Anda di halaman 1dari 16

BAB III

STUDI KASUS

Bab ini berisikan mengenai permasalahan yang ditemukan di PT Tarumatex


beserta dengan metode pemecahan masalahnya. Metode pemecahan masalah didasari
dengan studi literatur.

3.1 IDENTIFIKASI MASALAH


Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, studi literatur
dan batasan yang digunakan.

3.1.1 Latar Belakang Masalah


PT Tarumatex adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri tekstil. Proses
produksi di perusahaan ini merubah benang menjadi kain setengah jadi yang nantiya
akan dikirim ke konsumen. Banyak jenis kain yang di produksi oleh PT Tarumatex
mulai dari berbagai bahan dasar benang, jenis anyaman, tingkat kerapatan hingga
diameter benang yang akan diproduksi. Dengan banyaknya variasi produk yang
dihasilkan tentu saja ditemukan juga beberapa kecacatan pada kain. Terfokus pada kain
dengan kode AY-XXX, ditemukan data cacat sebagai berikut pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Data Cacat
Poi Grad
Nama Jumlah Cacat
n e
Mesi
BT BB DPK LP PK L L PK CLO PK JD R
n
N C S K P R S N L K
85 11 36 45 44 43 43 45 46 46 41
A 100 1,36 C
0
50 10 19 32 25 23 21 23 25 22 22
B 92 0,87 B
2
10 14 55 53 48 50 45 46 49 52 56
C 110 1,63 C
3 9
90 11 45 57 40 51 55 48 42 53 49
D 103 1,5 C
7
89 12 46 60 43 42 47 41 45 43 42
E 116 1,48 C
8
Keterangan:
a. BT = Bar tebal
b. BB = Bar tipis
c. DPKN = Dobel pakan

III-1
Bab III Studi Kasus III-2

d. LPC = Lusi pecah


e. PKS = Pakan kurang satu
f. LK = Lusi kendor
g. LP = Lusi putus
h. PKR = Pakan kendor kiri
i. CLOS = Closet
j. PKN = Pakan kendor kanan
k. JDL = Jendil-jendil
l. RK = Rusak kamran
Berdasarkan hasil pengamatan, yang selanjutnya di temukan masalahnya yaitu
idle time pada stasiun kerja tenun. Menurut hasil wawancara, untuk memenuhi 1
permintaan bisanya 1 mesin bekerja selama 3 minggu non-stop. Menghadapi hal ini PT
Tarumatex menyediakan mesin yang cukup banyak untuk memenuhi permintaan
sejumlah 127 unit mesin tenun.
Permasalahan ketiga, yaitu masalah keamanan di bagian produksi PT
Tarumatex. Didapati satiun kerja sizing memiliki suhu yang cukup tinggi karena
merupakan proses memasakak kanji dan mengeringkan helaian benang dengan uap akan
tetapi operator masih bebas berkeliling di area yang sangat dekat dengan mesin. Pada
stasiun kerja tenun juga didapati operator yang tidak menggunakan earplug dan masker
padahal kondisi bising disana melebih ambang batas yang wajar juga banyak serbuk
kain yang berterbangan mampu mengganggu saluran pernapasan. Tidak adanya display
sebagai pengingat operator bisa menjadi salah satu penyebab operator tidak
memperdulikan keamana tersebut. Frekuensi kecelakaan akibat terpeleset dapat terjadi
0-3 kali dalam setahun. Beberapa kali operator juga tertimpa beam yang cukup berat.
Permasalahan yang keempat terdapat pada bagian PPIC (Planning Product
Inventory Control). Keterlamabatan pengiriman kain ke konsumen pernah terlambat walaupun
tudak sering yang diakibatkan oleh keterlambatan bahan baku. PT Tarumatex tidak
menggunakan metode tertentu untuk melakukan perencanaan produksi. Sehingga PT Tarumatex
hanya membeli bahan jika ada pesanan yang datang.
Terakhir, sistem informasi yang kurang memadai. PT Tarumatex masih
menggunakan excel sederhana untuk melakukan input data. sistem pengumpulan data
perusahaan terutama data cacat kain belum cukup baik. Dengan sistem shift maka data
cacat setiap shiftnya pun dipegang oleh orang yang berbeda. Walaupun menggunakan 1

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-3

komputer yang sama untuk input data, akan tetapi letak penyimpanan datanya masih
berantakan sesuai keinginan penanggung jawab input data di shift tersebut.

