Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUKURAN LINGKUNGAN KERJA


GETARAN

KELOMPOK :1
NAMA : ADINA SHINTA ARIFAH
KELAS : K3-4A
NRP : 0518040007

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian pekerja yang berada di ligkungan kerja banyak yang
mengeluhkan mengenai penyakit akibat kerja yang dialaminya yaitu
terpaparnya getaran mekanis yang berasal dari mesin. Getaran ini memapari
tubuh pekerja, sehingga disebut dengan whole body vibration. Whole body
vibration dapat menyebabkan efek fisiologis seperti memengaruhi peredaran
darah, gangguan saraf, menurunkan ketajaman penglihatan, kelainan pada
otot, dan tulang.
Getaran yang dihasilkan oleh mesin apabila terpapar oleh manusia
atau pekerja dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan antara
lain : Angioneurosis jari-jari tangan, gangguan tulang, sendi, dan otot,
Neuropati dan carpal tunnel syndrome. Getaran yang pada mesin yang
digunakan dengan bantuan tangan untuk mengoperasikan dapat menyebabkan
penyakit carpal tunnel syndrome dimana adanya gangguan pada syaraf yang
disebabkan karena terperangkapnya nervus medianus dan atau karena adanya
penekanan pada nervus medianus yang melewati terowongan karpal,
gangguan pada syaraf ini berhubungan dengan pekerjaan yang mempunyai
paparan getaran dalam jangka waktu yang secara berulang (J.F.Gabriel dalam
Setyaningsih, 2009 : 1-2).
Kelelahan kerja ditandai dengan kelelahan pada tenaga kerja oleh
penurunan kesiagaan dan perasaan lelah yang merupakan gejala subyektif
(Grandjean, E Fiting dalam Setyaningsing, 2009 : 2). Perasaan lelah tersebut
merupakan efek komulatif dari intensitas durasi kerja fisik, mental, monoton,
kebisingan, perorangan, iklim kerja, getaran mekanis, tanggung jawab,
kecemasan dan konflik, penyakit keluhan sakit dan nutrisi (ILO dalam
Setyaningsih, 2009 : 2).
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diketahui bahwa perlu
dilakukan pengukuran getaran pada tempat di PPNS. Selanjutnya akan
dilakukan usaha untuk meminimalisasi getaran yang terjadi dengan cara
memberikan rekomendasi perbaikan atau pengendalian agar tidak terjadi
gangguan kesehatan pada mahasiswa atau pekerja akibat getaran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana aplikasi teori Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada getaran
mekanis?
2. Bagaimana analisis untuk pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing
mahasiswa/pekerja beserta alat yang digunakan?
3. Bagaimana menentukan kondisi yang aman sesuai dengan peraturan yang
berlaku?
4. Bagaimana cara menentukan rekomendasi perbaikan jika kondisi tidak
aman sesuai hirarki pengendalian bahaya?

1.3 Tujuan Praktikum


Berdasarkan beberapa rumusan masalah diatas, maka dapat ditentukan
tujuan dari penyusunan laporan ini, yaitu sebagai berikut :
 Tujuan Instruksional Umum:
Dapat mengaplikasikan teori Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
 Tujuan Instruksional Khusus:
1. Menganalisis pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing
mahasiswa/pekerja beserta alat yang digunakan.
2. Menentukan apakah kondisi yang aman sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
3. Menentukan rekomendasi perbaikan jika kondisi tidak aman sesuai
hirarki pengendalian bahaya.

1.4 Manfaat Praktikum


Manfaat dari penyusunan laporan ini, yaitu sebagai berikut :
 Tujuan Instruksional Umum:
Dapat mengaplikasikan teori Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
 Tujuan Instruksional Khusus:
1. Dapat menganalisis pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing
mahasiswa/pekerja beserta alat yang digunakan.
2. Dapat menentukan apakah kondisi yang aman sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
3. Dapat menentukan rekomendasi perbaikan jika kondisi tidak aman
sesuai hirarki pengendalian bahaya.

