Anda di halaman 1dari 15

A.

Konsep Implementasi Manajemen Pengetahuan

Dewasa ini, perusahaan maupun organisasi yang ada kerap kesulitan meraih
keunggulan material yang signifikan. Perusahaan biasanya melakukan perbaikan
sedemikian rupa, demi menurunkan atau meminimalisir biaya. Namun dengan
persaingan yang sebegini ketat, penurunan biaya saja bukanlah menjadi hal yang
signifikan dan dapat benar – benar efektif. Munculnya banyak kompetitor baik lokal
maupun internasional, dengan segala macam keunggulanya, terutama pada rendahnya
biaya produksi dan segala macamnya, membuat keunggulan secara biaya saja tidak
cukup. Permintaan pelanggan yang sangat beragam, mencipatakan persaingan yang
sangat kompetitif juga. Keinginan barang yang berkualitas tinggi dengan harga serendah
mungkin, juga dengan pembayaran yang longgar dan segala macamnya, menyebabkan
nilai suatu perusahaan makin beragam pula. Perusahaan otomatis harus menciptakan
sistem serta pemikiran yang lebih luas terkait pemutaran uang perusahaannya.
Dalam penerapan atau implementasi manajemen pengetahuan, dapat dilakukan
beberapa dimensi. Adanya ledakan informasi yang didorong dengan perkembangan yang
pesat dari teknologi informasi, menyebabkan implementasi manajemen pengetahuan juga
banyak sekali berubah. Dimensi tersebut yang dikekukakann Sangkala (2007) :
a. Dimensi Konseptual, maksudnya adalah agar organisasi mengembangkan suatu
konstruksi yang terintegrasi dan dapat digunakan mendiskusikan pengetahuan dalam
organisasi.
b. Dimensi Perubahan, perlu diperhatikan karena perubahan erat kaityannya erat dengan
stabilitas. Sebelum pengetahuan baru merubah segala sistem dan aktivitas suatu
organisasi, kita harus terlebih dulu memahami semua informasi tersebut lebih dahulu.
c. Aspek Pengukuran, hal ini penting karena menjadi mekanisme pengintegrasi dalam
organisasi. Masing masing pengukuran, secara implisit menentukan sudut pandang.
Oleh karena itu desain pengukuran merupakan pernyataan yang paling fundamental
dari sasaran organisasi.
d. Aspek Struktur Organisasi, sangat diperlukan karena didalamnya terdapat pembagian
peran dan tanggung jawab yang digunakan agar efektivitas manajemen dapat
terwujud.
e. Isi Pengetahuan, jika kita pandang pengetahuan ini sebagai sebuah produk,
penbgetahuan dapat diklasifikasi dalam berbagai cara. Kita membutuhkan
pengetahuan yang cocok dan saling mendukung.
f. Dimensi Alat, erat terkait dengan ketersediaan sarana untuk memperoleh
pengetahuan, Oleh karena itu, bagaimana metoda mengelola pengetahuan,
representasi pengetahuan yang akan dikelola serta infrastruktur yang dibutuhkan
untuk menunjang pengelolaan pengetahuan secara efektif sehingga dapat menentukan
strategi kedepan suatu organisasi maupun perusahaan.

B. Langkah Strategik Implementasi Manajemen Pengetahuan

Pada dasarnya, setiap organisasi pasti memiliki suatu sasaran maupun tujuan untuk

dicapai.Sasaran tersebut dapat berupa sasaran tahunan, menengah, maupun jangka

panjang. Bahkan beberapa perusahaan yang sangat visioner mencapai kurun 20 tahun.

Dalam implementasi manajemen pengetahuan ditempuh dengan berbagai langkah dan

strategik yang sesuai dengan tuntutan lingkungan dan dinamika organisasi. Langkah

strategik implementasi manajemen pengetahuan yang lain, antara lain :

1. Analisis Infrastruktur

Analisis infrastruktur adalah untuk mengaudit infrastruktur yang ada.

2. Mengaitkan Manajemen Pengetahuan dengan Strategi Bisnis

Keseimbangan antara teknologi informasi, teknologi, perubahan kultural, sistem

penghargaan baru, dan fokus bisnis dengan strategi bisnis perusahaan.

3. Mendesain Infrastruktur Manajemen Pengetahuan

Pada tahapan ini, manajemen menentukan jenis teknologi dan peralatan yang

dibutuhkan untuk penerapan sistem manajemen pengetahuan, agar lebih relevan

dengan kebutuhan sistem manajemen pengetahuan.

