagaimana seharusnya menstrukturkan kuesioner dan pertanyaan
apakah yang harus dimasukkan. Beberapa jenis kuesioner bisa jadi
sangat ekstrim dengan memasukkan detil pertanyaan yang banyak

48 Sumber Daya Manusia Strategik


sehingga membingungkan para pegawai yang mengisinya. Semen­
tara kuesioner lain justru bersifat terbuka dan hanya memasukkan
pertanyaan mengenai tugas utama yang dilakukan pada jabatan
tersebut. Namun, terstruktur dengan ketat ataupun tidak, kue­
sioner ini merupakan cara yang cepat dan efisien dalam memperoleh
informasi dari sejumlah besar karyawan. Metode ini bahkan jauh
lebih murah dibandingkan metode lainnya, meskipun bagaimana
mengembangkan kuesioner dan menguji validitasnya bisa jadi
merupakan sebuah proses yang lama dan memakan biaya.
2. Melakukan wawancara langsung dengan pekerja yang bersangkutan,
orang yang pernah melaksanakan pekerjaan itu ataupun atasan
langsungnya.
Selain itu, dalam hal wawancara ini ia juga bisa dilakukan
oleh kelompok pekerja/pegawai dengan kelompk lain yang
memiliki jabatan yang sama, wawancara penyelia dengan satu
atau lebih penyelia lain yagn benar-benar berpengetahuan tentang
jabatan yang dianalisis. Poin penting dalam hal wawancara ini
adalah, bahwa wawancara apapun yang kita lakukan, peserta harus
sepenuhnya memahami alasan mereka melakukan wawancara,
karena ada satu kecenderungan bahwa wawancara seperti itu
disalahtafsirkan sebagai “penilaian efisiensi”, sehingga para pegawai
yang diwawancara seringkali kesulitan dalam menguraikan perihal
jabatan mereka secara cermat.
3. Melakukan pengamatan langsung pada pelaksanaan pekerjaan
atau mempelajari buku catatan harian.
Pengamatan atau observasi langsung akan bermanfaat pada
jabatan-jabatan yang terdiri dari kegiatan yagn dapat dilihat secara
fisik, seperti penjaga gedung, pekerja lini, teknisi, ataupun pegawai
akunting. Dengan kata lain, metode ini tidak cocok untuk jenis
jabatan yang memuat sejumlah kegiatan mental yang tidak dapat
diukur, seperti ahli hukum, perencanam, perancang, dan lainnya.
Observasi dan wawancara dapat dilakukan bersama-sama dalam
analisis jabatan.
Pendekatan lainnya adalah meminta karyawan untuk mem­
buat buku harian dan menuliskan setiap detil kegiatan dan penga­
laman yang mereka dapati dalam suasana kerja mereka. Metode ini
akan menghasilkan data yang lebih lengkap apalagi jika ditambah
dengan hasil dari wawancara dan metode lainnya.

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 49


Informasi-informasi yang dikumpulkan dan diperoleh dari metode-
metode analisa jabatan di atas dalam kelanjutannya dapat digolongkan
dalam beberapa butir jenis informasi seperti berikut :
1. Nama jabatan, lokasi kerja, range upah
2. Hubungan kerja dan posisi dalam organisasi
3. Tugas-tugas, wewenang dan tanggungjawab yagn dibebankan pada
pemangku jabatan
4. Peralatan dan bahan yang digunakan
5. Kondisi lingkungan tempat kerja dan resiko kerja
6. Persyaratan fisik, mental, pengetahuan, pendidikan dan lain-lain

Dalam pelaksanaan analisis jabatan, perlu diperhatikan dua hal utama


yang akan menunjang lancarnya proses analisis jabatan, yakni : a) Uraian
jabatan (Job Description); dan b) Spesifikasi jabatan (Job Spesification) atau
dikenal juga dengan Persyaratan Jabatan (Job Requirement)
Analisa jabatan (job analysis) : suatu proses penelitian dan pengumpulan
informasi mengenai uraian-uraian yagn berhubungan dengan berbagai
operasi dan kewajiban serta tanggungjawab dari suatu jabatan tertentu,
seperti terlihat pada bagan berikut :

50 Sumber Daya Manusia Strategik


C. Membuat Uraian Jabatan
Uraian jabatan adalah suatu catatan yang sistematis tentang tugas
dan tanggungjawab suatu jabatan tertentu, yang ditulis berdasarkan fakta-
fakta yang ada. Penyusunan uraian jabatan ini adalah sangat penting,
terutama untuk menghindarkan terjadinya perbedaan pengertian, untuk
menghindari terjadinya pekerjaan rangkap, serta untuk mengetahui batas-
batas tanggungjawab dan wewenang masing-masing jabatan.
Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam Uraian Jabatan pada umumnya
meliputi :
1. Identifikasi Jabatan, yang berisi informasi tentang nama jabatan,
bagian dan nomor kode jabatan yang terdapat dalam suatu
organisasi atau perusahaan.
2. Ikhtisar Jabatan, yang berisi penjelasan singkat tentang jabatan
tersebut yang juga memberikan suatu definisi singkat yang berguna
sebagai tambahan atas informasi pada identifikasi jabatan, apabila
nama jabatan tidak cukup jelas.
3. Tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Bagian ini adalah merupakan
inti dari Uraian Jabatan dan merupakan bagian yang paling sulit
untuk dituliskan secara tepat. Untuk itu, bisa dimulai menyusunnya
dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang apa
dan mengapa suatu pekerjaan dilaksanakan, dan bagaimana cara
melaksanakannya.
4. Pengawasan yang harus dilakukan dan yang diterima. Bagian ini
menjelaksan nama-nama jabatan yang ada di atas dan di bawah
jabatan ini, dan tingkat pengawasan yang terlibat.
5. Hubungan dengan jabatan lain. Bagian ini menjelaskan hubungan
vertikal dan horizontal jabatan ini dengan jabatan-jabatan lainnya
dalam hubungannya dengan jalur promosi, aliran serta prosedur
kerja.
6. Mesin, peralatan, dan bahan-bahan yang digunakan.
7. Kondisi kerja, yang menjelaskan tentang kondisi fisik lingkungan
kerja dari suatu jabatan. Misalnya panas, dingin, berdebu, ketal,
bising dan lain-lain terutama kondisi kerja yang berbahaya.

Meski demikian inforamsi tersebut tentu tidak semuanya harus


dimasukkan ke dalam sebuah uraian atau deskripsi jabatan. Namun, secara
umum sebuah uraian jabatan (job description) sebaiknya memiliki tiga hal
utama dalam pelaksanaannya, yaitu :

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 51


a. Uraian mengenai jabatan tersebut, yakni berisikan hal penting
mengenai jabatan itu.
b. Ukuran kinerja yang dipersyaratkan, sebagai indikator terhadap
keberhasilan menyelesaikan tanggungjawab utama jabatan.
c. Kebutuhan jabatan yang dipersyaratkan.

Dalam perkembangannya, seperti terlihat di atas, uraian jabatan


berisikan banyak item, yang mencakup deskripsi jabatan, misi jabatan, ilustrasi
jabatan, lingkungan pekerjaan, hubungan pekerjaan, tanggungjawab
utama, wewenang, hingga dimensi jabatan. Sedangkan ukuran kinerja yang
dipersyaratkan dapat diambil dari Key Performance Indicator untuk jabatan
tersebut, yang berasal dari Key Result Area-nya. Hubungan ini hendaknya
sejalan dengan strategi, visi, misi organisasi dan tentunya terkait dengan
tanggungjawab utama bagi pemangku jabatn tersebut. sementara untuk
kebutuhan jabatan atau pekerjaan, dapat dibagi menjadi persyaratan utama
yang bersifat mutlak, dan persyaratan kompetensi baik soft competency
maupun hand competency.
Uraian jabatan ini merupakan bagian dari analisa jabatan yang
dilakukan dalam sebuah perusahaan. Manfaat umum dari adanya uraian
jabatan ini diantaranya adalah :
- Bagi pemegang jabatan, uraian jabatan ini berguna sebagai
panduan dan pedoman kerja serta mengetahui apa yang harus
dilakukan dan diharapkan dari organisasi.
- Bagi atasan, uraian jabatan ini berguna untuk mengoptimalkan
peran dan tanggungjawab bawahan.
- Bagi pimpinan organisasi, uraian jabatan ini berguna untuk dapat
memimpin dan memberikan motivasi agar pemegang jabatan
menghasilkan kinerja optimal.
- Bagi perekrut, uraian jabatan ini berguna untuk mengetahui
kandidat yang tepat dan paling coock sesuai kebutuhan jabatan.
- Bagi perencana karir (succession planner), uraian jabatan ini berguna
untuk menempatkan individu sesuai dengan peran, tanggungjawab
dan kebutuhan organisasi.
- Bagi perencanaan dan pengembangan organisasi (organization
development and planner), uraian jabatan ini berguna untuk membuat
perencanaan pengembangan organisasi yang membutuhkan
pemahaman tentang jabatan dan jenis peran/ tanggungjawab yang
diperlukan.

52 Sumber Daya Manusia Strategik


- Bagi job evaluator, uraian jabatan ini berguna untuk membobot
jabatan dan membandingkan jabatan lain di dalam organisasi.
- Bagi trainer, uraian jabatan ini berguna untuk mengetahui
kebutuhan pelatihan bagi pemegang jabatan.
- Bagi assessor, uraian jabatan ini berguna untuk melakukan analisa
terhadap pemegang jabatan melalui competency assessement, in-depth
interview, dan lainnya.

Berikut adalah contoh dari uraian jabatan :

CONTOH URAIAN JABATAN


Nama Jabatan Operator Komputer PT. ASDF

Deskripsi Umum Jabatan


Menyiapkan dan mengoperasikan komputer dan mesin
periferal ke komputer untuk menyediakan informasi ke
seluruh departemen perusahaan yang meminta. Pekerjaan
ini menghendaki pengetahuan tentang pemrograman dan
logika komputer serta metodologi untuk menjalankan
sistem komputer. Pekerjaan ini menghendaki kemampuan
membaca dan memahami pedoman pelaksanaan untuk
dapat melakukan perbaikan kecil ke peralatan komputer.
Melatih operator komputer baru. Bertanggungjawab
kepada Pengawas Operasi Komputer.
Tugas Utama dan Tanggungjawab
1. Menyiapkan dan mengisi peralatan komputer
dengan bahan yang dibutuhkan dan menyiapkan
perlengkapan komputer agar siap dioperasikan.
2. Mengoperasikan komputer dan mesin periferal ke
komputer untuk menyediakan informasi tentang
segala dokumen perusahaan yang meminta.
3. Menjalankan segala tugas penting untuk menyiapkan
informasi yang disediakan komputer untuk
disampaikan kepada departemen perusahaan yang
membutuhkan informasi.
4. Memperbaiki kerusakan peralatan kecil pada
peralatan komputer sesuai petunjuk operasi.
5. Melatih operator komputer baru dalam hal
metodologi pengoperasian sistem komputer.

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 53


6. Memelihara buku harian tentang semua pekerjaan
yang dilakukan
Pengetahuan, Keterampilan, dan Kemampuan yang Dipersyaratkan
1. Kemampuan untuk memabca pedoman pelaksanaan
komputer dan memahami petunjuk di dalamnya
untuk mengatasi kerusakan kecil pada peralatan
komputer. Ini biasanya diperoleh melalui
penyelesaian pendidikan di tingakt menengah atas.
2. Pengetahuan tentang pemrograman dan logika
komputer untuk menjalankan tugas sebagaimana
tercantum pada Kewajiban dan Tanggungjawab
Utama tersebut di atas. Ini biasanya diacpai dalam tiga
hingga enam bulan di dalam pelatihan teknis dasar.
3. Pengetahuan tentang metodologi untuk menjalankan
sistem komputer dan mengatasi masalah kecil pada
perlengkapan komputer. Ini biasanya dicapai dalam
satu hingga dua bulan melalui pengalaman saat
pengalaman saat bekerja.
4. Keterampilan antarpersonal diperlukan untuk melatih
orang lain tentang metodologi sistem komputer.
5. Kemampuan fisik untuk berdiri dan berjalan.
Kemampuan fisik untuk mengangkat dan membawa
barang dengan berat kurang dari 20 pon selama 20
hingga 30 persen waktu kerja.
6. Kemampuan untuk memenuhi batas waktu.
Kondisi Kerja
1. Mampu mengatasi kebisingan yang cukup mengganggu
selama 50 persen dari waktu kerja akibat kerja
dari periferal komputer yang menyebabkan
ketidaknyamanan fisik.
2. Mampu melakukan tindakan berkaitan dengan listrik
yang digunakan yang dapat mencelakakan operator
ketika terjadi kerusakan serius.
Persetujuan
Nama ___________ Jabatan ___________ Tanggal __________
______________________________________________________
Nama ___________ Jabatan ___________ Tanggal __________
______________________________________________________
Nama ___________ Jabatan ___________ Tanggal __________

54 Sumber Daya Manusia Strategik


______________________________________________________
Pernyataan di atas bukan merupakan daftar yang lengkap
berkenaan dengan tugas dan tanggungjawab dari pekerjaan, dan
tidak dimaksudkan sebagai daftar keterampilan dan kemampuan
yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Namun, pernyataan
ini hanya dimaksudkan untuk menggambarkan sifat umum dari
pekerjaan.
______________________________________________________

E. Membuat Spesifikasi Jabatan


Spesifikasi jabatan seringkali disusun secara bersamaan dengan
uraian jabatan seperti di atas. Namun, untuk lebih memperjelas tentang
spesifikasi jabatan ini, maka di sini ia disusun secara terpisah dari uraian
atau deskripsi jabatan. Spesifikasi jabatan atau sering disebut juga dengan
persyaratan jabatan adalah ketentuan minimal yang harus dipenuhi oleh
orang yang menduduki suatu jabatan, agar ia dapat melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik.
Beberapa hal yang pada umumnya dimasukkan dalam Spesifikasi
Jabatan adalah :
1. Ketentuan pendidikan formal dan pengalaman kerja;
2. Ketentuan yang berhubungan dengan pengetahuan dan
keterampilan yang disyaratkan;
3. Persyaratan fisik dan mental yang harus dimiliki untuk pekerjaan
atau jabatan tersebut.
4. Persyaratan-persyaratan lainnya.

Spesifikasi jabatan ini secara lebih spesifik merupakan hasil dari analisa
jabatan terutama berupa informasi yang berkaitan dengan kebutuhan-
kebutuhan yang disyaratkan untuk jabatan tertentu. Berikut adalah contoh
dari penyusunan spesifikasi jabatan tersebut :

SPESIFIKASI JABATAN
1. Pendidikan Formal ___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________

2. Pengalaman Kerja ___________________________________________


___________________________________________
___________________________________________

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 55


3. Pengetahuan dan ___________________________________________
keterampilan yang ___________________________________________
disyaratkan ___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________

4. Kondisi fisik dan ___________________________________________


mental yang ___________________________________________
disyaratkan ___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________

5. Persyaratan- ___________________________________________
persyaratan lainnya ___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________

Uraian Jabatan dan Spesifikasi Jabatan, sebagai hasil dari Analisa


Jabatan mempunyai banyak manfaat, antara lain :
1. Sebagai dasar untuk melakukan Evaluasi Jabatan;
2. Sebagai dasar untuk menentukan standar hasil kerja seseorang;
3. Sebagai dasar untuk melakukan rekrutmen, seleksi dan penem­
patan pengawai baru;
4. Sebagai dasar untuk merancang program pendidikan dan latihan;
5. Sebagai dasar untuk menyusun jalur promosi.
6. Untuk merencanakan perubahan-perubahan dalam organisasi
dan penyederhanaan kerja;
7. Sebagai dasar untuk mengembangkan perogram kesehatan dan
keselamatan kerja.

F. Pelaksanaan Analisa Jabatan


Analisis jabatan pada dasarnya adalah suatu proses pengumpulan,
penelitian, penguraian data jabatan yang tahapan pelaksanaannya sebagai
berikut :
1. Tahap persiapan dan perencanaan
2. Tahap pengumpulan data
3. Tahap perngolahan data
Selanjutnya setiap tahap pelaksanaan dijelaskan sebagai berikut :

56 Sumber Daya Manusia Strategik


1. Tahap persiapan dan perencanaan. Pada tahap ini beberapa kegiatan
yang dilakukan adalah :
a. Penegasan kembali struktur organisasi yang akan menjadi pegangan
bagi proses selanjutnya termasuk nama-nama jabatan dan tempat­
nya.
b. Inventarisasi jabatan yang ada di setiap unit kerja yang ada dan
disusun berdasarkan hierarki dan diberi kode identifikasi.
c. Menetapkan metode pengumpulan data yang akan digunakan dan
menyiapkan alat dan sama yang diperkukan.
d. Membentuk tim pelaksana analisis dan menejalskan tentang
metode yang akan digunakan.
e. Komunikasi/penjelasan oleh pimpinan perusahaan kepada semua
pimpinan unit kerja dan semua karyawan tentang maksud dan
tujuan analisis jabatan yang akan dilaksanakan.

Hal ini dilaksanakan untuk mencegah terjadinya salah pengertian dan


timbulnya persepsi dan harapan yang keliru.
2. Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data jabatan dapat dilakukan dengan melalui beberapa
cara :
a. Metode Observasi dan Wawancara
Metode observasi berarti pelaksana analisis jabatan mengamai
secara langsung di tempat bagaimana tugas pekerjaan dilaksanakan
dan mencatatnya untuk diolahnya menjadi informasi. Sedangkan
dalam metode wawancara petugas analisis mewawancarai langsung
pemegang jabatan dengan mengajukan pertanyaan yagn disiapkan
terlebih dahulu dan mencatat jawabannya untuk kemudian diolah
menjadi informasi yang diperlukan tentang jabatan yang sedang
dipegang tersebut.
b. Metode Kuesioner (Daftar Pertanyaan)
Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran daftar
pertanyaan kepada semua karyawan untuk diisi. Daftar pertanyaaan
itu bisa bersifat “terbuka” (Open ended) artinya, penjawab harus
memberikan jawaban menurut kehendaknya sendiri dengan
caranya sendiri, tidak dibatasi. Bila daftar pertanyaan itu bersifat
“tertutup” (Closed), maka pertanyaan sudah dibuat sedemikian
rupa sehingga penjawab tinggal menjawab berupa ya/tidak, atau
benar/salah.

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 57


c. Metode Studi Referensi
Metode ini mengandalkan pada pengetahuan dan “ahli”, rujukan
yang ada dan perbandingan dengan oerganisasi lain. Metode ini
jarang digunakan.
d. Metode Kombinasi
Metode ini berarti menggunakan beberapa metode di atas sekaligus.
Metode observasi di temapt dapat diadakan untuk jabatan atau
posisi yang khusus. Observasi dapat mengungkapkan hal-hal yang
tidak dapat diuraikan secara tertlis seperti kendisi kerja, arus
kerja, proses, keterampilan yang dibutuhkan dan peralatan yang
digunakan.
Metode wawancara dilakukan mengingat tidak semua jabatan
dapat dianalisis secara tertulis. Jabatan seperti : jabatan teknis,
profesional, kepengawasan dan eksekutif sebaiknya dikaji melalui
wawancara atas pemegang jabatan yang bersangkutan.
Metode daftar pertanyaan pada umumnya kurang berhasil,
karena tidak semua karyawan telah mengisi formulir atau dapat
memabca dan menulis dengan baik. setiap kategori karyawan
harus diberi kuesioner tersendiri dengan gaya bahasa khusus guna
mencegah kesalahpahaman dalam penafsiran.
Metode studi referensi misalnya dapat dilakukan dengan
menganalisis buku catatan harian untuk mendapaktan informasi
tentang suatu jabatan atau posisi. Tetapi metode ini agak sulit
dilakukan karena tidak semua catatan harian berguna, karena si
penulis tidak merumuskan kegiatan yang sebenarnya. Juga masih
banyak pekerjaan yang tidak membiasakan diri membuat catatan
harian seperti pesuruh atau mekanik.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah proses pengumpulan data selesai, dilakukan pengolahan data
yaitu :
a. Menentukan faktor-faktor dari penilaian jabatan
b. Menentukan bobot nilai dari setiap faktor
c. Analisa hasil interview dan kuisioner yang telah diisi
d. Analisa persyaratan jabatan
e. Menyusun uraian jabatan
f. Melakukan pola penilaian jabatan sebagai dasar dari penentuan
sistem personalia lainnya
g. Mempersiapkan rekomendasi bagi perencanaan tenaga kerja, pola

58 Sumber Daya Manusia Strategik


pengadaan, seleksid an penempatan pegawai; penilaian karya
pegawai; sistem pemberian balas jasa, pelatihan dan pengembangan
pegawai; sistem dan prosedur administrasi kepegawaian.

Untuk lebih ringkasnya, berikut adalah bagan dari prosedur pelaksana­


an analisis jabatan ini :

Analisa jabatan dengan demikian merupakan keharusan pada sebuah


perusahaan untuk mendapatkan ketepatan dalam hal pengembangan
SDM dan pemberdayaan seluruh elemen manajemen yang terdapat di
dalamnya. Melalui analisa jabatan ini pula, efisiensi dan efektivitas yang
diharapkan untuk pengembangan organisasi dan perusahaan secara umum
bisa didapatkan.
Analisa jabatan ini bahkan semakin penting pada saat ini, dimana
dunia kerja semakin mengalami ketidakmenentukan dan perubahan terus-
menerus. Ketidakmenentukan kondisi bisnis dan dunia kerja ini membuat
hampir setiap perusahaan, baik besar ataupun kecil, harus sangat berhati-
hati dalam hal merekrut pekerja. Kondisi ini kemudian ditambah pula dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat, sehingga

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 59


banyak jenis pekerjaan yang kini tidak lagi dikerjakan oleh manusia,
melainkan oleh mesin. Dalam kelanjutannya, banyak bidang pekerjaan
yang hilang. Kenyataan ini ironisnya berbanding terbalik dengan banyaknya
lulusan dunia pendidikan yang membutuhkanm pekerjaan.
Salah satu dampak paling nyata dari perkembangan dan perubahan
dunia global tersebut adalah banyaknya perusahaan yang mengalami
dejobbing: yang memacu produk dan perubahan teknologis, persaingan
global, deregulasi, ketidakstabilan kondisi sosial, ekonomi, dan politik,
perubahan demografik, dan kecenderungan ke arah masyarakat jasa.
Karena itu, sebuah perusahaan memerlukan data-data yang dihasilkan
dari analisa jabatan untuk bisa mengambil keputusan-keputusan strategik
yang nantinya akan menentukan masa depan perusahaan tersebut. hasil
analisis jabatan/pekerjaan juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan
lain, seperti pengklasifikasian, membuat desain dan perancangan kembali
suatu pekerjaan.
Klasifikasi pekerjaan dilakukan melalui proses pengelompokkan
peker­jaan/jabatan tertentu berdasarkan jenis aktivitas yang dilakukan, ke­
cakapan yang dibutuhkan ataupun faktor lain yang erat kaitannya dengan
pekerjaan.
Desain pekerjaan bertujuan untuk mengatur penugasan kerja yang sesuai
dengan kebutuhan organisasi, teknologi dan keprilakuan. Sedangkan
fungsi­nya adalah menetapkan kegiatan kerja seseorang atau kelompok secara
organisasional. Beberapa elemen yang tercakup dalam desain pekerjaan ini
biasanya mencakup :
a. Unsur organisasional, berkaitan dengan efisiensi yang meliputi :
- Pendekatan mekanistik, mengidentifikasi setiap tugas suatu
pekerjaan agar dapat diatur untuk meminimalkan waktu dan
tenaga;
- Aliran kerja, untuk menjaga keseimbangan kerja;
- Praktek kerja, menyangkut cara pelaksanaan kerja yang
ditetapkan.
b. Unsur lingkungan, berkaitan dengan kemampuan dan ketersediaan
SDM yang potensial.
c. Unsur keperilakuan, yang mencakup :
- Otonomi, tanggungjawab atas apa yang dikerjakan;
- Variasi, menjauhkan dari kebosanan kerja;
- Identifikasi tugas, kejelasan tugas yang dilaksanakan;
- Umpan balik, untuk mengetahui hasil kerja

60 Sumber Daya Manusia Strategik


Selain itu, dalam sebuah perusahaan, terkadang pekerjaan yang ada perlu
dirancang kembali guna menghindari inefisiensi dalam melaksanakannya.
Karena itu, analisa jabatan ini penting untuk mendapatkan data-data
yang dibutuhkan, terutama dalam menilai signifikansi dari suatu jabatan
terhadap perkembangan dan tuntutan manajemen dan pengelolaan
perusahaan secara keseluruhan. Adapun metode yang biasa digunakan
dalam perancangan kembali pekerjaan, adalah sebagai berikut:
a. Simplifikasi pekerjaan, yakni menyederhanakan pekerjaan,
dimana resiko yang akan muncul adalah terjadinya spesialisasi,
sehingga dapat menimbulkan kebosanan, terutama yang terampil.
b. Perluasan pekerjaan, yang meliputi:
- Job enlargement (perluasan kerja secara horisontal), dengan
menambah lebih banyak tugas agar variatif dan mengurangi
pekerjaan yang monoton.
- Job enrichment (perluasan kerja secara vertikal), karyawan diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan manajerial
disamping operasional.
- Job rotation (rotasi pekerjaan), memindahkan/merotasi karya­
wan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain, untuk mengatasi
kejenuhan dan memberi kesempatan karyawan untuk meng­
gunakan keterampilannya.

G. Case Study
Berikut adalah beberapa permasalahan yang harus Anda pecahkan
berdasarkan materi yang telah dipelajari di atas.
a. Carilah data-data yang lengkap tentang sebuah perusahan yang
bergerak di bidang apapun, lengkap dengan struktur fungsional
organisasi sehingga anda bisa mencermati setiap posisi yang
terdapat di dalamnya.
b. Dari data tersebut carilah satu posisi atau jabatan tertentu,
cermati data-data kualifikatif yang diharuskan oleh posisi tersebut
(jika memang ada), lalu buatlah rancangan uraian jabatan dan
spesifikasi jabatan untuk posisi atau jabatan dalam perusahaan
tersebut.
c. Buatlah satu rancangan analisa jabatan yang utuh untuk posisi yang
Anda pilih tersebut! Jelaskan pula faktor-faktor apa yang menjadi
keuntungan dan hambatan bagi Anda dalam membuat analisa
jabatan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan!

Job Analysis, Kebutuhan Analisa Jabatan 61


62 Sumber Daya Manusia Strategik
4 COMPENSATION
Manajemen Upah dan Imbalan

A. Pengertian Kompensasi
Kompensasi seringkali diartikan sebagai setiap bentuk pembayaran,
upah atau imbalan yang diberikan kepada karyawan yang timbul dari
dipekerjakannya karyawan tersebut, yang memiliki dua komponen, yakni
imbalan finansial atau pembayaran keuangan langsung/tunai dalam
bentuk upah, gaji, insentif, komisi dan bonus, dan imbalan non finansial
atau pembayaran yang tidak langsung.
Berikut ini akan dijabarkan beberapa definisi mengenai kompensasi
menurut beberapa ahli/pakar :
- Gary Dessler (2003:302); Employee compensation refers to all forms of
pay or reward going to employees and arising from their employment, and it
has two main component: direct financial payment (in the form of wages,
salaries, incentives, commisons, and bonuses), and indirect payments (in
the form of financial benefits like employess-paid insurance and vacatin).
- Marihot T.E. Hadiandja (2007:244) menyatakan bahwa kompensasi
adalah keseluruhan balas jasa yagn diterima pegawai sebagai
akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam bentuk
yang atau lainnya yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif,
dan tunjangan lainnya sepereti tunjangan kesehatan, tunjangan
hari raya, uang makan, uang cuti dan lain-lain. Program-program
kompensasi juga penting bagi perusahaan, karena mencerminkan
upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia.
Disamping itu, kompensasi (dalam bentuk pengupahan dan balas
jasa lainnya) sering merupakan komponen-komponen biaya yang
paling besar dan penting.
- Compensation is what employee receive in exchange for their contribution
to organization (William B. Werther & Keith Davis, 1996:379).
Pendapat tersebut menyatakan bahwa “kompensasi adalah sesuatu
yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi
atau kerja karyawan terhadap organisasi atau perusahaan”.
- Malayu S.P. hasibuan (2007:118) menyatakan bahwa kompensasi
adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, bawang langsung
maupun tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Kompensasi yang
berbentuk uang, artinya kompensasi dibayar dengan sejumlah uang
kartal bagi karyawan yang bersangkutan, sedangkan kompensasi
yang berbentuk barang, artinya kompensasi yagn dibayar dengan
barang; misalnya kompensasi dibayar 10% dari produksi yang
dihasilkan.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan, tampak adanya


pengertian yang sama, yaitu bahwa kompensasi merupakan balas jasa yang
ditermima kepad akaryawan baik berupa materi dan non materi, baik yang
berhubungan langsung dengan prestasi maupun yang tidak dan dapat
disimpulkan kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang
atau barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan atas jasa
yang diberikan kepada perusahaan. Dari pengertian tersebut dapat dilihat
bahwa terdapat dua pihak yagn memikul kewajiban dan tanggungjawab
yang berbeda-beda, akan tetapi saling mempengaruhi dan menentukan.
Pihak pertama adalah karyawan atau pekerja, emmikul kewajiban dan
tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan yagn disebut bekerja. Sedang
pihak kedua adalah organisasi atau perusahaan, memikul kewajiban
dan tanggungjawab untuk memberikan penghargaan atau ganjaran atas
pelaksanaan pekerjaan oleh pihak pertama.
Proses imbalan finansial sendiri adalah proses imbalan yang berkaitan
dengan pemberian gaji dasar dan gaji variabel serta ketentuan-ketentuan
lain mengenai tunjangan dan pensiun karyawan. Imbalan finansial ini
sendiri dari :
1. Gaji pokok, adlaah gaji untuk suatu jabatan yang sebenarnya
dipengaruhi oleh pasar gaji internal maupun eksternal. Faktor gaji
internal adalah nilai pekerjaan dan orang dalam pasar tenaga kerja
internal organisasi, sedadngkan faktor eksternel adala besarnya
gaji yang berlaku dipasar tenaga kerja untuk jenis pekerjaan yang
sama atau sering disebut sebagai harga pasar. Besar gaji seseorang
dihitung berdasarkan gaji pokok ditambah gaji yang dikaitkan

64 Sumber Daya Manusia Strategik


dengan kompensasi atau keterampilan masa kerja termasuk
besaran dan jenis bonus yang diterima.
2. Gaji kontingen (contingent pay) atau disebut juga gaji variabel,
besarnya gaji kontingen tergantung pada prestasi individu, tim atau
organisasi atau tingakt kompetensi atau ketearmpilan individiu.
Gaji kontingen didasarkan pada output atau hasil dan biasanya
tidak disediakan tunjangan pensiun. Karena perolehan gaji ini
selalu terkait dengan berbagai variabel yang secara potensial tidak
menentu dan harus selalu diupayakan perolehannya pada setiap
periode penghimpunan gaji, maka model gaji ini sering juga
disebut dengan gaji beresiko (pay at risk).
3. Tunjangan dan pensiunan karyawan, adalah bagian dari imbalan
yang mencakup uang pensiun, uang tunjangan kesehatan,
fasilitas, asuransi kesehatan. Tunjangan dalam bentuk ini juga bisa
mencakup unsur-unsur yang bukan remunerasi semata, seperti
pemberian hari libur tahunan, dan sebagainya.
4. Remunerasi total adalah jumlah gaji dasar, gaji variabel tunjangan
dan uang pensiun yang merupakan keseluruhan imbalan finansial
untuk karyawan.

Pemberian kompensasi dengan imbalan finansial atau pembayaran


keuangan langsung/tunai ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Berdasarkan tambahan waktu : kompensasi diberikan berdasarkan
pada lamanya waktu yang digunakan ditempat kerja, biasanya
dibayar upah per jam atau per hari.
2. Berdasarkan kinerja : kompensasi diberikan berdasarkan jumlah
produksi yang dihasilkan oleh pekerja, contohnya piecework atau
sering disebut sebagai rencana pembayaran insentif, (seperti :
upah per jam seorang karyawan dibagi jumlah unit standar yang
diharapkan dapat diselesaikan dalam satu juam, kemudian maka
karyawan tersebut akan mendapatkan insentif).

Sementara proses imbalan non finansial memfokuskan pada kebutuhan


orang untuk mendapatkan pengakuan, berprestasi, bertanggungjawab,
dan pengembangan yang bisa berkontribusi pada peningkatan motivasi
komitmen dan kinerja. Imbalan non finansial memiliki dampak yang
signifikan pada motivasi dan komitmen daripada imbalan finansial. Proses

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 65


imbalan finansial ini memainkan peranan penting dalam pengembangan
dan implementasi strategi imbalan keseluruhan.
Beberapa faktor-faktor dasar dalam rangka menentukan tekif/
kompensasi biasanya adalah :
1. Pertimbangan hukum dalam kompensasi, didasarkan pada beberapa
undang-undang :
- Davis Bacon Act : Uunang-undang yang diberlakukan pada tahun
1931 yang menetapkan tarif upah untuk para pekerja yang
dipekerjakan oleh kontraktor yang bekerja untuk pemerintah
federal.
- Public contract act wals-healey : undang-undang yang diberlakukan
pada tahun 1936 yang menuntut upah minimum dankondisi
kerja bagi karyawan yang bekerja pada kontrak pemerintah mana
saja sejumlah lebih dari $10.000
- Fair labor standars act : kongres meluncurkan undang-undang pada
tahun 1936 untuk menetapkan upah minimum, jam maksimum,
pembayaran waktu lembur, dan perlindungan tenaga kerja anak-
anak.
- Equal pay act of 1963 : amandemen terhadap undang-undang standar
kerja yang adil yang dirancang untuk menuntut pembayaran yang
sama untuk wanita yang melakukan pekerjaan sama dengan pria.
- Civil right act : undang-undang ini melarang diskriminasi dalam
pekerjaan karena ras, warna kulit, jenis kelamin, atau negeri asal.
- Employee retirement income security act (ERISA) : undang-undang yang
memberikan perlindungan pemerintah perusahaan atas pensiun
untuk semua karyawan dengan rencana pensiun perusahaan, juga
mengatur hak-hak tetap (dimana karyawan yang belum memasuki
masa pensiun bisa mengklaim kompensasi dari rencana pensiun).

Sejumlah undang-undang di atas kemudian memicu berbagai


negara membuat dan mengatur sejumnlah undang-undang untuk
upah dan gaji yang harus dibayarkan. Masing-masing dari 50 negara
bagian mempunyai undang-undang kompensasi para pekerja, dengan
tujuan antara lain, untuk memberikan suatu pendapatan yang pasti,
tepat dan wajar.
2. Pengaruh serikat buruh terhadap keputusan kompensasi
Dalam undang-undang hubungan tenaga kerja nasional yang dibuat
oleh badan hubungan tenaga kerja nasional memuat serangkaian aturan

66 Sumber Daya Manusia Strategik


yang menggarisbawahi kebutuhan untuk melibatkan pejabat serikat
buruh dalam mengembangkan paket kompensasi, karena mereka
yakin bahwa metode yang lazim dari manajemen yang menggunakan
beberapa faktor yang dapat dikompensasikan untuk mengevaluasi
dan memeringkatkan nilai pekerjaan menjadi sebuah alat manipulatif
untuk membatasi atau menurunkan upah pekerja, sehingga nampak
satu implikasi bahwa cara terbaik untuk memperoleh kerjasama dengan
anggota serikat buruh dalam mengevaluasi nilai kerja adalah membuat
mereka terlibat dalam proses ini, dan menetapkan tarif pembayaran
yang adil terhadap pekerjaan. Pihak manajemen juga harus menjamin
bahwa tak prerogatif, seperti hak untuk menggunakan teknik evaluasi
pekerjaan yang lebih tepat, atau hak untuk menaksir nilai relatif dari
pekerjaan juga tidak dilepaskan.
3. Kebijakan kompensasi
Kebijakan kompensasi akan memberikan garis pedoman pemberian
kompensasi, yang memiliki efek terukur pada sikap-sikap dan perilaku
ditempat kerja, sehingga tidak mengherankan jika para pekerja yang
menerima upah tinggi, maka kemungkinan kecil akan keluar dari
pekerjaannya.
4. Keadilan
Kebutuhan akan keadilan/fairness, adalah faktor penting dalam
menentukan tarif kompensasi, setidaknya keadilan eksternal dan keadilan
internal. Secara eksternal, pembayaran harus sebanding dengan tarif
dalam organisasi lain. Tarif kompensasi ini juga harus adil secara
internal, dimana masing-masing karyawan hendaknya memandang
pembayarannya sama dengan tarif kompensasi yang lain yang ada dalam
organisasi.
Untuk menjamin rasa keadilan dalam proses penentuan
kompensasi baik secara eksternal maupun internal, diperlukan lima
langkah besar :
- Lakukan survey gaji, tentang berapa pembayaran perusahaan lain
terhadap karyawannya untuk pekerjaan yagn sama (hal ini untuk
membantu memastikan keadilan eksternal).
- Tentukan nilai masing-masing pekerjaan dalam organisasi
dengan membuat dan mengevaluasi jabatan (untuk membantu
memastikan keadilan internal).
- Kelompok pekerjana-pekerjaan yagn serupa ke dalam tingkat upah
tertentu.

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 67


- Tetapkan harga masing-masing tingkat pembayaran dengan
menggunakan kurva upah.
- Tentukan dengan tarif upah

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kompensasi merupakan balas


jasa yang diberikan oleh organisasi/perusahaan kepada karyawan, yang
dapat bersifat finansial maupun non finansial, pada periode yang tetap.
Sistem kompensasi yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi
karyawan dan memungkinkan perusahaan memperoleh, mempekerjakan,
dan mempertahankan karyawan.
Bagi organisasi atau perusahaan, kompensasi memiliki arti penting
karena pemberian kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam
mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Penelitian
dalam beberapa perusahaan menunjukkan bahwa kompensasi yang tidak
memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan
kerja karyawan, bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial keluar
dari perusahaan yang secara tidak langsung dapat menurunkan potensi
produktivitas perusahaan.
Dari pengertian di atas terlihat juga bahwa kompensasi merupakan
alat pengikat perusahaan terhadap karyawannya, faktor penarik bagi calon
karyawan dan faktor pendorong seseorang menjadi karyawan. Dengan
demikian kompensasi mempunyai fungsi yang cukup penting di dalam
memperlancar jalannya roda organisasi/perusahaan.

B. Tujuan Kompensasi
Tujuan utama dari pemberian kompensasi pada pegawai pada dasarnya
adalah penuaian kewajiban pihak perusahaan atas hak pegawainya. Namun,
dalam perspektif manajemen, pemberian kompensasi oleh perusahaan
pada karyawan ini secara umum bertujuan untuk :
a. Menjalankan dan memenuhi peraturan yang telah ditetapkan baik
oleh pemerintah maupun manajemen perusahaan. Kompensasi
dengan demikian merupakan pelaksanaan atas peraturan dan
kebijakan yang telah ditetapkan baik oleh ukum, undang-undang
ketenagakerjaan dan industri, maupun peraturan internal
perusahaan yang menjalankan sistem kompensasi tersebut.
b. Mempertahankan konsistensi perusahaan. Sistem kompensasi
yang baik dan efektif akan membuat sebuah perusahaan bisa terus
menjaga keseimbangan antara pengeluaran yang dibutuhkan

68 Sumber Daya Manusia Strategik


dalam hal pembayaran upah karyawan, sekaligus masukan finansial
untuk perusahaan tersebut. kompensasi yang baik ini akan
menjaga semangat karyawan dalam bekerja sesuai dengan level
kinerja yang dibutuhkan oleh perusahaan, sehingga produktivitas
tetap berjalan sebagaimana mestinya.
c. Menjaga keadilan. Sistem kompensasi yang baik merupakan
perangkat untuk menjaga tingkat stress karyawan atas kebijakan
perusahaan, sehingga karyawan tidak merasakan perlakuan yang
tidak adil ataupun kebijakan upah yang tidak berpihak.
d. Peluang untuk mendapatkan karyawan dengan ualitas yang lebih
baik. sistem kompensasi yang baik dalam sebuah perusahaan akan
membuka peluang untuk mendapatkan pelamar dan pencari kerja
dengan kualitas yang baik. hal ini dikarenakan, semakin baik
dan besar kompensasi yang diberikan, maka orang akan semakin
tertarik untuk bekerja di perusahaan tersebut. Dengan demikian
terbuka kesempatan untuk mendapatkan pelamar yang berkualitas
sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
e. Mempertahankan karyawan. Sistem kompensasi yang baik juga
dapat menjadi daya tarik perusahaan untuk membuat para
pegawainya bertahan dalam perusahaan tersebut. Meski kompensasi
yang baik tidak menjadi satu-satunya faktor kenyamanan kerja,
namun kompensasi sangat mendukung atas keamanan keuangan
(economic security) dan kepuasan karyawan dalam bekerja pada
sebuah perusahaan.
f. Perangkat kontrol. Perusahaan dapat menggunakan kompensasi
untuk mengontrol minat dan kreativitas karyawan dalam bekerja.
Hal ini misalnya dapat dilakukan dengan menambahkan insentif
untuk setiap gagasan dari karyawan yang sukses dilaksanakan
guna mendukung perkembangan dan peningkatan keuntungan
perusahaan.

C. Fungsi Kompensasi
Selain memiliki tujuan yang mendukung efektivitas dan efisiensi
perusahaan, kompensasi pada dasarnya juga memiliki fungsi-fungsi sebagai
berikut :
a. Sistem kompensasi atau adanya kompensasi dalam sebuah
perusahaan dapat menjadi perangkat pemberdayaan sumber daya
manusia agar lebih efektif dan kreatif dalam bekerja. Semakin

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 69


efektif dan kreatif seseorang dalam bekerja, maka semakin besar
kompensasi yang akan ia terima, begitu pula sebaliknya. Hal
ini dalam kelanjutannya akan mendorong perusahaan pada
peningkatan produktivitas sekaligus penghematan untuk tidak
mengeluarkan cost yang tidak perlu karena adanya efektivitas
karyawan dalam bekerja.
b. Kompensasi dapat berfungsi sebagai perangkat untuk menjaga
stabilitas perusahaan. Semakin baik sistem kompensasi, maka
semakin terjaga pula keseimbangan hak dan kewajiban serta
keadilan antara pihak manajemen perusahaan dengan para
karyawannya. Ini pada akhirnya akan mendorong timbulnya
suasana dan lingkungan kerja yang baik, karena kenyamanan dan
kepuasan karyawan tertutupi dengan adanya kompensasi yang
baik tersebut.
c. Kompensasi dapat berfungsi sebagai perangkat untuk mening­
katkan pertumbuhan ekonomi dan finansial sebuah perusahaan.
Semakin kecil kompensasi yang diberikan tidak berarti semakin
banyak keuntungan yagn akan disimpan oleh perusahaan. Hal
ini dikarenakan semakin baik kompensasi yang diberikan, maka
semakin efektif karyawan dalam bekerja, yang berarti semakin
produktif pula perusahaan tersebut secara umum. Dengan
demikian, efektivitas karyawan ini secara tidak langsung akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan finansial sebuah
perusahaan.

