Disusun oleh :
Lulu Noharia
NIM : 201133039
Telah Mendapatkan Persetujuan Dari Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Konsep Dasar
Keperawatan.
Telah disetujui pada
Hari : Sabtu
Tanggal : 3 oktober 2020
Oleh:
Tn. T berusia 62 tahun dirawat diruang bedah rumah sakit X dengan benigna prostat
hyperplasia. Klien mengatakan sudah 3 bulan menderita penyakit tersebut. Klien masuk
rumah sakit untuk persiapan operasi sesuai jadwal yang di tentukan dengan dokter. Kondisi
klien saat ini lemah, mengatakan nyeri hebat di abdomen bawah, abdomen bawah
membengkak dikarenakan tidak bisa membuang urin. Klien tampak gelisah, cemas dan sulit
tidur karena memikiirkan penyakitnya. k/u sedang, kesadaran CM,TD:140/90 mmhg N:78
Kali/menit, RR:26 kali/Menit, RR: 26 Kali/menit, suhu: 36,8 C, nyeri skala 6 dengan hilang
timbul TB:163 cm, BB 59 kg, terpasang infus 20 tetes /menit Klien tinggal seorang diri
dirumahnya, istrinya sudah lama meninggal dan mempunyai anak, klien seorang petani
karet, sehari-hari pergi ke karetnya. Klien terkenal baik dilingkungan setiap ada kegiatan
dilingkungan selalu diikuti Tn. K menggunakan KIS untuk seluruh pengobatan.
BAB I.
LAPORAN KASUS KELOLAAN
A. Pengkajian
Nama klien : Tn. T No. Reg : 2020801000
Umur : 62 tahun Tgl. MRS : 27-7- 2020
Jenis Kelamin : laki-laki Tgl pengkajian : 27-7-2020
Suku/Bangsa : melayu
Agama : islam
Pekerjaan : petani
Pendidikan : SD
Alamat : sungai kunyit hulu Kab. mempawah
Asuransi : (BPJS/UMUM)
Diagnosa medis : benigna prostat hyperplasia
B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
- Pasien mengatakan nyeri di area abdomen bagian bawah dan susah untuk
buang air kecil
b. Riwayat kesehatan sekarang
- Pasien mengatakan mempunyai penyakit benigna prostat hyperplasi (BPH)
- Pasien mengatakan sulit untuk membuang air kecil
- Pasien mengatakan nyeri ketika membuang air kencing
- Pasien mengatakan cemas karena rencana tindakan operasi
- Pasien mengatakan sullit tidur akibat nyeri
c. Riwayat kesehatan masalalu
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah menderita penyakit seperti sekarang
d. Riwayat keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarganya yang menderita penyakit seperti
sekarang, namun Ibu memiliki riwayat DM
2. Genogram
Ket: Perempuan hidup
Laki-laki hidup
Perempuan meninggal
Laki-laki meninggal
Pasien
v
v
3. DATA BIOLOGIS / POLA FUNGSI KESEHATAN
v
a. Pola nutrisI
- SMRS : Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan menu berbeda, ibu pasien
mengatakan pasien sering jajan makanan di luar.
- MRS : pasien mengatakan makan 3x sehari dengan menu berbeda dan mampu
menghabiskan
b. Pola minum
- Jenis minuman yang dikonsumsi : air putih
- SMRS : pasien mengatakan minum kurang lebih ±8 gelas /hari
- MRS : pasien menngatakan minum tidak ada yang berubah masih kurang lebi ±2
gelas/ hari malah masih sering haus
c. Pola eliminasi
- SMRS : BAK pasien masih sama kurang lebih 7-8 kali / hari. BAB kurang lebih
2 kali / hari
- MRS :. BAK pasien normal kurang lebih ±2 kali / hari pasien mengatakan nyeri
dan sulit untuk BAK. BAB kurang lebih 1x/hari.