4. Mengaudit Aset dan Sistem Pengetahuan yang Ada

Tim audit harus menanyakan hal – hal seperti persediaan pengetahuan, bagaimana

persediaan pengetahuan terus meningkat, bagaimana daya tahan aset pengetahuan

yang kita miliki, dapatkah pengetahuan ini meninggalkan organisasi, dan sebagainya.

5. Mendesain Tim Manajemen Pengetahuan


Tim manajemen pengetahuan akan di desain dengan komposisi sebagai berikut :

a. Local Expert

b. Internal information technology expert

c. D.

d. Ed

e. Senior Manager

6. Menciptakan Blueprint Manajmen Pengetahuan

a. Knowledge repositories

b. Collaboration platform

c. Network

d. Culture

7. Pengembangan Sistem Manajemen Pengetahuan

a. Interface layer

b. Access and authentication layer

c. Collaborative filtering and inteligent layer

d. Application layer

e. Transport layer

f. Middleware and legacy integration layer

g. Repositories

8. Prototype dan Uji Coba

a. Objective driven decision support

b. Incremental but independent resut

c. Software and organization measure clearly laid out each stage

9. Perubahan, Kultur, dan Struktur Penghargaan


Satu hal yang harus dicatat kaitannya dengan upaya menjalankan tahap ini bahwa

sukses tidaknya manajemen perubahan tidak hanya tergantung pada teknologi, tetapi

dikebanyakan organisasi, justru lebih ditentukan pada perubahan kultur dan perubahan

dalam sistem penghargaan.

10. Evaluasi Kinerja, Mengukur ROI, dan Perbaikan Sistem Manajemen

Pengetahuan

a. Keuangan : Bagaimana strategi kita, penerapan dan pelaksanaan memberi kontribusi


terhadap level bawah
b. Pelanggan : Bagaimanakah pelanggan menerima kita, apakah mereka senang dan puas.

c. Proses bisnis internal: apakah proses internal kita efektif, efisien, dan terbaik ?

d. Pembelajaran dan pertumbuhan: bagaimanakah kita melakukan sesuatu dengan baik


sehingga kita dapat mempertahankan daya saing kita secara berkelanjutan seperti kunci
mempertahankan karyawan, meningkatkan system dan teknologi, dan mengembangkan
kemampuan orang-orang kit?

Untuk tujuan pengukuran hasil manajemen pengetahuan, Tiwana (2000) mengajukan


pengganti perspektif Kaplan dan Norton, yaitu sebagai berikut :

a. Financial perspective (perspektif finansial)


b. Human capital perspective (perspektif modal manusia)
c. Customer capital perspective (perspektif modal pelanggan)
d. Organizational capital perspective (perspektif modal organisasi)

Dari langkah-langkah yang dilakukan dengan strategi implementasi manajemen


pengetahua di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesuksesan strategi implementasi
manajemen pengetahuan sangat tergantung kepada beberapa aspek, yaitu infrastruktur,
teknologi, struktur, system penghargaan, dan kultur. Pengetahuan sangat berbeda dengan
data, informasi dimana data, dan informasi hanya akan menjadi pengetaahuan bila dilakukan
dengan konteks. Disinilah pentingnya organisasi menyediakan kondisi atau konteks yang
memungkinkan karyawan dengan mudah terdorong dan termotivasi menciptakan
pengetahuan dengan sasaran strategis.

Dengan diidentifikasikan sasaran strategis, strategis usaha serta factor kunci sukses
organisasi sudah dapat mengidentifikasi ragam kelompok yang dibutuhkan serta tingkat
pengetahuan inti, lanut atau inovatif, sehingga langsung dapat diimplementasikan dalam
kegiatan perusahaan atau organisasi. Gambar 6.2 menunjukan kesenjangan pengetahuan
dalam implementasi manajemen pengetahuan
Keseluruhan tahap-tahap penciptaan pengetahuan akan lebih efektif bila dibarengi suatu
kondisi yang memungkinkan proses pwnciptaan pengetahuan dapat berlangsung yaitu orang
(social), organisasi, dan teknologi. Ketiga factor ini seyogyanya dimaknai sebagai satu
kesatuan, dimana proses penciptaan pengetahuan merupakan interaaksi social antara orang-
orang yang ada di dalam organisasi.. sementara itu, teknologi dalam proses penciptaan
pengetahuan tersebut berperan sebagai fasilisator. Berbagai bentuk teknologi yang dapat
memfasilitasi penciptaan pengetahuan adalah fasilitas internet, ekstranet, intranet, groupware
dan teknologi penyusunan pola, dll.

Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam implementasi manajemen pengetahuan


adalah melalui rantai nilai organisasi, sebagaimana pada Gambar 6.3. rantai nilai atau value
chain merupakan model hubungan antara kegiatan-kegiatan primer dan kegiatan yang
mendukung yang ada di perusahaan memberikan nilai pelanggan. Sejka diperkenalakn oleh
Porter pada tahun 1980 (Comppetitive strategy Techniques for Analycing Industies and
Competitor), model ini sangat popular karena bbermanfaat untuk mengidentifikasi sumber
biaya dan sumber diferensiasi yang dapat menjadi keunggulan bersaing bagi perusahaan.

Gambar 6.3 Rantai Nilai Perusahaan

Secara generic, rantai nilai perusahaan terdiri atas empat kegiatan pendukung dan lima
kegiatan primer. Masing-masing kegiatan memiliki indicator kinerja, masing-masing
ukurannya ditetapkan oleh perusahaan. Kinerja atersebut dapat dicapai bila perusahaan
memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja.

Untuk emmastikan rantai nilai perusahaan perlu dibaningkan rantai nilai prusahaan yang
lain untuk membandingkan jenias kegiatan dan kinerjanya. Dengan demikian perusahaan
dpat mengidentifikasi pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki dan belum dimiliki
secara lebih akurat.

C. Berbagai Faktor Pendukung Impleentasi Manajemen Pengetahuan


Dalam praktik implementasi asset pengetahuan dalam suatu organisasi bukan hal tiba-
tiba, sekali jadi dapat dilihat hasilnya, tetapi merupakan usaha yang panjang, menerapkan
manajmen pengetaahuan itu merupaka sebuah program yang unik dan sangat tepat dengan
karakteristik organisasi dengan masing-masing organisasi dan manajemen pengetahuan yang
ingin ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum mengimplementasikan manajemen pengetahuan,
harus melihat factor-faktor pendukungnya. Adapaun factor pendukung implementasu
manajemen pengetahuan dikemukaka oleh beberapa pakar dan ahli (Sangkala, 2007), yaitu
sebagai berikut :

1. Kondisi Sosial
Kondisi social dalam organisasi, menururt Davis (1998), dinyatakan bahwa efektivitas
manajemen pengetahuan memerlukan sebuah perubahan fundamental di dalam satu
organisasi melakuka kegiatannya. Kondisi ini dapat melahirkan hal-hal sebagai beriku
:
a. Pondasi yang kuat bagi setiap orang untuk lebih membuka pikirannya kepada
orang lain untuk lebih terlibat dalam dialog dengan orang lain, dan berupaya
mempertimbangkan keyakinannya.
b. Penilaian (appraisal)
c. Pemberdyaan, yaitu keterlibatan orang dalam perubahan yang akan memengaruhi
mereka (Schein, 1995; Ulrich, 1998; Nonaka & Takeuchi, 1995), percaya bahwa
pemberdayaan dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam menciptakan
pengetahuan.
d. Kepercayaan (trust). Kepercayaan yang muncul terhadap seseorang atau kepada
objek terkait dengan perilaku masa lalu. Kepercayaan merupakan dasar utama
yang diperlukan dalam kaitannya dengan hubungan sosial
e. Otonomi (autonomy). Pada tataran yang ideal, dikatakan otonom ketika individu
dapat bergerak secaara otomatis sejauh keadaan yang dimungkinkan.
Memungkinkan karyawan untuk bertindak secara otomatis akan meningkatakan
peluang tinggi bagi organisasi.
f. Pengungkitan kompetensi 9competence leverage). Kompetensi dapat
diidentifikasikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjalankan tugas-
tugasnya. Kompetensi ini tergantung kepada pengetahuan professional,
pengalaman, bakat alam, keahlian, dan keterampilan seseorang.
g. Pekerja atau aktivis pengetahuan (knowledge crew/activist). Menurut Nonaka dan
Takeuchi; 1995) pekerja pengetahuan adalah pemimpin proyek penciptaan
pengetahuan. Selanjtkan dikemukakan jika aktivitas pengetahuan memiliki enam
tujuan, yaitu:
1. Memulai dan memfokuskan penciptaan penegtahuan
2. Mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan dalam penciptaan pengetahuan
3. Mendorong inisiatif penciptaan pengetahuan ke seluruh organisasi
4. Memperbaiki kondisi yang terlibat dalam penciptaan pengethauan dan
mengaitkan aktivitas tersebut dengan gambaran umum yang ingin dicapai oleh
organisasi
5. Mempersiapkan para peserta yang terlihat dalam penciptaan pengetahuan
dengan tugas-tugas baru dimana pengetahuan tersebut akan dibutuhkan; dan
6. Memperluas perspektif dari komunitas mikro.