D. Macam dan Jenis Kompensasi


Terdapat berbagai jenis kompensasi atau imbalan yang diberikan pada
karyawan dalam sebuah perusahaan, yaitu :
a. Imbalan Ekstrinsik, imbalan ini pada dasarnya merupakan imbalan
yang berbentuk yang diterima oleh karyawan dari perusahaan
tempat ia bekerja. Imbalan ekstrinsik yang berbentuk uang antara
lain misalnya : 1) gaji; 2) upah; 3) honor; 4) bonus; 5) komisi; 6)
insentif dan lainnya. Sedangkan imbalan ektrinsik yang diterima
karyawan dalam bentuknya sebagi benefit, atau bersifat tunjangan
pelengkap adalah : 1) uang cuti; 2) uang makan; 3) uang transport;
4) asuransi jamsostek; 5) uang pensiun; 6) rekreasi; 7) beasiswa
pendidikan, dan lain sebagainya.
b. Imbalan Intrinsik; imbalan ini merupakan kompensasi yang

70 Sumber Daya Manusia Strategik


diberikan oleh perusahaan pada karyawannya dalam bentuk
instrinsik, atau imbalan yang tidak berbentuk fisik (nyata) dan
hanya dapat dirasakan, seperti kelangsungan pekerjaan, jenjang
karir yang jelas, kondisi lingkungan kerja, pekerjaan yang menarik
dan lain-lain.

Selain jenis-jenis kompensasi seperti tersebut di atas, terdapat


pembagian jenis kompensasi lainnya di luar gaji pokok yang diterima oleh
karyawan, berupa a) insentif; b) kompensasi pelengkap; serta c) sarana dan
prasarana yang disediakan.
a. Insentif; adalah pemberian imbalan berdasarkan perbedaan prestasi kerja
sehingga bisa jadi dua orang yang memiliki jabatan sama akan menerima
upah yang berbeda, karena prestasinya berbeda, meskipun gaji
pokoknya/dasarnya sama. Perbedaan tersebut merupakan tambahan
upah (bonus) karena adanya kelebihan prestasi yang membedakan satu
pegawai dengan yang lain. Insentif ini memiliki beberapa sifat dasar
yang meliputi :
1) Sistem pembayaran agar diupayakan cukup sederhana, sehingga
mudah dimengerti dan dihitung oleh karyawan yang bersangkutan
sendiri;
2) Upah insentif yang diterima benar-benar dapat menaikkan motivasi
kerja mereka, sehingga output dan efisiensi kerjanya juga meningkat;
3) Pelaksanaan pengupahan insentif hendaknya cukup cepat, sehingga
karyawan yang berprestasi lebih cepat pula merasakan nikmatnya
berprestasi;
4) Penentuan standar kerja atau standar produksi hendaknya
secermat mungkin dalam arti tidak terlalu tinggi, sehingga tidak
terjangkau oleh umumnya karyawan, atau tidak terlalu rendah,
sehingga tidak terlalu mudah dicapai karyawan;
5) Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya
cukup merangsang pekerja atau karyawan untuk bekerja giat.

Selain itu, perlu diketahui bahwa terdapat beberapa kesulitan mendasar


yang dihadapi oleh perusahaan dalam menerapkan pembagian insentif ini,
yakni :
1) Alat ukur dari berbagai prestasi karyawan belum tentu dapat berhasil
dibuat secara tepat sebagaimana diharapkan, yakni wajar dan dapat
diterima.

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 71


2) Alat ukur dan tujuan perusahaan harus terikat erat.
3) Data tentang prestasi kerja karyawan harus cepat dan teratur
terkumpul setiap saat (hari, minggu, bulan).
4) Standar yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar/tingkat
kesulitan yang sama untuk setiap kelompok kerja.
5) Gaji/upah total dari upah pokok plus bonus yang diterima
haruslah konsisten di antara berbagai kelompok pekerja yang
menerima insentif dan antara kelompok yang menerima insentif
dengan yang tidak menerima insentif.
6) Standar prestasi haruslah disesuaikan secara periodik dengan
adanya perubahan dalam prosedur kerja.
7) Kemungkinan tantangan dari pihak serikat karyawan harus sudah
diperhitungkan secara matang.
8) Berbagai reaksi karyawan terhadap sistem pengupahan insentif
yagn diterapkan juga harus diantisipasi kemungkinannya.
Dengan demikian perusahaan harus cukup cermat dan hati-hati
sekali dalam menentukan sistem pengupahan insentif ini. Susilo
Martoyo (1994)
b. Kompensasi pelengkap (Fringe Benefit); kompensasi pelengkap merupakan
salah satu bentuk pemberian kompensasi berupa penyediaan paket
benefit dan program-program pelayanan karyawan, dengan maksud
pokok untuk mempertahankan keberadaan karyawan sebagai anggota
organisasi dalam jangka panjang. Kalau upah dan gaji merupakan
kompensasi langsung karena langsung berkaitan dengan prestasi kerja,
maka kompensasi pelengkap merupakan kompensasi tidak langsung
berkaitan dengan prestasi kerja.
Dengan kata lain kompensasi pelengkap adalah upaya penciptaan
kondisi dan lingkungan kerja yagn menyenangkan dan tidak secara
langsung berkaitan dengan prestasi kerja. Kompensasi pelengkap ini
biasanya meliputi :
1) Tunjangan antara lain berbentuk :
- Pensiun
- Pesangong
- Tunjangan kesehatan
- Asuransi kecelakaan kerja
2) Pelayanan yang meliputi :
- Majalah
- Sarana olahraga

72 Sumber Daya Manusia Strategik


- Perayaan hari raya
- Program sosial lainnya

Pembagian ini menandakan bahwa jenis tunjangan dan pelayanan


dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Jaminan rasa aman karyawan
(Employee Security); 2) Gaji dan upah yang dibayar pada saat karyawan tidak
bekerja (pay for time not worked); 3) Bonus dan penghargaan (Bonuses and
Rewards); 4) Program Pelayanan (Service Program).
Beberapa keuntungan atau manfaat yang didapat organisasi dengan
pemberian kompensasi pelengkap kepada karyawannya diantaranya
adalah :
1) Peningkatan semangat kerja dan kesetiaan;
2) Penurunan turn over karyawan dan absensi;
3) Pengurangan kelelahan;
4) Pengurangan pengaruh serikat buruh/pekerja;
5) Hubungan masyarakat yang lebih baik;
6) Pemuasan kebutuhan-kebutuhan karyawan;
7) Meminimalkan biaya kerja lembur
8) Mengurangi kemungkinan intervensi pemerintah
c. Sarana dan Prasarana; Sarana dan prasarana di sini dimaksudkan
sebagai penyediaan fasiltias untuk menjamin keamanan, keselamatan
serta kesehatan karyawan. Penjagaan atas keamanan, keselamatan,
dan kesehatan karyawan merupakan suatu bentuk kompensasi
nonfinansial yagn sangat penting dalam sebuah perusahaan. Keadaan
aman dan sehat seorang karyawan tercermin dalam sikap individual
dan aktivitas karyawan yang bersangkutan.
Makin baik kondisi keamanan dan kesehatan, makin positif
sumbangan mereka bagi perusahaan. Pada umumnya, perusahaan
memperhatikan masalah keamanan dan kesehatan karyawan justru
untuk memungkinkan terciptanya kondisi kerja yang lebih baik. hal
ini penting sekali terutama bagi bagian-bagian organisasi yang memiliki
resiko kecelakaan tinggi. Biasanya tanggungjawab pembinaan keamanan
dan kesehatan karyawan tersebut terletak pada manajer operasional
perusahaan atau organisasi yang bersangkutan, antara lain meliputi :
1) Pemeliharaan peraturan-peraturan keamanan
2) Standar kesehatan serta pencatatan dan pelaporan kecelakaan
3) Pengaturan program-program kesehatan dan keamanan
4) Pengaturan suhu udara dalam ruang kerja, ventilasi dan

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 73


keberhasilan lingkungan kerja
5) Program-program latihan keamanan bagi karyawan
6) Pengaturan-pengaturan pencegahan kecelakaan kerja dan
sebagainya.

Kesehatan karyawan yang dimaksud di sini adalah kesehatan


jasmani dan rohani sedangkan keamanan adalah keadaan karyawan
yang terbebas dari rasa takut dan bebas dari segala kemungkinan
kecelakaan kerja.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi


Dalam menentukan dan menetapkan sistem kompensasi, sebuah
perusahaan akan menghadapi berbagai faktor yang mesti diperhitungkan,
karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap efektivitas kompensasi secara
keseluruhan. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi
tiga faktor utama, yakni : a) faktor intern organisasi; b) faktor pribadi karyawan
yang bersangkutan; dan c) faktor ekstern pegawai organisasi.
a. Faktor Intern Organisasi, faktor intern organisasi yang mempengaruhi
besarnya kompensasi adalah :
1) Dana organisasi; kemampuan organisasi untuk melaksanakan
kompensasi tergantung pada dana yang terhimpun untuk keperluan
tersebut. terhimpunnya dana tentunya sebagai akibat prestasi-
prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin besarnya
prestasi kerja maka makin besar pula keuntungan organisasi/
perusahaan. Besarnya keuntungan perusahaan akan memperbesar
himpunan dana untuk kompensasi, maka pelaksanaan kompensasi
akan makin baik. begitu pula sebaliknya.
2) Serikat pekerja; Para pekerja yang tergabung dalam serikat
pekerja juga dapat mempengaruhi pelaksanaan atau penetapan
kompensasi dalam suatu perusahaan. Serikat pekerja dapat
menjadi simbol kekuatan pekerja di dalam menuntut perbaikan
nasib. Keberadaan serikat pekerja perlu mendapatkan perhatian
atau perlu diperhitungkan oleh pihak manajemen.
b. Faktor pribadi karyawan yang bersangkutan; faktor pribadi karyawan
yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi adalah :
1) Produktivitas kerja. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh prestasi
kerja. Prestasi kerja merupakan faktor yang diperhitungkan dalam
penetapan kompensasi. Pengaruh ini memungkinkan karyawan

74 Sumber Daya Manusia Strategik


pada posisi dan jabatan yang sama mendapatkan kompensasi yang
berbeda. Pemberian kompensasi ini dimaksudkan untuk mening­
kat­kan produktivitas kerja karyawan.
2) Posisi dan Jabatan. Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada
perbedaan besarnya kompensasi. Posisi dan jabatan seseorang
dalam organisasi menunjukkan keberadaan dan tanggungjawbanya
dalam hierarki organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan
seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggungjawabnya,
maka semakin tinggi pula kompensasi yang diterimanya. Hal
tersebut berlaku sebaliknya.
3) Pendidikan dan Pengalaman. Selain posisi dan jabatan, pendidikan
dan pengalaman kerja juga merupakan faktor yang mempengaruhi
besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih berpengalaman dan
berpendidikan lebih tinggi akan mendapat kompensasi yang
lebih besar dari pegawai yang kurang pengalaman dan atau
lebih rendah tingkat pendidikannya. Pertimbangan faktor ini
merupakan wujud penghargaan organisasi pada keprofesionalan
seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu karyawan untuk
meningkatkan pengetahuannya.
4) Jenis dan Sifat Pekerjaan. Besarnya kompensasi pegawai yang
bekerja di lapangan berbeda dengan pekerjaan yang bekerja
dalam ruangan, demikian juga kompensasi untuk pekerjaan
klerikal akan berbeda dengan pekerjaan administratif. Begitu pula
halnya dengan p ekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan
teknis. Pemberian kompensasi yang berbeda ini selain karena
pertimbangan profesionalisme pegawai juga karena besarnya resiko
dan tanggungjawab yang dipikul oleh pegawai yang bersangkutan.
Sebagai contoh, dikebanyakan organisasi/perusahaan pegawai yang
bertugas di lapangan biasanya mendapatkan kompensasi antara 2
– 3 kali lipat dari pekerjaan di dalam ruangan/kantor. Besarnya
kompensasi sejalan dengan besarnya resiko dan tanggungjawab
yang dipikulnya.
c. Faktor Ekstern; faktor ekstern pegawai dan organisasi yang
mempengaruhi besarnya kompensasi adalah sebagai berikut :
1) Penawaran dan Permintaan Kerja. Ini mengacu pada hukum
ekonomi pasar bebas, kondisi dimana penawaran (supply) tenaga
kerja lebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya
kompensasi yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi pasar kerja

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 75


menunjukkan besarnya jumlah permintaan tenaga kerja sementara
penawaran hanya sedikit, maka kompensasi yang diberikan akan
besar. Besarnya nilai kompensasi yagn ditawarkan suatu organisasi
merupakan daya tarik calon pegawai untuk memasuki organisasi
tersebut. Namun dalam keadaan jumlah tenaga kerja lebih besar
dari lapangan kerja yang tersedia, besarnya kompensasi sedikit
hanyak menjadi terabaikan.
2) Biaya hidup. Besarnya kompensasi terutama upah/gaji harus
disesuaikan dengan besarnya biaya hidup (cost of living). Yang
dimaksud biaya hidup disini adalah biaya hidup minimal. Paling
tidak kompensasi yang diberikan harus sama dengan atau di
atas biaya hidup minimal. Jika kompensasi yang diberikan lebih
rendah dari biaya hidup minimal, maka yang terjadi adalah proses
pemiskinan bangsa.
3) Kebijakan Pemerintah. Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah
berupaya melindungi rakyatnya dari kesewenang-wenangan dan
keadilan. Dalam kaitannya dengan kompensasi, pemerintah
menentukan upah minimum, jam kerja/hari, untuk pria dan
wanita, pada batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut
pemerintah menjamin proses pemakmuran bangsa hingga dapat
mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan
bangsa.
4) Kondisi Perekonomian Nasional. Kompensasi yang diterima oleh
pegawai di negara-negara maju jauh lebih besar dari yang diterima
negara-negara berkembang dan atau negara miskin. Besarnya rata-rata
kompensasi yang diberikan oleh organiassi-organisasi dalam suatu
negara mencerminkan kondisi perekonomian negara tersebut dan
penghargaan negara terhadap sumber daya manusianya.

F. Teori-teori yang Melandasi Kompensasi


Sebuah perusahaan dalam menetapkan sistem kompensasi untuk
para karyawannya selalu didasarkan pada banyak faktor seperti disebutkan
di atas. Namun, dalam sejarahnya, pemberian kompensasi ini juga
dipengaruhi oleh beberapa pendekatan tertentu, terutama pendekatan
ekonomi dan psikologi.
Dalam sudut pandang ekonomi, kompensasi secara sederhana harus
ada dalam sebuah perusahaan, karena asumsinya adalah bahwa orang-
orang pada dasarnya bekerja untuk memndapatkan gaji atau upah tertentu,

76 Sumber Daya Manusia Strategik


sehingga pekerjaan yang mereka lakukan bisa menjadi jaminan keuangan
hidup mereka. Jika sebuah perusahaan dapat memberikan nominal
kompensasi yang layak, maka para karyawan akan mendapatkan motivasi
tambahan dalam bekerja, dengan demikian ia secara tidak langsung akan
meningkatkan produktivitas perusahaan tersebut.
Kerangka pendekatan ekonomi ini sangat membantu mengapa
kompensasi sangat penting keberadaannya dalam sebuah perusahaan atau
organisasi. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa dalam banyak pengalaman di
lapangan, terdapat fakta yang cukup menarik. Orang-orang yang bekerja
ternyata tidak semata mengharapkan keuntungan funansial. Terdapat
banyak faktor yang mendukung terhadap motivasi seseorang dalam bekerja
di luar kompensasi berupa upah. Karena itu, pendekatan ekonomi ini
tidak cukup untuk memahami mengapa sistem kompensasi harus ada
dalam sebuah perusahaan. Untuk melengkapi pendekatan di atas, para
ahli manajemen kemudian mulai menggunakan pendekatan psikologi
dalam memahami perihal motivasi bekerja ini. Pendekatanm psikologi
ini ditujukan terutama untuk menyelidiki perihal kepuasan pribadi dan
faktor intrinsik yang memotivasi seseorang dalam bekerja. Beberapa teori
yagn diajukan terhadap hal ini adalah :
a. Teori Ekspektansi (expectancy theory)
Teori ekspektansi ini telah digunakan secara luas selama lebih dari tiga
dekade untuk memahami konsekuensi dan pengaruh pembayaran upah
(kompensasi) terhadap motivasi dan tindakan para pekerja. Meskipun
teori ini pada dasarnya sudah jarang digunakan, namun asumsi dasar yang
melandasi teori ini masih terdapat dalam teori-teori berikutnya.
Teori ekspektansi (expectansi theory) atau dikenal juga dengan teori
pengharapan dicetuskan oleh Victor H. Vroom terutama dalam bukunya
yang berjudul Work and Motivation (1964). Teori ekspektansi pada dasarnya
merupakan fungsi dari tiga karakteristik utama, yakni : (1) persepsi pega­
wai bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja; (2) persepsi pegawai
bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian); (3) nilai
yang diberikan pegawai terhadap imbalan yang diberikan. Menurut
Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan
meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara
usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerj (Simamora, 1999). Perilaku-
perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara
kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan
yagn bernilai bagi dirinya (Nelson, 1996)

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 77


Para pegawai mendambakan bahwa kinerja mereka akan berkorelasi
dengan imbalan-imbalan yang diperoleh dari organisasi. Para pegawai
menentukan pengharapan mengenai imbalan dan kompensasi yang
diterima jika tingkat kinerja tertentu dicapai. Pengharapan ini menentukan
tujuan dan tingkat kinerja dimasa yang akan datang. Pada tahap berikutnya
seorang pegawai melakukan pekerjaan pada tingkat kinerja tertentu yhagn
dievaluasi oleh organisasi; dan organisasi memberikan imbalan terhadap
kinerjanya. Selanjutnya pegawai mempertimbangkan hubungan antara
kinerja yang telah mereka berikan pada organisasi, imbalan yagn mereka
terima yang dikaitkan dengan kinerja serta kewajaran hubungan tersebut.
pada akhirnya pegawai menentukan tujuan dan pengharapan baru
berdasarkan pengalaman sebelumnya dalam organisasi.
Jika pegawai melibat bahwa kerja kerjas dan kinerja yang tinggi diakui
dan diberikan imbalan oleh organisasi atau perusahaan, mereka akan
mengharapkan hubungan seperti itu berlanjut terus dimasa yang akan
datang. Untuk mempertahankan pertalian antara kinerja dengan motivasi
pegawai ini perlu adanya : penilaian kinerja pegawai yang akurat, imbalan
yang langsung berhubungan dengan tingkat kinerja dan umpan balik dari
para penyelia.
Dari teori di atas, diketahui bahwa : (1) pegawai akan termotivasi
untuk berperilaku sehingga mereka mendapatkan imbalan yang berimbang
terhadap kinerja mereka; (2) pengawai termotivasi untuk memuaskan kebutuhan-
kebutuhannya; (3) pegawai termotivasi untuk berperilaku dalam cara-cara
yang mendapat pengukuhan dari pimpinan mereka atau pegawai lainnya;
(4) pegawai akan termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka
tentukan secara pribadi dan menerimanya meskipun khusus dan sulit.
Sementara itu, untuk meningkatkan kinerja pegawai, secara teoritis ada
tiga kelompok variabel yang mempengaruhinya, yaitu : variabel individu,
variabel psikologis dan variabel organisasi. Kelompok variabel individu
terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi
dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor
utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan
variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung.
Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak
dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelum­nya
dan variabel demografis. Kelompok variabel organisasi terdiri dari variabel
sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

78 Sumber Daya Manusia Strategik


Menurut Kopeman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh
terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung
mempengaruhi kinerja individu. Menurut Mitchell dalam Timpe (1999),
motivasi bersifat individu, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh
berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk
peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menurut para manajer
untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan otivasi me­
la­lui suasana organisasi yagn mendorong para pegawai untuk lebih
produktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi
dalam bentuk sistem imbalan, standar, peraturan dan kebijakan, serta
pemeliharaan komunikasi dan gaya kepemimpinan yang mendorong rasa
saling percaya antar individu.

b. Teori Penetapan Tujuan (goal-setting theory)


Teori teori penetapan tujuan (goal-setting theory) ini adalah pendekatan
yagn meletakkan proses kognitif seperti penetapan tujuan, perhatian dan
komitmen sebagai penentu motivasi seseorang dalam bekerja. Teori ini
diajukan oleh Edwin Locke pada tahun 1968 dengan mengajukan sebuah
model kognitif yang disebutnya sebagai teori tujuan. Teori ini mencoba
menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan)
dengan perilaku seseorang.
Teori ini secara relatif bersifat lurus dan sederhana. Aturan dasarnya
ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-
tujuan yang cukup sulit, khusu dan yang pernyataannya jelas dan dapat
diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan performa kerja yang lebih
tinggi daripada tujuan-tujuan yagn taksa, tidak khusus, dan yang mudah
dicapai. Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada
intuitif yang solid. Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini
menggambarkan manfaatnya bagi organisasi.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective = MBO)
menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan
perusahaan, sercara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi, bagian
sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja
untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu. Penetapan tujuan
juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan, dimana individu-
individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Perlu dicatat
bahwa sasaran-sasaran pribadi tersebut juga memiliki nilai kepentingan
pribadi yang berberda-beda.

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 79


Proses penerapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan
prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai
satu kebijakan perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan
memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-
tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi
kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan
sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa
keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan ter­
dapat empat macam mekanisme motivasional yakni : a) tujaun-tujuan
meningkatkan perhatin; b) tujuan-tujuan mengatur upaya; c) tujuan-tujuan
meningkatkan persistensi; dan d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi
dan rencana-renana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model
instruktif tentang penetapan tujuan.
Proses penetapan tujuan ini dapat dilakukan berdasarkan prakarsa
sendiri, bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa
motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan berusaha mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Bila seseorang tenaga kerja yang lebih
bercorak reaktif maka ia menetapkan sasaran kerjanya untuk kurun waktu
tertentu, dapat terjadi bahwa keterikatan usaha mencapai tujuan tersebut
tidak selalu besar.

c. Teori Kesetaraan (Equity theory)


Teori ekuitas (kesetaraan) adalah sebuah teori yang berupaya untuk
menjelaskan kepuasan kerja karyawan dalam sebuah perusahaan berdasar­
kan distribusi sumberdaya yagn setara ataupun tidak setara. Teori kesetaraan
(equity theory) ini dianggap sebagai salah satu teori keadilan, yang
dikembangkan oleh John Stacey Adams pada tahun 1963. Dalam teorinya,
Stacey Adams menyatakan bahwa para karyawan akan berupaya mencari
kesetaraan antara input (waktu, upaya, loyalitas, kerja keras, komitmen,
kemampuan, adaptabilitas, fleksibilitas, dan lainnya) yang mereka bawa
ke dalam pekerjaan dan outcome (keamanan kerja, pengakuan, reputasi,
penghargaan, upah, rangsangan dan lainnya) yang mereka terima dari
pekerjaan tersebut, dengan input dan outcome orang lain.
Landasan utama pemikiran yang terdapat dalam teori ini adalah
kepercayaan bahwa karyawan akan menghargai adanya perlakuan adil yang
memotivasi diri mereka dalam bekerja dan menjaga kesetaraan tersebut

80 Sumber Daya Manusia Strategik


dalam keterhubungan mereka dengan karyawan lain serta keterhubungan
mereka dengan organisasi itu sendiri.
Teori kesetaraan secara umum menyatakan bahwa individu yang
bekerja dan tidak mendapatkan ganjaran yang layak atau terlalu besar
dibandingkan orang lain akan mengalami kondisi ketidaknyamanan.
Kondisi ini pada nantinya akan menyebabkan mereka berusaha untuk
membuat kesetaraan dalam hubungan mereka dengan yang lain.
Kesetaraan sendiri diukut dengan membandingkan antara rasio kontribusi
dan keuntungan setiap orang dalam hubungan tersebut. rekan kerja tidak
harus menerima keuntungan yang sama atau memberikan kontribusi
yang setara, selama rasio antara keuntungan dan kontribusi tersebut
seimbang. Stacey Adams pada titik ini mengatakan bahwa ketidaksetaraan
dalam pemberian upah akan menyebabkan kemarahan, dan keberhasilan
upah akan menimbulkan rasa bersalah. Dengan demikian, berdasarkan
teori kesetaraan ini, kompensasi yang diberikan pada karyawan harus
berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kesetaraan :
Terdapat empat proposisi utama dalam teori kesetaraan ini, yaitu :
1) Orang-orang akan berusaha memaksimalkan hasil yang mereka
dapatkan (dimana hasil ini ditetapkan sebagai bayaran dikurangi
biaya).
2) Kelompok karyawan dapat memaksimalkan bayaran mereka
dengan mengembangkan suatu sistem pengaturan bayaran dan
biaya yang dikeluarkan di antara anggota. Sistem kesetaraan ini akan
tumbuh dalam sebuah kelompok kerja, dan anggota-anggotanya
akan berupaya mendorong satu salam lain guna menerima dan
mendukung sistem tersebut. satu-satunya cara agar semua anggota
kelompok mendukung sistem tersebut adalah dengan membuat
sistem yang memperlakukan setiap orang dengan setara atau adil.
3) Ketika orang-orang terlibat dalam suatu hubungan yang tidak
setara, mereka akan mengalami tekanan. Semakin tidak setara
hubungan tersebut, semakin tertekan pula orang-orang yang
ada di dalamnya. Berdasarkan teori kesetaraan, baik orang yagn
menerima terlalu banyak ataupun orang yang menerima terlalu
sedikit, keduanya akan sama-sama mengalami tekanan. Seseorang
yang mendapatkan terlalu banyak akan merasa bersalah, dan
seseorang yagn menerima terlalu sedikit akan merasa kecewa
bahkan terjebak dalam kemarahan.

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 81


4) Orang-orang yang menyadari bahwa mereka terlibat dalam suatu
hubungan yang tidak setara akan berusaha untuk memperbaiki
hubungan tersebut. semakin besar ketidaksetaraan dalam
hubungan, maka semakin tertekan pula orang yang terlibat di
sana, serta semakin keras pula usaha mereka untuk memperbaiki
hubungan tersebut.

Proposisi-proposisi di atas dapat dianggap sebagai kerangka teoroi


kesetaraan yang mempengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja, yang
pada gilirannya dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menetapkan
sistem kompensasi.
Selain teori-teori di atas, dalam pendekatan prikologi masih terdapat
beberapa teori lainnya yang juga membahas perihal motivasi dalam diri
seseorang ini, seperti social-cognition theory, agency theory dan lainnya.

G. Manajemen Kompensasi
Mengapa di beberapa perusahaan sering terjadi protes dalam bentuk
demo para karyawan menuntut kenaikan gaji atau upah ? Seolah tidak
peduli dengan masalah krisis finansial global, para karyawan merasa berhak
untuk menuntut kompensasi sesuai dengan jasa yang sudah dikeluarkannya.
Faktor yang menyebabkannya antara lain dalam hal ketidakpuasan tentang
manajemen kompensasi yang diterapkan perusahaan. Sistem kompensasi
yang ada dinilai tidak memberikan efek yang berarti pada kesejahteraan
karyawan. Pada gilirannya motivasi karyawan menurun dan ini akan
mengakibatkan produktivitas kerja atau kinerja mereka berada di bawah
standar perusahaan.
Kompensasi mengandung arti tidak sekedar hanya dalam bentuk-bentuk
finansial saja. Untuk finansial langsung berupa upah, gaji, komisi, dan
bonus. Sementara yang tidak langsung berupa asuransi, bantuan sosial uang
cuti, uang pensiun, pelatihan, dan sebagainya. Selain itu bentuk bukan finansial
berupa unsur-unsur jenis pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. Bentuk
unsur pekerjaan meliputi tanggungjawab, perhatian dan penghargaan dari
pimpinan, sementara bentuk lingkungan pekerjaan berupa kenyamanan
kondisi kerja, distribusi pembagian kerja, dan kebijakan perusahaan.
Keterkaitan kompensasi dengan kinerja karyawan sangatlah signifikan.
Semakin tinggi kompensasi semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan;
ceteris paribus. Derajat kepuasan yagn semakin tinggi akan semakin
meningkatkan motivasi karyawan dalam meraih kinerja yang tinggi. Jika

82 Sumber Daya Manusia Strategik


dikelola dengan baik, kompensasi membantu perusahaan untuk mencapai
tujuan dalam memperoleh, memelihara, dan menjaga karyawan dengan
optimum. Sebaliknya tanpa kompensasi yang cukup, karyawan yang ada
tidak saja mengekspresikan diri mereka dalam bentuk protes keras dan
mogok kerja, tetapi juga sangat mungkin meninggalkan perusahaan.
Pertanyaannya mengapa tidak semua perusahaan mampu memberikan
kepuasan maksimum kepada karyawannya?
Posisi kompensasi dalam membangun perusahaan yagn sehat selalu
berada pada kondisi yang rumit. Artinya jika dilihat dari besarannya hampir
mungkin karyawan tidak pernah mengatakan manfaat kompensasi yang
diterimanya sudah maksimum. Selalu dikatakan derajat kepuasan yang
diperolehnya sudah maksimum. Selalu dikatan derajat kepuasan yang
diperolehnya sekedar dalam rentang kurang sampai cukup puas atau pas-
pasan. Di sisi lain perusahaan tidak mudah untuk segera memenuhi
kebutuhan karyawan yang semakin besar dan bervariasi. Persoalannya
terletak pada pertimbangan penentuan kompensasi yang tidak sederhana
dan mudah diputuskan. Penentuan besaran kompensasi sangat dipengaruhi
kondisi internal dan eksternal perusahaan. Kondisi kesehatan finansial dan
profiabiliti perusahaan sangat menentukan kemampuan perusahaan dalam
memberi tekanan luar seperti peraturan pemerintah, pasar kerja, pasar
komoditi, krisis ekonomi global, dan tantangan kompensasi internasional.
Untuk menjembatani jurang antara kepentingan perusahaan di satu
pihak dan pihak lain kepentingan karyawan maka perusahaan perlu
me­ne­rapkan manajemen kompensasi yang layak. Maksudnya adalah
untuk membantu perusahaan dalam mencapai tujuan strategi bisnisnya
dan menjamin terjadinya keadilan kompensasi berbasis pertimbangan
faktor-faktor internal dan eksternal. Keadilan internal menjamin bahwa
permintaan posisi kompensasi (finansial dan non finansial) seperti gaji dan
upah serta kualifikasi seseorang dalam bidangnya yang lebih tinggi akan
dipenuhi sesuai dengan perilaku dan kinerjanya. Dan ini tentunya juga
dengan mempertimbangkan faktor eksternal yang menjamin bahwa pekerjaan-
pekerjaan bakal dikompensasi secara adil dengan membandingkannya
dengan pekerjaan yagn sama di pasar kerja.
Selain itu, dalam menyusun manajemen kompensasi yang baik,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhitungkan keberadaannya, seperti
strategi bisnis sebuah perusahaan secara umum, survey atas pasar dan
tuntutan lingkungan bisnis, serta tujuan dari pemberian kompensasi itu
sendiri, terutama untuk peningkatan kinerja karyawan.

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 83


84 Sumber Daya Manusia Strategik
Bagan tersebut menjelaskan bahwa manajemen kompensasi sebagai
proses terintegrasi dimana elemen-elemen yang berbeda saling mendukung
dan secara bersama-sama mendorong pencapaian kinerja yang lebih baik.
Strategi Kompensasi menyeluruh bersumber dari strategi SDM dan strategi
bisnis yang diformulasikan dalam bidang imbalan melalui berbagai proses
yang terdapat pada bagan.
Dalam penerapannya maka manajemen kompensasi memiliki prinsip-
prinsip :
1) Terdapatnya rasa keadilan dan pemerataan pendapatan dalam
peusahaan;
2) Setiap pekerjaan karyawan dinilai melalui proses evaluasi pekerjaan
dan kinerja;
3) Mempertimbangkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dan
4) Sistem kompensasi yang baru harus dapat membedakan karyawan
yang berprestasi baik dant idak dalam golongan gaji yang sama.

Agar tujuan perusahaan dan harapan serta aspirasi individual terwujud


sesuai harapan, maka dalam sistem penghargaan atau kompensasi, yang
idealnya merupakan kesepakatan pihak manajemen dan karyawan,
perusahaan perlu menyediakan kebijakan yang meliputi :
1) Tingkat kompensasi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup layak karyawan;
2) Keadilan dengan pasar kerja eksternal;
3) Keadilan internal sesuai dengan kondisi perusahaan;
4) Perlakuan pada individu karyawan dan perusahaan berada dalam
keseimbangan atau win-win result; dan
5) Sosialisasi dan internalisasi manajemen kompensasi ke seluruh
karyawan (manajemen dan non manajemen) untuk memperkecil
konflik.

Sistem kompensasi yang adil dalam sebuah manajemen kompensasi


yang baik akan mendatangkan beberapa keuntungan berikut bagi
perusahaan, yakni :
- Sistem kompensasi yagn didesain dengan adil dan baik, mem­
berikan dampak positif dalam efisiensi dan hasil kerja setiap
karyawan/ individu di dalamnya.
- Sistem kompensasi yang adil mendorong karyawan untuk mem­
berikan kinerja melebihi standar normal.

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 85


- Sistem kompensasi yang adil membantu proses evaluasi jabatan
(Job Evaluation), yang lebih realistis dan dapat dicapai (achievable).
- Sistem kompensasi tersebut mampu diaplikasikan ke dalam setiap
tingkat jabatan di dalam organisasi.
- Sistem kompensasi memberikan keseimbangan kerja dan kehi­
dupan (work-life-balance). Sistem tidak memberikan hukuman kepada
karyawan untuk sesuatu yang diluar kendali, dan juga tidak akan
mengeksploitasi karyawan.
- Sistem kompensasi akan meningkatkan moral kerja karyawan,
produktivitas dan kerjasama antar karyawan, selain memberikan
kepuasan kepada karyawan.
- Sistem kompensasi yang adil membantu manajemen dalam meme­
nuhi dan menghadapi aksi karyawan.
- Sistem kompensasi yang adil membantu penyelesaian yang
memuaskan kedua belah pihak bila terjadi selisih antara serikat
pekerja dan manajemen.
- Sistem kompensasi yang adil memberikan dorongan dan kesem­
patan bagi karyawan untuk berkinerja dan memberikan hasil lebih
baik sebelumnya.

H. Case Study
TEMPO Interaktif, Jakarta – Ribuan buruh yagn tergabung dalam
Forum Serikat Pekerja Buruh se-Jakarta akan menggelar unjuk rasa
di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. “Rencananya Kamis,
tanggal 25 Februari. Tapi akan kita putuskan secara pasti besok,”
kata Ilhamsyah, Ketua Serikat Buruh Transportasi Indonesia melalui
telepon, Ahad (21/2).
Menurut dia, aksi besar-besaran ini dilakukan untuk mendukung
penghapusan outsourcing dan mempekerjakan kembali sekitar 231
karyawan kontrak di PT Jakarta International Container Terminal
yang dipecat. “Setidaknya ada 22 organisasi pekerja yang akan ikut.
Kami perkirakan ada dua ribu orang atau lebih,” kata dia. Sebelumnya,
para pekerja kontrak di JICT melakukan demonstrasi dan mogok kerja
menuntut diangkat secara permanen.
Menurut pekerja, pekerjaan yang mereka lakukan di JICT tak layak
pakai sistem kontrak. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor 220 Tahun 2004, tentang Syarat-syarat Penyerahan sebagai

86 Sumber Daya Manusia Strategik


Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, bahwa kegiatan
utama, kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung
dengan proses produksi tidak boleh di outsourcing.
Tapi, JICT melakukan outsourcing terhadap pekerjaan yang
menjadi kegiatan utamanya, yaitu jasa dermaga sandar kapal, jasa alat
penunjang bongkar-muat barang atau kontainer dan jasa lapangan/
penumpukan kontainer. Para karyawan kontrak dipekerjakan sebagai
operator head truck, crane, forklip, operator rubber tyred gantry crane
yang sangat dibutuhkan bongkar muat kapal-kapal kontainer. Gara-
gara berunjuk rasa dan mogok kerja inilah, 231 karyawan kontrak dari
PT Philia Mandiri Sejahtera dipecat. Para buruh telah mengadu ke
Departemen Tenaga Kerja dan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat
RI.” Pekan dengan juga ada pertemuan buruh dengan manajemen
JICT. Namun, selama ini belum ada titik terang,” kata Ilham.
Oleh karena itu, para buruh bertekad untuk terus melakukan aksi
sampai aspirasi mereka ditanggapi. “Kita akan melakukan unjuk rasa
berkelanjutan,” ujarnya (Sumber: http//www.tempointeraktif.com)

Pertanyaan :
a. Bagaimanakah tanggapan Anda terhadap kasus di atas?
b. Menurut Anda dapatkah pembahasan tentang sistem kompensasi
yang baik dan bisa menyelesaikan persoalan di atas?
c. Uraikan bagaimana sistem kompensasi dapat memberikan keun­
tungan sekaligus kerugian pada sebuah perusahaan?

Compensation, Manajemen Upah dan Imbalan 87


88 Sumber Daya Manusia Strategik
5 MOTIVATION
Motivasi Bekerja dan Berprestasi

A. Motivasi untuk Bekerja


Keadaan lingkungan bisnis yang terus berubah, menuntut setiap pelaku
bisnis untuk senantiasa beradaptasi dengan pola perubahan tersebut agar
mereka tetap kompetitif. Organisasi juga menghadapi dan mengalami
berbagai perubahan sejalan dengan terjadinya perubahan lingkungan
bisnis. Perubahan yang terjadi dapat berupa berubahnya struktur organisasi
yang menjadi lebih ramping dan datar, perubahan jenjang karir, perubahan
kompensasi yang diperlukan dan sebaliknya.
Perusahaan dan SDM merupakan dua hal yang saling membutuhkan.
Jika SDM berhasil membawa kemajuan bagi perusahaan, keuntungan yang
diperoleh akan dipetik oleh kedua belah pihak. Bagi SDM keberhasilan
merupakan aktualisasi potensi diri sekaligus peluang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Bagi perusahaan, keberhasilan merupakan sarana
untuk menuju pertumbuhan dan perkembangan perusahaan. Seseorang
bekerja karena ada suatu kebutuhan yang hendak dicapainya, kebutuhan
dapat berwujud fisik biologis serta sosial-psikir, misalnya penghargaan,
pengakuan, keselamatan, perlindungan, keamanan dan jaminan sosial.
Orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya
kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya.
Karena harapan akan keadaan yang lebih memuaskan, maka pekerja akan
melakukan usaha-usaha untuk menccapai tujuannya tersebut. oleh karena
itu, faktor motivasi menjadi sangat penting dalam bekerja. Tanpa motivasi
pekerjaan akan menjadi lamban, hingga akhirnya produktivitas juga
mengalami penurunan.
Motivasi sendiri pada dasarnya adalah dorongan psikologis yang
mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan
dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku. Dengan
kata lain, motivasi menjadi daya pendorong (driving-force) terhadap seseorang
agar mau melaksanakan sesuatu (Morgan, 1986, Atkinson, 1995).
Chung & Megginson dalm Gomes (2001:177) menjelaskan motivation
is defined as goal-directed behavior. It concerns the level of effort one exert in pursuing
a goal… it is closely related to employee satisfaction and job performance (motivasi
dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran motivasi berkaitan
dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan
… motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerjaan dan performansi
pekerjaan). Jones sebagaimana dikutip Indrawijaya (1989:68) merumuskan
“motivation is concerned with low behavior is activated, maintained, directed, and
stopped.” Sedangkan Duncan (dalam Indrawijaya, 1989:68) mengatakan
bahwa “from a managerial perspektif, motivation refers to any conscious attempt
to influence behavior toward the accomplishtment of organization goal”.
Sebagai sebentuk daya dorong dalam diri seseorang yang ditandai dengan
adanya dorongan afektif dan reaksi-reaksi guna mencapai suatu tujuan,
motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, atau berbeda-beda antara
yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai
pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan
situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat
atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/
organisasi. Upaya untuk meningkatkan motivasi di antaranya menciptakan
situasi kompetisi yang sehat, membuat tujuan antara, menginformasikan
tujuan dengan jelas, memberikan ganjaran, dan tersedianya kesempatan
untuk sukses.
Motivasi merupakan suatu kekuatan, namun tidaklah merupakan
suatu substansi yang dapat kita amati. Yang dapat kita lakukan adalah
mengidentifikasi beberapa indikatornya dalam term-term tertentu, antara
lain :
1) Durasi kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya
untuk melakukan kegiatan);
2) Frekuensinya kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam
periode-periode waktu tertentu);
3) Prestasinya (ketepatan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan;
4) Ketabahan, keuletan, dan kemampuannya dalam menghadapi
rintangan dan kesulitan dalam menghadapi tujuan;
5) Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran,
bahkan jiwanya atau nyawanya) untuk mencapai tujuan;
6) Tingkat aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, atau target, dan

90 Sumber Daya Manusia Strategik


idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
7) Tingkat kualifikasi prestasi (produk atau output) yang dicapai dari
kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan
atau tidak).
8) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike, positive or
negative).

Motivasi juga merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menge­


tahui maksud seseorang atas suatu hal untuk mencapai tujuan tertentu,
misalnya uang, keselamatan, prestise, dan sebagainya. Namun demikian,
tujuan khsusu yang tampaknya diperjuangkan banyak orang dalam
analisis kerapkali berubah menjadi alat untuk mencapai tujuan lain, yang
dipandang lebih fundamental.
Motivasi yang terdapat pada setiap individu pada dasarnya merupakan
realisasi atas konsep dirinya untuk hidup dalam suatu cara yang sesuai dengan
peran yang lebih disukai. Hal ini dilakukan dengan cara mencerminkan
penghargaan seseorang atas kemampuannya. Oleh karena itu, individu
senantiasa mencari apa yang mereka pandang sebagai peran yang cocok
bagi dirinya, sambil berusaha menrealisasikan gagasan mengenai dirinya
sebagai kebenaran yang nyata.
Pengalaman individu hampir senantiasa membenarnya keyakinannya
bahwa sikap dasar individu harus benar, karena sikap tersebut sesuai dengan
realitas lingkungan hidupnya yang khas karena individu menghargai peng­­
a­laman dan mengelolanya sesuai dengan lingkungan tersebut ke dalam
sistem keyakinan individu. Motivasi kerja dapat memberi energi yang
menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan keinginan tinggi
yang luhur, serta meningkatkan kebersamaan. Akan tetapi seiring dengan
perkembangannya, perusahaan seringkali mengabaikan tentang pengelolaan
sumber daya manusia yang dimilikinya. Kendari sering terde­ngarnya isu
tentang pentingnya pengelolaan sumber daya manusia di ling­kungan
perusahaan, tetapi penangannya secara terencana dan terfokus, baik oleh
perusahaan maupun individu sebagai pegawai itu sendiri karang dilakukan.
Sebagaimana yang dikatakan di atas bahwa motivasi, kebutuhan/
dorongan akan membuat seseorang itu berperilaku. Ada banyak macam
keburuhan mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Semua
kebutuhan itu akan bersaing artinya di antara semua kebutuhan, mana­
kah yang paling kuat mendorong, sehingga perilakunya mengarah ke
pencapaian tujuan.