3.1.2 Perumusan Masalah


Dari sekian permasalahan yang ditemukan, permasalahan yang paling kompleks
adalah mengenai kualitas produk. Berdasarkan pada hasil wawancara, apabila produk
cacat tidak diterima oleh konsumen makan PT Tarumatex harus membuat ulang
pesanan tersebut. Selain memakan biaya yang cukup tinggi juga memakan waktu
dengan proses yang cukup panjang. Menghadapi masalah ini maka metode yang
disarankan adalah Six Sigma. Metode ini selain mudah digunakan juga cukup detail
untuk mencari akar permasalahan dari penyebab cacat yang terjadi. Six Sigma memiliki
5 tahapan yaitu, DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Dengan
penerapan metode ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas kain di PT Tarumatex.

3.1.3 Pembatas dan Asumsi


Berikut ini batasan dan asumsi yang digunakan yaitu:
1. 8 jam kerja untuk 1 shift, dilakukan dengan 3 shift.
2. Produk kain yang diamati adalah AY-XXX.

3.2 STUDI LITERATUR


Pada sub bab ini berisikan mengenai studi literatur yang digunakan untuk
metode Six Sigma.
1. Pengertian Kualitas
Untuk perusahaan dalam bidang jasa maupun produk, kualitas merupakan
komponen yang sangat penting agar perusahaan mampu bersaing. Pengertian kualitas
menurut beberapa ahli disampaikan dalam poin dibawah ini:
a. Elliot (1993) Kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang
berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan
tujuan.

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-4

b. Goetch dan Davis (1995) kualitas adalah suatu keadaan kondisi dinamis
yang berkaitan dengna produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.
c. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia
(SNI 19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk
atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang
dinyatakan secara tegas maupun tersamar.
2. Pengendalian Kualitas (Quality Control)
Pengendalian dan pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
menjamin agar kegiatan produksi dan proses produksi yang dilaksanakan telah sesuai
dengan apa yang telah direncankan sebelumnya, ketika tidak sesuai dengan perancangan
maka akan dilakukan pengkoreksian hingga apa yang telah direncanakan tercapai
(Sofjan Assauri:1998). Pengendalian kualitas merupakan aktivitas manajemen untuk
menjaga dan mengarahkan kualitas produk (jasa) perusahaan dapat dipertahankan
sebagaimana yang direncanakan (Ahyari:2002).
Tujuan dari pengendalian kualitas itu sendiri dilakukan agar dapat
mengendalikan kualitas produk maupun jasa yang dapat memuaskan konsumen. Suatu
produk yang memiliki kualitas tinggi akan mendapat tempat tersendiri pada diri
konsumen. Pengendalian dari proses produksi suatu produk maupun jasa apabila sudah
tepat dengan spesifikasi akan dengan sendirinya mendapatkan kualitas yang tinggi.
Berikut ini beberapa tujuan dari pengendalian kualitas menurut para ahli:
a. Menurut Montgomery, D.C (1990) tujuan utama pengendalian kualitas
adalah pengurangan variabilitas produk. Rancangan percobaan dapat digunakan
dalam hubungannya dengan pengendalian proses statistik untuk meminimumkan
variabilitas proses.
b. Menurut Ahyari (1990) tujuan utama dari pengendalian kualitas adalah :
 Terdapat peningkatan keputusan konsumen
 Proses produksi dapat dilaksanakan dengan biaya yang serendah
mungkin
 Seleksi sesuai dengan waktu yang telah dilaksanakan