2. Kondisi Organisasi
Proses penciptaan pengetahuan, selain ditentukan kondisi social juga sangat
ditentukan oleh kondisi organisasi pembelajar (learning organization). Dalam konteks
manajemen pengetahuan organisasi, pembelajar terkait dengan penciptaan
pengetahuan dalam konteks sosialisasi dan internaisasi, yaitu seperti berikut:
a. Tujuan (Intention). Dalam kenyataan bahwa tujuan organiasi merupakan aspirasi
dari organisasi untuk dicapai, komponen yang terpenting dari strategi organisasi,
mengkonseptualiasasi sebuah visi mengenai pengetahuan apa yang harus
dikembangkan dan dimasukkannya ke dalam system manajemen yang dapat
dilaksanakan (Nonaka dan Takeuchi; 2004)
b. Kekenduran (Slack). Dalam penelitiian yang dilakukan oleh Mohman (2000)
ditemukan bahwa sangat banyak waktu yang dibutuhkan untuk mempertuarkan
pengetahuan. Oleh karena itu, organisasi seyogyanya membantu aktivitas berbagi
pengetahuan (Isharing knowledgeI) yang mampu merefleksikan, membingkai isu-
isu, dan belajar dari berbagai kompetensi baru.
c. Fluktuasi dan Kekacauan Kreatif. Kekacauan akan mendorong kembali
perhatiannya terhadap pentingnya dialog sebagai sarana interaksi social yang
dapat membantu karyawan menciptakan konsep-konsep baru.
d. System yang Terintregaasi ke dalam Proses Pekerjaan Sehari-hari. Proses
penciptaan pengetahuan serta berbagi pengetahuan dipandang berlangsung dengan
baik ketika proses tersebut secara otomatis merupakan bagian kehidupan
organisasi.
e. Redundansi (Rendudancy). Terminology redundansi bias merusak karena
berkonotasi diplikasi yang tidak diperlukan sia-sia atau informasi yang berlebihan.
Hal yang dimaksud disini, menurut Takeuchi & Nanoka (2004) adalah informasi
yang melampaui keperluan operasional anggota organisasi.
f. Menanamkan Visi Pengetahuan (Instiling a Knoeledge VisionI). Untuk dapat
menanamkan visi pengetahuan, organisai harus mampu bergerak dari strategi
bisnis kepada pentingnya penciptaan sebuah visi pengetahuan ke seluruh
organisasi (Takeuchi & Nanoka, 2004)
g. Menegelola Percakapan (Managing Conversation). Mengolah percakapan menjadi
sanagt penting bila dikaitkan dengan berbagai pengetahuan. Bahkan lebih jauh,
dapat dikatakan bahwa esensi daripada aktivitas organiasi adalah berkomunikasi,
berkomunikasi di antara para anggota organisasi, dengan pihak luar organisasi,
baik dengan pemasok, pelanggan mamupun dengan stakeholder lainnya.
h. Mengglobalkan Pengetahuan Lokal (Gbloblizing Local Knowledge). Daalam
konteks tingkat persaingan yang sedemikian keras, produk yang ingin dipasarkan
tidak hanya lahir dari pengetahuan yang bersusmber dari unit-unit local yang ada
di dalam organisasi, tetapi juga harus mampu mengakomodasi keunikan dan
keinginan local.
i. Ukuran (Metrics). Untuk mendapatkan pemahaman dalam hal efektivitas
mengenai aktivitas yang terkait dengan berbagai pengetahuan, maka harus ada
cara mengukur “return on knowledge/ROK”. Elliot (1997) menemukan bahwa
karena seseorang pada akhirnya akan mempertanyakan apakah manfaat dari
berbagi pengetahuan dalam konteks manajemen pengetahuan, nilai, dan
bermanfaat yang ditimbulkan dari aktivitas berbagi pengetahuan harus mampu
dimonitor sejak awal.
j. Pejuang Pengetahuan (Knowledge Champion). Seseorang pejuang pengetahuan
adalah seseorang yang berasal dari pimpinan,, memahami kebutuhan berupa
pentingnya berbagi pengetahuan.
k. Iklim Keterbukaan (Climate of Openness). Iklim keterbukaan sangat penting
diciptakan di dalam organisasi sehingga memungkinkan setiap orang mampu
menciptakan, manmpakkan, berbagi dan menggunakan pengetahuan (Dvenpon,
1998, Choo, 1995). Menurut Choo (1995), iklim keterbukaan sapat mempengaruhi
sikap seseorang untuk juga terbuka pikirannya menghadapi sesuatu yang tidak
dikenali maupun yang tidak disukai, dan bahkan selalu terdorong untuk melkukan
uji coba dan inovatif.
l. Keperluan yang Beragam (Requizite Variety). Menurut Ashby (1995), konsep
keperluan yang beragam mengacu kepada proses penyusunan saluran informasi
yang sesuai dengan tuntutan lingkungan. Organisasi internal yang berbeda mesti
menyesuaikan keperluan dan kompleksitas lingkungan untuk mengatasi tantangan
yang berasal dari lingkungan.
m. Komunitas (Communities). Menurut Stewart (1997), sebuah organisasi
membutuhkan tim kerja, komunitas praktik, dan bentuk kelompok social
pembelajar lainnya. Komunitas ini terdiri atas individu-individu yang berbeda dan
kemungkinan dari unit yang berbeda, memiliki perasaan kesatuan di antara merka
serta memiliki motivaasi diri untuk mecapai sasarannya.
n. Kolaborasi (Collaboration). Kolaborasi merupakan suatu bentuk kerja sama yang
melebihi sekadar bekerja sama yang didasarkan atas kompensasi atas bantuan
yang pernah diterima pada masa lalu atau untuk mengantisipasi bantuan yang
diperluakan di masa depan, berbagi aktivitas, proses, mengembangkan produk
bersama-sama, berbagi tanggung jawab (Jones, 1998)
o. Dialog (Dialogue). Senge mengemukakan dalam bukunya The Fifth Dicipliner,
The Art and Practice of Learning Organization bahwa orang Yunani memaknai
dialog sebagai suatu alur pemikiran yang bebas di dalam sekelompok orang yang
menciptakan kemungkinan pencerahan yang tidak dapat dicapai bila hanya
bersandarkan ppada seseorang individu.