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 91


“Motivasi untuk bekerja merupakan sebuah istilah yang digunakan
dalam bidang perilaku keorganisasian (Roganizational Behavior = OB). Guna
menerangkan kekutan-kekuatan yang terdapat pada diri seseorang individu,
yang menjadi penyebab timbulnya tingkat, arah dan persistensi upaya yang
dilaksanakan dalam hal bekerja.” Dengan demikian analisis mengenai
motivasi akan bersinggungan dengan faktor-faktor yagn mempengaruhi
motivasi. Chung & Megginson dalam Gomes (2001:180) juga menjelaskan
bahwa motivasi setidaknya melibatkan : 1) faktor-faktor individual dan 2)
faktor-faktor organisasional. Faktor-faktor individuial meliputi kebutuhan-
kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitude), dan kemampuan-
kemampuan (abilities). Sedangkan faktor-faktor organisasional meliputi
pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama
pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan
itu sendiri (job itself).
Sementara Helleriegel dan Slocum sebagaimana dikutip Sujak (1990
: 249) mengklasifikasikan tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi
meliputi (1) perbedaan karakteristik individu; (2) perbedaan karakteristik
pekerjaan, dan (3) perbedaan karakteristik lingkungan kerja atau organisasi.
Karakteristik individu yang berbeda jenis kebutuhan, sikap dan minat
menimbulkan motivasi yagn bervariasi, misalnya pegawai yang mempunyai
motivasi untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya akan bekerja
keras dengan resiko tinggi dibanding dengan pegawai yang mempunyai
motivasi keselamatan, dan akan berbeda pada pegawai yang bermotivasi
untuk memperoleh prestasi. Setiap pekerjaan yang berbeda membutuhkan
persyaratan keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan
tipe-tipe penilaian yang berbeda pula. Perbedaan karakteristik yang melekat
pada pekerjaan itu membutuhkan pengorganisasian dan penempatan
orang sceara tepat sesuai dengan kesiapan masing-masing pegawai. Setiap
organisasi juga mempunyai peraturan, kebijakan, sistem pemberian
hadiah, dan misi yang berbeda-beda yang akan berpengaruh pada setiap
pegawainya. Motivasi seseorang dipengaruhi oleh stimuli kekuatan
intrinsik yagn ada pada diri seseorang/individu yang bersangkutan, stimuli
eksternal mungkin juga dapat mempengaruhi motivasi, tetapi motivasi itu
sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli tersebut.
Persoalan motivasi dalam bekerja ini tentu bukanlah persoalan yang
sederhana berupa keinginan atau dorongan positif untuk bekerja yang
terdapat pada diri pekerja, melainkan berbicara juga tentang bentuk-bentuk
dorongan tersebut, hingga implikasi jauhnya terhadap perusahaan secara

92 Sumber Daya Manusia Strategik


umum. Terdapat 3 hal penting yang harus diurai dalam membahas persoalan
motivasi bekerja atau berprestasi ini, yaitu : motif, perilaku, dan tujuan.

1. Motif
Motif berasal dari bahasa latin, movere yang berarti bergerak atau to
move. Motif pada dasarnya adalah keadaan kompleks dalam diri individu
yang mengarahkan perilakunya pada satu tujuan atau insentif, atau faktor
penggerak perilaku, atau konstruk teoritik tentang terjadinya perilaku.
Motivasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu : motif primer
(dorongan fisiologis, dorongan umum) dan motif sekunder. Motif merupa­
kan suatu daya yang bergerak secara inaternal dan tidak bisa dilihat secara
kasat mata. Namun, kita bisa mengukur keberadaannya dari beberapa
indikator utama, seperti yang disebutkan sebelumnya, yaitu : durasi, frekuensi,
persistensi, devosi, ketabahan, aspirasi, kualifikasi prestasi, dan sikap.
Motif yang berada dalam diri seseorang, pada dasarnya memiliki ciri-
ciri sebagai berikut :
1) Motif dapat bersifat majemuk, dengan kata lain, suatu perbuatan
tidak hanya mempunyai satu tujuan tetapi beberapa tujuan yang
berlangsung bersama-sama.
2) Motif dapat berubah-ubah, ini disebabkan karena keinginan
manusia selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau ke­
pen­tingannya.
3) Motif berbeda-beda bagi individu; beberapa penelitian menun­
jukkan bahwa dua orang yang melakukan pekerjaan yang sama,
ternyata memiliki motif yang berbda.
4) Beberapa motif tidak didasari oleh individu; beberapa dorongan
(needs) yagn ada pada diri individu seringkali muncul karena ber­
hadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan lalu ditekan
di bawah sadarnya. Dengan demikian, seringkali jika terdapat
dorongan dari dalam yang sangat kuat, hal ini akan menjadikan
individu yang bersangkutan tidak bisa memahami motivnya
sendiri.

Motif merupakan sebab dari suatu perilaku. Esensinya adalah bahwa


motif atau kebutuhan adalah dorongan utama dari suatu tindakan. Kita
dapat berpendapat bahwa motif atau keburuan dapat dipertukarkan.
Dalam konteks ini, istilah kebutuhan sebaiknya tidak dihubungkan dengan
kepentingan atau suatu keinginan pada sesuatu, arti sederhana tersebut

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 93


mendorong individu tersebut untuk bertindak.
Kita dapat mengatakan bahwa motif atau kebutuhan merupakan
alasan yang mendasari suatu perilaku. Semua individu memiliki banyak
sekali kebutuhan, dan kebutuhan tersebut akan bersaing dan kemudian
akan menentukan motif mana yang lebih dulu yagn akan menentukan
aktivitas individu ? kebutuhan yang kuat pada suatu waktu akan membawa
individu untuk melakukan perilaku tertentu. Seperti yang terlihat dalam
gambar berikut :

Gambar. Kekuatan Motivasi yang menyebabkan perilaku (motif uang sebagai


ilustrasi).

Suatu motivasi cenderung mengurangi kekuatannya manakala


tercapainya suatu kepuasan, terhalangnya pencapaian kepuasan, perbedaan
kognisi, frustrasi, atau karena kekuatan motivnya bertambah. Abraham
Maslow dalam hal ini menyatakan bahwa ketika suatu kebutuhan
terpuaskan, kebutuhan tersebut tidak lagi mempengaruhi motivasi
perilaku. Suatu kebutuhan yang berkekuatan tinggi akan terpuaskan atau
mengarah pada pemuasan kebutuhan. Dan jika sudah terpuaskan maka
kebutuhan tersebut sudah tercapai dan kedudukannya dalam kompetisi
dengan motivasi yang lainnya maka motivasi tersebut berubah jadi rendah
tingkatnya dan kebutuhan yang lain menjadi mempunyai kesempatan.

94 Sumber Daya Manusia Strategik


Pemuasan kebutuhan dapat dihalangi, dan dapat berpengaruh pada
kekuatan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini terhalangnya pemuasan
kebutuhan-kebutuhan seseorang cenderung pada perilaku mengatasi (coping
behavior), dimana individu memilih suatu usaha dengan cara mencoba
terus-menerus (trial and error). Individu dapat mencoba bermacam-macam
perilaku untuk menemukan penyelesaian tujuan dan akan mengurangi
tekanan yang dibuat suatu rintangan.

2. Perilaku
Perilaku dapat dipahami sebagai segenap manifestasi hayati individu
dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling
tampak sampai yang tidak tampak, dari yang paling dirasakan sampai yang
paling tidak dirasakan. Dalam kajian tentang perilaku ini, terdapat lima
pendekatan utama tentang perilaku, yaitu : 1) pendekatan neurobiologik,
pendekatan ini menitikberatkan pada hubungan antara perilaku dengan
kejadian yang berlangsung dalam tubuh (otak dan syaraf) karena perilaku
diatur oleh kegiatan otak dan sistem syaraf; 2) pendekatan behavioristik,
pendekatan ini menitikberatkan pada perilaku yang nampak dan
perilaku dapat dibentuk dengan pembiasaan dan pengukuhan melalui
pengkondisian stimulus; 3) pendkatankognitif, menurut pendekatan ini
individu tidak hanya menerima stimulus yang pasif tetapi mengolah stimulus
menjadi perilaku baru; 4) pandangan psikoanalisis, menurut pandangan
ini perilaku individu didorong oleh insting bawaan dan sebagian ebsar
perilaku itui tidak disadari; 5) pandangan humanistik, perilaku individu
bertujuan yang ditentukan oleh aspek internal individu. Individu mampu
mengarahkan perilaku dan memberikan warna pada lingkungan.
Dalam kajian psikologi, perilaku individu pada dasarnya terbagi ke dalam
beberapa jenis, diantaranya : 1) perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja
otak dan pusat susunan syaraf; 2) perilaku tak sadar, perilaku yang spontan
atau instingtif, 3) perilaku tampak dan tidak tampak; 4) perilaku sederhana
dan kompleks; 5) perilaku kognitif, afektif, konatif dan psikomotor.
Sedangkan mekanisme sehingga timbul perilaku pada diri seseorang
adalah sebagai berikut :
1) Pendekatan behavioristik; mekanisme perilaku individu adalah :
W S r O e R W
Keterangan :
W = world (lingkungan e = effector
S = stimulus R = respon

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 95


R = reseptor W = lingkungan
O = organisme
2) Pendekatan humanistik; menurut pandangan ini perilaku
merupakan siklus dari : 1) dorongan timbul; 2) aktivitas dilakukan;
3) tujuan dihayati; dan 4) kebutuhan terpenuhi/rasa puas.

Perilaku seseorang akan berubah jika pertambahan kekuatan kebutuhan


yang ada menambah tingkat kekuatan motivasi. Kekuatan dari beberapa
kebutuhan akan nampak dalam suatu pola lingkaran. Contohnya, kebutuhan
akan makanan membuat individu itu akan teringat betapa makanan tersebut
pernah memuaskan dirinya pada saat tertentu. Jelaslah seseroang mempunyai
bermacam kebutuhan pada saat-saat tertentu. Mereka mungkin menjadi
lapar, haus, dan lelah tetapi dengan kekuatan kebutuhan yang tinggi akan
menentukan apa yang akan mereka lakukan.
Aktivitas seseorang dihasilkan dari kekuatan kebutuhan yang tinggi,
dan dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu, aktivitas mengarah
pada tujuan dan aktivitas tujuan. Pada dasarnya perilaku didasarkan pada
motivasi yang menunjukkan pada pencapaian tujuan. Jika satu kekuatan
kebutuhan pada satu titik menjadi sangat besar dan ingin seperti pada saat
kelaparan, bermacam aktivitas seperti melihat tempat makan, membeli
makanan, atau menyiapkan makanan dapat disebut sebagai aktivitas yang
mengarah pada tujuan. Sedangkan aktivitas tujuan adalah aktivitas yang
terikat tujuan itu sendiri yang dalam hal ini proses memakan makanan
tersebut merupakan aktivitas tujuan.
Sebuah perbedaan penting antara dua klasifikasi aktivitas tersebut
adalah pada efek dalam kekuatan kebutuhan. Dalam tujuan yang mengarah
pada tujuan, kekuatan atau dorongan suatu kebutuhan cenderung ber­tam­
bah seiring dengan aktivitasnya sampai tujuan itu tercapai atau tidak tercapai
sampai timbul frustrasi. Sedangkan pada aktivitas tujuan ketika aktvitas
ini dimulai kekuatankebutuhan cenderung akan semakin berkurang dan
semakin berkurang sampai titik akhir dan hilang.

3. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai yang berada di luar diri
individu dan kadang diartikan pula sebagai suatu harapan untuk mendapat
penghargaan, suatu arah yang dikehendaki oleh suatu motivasi. Dalam dunia
psikologi, tujuan seperti ini dinamakan insentif. Namun istilah tersebut
sudah terlanjur dikenal oleh orang dalam masyarakat sebagai suatu hal

96 Sumber Daya Manusia Strategik


yang dihubungkan dengan penghargaan keuangan, seperti kenaikan gaji,
dan upah, honorarium, dan ataupun tunjangan. Padahal ada penghargaan
yang tidak bersifat keuangan yang akan berperan dalam menentukan
suatu perilaku, contohnya kenaikan pangkat istimewa, penghargaan atau
bintang jasa, dan lain-lain. Manajer yang berhasil akan mendorong atau
memotivasi karyawannya karena ia mampu menciptakan suatu lingkungan
yang menjamin adanya tujuan yang tepat bagi pemenuhan kepuasan suatu
kebutuhan.
Penghalangan suatu tujuan dapat mengarahkan seseorang pada
frustrasi. Fenomena ini didefinisikan dalam lingkup kondisi dari individu
yang merupakan bagian dalam diri individu. Seseorang mungkin dapat
frustrasi oleh halangan yang tidak terlihat ataupun dapat gagal oleh suatu
halangan yang bersifat nyata. Dan dapat mengantarkan pada tindakan
yagn agresif. Tindakan agresif dapat membawa pada perilaku yang merusak
seperti permusuhan, marah, Freud merupakan salah seorang yang meng­
gambarkan bahwa permusuhan atau kemarahan itu sebagai jalan untuk
menemukan alasan dari frustrasi. Norman R.F. Maier berpendapat bahwa
tindakan agresif adalah salah satu jalan untuk menunjukan frustrasi, seperti
rasionalisasi, regresi, fiksasi dan resignasi.

4. Hubungan antara Motif, Tujuan dan Perilaku


Seperti diuraikan sebelumnya, terdapat hubungan yang erat antara
motif sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan yang muncul dalam diri
seseorang dengan perilaku dan pencapaian tujuan. Motif dibawa ke arah
tujuan-tujuan yang dapat muncul dalam kondisi sadar atau dalam kondisi
dibawah sadar. Motif-motif merupakan “mengapa” atau sebab dari perilaku.
Mereka muncul dan mempertahankan aktivitas, dan mendeterminasi arah
umum perilaku seorang individu. Hubungan antara motif, tujuan, dan
aktivitas dapat ditunjukan pada gambar berikut ini. (Winardi, 2002 : 41)

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 97


Kekuatan motivasi berperilaku yang dihasilkan merupakan hal yang
mengarah pada tujuan. Dorongan yang paling kuat menghasilkan adanya
perilaku, baik yang berupa aktivitas yang mengarah pada tujuan ataupun
aktivitas tujuan itu sendiri dan dapat berupa secara nyata dapat dilihat
ataupun yang tidak nyata.
Jika seseorang terlalu lama tinggal pada aktivitas yang terarah pada
tujuan, maka frustrasi akan timbul dan akan menimbulkan perilaku irrasional.
Sebaliknya jika seseorang terlalu lama diam pada aktivitas tujuan maka
tujuan itu tidak akan menarik lagi, kelesuan akan berkembang, serta akan
berpengaruh pada berkurangnya motivasi. Oleh karena itu, pola yang cocok
dan efektif dapat ditunjukan seperti gambar lingkaran panah yang terus-
menerus seperti ditunjukan oleh gambar berikut :

Fungsi melingkar antara aktivitas


yang mengarah pada tujuan
dengan aktivitas tujuan

Proses lingkaran tersebut merupakan proses yang terus-menerus


dan merupakan tantangan untuk para manajer. Seorang pekerja
kemampuannya akan bertambah dalam mencapai tujuan mereka, dan ini
akan cocok dengan manajer yang melakukan evaluasi dan menciptakan
lingkaran yang mendukung dan memberi kesempatan karyawan tersebut
tumbuh dan berkembang.
David C. McClelland dan John W. Atkinson menunjukan dalam
hasil riset mereka bahwa derajat motivasi dan usaha itu bertambah sampai
kemungkinan untuk sukses tersebut mencapai 50 persen, kemudian
menurun walaupun kemungkinan untuk berhasil itui tetap naik.

B. Teori-teori Motivasi
1. Teori Ekspektansi/Harapan
Tokoh yang propular dengan teori ekspektansi ini adalah Victor Vroom,
Edward Lawler dan Lyman Porter. Mereka percaya bahwa ada hubungan

98 Sumber Daya Manusia Strategik


antara tingkah laku seseorang dalam bekerja dan hasil yang ingin dicapai.
Teori nilai harapan (Expectancy Value Theory) dalam kamus psikologi diartikan
sebagai “suatu teori mengenai motivasi manusia, yang menjelaskan tingkat
laku manusia dipandang dari segi norma-norma harapan individu dalam
pencapaian suatu sasaran, dalam satu situasi dimana motif-motifnya dapat
dibangkitkan, serta berkenaan dengan nilai insentif dari sasaran tersebut”
(Kartono, 1987 : 160)
Teori ekspektansi menyatakan bahwa setiap orang akan memiih tingkat
laku yang akan memaksimalkan hasil dan meminimalkan tingkah laku
yang dirasa kurang menguntungkan (Siegel, 1982 : 256). Teori ekspektansi
menjelaskan bahwa semua individu mempunyai cara untuk mencapai sesuatu
yang berbeda dan dapat dimotivasi apabila mereka percaya bahwa :
a) Ada hubungan positif antara usaha dan hasil
b) Hasil yang positif akan menghasilkan timbal balik sesuai dengan
yang diinginkan
c) Hasil yang dicapai akan memuaskan kebutuhan individu yang
sangat penting
d) Keinginan yang cukup kuat untuk memuaskan kebutuhan tersebut
membuat usahanya semakin berarti.

Ekspektansi merupakan sesuatu yang ada dalam diri individu yang


terjadi karena adanya keinginan untuk mencapai hasil sesuai dengan tujuan.
Ekspektansi merupakan salah satu penggerak yang mendasari seseorang
untuk melakukan suatu tindakan. Karena dengan adanya usaha yang keras
tersebut, maka hasil yang didapat akan sesuai dengan tujuan. Dalam teori
ekspektansi ini disebutkan bahwa seseorang akan memaksimalkan usaha
dan meminimalkan segala yang menghalangi pencapaian hasil maksimal.
Teori ekspektansi berasumsi bahwa seseorang mempunyai keinginan
untuk menghasilkan suatu karya pada waktu tertentu tergantung pada
tujuan-tujuan khusus orang yang bersangkutan dan juga pemahaman
seseorang tersebut tentang nilai suatu prestdasi kerja sebagai alat untuk
mencapai tujuan tersebut. Tosi (1990 : 285-287) membagi teori ekspektansi
menjadi dua jenis, yaitu :
a. Effort permormance expectancy (E --> P)
Model inimengemukakan bahwa ada kemungkinan tingkatan
usaha yang diberikan akan menghasilkan hasil yang sukses atas
tampilan tersebut. contoh, seorang salesman berusaha keras untuk
dapat menjual barangnya dan berpikir berapa barang yang bisa

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 99


dijual jika dia bekerja keras.
b. Performance outcome expectancy (P --> O)
Kemungkinan bahwa hasil tampilan akan mempengaruhi hasil atau
imbalan yang diperoleh yang berhubungan dengan pencapaian
kebutuhan. Contoh, salesman akan mendapatkan upah, perasaan
bahagia, perasaan nyaman karena telah melakukan pekerjaan
dengan baik.

Teori ekspetansi menyatakan bahwa motivasi kerja didterminasi oleh


keyakinan-keyakinan individual sehubungan dengan hubungan upaya-
kinerja, dan di dambakannya berbagai macam hasil kerja, yang berkaitan
dengan tingkat kinerja yagn berberda-beda. Secara sederhana dapat dikata­
kan bahwa teori tersebut berlandaskan logika : “Orang-orang akan melaku­
kan apa yang dapat mereka lakukan, apabila mereka berkeinginan untuk
melakukannya.”
Vroom (dalam Winardi, 2002 : 109 - 110) berpendapat bahwa
motivasi terhadap kerja merupakan hasil dari E x I x V (E = ekspektansi; I
= instrumentalitas; V = valensi). Hubungan multiplikatif tersebut berarti
bahwa daya tarik motivasional jalur pekerjaan tertentu, sangat berkurang,
apabila salah satu di antara hal berikut : ekspektansi, instrumentalitas, atau
valensi mendekati nol. Sebaliknya agar imbalan tertentu memiliki dampak
motivasional tinggi serta positif, maka ekspektansi, instrumentalitas, dan
valensi yang berkaitan dengan imbalan tersebut harus tinggi serta positif.
Motivasi-motivasi x instrumen x valensi (M = E x I x V) hubungan
antara motivasi seseorang melakukan suatu kegiatan dengan kinerja yang
akan diperolehnya yakni apabila motivasinya rendah jangan berharap
hasil kerjanya (kinerjanya) baik. Motivasi dipengaruhi oleh berbagai
pertimbangan pribadi seperti rasa tertarik atau memperoleh harapan.
Selain teori ekspektansi di atas, terdapat teori motivasi dengan model
lain yang dirumuskan sebagai berikut :
M = {(E – P)} {(P – O) V}
Keterangan :
M = Motivasi
E = Pengharapan (Expectantion)
P = Prestasi (Performance)
O = hasil (Outcome)
V = Penilaian (Value)

100 Sumber Daya Manusia Strategik


Secara sederhana, dalam teori ini, motivasi merupakan interaksi
antara harapan setelah dikurangi prestasi, dengan kontribusi penilaian
yang dikaitkan dengan prestasi dikurangi hasil. Karena kebutuhan di atas
merupakan generalisasi karena kenyataannya kebutuhan orang tidak sama,
maka dikenal The Expectancy Model yang menyatakan : “Motivasi adalah
fungsi dari berapa banyak yang diinginkan dan berapa besar kemungkinan
pencapaiannya.”
Terkait dengan persoalan harapan atau ekspektansi ini, Kreitner (2001
: 247) mengemukakan faktor yang mempengaruhi pengharapan bagi para
pekerja, yaitu :
a. Harga diri; Harapan individu dipengaruhi oleh harga diri individu
itui sendiri, harga diri adalah kesan seseorang mengenai dirinya
yang dianggap baik. jika seseorang mempunyai rasa harga diri yang
tinggi maka mereka cenderung untuk mempunyai harapan yang
bisa meninggikan harga dirinya dan kerja kerasnya dalam mencapai
harapan akan juga meninggikan harga dirinya dalam lingkungan
sekitar.
b. Derajat diri; Derajat diri individu akan diakui oleh lingkungan
apabila individu tersebut memperoleh hasil yang maksimal dalam
melakukan suatu pekerjaan. Sehingga derajat diri mempengaruhi
harapan pekerja akan pekerjaan yang dijalaninya.
c. Kesuksesan yang telah lalu; Jika seseorang dalam masa lalunya
mendapat sebuah kesuksesan, maka harapannya akan juga
meningkat tentunya dengan usaha yang lebih keras sehingga
harapannya bisa tercapai. Pengalaman tersebut bisa meningkatkan
usahanya dalam mencapai hasil yang diinginkan.
d. Bantuan yang diperoleh dari orang lain; Dengan adanya bantuan
dari orang lain, maka dalam melakukan suatu pekerjaan akan
mudah terselesaikan dan harapan akan hasil yang maksimal akan
dicapai.
e. Informasi yang dibutuhkan untuk melengkapi tugasnya; Informasi
yang didapat dalam melengkapi tugas, akan membantu pekerja
dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut sehingga hasil yang diper­
oleh akan maksimal dan harapan pribadi para pekerja juga akan
terpenuhi.
f. Mempunyai bahan dan alat untuk bekerja; Bahan dan alat dibutuh­
kan untuk mempermudah para pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaan mereka.

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 101


Sedangkan Jewel (1998 : 354-356) menyebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi ekspektansi adalah :
a. Kemampuan, pengalaman, pengetahuan dan keahlian; Kemam­
puan, pengalaman, pengetahuan dan keahlian yang dimiliki
seseorang akan mempengaruhi harapannya. Karena mereka meli­
hat dan menafsirkan sesuatu berdasarkan apa yang mereka ketahui
sehingga akhirnya mempengaruhi harapan mereka terhadap suatu
hal yang dipersepsi tadi.
b. Pelatihan (proses belajar); Individu membentuk ekspektansi ten­
tang berbagai hal berdasar dari apa yang dipelajarinya dari ling­
kungan dimana individu itu berada.
c. Kondisi fisik, fasilitas (lingkungan), sumber daya manusia, dan lain-
lain; Ekspektansi terbentuk juga dikarenakan oleh lingkungan,
apakah lingkungan tersebut mendukung atau tidak.
d. Penilaian; Dalam hal ini berhubungan dengan orang lain, bahwa
apa yang dilakukan hasilnya akan dilihat orang lain.

Ekspektansi menekankan pada hasil yang akan dicapai. Hasil yang


diinginkan dipengaruhi oleh tujuan pribadi seseorang dalam mencukupi
kebutuhan. Dalam teori ini, seseorang akan memaksimalkan sesuatu yang
menguntungkan dan meminimalkan sesuatu yang merugikan bagi
pencapaian tujuan akhirnya.

2. Teori Kebutuhan Abraham Maslow


Teori lainnya yang berkaitan dengan perihal motivasi ini adalah teori
hierarki kebutuhan yagn dicetuskan oleh Abraham Maslow. Anggapan
dasar dari teorinya adalah bahwa individu merupakan satu kesatuan yagn
erpadu dan terorganisir, sehingga motivasi seseorang dalam melakukan
sesuatu adalah motivasi individu seutuhnya bukan semaga bagian darinya.
Teori hiearki kebutuhan ini pertama kali dicetuskan oleh Abraham Maslow
pada tahun 1943 dengan karyanya, A Theory of Human Motivation, yang
secara khusus membicarakan tentang kebutuhan-kebutuhan manusia.
Dalam karyanya ini Maslow menyatakan bahwa kita semua
mempunyai serangkaian kebutuhan yang harus terpuaskan dan berjenjang
untuk mencapai kepuasan. Dengan kata lain, menurut Abraham Maslow
tampaknya ada semacam hierarki yang mengatur dengan sendirinya
kebutuhan-kebutuhan manusia yang beragam ini, seperti digambarkan
oleh Maslow berikut ini :

102 Sumber Daya Manusia Strategik


Gambar. Hierarki kebutuhan Maslow

Kebutuhan fisik seperti terdapat pada gambar di atas, berada pada


puncak hierarki kebutuhan. Hal tersebut merupakan kebutuhan dasar
yang menopang hidup manusia tersebut. Seperti makanan, pakaian, per­
lin­dungan. Sampai kebutuhan ini terpenuhi kebutuhan lain akan me­
nun­jukan angka yang kecil. Apa yang terjadi pada motivasi seseorang jika
kebutuhan telah terpenuhi. Ketika suatu kebutuhan terpenuhi, maka
kebutuhan lain akan muncul y ang berada di hierarki bawah.
Jika kebutuhan fisik telah terpuaskan, safety atau keamanan merupakan
kebutuhan yang kemudian muncul, kebutuhan ini pada dasarnya adalah
kebutuhan untuk bebas dari ketakutan secara fisik maupun perampasan
kebutuhan psikologis dasar. Dengan akta lain ini adalah kebutuhan untuk
penjagaan diri.
Ketika kebutuhan fisik dan keamanan telah hampir terpuaskan, kebu­
tuhan sosial atau affiliasi merupakan kebutuhan yang akan muncul, karena
manusia merupakan makhluk sosial. Individu mempunyai kebutuhan untuk
menjadi dan menerima bermacam kelompok, ketika kebutuhan sosial
lebih dominan individu akan berusaha berhubungan dengan orang lain.
Setelah individu mulai puas akan kebutuhan tersebut, mereka biasanya
ingin lebih dari sebatas anggota dari kelompok mereka, mereka lalu merasa
butuh akan penghargaan seperti penghargaan diri atau pengakuan dari
orang lain. Kepuasan dari kebutuhan penghargaan diri ini dihasilkan oleh
perasaan seperti kepercayaan diri, wibawa, kekuatan ataupun kontrol. Hal
ini dimulai ketika individu merasa berguna dan mempunyai pengaruh di
lingkungan.

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 103


Segera setelah kebutuhan akan penghargaan diri dirasa terpenuhi,
kebutuhan aktualisasi akan muncul. Aktualisasi adalah kebutuhan untuk
memaksimalkan potensi dirinya. Jadi aktualisasi adalah hasrat yang muncul
ketika satu keahlian telah dikuasai. Individu memuaskan hal ini dengan
cara yang berbeda sesuai dengan potensi dan keahliannya. Alur dari
aktualisasi ini dapat berubah dengan cepat dalam lingkaran hidup sampai
berakhir. Pemenuhan kebutuhan yang satu akan menimbulkan keperluan
kebutuhan yang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan-kebutuhan
yang berbeda, adakalanya seorang untuk mencapai kebutuhan aktualisasi
diri harus melewati pemenuhan kebutuhan mulai dari fisik, dan terus
merangkak pada aktualisasi diri. Tetapi hierarki ini tidak selalu mengikuti
pola yang digambarkan oleh Maslow. Dalam artian, bisa saja kebutuhan
yang lain menjadi lebih dominan pada konteks tertentu. Kebutuhan fisik
dasariyah tidak selalu menjadi kebutuhan utama. Kebutuhan-kebutuhan
ini akan dipengaruhi baik langsung ataupun tidak oleh berbagai faktor
yang berbeda-beda pada setiap orang.
Pada umumnya para ahli teori perilaku beropini bahwa dalam setiap
perilakunya manusia mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Keberadaan
tujuan tersebut, menjadi tumpuan sinergi dengan para ahli teori motivasi
yang berusaha berfikir dan mencari cara agar manusia dapat didorong
berkontribusi memenuhi kebutuhan dan keinginan organisasi. Tenaga
kerja penting dimotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa motivasi
mereka bekerja dalam keadaan sakit hati yang menjurus pada ketiadaan
kontribusi bahkan terbuka peluang kontribusi yang merugikan.
Teori hierarki kebutuhan Maslow menyiratkan bahwa manusia bekerja
dimotivasi oleh kebutuhan yang sesuai dengan waktu, keadaan serta
pengalamannya. Tenaga kerja termotivasi oleh kebutuhan yang belum
terpenuhi dimana tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul setelah
tingkatan sebelumnya. Masing-masing tingkatan kebutuhan tersebut, tidak
lain : kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan, perwujudan diri.
Dari fisiologis bergerak ke tingkat kebutuhan tertinggi, yaitu, perwujudan
diri secara bertahap. Terlepas menerima atau tidak kebutuhan berhierarkhi,
mengetahui jenis-jenisnya adalah memberikan kontribusi silang saling
memenuhi. Seperti seseorang berusaha keras mencari pekerjaan yang tidak
lain mengimplementasikan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis.
Teori Motivasi Maslow dibentuk atas dasar teori hirarki kebutuhan
pokok. Dengan kata lain pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok inilah

104 Sumber Daya Manusia Strategik


yang memotivasi manusia berbuat sesuatu. Teori ini tidak sekedar bersifat
homeostatis tetapi juga homeostatis psikologis. Dengan kata lain, manusia
memiliki kebutuhan dasar yang akan selalu menjadi motivasi perilakunya,
yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan
memiliki dan rasa cinta, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan akan
aktualisasi diri. Untuk dapat sampai pada tingkat aktualisasi diri semua
kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada tingkat sebelumnya harus
terpenuhi. Selain kebutuhan pokok tersebut yang disebut basic needs
manusia juga memiliki metaneeds sebagai kebutuhan pertumbuhan seperti
keadilan, keindahan, keteraturan, dan kesatuan.
Dalam konteks pekerjaan, teori kebutuhan Maslow ini menyatakan
bahwa motivasi bekerja seseorang akan dipengaruhi oleh besaran kebutuhan
yang menyertai dalam dirinya. Seseorang akan bekerja sekuat tenaga untuk
mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut, mulai dari kebutuhan fisik yang
mendasar hingga aktualisasi diri. Meskipun dewasa ini muncul pelbagai
kritik tentang validitas teori ini, akan tetapi, sebagai konsep dasar bagi
pengenalan struktur pribadi individu dan pelbagai faktor yang mendorong
orang melakukan sesuatu, teori ini masih bisa bergema keras. Teori-teori
lain yang muncul setelah teori Maslow lebih merupakan penyempurnaan
dan penyesuaian daripada penemuan suatu teori yang betul-betul baru.
Dari telaah filosofis, dengan kelebihan maupun kelemahan teorinya, Maslow
telah berhasil mencetuskan pemikiran yang amat bermanfaat. Kelebihan dari
teorinya jelas memberikan sumbangan besar dalam pengetahuan tentang
motivasi dan kepribadian manusia. Dan kelemahan teorinya serta-merta tetap
berguna karena telah memberikan atau memancing feedback bagi pemikir-
pemikir selanjutnya untuk memperbaiki dan menyernpurnakannya.
Dari sudut pandang filosofis, tidak ada teori dalam sejarah yang tak
berguna. Gagasan “selemah” apa pun tetap dapat menjadi titik tolak atau
pancingan untuk melahirkan ide yang lebih baik dan lengkap. Dalam sejarah,
pandangan muskil geosentris yang melihat bumi sebagai pusat tata surya
telah memancing teori yang benar: heliosentris dari Copernicus. Tidak
mengherankan muncul sebuah istilah teknis: “pembalikan kopernikan”
menyatakan suatu terobosan gagasan yang menjungkirbalikkan suatu
angan sebelumnya. Bagian ini tidak dimaksudkan untuk mengusulkan
teori motivasi yang baru. Tetapi apa yang akan diuraikan berikut menyi­
ratkan bahwa dewasa ini tidak ada satu pun teori motivasional tunggal
dapat memecahkan segala pertanyaan tentang motivasi karyawan. Oleh
karena itu perpaduan berbagai teori motivasional dalam bagian ini akan

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 105


memperlihatkan bagaimana teori-teori tersebut saling melengkapi (komple­
menter) dan kapan sebaiknya diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi
organisasi.
Pertanyaan yang paling banyak diajukan sehubungan dengan tema
motivasi adalah: “Bagaimana saya dapat memotivasi karyawan saya?”
Untuk menjawab masalah ini, ada empat hal yang harus di gali, yakni:
1. Apa yang secara intrinsik (batiniah) merangsang perilaku individu?
2. Imbalan (reward) apa yang dapat memuaskan kebutuhan individu?
3. Bagaimana menyesuaikan kebutuhan individu dengan imbalan
(reward)?
4. Bagaimana caranya agar individu betah dalam organisasi?

Untuk soal pertama, praktisi teori Maslow akan mengatakan tingkat


kebutuhan terendah yang belum terpenuhi yang akan merangsang perilaku
karyawan dalam organisasi. David McClelland mengusulkan tiga motif
kebutuhan, yakni: afiliasi (sama dengan kebutuhan sosial Maslow), kekuasaan
(keinginan untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain), dan
pencapaian prestasi (keinginan untuk memenuhi kegiatan yang bernilai).
McClelland tidak mengatakan bahwa ketiga motif itu berada dalam hirarki
yang sama dalam diri setiap orang. Ia mengusulkan bahwa lebih dari satu
kebutuhan dapat menjadi dominan pada saat yang sama.
Untuk soal kedua, McClelland telah melakukan banyak riset dan
mengusulkantiga jawaban, yakni:
1. Bagi individu yang memiliki motif afiliasi tinggi, sebaiknya diberi
kesempatan untuk bertugas dalam kelompok yang dipilih sendiri.
Kembangkanlah program kompensasi lebih berdasarkan kelompok
daripada produktivitas individual.
2. Bagi individu dengan motif kekuasaan yang ringgi, sebaiknya
diberi wewenang atas orang lain yang disesuaikan dengan derajat
keterampilan yang mereka miliki.
3. Bagi individu dengan motif pencapaian prestasi yang tinggi,
hendaknya ditentukan bersama dengan mereka sasaran dengan
tingkat kesulitan yang sedang saja. Berikan tanggung jawab untuk
menyelesaikan sasaran dengan cara mereka sendiri dan pastikan
bahwa mereka mendapatkan cukup pengetahuan tentang
kemajuan mereka melalui sistem umpan balik yang baik.

Pakar motivasi lain bernama Frederick Herzberg muncul untuk

106 Sumber Daya Manusia Strategik


meneruskan karya Maslow. Herzberg mengumpulkan data mengenai
sikap kerja karyawan di ratusan perusahaan. Dari riset ini, ia menarik
kesimpulan bahwa individu mempunyai dua kategori kebutuhan yang
mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan dalam pekerjaan. Faktor-
faktor yang menyebabkan kepuasan kerja berbeda dan terpisah dari faktor-
faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Kategori pertama disebut
kebutuhan hygiene. Kebutuhan ini bila tidak terpenuhi akan menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Kebutuhan ini diandaikan harus dipelihara untuk
mencegah terjadinya ketidakpuasan kerja. Faktor pemuas kebutuhan ini
antara lain uang, status, perlakuan, dan keamanan. Kebutuhan kedua yang
sungguh merupakan motivasi adalah pemuasan yang berhubungan dengan
pekerjaan itu sendiri. Jika ingin memotivasi orang pada pekerjaannya,
Herzberg menyarankan untuk menekankan pada hal-hal yang berhubungan
dengan kerja itu sendiri atau hasil langsung yang diakibatkannya, misalnya:
peluang promosi, pertumbuhan personal, pengakuan, tanggung jawab,
dan prestasi. Pemuasan kategori pertama hanya berguna untuk mencegah
ketidakpuasan kerja dan tidak dapat dipakai untuk menciptakan kepuasan
kerja. Bagi Herzberg, ketiadaan ketidakpuasan belum tentu berarti ada
kepuasan.
Untuk soal ketiga, Herzberg masih menawarkan konsep yang disebut
pemerkayaan pekerjaan. Caranya adalah menanyakan kepada karyawan
yang telah diperkaya pekerjaannya tentang fungsi manajemen apa yang kini
dikerjakan oleh atasannya, yang ia sendiri ingin dan dapat mengerjakannya.
Kemudian delegasikan fungsi itu kepadanya. Pemerkayaan pekerjaan ini
mencakup sekaligus tambahan pekerjaan dan tanggung jawab yang bukan
hanya diserahkan begitu saja.
Metode lain yang sangat populer dalam menjawab soal ketiga ini adalah
yang disebut Manajemen Berdasarkan Tujuan (Management by Objectives/
MBO). Metode ini menawarkan ernpat langkah yang harus ditempuh, yakni:
1. Menetapkan sasaran bersama-sama. Di sini manajer meminta
setiap karyawan untuk menentukan sasaran yang ingin ia capai
dalam jangka tertentu. Manajer sendiri secara terpisah juga
mengidentifikasi sasaran yang harus dicapai karyawannya.
Kemudian kedua versi sasaran dipertemukan untuk disusun daftar
gabungan.
2. Merencanakan tindakan. Manajer dan karyawan berembug untuk
merumuskan tindakan apa yang akan dipakai untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan. Di sini manajer tentu dapat berperan

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 107


lebih untuk merumuskan tindakan-tindakan strategik. Namun cara
penyampaian harus sedemikian rupa sehingga hasil rembukan tetap
tampak sebagai hasil kerja sama. Jika orang merasa dihargai, maka
mereka akan mengumpulkan banyak energi untuk melaksanakan
pekerjaaannya.
3. Penerapan. Langkah ini meliputi pelaksanaan dari tindakan yang
telah direncanakan untuk mencapai sasaran yang telah disetujui
bersama.
4. Pengkajian. Pada akhir jangka waktu pelaksanaan, adakan
pertemuan dengan karyawan untuk membandingkan sasaran
yang direncanakan dengan hasil nyata yang tercapai. Bila sasaran
tercapai, karyawan patut diberi penghargaan yang memadai. Jika
tidak tercapai, penting untuk dicari sebab-sebab masalahnya.

Metode MBO mengandung filosofi manajemen yang berasumsi bahwa


ada daya tarik nyata dalam individu jika mereka menentukan sendiri
sasaran kerjanya. Kekuatan utarna terletak dalam sasaran yang disusunya,
bukan pada atasan.
Untuk menjawab soal terakhir, kita menuju teori yang disebut teori
Penguatan (reinforcement theory) yang telah berkembang menjadi strategi
bernama Modifikasi Perilaku. Teori ini berseberangan dengan MBO.
MBO merupakan pendekatan kognitif yang menekankan bahwa sasaran individu
mengarahkan tindakannya. Sedangkan dalam teori Penguatan, kita mempunyai
pendekatan perilaku (behavioristik), yang melihat penguatanlah yang
mengkondisikan perilaku. Teori ini menawarkan tiga langkah, yakni:
1. Menetapkan sasaran. Ini sama dengan langkah pertama MBO.
Teori Penguatan menggarisbawahi bahwa sasaran haruslah dapat
diukur.
2. Memberi umpan balik. Langkah ini harus diambil secara efektif
oleh manajer. Teori ini menekankan bahwa setiap saat yang
diinginkan, karyawan sebaiknya tahu bagaimana kemajuan mereka
menuju sasaran, tindakan untuk mengoreksi diri dapat diambil
secepat mungkin.
3. Memberikan imbalan tepat waktu. Imbalan yang dalam praktek
terbukti paling penting tetapi juga paling tidak dimanfaatkan
oleh manajer, adalah pengakuan. Sudah sering terdengar keluhan
karyawan bahwa manajer mereka seakan tidak tidak tahu semua
hal baik yang telah dikerjakan mereka. Tetapi begitu ada kesalahan,

108 Sumber Daya Manusia Strategik


mereka langsung mendapat kritik atau celaan. Dalam jangka
pendek, celaan mungkin dapat menjadi motivator sementara.
Tetapi biasanya celaan cenderung memiliki sejumlah konsekuensi
disfungsional bagi organisasi dalam jangka panjang. Orang butuh
motivasi, bukan celaan.