3. Six Sigma Motorola

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-5

Kepuasan pada konsumen akan diraih ketika barang yang telah dibeli oleh
mereka memiliki nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Produk (barang dan/atau
jasa) yang diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan
3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO). Menurut (Heizer dan Render, 2005), Six
Sigma merupakan sebuah program yang dirancang guna mengurangi cacat untuk
membantu mengurangi biaya, menghemat waktu, dan meningkatkan kepuasan
pelanggan. Singkatnya, Six Sigma merupakan metodologi pemecahan masalah yang
menggunakan asset manusia, data, pengukuran, dan statistik untuk menghilangkan cacat
disertakan dengan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Menurut Shaffie dkk (2012) terdapat lima fase dalam melakukan pemecahan
masalah dengan metode Six Sigma yang sering dikenal dengan DMAIC.
a. Define :Mendefinisikan pernyataan masalah, tujuan.
b. Measure :Mengukur kinerja proses saat ini dan mengumpulkan
data
yang diperlukan.
c. Analyze :Menganalisis akar penyebab masalah.
d. Improve :Meningkatkan proses untuk menghilangkan kesalahan
dan
ketidakstabilan.
e. Control :Mengontrol kinerja dari proses, memastikan bahwa
perbaikan berkelanjutan.
Berikut merupakan hasil dari tujuan Six Sigma menurut Shaffie dkk (2012):
a. Mengurangi biaya dari operasional dan risiko
 Tingkatkan efisiensi dan prediktabilitas
 Mengurangi biaya yang terkait dengan kualitas yang buruk
b. Meningkatkan tingkat pendapatan
c. Meningkatkan layanan untuk konsumen.
Brue (2002), mencatat pihak-pihak yang harus bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan Six Sigma di dalam perusahaan meliputi:
a. Executive Leaders
Pimpinan puncak perusahaan yang komit untuk mewujudkan Six Sigma,
memulai dan memasyarakatkannya di seluruh bagian, divisi, departemen dan
cabang-cabang perusahaan.

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-6

b. Champions
Yaitu orang-orang yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan proyek
Six Sigma. Mereka merupakan pendukung utama yang berjuang demi
terbentuknya black belts dan berupaya meniadakan berbagai rintangan/hambatan
baik yang bersifat fungsional, finansial, ataupun pribadi agar black belts
berfungsi sebagaimana mestinya.
c. Master Black Belt
Orang-orang yang bertindak sebagai pelatih, penasehat dan pemandu. Master
black belt adalah orang-orang yang sangat menguasai alat-alat dan taktik Six
Sigma, dan merupakan sumber daya yang secara teknis sangat berharga.
d. Black Belts
Dipandang sebagai tulang punggung budaya dan pusat keberhasilan Six Sigma,
mengingat mereka adalah orang-orang yang memimpin proyek perbaikan kinerja
perusahaan; dilatih untuk menemukan masalah, penyebab beserta
penyelesaiannya; bertugas mengubah teori ke dalam tindakan; wajib memilah-
milah data, opini dengan fakta, dan secara kuantitatif menunjukkan faktor-faktor
potensial yang menimbulkan masalah produktivitas serta profitabilitas;
bertanggung jawab mewujudnyatakan Six Sigma.
e. Green Belts
Adalah orang-orang yang membantu black belts di wilayah fungsionalnya. Pada
umumnya green belts bertugas: secara paruh waktu di bidang yang terbatas;
mengaplikasikan alat-alat Six Sigma untuk menguji dan menyelesaikan
problema-problema kronis; mengumpulkan/ menganalisis data, dan
melaksanakan percobaan-percobaan; menanamkan budaya Six Sigma dari atas
ke bawah.
4. Keunggulan Penerapan Metode Six Sigma
Seperti yang sudah diketahui, secara keseluruhan metode Six Sigma memiliki
tujuan untuk memperbaiki kulaitas dengan tingkat yang cukup detail. Keunggulan dari
metode ini seperti yang dijabarkan bahwa Six Sigma sebagai program kualitas juga
sebagai tool untuk pemecahan masalah. Six Sigma juga dikatakan sebagai metode yang
berfokus pada proses dan pencegahan cacat (defect) (Snee, 1999). Pencegahan cacat
dilakukan dengan cara mengurangi variasi yang ada di dalam setiap proses dengan
menggunakan teknik-teknik statistik yang sudah dikenal secara umum.