3. Kondisi Teknologi
Adanya teknologi informasi dan komunikasi dalam memfasilitasi dan
menciptakan pengetahuan adalah untuk memnghubungkan orang dengan orang lain
atau untuk mengekaplisitkan pengetahuan. Hal ini dapat dibedakan dalam tiga
dimensi yang saling terkait yaitu seperti berikut:
a. Memiliki informasi dan mengkaplisitkan komponen pengetahuan secara
online, tersusun dan terpetakan, dengan mudak diakses dan secara akurat
ditemukan untuk digunakan oleh seluruh pengguna di dalam situasi yang
menekankan pada sisi pengetahuan eksplisit.
b. Meningkatkan koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi antar individu, tim,
atau kelompok untuk mentransfer pengetahuan dari pihak yang memiliki
pengetahuan kepada pihak yang membutuhkan atau ingin menggunakan
pengetahuan tersebut (McGee, 1996). Dimensi kedua ini lebih ditekankan
pada sisi pengetahuan implisit.
c. Menawarkan satu bentuk petunjuk kepada pihak lain mengenai keahlian
tertentu atau merupakan satu dokumen yang menjelaskan pengetahuan.
Dimensi ini lebih menekankan pada kedua sisi sebelumnya, yaitu tacit
knowledge dan explicit knowledge.

Teknologi komunikasi dan informasi yang membantu proses penciptaan dan


berbagi pengetahuan, dikenal antara lain berupa tempat penyimpanan
pengetahuan. Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan diatas, yaitu seperti
berikut :

a. Peta Rute Pengetahuan merupakan pedoman atau petunjuk sumber


informasi dan pengetahuan, baik yang bersumber dari dalam maupun dari
luar organisasi.
b. Wahana Berkolaborasi merupakan teknologi komunikasi dan informasi
yang secara elektronis memfasilitasi kelompok atau tim kerja
berkolaborasi; memberikan sebuah lingkungan yang bersifaat maya yang
memberikan dorongan untuk mampu berdebat, berdialog, berinteraksi,
berinovasi, dan berbagi informasi da pengetahuan (Duffy, 1996)

4. Penyelarasan Strategi Manajemen Pengetahuan dengan Strategi Organisasi

Dalam mengimplementaiskan terhdapa ide-ide pengetahuan terintregasi dalam


proses penyusunan strategi manajemen pengetahuan dengan strategi organisasi karena
strategi manajemen pengetahuan merupakan bagian satu kessatuan dari strategi
organisasi. Strategi dlaam penggunaan pengetahuan menyangkut strategi pemanfaatan
pengetahuan, penetapan cara pengukuran dampak penggunaan pengetahuan tersebut,
serta bagaimana mekanisme penyempurnaan dan pengayaan knowledge tersebut
sesudah digunakan atau dipraktikkan strategi itu akan sama di semua lini organisasi
dan strategi itu menjadi concern dari setiap orang.