Jika manajer mengharapkan karyawan untuk tidak suka bekerja


untuknya dan dengan demikian menghindari semua tanggung jawab, maka
pola kepemimpinan yang sangat memaksa dan mengendalikan yang
kemungkinan diterapkan oleh manajer, akan menciptakan ramalan
pemenuhan diri, di mana pekerja akan termotivasi melakukan pekerjaan
seminim mungkin. Sebaliknya, jika manajer mengharapkan karyawan mereka
untuk mencari tanggung jawab dan mampu mengarahkan-diri ke sasaran yang
mengandung imbalan, itu pun dapat menciptakan ramalan pemenuhan-diri.
Inilah dugaan yang terkandung dalam Teori X dan Teori Y dari McGregor.
Perangkat pengharapan terakhir, Teori Y, pada mulanya dikembangkan
dari teori Hirarki Kebutuhan Maslow, dan sangat rnendasari gagasan
perkayaan pekerjaan dan MBO. Dari uraian di atas, tampak benang merah
antara teori yang satu dengan yang lain. Semua teori motivasional ini saling
melengkapi dan dapat dipergunakan sesuai dengan keperluan, situasi, dan
kondisi organisasi yang bersangkutan.
Dari sekian banyak teori motivasional yang ada, mungkin teori Hirarki
Kebutuhan Maslow yang paling luas dikenal. Teori ini mewariskan pesan
bagi kita bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak
lagi terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya. Hal ini memberikan
pengertian agar seorang manajer atau pemimpin atau motivator dalam
organisasi hendaknya mengenal apa yang dibutuhkan oleh bawahannya.
Kebutuhan seorang buruh produksi harian dengan karyawan staff mana­
jerial tentu berbeda. Untuk memberikan motivasi yang dapat meningkatkan
performa kepada keduanya, seorang motivator harus memberikan treatment
yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. Bilamana seorang karyawan
mempunyai gaji dan keamanan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan
fisiologis dan rasa amannya, maka hal itu tidak lagi akan memberikan
motivasi. Sama halnya kita tidak akan meresahkan kebutuhan bernapas,
kecuali kita mempunyai masalah dalam organ pernapasan kita.
Hirarki Kebutuhan Maslow penting bagi kita karena membantu
menjelaskan mengapa gaji tinggi, keuntungan yang baik, dan keamanan kerja
tidak selamanya dapat memotivasi kinerja. Dengan menelaah apa yang

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 109


menjadi kebutuhan karyawan dan memberikan pemuasan yang tepat sasaran,
seorang motivator benar-benar telah mengelola motivasi. Mengelola motivasi
berarti mengajak orang untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk
dilaksanakan, kapan dan bagaimana itu dilakukan, karena orang ingin
melakukannya.
Hirarki kebutuhan Maslow tentu tidak perlu dilihat secara kaku dan
mutlak. Batas-batas antara tingkatan yang satu dengan yang lain tidak
terlampau jelas dan lebih menunjukkan saling tumpang tindih. Tidak bias
dipastikan dengan kaku bahwa kebutuhan rasa aman hanya akan muncul
setelah kebutuhan akan makanan terpuaskan sepenuhnya. Kebanyakan
orang dalam masyarakat kita telah mampu memuaskan sebagian besar
kebutuhan dasariyah rnereka kendati belum dalam arti sepenuh-penuhnya.
Yang mau ditekankan adalah bahwa begitu suatu tingkat kebutuhan
terpuaskan, maka kebutuhan tersebut tidak lagi akan memiliki pengaruh
yang berarti pada motivasi.
Sebagaimana lumrahnya perkembangan suatu teori, tesis Maslow
juga mengundang sejumlah antitesis. Itulah dinamika dan dialektika ilmu
pengetahuan. Sejumlah kalangan melihat bahwa teori Maslow, kendati
tampak sah bagi banyak orang, namun masih harus dibuktikan secara empiris.
Dalam kenyataannya, sulit sekali untuk memisahkan dan mengukur
kebutuhan itu. Urutan hirarki spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga
tidak ada penjelasan kapan suatu kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan
mungkin ada beberapa kebutuhan yang dominan dalam diri seseorang pada
saat yang sama.
Manusia memang makhluk yang dinamis dan multidimensional. Semua teori
ilmu pengetahuan tentang manusia mesti berhadapan dengan kenyataan
itu. Dari kenyataan ini, orang melihat bahwa teori Maslow semestinya
didukung lagi dengan bukti-bukti empiris yang lebih banyak. Hingga saat
ini belum cukup bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa kebutuhan-
kebutuhan manusia dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yang
berbeda atau berada pada suatu hirarki. Sejumlah ahli menjadi ragu karena
hasil penelitian-penelitian memberikan hasil yang berbeda; beberapa
penelitian mendukung, sedangkan yang lainnya menolak. Wahba dan
Bridwell (1976) menyimpulkan suatu paradoks untuk teori Maslow: bahwa
teori ini diterima luas, tapi tidak banyak didukung oleh bukti riset.
Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut
dicapai dari studi-studi yang tidak menguji teori Maslow secara tepat. Evaluasi di
atas menunjukkan sejumlah keterbatasan yang lumrah pada suatu teori ilmiah.

110 Sumber Daya Manusia Strategik


Namun secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah meletakkan
batu pertama untuk penelitian struktur individu terutama menyangkut
apa yang lebih mendorong perilaku tertentu dalam organisasi. Sumbangan
Maslow tidak sedikit untuk perkembangan psikologi organisasi. Bila
ditinjau lebih khusus, evaluasi atau riset yang menghasilkan kesimpulan
yang tidak mendukung teori bisa saja berangkat dari pemahaman yang
tidak komprehensif atas teori dan jalan pikiran Maslow. Tidak jarang terjadi,
dalam banyak kasus penelitian, teori yang baik gagal dibuktikan karena metode
dan aplikasi riset yang buruk. Tidak adanya keberhasilan sering disebabkan
oleh salah pengertian teori, atau penerapan buruk konsep motivasi yang
baik.
Dalam buku Motivation and Personality, Maslow berkali-kali mengingat­
kan agar jangan sesekali memutlakkan kelima tingkat kebutuhan atau
membedakannya secara tajam dan kaku. Kiranya Maslow sepenuhnya me­
nya­dari sejak awal bahwa berbicara tentang struktur kepribadian manusia
yang dinamis tidak segampang membalikkan telapak tangan.
Untuk memahami, menerima, dan menerapkan teori yang hingga kini
masih menggema ini, kita harus memahami sejumlah kualifikasi lanjutan
agar konsep kita menjadi lebih komprehensif.
Pertama, mengingat teori Maslow merupakan suatu teori umum tentang
kebutuhan manusia, maka ketika diterapkan kepada manusia tertentu
(dengan budaya tertentu) tentu terdapat kekecualian-kekecualian dalam
pengurutan umum hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang tidak pernah
berkembang melampaui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula
orang lain yang demikian terpukau oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga
kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah tidak menarik bagi mereka.
Kedua, rantai kausatif tidak selalu berlangsung dari stimulus-kebutuhan-
perilaku. Sekalipun Maslow dalam tesisnya menyatakan bahwa apabila
seseorang tidak dapat memenuhi dua macam kebutuhannya, maka ia lebih
menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendasar. Nyatanya,
mungkin tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan keinginannya karena
ideal, standar sosial, norma, dan tugas-tugas dapat mempengaruhi dirinya.
Ketiga, suatu tindakan jarang sekali dimotivasi oleh sebuah kebutuhan
tunggal. Setiap tindakan cenderung disebabkan oleh berbagai macam
kebutuhan. Di lain sisi, dua kebutuhan yang sama tidak selalu akan menye­
babkan timbulnya reaksi yang sama pada setiap individu. Umumnya dapat
kita lihat bahwa individu dapat mengembangkan tujuan substitutive ketika
pencapaian langsung terhadap suatu kebutuhan terhalangi.

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 111


TEKS HILANG DITELAN banyak di antara tujuan yang diupayakan
oleh manusia merupakan tujuan-tujuan jauh dan berjangka panjang yang
hanya dapat dicapai melalui suatu seri langkah dan sarana. Bila dalam
jangka pendek seseorang tidak menampakkan minat pada tujuan tertentu
belum tentu bahwa ia tidak membutuhkannya. Menyadari hal ini, lagi-lagi
ditegaskan betapa besar misteri yang meliputi kepribadian manusia. Kata
pameo, dalamnya lautan bisa diduga, dalamnya hati manusia sungguh tak
dinyana. Barangkali misteri manusia ini jugalah yang membatasi semua
teori tentang manusia.

3. Teori Kepuasan Kerja


Setiap orang yang bekerja pada dasarnya selalu berharap untuk
memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja
merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki
tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku
dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang
sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkar kepuasan
yang dirasakan.
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja
dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbin, 2003:78).
Greenberg dan Baron (2003:148) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai
sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka.
Selain itu Gibson (2000: 106) menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap
yang dimiliki para pekerja tentang pekerjaan rnereka. Hal itu merupakan
hasil dari persepsi mereka tentang pekerjaan.
Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap
berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja
bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan
salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek
lainnya. Kepuasan kerja juga merupakan sikap (positif) tenaga kerja
terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi
kerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya,
penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu
nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai
situasi kerjanya dari pada tidak menyukainya.
Locke mencatat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan
kepuasan dan ketidakpuasan kerja cenderung mencerminkan penaksiran

112 Sumber Daya Manusia Strategik


dari tenaga kerja tentang pengalama-pengalaman kerja pada waktu sekarang
dan lampau dari pada harapan-harapan untuk masa depan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja,
yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar.
Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam
melakukan tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai ialah nilai-nilai pekerjaan
yang dianggap penting oleh individu. Dikatakan selanjutnya bahwa nilai-
nilai pekerjaan harus sesuai atau membantu pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan dasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi
kerja.
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah
dari kepuasan kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan dengan derajat
pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Menurut Locke seorang individu
akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu
yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya
kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil
keluarannya (yang didapatnya).
Terdapat beberapa teori tentang kepuasan kerja ini di antaranya, seperti
disebutkan oleh Wexley dan Yukl (1977), terdapat 3 teori utama tentang
kepuasan kerja, yaitu: teori kesenjangan (discrepancy theory), teori keadilan
(equity theory), dan teori dua-faktor (twofactor theory).
Teori Kesenjangan (Discrepancy Theory). Locke (1969) menyebutkan
bahwa kepuasan dan ketidakpuasan terhadap aspek pekerjaan tergantung
pada kesenjangan (discrepancy) antara persepsi karyawan mengenai apa yang
ia peroleh dengan apa yang ia inginkan. Seorang karyawan akan merasa
puas jika dia merasakan tiadanya kesenjangan antara kondisi kerja yang dia
inginkan dengan kondisi kerja yang senyatanya. Ketidakpuasan akan terjadi
manakala karyawan merasa kondisi kerja yang ada − jumlah karakteristik
kerja yang ada − adalah kurang dibanding yang dia inginkan.
Teori Keadilan (Equity Theory). Equity theory menunjukkan kondisi-
kondisi semacam apa yang dipersepsi karyawan sebagai adil atau tidak adil dan
masuk akal atau tidak masuk akal (Adams, 1965). Komponen-komponen
utama dari teori ini sebagaimana disebutkan oleh Wemdey dan Yukl (1977)
adalah masukan (inputs), perolehan (outcomes), dan orang pembanding (com­
parison person). Inputs adalah apa saja yang bernilai yang dipersepsi oleh
karyawan sebagai kontribusinya terhadap pekerjaannya, seperti pendidikan,
pengalaman, ketrampilan, jumlah usaha yang telah ia kerahkan, jumlah jam

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 113


kerja, dan peralatan serta bahan-bahan milik pribadi yang telah ia gunakan
dalam bekerja. Outcomes adalah apa saja yang bernilai yang dipersepsi
karyawan sebagai ia peroleh dari pekerjaannya, seperti upah atau gaji,
manfaat, simbol-simbol status, pengakuan, dan peluang untuk berprestasi
atau berekspresi diri. Adapun comparison person adalah orang − seseorang
atau sejumlah orang yang bekerja di perusahaan yang sama dengan dirinya,
atau bekerja di perusahaan lain, atau dapat pula dirinya ketika berada pada
posisi sebelumnya − yang dijadikan dasar perbandingan dengan dirinya.
Menutut teori ini, seorang karyawan menilai keadilan kerjanya dengan
cara membandingkan rasio outcome: input dirinya dengan rasio outcome:
masukan (input) dari satu atau lebih comparison person. Jika perbandingan
kedua rasio tersebut dinilai equal, maka si karyawan akan memersepsi
adanya suatu keadilan dan jika perbandingannya unequal, biasanya
karyawan akan memersepsi adanya ketidakadilan.
Teori Dua-Faktor (Two-Factor Theory). Menurut teori ini, karakteristik
kerja dapat dikelompokkan dalam dua kategori. Kelompok pertama disebut
“dissatisfiers” atau “hygiene factors” dan kelompok kedua disebut “satisfiers”
atau “motivator factors” (Wexley dan Yukl, 1977; Gibson et al., 1990). Yang
ter­masuk hygiene factors adalah gaji, supervisi, hubungan-hubungan inter-
personal, kondisi kerja, kearnanan kerja, dan status. jika jumlah atau kadar
tertentu dari hygiene factors tidak terpenuhi, karyawan akan merasakan
ketidakpuasan kerja. Kalau jumlah yang memadai dari hygiene factors terpe­
nuhi, karyawan tidak lagi merasakan ketidakpuasan, tapi bukan berarti
motivator factors − pekerjaan yang menarik dan menantang, peluang untuk
berprestasi, pengakuan, dan kemajuan − dengan sendirinya bisa terpenuhi.
Dengan demikian, teori ini menunjukkan bahwa untuk dicapainya
situasi kerja yang sehat dan produktif maka perusahaan harus berusaha untuk
meminimalisasi ketidakpuasan kerja dan memaksimalkan kepuasan kerja
dengan Cara mengelola sebaik-baiknya hygiene factors dan motivator factors.
Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikan­
nya sebagai sumber kepuasan kerja yang tercliri dari prestasi, pengakuan,
wewenang, tanggungjawab clan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-
kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi
kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi
kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber
kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi
kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan

114 Sumber Daya Manusia Strategik


kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan
ketidakpuasan bagi karyawan. As’ad (2004: 104). Sebuah kelompok psikolog
Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program
riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian
kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang,
diberi nama Theory of Work Adjustment.
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu
dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu
memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk
memberikan tanggapan terhaclap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan
kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau
penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain
dalam hubungannya dengan kebutuhan individu. ]ika individu memenuhi
persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja yang me­­
muaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja. Di Iain pihak, jika kebutuhan
kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja,
pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
lndividu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja
yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi
persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi
kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang
puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk
melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak
seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan
penurunan jabatan dapat terjadi.
Model Theory of Work Adjustment ini dalam aplikasinya digunakan
untuk mengukur 20 dimensi yang menjelaslcan 20 kebutuhan elemen atau
kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja.
Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki
oleh karyawan;
b. Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja;
c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan
dalam bekerja;
d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai
selama bekerja;
e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan
pekerjaan;

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 115


j. Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil
bagi karyawan;
g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang
diberikan kepada para karyawan;
h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam
pekerjaan;
i. Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan
pekerjaan;
j. Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam
bekerja;
k. Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam
melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa;
l. Recognition, adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan;
m. Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki;
n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan
kerjanya;
o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan
kerjanya;
p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan
akibat dari pekerjaan;
q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh
badan usaha terhadap pekerjanya;
r. Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang
diberikan atasan kepada karyawan;
s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam
melakukan pekerjaannya;
t. Working Conditions, keadaan tempat kerja di mana karyawan
melakukan pekerjaannya.

Selain itu, dalam teori tentang kepuasan kerja ini, seringkali disebutkan
bahwa terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
(Kreitner dan Kinicki, 2001: 225), yaitu sebagai berikut:
a. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment); Kepuasan ditentukan
oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan
pada individu untuk mernenuhi kebutuhannya.
b. Perbedaan (Discrepancies); Kepuasan merupakan suatu hasil
memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan
perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh

116 Sumber Daya Manusia Strategik


individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang
diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas
bila menerima manfaat di atas harapan.
c. Pencapaian nilai (Value attainment); Kepuasan merupakan hasil
dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja indi­
vidual yang penting.
d. Keadilan (Equity); Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil
individu diperlakukan di tempat kerja.
e. Komponen genetik (Genetic components); Kepuasan kerja merupa­
kan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan
perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk men­
jelaskan kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan
pekerjaan.

Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan


kerja. Di antaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja (atasan
dan rekan kerja).
a. Gaji/Upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah
absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi
harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain
untuk pemenuhan kebutuhan dasar, uang juga merupakan simbol dari
pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan.
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji
yang dipersepsikan terlalu kecil atau terlalu besar akan~mengalami
ketidakpuasan. Jika gaji dipersepsikan adil berdasarkan tuntutan-
tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar gaji yang
berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka akan ada kepuasan
kerja.
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak
puas. Tapi jika gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja
tidak lagi tidak puas, artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya.
Gaji atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerja
seseorang jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi
kerjanya.
b. Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan
(uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 117


itu perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan me­
nye­nangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan
menimbulkan kepuasan kerja.
c. Hubungan Kerja
Hubungan dengan rekan kerja; Ada tenaga kerja yang dalam men­
jalankan pekerjaannya mernperoleh masukan dari tenaga kerja lain
(dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yang setengah jadi)
menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya pekerja
konveksi. Hubungan antar pekerja adalah hubungan ketergantungan
sepihak yang berbentuk fungsional.
Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah tertentu
berada dalam satu ruangan kerja sehingga dapat berkomunikasi. Bersifat
kepuasan kerja yang tidak menyebabkan peningkatan motivasi kerja.
Dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai
satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-
kebutuhan tingkat tinggi rnereka seperti harga diri, aktualisasi diri
dapat dipenuhi dan mempunyai darnpak pada motivasi kerja mereka.
Hubungan dengan atasan; Kepemimpinan yang konsisten berkaitan
dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan
fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja
untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.
Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi
yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya
keduanya mernpunyai pandangan hidup yang sama.
Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah
jika kedua jenis hubungan adalah positif. Atasan yang memiliki ciri
pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat
motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.

Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat


positif atau negatif. Kekuatan hubungan mepunyai rentang dari lemah
sampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat
mernpengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan
kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki, 2001: 226). Beberapa korelasi kepuasan
kerja sebagai berikut :
1) Motivasi
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif
dan signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga

118 Sumber Daya Manusia Strategik


mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer
disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempe­
ngaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat
meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk mening­
katkan kepuasan kerja.
2) Pelibatan Kerja
Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi
dilibatkan dengan peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mernpunyai
hubungan dengan kepuasan kerja, dan peran atasan/manajer perlu
didorong mernperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk
meningkatkan keterlibatan kerja pekerja.
3) Organizational citizenship behavior
Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya.
4) Organizational commitment
Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan
organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara
komit­men organisasi dengan kepuasan terdapat hubungan yang signi­
fikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan menim­
bulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen
yang lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja.
5) Ketidakhadiran (Absenteisme)
Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang
kuat. Dengan kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran
akan turun.
6) Perputaran (Turnover)
Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana
perputaran dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal
sehingga diharapkan atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan
kerja dengan mengurangi perputaran.
7) Perasaan stres
Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan
negatif dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi
dampak negatif stres.
8) Prestasi kerja/kinerja
Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja.
Sementara itu menurut Gibson (ZOOO: 110) menggambarkan hubungan
timbal balik antara kepuasan dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan
kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 119


akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan
oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih
produktif akan mendapatkan kepuasan.

Selain korelasi di atas, pihak manajemen sebuah perusahaan pada


dasarnya bisa meningkatkan kepuasan kerja di kalangan karyawan. Greenberg
dan Baron (2003:159) memberikan saran untuk mencegah ketidakpuasan
dan rneningkatkan kepuasan dengan Cara sebagai berikut:
1) Membuat pekerjaan yang menyenangkan; karena pekerjaan yang
membuat para pekerja senang, ataupun mereka menyenangi peker­
jaan tersebut akan membuat orang menjadi lebih puas dalam
bekerja dibandingkan mereka harus melakukan pekerjaan yang
membosankan.
2) Orang dibayar dengan jujur; orang yang percaya bahwa sistem
pengupahan/penggajian tidak jujur cendrung tidak puas dengan
pekerjaannya.
3) Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan
minatnya; semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat
memenuhi kepentingannya di tempat kerja, semakin puas mereka
dengan pekerjaannya.
4) Menghindari kebosanan dan pekerjaan beruang-ulang; kebanyakan
orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan
pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Karena orang
jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka mem­
per­oleh sukses dengan secara bebas melakukan kontrol atas cara
mereka melakukan sesuatu.

Sedangkan menurut Riggio, peningkatan kerja dapat dilakukan dengan


cara sebagai berikut:
1) Melakukan perubahan struktur kerja
Misalnya dengan melakukan perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu
sebuah sistem perubahan pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas
yang lainnya (yang disesuaikan dengan job description). Cara kedua
yang harus dilakukan adalah dengan pemekaran (job enlargement), atau
perluasan satu pekerjaan sebagai tambahan dan bermacam-macam
tugas pekerjaan. Praktik ini digunakan untuk membuat para pekerja
merasakan bahwa mereka adalah lebih dari sekedar anggota dari
organisasi.

120 Sumber Daya Manusia Strategik


2) Melakukan perubahan struktur pembayaran
Perubahan sistem pembayaran ini dilakukan dengan berdasarkan pada
keahliannya (skill-based pay), yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji
berdasarkan pengetahuan dan keterampilannya dari pada posisinya
di perusahaan. Pembayaran kedua dilakukan berdasarkan jasanya
(merit pay), sistem pembayaran dimana pekerja digaji berdasarkan
performancenya, pencapaian finansial pekerja berdasarkan pada hasil
yang dicapai oleh individu itu sendiri. Dan pembayaran yang ketiga
adalah Gainsharing atau pembayaran berdasarkan pada keberhasilan
kelompok (keuntungan dibagi kepada seluruh anggota kelornpok).
3) Pemberian jadwal kerja yang fleksibel
Dengan memberikan kontrol pada para pekerja mengenai pekerjaan
sehari-hari mereka, yang sangat penting untuk mereka yang bekerja di
daerah padat, dimana pekerja tidak bisa bekerja tepat waktu atau untuk
mereka yang mempunyai tanggung jawab pada anak-anak. Compressed
work week (pekerjaan mingguan yang dipadatkan), di mana jumlah
pekerjaan per harinya dikurangi sedang jumlah jam pekerjaan per hari
ditingkatkan. Para pekerja dapat memadatkan pekerjaannya yang hanya
dilakukan dari hari senin hingga jum’at, sehingga mereka dapat memiliki
waktu longgar untuk liburan. Cara yang kedua adalah dengan sistem
penjadwalan dimana seorang pekerja menjalankan sejumlah jam khusus
per minggu (Flextime), tetapi tetap rnempunyai fleksibilitas kapan mulai
dan mengakhiri pekerjaannya.
4) Mengadakan program yang mendukung
Perusahaan mengadakan program-program yang dirasakan dapat me­
ningkatkan kepuasan kerja para karyawan, seperti; health center, profit
sharing, employee sponsored child care, dan lain-lain.

4. Teori Keseimbangan (Equity Theory)


Teori ini dikenal sebagai teori social reference group. Teori ini dipelopori
oleh Zalemik (1958) dan dikembangkan oleh Adams (1963). Teori ini sering
disebut teori keadilan dengan memfokuskan pada perbandingan relative
antara input dan hasil dari individu lainnya. jika tingkat rasio perbandingan
seseorang menunjukan keseimbangan dengan rasio orang lain, maka ia akan
merasa puas, Sebaliknya jika terdapat adanya ketidakadilan, orang akan
merasa tidak puas, prinsip teori ini adalah seseorang akan merasa puas
atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity),
Perasaan adil atau tidak adil diperoleh dengan cara membandingkan apa

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 121


yang diperoleh dirinya dengan orang lain yang memiliki situasi pekerjaan
yang setara. Terdapat beberapa elemen dari teori keseimbangan ini, yaitu:
1) Input adalah segala sesuatu yang bekerja, yang dirasakan karyawan
sebagai sumbangan terhadap pekerjaan.
2) Outcome adalah segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan
karyawan sebagai “hasil” dari pekerjaannya. Misalnya : upah, status
simbol, kesempatan untuk berprestasi.
3) Comparison person adalah kepada orang lain dengan siapa karyawan
membandingkan rasio inpueoutcome yang diperoleh. Comparison
person dapat merupakan seseorang ditempat kerja yang sama atau
lain, tetapi dapat pula dirinya diwaktu lampau.

Menurut teori equity, seseorang akan membandingkan rasio input-


outcome yang diperolehnya dengan rasio input-outcome yang diperoleh orang
lain. Teori Ekuitas pada dasarnya berupaya untuk menjelaskan kepuasan
relasional dalam hal persepsi wajar/distribusi yang tidak adil dari sumber
daya dalam hubungan interpersonal. Teori ini dianggap sebagai salah
satu teori keadilan. Pertama kali dikembangkan pada tahun 1963 oleh John
Stacey Adams, seorang psikolog, yang menegaskan bahwa para karyawan
pada dasarnya berusaha mempertahankan ekuitas antara input yang
mereka bawa ke pekerjaan dan hasil yang mereka terima dari itu terhadap
masukan dan hasil yang dirasakan orang lain (Adams, 1965). Keyakinan
teori ini adalah bahwa nilai perlakuan yang adil akan menyebabkan orang-
orang termotivasiuntuk menjaga keadilan, dan mempertahankannya
dalam hubungan antara mereka dengan rekan kerja dan organisasi itu
sendiri. Struktur ekuitas ditempat kerja didasarkan pada rasio masukan
terhadap hasil. Input kontribusi dibuat oleh karyawan untuk organisasi; ini
mencakup kerja yang dilakukan oleh karyawan dan perilaku yang dibawa
oleh karyawan serta keterampilan dan pengalaman yang berguna lainnya
karyawan bisa berkontribusi untuk kebaikan perusahaan.
Teori ekuitas (teori keseimbangan) mengusulkan bahwa orang yang
menganggap diri mereka sebagai yang orang yang kurang dihargai atau terlalu-
dihargai akan mengalami penderitaan, dan bahwa penderitaan ini mengarah
pada upaya untuk memulihkan ekuitas dalam hubungan. Pandangan ini
berfokus pada penentuan apakah distribusi sumber daya yang adil untuk
kedua pasangan relasional. Ekuitas diukur dengan membandingkan rasio
kontribusi dan manfaat dari setiap orang dalam hubungan. Mitra tidak harus
menerima manfaat yang sama (seperti menerima jumlah yang sama cinta,

122 Sumber Daya Manusia Strategik


perawatan, dan keamanan finansial) atau memberikan kontribusi yang
sama (sepertl investasi dalam jumlah yang sama usaha, waktu, dan sumber
daya keuangan), selama rasio antara manfaat dan kontribusi yang sama.
Teori Ekuitas mengakui bahwa faktor individu akan mempengaruhi
penilaian masing-masing orang dan persepsi tentang hubungan mereka
dengan mitra relasional mereka (Guerrero et al., 2007). Menurut Adams
(1965), kemarahan disebabkan oleh ketimpangan kurang bayar dan rasa
bersalah adalah diinduksi dengan ekuitas kelebihan pembayaran (Spector
2008). Pembayaran apakah upah atau gaji per jam, adalah perhatian utama
teori ini dan karena ia pada dasarnya merupakan penyebab dari ekuitas atau
ketidaksetaraan dalam banyak kasus. Dalam posisi apapun, seorang karya­
wan ingin merasa bahwa kontribusi rnereka dan prestasi kerja sedang dihargai
dengan gaji mereka. Jika seorang karyawan merasa kurang bayar maka
akan menghasilkan karyawan perasaan bermusuhan terhadap organisasi
dan mungkin mereka rekan kerja, yang dapat mengakibatkan karyawan
tidak berkinerja baik di tempat kerja lagi. Ini adalah variabel halus yang
juga memainkan peran penting bagi rasa ekuitas. Hanya gagasan pengakuan
atas kinerja dan tindakan hanya berterima kasih kepada karyawan akan
menyebabkan rasa puas dan karena itu membantu karyawan merasa
berguna dan memiliki hasil yang lebih.
Seorang individu akan mempertimbangkan bahwa ia diperlakukan
dengan adil jika ia melihat rasio input untuk hasil untuk menjadi setara dengan
orang-orang di sekelilingnya. Jadi, semua lain yang sama, akan diterima
untuk seorang rekan yang lebih senior untuk menerima kompensasi yang
lebih tinggi, karena nilai pengalamannya (input) yang lebih tinggi. Orang-
orang yang mendasarkan pengalaman mereka dengan kepuasan kerja adalah
untuk membuat perbandingan dengan diri mereka sendiri kepada orang
lain. jika seorang karyawan menemukan bahwa orang lain mendapatkan
pengakuan lebih dan penghargaan atas kontribusi mereka, bahkan ketika
keduanya telah dilakukan dalam jumlah yang sama dan dengan kualitas
kerja yang sama, itu akan membuat karyawan tersebut menjadi tidak puas.
Ketidakpuasan ini akan mengakibatkan karyawan merasa marah dan tak
berharga.
Input dalam teori ekuitas seringkali didefinisikan juga sebagai kontribusi
setiap peserta untuk pertukaran relasional dan dipandang sebagai yang
berjudul dia untuk hadiah atau biaya. Masukan bahwa peserta memberikan
kontribusi untuk hubungan dapat berupa aktivas atau kewajiban. Hak atas
imbalan atau biaya dianggap berasal dari setiap masukan yang jumlah

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 123


bervariasi tergantung pada pengaturan relasional. Dalam pengaturan in­
dus­tri, aset seperti modal dan tenaga kerja manual yang dianggap sebagai
“masukan yang relevan” atau input yang sah berhak untuk mendapatkan
imbalan. Input atau masukan ini biasanya termasuk salah satu dari berikut:
- Waktu
- Usaha
- Loyalitas
- Kerja Keras
- Komitmen
- Kemampuan
- Adaptasi
- Fleksibilitas
- Toleransi
- Penentuan
- Antusiasme
- Pengorbanan pribadi
- Trust atau kepercayaan dari atasan
- Dukungan dari rekan kerja dan rekan
- Skill

Sementara output didefinisikan sebagai konsekuensi positif dan negatif


yang individu menginderakan peserta telah terjadi sebagai konsekuensi
dari / nya hubungannya dengan yang lain. Ketika rasio masukan terhadap
hasil dekat, dari karyawan harus memiliki banyak kepuasan dengan
pekerjaan mereka. Keluaran dapat berwujud dan tidak berwujud baik
(Walster, Traupmann & Walster, 1978). Berikut adalah beberapa bentuk
dari output ini:
- Job keamanan `
- Pemenuhan kebutuhan dasar
- Gaji
- Manfaat karyawan
- Biaya
- Pengakuan
- Reputasi
- Tanggung Jawab
- Prestasi
- Pujian
- Terimakasih

124 Sumber Daya Manusia Strategik


- Stimulus atau rangsangan untuk bekerja

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa teori ekuitas atau teori


kesetaraan ini terdiri dari empat proposisi utama, yaitu:
1) Individu berusaha untuk memaksimalkan hasil mereka (di mana
hasil didefinisikan sebagai imbalan dikurangi biaya);
2) Kelompok dapat memaksimalkan manfaat kolektif oleh sistem yang
berlaku adil apportioning berkembang untuk imbalan dan biaya di
antara anggota. Sistem ekuitas akan berkembang dalam kelompok-
kelompok, dan anggota akan mencoba untuk mendorong anggota
lain untuk menerima dan mematuhi sistem tersebut. Satu-satunya
cara yang dapat mendorong anggota kelompok untuk bersikap
adil adalah dengan membuatnya lebih menguntungkan untuk
berperilaku secara adil dari adil. Dengan demikian, kelompok
umumnya akan pahala anggota yang memperlakukan orang lain
secara adil dan umumnya menghukum (kenaikan biaya) anggota
yang memperlakukan orang lain tidak adil;
3) Ketika individu menemukan diri mereka berpartisipasi dalam
hubungan tidak adil, mereka menjadi tertekan. Semakin tidak adil
sebuah hubungan, maka individu-individu akan merasa tertekan.
Menurut teori keadilan, baik orang yang mendapat “terlalu banyak”
dan orang yang mendapat “terlalu sedikit” merasa tertekan. (orang
yang terlalu banyak mungkin merasa bersalah atau malu. Orang
yang terlalu kecil mungkin merasa marah atau malu;
4) Orang-orang yang merasa bahwa mereka berada dalam hubungan
yang tidak adil, maka mereka akan berupaya untuk menciptakan
hubungan yang adil guna menghilangkan penderitaan mereka
dengan mengembalikan modal. Semakin besar ketimpangan yang
ada, maka orang-orang akan lebih merasa tertekan dan berusaha
untuk memulihkan ekuitas yang ada. (Walster, E., Traupmann, J.
& Walster, G.W., 1978)

Teori Ekuitas telah banyak diterapkan untuk pengaturan bisnis dengan


Psikolog Industri untuk menggambarkan hubungan antara motivasi
karyawan dan persepsinya dalam menyelesaikan persoalan hubungan
yang adil atau tidak adil. Dalam lingkungan bisnis, hubungan yang ada
seringkali berupa hubungan antara karyawan dan majikan. Teori Ekuitas
mengasumsikan bahwa karyawan berusaha untuk menjaga rasio keadilan

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 125


antara input yang mereka bawa ke dalam hubungan tersebut dan hasil yang
mereka terima dari itu (Adams, 1965). Sedangkan teori Ekuitas dalam
bisnis, berusaha memperkenalkan konsep perbandingan sosial, di mana
karyawan menilai sendiri rasio masukan (input) dan rasio keluaran (output)
berdasarkan perbandingan mereka dengan rasio input hasil karyawan
lainnya (Carrell dan Dittrich, 1978). Masukan dalam konteks ini termasuk
waktu karyawan, keahlian, kualifikasi, pengalaman, kualitas pribadi
berwujud seperti daya dorong dan ambisi, dan keterampilan interpersonal.
Hasil mencakup kompensasi moneter, manfaat, dan pengaturan kerja
yang fleksibel. Karyawan yang melihat ketimpangan akan berusaha untuk
mengurangi itu, baik dengan input yang baik ataupun hasil dalam pikiran
mereka sendiri (“distorsi kognitif”), yang secara langsung mengubah input
ataupun hasil, (Carrell dan Dittrich, 1978). Dengan demikian, teori ini
memiliki implikasi yang luas untuk memengaruhi semangat kerja karyawan,
efisiensi, produktivitas, dan terutama motivasi bekerja dan berprestasi.

C. Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja,
sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah
pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan
sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan,
Serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan
karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang
mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi
karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi,
sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena
dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka
tetapkan. Kinerjanya akan dipantau Oleh individu yang bersangkutan
dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat
juangnya akan tinggi.

D. Case Studi
Bandung - Ribuan buruh pabrik sepatu di kabupaten Bandung, Jawa Barat
Rabu (15/04/09) kemarin, berunjuk rasa menuntut penghapusan
sistem kerja kontrak Serta kenaikan gaji sesuai ketentuan Upah
Minimum Kota Kabupaten (UMK). Unjuk rasa buruh tersebut diwarnai
aksi sweeping kedalam pabrik memaksa teman-teman yang memilih

126 Sumber Daya Manusia Strategik


tetap bekerja untuk keluar, sehingga mengakibatkan dua orang histeris
karena shok lalu kemudian pingsan.
Ribuan buruh pabrik sepatu PT Sinar Runerindo ini di jalan Raya
Kopo Ketapang, Kabupaten Bandung ini berhamburan keluar pabrik
saat rekan-rekan mereka memaksa mengajak berunjuk rasa melakukan
aksi sweeping. Aksi sweeping ini juga mengakibatkan dua orang buruh
jatuh pingsan serta histeris. Buruh yang memilih tetap bekerja ini
dipaksa keluar pabrik untuk bergabung dengan buruh lainnya untuk
berunjuk rasa. Aksi unjuk rasa buruh sebagian besar perempuan ini
memprotes perusahaan yang telah semena-mena mengabaikan hak-
haknya. Mereka menuntut sistem kontrak dihapuskan, kenaikan gaji
sesuai ketentuan Upah Minimum Kota Kabupaten serta diikutsertakan
dalam program Jamsostek.
Para buruh sempat berusaha memblokir kendaraan yang hendak
masuk ke lokasi pabrik namun dicegah aparat kepolisian. Mereka juga
sempat melampiaskan kekesalannya dengan menggedor-gedor gerbang
pabrik, serta mencabut pamplet lowongan pekerjaan yang ditempel
pihak perusahaan. (Sumber: http:/www.indosiar.com)

Pertanyaan:
a. Analisis kasus di atas dari sudut pertimbangan yang melibatkan
perihal motivasi bekerja karyawan!
b. Jelaskan bagaimana pengaruh dari motivasi bekerja ini terhadap
keberlangsungan sebuah perusahaan.

Motivation, Motivasi Bekerja dan Berprestasi 127


128 Sumber Daya Manusia Strategik
6 CAREER MANAGEMENT
Mengelola Karir secara Efektif

A. Manajemen Karir
Manajemen Sumberdaya Manusia merupakan serangkaian kegiatan yang
saling terkait satu sama lain. Karir individual dan organisasi tidaklah terpisah
dan berbeda. Karir seseorang dalam suatu organisasi banyak ditentukan
oleh bagaimana kebijakan dan komitmen organisasi tersebut kepada karyawan­
nya. Oleh karena itu organisasi harus membantu karyawannya dalam peren­
canaan karir sehingga kedua pihak tersebut dapat memenuhi kebutuhan
mereka. Semakin kompleks dan menantang pekerjaan seseorang maka
semakin besar kemungkinan orang tersebut menganggap karir bukan seba­
gai bagian dari hidupnya, tetapi sebagai hidupnya.
Karir pada dasarnya adalah adalah tahap-tahap perkembangan peng­
alaman kerja seseorang selama masa kerjanya (Greenberg dan Baron,
1995). Hal yang sama dinyatakan oleh Cascio (1978) yang menganggap
bahwa karir adalah suatu rangkaian posisi, tugas atau kesempatan yang
dimiliki seseorang selama dia bekerja. Dalam hal ini, Daniel C Feldam dan
Hugh J. Arnold rnerumuskan bahwa:
1. Istilah karir tidak hanya berhubungan dengan individu yang
mempunyai pekerjaan yang statusnya tinggi atau yang menda­­pat
kemajuan cepat. lstilah karir sedikit-banyak telah “didemokratisasif”.
Dengan kata lain, istilah karir menunjukkan rangkaian atau
urutan pekerjaan/jabatan yang dipegang oleh orang-orang selama
riwayat pekerjaannya, tidak pandang tingkat pekerjaan atau tingkat
organisasinya.
2. Istilah karir tidak lagi hanya menunjukkan perubahan pekerjaan
melalui gerak vertikal, atau menanjak naik dalam struktur
organisasi. Meskipun sebagian besar karyawan masih berusaha
mencapai kemajuan, akan tetapi banyak orang yang menolak
pekerjaan yang lebih berat tanggung jawabnya untuk tetap dalam
jabatan yang sekarang dipegang dan disukainya. Bahkan pada
saat ini, banyak perencanaan karir individu yang juga bergerak
secara horizontal, apalagi jika dalam sebuah perusahaan terdapat
manajemen pergantian posisi tertentu yang didaur secara terpadu.
3. Istilah karir tidak lagi memiliki arti yang sama sebagai suatu
pekerjaan atau suatu mata pencaharian atau posisi dalam suatu
organisasi. Pada saat ini, bahkan terdapat fakta-fakta yang menun­
jukkan bahwa banyak individu yang justru merangkum banyak
karir di banyak bidang.
4. Dalam hal perencanaan karir ini, tidak ada lagi anggapan bahwa
organisasi dapat mengendalikan karir individu secara sepihak.
Pihak organisasi dituntut untuk lebih tanggap terhadap kebutuhan
para pegawainya, termasuk dan utamanya perihal perencanaan
karir mereka. (Moekijat, 1995: 4-5)

Pokok pembicaraan mengenai karir, baik dilihat dari sudut tinjauan


individu maupun dari sudut tinjauan organisasi, timbul sebagai suatu
bidang studi yang penting dalam perilaku organisasi, dan sekarang telah
diakui mempunyai hubungan yang erat dengan praktek manajemen
sumber daya manusia. Fungsi kepegawaian yang berusaha menyesuaikan
rencana dan kebutuhan karir perseorangan dengan kebutuhan organisasi
disebut perencanaan karir atau manajemen karir
Perencanaan karir (career planning) aclalah proses dimana individu
menganalisa minat, nilai, personalitas, dan kapabilitasnya serta mencoba
untuk menyesuaikan karakteristik personal dengan kesempatan karir yang
tersedia.
Perencanaan karir merupakan fungsi kepegawaian yang relatif baru
dan program-program yang mantap masih jarang, kecuali dalam organisasi-
organisasi yang besar atau maju. Akan tetapi keterlibatan organisasi dalam
perencanaan karir makin bertambah.
Perencanaan karir tidak hanya menguntungkan pegawai secara per­
seorangan, tetapi juga menguntungkan organisasi. Dengan mengembangkan
pegawai-pegawai untuk jabatan-jabatan yang akan datang, maka organisasi
mendapat jaminan persediaan pegawai-pegawai yang cakap, yang dapat
dipercaya untuk mengganti pegawai-pegawai yang tingkatnya lebih tinggi,
baik yang keluar maupun yang mendapat promosi. Hal ini memudahkan
penyusunan tenaga kerja intern organisasi dan mengurangi biaya pengadaan

130 Sumber Daya Manusia Strategik


tenaga kerja dari luar dan seleksi. Lagi pula suatu strategi perencaan karir
memungkinkan organisasi mengembangkan dan menempatkan pegawai
dalam jabatan-jabatan yang sesuai dengan melihat kebutuhan, dan tujuan
karirnya.
Melalui proses perencanaan karir pegawai-pegawai dibantu untuk
menentukan tujuan-tujuan realistik dan untuk mengembangkan kecakap­
an dan kemampuan yang diperlukan untuk jabatan-jabatan sasaran. Dipan­
dang dari sudut harapan organisasi, perencanaan karir menyesuaikan
kebutuhan, minat dan tujuan perencanaan karir perseorangan dengan
kebutuhan organisasi akan penyusunan tenaga kerja yang akan datang.
Dengan cara ini organisasi dapat menjamin bahwa persediaan pegawai-
pegawai yang cakap dan mempunyai motivasi yang cukup akan tersedia
untuk mengisi lowongan-lowongan pekerjaan. Perencanaan-perencanaan
sumber daya manusia memperlengkapi perencanaan-perencanaan karir
dengan ramalan-ramalan tentang lowongan-lowongan pekerjaan. Perencana-
perencana karir menggunakan data ini untuk memberikan harapan-
harapan tentang kesempatan-kesempatan untuk maju kepada para pegawai.
Fungsi perencanaan karir juga mempunyai masukan-masukan yang ber­
harga untuk fungsi perencanaan sumber daya manusia.
Salah satu tanggung jawab fungsi perencanaan karir adalah memberikan
informasi kepada pegawai-pegawai mengenai kesempatan-kesempatan karir
dalam organisasi. Tanggung jawab ini mencakup perencanaan jalur-jaIur
karir, kemajuan logis antara pekerjaan-pekerjaan atau dari satu pekerjaan
ke jabatan sasaran. Jabatan sasaran adalah jabatan yang pegawai berusaha
mencapainya atau jabatan yang dipersiapkan oleh organisasi untuk diterima
oleh yang bersangkutan untuk waktu yang akan datang. Jabatan-jabatan
sasaran merupakan objek dari tujuan karir perseorangan dan subjek dari
usaha-usaha pengembangan pada pihak organisasi. Untuk merencanakan
jalur-jalur karir, perencana-perencana karir memerlukan informasi analisis
pekerjaan.
Dalam hubungannya dengan pengembangan pegawai, fungsi perenca­
naan karir menentukan tujuan untuk pengembangan pegawai secara
sistematis. Apabila tujuan-tujuan karir pegawai-pegawai perseorangan yang
telah disetujui bersama ditentukan, maka kegiatan-kegiatan pengembangan
dapat dipilih dan disalurkan dalam suatu arah yang berarti baik bagi indi­
vidu maupun bagi organisasi.
Di samping kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan,
apakah yang dikehendaki orang-orang dari karir mereka? Membuat

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 131


penyamarataan adalah sulit karena individu itu mempunyai perbedaan yang
besar. Selanjutnya apa yang dikehendaki pegawai-pegawai dari karir mereka
cenderung berubah sepanjang waktu. Kemajuan karir dan bertambahnya
usia menimbulkan minar-minat terhadap karir yang baru dan kebutuhan-
kebutuhan yang berubah. Meskipun demikian, E.H. Schein menunjukkan
lima motif yang kuat yang mendasari pilihan karir dan tujuan jangka
panjang orang-orang. Schein menyebut faktor-faktor motivasi dasar ini
career anchors.
Career anchors dari Schein menunjukkan aspek-aspek pekerjaan yang
diperiukan khusus oleh orang-orang untuk memenuhi kebutuhan pribadi
mereka. Career anchors itu meliputi:
1) Kemampuan manajerial-individu menginginkan kesempatan
untuk memimpin.
2) Kemampuan teknis/fungsional - individu ingin menggunakan ber­
bagai kemampuan teknis dan kemampuan khusus.
3) Keselamatan/keamanan individu pada dasarnya dimotivasi oleh
kebutuhan akan keselamatan/keamanan pekerjaan atau kestabilan
dalam situasi pekerjaan.
4) Daya cipta - individu dimotivasi oleh kebutuhan untuk mencipta­
kan atau membuat sesuatu.
5) Otonomi dan kebebasan yang sangat penting bagi orang ini
adalah kesempatan untuk bekerja secara bebas dan tanpa paksaan
organisasi.