1.5 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari praktikum ini :
a. Lokasi pengukuran : Laboratorium atau bengkel PPNS
b. Waktu pengukuran : Kamis, 26 Maret 2020 pukul 08.00
11.25 WIB
c. Alat yang digunakan : Vibration Meter
d. Parameter yang diukur : meter/detik2
e. Standart yang digunakan : Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
70 Tahun 2016 Tentang Standard Dan Persyaratan Kesehatan Lingkunga
Kerja Industri, Menteri Lingkungan Hidup RI. 1996. Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat
Getaran, ISO 10816.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Getaran


Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun
2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja bahwa
getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-
balik dari kedudukan keseimbangannya. Getaran berhubungan dengan gerak
osilasi benda dan gaya yang berhubungan dengan gerak tersebut. Semua
benda yang mempunyai massa dan elastisitas mampu bergetar, jadi
kebanyakan mesin dan struktur rekayasa (engineering) mengalami getaran
sampai derajat tertentu dan rancangannya biasanya memerlukan
pertimbangan sifat osilasinya. Getaran adalah gerak bolak balik atau gerak
osilasi suatu benda yang mempunyai massa dan mempunyai elastisitas seperti
sistem pegas massa. Berdasarkan gerakan :
a. Vibrasi rectilinear
Massa bergerak naik turun atau bolak balik.
b. Vibrasi rotasional
Massa bergerak berputar (Hidayat dan Wilis, 2017 : 66).

Gambar 2.1 Getaran di Tempat Kerja


(Sumber : International Labour Organization, 2013 : 11)
Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media dengan
arah bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif
terhadap semua atau sebagian dari tubuh. Misalnya, memegang peralatan
yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan lengan pengguna,
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan sirkulasi di tangan.
Sebaliknya, mengemudi traktor di jalan bergelombang dengan kursi yang
dirancang kurang sesuai sehingga menimbulkan getaran ke seluruh tubuh,
dapat mengakibatkan nyeri punggung bagian bawah. Getaran dapat dirasakan
melalui lantai dan dinding oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya, mesin
besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi
pekerja yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan
menyebabkan nyeri dan kram otot. Batasan getaran alat kerja yang kontak
langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja
ditetapkan sebesar 4 m/detik2 (International Labour Organization, 2013 : 11).
Adapun penjelasan tentang getaran mengacu pada definisi yang
diberikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam surat keputusannya
yang mencantumkan bahwa getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa
melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang
dimaksud dengan getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh
peralatan maupun sarana kegiatan manusia yang lainnya (Kep.MENLH No:
KEP49/MENLH/11/1996).

2.2 Parameter Getaran


Vibrasi atau getaran mempunyai tiga parameter penting yang dapat
dijadikan sebagai tolak ukur yaitu :
a. Amplitudo (seberapa besar)
Amplitudo adalah ukuran atau besarnya sinyal vibrasi yang dihasilkan.
Amplitudo dari sinyal vibrasi mengidentifikasikan besarnya gangguan
yang terjadi. Makin tinggi amplitudo yang ditunjukkan,menandakan
makin besar gangguan yang terjadi, besarnya amplitudonya bergantung
pada tipe mesin yang ada. Pada mesin yang masih bagus dan baru,tingkat
vibrasinya biasanya bersifat relative.
b. Frekuensi (berapa kali permenit atau perdetik)
Frekuensi adalah banyaknya periode getaran yang terjadi dalam satu
putaran waktu. Besarnya frekuensi yang timbul pada saat terjadinya
vibrasi dapat mengidentifikasikan jenis gangguan yang terjadi. Gangguan
yang terjadi pada mesin sering menghasilkan frekuensi yang jelas atau
menghasilkan contoh frekuensi yang dapat dijadikan sebagai bahan
pengamatan. Dengan diketahuinya frekuensi pada saat mesin mengalami
vibrasi, maka penelitian atau pengamatan secara akurat dapat dilakukan
untuk mengetahui penyebab atau sumber dari permasalahan. Frekuensi
biasanya ditunjukkan dalam bentuk Cycle per menit (CPM), yang
biasanya disebut istilah Hertz (dimana Hz = CPM). Biasanya singkatan
yang digunakan untuk Hertz adalah Hz.
c. Phase (yang menggambarkan bagaimana benda itu bergetar)
Phase adalah penggambaran akhir dari pada karekteristik suatu getaran
atau vibrasi yang terjadi pada suatu mesin. Phase adalah perpindahan atau
perubahan posisi dari pada bagian – bagian yang bergetar secara relative
untuk menentukan titik referensi atau titik awal pada bagian yang lain yang
bergetar.