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-7

Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang
bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya. Biasanya Six Sigma
membawa perbaikan pada hal-hal berikut ini (Pande, Peter. 2000):
a. Pengurangan biaya
b. Perbaikan produktivitas
c. Pengurangan waktu siklus
d. Pengurangan cacat
e. Pengembangan produk/jasa
5. Keunggulan Metode Six Sigma Dibandingkan dengan Metode Lainnya
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Six Sigma dibanding metode lain adalah:
b. Six Sigma jauh lebih rinci daripada metode analisis berdasarkan statistik. Six
Sigma dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan
strategi sampai operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi
motivasi atas usaha.
c. Six Sigma sangat berpotensi diterapkan pada bidang jasa atau non manufaktur
disamping lingkungan teknikal, misalnya seperti bidang manajemen,
keuangan, pelayanan pelanggan, pemasaran, logistik, teknologi informasi dan
sebagainya.
d. Dengan Six Sigma dapat dipahami sistem dan variabel mana yang dapat
dimonitor dan direspon balik dengan cepat.
e. Six Sigma sifatnya tidak statis. Bila kebutuhan pelanggan berubah, kinerja
sigma akan berubah.

6. Istilah yang Digunakan dalam Six Sigma


Penggunaan metoda Six Sigma memiliki beberapa istilah tersendiri dalam
melakukan pengolahannya. Istilah-istilah tersebut dijelaskan dibawah ini:
a. Critical to Quality (CTQ)
CTQ merupakan atribut utama dari kebutuhan konsumen. CTQ sendiri
adalah jenis cacat paling kritis yang sangat berpengaruh langsung terhadap
pencapaian kualitas yang diinginkan oleh pelanggan.
b. Total Quality Management (TQM)
Total Quality Management merupakan suatu pendekatan manajemen
dimana TQM ini lebih mendorong manajemen dalam mengembangkan

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-8

kualitas, memelihara, dan kegiatan perbaikan dari kualitas yang melibatkan


seluruh bagian dalam organisaasi
c. Defect Per Unit (DPU)
Defect Per Unit merupakan ukuran jumlah cacat yang terjadi pada produk.
Ukuran ini melihat dari sampel terhadap jumlah total produk.
Banyaknya jumah cacat
DPU=
banyaknya unit yang diperiksa

d. Defect Per Opportunity (DPO)


Defect Per Opportunity merupakan peluang kecacacatan atau kegagalan
yang terjadi dari sebuah kelompok. DPO memiliki rumus sebagai berikut
Banyaknya Jumlah defect yang ditemukan
DPO =
CTQ × jumlah unit periksa
e. Defect Per Million Opportunity (DPMO)
Defect Per Million Opportunity mengubah DPO menjadi sejuta unit karena
satuan yang digunakan adalah sejuta unit sehingga harus dikonversikan.
Rumus untuk DPMO yaitu:
DPMO = DPO × 1.000.000