Selain itu, sebuah Studi tentang sekelompok karyawan mengungkapkan


lima faktor yang terkait dengan pengembangan karir karyawan ini (Keith
Davis dan Werther,W.B; 1996), yakni sebagai berikut:
a. Keadilan dalam Karir: Para karyawan menghendaki keadilan dalam
sistem promosi dengan kesempatan sama untuk peningkatan karir.
b. Perhatian dengan Penyeliaan: Para karyawan menginginkan
para penyelia mereka memainkan perannya secara aktif dalam
pengembangan karir dan menyediakan umpan balik dengan
teratur tentang kinerja.
c. Kesadaran tentang Kesempatan: Para karyawan menghendaki
pengetahuan tentang kesempatan untuk peningkatan karir.
d. Minat Pekerja: Para karyawan membutuhkan sejumlah informasi
berbeda dan pada kenyataan; memiliki derajat minat yang berbeda
dalam peningkatan karir yang tergantung pada beragam faktor.

132 Sumber Daya Manusia Strategik


e. Kepuasan Karir: Para karyawan, tergantung pada usia dan ke­
dudukan mereka, memiliki kepuasan berbeda. Program karir yang
efektif harus mempertimbangkan perbedaan persepsi keinginan
para karyawan. Apa yang pekerja harapkan dari program karir di­
kem­bangkan; oleh departemen SDM sesuai dengan ragam faktor
usia, jenis kelamin, kedudukan pendidikan, dan faktor-faktor
lainnya.

Kegiatan perencanaan dan pengembangan karir memungkinkan


pegawai untuk tumbuh dalam jurusan-jurusan apapun yang diinginkan ini.
Perencanaan karir organisasi ditentukan oleh tujuan dan strategi organisasi
serta perencanaan sumber daya manusia (people planning). Sementara pe­
ren­canaan karir individual ditentukan oleh pengalaman, pendidikan
dan aspirasi. Lalu apa peran dan tanggung jawab organisasi? Organisasi
dalam hal manajemen karir yang baik ini harus bisa menyediakan model
perencanaan karir (career planning model), sumber daya, program konseling,
dan informasi pendukung. Juga pelatihan-pelatihan untuk mendukung
peningkatan kompetensi yang menopang pengembangan karirnya. Semen­
tara kewajiban karyawan harus melakukan penilaian terhadap diri sendiri
mengenai kemampuan, minat dan nilai-nilai pribadinya, sebagai landasan
untuk menganalisa pilihan-pilihan karir, yang kemudian dituangkan
dalam action plan bersama manajernya. Sementara pihak manajer berperan
sebagai katalisator yang mempunyai kepekaan terhadap pengembangan
karyawan.
Manajemen karir dari sisi organisasi berawal dari perencanaan sumber
daya manusia, yang merupakan proses untuk menterjemahkan tujuan
perusahaan terhadap jumlah dan jenis jabatan. Dengan kata lain merupa­
kan upaya untuk mengantisipasi kebutuhan organisasi saat ini dan masa
depan, serta menyediakan sumber daya manusia yang qualified. Sehingga
dapat memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien dalam memenuhi
tujuan bisnis.
Perencanaan sumber daya manusia ini diterjemahkan menjadi sistem
informasi karir, sistem karir, perencanaan karir dan struktur karir. Peren­
canaan karir membantu pengembangan karyawan yang dapat dipromosikan,
membantu menangani diversitas tenaga kerja, serta menurunkan tingkat
perputaran karyawan. Juga dapat dimanfaatkan untuk membuka saluran
potensi karyawan, mengurangi penumpukan karyawan, dan memuaskan
kebutuhan karyawan.

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 133


Dari sisi perusahaan terdapat beberapa hal mengenai karir yang harus
diperhatikan. Perusahaan harus mempunyai fleksibilitas dalam derajat
tertentu dalam memberi pilihan karir kepada karyawannya. Namun
demikian perencanaan karir harus memberi arah dan jalur karir yang
spesifik, Serta menjadi penyeimbang antara tujuan rencana jangka pendek
dan rencana jangka panjang.
Salah satu pesan utama dalam perencanaan karir adalah kerja keras akan
membuahkan hasil, sehingga fungsinya sebagai alat untuk membangkitkan
motivasi dapat tercapai. juga harus dipastikan bahwa succession plan dapat
memfasilitasi karyawan senior agar mewariskan pengalaman dan knowledge
kepada para yuniornya.
Namun perencanaan karir harus dilaksanakan secara hati-hari agar
dapat mencapai sasaran. Perencanaan karir mungkin saja tidak memberi
dampak apapun bagi organisasi. Yang jelas jangan sampai menimbulkan
efek bumerang bagi organisasi. Misalnya terjadi jika gelombang aspirasi
karyawan meningkat. Situasi ini akan menimbulkan beban terhadap
super­visor, ketegangan terhadap sistem dan kegelisahan pribadi. Dampak
lanjutannya dapat menimbulkan kekecewaaan dan merosotnya komitmen
yang dapat mengacaukan organisasi, menurunkan kinerja, dan meningkat­
nya perputaran karyawan.

B. Unsur-unsur Program Perencanaan Karir


Meskipun program-program perencanaan karir itu bisa saja berlainan
satu sama lain di antara perusahaan yang berbeda, namun paling tidak
terdapat empat unsur program perencanaan karir yang terus ada pada
program-program tersebut. Unsur-unsur yang dimaksud adalah: 1) Penilaian
individu tentang kemampuan, rulnat, kebutuhan karir dan tujuan; 2)
Penilaian organisasi tentang kemampuan dan kesanggupan pegawai; 3)
Komunikasi informasi mengenai kebebasan memilih dan kesempatan karir
pada organisasi; dan 4) Penyuluhan karir untuk menentukan tujuan-tujuan
realistik dan rencana untuk pencapaiannya.
a) Penilaian lndividu; banyak pegawai memulai kehidupan pekerjaannya
dengan organisasi tanpa penilaian formal tentang kemampuan, minat,
kebutuhan karir dan tujuan mereka. Karena defenisi “menarik” dan
“memberi tantangan” berbeda bagi pegawai yang satu dan pegawai yang
lain, maka proses perencanan karir harus dimulai dari individu dan
penilaian dari kemampuan, minat, kebutuhan karir dan tujuannya.
Rencana untuk mencapai tujuan karir kadang-kadang disebut

134 Sumber Daya Manusia Strategik


“Pembuatan Strategi” (Strategizing) dapat juga dilakukan pada waktu
ini.
b) Penilaian Organisasi; Masalah pokok dalam kursus penyuluhan karir
adalah apakah tujuan pegawai realistik dari segi kemungkinan organisasi
dan penilaian organisasi terhadap kemampuan dan kesanggupan
pegawai adalah penting, baik bagi organisasi maupun bagi individu.
Organisasi mempunyai beberapa sumber informasi untuk
membuat penilaian terhadap kemampuan dan kesanggupan pegawai.
Yang pertama adalah informasi seleksi, termasuk ujian kemampuan
dan informasi biografis seperti pendidikan dan pengalaman kerja.
Yang kedua adalah informasi riwayat pekerjaan sekarang, termasuk
informasi penilaian pelaksanaan pekerjaan, catatan-catatan promosi
dan rekomendasi promosi, kenaikan gaji dan partisipasi dalam
berbagai program latihan dan pengembangan. Organisasi biasanya
menyandarkan diri pada data penilaian pelaksanaan pekerjaan sebagai
dasar utama untuk menilai kesanggupan pegawai.
Pusat penilaian menilai pegawai-pegawai mengenai kemampuannya
untuk melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk jabatan-
jabatan yang akan datang. Penilai-penilai dilatih dan cenderung
menjadi manajer-manajer yang mengetahui jabatan yang digunakan
untuk menilai peserta-peserta pusat penilaian. Pusat penilaian dapat
menggunakan diskusi-diskusi kelompok, permainan peranan dan
gabungan ujian, tetapi pusat penilaian setidak-tidaknya harus juga
menggunakan latihan simulasi/tiruan.
c) Informasi karir dalam suatu organisasi; Sebelum tujuan-tujuan realistik
dapat ditentukan, seorang pegawai membutuhkan informasi tentang
pilihan-pilihan dan kesempatan-kesempatan karir. Hal ini meliputi
informasi tentang arah-arah karir yang mungkin. jalur-jalur kemajuan
karir yang mungkin dan lowongan-lowongan pekerjaan tertentu.
Lowongan-lowongan pekerjaan diumumkan dalam majalah peru­
sa­haan, dari mulut ke mulut, atau melalui sistem pengumuman pe­
ker­jaan. Lebih sedikit dari separuh responden dalam survei Ikatan
Manajemen Amerika melaporkan mengkomunikasikan informasi lowongan
pekerjaan melalui pengumuman pekerjaan atau cara-cara lain.
Dalam organisasi yang mempunyai program perencanaan karir
informal, pegawai-pegawai mengetahui pilihan-pilihan dan kesempatan-
kesempatan karir mereka dalam hubungannya dengan wawancara
penilaian pelaksanaan pekerjaan.

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 135


Jalur-jalur karir telah dirumuskan sebagai kemajuan-kemajuan
yang logis antara pekerjaan-pekerjaan atau dari suatu pekerjaan ke
suatu jabatan sasaran. Jalur-jalur ini dapat berhubungan dengan tradisi/
kebiasaan atau dengan perilaku.
d) Penyuluhan karir; Penyuluhan karir terdapat dalam kursus-kursus
penyuluhan, khususnya pada penyelia-penyelia dan manajer-manajer
dalam wawancara penilaian pelaksanaan pekerjaan yang berhubungan
dengan pengembangan, yang kebanyakan pegawai menyelidiki tujuan
dan kesempatan karir dalam organisasi. Para penyelia dan manajer
memerlukan penilaian yang cermat mengenai kemampuan dan
kesanggupan pegawai, baik informasi mengenai pilihan karir maupun
informasi mengenai kesempatan dalam organisasi.
Dalam kursus penyuluhan karir, pegawai berusaha menjawab
jenis-jenis pertanyaan sebagai berikut :
1) Kecakapan-kecakapan apakah yang sudah saya miliki, dan adakah
kemungkinan untuk mengembangkan atau untuk mempelajari
hal-hal yang baru?
2) Apakah sesungguhnya yang saya butuhkan untuk saya sendiri
sepanjang mengenai pekerjaan?
3) Kemampuan dan kecakapan saya sekarang yang mana yang dapat
saya berikan?
4) Apakah yang sesungguhnya diperlukan untuk pekerjaan-
pekerjaan/jabatan-jabatan tertentu?
5) Latihan apakah yang diperlukan apabila saya memilih mengejar
tujuan karir tertentu?

Apabila penasihat dapat membantu pegawai menemukan jawaban


atau pertanyaan-pertanyaan demikian, maka tujuan karir yang realistik
dapat ditentukan. Selanjutnya harus direncanakan strategi-strategi pengem­
bangan.

C. Beberapa Perspektif tentang Manajemen Karir


Sistem perencanaan karir (career planning system) dalam organisasi
merupakan tujuan khusus dari internal human resources, meliputi perencanaan
suksesi, training, dan development strategy, job posting, assesment center, mentoring
atau teknik-teknik lainnya. Perencanaan karir selalu berimplikasi dalam
pendapatan, kekuasaan dan status. Bahkan dalam restrukturisasi organisasi,
traditional career path tetap merupakan sumber informasi yang valid meskipun

136 Sumber Daya Manusia Strategik


akan menjadi lebih sulit dalam mendefinisikan stable paths karena posisi
karir yang akan datang memiliki tempat yang berubah.

Gambar. Paradigma lama dan baru karir manajemen


Traditional Paradigm New Paradigm
Organization bureaucracy network
Role generalist multiskilled specialist
Competencies systems, operations teamwork, development
Assesment input output
Payments jobs skills
Contract security of employability for flexibility
Career Management commitment self-managed
Mobility paternalitic lateral
Risk vertical rigidity, stress? Anarchy?
dependences
Sumber: Nicholson, Career systems in crisis: change and oppurtunity in the
information age, 1996

Hal yang penting dalam interpersonal career strategy adalah pengembangan


skill dan kompetensi kritis untuk kesuksesan unit kerja (pengembangan
keahlian).

1. Manajemen karir Individual (Individual Career Management)


Kesuksesan psikologis merupakan tujuan tertinggi dari karir seseorang,
yaitu perasaan bangga atas prestasi seseorang yang didapatkan ketika
tujuan terpenting dalam kehidupannya tercapai. Hal ini bertolak belakang
dengan keberhasilan vertikal yaitu meniti piramida korporat sebagaimana
dalam kontrak karir yang lama. Menurut Daniel B. Turbon, suksesnya
karir diukur dengan salary dan promosi. Para peneliti beranggapan bahwa
definisi dari kesuksesan karir juga meliputi persepsi orang tersebut tentang
kesuksesan karir (karir yang sukses).
Promosi dan perubahan jabatan (employment change) dapat menentukan
siapa yang akan maju dan siapa yang tetap. Perubahan jabatan tidak hanya
menyebabkan perbedaan pekerjaan dan reward, tetapi juga perbedaan
lingkungan dan dengan siapa orang tersebut berinteraksi. Dengan demikian
perubahan jabatan dapat menyebabkan perubahan kehidupan seseorang.
Promosi awal adalah penting dalam membentuk karir organisasi. Berdasarkan

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 137


survey pada beberapa CEO, promosi dalam perusahaan didasarkan pada
social presentability, visibility, organizational domean atau political skill. Bukti-
bukti tersebut mengindikasikan bahwa kecakapan manajemen dapat
meningkatkan kesuksesan karir individu. (Kilduff dan Day, 1994).

2. Manajemen Karir Organisasional


Manajemen karir organisasional mencakup berbagai kebijakan dan
tindakan organisasi untuk meningkatkan efektivitas karir dari pekerjaannya.
Definisi karir organisasi mengacu pada struktur karyawan dan praktek-praktek
yang memberi panduan bagaimana merekrut, mengembangkan dan mem­
beri tugas kepada karyawan. Karir dalam organisasi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Sejauh mana perekrutan dibatasi hanya pada pekerjaan-pekerjaan
tingkat bawah.
b. Sejauh mana promosi ke jabatan yang lebih tinggi berasal dari
dalam.
c. Sejauh mana penyelenggaraan training dan pengembangan
karyawan di semua level.
d. Sejauh mana komitmen perusahaan terhadap keselamatan
karyawan.

Perusahaan yang berorientasi pada karir seperti ini akan memper­


lakukan karyawan sebagai sumberdaya yang berharga, yang harus dilatih,
dikembangkan dan dipertahankan. Kunci penerapan karir adalah mobili­
tas dan kesempatan karir internal bagi para karyawan. Pola karir seperti ini
dapat menjadi kaku dan menghambat strukturnya sesuai lingkungannya.
Oleh karena itu, disain karir haruslah logis, linear, rasional dan terencana
serta opurtunistik dan incremental. Selain harus logis, teratur dan bisa
diprediksi, karir juga harus adaptif dan rnemberikan kemampuan organisasi
untuk berubah dan memberi iklim yang memungkinkan tercapainya
tujuan organisasi.

3. Manajemen Karir yang Efektif


Apa yang diharapkan dari manajemen karir yang efektif? Manajemen
karir dapat mengurangi ketidaksesuaian antar orang dengan perannya,
dapat mengembangkan kompetensi dan menumbuhkan tersedianya orang
yang akan menciptakan kombinasi bakat yang harmonis bagi teamwork
yang Optimal, pengembangan bakat yang fleksibel dan pembelajaran yang

138 Sumber Daya Manusia Strategik


dinamis. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut maka manajemen
karir harus mengkaitkan sistem manusia dengan sistem pasar melalui
sistem informasi dan manajemen
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perusahaan pada dasarnya
percaya bahwa kesuksesan karir terutama didasarkan pada tanggung
jawab dan kemampuan karyawan untuk mengembangkan self-awareness
(kesadaran pribadi) Serta tanggung jawab untuk pengembangan personal
dan peningkatan karirnya. Perencanaan karir dan aktivitas pengembangan
disediakan oleh perusahaan bukan dengan maksud untuk menjalin kesuk­
sesan karir karyawan tetapi dimaksudkan untuk rnembantu karyawan
dalam hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya, tugas dan kepu­
tusan karirnya di dalam maupun di luar organisasi.
Secara logika, idealnya karir organisasional harus merefleksikan tiga
aspek, yaitu: tujuan dan strategi organisasi, pola pengembangan SDM dan
posisi penilaian bagi karyawan.
a. Tujuan dan integrasi stratejik. Pola karir harus merefleksikan
serta mendukung budaya dan strategi suatu organisasi. Pola karir
juga merefleksikan struktur dam kultur suatu perusahaan (tingkat
pendidikan karyawan, entry level, kemungkinan promosi dan lain-
lain). Pola karir harus sesuai dengan strategi dan tujuan yang telah
ditetapkan perusahaan. Ketidakjelasan tujuan dapat berakibat
kegagalan pola karir dalam menyesuaikan dengan perubahan
tuntutan SDM.
b. Pengembangan SDM. Pola karir harus menunjukkan tujuan
MSDM suatu organisasi yaitu:
a) Melatih dan mengembangkan karyawan
b) Mensosialisasikan nama-nama dan nilai-nilai perusahaan.
c) Karir memberikan sorting dan screening serta dapat mengelola
SDM.

Salah satu ciri utama praktek ketenagakerjaan yang ber­


orientasi karir adalah terbatas dan teraturnya entry ke pola karir
tertentu.
c. Posisi penilaian. Pola karir harus memiliki mekanisme internal yang
memungkinkan mekanisme internal yang memungkinkan fungsi
sorting, screening dan pengembangan karyawan. Digunakannya
posisi penilaian ini adalah menilai dan mengembangkan keahlian
serta kemampuan yang diperlukan bagi lini yang lebih tinggi.

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 139


Posisi penilaian perlu dikelola dan senantiasa dievaluasi dengan
baik.

Dengan memperhatikan logika karir, pihak manajer disarankan untuk


bersikap eksplisit tentang kecenderungan terhadap pengembangan dan
promosi internal dibanding eksternal, membangun skenario alternarif masa
depan, meneliti kecenderungan suatu fungsi mendominasi peringkat
mana­­jemen puncak perusahaan. Memastikan bahwa career enhacing tools
yang digunakan sesuai dengan skenario masa depan yang dikembangkan
dan menyesuaikan Sistem reward dengan sistem karir. Sementara dengan
mempertimbangkan elemen-elemen oportunistik maka manajer disaran­
kan menggunakan temporary assigment dan taskforce bagi karyawan baru,
menghindari keputusan yang secara ekstrim mengubah karir, karena lebih
baik mengambil keputusan kecil yang incremental Serta menghindari
labelling dan pembuatan kategorisasi karyawan.

D. Sistem Pengembangan Karir


Sistem pengembangan karir adalah integrasi dari perencanaan karir
individual dan aktivitas manajemen karir organisasi yang teridiri dari pekerja,
manajemen dan organisasi. Manfaat yang didapatkan dari Sistem pengem­
bangan karir terlihat pada Gambar di bawah. Bagi manajer, program
pengembangan karir ini menghasilkan komunikasi yang lebih baik dengan
stafnya. Melalui sistem pengembangan karir pekerja bisa memperoleh
penghargaan untuk skill mereka dan kemungkinan karir Serta kemungkinan
tanggung jawab yang lebih tinggi untuk mengelola karir mereka sendiri.
Sedang bagi organisasi, manfaat yang didapat dari Sistem pengembangan
karir adalah peningkatan komunikasi melalui organisasi dan memperkuat
Sistem SDM.

Gambar. Manfaat Sistem Pengembangan Karir


Manajemen/Supervisor Employee (pekerja) Organisasi
• Meningkatkan skill Membantu/bermanfaat Dapat menggunakan
untuk mengelola dalam kepuasan kerja skill pekerja.
karir mereka
• Mendapatkan Pentingkan kualitas dan Penyebaran informasi
karyawan yang kepuasan kerja pada semua level
bernilai baik

140 Sumber Daya Manusia Strategik


• Komunikas yang Komunikasi yang Komunikasi yang baik
baik antara manajer baik antara pekerja dalam organisasi secara
dan pekerja dan manajer keseluruhan
• Perencanaan Tujuan dan Mendapatkan karyawan
pengemangan staff ekspektasi yang lebih yang bernilai baik
yang lebih realistis realistis
• Terdapat pengertian Mendapat informasi Peningkatan efektivitas
yang baik dari saat ini dan sistem personel
organisasi dimasa datang dari
perusahaan
• Productive Ada feedback untuk Memberikan kesan pada
performance appraisal kinerja publik sebagai “people
discussion developer)
• Meningkatkan Tanggung jawab Mengklasifikasi tujuan
reputasi sebagai individu yang besar organisasi yang lebih baik
“people developer” untuk karirnya

Sumber : Z.B Leibowits, C. Farren, dan B.L. Kaye, designing career


development system, San Fransisco, CA: Jossey-Bass, 1986.

Untuk membantu perencanaan karir perseorangan, penting diperhati­


kan bahwa ahli manajemen personalia mungkin bertanggungjawab untuk
memberikan alat-alat dan kesempatan-kesempatan (buku catatan dan
lokakarya) guna penyelidikan sendiri dan analisis pegawai. Ahli-ahli
manajemen personalia juga mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan
penyuluhan karir bagi para karyawan. Ahli-ahli manajemen personalia
harus membantu sistem penilaian pelaksanaan pekerjaan dan umpan balik
kepada pegawai secara berkala, memelihara data penilaian pribadi dalam
sistem informasi sumber daya manusia atau dalam arsip kepegawaian dan
mungkin mensponsori/membiayai pusat-pusat penilaian.
Tanggung jawab untuk mengkomunikasikan pilihan-pilihan dan
Kesempatan-kesempatan karir termasuk mengembangkan jalur-jalur
karir sesuai dengan kebutuhan akan sumber daya manusia organisasi dan
menyebarkan informasi kepada pegawai melalui bahan-bahan tertulis,
lokakarya, pengumuman pekerjaan, atau cara-cara lainnya. Sehubungan
penyuluhan karir, tanggung jawab utama ahli manajemen personalia
adalah memberikan informasi yang diperlukan oleh penasihat, dan
mungkin latihan agar dapat bekerja sama efektif sebagai penasihat.

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 141


E. Manajemen Karir Dewasa Ini
Proses perencanaan karir bukan hanya merencanakan suatu rangkaian
pengalaman kerja, melainkan harus mengarah pada pencapaian pengalaman
manajerial atau profesional, nilai-nilai dan kompetensi menuju karir yang
marketable di abad 21. Untuk itu perlu strategi yang dapat membantu kita
mengidentifikasi karir, sehingga kita menemukan jalur karir yang tepat.
Walaupun tidak ada resep yang jitu untuk perencanaan karir individual
dan manajemen karir dalam organisasi, namun ada beberapa bidang kunci
sukses yang harus dicermati. Bidang ini perlu dipertimbangkan dengan bijak
bagi mereka yang menginginkan kesuksesan di lingkungan bisnis masa depan.
Bidang kunci tersebut meliputi peristiwa-peristiwa yang berdampak pada
ekonomi nasional (makro), kebijakan perusahaan dan perilaku individu
yang secara kontinyu saling berkaitan. Bidang kunci sukses tersebut adalah:
a) Wawasan global dan lintas budaya (cross cultural); Hal penting yang perlu
digaris bawahi dalam pasar global bagi para manajer masa depan adalah
memiliki perspektif global dan lintas budaya (cross cultural). Perubahan
politik menuju demokratis dan ekonomi pasar berdampak pada bisnis.
Dengan semakin bebasnya perdagangan dunia dan perluasan usaha
di berbagai negara di belahan bumi ini, maka dibutuhkan manajer
yang memiliki kemampuan internasional, baik pemahaman bidang
bisnis, mampu berempati terhadap nasionalisme, norma, sosiokultural
maupun menguasai beberapa bahasa. Sebagai contoh, David anak
seorang diplomat yang lahir di Paris, dibesarkan di Swiss dan Jerman. Ia
menyelesaikan sekolah MBA di Amerika. la menguasai bahasa Jerman,
Perancis, dan Inggris. Sekarang bekerja di biro konsultan manajemen
terkenal di London. Beberapa kliennya berada di beberapa negara
Eropa. Dalam melakukan pekerjaannya tersebut David merasa sangat
menikmati dan puas, begitu pula kesan para kliennya.
b) Sensitivitas terhadap nilai-nilai (values); etika, sosial dan personal.
Beberapa hal yang berpengaruh terhadap pilihan dan kesuksesan
dalam karir adalah bersumber pada nilai-nilai, baik yang dianut oleh
individumaupun perusahaan. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam:
- Etika bisnis
Perusahaan memformulasikan nilai etika dalam misi perusahaan.
Misi perusahaan menjadi acuan dalam penetapan strategi perusa­
haan maupun dalam menanamkan niali-nilai yang diharapkan
muncul dalam perilaku karyawannya. Sebagai contoh, credo
Johnson & Johnson, tidak hanya ditujukan untuk membimbing

142 Sumber Daya Manusia Strategik


karyawan dalam perilaku rutin, tetapi juga menentukan dalam
menanggapi dan menyelesaikan krisis yang dialami perusahaan,
yaitu saat beberapa produk johnson & johnson ditarik dari
pasaran karena alasan etika dan kesehatan. Perusahaan menderita
kerugian berjuta-juta dollar, beberapa operasi bisnis di negara
tertentu ditutup dan aliansi bisnis terhenti karena alasan situasi
politik.
Nilai-nilai etika yang dianut karyawan dikaji sejak proses
rekrutmen & seleksi dan diselaraskan dengan nilai budaya perusa­
haan. Umumnya perusahaan mengharapkan, para karyawan tidak
hanya bertanggung jawab atas pencapaian profit semata, namum
bertanggung jawab pula atas pengendalian polusi, keselamaran dan
kesehatan masyarakat, pelestarian sumber daya alam, pelayanan
konsumen dan praktek bisnis yang jujur. Semuanya itu akan
berkontribusi pada reputasi perusahaan. Artinya, nilai-nilai etika
tersebut akan mempengaruhi pertirnbangan pada pengambilan
keputusan para manajer. Para karyawan harus menunjukkan
perilaku yang selaras, karena prestasi atasan/perusahaan tergan­
tung dari perilaku para karyawannya dan para atasan bertanggung
jawab atas kesalahan yang dilakukan bawahannya. Hal ini selanjut­
nya akan menjadi ‘nilai jual’ perusahaan yang dapat dipublikasikan
pada masyarakat sebagai sarana pemasaran. Untuk itu, penanaman
nilai-nilai budaya perusahaan merupakan hal penting bagi
perusahaan yang akan bermain di pasar global, dengan kebijakan
desentralisasi dan mengurangi pengendalian langsung.
Penanaman nilai etika bisnis ini dilakukan pula oleh institusi
pendidikan. Di berbagai sekolah bisnis di lnggris dan program
Magister Manajemen di Indonesia, etika bisnis merupakan mata
ajaran wajib. Hal ini ditujukan agar para mahasiswa (calon pelaku
bisnis) memiliki kesadaran tentang pentingnya etika dalam ling­
kungan bisnis dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi.
Kese­imbangan antara kehidupan pribadi dan bekerja Setiap orang
yang bekerja akan mengalami konflik ‘memilih karir atau
kehi­dupan pribadi’, terutama wanita; dan berusaha mencari
keseirnbangan. Umumnya para manajer yang telah mengalami
keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan, bekerja dan
membina bawahannya secara lebih bijak.

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 143


Menjaga dan memelihara keseimbangan antara bekerja dan
kehidupan pribadi juga merupakan agenda manajemen. Beberapa
perusahaan menawarkan sistem kerja yang lebih fleksibel, antara
lain kerja paro waktu atau teleworking dengan memanfaatkan
kecanggihan teknologi seperti komputer dan satelit.
- Pengembangan diri
Dalam berkarir di abad 21 upaya pengembangan diri diharapkan
menjadi salah satu karakter Anda. Melalui pengembangan
diri Anda akan mampu memperluas cakrawala pandang dan
kompetensi diri, sehingga siap berkompetisi secara sehat dalam
meniti karir. Program pengembangan diri ini dapat dilakukan
melalui pendidikan formal (S1/ S2) atau pelatihan jangka pendek
di dalam perusahaan maupun yang diselenggarakan institusi
tertentu. Pelatihan ini tidaklah selalu di dalam kelas dan on the job,
tetapi bisa juga melalui pembelajaran jarak jauh (seperti pelatihan
manajemen jarak jauh Lembaga PPM). Pengembangan diri dapat
juga dilakukan melalui kebiasan membaca (buku, majalah, jurnal
atau internet) atau diskusi dengan mitra seprofesi.
c) Kompetensi. Para manajer baru diharapkan tidak hanya mengadopsi
nilai-nilai yang berbeda antara satu negara dengan negara lain, tetapi
harus juga menjaga dan berusaha memperoleh kompetensi baru.
Pening­katan kompetensi ini sangat dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu fleksibilitas, gaya belajar, orientasi generalis atau spesialis serta
manajemen sumber daya manusia dan jejaring.
Faktor pertama, fleksibilitas. Hasil penelitian Barham K,J. Fraser
dan L. Heath mengenai management for future menunjukkan salah satu
kiat utama perusahaan-perusahaan di Eropa agar menjadi pemenang
dalam pasar global adalah ‘manajer fleksibel’ Perubahan-perubahan
lingkungan bisnis menuntut organisasi memiliki fleksibilitas tinggi,
sehingga mampu membawa perusahaan berperan di lingkungan
internasional. Pada abad 21 geografis bukan lagi menjadi batasan
dalam dunia perdagangan dunia atau memperluas kerja sama usaha.
Perusahaan harus membentuk tim manajemen yang berwawasan
internasional, multidisiplin dan mampu memanajemeni proyek
berskala internasional; sehingga mampu menangani pengembangan
usaha dan permasalahannya.
Faktor kedua, perolehan kompetensi dipengaruhi pula oleh gaya
belajar individu tersebut. Ada 4 gaya belajar para manajer (Honey dan

144 Sumber Daya Manusia Strategik


Mumford), yaitu: teoritis, pragmatis, reflektor dan aktivis. Setiap tipe
gaya belajar memiliki kekhasan tersendiri dalam menyerap informasi
maupun belajar dari lingkungan. Seorang teoritis akan mengkaji
sesuatu hal berdasarkan kerangka/konsep apa yang mendasarinya,
apakah bagian yang satu berkaitan dengan lainnya sesuai teori.
Seorang pragmatis, lebih mengkaji sesuatu berdasarkan apakah dapat
diterapkan/tidak, bagaimana manfaatnya dan kesesuaiannya dengan
situasi mereka. Seorang reflektor lebih menyukai menganalisis dari
berbagai sudut pandang dan kompleksitas situasi serta memikirkan
bagaimana keterkaitannya satu sama lain. Sedangkan seorang aktivis
lebih menyukai learning by doing, mereka akan mencoba-coba dalam
berbagai situasi dan mempelajari mana yang terbaik. Sehingga seorang
aktivis terkesan spontan dan agak impulsif. Seseorang bisa memiliki
satu gaya dominan, atau juga kombinasi dari beberapa gaya. Gaya
mana yang terbaik? Yang terpenting adalah mengenali gaya belajar
Anda untuk meningkatkan kemampuan belajar secara lebih baik
dengan mengembangkan berbagai gaya belajar sesuai situasi. Hal ini
akan berkontribusi pada tingkat fleksibilitas Anda.
Faktor ketiga yang berpengaruh pada kompetensi adalah orien­
tasi dan keahlian generalis atau spesialis. Hal ini sangat dipengaruhi
oleh kebijakan perencanaan dan pengembangan karir dan
budaya perusahaan. Seorang manajer madya atau puncak pada
perusahaan Jepang merupakan seorang generalis. Artinya ia telah
memiliki pengalaman diberbagai bidang fungsional, sehingga
mampu melihat persoalan dalam wawasan yang luas. Para generalis
umumnya menduduki posisi manajerial; Selain itu, perusahaan juga
mengembangkan jalur keahlian. Hal ini menghasilkan para spesialis,
yang memiliki keahlian yang tinggi dalam bidang profesi tertentu. Para
spesialis berperan sebagai staf yang dihargai sebanding dengan jalur
manajerial, baik gaji, fasiliras, tunjangan dan insentifnya. Jalur mana
yang akan dipilih? Pertimbangkanlah berdasarkan kompetensi dan
minat Anda.
Faktor keempat adalah sikap manajemen terhadap pembinaan
SDM dan menumbuhkan budaya perusahaan yang kokoh. Peran
departemen SDM dan kerjasamanya dengan departemen lini dalam
suatu perusahaan merupakan kunci utama dalam pengembangan
kompetensi SDM. Oleh karena itu, untuk mengenal sampai sejauhmana
komitmen perusahaan pada pengembangan karyawannya, pelajarilah

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 145


program dan praktek SDM yang berlaku di perusahaan tersebut dan
bagaimana peran para manajer lini dalam program pengembangan
SDM. Perusahaan yang profesional kan sangat memperhatikan pening­­
katan kompetensi para karyawannya.
Selain itu, kita perlu meningkatkan hubungan (jejaring) dengan
pelanggan, pemasok, distributor dan masyarakat sekitar maupun
internasional. Hal ini akan sangat membantu dalam meningkatkan
kompentensi dan ‘nilai pasar’ kita dalam karir serta memudahkan
mencari informasi tentang lowongan pekerjaan.

F. Case Study
Tidak semua karyawan (manajemen dan nonmanajemen) memiliki
perencanaan karir yang jelas dan tertulis. Begitu pula yang terjadi
pada perusahaan. Akibatnya tidak jarang para karyawan melakukan
protes kepada perusahaan tentang masa depan karirnya yang tidak
jelas. Ketidaktahuan batasan tentang karir dengan segala aturannya
menambah permasalahan ketidak-puasan di antara karyawan. Kalau
hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan timbul suasana kerja
yang tidak nyaman yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan dan
perusahaan.
Perusahaan yang menerapkan manajemen sumberdaya manusia
strategik (MSDM) dicirikan oleh adanya rencana dan pengembangan
karir bagi para karyawannya (manajemen dan nonmanajemen). Dengan
kata lain tiap individu karyawan berhak memiliki peluang untuk
mengembangan karirnya. Namun dalam prakteknya mengapa ada saja
karyawan yang karirnya terlambat, dan bahkan mandeg atau mentok.
Biang keladinya bisa jadi karena ada yang salah dalam sistem penilaian
kinerja karyawan dan bisa juga adanya perlakuan diskriminasi. Di
sisi lain dengan asumsi sistem karir di perusahaan dinilai andal maka
berarti yang menjadi faktor penyebab keterlambatan karir datangnya
dari individu bersangkutan.
Beberapa kasus tentang karir karyawan yang sering ditemukan
adalah (1) karyawan dengan cukup cerdas dan ketrampilannya yang
hanya sebatas standar tetapi karirnya melaju cukup cepat sesuai dengan
tahapannya; (2) karyawan yang cerdas dan trampil namun karirnya
relatif lambat; dan (3) karyawan yang kurang cerdas dan kinerjanya
pun pas-pasan dan karirnya pun sangat terlambat. Kasus (1) dan (2)
menimbulkan pertanyaan mengapa hal itu sampai terjadi? Lalu kalau

146 Sumber Daya Manusia Strategik


begitu faktor-faktor apa saja yang dipertimbangkan perusahaan dalam
menentukan karir seseorang?

Latihan:
Berikan analisis Anda terhadap persoalan di atas dari sudut pandang
manajemen karir yang baik!

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 147


148 Sumber Daya Manusia Strategik
7 TRAINING MANAGEMENT
Manajemen Pelatihan dan Pendidikan

A. Pelatihan dalam Manajemen SDM


Pelatihan pada dasarnya memegang penting dalam meningkatkan
kinerja suatu perusahaan secara keseluruhan. Jika pelatihan ini diterapkan
dan dilangsungkan secara baik dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan,
maka sebuah perusahaan akan memiliki sumber daya handal yang mampu
menunjang kinerja dan produktivitasnya di masa mendatang. Dengan kata
lain, investasi dalam pelatihan tidak kalah penting dengan investasi per­
alatan maupun modal.
Pelatihan merupakan komponen yang sangat penting untuk mening­
katkan daya saing perusahaan. Namun pelatihan yang dilaksanakan harus
relevan atau sejalan dengan kegiatan MSDM lainnya seperti pelatihan
tersebut mendukung dilaksanakannya penilaian prestasi kerja karyawan,
peningkatan motivasi kerja karyawan serta mendukung untuk pelaksanaan
manajemen karir. Untuk mengetahui konsep dasar secara menyeluruh,
maka perlu dilakukan pengkajian tentang pengertian pelatihan, tujuan
pelatihan, beberapa prinsip pembelajaran dan metode pelatihan serta
pelaksanaan pelatihan yang efektif.
Berbagai pengertian mengenai pelatihan telah banyak dikemukakan
oleh para ahli dalam bidang sumber daya manusia. Pada umumnya pelatihan
merupakan suatu proses sistematik untuk mengubah perilaku, pengetahuan
dan motivasi dari pekerja saat ini serta untuk memperbaiki kesesuaian
an­tara karakteristik pekerja dan syarat-syarat pekerjaan. Filippo (1992: 215)
mendefinisikan pelatihan sebagai proses untuk meningkatkan keterampilan
dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Istilah pelatihan sering kali di­
iden­tifikasi dengan pengembangan, namun kedua istilah tersebut memi­
liki esensi dan sasaran yang berbeda. Pelatihan dimaksudkan untuk mem­
perbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja
tertentu, terinci dan rutin untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang.
Sedangkan pengembangan dimaksudkan untuk menyiapkan karyawan
yang memegang tanggungjawab pekerjaan untuk waktu yang akan datang.
Selain itu, Komaruddin Sastradipoera (ZOO6: 122) mengungkapkan
bahwa pelatihan terdiri dari beberapa definisi, yaitu:
1. Pelatihan adalah suatu jenis proses pembelajaran untuk mem­
peroleh dan meningkatkan keterampilan di luar system pengem­
bangan sumber daya manusia yang berlaku dalam waktu yang
relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek
dari pada teori.
2. Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang
menggunakan prosedur yang sistematik dan terorganisasi yang
dengan prosedur itu personalia non manajerial belajar pengetahuan
dan keterampilan teknis untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Pelatihan adalah suatu proses pembelajaran yang berhubungan
dengan upaya pengubahan tingkah laku sumber daya manusia
agar tingkah laku sesuai dan memadai untuk kebutuhan dan
tujuan tertentu.

Menurut Gomes (19971 197), “Pelatihan adalah setiap usaha untuk


memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang
menjadi tanggungjawabnya. Idealnya, pelatihan harus dirancang untuk
mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, yang pada waktu bersamaan juga
mewujudkan tujuan-tujuan para pekerja secara perorangan. Pelatihan
sering dianggap sebagai aktivitas yang paling umum dan para pimpinan
mendukung adanya pelatihan karena melalui pelatihan, para pekerja akan
menjadi lebih terampil dan karenanya akan lebih produktif sekalipun
manfaat-manfaat tersebut harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita
ketika pekerja sedang dilatih”.
Pelatihan menurut Gary Dessler (1997: 263) adalah “sebuah proses
mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar
yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Sedangkan
menurut John R. Schermerhorn, Jr (1999: 323), pelatihan merupakan
“Serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan
dan meningkatkan ketrampilan yang berkaitan dengan pekerjaan”. Pelatihan
merupakan Salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia
dalam Elunia perhotelan. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah
bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang

150 Sumber Daya Manusia Strategik


dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain
sebagainya.
Pelatihan merupakan wahana untuk membangun SDM menuju era
globalisasi yang penuh dengan tantangan. Karena itu kegiatan pelatihan
tidak dapat diabaikan begitu saja terutama dalam memasuki era persaingan
yang semakin ketat, tajam, dan berat pada abad millennium ini. Pelatihan
sangat penting bagi karyawan baru maupun karyawan lama. Pelatihan
secara singkat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan
kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang. Veithzal Rivai (ZOOS: 226)
mencatat bahwa terdapat beberapa hal penting untuk mengetahui konsep
pelatihan lebih lanjut, yaitu:
a) Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku
pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan
dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan
pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan mem­
bantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu
agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.
b) Program pelatihan formal adalah usaha pemberi kerja untuk mem­
berikan kesempatan kepada pegawai untuk memperoleh pekerjaan
atau bidang tugas yang sesuai dengan kemampuan, sikap dan
pengetahuannya.