BAK :warna: jernih kekuningan darah (+),
BAB : konstipasi (-), diare (-), melena (-), tekstur normal, warna: kuning
kecoklatan, berbentuk
d. Pola istirahat tidur
- SMRS : pasien mengatakan tidur malam nyenyak kurang lebih 7-8 jam dan siang
kurang lebih 30-120 menit
Siang : 14.00 – 16.00 WIB
Malam : 20.00 – 05.00 WIB
- MRS : pasien mengatakan sulit tidur, malam sering terbangun teba-tiba.
Tidur siang : lama 30 menit, jam 11:00 s/d jam 11:30
Tidur malam : lama 3 jam, jam 04:00 s/d jam 05:00 dan sering
terbangun tiba-tiba
e. Pola aktivitas
- SMRS : pasien mengatakan aktivitas dilakukan secara mandiri
- MRS : aktivitas di bantu oleh perawat.
f. Pola kebersihan diri
- SMRS : kebersihan dikerjakan sendiri (mandi, ganti oakaian, dll)
- MRS : keberisihan di bantu oleh perawat
4. PEMERISAAN FISIK
a. Keadaan umum :
- Kondisi lemah, kebersihan diri kurang, susah bergerak karena abses dipaha kiri
b. Kesadaran : compos mentis
GCS : 15 E:4 V:5 M:6
c. Tanda – tanda vital
S : 36,8C. N : 78 x/mnt. TD :140/90 mmHg. RR :26x/mnt.
d. Kepala
- Inspeksi : bentuk norma, tidak terdapat lesi dan jaringan parut
- Palpasi : tidak ada benjolan, tidak terdapat nyeri tekan
e. Rambut
- Inspeksi : warna hitam dan bersih
- Palpasi : rambut kasar, tidak terdapat rambut rontok
f. Mata
- Inspeksi : ikterik (-), konjungtiva anemis, pupil isokor, tidak terdapat kantung
mata atau mata panda
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan disekitar mata
g. Hidung dan sinus
- Inspeksi : bentuk simetris, polip (-), cuping hidung (-), tidak ada pembengkakakn,
terdapat rambut-rambut halus di dalam hidung
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
h. Mulut dan gigi
- Inspeksi : tidak ada pembesaran tongsil, gigi tidak lengka dan bersih.
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan pembengkakan gusi, bibir dan mulut
i. Telinga
- Inspeksi : bentuk simetris, cairan (-), alat bantu (-)Penumpukan serumen (-),
kotor (-)
- Palpasi : tekstur normal, (kenyal) tidak terdapat nyeri tekan.
j. Leher
- Inspeksi : bentuk simetris, jaringan parut (-) lesi (+) gerakan trakea (+)
- Palpasi : nyeri tekan (-) oedem (-) pembekakan tiroid (-) nadi karotis teraba
k. Thoraks
Paru- paru
- Isnpeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dada inspirasi dan ekspirasi
normal,tidak tampak pergerakan nafas tambahan, lesi (+) jaringan parut (-)
- palpasi : tidak ada nyeri tekan/ lepas, pembekakan (-)
- perkusi : terdengar suara vesikuler, whezzing (-), ronchi (-)
- auskultasi : sonor
Jantung
- Inspeksi : ictus kordis tidak nampak
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, detak jantung terasa, pembengkakan (-)
- Perkusi : pekak / dullnes
- Auskultasi : reguler (lub, dug ) teratur dan kuat di ics II dan V
Vetebra
- Inspeksi : simetris dari samping, kifosis (-) Lordosis (-) skoliosis (-), terdapat lesi
terlihat berkeringat
- Palpasi ; tidak terdapat nyeri tekan, kulit terasa lembab
l. Abdomen
- Inspeksi : datar ( seopal )
- Palpasi : terdapat nyeri tekan
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus 15x/ menit
m. Ekstremitas
- Inspeksi : tangan kiri terpasang infus, bengkak (oedem) pada kaki kiri, dari paha
sampai ujung kaki
- Palpasi : nyeri tekan pada paha kiri
- Tonus otot
5555 5555
5555 5555
Keterangan :
0 : tidak ada kekuatan otot
1 : sedikit tahanan atau gerakan
2 : tidak mampu menahan gaya gravitasi
3 : dapat melawan gaya gravitasi
4 : dapat bergerak dan melawan hambatan
5 : normal