Stratregi distribusi menyangkut pemilihan mekanisme knowledge transfer yang akan


digunakan, agar knowledge tersebut dapat diterima oleh orang yang tepat, pada saat tepat
untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaannya. Hal itu terjadi sebagai kosekuensi dari
tersedianya knowledge operasional (how to perform activites) yang dibutuhkan untuk
mengeksejusi proses-proses detail dari implementasi strategi.
Menurut Tobing (2007), siklus perumusan strategi perusahaan dan implikasinya
terhadap strategi manajemen pengetahuan, dirumuskan langkah-langkah atau inisiatif yang
harus dilakukan sebagaimana pada Gambar 6.4

Kemudian, dari inisiatif yang ditetapkan , dilakukan identifikasi knowledge yang


dibutuhkan untuk mengeksekusi inisiatif tersebut. Sesudah knowledge yang dibutuhkan dapat
dirumuskan dan diinventarisasi, maka dilakukan knowledge gap analisis berdasarkan
kerangka, seperti pada Gambar 6.5. Kerangka Zack dapat membantu personil manajemen
pengetahuan dalam melakukan penilaian antara knowledge yang sudah dimiliki perusahaan
dan yang belum dimiliki oleh perusahaan.
Untuk knowledge yang sudah dimiliki oleh perusahaan, personil Manajemen
Pengetahuan juga harus melakukan analisa ketersediaan dan kualitas knowledge, identifikasi
unit atau personil yang memiliki knowledge tersebut; dan ketersediaan knowledge tersebut
apakah dalam bentuk tacit atau explicit dan juga apakah explicit knowledge tersebut tersedia
dalam bentuk digital, manual atau buku. Dan terakhir, bagaimana tingkat aksebilitas
terhadap knowledge yang sudah dimiliki oleh perusahaan tersebut.

Sedangkan untuk knowledge yang belum dimiliki, harus dilakukan analisis untuk


mengidentifikasi organisasi, perusahaan atau orang yang sudah memiliki knowledge tersebut
dan bagaimana tingkat aksebilitas terhadap knowledge tersebut. Selanjutnya dikembangkan
strategi Manajemen Pengetahuan yang mendeskripsikan langkah atau cara yang harus
dilakukan untuk mengakuisisi, menyimpan atau memelihara, dan
mendistribusikan knowledge tersebut agar dapat dimanfaatkan oleh perusahaan (knowledge
utilization).

D. Mensinergikan Pengetahuan dengan Strategi Organisasi dalam Proses Bisinis

Dalam mengintegrasikan pengetahuan dengan strategi organisasi mesti tahapan-


tahapan yang harus dilalui agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan organisasi. Menurut
Tobing (2007), ada dua tahapan utama yang dapat didefiniskan pada proses yang berkaitan
dengan strategi orgainsasi, yaitu tahapan formulasi strategi dan implementasi strategi.
a. Perbedaan karakteristik antara knowledge yang dibutuhkan untuk tahapan formulasi
strategi dengan knowledge yang dibutuhkan untuk tahapan implementasi strategi.
b. Sedangkan knowledge untuk tahap implementasi strategi (termasuk inisitif dan proses
bisnis) lebih focus pada knowledge yang lebih berorientasi pada “technical know
how “ dan knowledge yang memberi tuntutan dalam pengambilan keputusan yang
bersifat operasional.

Secara ideal, formulasi strategi diformulasikan sebagai hasil dari proses-proses di


manajemen pengetahuan. Strategi itu sendiri merupakan knowledge yang diproduksi oleh
proses dialog antar anggota atau antar unit perusahaan. Proses pemahaman terhadap strategi
itu sudah terbentuk pada tahapan formulasi strategi, sehingga tidak ada lagi alasan bahwa
strategi itu tidak lagi dapat diimplementasikan karena strategi tersebut sebelumnya sudah
diuji dari berbagai perspektif.