Pelatihan adalah suatu bentuk edukasi dengan prinsip-prinsip pem­


belajaran. Langkah-langkah berikut dapat diterapkan dalam pelatihan:
a) Pihak yang diberikan pelatihan (trainee) harus dapat dimotivasi
untuk belajar.
b) Trainee harus mempunyai kemampuan untuk belajar
c) Proses pembelajaran harus dapat dipaksakan atau diperkuat
d) Pelatihan harus menyediakan bahan-bahan yang dapat dipraktikkan
atau diterapkan
e) Bahan-bahan yang dipresentasikan harus memiliki arti yang
lengkap dan memenuhi kebutuhan
f) Materi yang diajarkan harus memiliki arti yang lengkap dan
memenuhi kebutuhan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan


pada dasarnya adalah:
a) Proses sistematik dan integral untuk mendidik para pekerja tentang

Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan 151


berbagai keterampilan yang dibutuhkan oleh pekerja tersebut
maupun organisasi.
b) Pelatihan merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang
dilangsungkan dalam jangka waktu tertentu, metode dan teknik
tertentu, serta tujuan baik yang berorientasi jangka panjang, maupun
jangka pendek dalam meningkatkan kinerja dan menambah
tingkat kehandalan karyawan.

B. Tujuan dan Manfaat Pelatihan


Dalam melangsungkan pelatihan, perlu disadari bahwa paling tidak
terdapat tiga bidang kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan proses
manajemen, seperti dinyatakan oleh Hersey dan Blanchart (19921 5) yaitu:
a. Kemampuan teknis (technical skill), kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh
dari pengalaman, pendidikan dan training.
b. Kemampuan sosial (human atau social skill), kemampuan dalam
bekerja dengan melalui orang lain, yang mencakup pemahaman
tentang motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif.
c. Kemampuan konseptual (conceptual skill) yaitu: kemampuan
untuk memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang
gerak unit kerja masing-masing ke dalam bidang operasi secara
menyeluruh. Kemampuan ini memungkinkan seseorang bertindak
selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh dari pada
hanya atas dasar tujuan kebutuhan keluarga sendiri.

Tujuan-tujuan tersebut di atas tidak akan dapat dicapai, kecuali jika


pihak manajemen sebuah perusahaan menyadari betul akan pentingnya
latihan yang sistematis dan karyawan-karyawan sendiri percaya bahwa mereka
akan memperoleh keuntungan. Tujuan pengembangan pegawai jelas
barmanfaat atau berfungsi baik bagi organisasi maupun karyawan sendiri.
Poin tersebut di atas merupakan hal-hal yang harus dipelajari dalam
sebuah pelatihan guna mendukung pengembangan MSDM secara umum.
Adapun tujuan dari pelatihan sendiri, sebagaimana dinyatakan oleh Carrel
et, Al., (1995: 401), pada dasarnya dapat dirangkum dalam tujuh tujuan
utama, yaitu:
a) Meningkatkan kualitas kinerja
b) Memperbaharui keterampilan karyawan (up date employee skills)

152 Sumber Daya Manusia Strategik


c) Menghindarkan penerapan manajerial yang telah using (avoid
managerial obsolescence)
d) Memecahkan masalah organisasi
e) Memberikan bekal pelatihan kepada karyawan baru sebagai
orientasi
f) Mempersiapkan karyawan yang akan dipromosikan serta untuk
pengelolaan suksesi kepemimpinan (managerial succession)
g) Memenuhi kebutuhan pertumbuhan karyawan (satisfy personal
growth needs)

Filippo (1992: 215) juga merangkum beberapa tujuan dari pelatihan


yakni untuk memberi manfaat bagi organisasi berupa peningkatan
produktivitas, moral, pengurangan biaya dan stabilitas serta keluwesan
(fleksibilitas) organisasi yang makin besar untuk menyesuaikan diri dengan
Program-program semacam itu. Selain itu juga akan membantu karyawan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dalam usaha mencari peker­
jaan yang bermakna bagi karir seumur hidup.
Sedangkan manfaat dari adanya pelatihan ini adalah sebagai berikut;
a. Manfaat untuk Karyawan
- Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan
masalah yang lebih efektif
- Melalui pelatihan dan pengembangan, variable pengenalan,
pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan
dapat diinternalisasi dan dilaksanakan
- Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan
rasa percaya diri
- Membantu karyawan mengatasi stress, tekanan, frustasi, dan
konflik
- Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan
kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap
- Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan
- Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi dan meningkatkan
keterampilan interaksi
- Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih
- Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan
- Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan
- Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan
menulis dengan latihan

Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan 153


- Membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru

b Manfaat untuk Perusahaan


- Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang
lebih positif terhadap orientasi profit
- Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level
perusahaan
- Memperbaiki moral MSDM
- Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan
- Membantu menciptakan citra perusahaan yang lebih baik
- Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan
- Meningkatkan hubungan antara atasan dan bawahan
- Membantu pengembangan perusahaan
- Belajar dari peserta
- Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan
perusahaan
- Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa
depan
- Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan
masalahyang lebih efektif
- Membantu pengembangan promosi dari dalam
- Membantu pengembangan keterampilan kepemimpinan, motivasi,
kesetiaan, sikap dan aspek lain yang biasanya diperlihatkan pekerja
- Membantu meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan
kualitas kerja
- Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang seperti produksi,
SDM dan administrasi
- Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kompetensi dan
pengetahuan perusahaan
- Meningkatkan hubungan antar buruh dengan manajemen
- Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunakan konsutan
internal
- Mendorong mengurangi perilaku merugikan
- Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan
- Membantu meningkatkan komunikasi organisasi
- Membantu karyawan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
- Membantu menangani konflik sehingga terhindar dari stress dan
tekanan kerja.

154 Sumber Daya Manusia Strategik


c. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antar grup dan pelaksanaan
kebijakan
- Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual
- Membantu dalam orientasi bagi karyawan baru dan karyawan
transfer atau promosi
- Memberikan informasi tentang kesamaan kesempatan dan aksi
afirmatif
- Memberikan informasi tentang hukum pemerintah dan kebijakan
internasional
- Meningkatkan keterampilan interpersonal
- Membuat kebijakan perusahaan, aturan dan regulasi
- Meningkatkan kualitas moral
- Membangun kohesivitas dalam kelompok
- Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan dan
koordinasi
- Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih untuk bekerja
dan hidup (Veithzal Rivai, 2005: 231)

Sedangkan Manullang (1990: 47) memberikan batasan tentang manfaat


nyata yang dapat diperoleh dengan adanya program pelatihan yang
dilaksanakan oleh organisasi/perusahaan terhadap karyawannya, yaitu
sebagai berikut:
a) Meningkatkan rasa puas karyawan.
b) Pengurangan pemborosan.
c) Mengurangi ketidakhadiran dan turn over karyawan.
d) Memperbaiki metode dan sistem kerja.
e) Menaikkan tingkat penghasilan.
f) Mengurangi biaya-biaya lembur.
g) Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin.
h) Mengurangi keluhan-keluhan karyawan.
i) Mengurangi kecelakaan kerja.
j) Memperbaiki komunikasi.
k) Meningkatkan pengetahuan karyawan
l) Memperbaiki moral karyawan.
m) Menimbulkan kerja sama yang lebih baik.

Manfaat lain yang diperoleh dari latihan kerja yang dilaksanakan oleh
setiap organisasi perusahaan menurut Soeprihanto (l997: 24) antara lain:

Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan 155


a. Kenaikan produktivitas; Kenaikan produktivitas baik kualitas
maupun kuantitas. Tenaga kerja dengan program latihan diharap­
kan akan mempunyai tingkah laku yang baru, sedemikian rupa
sehingga produktivitas baik dari segi jumlah maupun mutu dapat
ditingkatkan.
b. Kenaikan moral kerja; Apabila penyelenggara latihan sesuai
dengan tingkat kebutuhan yang ada dalam organisasi perusahaan,
maka akan tercipta suatu kerja yang harmonis dan semangat kerja
yang meningkat.
c. Menurunnya pengawasan; Semakin percaya pada kemampuan
dirinya, maka dengan disadarinya kemauan dan kemampuan kerja
tersebut, para pengawas tidak terlalu dibebani untuk setiap harus
mengadakan pengawasan.
d. Menurunnya angka kecelakaan; Selain menurunnya angka peng­
awasan, kemauan dan kemampuan tersebut lebih banyak meng­
hindarkan para pekerja dari kesalahan dan kecelakaan.
e. Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja; Stabilitas di sini
diartikan dalam hubungan dengan pergantian sementara karyawan
yang tidak hadir atau keluar.
f. Mengembangkan pertumbuhan pribadi; Pada dasarnya tujuan
perusahaan mengadakan latihan adalah untuk memenuhi kebu­
tuhan organisasi perusahaan, sekaligus untuk perkembangan atau
pertumbuhan pribadi karyawan.

C. Beberapa Metode dan Teknik Pelatihan


Metode pelatihan menurut Bernadin (1998: 184) dibedakan menjadi
dua kategori: (1) metode pelatihan bersifat informasional atau informational
training method, dan (2) metode pelatihan bersifat eksperimental atau
experimental training method. Metode pelatihan yang bersifat informasional
pada umumnya digunakan untuk meningkatkan keterampilan serta sikap
namun tidak melalui pembelajaran secara langsung di lapangan. Teknik-
teknik yang dipergunakan dalam pelatihan informasional adalah dengan
metode kuliah (lecterus), penggunaan audio visual, Serta system belajar
sendiri atau self directed learning methods. Sedangkan metode pelatihan
yang bersifat experimental adalah on job training, computer based training
(CBT), simulasi dengan peralatan (equipment simulations), simulasi dengan
permainan (games and other simulations), analisa kasus, role playing, behavior
modeling, sensitivity or laboratory training.

156 Sumber Daya Manusia Strategik


Sedangkan metode pendidikan dan pelatihan yang baik menurut
Werther dan Davis, (1993: 315) tergantung pada enam hal yaitu (1)
efektivitas biaya, (2) isi program pelatihan yang disusun, (3) ketersediaan
fasilitas pelatihan, (4) kemampuan dari peserta, (5) kemampuan instruktur,
(6), penerapan prinsip belajar yang benar.
Program pelatihan ini dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja,
mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja.
Ada beberapa metode dan teknik pokok yang dapat digunakan dalam
program pelatihan ini (Handoko, 1995: 110), yaitu:
a. Metode praktis.
Teknik-teknik “on the job trainning” merupakan metode latihan yang
paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan yang
baru dengan supervisi langsung, seorang “pelatih” yang berpengalaman.
Berbagai macam teknik ini yang biasa digunakan dalam praktek adalah
sebagai berikut:
1. Rotasi jabatan merupakan latihan dengan memberikan kepada
karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang ber­
beda dan praktek berbagai macam ketrampilan manajerial.
2. Latihan instruksi pekerjaan merupakan latihan dengan memberi­
kan petunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada
pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan
tentang cara pelaksanaan pekerjaan sekarang.
3. Magang merupakan latihan dengan memberikan proses belajar
dari seorang atau beberapa orang yang telah berpengalaman.
Pen­dekatan itu dapat dikombinasikan dengan latihan “off job
trainning”. Hampir semua karyawan pengrajin (care off), seperti
tukang kayu dan ahli pipa atau tukang ledeng, dilatih dengan
program-program magang formal. Aksestensi dan internship adalah
bentuk lain program magang.
4. Pengarahan merupakan latihan dengan penyelia atau atasan
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam
pelaksanaan kerja rutin mereka. Hubungan penyelia dan karyawan
sehingga bawahan serupa dengan hubungan kotor-mahasiswa.
5. Penugasan sementara merupakan latihan dengan memberikan
penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota
panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan.
b. Metode simulasi.
Dengan metode ini karyawan peserta latihan representasi tiruan

Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan 157


(artificial). Suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya
seperti dalam keadaan sebenarnya. Di antara metode-metode simulasi
yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:
1. Metode Studi Kasus
Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata
disediakan. Aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar
kasus.Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk
mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan
merumuskan penyelesaian-penyelesaian altematif. Dengan metode
kasus, karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan
keputusan.
2. Permainan Rotasi Jabatan
Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para
karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peranan
yang berbeda. Peserta ditugaskan untuk individu tertentu yang
digambarkan dalam suatu periode dan diminta untuk menanggapi
para peserta lain yang berbeda perannya. Dalam hal ini tidak ada
masalah yang mengatur pembicaraan dan perilaku. Efektifitas
metode ini sangat bergantung pada kemampuan peserta untuk
memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang
ditugaskan kepadanya. Teknik role playing dapat mengubah sikap
peserta seperti misal menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan
individual, dan mengembangkan ketrampilan, ketrampilan antar
pribadi (interpersonal skill).
3. Permainan Bisnis
Bussiness (management) game adalah suatu simulasi pengambilan
keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis
nyata. Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan
bantuan komputer untuk mengerjakan perhitungan-perhitungan
yang diperlukan. Permainan di sistem dengan aturan-aturan
tentunya yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari study
operasi-operasi bisnis atau industri secara terperinci. Para peserta
memainkan “game” dengan memutuskan harga produk yang
akan dipasarkan, berapa besar anggaran penjualan, siapa yang
akan ditarik dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk melatih
para karyawan (atau bahkan para manajer) dalam pengambilan
keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan dalam
konteks tertentu.

158 Sumber Daya Manusia Strategik


4. Ruang Pelatihan
Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal,
organisasi menggunakan vestibule trainning. Bentuk latihan ini
bukan dilaksanakan oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-
pelatih khusus. Area-area yang terpisah dibangun dengan berbagai
jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan
sebenarnya.
5. Latihan Laboratorium
Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama
digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar
pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal
adalah latihan sensitivitas dimana peserta belajar menjadi lebih
sensitif (peka) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan.
Latihan ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku
bagi tanggung jawab pekerjaan di waktu yang akan datang.
6. Program-program pengembangan eksekutif
Program-program ini biasanya diselenggarakan di Universitas
atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa
mengirimkan para karyawannya untuk mengikuti paket-paket
khusus yang ditawarkan ; atau bekerjasama dengan suatu lembaga
pendidikan untuk menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk
penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi.

1. Langkah-langkah dalam Melaksanakan Pelatihan SDM


Program pelatihan terdiri dari lima langkah menurut Gary Dessler
(2004: 217). Pertama, langkah analisis kebutuhan yaitu mengetahui kete­
ram­pilan kerja spesifik yang dibutuhkan, menganalisis keterampilan dan
kebutuhan calon yang akan dilatih dan mengembangkan pengetahuan
khusus yang terukur serta tujuan prestasi. Langkah kedua, merancang
instruksi, untuk memutuskan, menyusun dan menghasilkan isi program
pelatihan, termasuk di antaranya menyediakan buku kerja, latihan dan
aktivitas dengan pelatihan kerja langsung dan mempelajarinya yang dibantu
pula dengan perangkat teknologi (komputer). Ketiga, langkah validasi yaitu
program pelatihan dengan menyajikannya kepada beberapa pemirsa yang
bisa diwakili. Langkah keempat adalah menerapkan program itu, yaitu
melatih karyawan yang ditargetkan. Kelima adalah langkah evaluasi dan
tindak lanjut, dimana manajemen menilai keberhasilan atau kegagalan
suatu program.

Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan 159


Selanjutnya, John Bernadin (1998: 176) mengemukakan dengan lebih
sederhana namun cukup lengkap mengenai konsep langkah-langkah proses
pelatihan. Pada tahap pertama yaitu analisa kebutuhan pelatihan. Kebu­tuhan
pelatihan dikaji tiga hal yaitu: tentang organisasi, pekerjaan atau jabatan
serta sumber daya manusia. Dalam menganalisis organisasi, hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah tujuan dan sasaran organisasi, ketersediaan
sumber daya yang ada, ketersediaan mutu dan keterampilan karyawan yang
ada. Dalam menganalisis tugas atau jabatan (job analysis) pada prinsipnya
diidentifikasi keperluan pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan pemegang
jabatan sehingga ia benar-benar menguasai bidang tugasnya.
Sedangkan dalam analisis sumber daya manusia, diidentifikasi siapa
yang memerlukan pelatihan dan jenis pelatihan yang bagaimana yang
benar-benar diperlukan oleh karyawan tersebut. Sesuai dengan hasil analisa
kebutuhan pelatihan tersebut kemudian disusun suatu program/kurikulum
pelatihan. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan atau pengembangan
program pelatihan maka yang perlu dilakukan adalah merancang system
pelatihan yang kondusif serta menerapkan pembelajaran berdasarkan
prinsip-prinsip yang benar.
Menurut John Bernadin (1998: 191) seclangkan pada tahap evaluasi
pelatihan hal-hal yang dipantau adalah:
- Reaksi
Untuk mengetahui reaksi para peserta yang telah mengikuti
pelatihan menggunakan kuesioner pada akhir pelatihan.
- Pelajaran
Informasi yang diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah untuk
mengetahui penguasaan konsep-konsep dari peserta, pengetahuan
dan keterampilan yang diberikan. Ini biasanya dilakukan melalui
tes tulis atau latihan simulasi.
- Tingkah Laku
Perilaku dari peserta, sebelum dan sesudah pelatihan dapat
dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh pelatihan
terhadap prestasi karyawan.
- Hasil
Tujuan dari pengumpuan informasi pada level ini untuk menguji
dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara
keseluruhan. Data bisa dikumpulkan sebelum dan sesudah pela­
tihan atas dasar criteria produktivitas, tingkat kehadiran, perbaikan
kualitas, keluhan-keluhan kepuasan dan sejenisnya.

160 Sumber Daya Manusia Strategik


Latihan/ training adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang ber­
maksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap dan tingkah
laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawan sesuai dengan
keinginan dari perusahaan yang bersangkutan. Proses latihan dilaksanakan
setelah terjadi penerimaan karyawan sebab latihan hanya diberikan kepada
karyawan dari perusahaan yang bersangkutan. Sebenarnya pelatihan
saat ini makin menonjol setelah ada kecenderungan bagi perusahaan
untuk menerima juga karyawan yang belum berpenglaman. Ini mungkin
berdasarkan pertimbangan bahwa cara ini mungkin lebih baik. Ataupun
mungkin pertimbangan bahwa usaha mendapatkan karyawan yang sudah
berpengalaman agak sulit karena pada umumnya mereka sudah bekerja
pada perusahaan yang lain.
Ada beberapa sasaran yang ingin dicapai dengan mengadakan pelatihan,
diantaranya sebagai berikut: (1) Pekerjaan diharapkan lebih cepat dan lebih
baik, (2) Penggunaan bahan dapat lebih hemat, (3) Penggunaan mesin dan
peralatan diharapkan dapat lebih lama, (4) Angka kecelakaan diharapkan
lebih kecil, (5) Tanggung jawab diharapkan lebih besar, (6) Biaya produksi
diharapkan lebih rendah, (7) Kelangsungan perusahaan diharapkan lebih
terjamin.
Manfaat yang diperoleh dari latihan adalah (1) Mengurangi pengawasan,
(2) Meningkatkan rasa percaya diri pegawai, (3) Meningkatkan kerja
sama antar pegawai, (4) Memudahkan pelaksanaan rotasi dan mutasi, (5)
Memudahkan pelaksanaan pendelegasian wewenang.
Dalam melaksanakan latihan, pasti memiliki efek samping yang timbul
yang tidak diinginkan yaitu hilangnya sebagian waktu yang produktif, biaya
yang terlalu tinggi, harapan dari karyawan yang terlalu besar berpindahnya
karyawan yang telah mendapat latihan.
Pelaksanaan latihan tidak ada ketentuan secara mutlak mana yang lebih
baik antara latihan sendiri atau menyerahkan latihan tersebut kepada pihak
ketiga seperti yang banyak dilakukan oleh perusahaan pada saat ini. Karena
semua itu tergantung pada situasi dan kondisi serta tujuan masing-masing.
Suatu metode yang tepat misalnya akan sia-sia apabila instrukturnya tidak
dapat menyampaikan pelajaran-pelajaran dengan baik kepada mereka yang
diajar. Oleh karena itu dalam penyelenggaraan latihan kita harus hati-hati
dalam memilih instruktur.
Pelatihan pada umumnya bermaksud untuk mengembangkan perilaku
tertentu guna memenuhi tuntutan tugas-tugas jabatan sehingga pegawai
sepenuhnya dapat berfungsi optimal dalam jabatannya. Setiap individu

Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan 161


pegawai sesungguhnya telah memiliki berbagai kemahiran, pengetahuan
dan keterampilan kerja atau yang lebih dikenal sebagai kualifikasi pegawai
dalam wujudnya sebagai pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap kerja.
Disisi lain sejumlah jabatan juga memiliki tuntutan atau persyaratan jabatan
yang juga menyangkut aspek-aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap-
sikap kerja tertentu. Bila keduanya, yakni persyaratan jabatan dan kualifikasi
individu pegawai kita bandingkan satu sama lain mungkin akan diketahui
adanya kesenjangan atau gap. Perbedaan antara apa yang dilakukan dengan
apa yang dipersyaratkan oleh jabatan yang didudukinya disebut sebagai
training gap. Kegiatan pelatihan dimaksudkan sebagai proses sistematik
untuk memperkecil dan bahkan juga menghilangkan training gap.
Pelatihan bersama-sama dengan pendidikan dan pengalaman pegawai
menjadi salah satu penentu tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam
menjalankan fungsi dan tugas-tugas jabatannya. Setelah pendidikan yang
diperoleh seseorang dari institusi pendidikan formal pada umumnya
membekali anak didik dengan kemampuan dasar pemeahan masalah dari
tingkat permasalahan sederhana, agak kompleks sampai yang bertaraf
sangat kompleks, maka pelatihan secara khusus akan membekali seseorang
dengan pengetahuan, kererampilan dan sikap-sikap kerja khusus, guna
menjalankan fungsi dan tugas-tugas jabatannya di lingkup organisasi perusa­
haan. Secara proses, waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk men­
capai keterampilan optimal dalam menjalankan tugas-tugas jabatannya di
suatu organisasi perusahaan akan lebih cepat ditempuh melalui pelatihan
daripada bila hal tersebut ditunggu lewat perolehan pengalaman kerja.
Perbandingan antara lamanya waktu yang diperlukan oleh pegawai
untuk mencapai taraf kinerja optimal melalui dua proses, yaitu pelatihan
terhadap pengalaman, diketahui bahwa yang menerima pelatihan cenderung
lebih cepat mencapai taraf kerja optimal dibandingkan dengan yang
men­jalaninya langsung melalui pengalaman kerja. Sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari totalitas upaya perusahaan untuk meningkatkan
kualifikasi para pegawainya, maka kegiatan pelatihan seyogyanya mendapat­
kan prioritas perhatian yang seksama sebelum melengkapinya dengan pem­
berian pengalaman kerja yang telah diatur melalui kebijakan karir jabatan.
Agar kegiatan pelatihan efektif, maka perlu direncanakan dan dise­
lenggarakan sesuai dengan rencananya serta dievaluasi secara berkala
yang hasil evaluasinya akan mempengaruhi perencanaan program latihan
selanjutnya. Daur kegiatan pelatihan tersebut secara umum wajib diikuti
karena organisasi perusahaan merupakan system yang dinamis dan bersifat

162 Sumber Daya Manusia Strategik


terbuka pada pengaruh internal dan eksternal perusahaan, belum tentu
akan tetap sama keadaannya bila dibandingkan dengan kebutuhan dan
kondisi nyata perkembangan perusahaan di masa mendatang. Karena pela­
tihan dengan segenap biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
serta tersitanya waktu kerja produktif pegawai secara keseluruhan pada
hakekatnya merupakan kegiatan investasi perusahaan di bidang sumber
daya manusia. Oleh karena itu, nilai investasi tersebut harus dihitung
secara cermat agar mendatangkan manfaat optimal bagi perusahaan serta
para pegawai yang menjadi peserta pelatihan itu sendiri.

2. Sasaran Pelatihan
Pada dasarnya setiap kegiatan yang terarah tentu harus mempunyai
sasaran yang jelas, memuat hasil yang dicapai dalam melaksanakan kegiatan
tersebut. Demikian pula dengan program pelatihan. Hasil yang ingin dicapai
hendaknya dirumuskan dengan jelas agar langkah-langkah persiapan dan
pelaksanaan pelatihan dapat diarahkan untuk mencapai sasaran yang
ditentukan. Sasaran pelatihan yang ditentukan dapat dirumuskan dengan
jelas akan dijadikan acuan penting dalam menentukan materi yang diberi­
kan, cara dan sarana yang diperlukan. Sebaliknya, sasaran yang tidak spe­
si­fik atau terlalu umum akan menyulitkan penyiapan dan pelaksanaan
pelatihan sehingga dapat menjawab kebutuhan pelatihan.
Sasaran pelatihan dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Menjamin konsistensi dalam menyusun program pelatihan yang
mencakup materi, metode, cara penyampaian, sarana pelatihan;
- Memudahkan komunikasi antara penyusun program pelatihan
dengan pihak yang memerlukan pelatihan;
- Memberikan kejelasan bagi peserta tentang apa yang harus
dilakukan dalam rangka mencapai sasaran;
- Memudahkan penilaian peserta dalam mengikuti pelatihan;
- Memudahkan penilaian hasil program pelatihan;
- Menghindari kemungkinan konflik antara penyelenggara dengan
orang yang meminta pelatihan mengenai efektivitas pelatihan
yang diselenggarakan.

Selain itu, perlu diketahui pula jenis sasaran pelatihan, sehingga setiap
pelatihan yang diselenggarakan akan mencapai sasaran:
a. Berdasarkan Tingkatannya
1) Sasaran Primer, sasaran ini merupakan inti dari program pelatihan.

Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan 163


Sasaran primer ini sangat penting karena akan memberikan
arti kejelasan dan kesatuan atas segala kegiatan selama kegiatan
pelatihan berlangsung.
2) Sasaran Sekunder, sasaran ini merupakan inti dari masing-masing
pelajaran dalam suatu program pelatihan. Sasaran sekunder ini
sesungguhnya sebagai penjabaran lebih lanjut dan sekaligus
merupakan bagian integral dari sasaran primer.
b. Berdasarkan Kontennya
1) Berpusat pada kegiatan instruktur, yaitu menggambarkan apa
yang dilakukan instruktur selama pelatihan dilaksanakan (seperti:
mendemonstrasikan cara menggunakan program Microsoft word).
2) Berpusat pada bahan pelajaran, yaitu menggambarkan bahan yang
disampaikan dalam pelatihan

3. Kebutuhan Pelatihan
Pelatihan akan berhasil jika proses mengisi kebutuhan pelatihan yang
benar. Pada dasarnya kebutuhan itu adalah untuk memenuhi kekurangan
pengetahuan, meningkatkan keterampilan atau sikap dengan masing-masing
kadar yang bervariasi. Kebutuhan dapat digolongkan menjadi:
a. Kebutuhan memenuhi tuntutan sekarang. Kebutuhan ini biasanya
dapat dikenali dari prestasi karyawannya yang tidak sesuai dengan
standar hasil kerja yang dituntut pada jabatan itu: Meskipun tidak
selalu penyimpangan ini dapat dipecahkan dengan pelatihan.
b. Memenuhi kebutuhan tuntutan jabatan lainnya. Pada tingkat
hierarki manapun dalam perusahaan sering dilakukan rotasi
jabatan. Alasannya bermacam-macam, ada yang menyebutkan
untuk mengatasi kejenuhan, ada juga yang menyebutkan untuk
membentuk orang generalis. Seorang manajer keuangan, sebelum
dipromosikan menjadi general manajer tentunya perlu melewati
jabatan fungsional lainnya.
c. Untuk memenuhi tuntutan perubahan. Perubahan-perubahan
baik intern maupun ekstern sering memerlukan adanya tambahan
pengetahuan baru. Meskipun pada saat ini tidak ada persoalan
antara kemampuan orangnya dengan tuntutan jabatannya, tetapi
dalam rangka menghadapi kebutuhan di atas dapat diantisipasi
dengan adanya pelatihan yang bersifat potensial.

164 Sumber Daya Manusia Strategik


D. Case Study
Setelah mempelajari materi di atas, tugas Anda adalah mencari satu
atau lebih perusahaan, dan lakukan analisis dan uraikan tentang poin-
poin berikut:
1. Pelatihan pegawai dan manfaat pelatihan terhadap keberadaan
perusahaan secara keseluruhan.
2. Metode pelatihan apa yang digunakan, apa kelebihan metode
tersebut? Lengkapi jawaban Anda dengan contoh perusahaan
yang ada di lapangan.
3. Saran dan masukan Anda tentang apa yang seharusnya dilakukan
perusahaan terhadap pelatihan yang telah dilangsungkan.

Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan 165


166 Sumber Daya Manusia Strategik
8 PERFORMANCE APPRAISAL
Penilaian Kinerja dalam Perusahaan

A. Pengertian Kinerja
Terdapat banyak pengertian yang diajukan tentang kinerja, meskipun
pengertian-pengertian tersebut pada dasarnya memiliki kemiripan satu
sama lain. Istilah kinerja ini dipadankan dari istilah “performance “ dalam
bahasa Inggris, yang berarti perbuatan, tindakan, penampilan dan lainnya.
Namun, dalam ilmu manajemen, istilah kinerja ini selalu mendapatkan
perluasan pengertian yang dikaitkan terutama dengan pekerjaan dan kua­
litas atau tingkatan upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu,
baik dalam sebuah organisasi ataupun perusahaan. Kinerja merupakan
salah satu elemen penting yang harus terdapat dalam sebuah perusahaan
dengan tingkat yang ditetapkan sebagai acuan.
Beberapa pengertian dan definisi dari kinerja yang bisa kita sebutkandi
sini antara lain:
a) Barry Cushway (2002: 1998): “Kinerja adalah menilai bagaimana
seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah
ditentukan”.
b) Amstrong dan Baron (1998: 15): Kinerja adalah tentang melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut.
Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana
cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang
mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi,
kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.
c) Robert L. Mathis dan John H. Jackson (dalam Jimmy Sadeli dan
Bayu Prawira, 2001: 78): “kinerja pada dasamya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.
d) John Whitmore (1997: IO4): “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-
fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu
prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan
suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada
pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu
instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi
atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negative
dari suatu kebijakan operasional.

Pengertian-pengertian kinerja di atas secara umum menyorot perihal


tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam keberadaannya baik sebagai
anggota, pegawai, manager, bahkan pimpinan dari sebuah organisasi,
perusahaan ataupun kelompok kerja tertentu. Karena itu, istilah dan
konsep tentang kinerja ini banyak menghiasi kajian dan praktik di bidang
manajemen, sebagai salah satu konsep vital yang menentukan gerak dan
perkembangan dari manajemen tertentu.
Pentingnya kinerja ini sangat disadari oleh kalangan pemerhati bidang
manajemen, bahkan para pelaku dunia usaha dan industry itu sendiri.
Karena itu, tak heran jika kinerja kemudian dirumuskan dalam bahasa yang
lebih matematis, agar ia bisa diukur sehingga upaya-upaya peningkatannya
juga bisa dirancang.
Beberapa rumusan tentang kinerja yang disebutkan oleh para ahli, di
antaranya adalah:
- Polter dan Lawer membuat rumusan kinerja sebagai hasil perkalian
antara Effort (usaha), kemampuan dan role perception (pemahaman
peran), dengan rumus sebagai berikut:

Kinerja = f (motivasi, kemampuan, pemahaman peran)

- Blumberg dan Pringle (dalam Robbins, 1996: 233) mengemukakan


bahwa kinerja merupakan fungsi perkalian dari kemampuan, motivasi
(motivation) dan opportunity to perform (kesempatan untuk berpartisipasi),
dengan rumusan sebagai berikut:

Kinerja = f (kemampuan x motivasi x opertunity to perform)

Opportunity to Perform di atas menurut Robbins (1996: 233) adalah


kesempatan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi jika seseorang
mendapatkan support (dorongan), bantuan atau fasilitas dari luar seperti;
kondisi tempat kerja yang nyaman, fasilitas yang mencukupi, peralatan

168 Sumber Daya Manusia Strategik


dan perlengkapan kerja yang memadai, adanya arahan yang jelas dari
pihak manajemen, tersedianya informasi yang diperlukan, dan lain
sebagainya.
- John W Atkinson menguraikan rumusan lain tentang kinerja ini dengan
mengatakan bahwa performance (kinerja) seseorang merupakan fungsi
dari perkalian antara motivasi dan kemampuan/kecakapan (ability):

Kinerja=f(kemampuanxmotivasi)

Dari tiga rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja pada


dasarnya merangkum dua hal utama, yakni motivasi dan kemampuan.
Dua hal ini ditambah dengan faktor-faktor pendukung lainnya, seperti
pemahaman peran, ataupun kesempatan untuk melakukan sesuatu.
Mengingat pentingnya dampak dari kinerja ini terhadap kondisi sebuah
organisasi ataupun perusahaan secara umum, maka kalangan ahli mana­
jemen kemudian juga merumuskan beberapa faktor terkait keberadaan
kinerja ini, mulai dari faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seseorang,
hingga karakteristik personel yang memiliki kinerja unggul.
Dalam rumusan tentang kinerja sebelumnya, disebutkan bahwa
kinerja merupakan fungsi dari perkalian antara motivasi dan kemampuan
yang kemudian disokong juga oleh faktor-faktor lain. Dari sini, dapat di­
kemukakan bahwa semakin tinggi motivasi seseorang dalam bekerja,
semakin baik pula kinerjanya. Kopelman (1986) dalam hal ini menyatakan
bahwa variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang
pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Beberapa
penelitian lainnya juga menemukan kaitan erat antara motivasi dengan
peningkatan kinerja seseorang ini.
Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh
kesehatan pedesaan di Columbia, misalnya menghasilkan kesimpulan
bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap
kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Senada
dengan itu, Mitchell (1999) menyatakan bahwa motivasi bersifat individual,
dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga
berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, dapat disimpulkan bahwa pening­
katan kinerja individu dalam organisasi, pada akhirnya menuntut para manajer
untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui
suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih produktif.
Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk

Performance Appraisal, Penilaian Kinerja dalam Perusahaan 169


pengaturan sistem imbalan, struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan
komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling
percaya.
Gibson (1987) untuk hal di atas juga menyatakan bahwa terdapat
paling tidak 3 (tiga) faktor yang memengaruhi kinerja seseorang, yakni:
1) Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.
2 ) Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi
dan kepuasan kerja
3) Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemim­
pinan, sistem imbalan (reward system)

Jika faktor-faktor yang memengaruhi kinerja tersebut dapat dikondisi­


kan dengan baik, maka secara otomatis kinerja seseorang juga akan semakin
meningkat. Dengan demikian, tugas para manajer ataupun pihak manaje­
men secara umum, adalah membuat segala faktor yang menunjang keberada­an
kinerja tersebut dapat terpenuhi dalam sebuah organisasi atau perusahaan.
Dari uraian di atas, dapat dirumuskan juga bahwa orang yang memiliki
kinerja tinggi adalah orang-orang yang termotivasi dalam bekerja, ditunjang
oleh kemampuan untuk mengembangkan pekerjaannya, serta didukung
pula oleh faktor-faktor lain, seperti kondisi tempat kerja, kepribadian,
hingga faktor kepemimpinan yang terdapat gada tempat di mana ia
bekerja. Mink (1993: 76) mengemukakan bahwa individu yang memiliki
kinerja yang tinggi pada umumnya memiliki beberapa karakteristik utama,
di antaranya; (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c)
berpengendalian diri, dan (d) kompetensi.

B. Mengapa Harus Menilai Kinerja?


Keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai visi dan misi sangat
tergantung dari kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki. Kualitas
Sumber Daya Manusia tersebut dapat ditunjukkan oleh kompetensi,
skills, dan kemampuan karyawan dalam menciptakan kualitas kerja yang
professional dalam membangun sebuah teamwork dalam organisasi.
Sehingga ada kemungkinan dalam organisasi terdapat dua jenis karyawan
yang berkualitas dan kurang berkualitas, yang dapat dilihat dari kinerja
dan keefektifan mereka dalam melaksanakan tugas.
Untuk mengetahui bagaimana keefektifan sumber daya manusia dalam
organisasi maka perlu dilakukan suatu evaluasi yang dapat digunakan

170 Sumber Daya Manusia Strategik


sebagai dasar penilaian kinerja karyawan dan pimpinan dalam usaha
mencapai visi dan misi organisasi.
Penilaian kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar kompetensi
organisasional, sebagai dasar membuat perencanaan dan dapat memotret
“kekurangan” dari kinerja organisasi secara keseluruhan, sehingga penilaian
tersebut seharusnya dilakukan baik untuk karyawan maupun pimpinan.
Pada era global yang menghadapkan organisasi pada persaingan bisnis yang
ketat, penilaian kinerja harus lebih bersifat agregat atau menyeluruh meliputi
setiap anggota organisasi yang ada. Pandangan klasik yang meng­anggap
bahwa penilaian hanya pantas untuk bawahan saja harus diting­galkan
dan proses penilaian harus dijalankan sebagai sesuatu yang memberikan
outcomes bagi organisasi.
Tujuan penilaian kinerja secara umum adalah menghasilkan informasi
yang akurat dan sahih berkenaan dengan perilaku dan kinerja anggota
organisasi. Tujuan tersebut biasanya dapat digolongkan ke dalam tujuan
evaluasi dan tujuan pengembangan. Dalam pendekatan evaluasi seorang manajer
menilai kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluator menggunakan
rating deskriptif untuk menilai kinerja, dan setelah itu menggunakan data
tersebut dalam keputusan-keputusan promosi (perpindahan karyawan dari
satu jabatan ke jabatan yang lebih tinggi tingkat tanggung jawabnya, gajinya,
dan jenjang organisasionalnya), demosi (perpindahan karyawan dari satu
jabatan ke jabatan yang lebih rendah tingkat tanggung jawabnya, gajinya,
dan jenjang organisasionalnya), terminasi (penghentian/pemecatan
karyawan), dan kompensasi (imbalan).
Sementara dalam pendekatan pengembangan, seorang manajer
mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang individu dimasa mendatang.
Aspek pengembangan dari penilaian kinerja ini nantinya akan mendorong
pertumbuhan karyawan. Dengan mengkombinasikan baik aspek evaluasi
maupun aspek pengembangan, penilaian kinerja dengan demikian
harus: 1) menyediakan basis bagi tindakan-tindakan personalia; dan 2)
meningkatkan pendayagunaan sumber daya manusia melalui penempatan
pekerjaan yang lebih baik dan spesifikasi kebutuhan-kebutuhan latihan
(Walker, dalam Hasibuan, 2003: 132).
Meskipun penilaian kinerja sangat penting untuk dilakukan, bagi
beberapa organisasi, kata “performance review” masih mendapat tanggapan
yang negatif dan dianggap sebagai suatu aktivitas yang merugikan. Untuk
pimpinan, proses penilaian sering mempertimbangkan pemakaian waktu
dan beberapa perasaan yang tidak menyenangkan dalam mengevaluasi

Performance Appraisal, Penilaian Kinerja dalam Perusahaan 171


staff mereka. Sedangkan bagi karyawan ada semacam ketakutan untuk
menerima umpan balik yang negatif dari pimpinan mereka.
Mengevaluasi kinerja karyawan maupun pimpinan adalah suatu
kegiatan yang cenderung melukai hati (nettlesome project) dan hal ini menjadi
lebih kompleks karena indikator yang dapat dinilai terdiri dari berbagai
faktor fisik maupun psikis yang sulit diukur. Proses penilaian kinerja yang
rasional dan obyektif perlu diperjuangkan karena menyangkut masalah
pribadi/hubungan antar pribadi, perasaan tidak tega untuk menilai secara
benar dan juga dipengaruhi oleh politik organisasi yang berkembang saat
itu. Hal itu dapat menjadi penghalang pencapaian proses evaluasi kinerja
yang bersih dan obyektif.
Hakekat penilaian kinerja sebagai kegiatan Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan
peker­jaan oleh seorang pekerja. Dari hasil pengamatan tersebut dilakukan
pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk penetapan keputusan mengenai
keberhasilan atau kegagalannya dalam bekerja. Penilaian tersebut dilakukan
sebagai proses mengungkapkan kegiatan manusia dalam bekerja yang sifat
dan bobotnya ditekankan sebagai perilaku manusia sebagai perwuju dan
dimensi kemanusiaan, sehingga pengukuran yang dilakukan bukan secara
matematis yang sifatnya pasti. Kesulitan melakukan penilaian secara matematis
disebabkan oleh banyaknya aspek psikis yang tidak dapat dinyatakan dalam
bentuk angka, diantaranya aspek emosionalitas pekerja sebagai manusia.
Aspek psikis dalam penilaian sangat mudah menimbulkan perasaan
tersinggung karena sifat sensitif manusia, bilamana hasil evaluasi tidak
sesuai dengan usaha yang telah dilakukannya/tidak obyektif. Penilaian
kinerja yang kegiatannya sering menyentuh kelemahan atau kekurangan
individu, seringkali dirasakan sebagai pelanggaran hak asasi. Oleh karena
itu proses penilaian harus dilakukan dengan sangat hati-hati dengan
mendapatkan feedback baik dari pimpinan serta kawan sebaya (peer).
Hasil penilaian yang menyatakan kelemahan atau kekurangan pekerja,
maupun prestasi atau kelebihannya, pada dasamya merupakan informasi
yang sangat berharga bagi para pimpinan. Hasil evaluasi tersebut tidak
dapat dilepaskan kaitannya dengan keputusan-keputusan dan kebijakan-
kebijakan pimpinan, khususnya atasan langsung pekerja yang dievaluasi.
Keberhasilan yang perlu dipertahankan dan bahkan ditingkatkan atau se­
baliknya kegagalan yang harus diperbaiki, sebagian diantaranya disebabkan
oleh keputusan yang tepat atau tidak tepat dari pimpinan. Oleh karena
itu setiap pimpinan harus dapat menempatkan hakekat penilaian kinerja

172 Sumber Daya Manusia Strategik


sebagai kegiatan yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik
(feedback). lnformasi-informasi tersebut akan berguna juga bagi pimpinan
untuk mempertahankan atau memperbaiki keputusan atau kebijakannya.
Umpan balik dari hasil penilaian hanya akan berguna jika dalam
men­diagnose pelaksanaan pekerjaan dan menemukan masalah-masalah,
juga mampu mengungkapkan sebab-sebabnya. Penilaian kinerja hanya akan
bermanfaat jika pimpinan/top manajer memberikan perhatian yang serius
terhadap sebab-sebab terjadinya kegagalan pelaksanaan pekerjaan dengan
berusaha untuk memperbaikinya. Perhatian dan usaha perbaikan yang dituju­
kan bagi pekerja harus bersifat bantuan karena motivasi untuk memperbaiki
kinerja harus datang dari pekerja itu sendiri. Untuk itu pekerja harus
mengetahui kelebihan dan kekurangannya beserta sebab-sebabnya agar
dapat melakukan tindakan yang tepat dalam melakukan perbaikan.