7. Alat Pemecahan Masalah


Penerapan dari metode Six Sigma ini sendiri melakukan beberapa proses
pengidentifikasian untuk memperbaiki masalah-masalah yang ada pada perusahaan
tersebut. Dari beberapa masalah yang ada diperlukannya alat untuk pemecah
masalahnya untuk mencapai tingkat kesalahan atau kesalahan yang sangat minim.
Berikut ini alat-alat pemecah masalah yang dapat digunakan dalam peningkatan kualitas
Six Sigma adalah:
a. Diagram Pareto
Diagram pareto ini dapat membantu pihak perusahaan mengevaluasi beberapa
hal yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu kecacatan terhadap produk. Dari
diagram pareto ini dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang paling berpengaruh
terhadap suatu produk, seperti faktor yang paling dominan untuk dianalisis
terlebih dahulu. Diagram pareto ini mengurutkan tingkat kecacatan atau faktor
yang paling berpengaruh dari kiri ke kanan, atau bisa dikatakan diurutkan sesuai

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-9

ranking yang tertinggi hingga yang terendah. Data ranking yang tertinggi inilah
yang menjadi prioritas utama untuk dilakukannya perbaikan. Contoh diagram
pareto dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1 Contoh Diagram Pareto


b. Diagram Tulang Ikan (Fishbone)
Fishbone diagram adalah alat untuk mengidentifikasi masalah-masalah atau
sebab akibat yang mungkin terjadi disuatu perusahaan melalui brainstorming.
Setelah masalah tersebut didapatkan kemudian dipecah untuk mencari akar dari
permasalahan yang ada melalui beberapa kategori yang digunakan yaitu 5M
(Man, Machine, Method, Material, Money). Contoh diagram tulang ikan dapat
dilihat pada Gambar 3.2 dibawah ini.

Gambar 3.2 Contoh Diagram Tulang Ikan (Fishbone)


c. Histogram
Histogram adalah grafik yang berisi mengenai ringkasan suatu data. Grafik ini
berbentuk seperti grafik batang yang menampilkan masing-masing frekuensi
dari suatu data yang ada. Contoh histogram dapat dilihat pada Gambar 3.3
dibawah ini.

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-10

Gambar 3.3 Contoh Histogram

8. Tree Diagram
Tree diagram adalah teknik untuk memetakan lengkap jalur dan tugas-tugas
yang perlu dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama dan tujuan sub terkait.
Diagram ini mengungkapkan secara sederhana besarnya masalah dan membantu untuk
sampai pada metode-metode yang harus dikejar untuk mencapai hasil. Biasanya
dilengkapi dengan usulan perbaikan yang bisa dan tidak bisa diimplementasikan di
perusahaan. Contoh dari tree diagram dapat dilihat pada Gambar 3.4 berikut.

Gambar 3.4 Contoh Tree Diagram

3.3 USULAN METODE PEMECAHAN MASALAH


Sub bab ini berisikan mengenai bagan/flowchart metode pemecahan masalah
dan penjelasannya.

3.3.1 Flowchart Usulan Metodologi Pemecahan Masalah

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-11

Langkah-langkah dalam memecahkan masalah untuk kode kain AY-XXX dapat


dilihat pada Gambar 3.5 dibawah ini.

START

Identifikasi masalah di PT
Tarumatex dengan kode kain
AY-XXX

Menentukan fokus
permasalahan

Pengumpulan data cacat

Analisis dengan metode six


sigma

Define

Measure

Analyze

Improve

Control

Output :
Usulan Perbaikan

END

Gambar 3.5 Flowchart Usulan Metodologi Pemecahan Masalah

3.3.2 Penjelasan Flowchart


Berisikan mengenai penjelasan flowchart untuk setiap prosesnya.
1. Identifikasi Masalah