Ketika dipastikan bahwa knowledge sudah tersedia untuk mendukung implementasi suatu
proses bisnis, tidak serta merta bahwa knowledge itu sudah menyatu di dalam proses bisnis.
Untuk mengintegrasikan knowledge ke proses bisnis, menurut Tobing (2007), perlu
dilakukan hal-hal berikut :
a. Identifikasi proses bisnis (what to do)
b. Identifikasi metoda yang digunakan untuk melaksanakan proses bisnis.
c. Identifikasi sarana/tool yang digunakan untuk melakukan pross bisnis.
d. Identifikasi kualifikasi atau knowledge level dari personil yang menjadi tanggung
jawab dan eksekutor dari proses bisnis.
e. Identifikasi input dari proses bisnis.
f. Identifikasi output dari proses bisnis dan indicator keberhasilannya.
g. Pemetaan kebutuhan knowledge untuk masing-masing proses bisnis.

Setelah memahami integrasi prses tersebut, perlu mengoptimalkan opsi-opsi bisnis sesuai
dengan perencanaan strategis yang telah ditetapkan dengan pengumpulan informasi sebagai
wadah utama, sebagaimana dikemukakan oleh Stapleton (2003) :
a. Membentuk citra, identitas dan repotrasi bisnis.
b. Menciptakan basis data kontak bisnis.
c. Menyebarkan informasi ke pasar.
d. Membentuk dan memelihara jaringan sumber informasi.
e. Membentuk ikatan dengan media.
f. Memodifikasi siklus bisnis.

Peran dan fungsi manajemen pengetahuan dalam proses bisnis meyelaraskan keinginan
dan kebutuhan organisasi dalam menjalankan bisnis atau melakukan pelayanan public dengan
meniciptakan dan mengembangkan pengetahuan yang dibutuhkan oleh organisasi dengan
pedoman hal-hal sebagai berikut :
a. Pernyataan misi. Banyak konsultan yang menasihati untuk menerangkan tujuan yang
telah ditegaskan misi organisasi, karena pernyataan misi merupakan pernyataan tujuan
yang menyediakan arah tunggal untuk diikuti oleh semua orang.
b. Waktu dan sumberdaya yang dicurahkan untuk mengumpulkan informasi bisnis.
c. Membuat program. Berapa tinggi perputaran pelanggan sebagai alasan untuk
pembuatan program dan pengumpulan informasi bisnis.
d. Rekrutmen. Perekrutan talenta tenaga yang berkompetisi terhadap kebutuhan bisnis
setelah dilakukan analisis jabatan yang menggambarkan kebutuhan yang sesuai
dengan dinamika organisasi.
e. Pertukaran pelanggan. Berapa tinggi perputaran pelanggan yang dibutuhkan oleh
organisasi. Jika berhasil, maka akan mendapat tingkat pertukaran pelanggan 15
sampai 25 persen.
f. Meger dan akusisi.sejumlah perusahaan mengklaim bahwa mereka tidak pernah
mempertimbangkan akan menjual perusahaan dan tidak pernah mempertimbangkan
manajer akusisi, paling tidak harus membuat rencana pengembangan perusahaan
untuk berdayasaing yang kompetitif.
g. Pengumpulan informasi di lokasi lain. Fakta bisnis tidak menyenangkan bahwa
manajer senior cenderyng mengumpulkan informasi mereka dalam pasar local atau
sekitar kantor, akan tetapi harus mampu menerobos pasar yang lebih luas.
h. Mempertahankan pelanggan. Sebagai contoh, saat mengumpulkan informasi baru,
banyak perusahaan, sebagian besar upaya mereka untuk mendapatkan pelanggan baru
sudah ada. Hal ini pelanggan yang lama akan meninggalkan organisasi yang
bersangkutan apabila tidak dipertahankan dan memenuhi harapan pelanggan yang
bersangkutan.
i. Kompoisisi taktik pengumpulan informasi. Sebelum menggunakan taktik
pengumpulan informasi bisnis, menggunakan pertanyaan berikut :
1. Apakah taknik saya digerakkan oleh volume bisnis ?
2. Apakah taktik saya sesuai dengan komposisi pengetahuan?
3. Apakah taktik tersebut unik dan belum dimiliki oleh organisasi lain ?
4. Siapa saja dalam bisnis saya menginginkan informasi baru ? apa informasi baru
akan menaikkan profit baru, bagaimana dan mengapa ?
5. Apakah mereka memahami dan menginginkannya ? bagaimana informasi baru
dapat membantu ? dapatkah anda merangkum pengetahuan yang diperoleh dalam
satu kalimat?