C. Metode Pengukuran dalam Menilai Kinerja


Salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah untuk merestruk­
turisasi dan mengelola proses penilaian kinerja yang fair dan akurat.
Tetapi dengan sedikit penelitian dan penerapan yang hati-hati akan dapat
diciptakan program penilaian yang dapat memuaskan kebutuhan baik
manajer dan staff. Manfaat penilaian kinerja adalah:
a) Menjaga staff untuk tetap terfokus pada tujuan dan sasaran
organisasi;
b) Memberikan training dan pengembangan yang diperlukan bagi
pekerja;
c) Memotivasi staff akuntansi untuk meningkatkan ketrampilan dan
job knowledge untuk memberikan kontribusi yang lebih besar bagi
organisasi;
d) Menyediakan sebuah tujuan dan dasar pertahanan secara legal
sebagai kunci bagi keputusan sumber daya manusia;
e) Meliputi promosi dan kenaikan gaji, dan memecahkan kembali
kesulitan dalam hubungan antar pekerja.

Dalam penilaian kinerja menentukan siapa yang harus melakukan


evaluasi adalah merupakan hal terpenting. Kuantitas dan kualitas
pengetahuan tugas mungkin bervariasi sesuai dengan tingkat organisasi,
demikian juga kedekatan pekerja dengan pemberi rating dalam evaluasi.
Penentuan tentang siapa yang akan melakukan evaluasi dianggap sebagai
hal penting karena tidak ada seorang pun dalam organisasi yang memiliki

Performance Appraisal, Penilaian Kinerja dalam Perusahaan 173


informasi terlengkap yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian.
Misalnya, seorang penyelia (pimpinan) mempunyai akses yang lebih besar
untuk informasi hasil dan kinerja penjualan dibandingkan dengan karyawan
atau pelanggan. Sedangkan bawahan (karyawan) mungkin mempunyai
informasi tentang hubungan antara pimpinan dan bawahannya, atau infor­
masi tentang kinerja rekan kerjanya. Oleh karena itu pihak yang berhak
melakukan penilaian kinerja adalah semua anggota organisasi agar terjadi
shares information yang berguna dalam proses evaluasi.
Sejalan dengan itu, Bernardin dan Russel (1998) mengajukan enam
kriteria primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu:
1. Quality, Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil
pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati
tujuan yang diharapkan.
2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah
rupiah, unit, siklus kegiatan yang dilakukan.
3. Timelinness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan
pada waktu yang dihendaki, dengan memperhatikan koordinasi
output lain serta waktu yang tersebut untuk kegiatan orang lain.
4. Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan
sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, dan
material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau
pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya
5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja
dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan
pengawasan seseorang supervisor untuk mencegah tindakan yang
kurang diinginkan.
6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai
memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama diantara rekan
kerja dan bawahan.

Dengan melibatkan beraneka ragam pemberi rating atau penilai yaitu


penyelia, bawahan, rekan sejawat dan diri sendiri dalam proses penilaian
dapat menghantarkan pihak ternilai untuk mengetahui sebab-sebab yang
mempengaruhi kinerjanya dan dapat memberi feedback bagi pengembangan
organisasi. Pendekatan itu sering disebut proses penilaian 360-degree
yaitu proses penilaian yang diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi organisasi.
Selain itu, terdapat beberapa cara penilaian kinerja yang secara strategis

174 Sumber Daya Manusia Strategik


dapat mengungkap kinerja bawahan secara lebih komprehensif. Berbagai
penilaian kinerja tersebut adalah:
1. Penilaian Atasan; Istilah atasan yang mengacu pada pimpinan
langsung bawahan yang sedang dievaluasi. Banyak perusahaan/
organisasi yang menganggap atasan lebih mengetahui pekerjaan
dan kinerja bawahan daripada siapapun dan karena itu organisasi
memberikan seluruh tanggung jawab penilaian kepada atasan.
2. Penilaian Diri Sendiri; Penggunanaan penilaian diri sendiri,
khususnya melalui partisipasi bawahan dalam menetapkan tujuan,
dipopulerkan sebagai komponen management by objectives (MBO).
Bawahan yang berpartisipasi dalam proses evaluasi mungkin
akan lebih terlibat dan punya komitmen pada tujuan. Partisipasi
bawahan mungkin juga akan membantu menjelaskan peran
karyawan dan mengurangi konflik peran.
3. Penilaian Rekan sejawat atau anggota tim; Penggunaan penilaian
anggota tim agaknya meningkat saat memasuki abad ke-21 ditinjau
dari fokus korporasi Amerika yaitu partisipasi karyawan, kerjasama
tim dan pemberian wewenang. Salah satu alasannya adalah bahwa
penilaian rekan sejawat terlihat sebagai alat prediksi kinerja masa
mendatang yang bermanfaat.
4. Penilaian ke Atas atau Terbalik; Yaitu penilaian yang dilakukan
oleh karyawan untuk menilai manajemen organisasi, bagaimana
opini karyawan tentang manajemen organisasi. Meskipun
karyawan tidak mempunyai akses ke informasi mengenai seluruh
dimensi kinerja penyeliaan, mereka sering mempunyai akses ke
informasi mengenai interaksi penyelia-bawahan.
5. Penilaian Pelanggan; Adalah penilaian yang dilakukan oleh
pelanggan untuk menilai kinerja karyawan dan pimpinan
organisasi melalui kualitas pelayanan yang diberikan dan kualitas
produk yang ditawarkan oleh organisasi. Untuk mendapatkan
outcomes sesuai yang diharapkan dengan dilakukannya penilaian
kinerja maka organisasi sebaiknya mulai menerapkan proses
penilaian 36O-degree. Proses penilaian itu dilaksanakan dengan
mengevaluasi diri sendiri dan menggabungkan seluruh informasi
atau feedback baik dari penyelia, rekan sejawat atau pelanggan.
Semua pihak yang menjadi anggota dalam organisasi dilibatkan
dalam memberi informasi yang sangat diperlukan dalam penilaian.
Pandangan klasik yang menganggap bahwa yang berhak menilai

Performance Appraisal, Penilaian Kinerja dalam Perusahaan 175


hanya pimpinan saja harus segera ditinggalkan dan berusaha
menerapkan penilaian kinerja menurut paradigma baru.

Sistem penilai kinerja seperti di atas sebaiknya mulai diterapkan oleh


Perusahaan-perusahaan yang ada. Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi
oleh organisasi seperti masih terperangkap untuk mempertahankan pola
lama, mitos-mitos penilaian dan dipengaruhi politik organisasi, namun apabila
terus mengupayakan perbaikan penilaian tersebut akan memperoleh
manfaat yang lebih besar. Manfaat yang akan diperoleh apabila organisasi
di Indonesia menerapkan penilaian 36O-degree adalah semua penilaian
yang diberikan oleh manajer, bawahan, rekan sejawat, diri sendiri dan
pelanggan dapat memberikan hasil penilaian yang sangat akurat dan
obyektif mengenai kinerja pihak yang dinilai.
Ketika penilaian sudah tidak fair, akurat dan tepat waktu, maka penilaian
tersebut gagal untuk mendapatkan pekerja yang sangat bagus dalam bekerja
atau berkualitas, gagal untuk menyediakan dorongan dan pedoman untuk
pekerja dalam garis batas dan gagal untuk memberi feedback kepada pekerja
yang tidak memenuhi syarat dalam bekerja. Oleh karena itu organisasi
perlu menetapkan sistem penilaian kinerja yang mendekati kriteria fair,
akurat dan tepat waktu sesuai dengan keinginan baik karyawan maupun
pimpinan, sehingga kedua pihak mendapatkan kepuasan dalam bekerja
dan akhirnya dapat meningkatkan produktivitas mereka sehubungan dengan
pencapaian visi dan misi organisasi di mana mereka bekerja.
Sistem penilaian macam apa yang akan digunakan dalam sebuah
organisasi pada dasarnya tidak menjadi persoalan. Namun ada beberapa
isu yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika akan mene­
tapkan elemen dari sistem penilaian kinerja seperti yang disebutkan oleh
Joinson dan Clara (2001), meliputi:
1. Keep In Simple
Beberapa ahli menganjurkan untuk menjaga agar proses dan kertas
kerja penilaian dibuat sesederhana mungkin, sehingga sistem penilaian
yang baru tersebut secara efektif dapat sesuai dengan tujuan sebenarnya
yaitu untuk mengkomunikasikan kepada pekerja status dari kinerja
mereka.
2. Setting Objectives
Ada tiga kriteria dalam penilaian yaitu:
- Flexibility, dalam menetapkan kriteria penilaian harus fleksibel
sehingga dapat digunakan untuk mengukur kinerja pada berbagai

176 Sumber Daya Manusia Strategik


posisi dalam organisasi.
- Employee involvement, para pimpinan harus dapat bekerjasama
dengan karyawannya yang sudah bekerja dan mengambil umpan
balik dari mereka dalam usaha untuk mengembangkan standar
yang realistis. Para pimpinan dianjurkan untuk melibatkan pekerja
dalam menetapkan standar dan tujuan penilaian, karena pekerja
juga dapat memainkan peranan dalam mengevaluasi kinerja
mereka.
- Clear and objective objectives, dalam organisasi sangat penting untuk
membuat tujuan atau sasaran sejelas mungkin, seobyektif mungkin
dan dapat diukur (clear and measurable). Sehingga perusahaan
harus mulai memberi perhatian lebih pada bagaimana mereka
mengharapkan pekerja dapat menjalankan tugas sesuai dengan
tujuan organisasi.
3. Timing
Beberapa perusahaan sudah mengalami perubahan penilaian dari
hari jadi/peringatan pekerja secara individual atau model ulang
tahun (individual anniversary dates) menjadi penilaian pekerja secara
keseluruhan dalam waktu satu hari atau system tirik focus (single focal
date). Tetapi ada beberapa perusahaan yang masih suka cara lama yaitu
berdasarkan hari jadi pekerja secara individual karena focal dates appraisal
menempatkan beban yang terlalu besar pada pimpinan/manajer.
4. Reviewing Result
Hasil penilaian harus diumumkan atau diinformasikan sehingga
pekerja tahu seberapa besar kontribusi yang sudah mereka berikan
untuk organisasi dan dapat melakukan perbaikan diri di kemudian hari.
Meskipun demikian sistem penilaian kinerja memiliki kekuatan dan
kelemahan yang berbeda-beda, sehingga beberapa isu yang disebutkan
di atas diharapkan mampu membantu organisasi untuk menetapkan
sistem penilaian yang lebih baik. Suatu program evaluasi akan lebih
berguna apabila tujuan yang akan dicapai dengan dilakukannya
evaluasi kinerja tersebut jelas dan dikomunikasikan secara gamblang
kepada seluruh pekerja baik pimpinan maupun bawahan. Dengan
mempertimbangkan antara lain isu yang sudah disebutkan di atas
diharapkan penilaian yang dilakukan lebih menghasilkan sesuatu yang
berguna dan adanya follow up di kemudian hari. Saat ini ada beberapa
metode yang sangat popular digunakan dalam menilai kinerja, di
antaranya:

Performance Appraisal, Penilaian Kinerja dalam Perusahaan 177


a) Essay Appraisal, dalam program ini pimpinan menyediakan analisis
tertulis dari kinerja karyawan selama periode penilaian. Supervisor
biasanya melengkapi formulir yang meminta deskripsi dan mudah
bagi administrasi tapi keefektifannya tergantung dari keterampilan
menulis pihak penilai/evaluator.
b) Management by Objectives, saat ini banyak yang mendasarkan
struktur penilaian pada MBO. Secara khusus, pekerja dan
pemimpin bertemu pada permulaan periode penilaian dan
menyusun kalimat yang menyajikan target yang realistis, spesifik
dan measurable. Tetapi MBO tidak akan berjalan baik untuk
pekerja yang mempunyai sedikit keleluasaan dalam melaksanakan
pekerjaan mereka.
c) Job rating checklist, departemen SDM menyediakan bagi tiap
penilai pernyataan yang sudah disiapkan atau pertanyaan yang
berhubungan dengan aspek spesifik dari kinerja yang biasanya
dijawab dengan “ya” dan “tidak”. Tetapi metode ini kurang ideal
jika deskripsi pekerjaan departemen sering berubah-ubah.
d) Forced Choice, metode ini secara umum muncul dalam dua bentuk:
sepasang pernyataan dan rangking yang dibuat dengan terpaksa.
Penilai diperbolehkan memilih antara dua pernyataan yang terbaik
yang mendeskripsikan kinerja karyawan.
e) Behaviorally Anchored Rating Scala (BARS), skala ini biasanya
berbentuk peringkat perilaku dari sangat buruk ke sangat hebat
dan mengkaitkan peringkat ini dengan tindakan spesifik atau
‘anchor statement’. Keefektifan metode ini tergantung pada
keakuratan dan ketepatan dari penyataan ini.
f) Multi Rater Assesment (360 degree), metode ini relatif baru, dan
metode penilaian ini mendapatkan informasi dari supervisor,
diri sendiri, teman sekerja, dan kadang-kadang orang dari luar
perusahaan.

Apapun metode atau program penilaian kinerja yang akan dipilih,


hanya akan berhasil jika tujuan dan seluk beluk mekanis dari sistem
telah dikomunikasikan secara jelas kepada seluruh pekerja. Ketika akan
memperkenalkan rencana penilaian kinerja, seharusnya memberitahu
seluruh staff sasaran keseluruhan program: bagaiamana pekerja akan
bermanfaat bagi organisasi,bagaimana kriteria penilaian yang akan
dikembangkan, dan lamanya periode penilaian. Juga penting untuk

178 Sumber Daya Manusia Strategik


mengijinkan pekerja mengetahui bagaimana hasil penilaian kinerja yang
akan berkaitan dengan bonus, kenaikan gaji dan aktivitas lain dan pilihan
apa yang tersedia sebagai alternatif jika mereka tidak setuju dengan hasil
penilaian. Informasi pimpinan tentang beberapa training yang akan
disediakan untuk membantu pimpinan mengimplementasikan program
penilaian tersebut.
Julia McCarthy (2000) menyebutkan bahwa ada beberapa perangkap
atau pitfalls dari penilaian kinerja secara tradisional yang umum terjadi
dan beberapa tips untuk membuat sebuah proses penilaian yang akan
bermanfaat dan produktif, di antaranya:
1. Pitfalls: The Standalone Annual Review
Pekerja memerlukan feedback untuk memperbaiki kinerja mereka
dan mengembangkan ketrampilan yang baru. Menjalankan penilaian
kinerja tahunan adalah ide bagus sepanjang hal itu tidak hanya pada
waktu pekerja dan pimpinan berdiskusi soal kinerja. Untuk pekerja,
annualreview mungkin yang pertama kali ketika mereka belajar tentang
masalah penilaian. Sehingga sebaiknya organisasi mengembangkan
Perfomance Management Process atau proses manajemen kinerja secara
keseluruhan untuk menghadapi tantangan dalam standalone review.
Penilaian tahunan adalah sebuah even, sedangkan proses manajemen
kinerja memperkenalkan elemen dari interaksi yang terus menerus
antara pimpinan dan pekerja. Tipe proses penilaian ini menyediakan
arena untuk berdialog secara lebih teratur antara pimpinan dan pekerja
tentang kemajuan pekerja dan beberapa tantangan yang dapat diambil
dalam rangka mencapai sasaran tersebut. Pimpinan seharusnya secara
terbuka dan teratur memberikan feedback kepada pekerja tentang
kinerja mereka secara keseluruhan dan mendiskusikan isu-isu kinerja
ketika isu tersebut muncul.
2. Pitfalls: The Generic Appraisal
Tidak semua posisi dalam perusahaan memerlukan ketrampilan atau
pengetahuan yang sama. Menggunakan penilaian yang umum (generic)
dapat mematikan (demish) nilai dari proses jika pimpinan atau pekerja
tidak melihat hubungan langsung dengan pertanggungjawaban
pekerjaan pekerja secara harian. Sehingga sebaiknya organisasi
membentuk spesific and Relevan Appraisal yaitu penilaian yang lebih
berguna untuk kedua belah pihak jika item-item yang dinilai sesuai
dengan syarat-syarat dan fungsi esensial dari pekerjaan. Beberapa
pimpinan menggunakan deskripsi pekerjaan untuk mengembangkan

Performance Appraisal, Penilaian Kinerja dalam Perusahaan 179


item penilaian yang relevan. Selain itu mengidentifikasi tujuan-tujuan
kunci untuk masing-masing pekerja dan memusatkan penilaian pada
pencapaian tujuan tersebut. Beberapa perusahaan telah mengubah
konsep bisnis mereka menjadi konsep bisnis dari kompetensi inti (core
competency), atau job-related abilities, untuk membantu mengidentifikasi
item-item yang sangat penting untuk keberhasilan individu dalam
pekerjaan khusus, Dengan memusatkan pada isu yang berhubungan
dengan pekerjaan khusus, ada sedikit kemungkinan bagi penilai
dipengaruhi oleh informasi yang tidak relevan seperti kepribadian dan
latar belakang pribadi.
3. Pitfals: One-sided Appraisal
Penilaian yang hanya satu sisi, yaitu pimpinan yang menilai pekerjanya
biasanya menghasilkan perbaikan yang dikeluh kesahkan oleh
pimpinan. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan karena pekerja
tidak setuju dengan evaluasi, dalam kasus lain, pekerja kemungkinan
tidak mengerti peringkat atau bagaimana untuk meraih hasil yang
diinginkan organisasi. Sehingga sebaiknya organisasi menerapkan Two
way Dialogue or 360- degree Feedback yaitu proses penilaian oleh dirinya
sendiri. Pendekatan ini dapat membuat forum untuk membuka dialog
dan cukup sederhana untuk diterapkan. Pekerja yang mempunyai
kesempatan untuk menilai kinerja dirinya sendiri sering memajukan
solusi yang kreatif yang tidak akan ditemukan dalam diskusi penilaian
satu sisi. Peringkat ganda atau umpan balik 360-degree, mengumpulkan
input dari orang-orang pokok yang sering berhubungan dengan
pekerja seperti pimpinan/bos, diri sendiri, kawan sejawat, dan laporan
langsung dari pekerja (direct report). Sedangkan jika yang dinilai adalah
pimpinan maka feedback datang dari para penyumbang dana organisasi.
Umpan balik 360-degree dapat menyediakan informasi yang berguna
tentang kesempatan pengembangan pekerja.

Dengan melakukan perubahan dalam proses penilaian kinerja, kita


menemukan bahwa suatu proses penilaian kinerja yang tadinya menakutkan
dapat menjadi pengalaman yang positif semua pihak yang terlibat. Konsep
penilaian 360-degree merupakan model yang sederhana dan mudah di­terap­
kan, disini pekerja menilai diri sendiri dan menerima feedback dari pekerja lain
dan anggota organisasi. Model 36O-degree mencoba untuk meng­­gambarkan
sistem keseluruhan, dan mempertimbangkan proses-proses seperti input,
proses transformasi dan outcomes serta menetapkan komponen-komponen

180 Sumber Daya Manusia Strategik


dalam sistem. Model ini mengusulkan bahwa input yang berkualitas,
dan ketika diproses dengan efektif akan menghasilkan outcomes yang
diinginkan. Hal ini berarti bahwa organisasi harus menyediakan dukungan
organisasional untuk input dan proses agar dapat mencapai ourcomes yang
diinginkan.
Adanya perbedaan reaksi terhadap umpan balik yang diberikan dalam
model 36O-degree menunjukkan bahwa penilaian diri sendiri dan rekan
sejawat bisa bermacam-macam sehingga proses tersebut harus menjamin
suatu peningkatan kesadaran ternilai tentang persepsi orang lain terhadap
mereka dan komitmen memperbaiki bidang-bidang yang ditargetkan. Untuk
memastikan proses tersebut benar-benar efektif, organisasi harus menyediakan;
pelatihan just in time, menyelenggarakan pengukuran penilaian 360-degree
mini, menghargai perbaikan dalam perilaku keja yang diinginkan dan
menjamin bahwa ternilai bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan
yang diperlukan yang akhirnya tercapai outcomes yang diinginkan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja ini sangat
penting dilaksanakan, karena hasil yang diperoleh dari kegiatan penilaian
ini akan memengaruhi keputusan-keputusan SDM yang terdapat dalam
sebuah manajemen. Penilaian kinerja juga dapat memberikan umpan balik
bagi karyawan untuk terus memperbaiki kinerjanya secara keseluruhan,
sehingga proses transformasi dalam hal motivasi dan kemampuan kerja
karyawan bisa mengalami peningkatan. Hal ini jika dibagankan akan
tampak seperti berikut:

Training Management, Manajemen Pelatihan dan Pendidikan 181


Isu penilaian kinerja yang produktif sangat relevan apabila diterapkan
dan dikembangkan di Indonesia berkaitan dengan adanya kompetisi bisnis
yang sernakin ketat. Dengan menghilangkan perangkap penilaian tradisio­
nal dan mengganti dengan penilaian produktif seperti yang disebutkan
di atas, maka proses penilaian akan lebih akurat dan obyektif sehingga
kinerja organisasi dapat meningkat dan outcomes yang sudah ditargetkan
dapat tercapai. Sehingga program penilaian yang dilaksanakan di Indonesia
benar-benar bersih, obyektif, efektif dan dapat memberikan manfaat bagi
anggota organisasi secara keseluruhan (pimpinan dan karyawan) serta
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kemajuan organisasi.
Namun, permasalahan penilaian kinerja sampai saat ini masih menjadi
isu yang menarik karena banyak organisasi yang belum mampu menerapkan
program penilaian kinerja yang sesuai dengan kondisi internal organisasi.
Seperti yang kita ketahui bahwa perubahan penilaian kinerja yang lebih
baik tentu saja melibatkan perubahan yang signifikan dalam budaya
organisasi. Sangat sulit dan membutuhkan waktu lama untuk mengubah
pola atau budaya yang sudah melekat dalam diri individu sehingga sulit
juga untuk mengubah program penilaian kinerja yang lebih baik.

D. Penilaian Kinerja yang Terkomputerisasi


Seperti telah disebutkan sebelumnya, penilaian kinerja ini sangat
penting untuk dilakukan dalam sebuah manajemen, guna mendukung
kemajuan dan perkembangan dari manajemen itu sendiri. Data yang
dihasilkan dari penilaian kinerja ini akan sangat berguna, tidak hanya bagi
kepentingan internal manajemen, melainkan juga kepentingan ekstemal,
terutama dalam mempertimbangkan apakah diperlukan sumber daya
manusia tambahan ataukah tetap mempertahankan yang sudah ada.
Tuntutan atas penilaian kinerja yang efektif ini pada akhirnya
memunculkan inovasi baru untuk membuat perangkat lunak teknologi
yang bisa digunakan untuk penilaian kinerja tersebut. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi membuat hampir semua aspek manajemen
dikembangkan dengan sistem komputer yang terpadu dan lebih efisien,
tidak terkecuali untuk penilaian kinerja.
Penilaian kinerja yang telah terkomputerisasi ini pada dasarnya memiliki
karakteristik yang sama dengan bentuk sistem informasi manajemen
lainya.Sistem penilaian kinerja ini dirancang dengan menggabungkan
berbagai hal yang terlibat dalam rumusan awal bagaimana melangsungkan
penilaian tersebut. Dalam hal ini, perbedaan jenis organisasi bisa jadi

182 Sumber Daya Manusia Strategik


akan memengaruhi perbedaan yang timbul antara satu sistem penilaian
(performance appraisal system) dengan yang lainnya.
Perangkat berupa sistem informasi penilaia kinerja ini sudah
banyak digunakan pada berbagai perusahaan. Sistem Penilaian Kinerjia
merupakan sistem manajemen dalam direct business yang merupakan
bagian pengaturan proses. Dengan kata lain penilaian kinerja merupakan
dari siklus performance manajemen system. Sistem penilaian kinerja ini dalam
rumusan awalnya adalah cara sistematik untuk mengevaluasi inputan,
output, transformasi dan produktifitas dalam operasi manufaktur ataupun
operasi non manufaktur (Globerson, 1935).
Dengan sistem Penilaian Kinerja, usaha-usaha para pekerja dapat
terfokus untuk mencapai tujuan perusahaan dan setiap proses-prosesnya
dapat dikontrol. Objek dasar dari sistem penilaian kinerja adalah mengguna­
kan ukuran non-finansial seperti kualitas, pengiriman, fleksibilitas, pem­
belajaran, dan pertumbuhan. Jika didasarkan pada tujuan sistem manu­
faktur sistem penilaian kinerja dapat mengideintifikasi indikator-indikator
ukuran keberhasilan dari input, process dan output dafam sistem manufaktur.
Manfaat umum dari adanya sistem informasi penilaian kinerja ini di
antaranya adalah:
a. Mempermudah kegiatan penilaian kinerja
b. Menghemat sumber daya, dana, energi, dan alokasi waktu untuk
proses penilaian.
c. Memberikan hasil yang lebih akurat.
d. Dapat dilakukan secara serentak.
e. Memungkinkan adanya integrasi data dari basil penilaian terdahulu
dengan hasil penilaian sekarang, yang dengan demikian, penilain
secara keseluruhan akan lebih fair.

Melalui komputerisasi penilaian kinerja ini, maka sebuah perusahaan


akan menjadi lebih efisien dalam merancang kegiatan penilaian kinerja
terhadap semua lininya. Sistem informasi penilaian kinerja sudah
dirancang dengan sedemikian rupa guna memudahkan manajemen dalam
memasukkan, memproses, menyimpulkan data-data kinerja karyawan,
sekaligus merinci catatan-catatan penting yang akan menjadi landasan
untuk pembuatan putusan SDM. Seiain itu, dalam perkembangannya,
sistem penilaian kinerja ini dapat diintegrasikan pula dengan metode-
metode dan teori tertentu, seperti balanced scorecard, human resources
scorecard, dan lain sebagainya.

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 183


E. Penilaian Kinerja dalam Praktik
Dalam praktik penilaian kinerja, langkah-langkah umum biasa yang
dilakukan adalah dengan menjabarkan setiap visi, misi dan strategi
perusahaan ke dalam masing-masing perspektif dan menentukan tujuan
strategis ke dalam indikator-indikator kinerja. Indikator-indikator kinerja
ini yang nantinya akan dinilai. Secara lebih spesifik, penilaian kinerja ini
meliputi langkah-langkah teknis seperti berikut:
a. Mengidentifikasi tujuan, metode, dan cakupan umum penilaian
kinerja yang akan diadakan.
b. Menentukan dan menganalisa waktu dan tahapan kegiatan peni­
laian kinerja.
c. Membuat analisa dan uraian pekerjaan dari setiap individu atau
jabatan yang akan dinilai.
d. Menentukan kriteria penilaian dari uraian pekerjaan dan lingkup
tugas yang terdapat di dalamnya.
e. Membuat petunjuk teknis tentang kriteria yang akan dinilai.
Kriteria penilaian ini merupakan indikator kinerja yang akan
diukur dalam bentuk skor atau angka tertentu.
f. Sosialisasi petunjulepetunjuk di atas pada setiap individu yang
akan dinilai, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri terutama
dalam memahami setiap kriteria beserta indikator yang akan
menjadi aspek penilaian atas kinerja mereka.
g. Jika langkah-langkah ini selesai dilakukan, maka barulah dimulai
praktik penilaian kinerja dengan menggunakan metode tertentu
sesuai dengan petunjuk teknis yang sudah disusun tersebut.

Berikut adalah contoh-contoh uraian jabatan, table kriteria penilaian,


dan petunjuk teknis yang terdapat dalam praktik penilaian kinerja seperti
tersebut di atas.
Contoh Uraian Pekerjaan
URAIAN PEKERJAAN
Nama Pekerja Dosen
Bagian Akademik
Bertanggungjawab kepada Ketua Program Studi

TUGAS UTAMA 1. Proses Belajar-Mengajar 15 - 24 jam/minggu


2. Bimbingan dan Konsultasi 8 - 12 jam/minggu

184 Sumber Daya Manusia Strategik


3. Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Pengem­
bangan Diri.
TUGAS-TUGAS LAIN 1. Membantu kepanitiaan dalam melaksanakan
acara-acara yang diselenggarakan oleh Perguruan
Tinggi dimana ia bertugas.
2. Mengikuti acara atau kegiatan yang
dilangksungkan oleh Perguruan Tinggi, seperti
seminar, rapat kerja, dialog, dan lainnya.

Conto Kriteria Penilaian

No. KRITERIA BOBOT


1. Proses Belajar-Mengajar
a. Memenuhi jumlah tatap muka sesuai dengan 10%
ketentuan, termasuk ketepatan waktu dan keluar.
b. Membuat soal ujian dan mengoreksi jawaban
tepat waktu. 10%
c. Mengawas ujian sesuai dengan jadwal dan
ketentuan. 5%
d. Menguji magang kerja dan hasil penelitian
(skripsi) sesuai dengan jadwal dan ketentuan 5%
yang ada.
e. Hasil penilaian dari mahasiswa tentang proses
belajar-mengajar. 10%
2. Bimbingan dan Konsultasi:
a. Memberikan bimbingan magang kerja/KKN 10%
dan penelitian (skripsi).
b. Menjadi penasehat akademik. 10%
3. Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
a. Membuat karya ilmiah: penelitian, buku, 10%
diktat, modul, artikel, tulisan jurnal, dan
lainnya.
b. Melakukan pengabdian masyarakat: bakti 10%
sosial, penyuluhan, pelatihan, dan lainnya.
4. Tugas-tugas lainnya:
a. Bertugas sebagai panitia acara yang diseleng­ 5%
garakan oleh PT.
b. Menghadiri kegiatan yang diselenggarakan 5%
oleh PT di mana ia mengajar

Career Management, Mengelola Karir secara Efektif 185


5. Disiplin dan Kesehatan:
a. Pemenuhan jam kerja. 5%
b. Absensi (sakit, alpha, berhalangan/ijin) 5%
6. Faktor-faktor pengurang:
a. Surat Teguran 1. -2%
b. Surat Teguran 2. -4%
c. Surat Teguran 3. -5%
d. Surat Peringatan 1 -10%
e. Surat Peringatan 2 -15%
f. Surat Peringatan 3 -20%

Contoh Petunjuk Teknis


Membuat soal ujian dan mengoreksi jawaban tepat waktu
(point 1.b dari kriteria penilaian)
Tepat waktu 10%
Terlambat 1 - 3 hari 8%
Terlambat 4 - 6 hari 6%
Terlambat 7 - 9 hari 4%
Terlambat 10 - 12 hari 2%
Terlambat di atas 12 hari 0%

F. Case Study
Berdasarkan materi yang telah Anda pelajari di atas, maka tugas Anda
adalah rnenyusun dan melakukan suatu ujicoba penilaian kinerja
pada sebuah perusahaan atau organisasi dan lakukan analisis terhadap
hal-hal berikut:
1. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja perusahaan atau organi­
sasi yang Anda teliti.
2. Carilah landasan teoritis yang akan Anda gunakan sebagai ke­
rangka dasar penilaian kinerja yang dilakukan.
3. Manfaat penilaian kinerja bagi perusahaan atau organisasi tersebut
secara keseluruhan.

186 Sumber Daya Manusia Strategik


9 PRODUCTIVITY
Meningkatkan Produktivitas

A. Pengertian Produktivitas Kerja


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi membuat
persaingan bisnis antar perusahaan semakin ketat, baik di pasar domestik
maupun internasional. Pada titik ini, setiap perusahaan dituntut untuk
mengembangkan dan meningkatkan kinerja agar bisa meraih hasil yang
maksimal. Seluruh faktor yang ikut berperan dalam menunjang keberadaan
dan raihan keuntungan perusahaan terus digalakkan. Salah satunya adalah
produktivitas. Produktivitas merupakan faktor penting yang menjadi salah
satu penentu keberhasilan perusahaan dalam persaingan di era global. Tague
mengatakan bahwa kelambatan pertumbuhan produktivitas disebabkan
oleh suatu kegagalan moral organisasi dan merupakan cerminan dari
bagaimana cara manajer dan para pekerja memandang organisasi mereka.
Organisasi-organisasi yang ada akan berbagi tanggung jawab secara terbuka
dan jujur menuntun industri mereka ke dalam kualitas dan produktivitas
(dalam Timpe, 1999: 3).
Terdapat beberapa pengertian dasar tentang produktivitas ini.
Kopelman menyatakan bahwa produktivitas merupakan suatu konsepsi
sistem, di mana proses produktivitas di dalam wujudnya diekspresikan
sebagai rasio yang merefleksikan bagaimana memanfaatkan sumber
daya yang ada secara efisien untuk menghasilkan luaran. Hal ini sejalan
dengan pendapat Kendrick yang dikutip oleh Stoner dan Wankel (198621)
menyatakan:
Productivity as the relationship between output of goods and service (0) and
the input ( 1 ) of resources, human and non human, used in the productivity
process, the relationship is usually expressed in the ratio from 0/1. That is
productivity is the ratio of output to input. The higher the numerical value of
this ratio of greater the productivity.
Produktivitas merupakan sebuah hubungan antara keluaran atau hasil
kerja, berupa barang atau hasil kerja atau pelayanan jasa atas penggunaan
sumber daya manusia dan produksi. Hubungan ini biasanya dalam bentuk
perbandingan antara keluaran dan masukan atau perbandingan antara
hasil kerja dengan sumber daya. Sementara Faustino Cardoso Gomes
(2OO3: 159) mengemukakan bahwa: “Produktivitas diartikan sebagai
hubungan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Produktivitas
juga diartikan sebagai tingkatan efiensi dalam memproduksi barang»barang
atau jasa-jasa.” Sedangkan R. Saint Paul mendefinisikan produktivitas
secara sederhana, yaitu “Perbandingan antara hasil yang diproduksi
dan jumlah kerja yang dikeluarkan untuk memproduksinya, atau dalam
pengertian yang lebih umum rasio antara kepuasan yang dikehendaki dan
pengorbanan yang dilakukan.”
Produktivitas bukan hanya menyangkut seberapa banyak hasil
pekerjaan oleh seorang per jam, tetapi juga berkenaan dengan kualitas.
Produktivitas berarti adanya peningkatan kualitas dan kuantitas.
Walaupun diakui bahwa pengukuran terhadap peningkatan kualitas lebih
sulit dibandingkan pengukuran peningkatan kuantitas.
Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan
hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu
kehidupan dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan
mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal inilah yang
memberi dorongan untuk berusaha dan mengembangkan diri. Sedangkan
konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu
tujuan harus ada kerja sama atau keterpaduan dari unsur-unsur yang
relevan sebagai sistem.
Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil
dari suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sondang P. Siagian bahwa produktivitas
adalah: “Kemampuan memperoleh manfaat yang sebesanbesamya dari
sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang
optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal.”
Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa produktivitas
sangat dipengaruhi oleh Faktor: knowledge, skills, abilities, attitudes, dan
behaviours dari para pekerja yang ada di dalam organisasi sehingga banyak
program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai
asumsi-asumsi dasarnya (Gomes, 1995: 160).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

188 Sumber Daya Manusia Strategik


produktivitas secara total atau secara keseluruhan artinya keluaran yang
dihasilkan dan diperoleh dari kescluruhan masukan yang ada dalam suatu
organisasi, masukan tersebut biasa disebut sebagai faktor produktivitas
keluaran dihasilkan dicapai dari masukan yang melakukan proses kegiatan
yang dibentuknva, dapat berupa produk nyata atau tidak.
Masukan atau faktor produksi dapat berupa SDM, kapital. bahasa,
teknologi dan energi. Salah satu masukan SDM, dapat menghasilkan
keluaran yang dikenal dengan produktivitas individu atau produktivitas
parsial.
Hubungan antara keluaran (output) dengan masukan (input) seperti
tanah, modal, SDM, dan manajemen, dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar: Proses Transfommsi Input Menjadi Output

Masukan (Input) Proses (Process) Keluaran (Output)

Sumber: Render SL Heizer (2002) dalam Suhartono (2003)


Saat ini produktivitas individu ini mendapat perhatian yang cukup
besar. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa produktivitas apapun
adalah bersumber dari individu yang melakukan kegiatan dimana individu
yang dimaksud adalah individu sebagai SDM yang memiliki kualitas kerja
yang memadai.
Efisiensi merupakan suatu ukuran penggunaan masukan (input)
sedang­kan efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan
gambaran seberapa jauh target dapat tercapai dan dapat dirasakan hasilnya

Productivity, Meningkatkan Produktivitas 189


oleh pengguna output tersebut. Efisiensi merupakan ukuran dalam
membandingkan penggunaan masukan yang sebenamya terlaksana. Kalau
masukan yang sebenamya digunakan itu semakin besar penghematannya,
maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukandapat
dihemat, maka sernakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian efisiensi ini
lebih berorientasi pada masukan dan kurang memperhatikan masalah
keluaran (output).
Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa
jauh target dapat tercapai, maka semakin rendah tingkat efektivitas.
Pengertian efektivitas disini lebih berorientasi kepada keluaran, sedang
masukan (input) kurang menjadi perhatian utama. Kalau dikaitkan antara
efisiensi dan efektivitas, maka belum tentu akan meningkatkan efisiensi.
Adapun kualitas sebagai suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh
telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan atau harapan.
Konsep ini dapat hanya berorientasi kepada masukan, keluaran atau
kedua-duanya. Di samping itu kualitas juga berpengaruh pada kualitas
hasil yang dicapai.
Efektivitas menghasilkan keluaran
Produktivitas =
Efisiensi penggunaan masukan

Produktivitas SDM dapat merupakan faktor penentu dari produktivitas


total karena :
1. Besarnya hanya yang dikorbankan untuk SDM merupakan bagian
dari biaya yang terbesar untuk pengadaan produk atau jasa.
2. Masukan sumberdaya manusia lebih mudah dihitung daripada
masukan pada faktor lain, dan
3. Kemajuan teknologi yang mempermudah cara pembuatan barang
berkembang dan berasal dari kemampuan SDM.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa produktivitas total adalah


merupakan rasio antara efektivitas dan efisiensi dari berbagai sumber daya
yang ditujukan untuk mencapai keluaran organisasi semaksimal mungkin
dengan biaya seminimal mungkin dalam satuan waktu tertentu pula.
Sedangkan produktivitas individu adalah perbandingan dari efektivitas
keluaran (pencapaian unjuk kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah
satu masukan (SDM) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan
waktu tertentu.

190 Sumber Daya Manusia Strategik


Produktivitas kerja dalam sebuah perusahaan merupakan ringkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan
untuk memenuhi keinginan konsumen. Produktivitas dimulai dari
kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini dapat
diimplementasikan interaksi antara karyawan (pekerja) dan pelanggan yang
mencakup: a) ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan
tanggapan terhadap keperluan-keperluan pelanggan; b) penampilan
karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian;
c) kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan, berkaitan dengan bantuan
yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan
pelanggan (Gaspersz, 2003: 130). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa produktivitas yang baik akan dilihat dari persepsi pelanggan bukan
dari persepsi perusahaan. Persepsi pelanggan terhadap produktivitas jasa
merupakan penilaian total atas kebutuhan suatu produk yang dapat berupa
barang ataupun jasa.
Pentingnya peningkatan produktivitas dalam sebuah perusahaan
memiliki kaitan yang erat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Hal
dikarenakan: a) peningkatan produktivitas dapat berarti peningkatan
hasil yang dicapai dengan penggunaan sumberdaya secara efektif dan
efisien; dan b) hal tersebut akan memberikan sumbangan besar dalam
pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih kuat (Dessler, 1997: 10). Selain
itu, produktivitas dalam keterkaitannya dengan upah akan memberikan
pengaruh sebagai berikut: a) aspek peningkatan produktivitas dapat berupa
penurunan biaya produksi dan peningkatan kemampuan bersaing karena
hasil jumlah produksi bertambah clan harga ditekan lebih rendah; b)
apabila hal tersebut dibarengi dengan pembinaan pasar maka keuntungan
akan meningkat; c) bertambah besarnya keuntungan antara lain dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan tingkat upah dan perluasan usaha.
Sedangkan hubungan antara produktivitas dengan aspek kesejahteraan
individu dan masyarakat mencakup: a) peningkatan produktivitas dapat
rnempengaruhi kenikan taraf hidup; dan b) jika upah meningkat maka
kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup akan menjadi lebih baik.

B. Manfaat Produktivitas
Manfaat produktivitas pada tingkat individu sebagai berikut:
1. Meningkatnya pendapatan (income) dan jaminan sosial lainnya.
Hal tersebut akan memperbesar kemampuan (daya) untuk mem­
beli barang dan jasa ataupun keperluan hidup sehari-hari yang

Productivity, Meningkatkan Produktivitas 191


dengan demikian kesejahteraannya akan lebih baik. Dari segi lain,
meningkatnya pendapatan tersebut dapat disimpan (saving) yang
nantinya beinianfaat untuk investasi.
2. Meningkatnya hasrat dan martabat serta pengakuan terhadap
potensi individu.
3. Meningkatkan motivasi kerja dan keinginan berprestasi.

C. Karyawan yang Produktif


Tolak ukur produktivitas kerja dapat dilihat dari unjuk kerja karyawan
dalam wujud pelayanan baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif
dan manfaatnya sendiri. Untuk melihat sejauhmana produktivitas kerja
karyawan dapat dijelaskan dari beberapa dimensi, unsur, indikator dan
kriteria yang menyatakan produktivitas kerja karyawan.
Ada beberapa pemikiran dan Gilmore (1974), Eric Fromm (1975),
Gaffar (1987) dan Sanusi (1992) yang dikembangkan dan dimodifikasi
tentang individu yang produktif yaitu :
1) tindakannya konstruktif
2) percaya pada diri sendiri
3) bertanggung jawab
4) memiliki rasa cinta pada pekerjaannya
5) mempunyai pandangan kedepan
6) mampu rnengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan dengan
lingkungan yang berubah-ubah
7) mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya (kreatif,
imaginatif dan inovatif)
8) memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya

Selain produktivitas kerja karyawan diperhatikan dari upaya yang


dilakukan karyawan dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya
melalui berbagai kegiatan yang berkesinambungan agar kemampuan dirinya
meningkat sesuai dengan tuntutan tugas. Dengan demikian pengukuran
produktivitas karyawan di sarnping berhubungan dengan tugas utamanya,
juga perlu dilihat dari kualifikasi pengembangan profesionalnya.
Sementara itu Dale Timpe (1999:111) mengemukakan tentang ciri-ciri
umum karyawan yang produktif adalah sebagai berikut :
1) Cerdas dan dapat belajar dengan tepat
2) Kompeten secara profesional dan selalu memperdalam pengeta­
huan dan pengalaman

192 Sumber Daya Manusia Strategik


3) Kreatif dan inovatif, memperlihatkan kecerdikan dan keaneka­
ragaman
4) Memahami pekerjaan
5) Belajar dengan “cerdik”, menggunakan logika, mengorganisasikan
pekerjaan dengan efesien, tidak mudah lelah dalam pekerjaan.
Selalu memperhatikan kinerja rancangan mutu, kehandalan,
pemeliharaan keamanan, mudah dibuat, produktivitas, biaya dan
jadwal
6) Selalu mencari perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti
menyempurnakan
7) Dianggap bernilai oleh pengawas
8) Memiliki catatan prestasi yang berhasil
9) Selalu meningkatkan diri

Pribadi karyawan yang produktif menggambarkan potensi, prestasi


dan kreatifitas seseorang yang senantiasa ingin mengembangkan
kemampuan agar berrnanfaat bagi dia dan lingkungannya, yaitu orang
mampu memberikan sumbangan berarti bagi lingkungannya imaginatif
dan inovatif dalam memecahkan persoalan hidupnya serta mempunyai
kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya yang pada akhirnya
orang tersebut akan memiliki sikap bertanggung jawab dan responsif
dalam berinteraksi dengan orang lain, dan orang seperti ini akan menjadi
aset organisasi dalam mencapai produkrivitas organisasi. Gilmore (1974:6)
menyatakan bahwa orang yang produktif adalah :
Who is making a tangible and significant contribution in his chosen field. Who
is imaginative, perceptive, and inovative in his approach to life problem and to
accomplisment of his own goals (creativity), and who is at the same time both
responsible and responsive in his relationship with other.