5. DATA PSIKOLOGIS
- Interaksi ego : emosi pasien stabil
- Interaksi sosial : pasien berinteraksi sosial baik dengan lingkungan sekitar
- Konsep diri / spiritual : pasien beragama selalu beribadah sesuai agama yang
dianut, tetapi selama sakit hanya bisa berdoa agar cepat sembuh
- Pola koping : pasien dapat menerima keadaannya sekarang
6. DATA PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
ANALISA DATA
Nyeri
O. Pasien tampak
meringis
kesakitan
A. nyeri akut
teratasi
sebagian
P.intervensi
dilanjutkan
2 Gangguan Observasi S: -pasien
eliminasi urin mengidentifikasi tanda mengatakan
B/D Retensi sulit untuk
urin (BPH) dan gejala retensi atau membuang air
27-7-2020 inkontinensia urin kemih/urin
09:00-09:45
mengidentifikasi factor O. - abdomen atau
yang menyebabkan perut pasien
tampak sedikit
retensi atau bengkak
inkontinensia urin - pasien tampak
lemah
memonitor eliminasi
urin (mis. Frekuensi, A. ganggua
eliminasi urin
aroma, volume, dan belum teratasi
warna)
P. Intervensi
Terapeutik dilanjutkan
mencatat waktu-waktu
dan haluaran berkemih
membatasi asupan
cairan, jika perlu
mengambil sampel urin
tengah (midstream)
atau
kultur
29-7-2020 Kolaborasi
12:00-12:15 Kolaborasi pemberian S. - pasien
obat supositoria uretra, mengatakan
sudah di
jika perlu operasi
- pasien
Kolaborasi tindakan
mengatakan
operasi BPH bisa
membuang air
kemih/urin
secara lancar
- pasien
mengatakan
tidak nyeri
saat buang air
kecil
O. - pasien tampak
sudah di
operasi
- pasien tampak
lemah
A. gangguan
eliminasi
teratasi
P. Intervensi di
hentikan
3 Ansietas B/D observasi S:- pasien
rencana mengidentifikasi saat mengatakan cemas
operasi karena
tingkat ansietas penyakitnya
(BPH)
27-7-2020 berubah (mis. Kondisi
08:00-09:00
, waktu, stressor) -Pasien
mengidentifikasi mmengatakan
takut untuk di
kemampuan operasi
mengambil keputusan
O: pasien tampak
memoonitor tanda- gelisah
tanda ansietas (verbal S : 36C. N:
78 x/mnt. TD
dan nonverbal) :140/90 mmHg.
Terapeutik RR :26x/mnt
meniptakan suasana
terapeutik untuk A: ansietas belum
menumbuh teratasi
kepercayaan
menemani pasien untuk P: intervensi di
Lanjutkan
mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
memahami situasi yang
membuat ansietas
mendengarkan dengan
penuh perhatian
menggunakan
pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
menempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
Memotivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
mendiskusi
perencanaan realistic
tentang peristiwa yang
akan dating
A:ansietas teratasi
P:intervensi di
Hentikan
4 Gangguan Observasi S: - mengatakan
Pola tidur mengidentifikasi pola sulit tidur
B/D nyeri karena cemas
aktivitas dan tidur - pasien
dan
ansietas mengidentifikasi faktor mengatakan
27-7-2020 jika tidur
08:00-09:00 pengganggu tidur (fisik sering
atau psikologis) terbangun
- pasien
mengidentifikasi mengatakan
makanan dan minuman Tidur siang:
lama 30
yang mengganggu tidur menit, jam
(mis. Kopi, the, 11:00 s/d jam
alcohol, makananan 11:30
- pasien
yang mendekati waktu
mengatakan
tidur, minum banyak Tidur malam:
lama 3 jam,
air sebelum tidur
jam 04:00 s/d
Terapeutik jam 05:00
modifikasi lingkungan O: pasien tampak
(mis pencahayaan, lemas dan tidak
semangat
kebisingan, suhu,
matras, dan tempat A:Gangguan pola
tidur belum
tidur) teratasi
fasulitasi
P:intervensi di
menghilangkan stress lanjutkan
sebelum tidur
tetapkan jadwal tidur
rutin
lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan (mis.
Pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur
sesuaikan jadwal
pemberian obat
dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga
A. Analisa Kasus
1. Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan kondisi yang menyebabkan
terjadinya pembengkakan pada kelenjar prostat. Namun, kondisi tidak bersifat
kanker, atau sel-sel abnormal. Kelenjar prostat sendiri memiliki fungsi untuk
memproduksi air mani dan terletak pada rongga pinggul antara kandung kemih
dan penis. Pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hyperplasia (BPH)
adalah kondisi ketika kelenjar prostat membesar. Akibatnya, aliran urine
menjadi tidak lancar dan buang air kecil terasa tidak tuntas. Kelenjar prostat
hanya dimiliki oleh pria.
Oleh karena itu, penyakit ini hanya dialami oleh pria. Hampir semua pria
mengalami pembesaran prostat, terutama pada usia 60 tahun ke atas. Meski
begitu, tingkat keparahan gejalanya bisa berbeda pada tiap penderita, dan tidak
semua pembesaran prostat menimbulkan masalah. Pria berusia 60 tahun ke atas
sebaiknya melakukan pemeriksaan ke dokter secara rutin, terutama bila
mengalami gangguan buang air kecil. Bila tidak ditangani, terhambatnya aliran
urine akibat BPH dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan kandung
kemih. Namun perlu diketahui, pembesaran prostat jinak tidak terkait dengan
kanker prostat.
2. Gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Tingkat keparahan gejala yang dirasakan oleh penderita pembesaran kelenjar
prostat bervariasi, dan gejala cenderung secara bertahap memburuk dari waktu
ke waktu, meliputi:
a. Kebutuhan yang sering atau mendesak untuk buang air kecil
b. Peningkatan frekuensi buang air kecil di malam hari (nocturia)
c. Kesulitan memulai buang air kecil
d. Aliran air seni lemah atau aliran yang tersendat-sendat
e. Urine menetes di akhir buang air kecil
f. Merasa tidak tuntas setelah berkemih
Gejala lain yang terjadi dalam frekuensi lebih jarang:
a. Infeksi saluran kemih
b. Ketidakmampuan untuk buang air kecil
c. Darah dalam urine
Munculnya gejala-gejala tersebut disebabkan oleh tekanan pada kandung
kemih dan uretra ketika kelenjar prostat mengalami pembesaranPada kasus
tertentu, BPH bahkan bisa menyebabkan retensi urine atau ketidakmampuan
mengeluarkan urine sama sekali. Tapi perlu diingat, tidak semua pembesaran
kelenjar prostat menimbulkan keluhan buang air kecil, baik buang air kecil
terus atau tidak bisa buang air kecil sama sekali.
a. Nyeri saat buang air kecil
b. Terdapat darah dalam urine (hematuria) atau sperma (hematospermia)
c. Urine tidak keluar sama sekali
Gejala-gejala ini juga dapat terjadi akibat infeksi saluran kemih, batu kandung
kemih, batu ginjal, bahkan kanker prostat atau kanker kandung kemih. Oleh
karena itu, dibutuhkan pemeriksaan secara menyeluruh oleh dokter.
3. Etiologi
Belum diketahui apa yang menyebabkan pembesaran prostat jinak. Akan
tetapi, kondisi ini diduga terkait dengan perubahan pada keseimbangan kadar
hormon seksual seiring pertambahan usia pria. Pada sebagian besar pria,
prostat akan terus tumbuh seumur hidup. Ketika ukurannya cukup besar,
prostat akan menghimpit uretra, yaitu saluran yang mengalirkan urine dari
kandung kemih ke lubang kencing. Kondisi inilah yang menyebabkan
munculnya gejala-gejala di atas.