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-12

PT Tarumatex merupakan perusahaan yang sudah cukup lama berdiri. Selama


periode pengamatan, ditemukan beberapa permasalahan. Mulai dari kualitas dari
kain AY-XXX yang masih sering ditemukan berada pada grade di bawah B,
keselamatan kerja, perencanaan produksi yang masih belum terjadwal sampai
dengan lingkungan kerja yang dalam beberapa aspek masih belum sesuai dengan
standar.
2. Fokus Permasalahan
Berdasarkan pada hasil temuan permasalahan di PT Tarumatex, difokuskan pada
permasalahan yang berkaitan dengan kualitas. Kualitas sangatlah penting bagi
perusahaan maupun konsumen. Pemilihan permasalahan yang berkaitan dengan
kualitas dikarenakan apabila kualitas mencapai grade BS, ada kemungkinan
konsumen tidak mau menerima. Apabila kondisi demikian terjadi, PT Tarumatex
terpaksa harus membuat ulang kain AY-XXX. Proses pembuatan ulang ini pun
selain menunda pekerjaan selanjutnya juga mengeluarkan biaya lebih. Pemilihan
permasalahan ini dimaksudkan supaya PT Tarumatex tidak perlu mengeluarkan
biaya lebih untuk produksi ulang.
3. Pengumpulan Data Cacat
PT Tarumatex merupakan perusahaan yang bekerja selama 24 jam yang terbagi
kedalam 3 shift. Proses tenun merupakan proses yang paling banyak
menyebabkan cacat. Pada proses tenun, untuk menghasilkan 5000 meter kain,
diperlukan waktu ± 3 minggu. Namun, bukan berarti 5000 meter kain tersebut
disimpan dalam satu beam (gulungan besar). Dimanfaatkan media lain yang
disebut rol. Satu rol mampu menampung ± 300 meter kain dimana 1 rol dapat
dihasilkan dalam 1 hari. Kemudian, 1 rol ini akan dibawa ke bagian inspeksi.
Data cacat yang ada merupakan hasil pengumpulan data selama 3 minggu (5000
meter) di 5 mesin yang ada dari 127 unit mesin.
4. Define
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data cacat, jumlah cacat dan jenis cacat
yang terjadi. Jenis cacat yang umumnya terjadi untuk kain AY-XXX adalah:
b. Bar tebal
c. Bar tipis
d. Dobel pakan
e. Lusi pecah

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-13

f. Pakan kurang satu


g. Lusi kendor
h. Lusi putus
i. Pakan kendor kiri
j. Closet
k. Pakan kendor kanan
l. Jendil-jendil
m. Rusak kamran
Pada tahap define harus menentukan terlebih dahulu fokus cacat yang akan
diperbaiki, biasanya menggunakan diagram pareto. Cara kerja diagram pareto
adalah melakukan persentase kumulatif dan melihat jenis cacat mana yang
paling sering terjadi berdasarkan pada hasil presentase yang diatas 80% artinya
menjadi prioritas perbaikan.
5. Measure
Measure merupakan tahap-tahap penentuan parameter yang digunakan dalam
metode Six Sigma ini sendiri, seperti DPO, DPMO (Defects per Million
Opportunities) dan nilai sigma. Data berapa jenis cacat yang didapat atau yang
biasa dikatakan dengan CTQ (Critical to Quality) yaitu jenis cacat yang paling
mempengaruhi kualitas produk. Kode kain AY-XXX memiliki 13 jenis cacat
yang sering terjadi sehingga pada tahap define harus sudah menentukan 1
prioritas cacat. Tahap ini juga dilakukan dengan menghitung nilai DPMO
(Defects per Million Opportunities) dan nilai sigma, yang didapat dari konversi
pada tabel, dengan menghitung nilai sigma ini dapat ditarik kesimpulan apakah
jenis cacat yang ada di kain AY-XXX sudah mencapai 3.4 DPMO atau dengan
kata lain hanya terjadi 3.4 cacat dari satu juta kesempatan. Perhitungan nilai
DPO, DPMO dan nilai sigma dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus
sebagai berikut:
a. DPO (Defect per Opportunities)
Defect per Opportunities merupakan hasil yang menunjukkan jumlah cacat
yang terjadi dalam satu kali kesempatan.
Banyaknya Jumlah defect yang ditemukan
DPO =
CTQ × jumlah unit periksa
b. DPMO (Defect per Million Opportunities)