Dari uraian tersebut, Gilmore menegaskan bahwa kontribusi yang positif


dari diri seseorang terhadap lingkungan dimana ia berada yakni dengan
adanya tindakan-tindakan konstruktif, imaginatif, kreatif dari individu
dalam suatu organisasi diharapkan dari adanya produktivitas kerja individu akan
mampu meningkatkan produktivitas organisasi. Pribadi yang produktif
adalah individu yang yakin akan kemampuan dirinya, yang dalam istilah psikologi
sering disebut sebagai orang yang memiliki percaya did (self confidence),
harga diri (self esteem) dan konsep did (self concept) yang tinggi, sehingga
orang yang demikian menurut Maslow akan mampu mengaktualisasikan

Productivity, Meningkatkan Produktivitas 193


dirinya. Hal ini juga akan berkaitan dengan individu yang kreatif, yaitu
yang memiliki kepandaian untuk menggunakan pikiran dan perasaannya
dalam memecahkan persoalan sebagaimana diungkapkan Fromm (1975:91)
demikian pula Sanusi (199245) yang mengemukakan bahwa individu yang
produktif adaah orang yang memiliki kasih avang pada dirinya.
Erich Fromm (1975: 91) mengemukakan “productiveness is man’s
ability to use his powers and to realized the potentialities inherent in him”
(produktivitas adalah kemampuan seseorang menggunakan kekuatannya
untuk menyadari berbagai potensialitas yang terdapat di dalam dirinya),
Demikian pula dikemukakan Graffar (1987: 143) bahwa individu yang
produktif adalah individu yang menghasilkan produk yang bermutu, dapat
diamati serta berguna bagi masyarakat, maksudnya berkenaan dengan
kontribusi individu secara kualitatif, yang mempunyai dampak positif bagi
masyarakat. Pribadi yang produktif memiliki kreatifitas yang tinggi dalam
berhubungan dengan lingkungan sekitarnya dengan cara menciptakan
hasil karya dengan kemampuan, atas dasar pikiran dan perasaannya.
Individu yang produktif memiliki tingkat independensi yang tinggi,
inovatif dalam mendekati dan memecahkan persoalan-persoalan, terbuka
pada pengalaman yang baru dan lebih luas, serta bersifat lebih spontanitas,
fleksibilitas dan kompleksitas dalam pandangannya. Dengan demikian
produktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan
kekuatan-kekuatannya dalam mewujudkan segala potensi yang dimilikinya.

D. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produktivitas


Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, baik
yang berhubungan dengan SDM itu sendiri maupun yang berhubungan
dengan lingkungan tempatnya bekerja dan kebijaksanaan pemerintah secara
keseluruhan baik secara terpisah maupun bersama-sama. Sinungan (1992:64)
mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja
pada dua macam yaitu pertama, terdiri atas tingkat pendidikan dan keahli­
an, jenis teknologi dan hasil produksi, kondisi kerja dan keselamatan, ke­
mam­puan fisik dan mental. Kedua, sedikitnya mencakup sikap terhadap tugas,
teman sejawat dan pengawas, keanekaragaman tugas, sistem insentif (sistem
upah dan bonus), kepuasan kerja, keamanan kerja, kepastian pekerjaan
dan perspektif dari ambisi dan promosi. Sedangkan Kusriyanto (1984: 2)
mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas seseorang
sebagai berikut: tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan
etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat keberhasilan, jaminan

194 Sumber Daya Manusia Strategik


sosial, lingkungan dan iklim kerja, hubungan industrial, teknologi, sarana
produksi, investasi perijinan, moneter, fiskal, harga distribusi, dan lain-lain.
Hidayat (1986: 30) juga mengemukakan beberapa faktor yang mem­
pengaruhi produktivitas seseorang, di mana kriteria produktivitas kerja
karyawan dikembangkan secara spesifik berdasarkan bidang tugasnya
masing-masing dan dirumuskan kedalam:
1) Variabel internal meliputi keterampilan/ skill dan motivasi
2) Variabel ekstemal yang mencakup fasilitas kerja, teknologi dan
praktek menajemen.

Sedangkan Saxena (1986: 4950) mengemukakan tentang faktor


penghambat dari produktivitas kerja adalah:
1) Hambatan proses yang berkaitan dengan struktur dan prosedur
2) Hambatan orientasi yang menyangkut semangat dan etos kerja
yang berlaku.

Selanjutnya Robert A. Suteiineister mengemukakan bahwa terdapat


faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas sebagai berikut:
1) The human contributions to productivity, or employees job performance
are considered to result from ability and motivation, or more accurrately,
ability time motivation.
2) Ability is deemed to result from knowledge and skill. Knowledge, in turn,
training and interest. Skill is affected by aptitude and personality, as well
as by education, experience, training and interest.
3) Motivation is here consired to result from interacting forces in physical
conditional of the job, social condition of tlie job and individuals needs.
(Robert A. Sutermeister, 1976: 11)

Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa produktivitas diang­


gap sebagai hasil dari motivasi dan kemampuan seseorang. Kemampuan
dianggap sebagai hasil dari pengetahuan dan keterampilan. Sebaliknya
dipengaruhi melalui pendidikan, pengalaman, latihan dan keterampilan.
Motivasi dianggap sebagai hasil dari saling dipengaruhi kondisi-kondisi
sosial dalam pekerjaan dan kebutuhankebutuhan individu.
Terdapat 6 faktor utama penentu produktivitas adalah:
1) Sikap kerja seperti: kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift
work), dapat menerima tambahan tugas dan berkerja dalam satu
tim.

Productivity, Meningkatkan Produktivitas 195


2) Tingkat keterampilan yang ditentukan oleh pendidikan-latihan
dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam teknik
industri.
3) Hubungan antara pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha
bersama antara pimpinan organisasi dan karyawan untuk mening­
katkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan bermutu
(quality control circle) dan panitia mengenai kerja unggulan.
4) Manajemen produktivitas yaitu manajemen yang efesien
mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan
produktivitas.
5) Efisiensi SDM seperti : perencanaan SDM dan tarnbahan tugas.
6) Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko,
kreativitas dalam berusaha dan berada dalam jalur yang benar
dalam berusaha.

E. Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang pen­
ting pada semua tingkatan ekonomi. Pada tingkat sektoral dan nasional,
produktivitas menunjukkan kegunaannya dalam mengevaluasi penampilan,
perencanaan, kebijakan pendapatan, upah, dan harga melalui identifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan, upah, dan harga
melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan,
membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan
prioritas kebijakan bantuan, menentukan tingkat pertumbuhan suatu
sektor atau ekonomi, mengetahui pengaruh perdagangan internasional
terhadap perkembangan ekonomi dan seterusnya. Sedangkan pada
tingkat perusahaan, pengukuran produktivitas digunakan sebagai sarana
manajemen untuk menganalisa dan mendorong efiensi produksi.
Menurut Sinungan (200323) secara umum pengukuran produktivitas
berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat
berbeda, antara lain:
1) Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan
pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah
pelak­sanaan sekarang ini memuaskan atau tidak, tetapi
hanya menunjukkan apakah meningkat atau berkurang serta
tingkatannya.
2) Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan, tugas,
proses) dengan yang lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkkan

196 Sumber Daya Manusia Strategik


pengukuran relatif
3) Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah
yang terbaik karena memusatkan perhatian pada sasaran atau
tujuan.

Terdapat dua cara pengukuran produktivitas yang sering digunakan,


yaitu dengan pendekatan teknis yang sering disebut enginering model yang
mengacu pada lingkungan fisik dan pendekatan ekonomi yang sering
disebut accounting model yang mengacu pada lingkungan pasar. Baik enginering
model maupun accounting model, dapat dipergunakan untuk mengukur
berbagai tingkat skala kegiatan ekonomi dengan berbagai dimensi, yaitu
dimensi nasional yang sering disebut dengan produktivitas makro, dimensi
sektoral disebut juga produktivitas sektoral, dimensi makro disebut juga
produktivitas organisasi/perusahaan, dan dimensi parsial disebut dengan
faktor parsial (Trocua, 199514)
Pada banyak organisasi lebih menekankan pada peningkatan
produktivitas. Robins (2001:22) mengatakan bahwa suatu organisasi
adalah produktif jika organisasi itu mencapai tujuan-tujuannya, dan
mencapainya dengan merubah masukan menjadi keluaran dengan biaya
paling rendah. Produktivitas yang lebih baik bukan selalu berarti lebih
banyak yang dihasilkan, bisa saja lebih sedikit orang (atau lebih sedikit uang
dan waktu) yang digunakan untuk memproduksi jumlah yang sama. Cara
yang berguna untuk mengukur produktivitas SDM adalah total sumber
daya per unit output. Pada pemikiran yang paling mendasar, produktivitas
adalah ukuran dari kuantitas dan kualitas dari pekerjaan yang telah
dikerjakan, dengan mempertimbangkan biaya sumber daya manusia yang
digunakan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Ini juga berguna dalam
melihat produktivitas sebagai ratio antara input dan output. Perbandingan
ini mengukur nilai tambah oleh suatu organisasi atau dalam ekonomi.
(Mathis dan Jackson, 200l:82)
Nurdin Kaimudin (l996:13) mengatakan bahwa produktivitas SDM
dapat diukur dengan pendekatan technical analysis maupun pendekatan
fundamental analysis. Pendekatan tecnical analysis merupakan hubungan
SDM dengan hasil produksi baik dalam bentuk jumlah maupun nilai
produksi. Sedangkan pendekatan fundamental analysis adalah produktivitas
yang diukur berdasarkan perbandingan biaya dengan pendapatan SDM.
Terdapat beberapa manfaat pengukuran produktivitas dalam suatu
organisasi perusahaan, antara lain:

Productivity, Meningkatkan Produktivitas 197


1. Perusahaan dapat menilai efisiensi konversi sumber dayanya, agar
dapat meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan
sumber-sumber daya itu.
2. Perencanaan sumber-sumber daya akan menjadi lebih efektif dan
efisien melalui pengukuran produktivitas, baik dalam perencanaan
jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Tujuan ekonomis dan non ekonomis dari perusahaan dapat
diorganisasikan kembali dengan cara memberikan prioritas
tertentu yang dipandang dari sudut produktivitas.
4. Perencanaan target tingkat produktivitas di masa mendatang dapat
dimodifikasi kembali berdasarkan informasi pengukuran tingkat
produktivitas sekarang.
5. Strategi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dapat
ditetapkan berdasarkan tingkat kesenjangan produktivitas
(pro­ductivity gap) yang ada diantara tingkat produktivitas yang
direncanakan dan tingkat produktivitas yang diukur, dalam hal
ini pengukuran produktivitas akan memberikan informasi dalam
mengidentifikasi masalah-masalah atau perubahan-perubahan
yang terjadi, sehingga tindakan korektif dapat diambil.
6. Pengukuran produktivitas perusahaan akan menjadi informasi
yang bermanfaat dalam membandingkan tingkat produktivitas
diantara organisasi perusahaan industri sejenis serta bermanfaat
pula untuk informasi produktivitas industri pada skala nasional
maupun global.
7. Nilai-nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran
dapat menjadi informasi yang berguna untuk merencanakan
tingkat keuntungan dari perusahaan itu,
8. Pengukuran produktivitas akan menciptakan tindakan-tindakan
kompetitif berupa upaya-upaya peningkatan produktivitas terus-
menerus.
9. Pengukuran produktivitas terus-menerus akan memberikan
informasi yang bermanfaat untuk menentukan dan mengevaluasi
kecenderungan perkembangan produktivitas perusahaan dari
waktu ke waktu.
10. Pengukuran produktivitas akan memberikan informasi yang
bermanfaat dalam mengevaluasi perkembangan clan efektivitas
dari perbaikan terus-menerus yang dilakukan perusahaan.

198 Sumber Daya Manusia Strategik


11. Pengukuran produktivitas akan memberikan motivasi kepada
orang-orang untuk secara terusanenerus melakukan perbaikan
dan juga akan meningkatkan kepuasan kerja. Orang-orang akan
lebih memberikan perhatian kepada pengukuran produktivitas
apabila dampak dari perbaikan produktivitas itu terlihat jelas dan
dirasakan oleh mereka.
12. Aktivitas perundingan bisnis secara kolektif dapat diselesaikan
secara raisonal, apabila telah tersedia ukuran-ukuran produktivitas
(Vincent Gasperz, 2000: 24).

F. Case Study
Permasalahan produktivitas kerja karyawan menjadi permasalahan yang
terus berlanjut dan belum terpecahkan. Meski gerakan pengembangan
produktivitas kerja karyawan sudah dimulai beberapa tahun yang lalu,
namun dalam langkahnya sebagian besar belum menjadi dasar pijak
bagi lembaga-lembaga keuangan di lndonesia.
Banyak pakar manajemen yang mengatakan bahwa salah satu kunci
sukses suatu perusahaan atau organisasi adalah kepemilikan sumber daya
manusia yang berkualifas. Sumber daya manusia yang berkualitas akan
dapat memajukan suatu bisnis, dan adanya sumber daya manusia yang
berkualitas tersebut akan tercipta produktivitas kerja yang maksimal.
Perusahaan tidak dapat memaksimalkan produktivitas tanpa adanya
sumber daya manusia/tenaga kerja yang kompeten, memiliki kemampuan
serta berdedikasi terhadap suatu keinginan perusahaan atau organisasi.
Kajian terhadap produktivitas kerja di antaranya dapat dilihat
dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempe­
nga­ruhi produktivitas kerja adalah metode/cara kerja, alat-alat, kete­
rampilan atau keahlian personel, termasulc di dalamnya moral kerja
dari personel yang menjalankan pekerjaan itu. Keterampilan karyawan
merupakan salah satu faktor yang dapat rnempengaruhi seorang
karyawan dalam melaksanakan/menyelesaikan pekerjaannya. Dengan
demikian, untuk mencapai produktivitas kerja, tidak hanya dibutuhkan
modal dan teknologi semata sebagai sarana penunjangnya akan tetapi
sangat diperlukan adanya kemampuan karyawan itu sendiri yang juga
dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan keahlian manusia sebagai
pelaksananya.
Kemampuan pegawai sebagai sumber daya manusia dalam suatu
organisasi sangat penting arti dan keberadaannya bagi peningkatan

Productivity, Meningkatkan Produktivitas 199


produktivitas kerja di lingkungan organisasinya. Secanggih-canggihnya
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh perusahaan tanpa ditunjang
sumber daya manusia yang berkualitas, dapat diperkirakan perusahaan
tersebut sulit untuk maju dan berkembang. Pengembangan sumber
daya manusia pada hakikatnya adalah dalam rangka meningkatkan
kemampuan sehingga dapat dicapai produktivitas kerja yang tinggi.
Berdasarkan materi yang anda pelajari dan review di atas,
uraikanlah hal-hal berikut:
1. Manfaat dan pentingnya peningkatan produktivitas kerja dalam
sebuah perusahaan.
2. Menurut anda, faktor apakah yang paling memengaruhi produk­
tivitas kerja dalam sebuah perusahaan? Berikan alasan Anda dan
lengkapi dengan data dari perusahaan yang terdapat di lapangan.
3. Bagaimanakah pandangan Anda dalam menyikapi fenomena
tenaga kerja outsourcing atau pekerja kontrak?

200 Sumber Daya Manusia Strategik


10 RISET DAN AUDIT MSDN

A. Pengertian Riset dan Audit MSDM


Audit SDM merupakan kebutuhan dalam organisasi dan merupakan
tindak lanjut dari realisasi berbagai perencanaan yang telah dilakukan.
Hal ini mutlak dilakukan untuk mengetahui apakah para pegawai bekerja
dengan baik dan berprilaku sesuai dengan rencana.
Audit SDM (human resources audit) juga mengevaluasi berbagai aktivitas
dalam sebuah organisasi dengan tujuan memperbaiki aktivitas tersebut, untuk
memberikan umpan balik mengenai fungsi SDM kepada manajer/spesialis
spesialis sumberdaya manusia. Seberapa baik manajer memenuhi tanggung
jawab sumber daya manusia mereka. Sehingga bisa dikatakan bahwa audit
SDM merupakan kontrol kualitas keseluruhan yang memeriksa seluruh
aktivitas SDM dalam sebuah departemen,divisi, bahkan seluruh organisasi.

B. Manfaat Audit SDM


Adapun manfaat yang dapat diambil dari aktivitas audit SDM yang
memberikan suatu persfektif yang komprehensif terhadap praktik yang
berlaku mengenai sumberdaya manusia, kebijakan manajemen mengenai
pengelolaan SDM, serta peluang dan strategi, antara lain:
1. Mengidentifikasi berbagai kontribusi departemen SDM bagi
organisasi.
2. Meningkatkan citra professional divisi SDM.
3. Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme yang lebih besar
diantara anggota-anggota divisi SDM.
4. Merangsang keseragaman berbagai kebijakan dan praktik SDM.
5. Menemukan masalah-masalah SDM yang kritis.
6. Mengurangi biaya biaya SDM melalui prosedur yang efektif.
7. Menciptakan peningkatan penerimaan terhadap perubahan-
perubahan yang dibutuhkan dalam divisi SDM.
8. Menyelesaikan keluhan-keluhan dengan aturan yang legal.

C. Kepentingan Audit SDM


Audit SDM memiliki kepentingan tidak hanya untuk perusahaan tapi
juga bagi kepentingan sumber daya manusia itu sendiri.
Kepentingan untuk perusahaan, antara lain:
1. Untuk mengetahui prestasi karyawan;
2. Untuk menetapkan besaran kompensasi karyawan yang
bersangkutan;
3. Untuk mengetahui kreativitas dan perilaku karyawan;
4. Untuk menetapkan apakah karyawan perlu dimutasi atau
diberhentikan (vertikal dan horizontal);
5. Untuk mengetahui apakah seorang karyawan dapat bekerjasama
dengan karyawan lainnya.

Kepentingan audit bagi SDM, antara lain :


1. Untuk memenuhi kepuasan ego manusia yang selalu ingin
diperhatikan dan mendapat nilai atau pujian atas hasil kerjanya.
2. Karyawan ingin mengetahui apakah prestasi kerjanya lebih baik
dibanding dengan karyawan yang lain.
3. Untuk kepentingan jasa dan promosi karyawan tersebut.
4. Mengakrabkan hubungan para karyawan dengan pimpinannya.

D. Alasan Diadakannya Audit SDM


Karena riset dan audit SDM merupakan kebutuhan organisasi dan
perusahaan, ada berbagai alasan diadakannya riset audit tersebut, antara
lain:
1. Adanya perubahan yang cepat tentang komposisi sumber tenaga
kerja, riset dibutuhkan dalam rangka menentukan bagaimana
tujuan-tujuan dari anggota tenaga kerja yang baru dapat diintegrasi­
kan dengan tenaga kerja lainnya dalam organisasi.
2. Hukum, dimana peraturan pemerintah dan keputusan pengadilan
mempertanyakan kembali praktek SDM di masa lalu, sehingga
MSDM harus mempersiapkan untuk membuktikan keputusan-
keputusan kepegawaian berlandaskan pada persyaratan yang sah/
legal formal
3. Sifat pegawai/karyawan berubah dengan cepat sehingga

202 Sumber Daya Manusia Strategik


organisasi berusaha memutakhirkan angkatan tenaga kerja agar
berkesinambungan.

E. Tujuan Audit SDM


1. Untuk mengetahui apakah semua karyawan dapat menyelesaikan
job description-nya dengan baik dan tepat waktu.
2. Sebagai pedoman menentukan besaran balas jasa/imbalan yang
akan diberikan pada tiap karyawan.
3. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja karyawan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
4. Sebagai dasar pertimbangan pemberian pujian dan atau hukuman
kepada setiap karyawan.
5. Untuk memotivasi peningkatan semangat kerja, prestasi kerja,
dan disiplin karyawan.
6. Untuk menghindari terjadinya kesalahan sedini mungkin dan
tindakan perbaikan secepatnya.
7. Sebagai dasar pertimbangan boleh ikut tidaknya seorang karyawan
mengikuti proses pelatihan dan pengembangan organisasi.
8. Untuk memenuhi ego dan kepuasan dengan memperhatikan nilai
mereka.
9. Sebagai pedoman yang efektif dalam melaksanakan seleksi peneri­
ma­an karyawan dimasa yang akan datang.
10. Sebagai dasar penilaian kembali rencana SDM apakah sudah baik
atau tidak, atau masih perlu disempuranakan kembali.

F. Pelaksanaan Audit SDM


Audit secara logis bisa dimulai dengan cara me-review kerja divisi atau
departemen SDM, untuk selanjutnya menguraikan berbagai aktivitas
dalam MSDM. Pelaksanaan audit SDM dilakukan:
1. Atasan langsung dan manajer SDM, baik secara individual
maupun kolektif.
2. Audit SDM dilakukan secara formal dan informal, langsung
maupun tidak (membuat laporan tertulis).
3. Audit formal dilakukan dengan oleh atasan langsung atau orang
yang dapat memberikan sanksi.
4. Audit informal dilakukan oleh masyarakat sehingga tidak dapat
memberikan sanksi, tetapi penilaian sangat objektif sehingga perlu
penilai formal sebagai masukan.

Riset dan Audit MSDM 203


Audit sumberdaya manusia meliputi:
1. Sistem informasi SDM:
a. Rencana - rencana SDM, meliputi:
- taksiran taksiran permintaan dan suplai
- persediaan keahlian
- bagan penggantian dan ringkasan
b. Pemberian kompensasi, meliputi :
- tingkat gaji dan upah
- paket tunjangan karyawan
- jasa jasa karyawan yang disediakan oleh perusahaan
c. Informasi analisis pegawai, meliputi:
- deskripsi pegawai (job description)
- spesifikasi pegawai (job spesification)
- standar kinerja pegawai
2. Penyusunan staff dan pengembangan:
a. Rekrutmen, meliputi:
- Sumber-sumber rekrutmen
- Ketersediaan calon pelamar
- Lamaran-lamaran pegawai
b. Seleksi, meliputi:
- Rasio rasio seleksi
- Prosedur seleksi
- Adanya peluang kerja yang sama
c. Pelatihan dan orientasi, meliputi :
- Program program orientasi
- Tujuan pelatihan dan prosedur
- Tingkat proses belajar
d. Pengembangan karier, meliputi:
- Keberhasilan penempatan internal
- Program perencanaan karir
- Upaya pengembangan sdM
3. Kontrol dan evaluasi kinerja:
a. Penilaian kinerja, meliputi :
- Standar dan ukuran kinerja
- rosedur disiplin
- Prosedur perubahan dan pengembangan
b. Hubungan manajemen dan karyawan, meliputi;
- Kepatuhan legal

204 Sumber Daya Manusia Strategik


- Manajer manajer pelaksana
- Umpan balik karyawan atas personalia

G. Proses Riset Audit SDM


Pelaksanaan riset SDM memerlukan pendekatan sistematis, agar men­
capai hasil maksimal dengan melakukan berbagai tahapan berikut:

H. Beberapa Pendekatan Riset Terhadap Audit SDM


Terdapat beberapa pendekatan riset dalam rangka mengevaluasi
aktivitas-aktivitas MSDM. Ketajaman riset akan sangat bergantung pada
desain-desain dan statistik yang akurat, dan biasanya riset yang dilakukan
ini ditujukan untuk upaya pembenahan kinerja departemen atau divisi
dengan menggunakan riset terapan (applied research).

Riset dan Audit MSDM 205


Beberapa pendekatan yang biasa dipakai adalah :
1. Pendekatan komparatif (comparative approach). Pendekatan ini
menggunakan perusahaan lain sebagai model. Dan sering juga
digunakan untuk membandingkan ketidak hadiran, perputaran
karyawan, data gaji atau program SDM yang bersifat spesifik.
Pendekatan ini juga membantu mendeteksi bidang-bidang yang
membutuhkan pembenahan
2. Pendekatan otoritas pihak luar (outside authority approach). Pen­
dekatan ini menggunakan keahlian konsultan dari luar, atau
temuan riset yang dipublikasikan sebagai suatu standar terhadap
aktivitas atau program SDM yang akan dievaluasi. Standar pun
ditentukan oleh konsultan atau dari temuan riset, juga dapat
membantu mendiagnosa penyebab masalah masalah yang timbul.
3. Pendekatan statistikal (statistical approach), pendekatan ini meng­
gunakan catatan-catatan dari tim audit yang menghasilkan standard
statistik terhadap aktivitas-aktivitas dan program-program SDM
yang dievaluasi. Kemudian dari standard matematis ini tim audit
bisa menemukan kesalahan-kesalahan pada saat kesalahan tersebut
masih dini.
4. Pendekatan kepatuhan (compliance approach) metode ini meninjau
praktek-praktek masa lalu untuk menentukan apakah tindakan-
tindakan tersebut mengikuti kebijakan dan produser perusahaan.
Sering tim audit menelaah suatu sampel formulir kepegawaian,
kopensasi, disiplin dan penilaian kinerja. Tujuan telaah ini untuk
memastikan bahwa menejer operasi patuh terhadap peraturan
internal dan regulasi legal.
5. Pendekatan menejemen berdasarkan tujuan (manajement by
objective) dilaksanakan denagan membandingkan hasil-hasil kegiatan
personalia dengan tujuan-tujuan yang telah di tetapkan. Bidang-
bidang pekerjaan dapat dideteksi dengan menggunakan metode
ini.
Berbagai pendekatan di atas dapat digunakan tergantung pada aktivitas
SDM apa yang akan di audit dengan mempertimbangkan spesifikasinya,
dan apa yang akan di evaluasi.

I. Alat Pengumpulan lnformasi Audit


Pengumpulan informasi dalam rangka audit SDM dapat dilakukan
dengan cara-cara berikut:

206 Sumber Daya Manusia Strategik


1. Wawancara, bahwa komentar dari para karyawan yang diwawan­
carai membantu tim audit mencari bidang-bidang yang membutuh­
kan perbaikan. Kritik untuk perbaikan dari para karyawan
dapat menunjukkan tindakan-tindakan yang harus diambil oleh
departemen untuk memenuhi kebutuhan mereka.
2. Kuesioner, banyak depertemen menggunakan teknik kuesioner
untuk memperluas jangkauan riset mereka, karena wawancara
kadang menyita waktu dan memerlukan biaya relatif lebih besar
juga terbatas pada sedikit pegawai saja. Teknik kuesioner juga dapat
memberikan jawaban yang lebih terbuka dibanding wawancara.
3. Informasi eksternal, informasi menjadi alat sentral dari tim
audit perbandingan luar memberikan kepada tim audit suatu
persfektif terhadap aktivitas organisasi informasi eksternal yang
paling signifikan adalah pemerintah pusat atau daerah, melalui
departemen, asosiasi profesional, hasil riset universitas atau
lembaga konsultan.
4. Eksperimental riset, merupakan peralatan terakhir yang dapat
digunakan tim audit dalam yang diwujudkan dalam percobaan-
percobaan riset. Eksperimen atau percobaan ini memungkinkan
departemen SDM membandingkan kelompok percobaan dan
kelompok pengendali dibawah kondisi normal. Sebagai contoh,
departemen dapat menerapkan program pelatihan keselamatan
kerja kepada sebagian pegawai. Sedangkan kelompok kendali
adalah pegawai lain yang tidak mengikuti program pelatihan,
beberapa bulan kemudian, Catatan-catatan keselamatan kerja
dari kedua kelompok itu diperbandingkan setelah menyelesaikan
program pelatihan. jika kelompok eksperimental memiliki tingkat
kecelakaan kerja yang jauh dibawah kelompok kendali, berarti ada
bukti bahwa program pelatihannya efektif, berikutnya diadakan
analisis biaya berikut manfaat pelatihan tersebut apakah pelatihan
tersebut benar-benar efektif.

J. Beberapa Model Audit


1. Audit ketaatan manajerial
Audit ini menelaah seberapa baik manajer mematuhi kebijakan
dan prosedur SDM. Apabila terjadi pelanggaran dan pengabaian
terhadap kebijakan peraturan, maka audit akan mengungkapkan
kesalahan-kesalahan tersebut, sehingga tindakan korektif dapat

Riset dan Audit MSDM 207


diambil. Berdasarkan hal tersebut terbukti bahwa ketaatan terhadap
hukum benar-benar diperhatikan dan menjadi hal yang sangat
penting. Audit ini juga dapat meningkatkan citra departemen
atau divisi SDM sehingga bermanfaat baik untuk lembaga sendiri
maupun lembaga lainnya. Memberikan nuansa kepemimpinan
yang lebih bersih, komitmen pada aturan, kebijakan maupun
prosedur serta tata tertib menjadikan organisasi lebih terkendali.
2. Audit kepuasan pegawai
Departemen SDM yang efektif berusaha memenuhi tujuan
organisasi dan kebutuhan para pegawainya. Kebutuhan pegawai
tidak saja menyangkut kebutuhan individual yang bersifat fisik
saja, juga kebutuhan sosial, keamanan, jamina-jaminan pegawai
dan perlindungan. Kebutuhan lain yang menyangkut pekerjaan,
kadang juga terkait dengan persoalan kebosanan akan rutinitas
yang terjadi , sehingga pegawai membutuhkan sistem rotasi
kerja. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka sangat
memungkinkan terjadi gejolak, seperti ketidakhadiran, protes,
hingga mogok kerja yang berdampak pada berbagai aktivitas
lainnya. Untuk menghindari hal tersebut, maka tim audit
mempelajari seberapa tingkat pemuasan kebutuhan pegawai, maka
tim audit mengumpulkan data dari pegawai yang berhubungan
dengan gaji, tunjangan, bantuan perancanaan karir Serta umpan
balik yang diterima pegawai sebagai kontra prestasi atas kinerja
mereka. Maka berdasarkan informasi dan data yang didapat, maka
tim audit dapat melakukan analisa mengenai tingkat kesejahteraan
pegawai, dan tingkat kepuasan pegawai.

K. Laporan Audit
Setelah audit dilaksanakan, maka dibuat laporan audit (audit report),
yaitu deskripsi komprehensif tentang aktivitas SDM yang meliputi
rekomendasi-rekomendasi untuk praktik-praktik yang efektif dan
rekomendasi untuk memperbaiki praktik-praktik kerja yang tidak efektif.
dengan menggunakan berbagai pendekatan dan peralatan audit untuk
mengembangakan suatu gambaran kegiatan SDM. Maka agar informasi
hasil audit tersebut berguna, perlu dibuat menjadi sebuah laporan audit.
Laporan yang dibuat tidak hanya mengemukakan pernyataan kesimpulan
dan saran saja, tetapi laporan tersebut harus menggambarkan juga seluruh
informasi yang akurat.

208 Sumber Daya Manusia Strategik


Aktivitas berikutnya adalah melaporkan hasil laporan audit kepada
manajer operasi, manajer SDM atau pihak-pihak yang membutuhkan
berkaitan dengan MSDM.
Dengan informasi yang disampaikan melalui laporan audit tersebut,
maka manajer dapat memperoleh pandangan yang luas dan komprehensif
tentang berbagai fungsi MSDM yang dijalankannya. Selain menjadi jalan
keluar bagi pemecahan masalah-masalah MSDM, manajer juga dapat
memusatkan pada bidang-bidang yang rnempunyai potensi besar bagi
peningkatan kontribusi bagi peningkatan departemen, laporan audit
juga berfungsi sebagai pedoman untuk perencanaan baik jangka pendek
maupun jangka panjang, serta dapat dijadikan sebagai referensi bagi
pelaksanaaan audit berikutnya.

Riset dan Audit MSDM 209


210 Sumber Daya Manusia Strategik
BIBLIOGRAPHY

Adams, J. Stacey. 1965. Inequity in Social Exchange”, in Berkowitz, Leonard


(Ed), Advances in Experimental Social Psychology, Vol. 2, Academic Press,
New York.
Amstrong, Michael. 2002. Performance Management. Kogan Page Ltd, New
York.
_____________;_. 2004. Performance Management. Tugu. Jogjakarta.
As’ad, M. 2004. Psikologi lndustri. Edisi keempat. Yogyakarta: Liberty.
Bedjo Siswanto. 1989. Manajemen Tenaga Kerja. Bandung: Sinar Baru.
Bernardin, H.J. dan Russel. J.E.A. 1998. Human Resource Management: An
Experiential Approach. 2nd Edition. Boston: McGraw-Hill Companies,
Inc.
Burhannudin A. Tayibnapis. 1995. Administrasi Kepegawaian: Suatu Tinjauan
Analitik. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Cascio WF. 1987. Applied Psychology in Personnel Management. 3rd Edition.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Cushway, Barry. 2002. Human Resource Management. Jakarta: Penerbit PT .
Elex Media Computindo.
Dale, Timpe. 1999. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia: Produktivitas,
Jakarta: PT. Gramedia.
Dessler, Gary. 1997. Human Resource Management. 7th ed. United State:
Prentice-Hall, Inc.
Di Vincenti, M, (1972). Administering Nursing Service. Little, Brown and
Company Boston, USA.
Drucker, Peter F, 2002. “Chapter 8:Management by Objectives and Self
Control”. Martin Hinterseer, Zusammenfassung Kapitel 8.
Efendi, Marihot Tua. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan,
Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Riset dan Audit MSDM 211


Filippo, Edwin, B. 1992. Manajemen Personalia. Jilid 1. Edisi keenam.
Jakarta. Erlangga.
Gasperz, Vincent. 1997. Manajemen Kualitas: Penerapan Konsep-Konsep
Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
_______________, 1997. Penerapan Konsep Vincent Tentang Kualitas Dalam
Manajemen Bisnis Total, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
______________, 2001. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Gibson, James L, John M.lvancevich Jr. 2000. Organisasi dan Manajemen;
Perilaku Struktur, Proses, alih bahasa: Djoerban Wahid. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Greenberg, I., SL Baron, R. A. 2003. Behavior in Organizations: Understanding
and Managing the Human Side of Work. 8th Edition. Englewood Cliffs,
NJ: Prentice Hall.Hasibuan, Malayu. SP. 2002. Manajemen Sumber Daya
Manusia: Dasar dan Kunci Keberhasilan. Jakarta: Gunung Agung.
_______. 2003. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hatfield, E., Traupmann, ].,& Walster, G.W. 1978. Equity and Extramarital
Sexuality. Archives of Sexual Behavior. Reprinted in M. Cook & G.
Wilson (Eds.). 1979. Love and Attraction: An International Conference.
Oxford: Pergamon Press.
James A. F. Stoner dan Charles Wankel. 1986. Management. alih bahasa
Wilhelmus W. Bakowatuin dan Bosco Carvallo, 3rd Edition. Jakarta:
lntermedia.
Jewell L.N., Siegall M. 1990: Contemporary industrial/ Organizational
Psychology. West Publishing Company.
John R Schermerhorn, Jr. 1999. Organizational Behavior. John Wiley &
Sons Canada, Ltd.
Kartini, Kartono. 1987. Gangguan Kejiwaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Kilduff, M. and Day, D. 1994. “Do chameleons get ahead? The effects of
self-monitoring on managerial careers.” Academy of Management Journal,
37(4): 1047-1060
Kreitner, R., and Kinicki, A. 2001. Organizational Behavior 5th Edition. Burr
Ridge, ILL: Irwin/McGraw-Hill.
Linda L. Davidoff. 1981. Introduction to Psychology: Macmillan Publishing
Company.
Locke, E. A., & Latham, G. P. 1990. A Theory of Goal Setting and Task

212 Sumber Daya Manusia Strategik


Performance. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
__________. 1969. What is Job Satisfaction? Organizational Behavior
and Human Performance. In E. E. Lawler (1973). Motivation in Work
Organizations. Brooks/ Cole Publishing Company: Monterrey, CA.
Mangkuprawira, Sjafri. 2002. Manajemen Sumber Daya Stategik. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Mar’at. 1982. Sikap Manusia Perubahan dan Pengukurannya. Indonesia: Ghalia.
Maslow, A. 1954. Motivation and Personality. New York: Harper & Row.
Mathis, Robert L dan Jhon H. Jackson, 2001. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Buku I, Terjemah: Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira Hie,
Jakarta: Salemba Empat.
McClelland, D. C. 1961. The Achieving Society. New York: Van Nostrand
Reinhold.
Moekijat. 1987. Manajemen kepegawaian (Personnel Management). Bandung:
Alumni
________. 1995. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: CV. Mandar Maju.
Musanef. 1996. Manajemen Kepegawaian di Indonesia. Jakarta: PT Toko
Gunung Agung
Nawawi, Hadari. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang
Kompetitif Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Nicholson, Nigel. 1996. Career Systems ln Crisis: Change and Opportunity in
The Information Age. Academy of Management.
Nina Insania K. Permana. tt. Strategi Karir di Abad 21. Dari http://
scribdcom. Data diakses pada hari Rabu, 7 ]uli 2010.
Oscar, Mink, Owen, Keith, dan Barbara. 1993. Developing High Performance
People: The Art of Coaching. English Basic Book.
Rene V. Dawis, Lloyd I’l. Lofquist. 1984. Psychological Theory of Work
Adjustment. An Individual-Differences Model and It’s Applications.
University of Minnesota Press.
Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan,
Dari Teori ke Praktik. PT RajaGrafindo Persada: jakarta
Robert A. Baron. 1999. Psychology. Boston: Macmillan Publishing Company
Robbins P. Stephen & Couiter Mary .1999. Management. 6th Edition.
Prentice Hall International Inc.
Robert A. Sutermeister. 1976. People and Productivity. 3rd Edition. New York:
McGraw-Hill.
Saksono, Slamet. 1997. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta; Kanisius
Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan 10.

Riset dan Audit MSDM 213


Jakarta: Bumi Aksara
Sinungan, Muchdarsyah. 2003. Produktivitas, Apa dan Bagaimana. jakarta:
Bumi Aksara.
Sulistiyani, Ambar Teguh, dkk. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia:
Konsep, Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik.
Yogyakarta: Graha llmu
Syarif, Rusli. 1990. Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan dan Pemanfaatan
Hasilnya. Bandung: Angkasa.
Swansburg, A.C. (1996). Management and Leadership for Nurse Managers.
Jones and Bartlett Publishers lnternational, London England.
Thoha, Miftah. 2007. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta:
Kencana.
Tosi, H.L., Rizzo, J.R., dan Carrol, S.J., 1990. Managing Organizational
Behaviour. 2nd Edition. Harper and Row. NewYork.
Vroom, V. H. 1964. Work and Motivation. New York: Wiley.
Werther, WB. & Keith Davis. 1996. Human Resources and Personnel
Management. New York: McGraw-Hill, lnc.
Wexley, KN., and Yukl, LA. 1988. Organizational Behavior and Personnel
Psychology. Boston: Richad D. lrwin, Inc.
Whitmore, John. 1997. Coaching Performance. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Winardi, 1992. Manajemen Prilaku Organisasi. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.
Z.B. Leibowitz, C. Farren, dan B.L. Kaye, Designing Career Development
System, San Fransisco, CA: Jossey-Bass, 1986.

214 Sumber Daya Manusia Strategik


TENTANG PENULIS

Lilis Sulastri, M.M lahir di Bogor pada tanggal 20 mei 1976, adalah staff
pengajar di UIN Sunan Gunung Djati Bandung sejak tahun 2000 hingga
sekarang, mengajar pada jurusan Manajemen, Administrasi Negara,
Manajemen Dakwah , serta di beberapa jurusan lain. Memperoleh gelar
Sarjana Agama pada tahun 1997, kemudian melajutkan pendidikan strata
2 Magister Manajemen dengan konsentrasi MSDM selesai pada tahun
2000, saat ini sedang melanjutkan program strata 3 dengan konsentrasi
yang sama di bidang MSDM.
Beberapa karya ilmiah dan artikel yang dimuat di beberapa surat kabar
dan jurnal ilmiah, antara lain pengaruh kompensasi dan motivasi terhadap
prestasi kerja, dimuat pada Jurnal Dikoz Manajemen, Sumber Daya manusia
dan dunia pendidikan kita , Kebangkitan SDM dan Harapan, dimuat pada
HU Pikiran Rakyat, dll. Membuat berbagai diktat kuliah yang tersebar
dalam berbagai makalah, yang Salah satunya terkumpul dalam buku ini.
Penulis juga sering mengikuti berbagai kegiatan seminar, lokakarya, dan
simposium yang diselenggarakan oleh berbagai perguruan tinggi, aktif
dalam pelatihan pelatihan motivasi, antara lain: mengikuti seminar living
in harmony to succes and happiness dengan pembicara Andrie Wongso,
kemudian seminar tentang Strategi Bisnis di Era Holistik dengan pembicara
James Gwee. Tak hanya mengikuti pelatihan-pelatihan dan seminar
motivasi secara nasional, penulis juga aktif menjadi trainer atau pembicara
dalam pelatihan dan teknik motivasi yang diselenggarakan di berbagai
jurusan di kampus tempat di mana penulis mengajar.
Selain mengajar penulis juga aktif di unit lembaga Pusat penjaminan
Mutu (PPM) UIN Sunan Gunung Djati Bandung sejak 2008 hingga
sekarang, mengikuti berbagai kegiatan antara lain workshop dan seminar
Sistem penjaminan Mutu Perguruan Tinggi, studi banding, mengikuti
kegiatan audit mutu akademik internal, menjadi pengelola buletin
penjaminan mutu dan website penjaminan mutu. Serta menyelenggarakan
berbagai kegiatan seminar yang berkaitan dengan sistem penjaminan mutu
perguruan tinggi.

Bandung, Juli 2011


Penulis

216 Sumber Daya Manusia Strategik

Anda mungkin juga menyukai