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena
pembesaran prostat jinak, yaitu:
a. Berusia di atas 60 tahun
b. Kurang berolahraga
c. Memiliki berat badan berlebih
d. Menderita penyakit jantung atau diabetes
e. Rutin mengonsumsi obat hipertensi jenis penghambat beta
f. Memiliki keluarga yang mengalami gangguan pros
4. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal ( 2016) membagi klenjar prostat dalam beberapa zona,
antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan periuretra. Sjamsuhidajat (2015), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun danterjadi konversi tertosteron menjadi estrogen
pada jaringan adipose di perifer.menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini
sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar
prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim alfa reduktase Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung
memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein
sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika
dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh
sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem
simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi
resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian
detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih
kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut
trahekulasi (buli-buli balok).
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa
yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase
penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih.
Apabilakeadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan
cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu
permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah,
rasa belum puas setelah miksi.
Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas
otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria). Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat
vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan
intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi
inkontinensia paradox (overflowin continence).
Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan
ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus
urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita
harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan
iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan
media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2015)
5. Klasifikasi
Klafikasi Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan
menjadi 4 stadium :
a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
b) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
c) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flow inkontinen). Menurut Brunner and
Suddarth (2002) menyebutkan bahwa : Manifestasi dari BPH adalah
peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-
anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan
saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus
setelah berkemih), retensi urine akut.
6. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin,
2000 Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan p yelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2015)
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges (2013), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada
pasien dengan BPH adalah :
a. Laboratorium
1) Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
2). Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
b. Radiologi
1) USG prostat, untuk melihat ukuran prostat penderita.
2) Tes urine, untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi atau kondisi lain
yang memiliki gejala mirip dengan pembesaran prostat jinak.
3) Tes darah, untuk memeriksa kemungkinan gangguan pada ginjal.
4) Tes pengukuran kadar antigen (PSA) dalam darah. PSA dihasilkan
oleh prostat dan kadarnya dalam darah akan meningkat bila kelenjar
prostat membesar atau mengalami gangguan.
5) Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.
6) IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar
prostat, penyakit pada buli-buli.
7) Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel,
tumor.
8) Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum
8. Penatalaksanaan
Menurut Sjamsuhidjat (2015) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
a. Medikamentosa
1) Mengharnbat adrenoreseptor α
2) Obat anti androgen
3 ) Penghambat enzim -2 reduktaseα
4) Fisioterapi
b. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter,
hidronefrosis jenis pembedahan:
2) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malaluiuretra.
3) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat ada kandung
kemih.
4) Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian
bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasukikandung kemih.
5) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum.
6) Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah,
uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.
c. Terapi Invasif Minimal
1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
9. Diagnosa yang mungkin muncul
Gangguan eliminasi urin B/D proses penyakit (BPH dan retensi urin)
10. Analisa Intervensi Keperawatan
a. Observasi
identifikasi tanda dan gejala retensi atauinkontinensia urin
identifikasi factor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urin
monitor eliminasi urin (mis. Frekuensi, aroma, volume, dan warna)
b. Terapeutik
catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
batasi asupan cairan, jika perlu
ambil sampel urin tengah (midstream) atau kultur
c. Edukasi
ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
ajarkan pengukur asuhan cairan dan haluaran urine
ajarkan mengambil spesimen urin midstream
ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan
anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontra indikasi
anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
11. Rencana ide-ide baru
a. Perawatan mandiri
Bila gejala yang dirasakan tergolong ringan, pasien bisa melakukan penanganan secara
mandiri untuk meredakan gejala, yaitu dengan:
1) Menghindari minum apapun satu atau dua jam sebelum tidur.
2) Membatasi asupan minuman yang mengandung kafein dan alkohol.
3) Membatasi konsumsi obat pilek yang mengandung dekongestan dan
antihistamin.
4) Tidak menahan atau menunda buang air kecil.
5) Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam.
6) Menjaga berat badan ideal, dengan menjalani pola makan yang sehat.
7) Berolahraga secara teratur dan rutin melakukan senam Kegel.
8) Mengelola stres dengan baik.