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-14

Defect per Million Opportunities merupakan hasil yang menunjukkan


jumlah cacat yang terjadi dalam satu juta kesempatan.
DPMO = DPO × 1.000.000

c. Nilai Sigma
Nilai sigma merupakan nilai yang harus dicapai untuk kualitas terbaik yaitu
sebesar 3.4 DPMO. Angka tersebut berarti hanya terjadi 3.4 cacat dari satu
juta kesempatan dengan nilai sigma sebesar 6 sigma. Nilai sigma tersebut
dapat dilihat pada tabel khusus untuk konversi nilai DPMO ke nilai sigma.
Hasil-hasil nilai sigma yang telah diperoleh dari perhitungan akan digunakan
untuk ketahap selanjutnya yaitu tahap analyze guna untuk mengetahui
apakah sudah memenuhi karakter Six Sigma atau belum.
6. Analyze
Pada tahap ini dilakukan analisis penyebab cacat yang paling kritis untuk kain
AY-XXX yang didapat dari diagram pareto. Untuk menentukan akar
permasalahan biasanya dimanfaatkan fishbone yang berdasarkan pada 5M (Man,
Machine, Method, Material, Money).
a. Man
Mencari tahu apakah tingkat kelelahan operator mampu mempengaruhi
kualitas dari kain AY-XXX kemudian mencari lagi alasan mengapa operator
mengalami kelelahan, apakah karean jam istirahat yang kurang atau lain
sebagainya.
b. Machine
Mencari tahu faktor penyebab cacat dari performansi mesin, apakah mesin
butuh di service dengan lebih rutin ataukah memang perlu ada perlakuan
khusus untuk menghindari cacat.
c. Methode
Mencari tahu apakah ada metode yang salah sehingga menyebabkan kain
AY-XXX mengalami cacat-cacat tertentu, seperti misalnya seharusnya
pengecekan cacat dilakukan mulai dari proses warping sampai dengan folding
atau lain sebagainya.
d. Material

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-15

Mencari tahu apa mungkin bahan baku (TR-XX) yang digunakan kurang
sesuai untuk daya tarik di mesin tenun sehingga terjadi kemungkinan putus
benang.
Dengan fishbone ini dapat ditemukan akar permasalahan dan cara melakukan
perbaikannya. Contoh fishbone dapat dilihat pada Gambar 3.6 berikut.

Gambar 3.6 Contoh Diagram Tulang Ikan (Fishbone)

7. Improve
Tahap pengembangan (improve) merupakan tahap yang dilakukan untuk
mencari solusi dari permasalahan yang telah ditemukan dari diagram fishbone. Solusi
yang digunakan diharapkan mampu mengubah kualitas produk dan kinerja perusahaan.
Tahap ini melakukan perbaikan sesuai dengan analisis dari faktor 5M (Man, Material,
Machine, Method, Money). Tahap ini membuat usulan perbaikan berdasarkan sumber
penyebab cacat.
8. Control
Tahap Pengendalian merupakan fase untuk mengendalikan kinerja proses dan
menjamin cacat tidak akan muncul kembali. Pada tahap ini biasanya diiringi dengan
perhitungan nilai sigma untuk menjamin bahwa perubahan yang dilakukan berpengaruh
pada peningkatan kualitas yang diinginkan perusahaan. Pada tahapan control ini
didukung dengan alat diagram kontrol atau (control chart). Fungsi umum diagram
control yaitu :
a. Meyakinkan kestabilan pada sebuah proses
b. Mengetahui perubahan yang terjadi
c. Membantu mengurangi variabilitas

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022


Bab III Studi Kasus III-16

Contoh penggunaan control chart dapat menggunakan check sheet. Jenis control
chart ini mudah diterapkan dan mudah digunakan oleh lapisan perusahaan. Control di
PT Tarumatex dilakukan oleh supervisor setiap shift-nya.

Laporan Kerja Praktek Tanfidia Eka Khofani/13-2016-022

Anda mungkin juga menyukai