Gambar 6.4 memberikan suatu contoh bagaimana melengkapi suatu proses bisnis
dengan knowledge dan dukungan lain yang dibutuhkan untuk mengeksekusi proses bisnis
tersebut dengan efektif. Aplikasi perangkat lunak dapat dikembangkan untuk
mengintregasikan proses bisnis dengan knowledge dan dukungan lainnya, seperti
pelatihan,data, informasi dan alat bantuyang dibutuhkan, sehingga ketika pekerja ditempatkan
pada lokasi tempat kerja yang baru, untuk mengetahui apa yang harus dikerjakan, bagaimana
mengerjakan dan dukungan lain apa saja yang harus dibutuhkan. Maka pekerjatersebut
tinggal mengeklikproses-proses bisnis ytang sesuai dengan domain tugasnya, maka akan
muncul deskripsi tentang knowledge, skill, pelatihan dan informasi, interelasi dengan unit
lain, serta sarana atau tool yang dibutuhkannya.

Sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan bisnis, antara lain sebagai berilkut :
a. Prospectus bisnis.
b. Kadin.
c. Penyedia komunikasi tentang konsumen.
d. Perusahaan direct mail.
e. Laporan bisnis fortore.
f. Penyedia informasi tentang industry.
g. Biro informasi, dan lainnya.

E. Efektivitas dan Efisiensi Manajemen Pengetahuan

Tujuan utama Knowledge Manajemen adalah memastikan


tersedianya knowledge yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan untuk orang yang tepat
yang penggunaannya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi atau untuk
menciptakan nilai bagi perusahaan. Untuk itu kebutuhan knowledge dan tingkat
kepentingannya perlu dirumuskan sebagai acuan utama penyediaan knowledge.
Ada kemungkinan knowledge yang sudah dimiliki oleh perusahaan, termasuk yang
baru diakuisisi, kurang efektif dalam pemanfaatannya. Hal ini dapat disebabkan belum
tepatnya pemenuhan kebutuhan knowledge dengan ketersediaan knowledge. Ada kalanya
tingkat ketersediaan knowledge begitu tinggi tetapi kebutuhan dan tingkat kepentingan
strategisnya rendah. Hal ini menimbulkan inefisiensi seperti yang ditunjukkan pada kuadran
kanan bawah dari Gambar 6.6. Sebaliknya, ada kalanya kebutuhan knowledge yang memiliki
tingkat kepentingan strategisnya tinggi, ternyata tingkat ketersediaan knowledge rendah. Hal
ini menunjukkan pengelolaan knowledge yang tidak efektif.

Tingkat ketersediaan knowledge yang tinggi, tidak menjamin bahwa Manajemen


Pengetahuan di organisasi tersebut sudah berjalan dengan efektif. Knowledge overload dapat
terjadi jika tidak ditemukan link yang tepat antara ketersediaan knowledge dengan tingkat
kebutuhan dan tingkat kestrategisan dari knowledge. Faktor berikutnya yang dapat
menyebabkan ketidakefektifan dan inefisiensi adalah kurang dinamisnya Manajemen
Pengetahuan. Hal ini ditandai dengan adanya delay dan gap antara kebutuhan dan
penyediaan knowledge dan kurangnya kompetensi eksekutor inisiatif atau proses bisnis
dalam menggunakan knowledge yang sudah tersedia.
Selanjutnya dijelaskan pada tingkat paling dasar dalam suatu organisasi terletak pada
efektivitas individu sebagai anggota organisasi. Pandangan ini menekankan pada kinerja
individu –individu yang ada di organisasi. Pengertiannya, masing-masing kontribusi yang
dapat diberikan individu-individu dalam organisasi dapat ditekankan. Tugas yang harus
dilaksanakan anajemen pengetahuan biasanya diterapkan pada bagian dari pekerjaan atau
posisi dalam organisasi. Prestasi kerja individu dinilai secara rutin lewat proses evaluasi
kinerja yang merupakan dasar bagi kenaikan gaji, imbalan lain yang tersedia dalam
organisasi promosi.

Table 6.1 Kriteria Efektivitas Organisasi

Waktu
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang

1. Produksi Dapat menyesuaikan Dapat hidup terus


KRITERIA 2. Efisiensi diri dan perkembangan (continuously
3. Kepuasan improvement)

Pada pandangan efektivitas dan efisiensi kelompok, penekanan adalah pada kinerja
yang dapat diberikan kelompok pekerja, sebab disamping berkerja sendiri, pada
kenyataannya individu biasanya bekerja bersama-sama di dalam kelompok. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan efektivitas kelompok adalah kontribusi dari semua anggota.

Anda mungkin juga menyukai