Selain itu, ada tiga dasar yang menjadi parameter dalam melakukan
pengukuran vibrasi yaitu :
a. Displacement
Displacement adalah ukuran dari pada jumlah gerakan dari pada massa
suatu benda, dimana hal ini menunjukkan sejauh manabenda bergerak
maju mundur (bolak-balik) pada saat mengalami vibrasi. Displacement
adalah perubahaan tempat atau posisi dari pada suatu objek atau benda
meju suatu titik pusat (dalam hal ini massa benda berada dalam posisi
netral). Besarnya gaya dari pada displacement dapat diketahui dari
amplitude yang dihasilkan. Makin tinggi amplitude yang ditunjukkan,
makin keras atau tinggi pula vibrasi yang dihasilkan. Displacement atau
perpindahan dari suatu benda dapat dijukkan dalam satuaan mil (dimana
mil = 0,001 inc) atau dalam micron (dimana 1 micron = 0,001 mm)
Displacement biasanya sangat berguna pada batas frekuensi kurang dari
600 CPM (10 Hz). Frekuensi ini harus digunakan selama terjadi
displacement untuk mengefaluasi gejala vibrasi. Pada keadaan biasa,
dimana vibrasi pada 1 x RPM adalah 2 millis (25,4 micron PK) tapi hal
ini belum memberikan konfirmasi yang cukup untuk menentukan apakah
vibrasi pada tingkatan 2 mil, hal ini merupakan kondisi yang baik atau
buruk, sebagai contoh, vibrasi 2 mils PK-PK pada 3600 CPM adalah
lebih berbahaya dibandingkan dengan vibrasi 2 mils PK – PK pada 300
CPM.
b. Velocity
Velocity adalah jumlah waktu yang dibutuhkan pada saat terjadi
displacement (dalam hal kecepatan). Velocity adalah satu indikator yang
paling baik untuk mengetahui masalah vibrasi (contohnya unbalance,
misaligment, mecanical loosess, dan kerusakan bearing atau bearing
defect) pada mesin berkecepatan sedang. Velocity adalah ukuran
kecepatan suatu benda pada saat bergerak atau bergetar selama berisolasi.
Kecepatan suatu benda adalah nol pada batas yang lebih tinggi atau lebih
rendah, dimulai pada saat berhenti pada suatu titik sebelum berubah arah
dan mulai untuk bergerak kearah berlawanan. Velocity dapat ditunjukkan
dalam suatu inch per second (in/sec) atau milimeter per second (mm/sec)
Velocity disisi lain tidak sepenuhnya mempunyai frekuensi yang
bergantung pada batas sekitar 600 sampai 120000 CPM (10 sampai 2000
Hz) dan pada dasarnya hanya merupakan satu pilihan ketika batas
frekuensi berada pada 300 sampai 300000 CPM (5 sampai 500 Hz).
c. Acceleration
Acceleration adalah jumlah waktu yang diperlukan pada saat terjadi
velocity. Acceleration adalah parameter yang sangat penting dalam
analisis mesinmesin yang berputar (rotation equipment) dan sangat
berguna sekali dalam mendeteksi kerusakan bearing dan masalah pada
gearbox berkecepatan tinggi lebih cepat dan lebih awal. Acceleration
diartikan sebagai perubahan dari velocity yang di ukur dalam satuan
gravitasi. Pada posisi permukaan laut 1,0g = 32,2 ft/sec2 yang ekuivalen
dengan 386,087 in/sec atau 9806,65 mm/sec, harga yang digunakan
untuk menyatakan akselerasi dari gravitasi (percepatan gravitasi) dalam
satuan Inggris dan Metric (dimana in/sec/sec biasanya ditunjukkan
sebagai in sec2 (Hidayat dan Wilis, 2017 : 67-69).

2.2 Sumber Getaran


Perkakas yang bergetar secara luas dipergunakan dalam industri
logam, perakitan kapal, dan otomotif juga dipertambangan, kehutanan, dan
pekerjaan konstruksi. Perkakas yang paling banyak digunakan adalah bor
pneumatik, alat alat ini menghasilkan getaran mekanik dengan ciri fisik dan
efeknya merugikan yang berbeda (Wijaya dalam Ahmad, 2018).

2.3 Karakteristik Getaran


Kondisi suatu mesin dan masalah-masalah mekanik yang terjadi dapat
diketahui dengan mengukur karakteristik getaran pada mesin tersebut.
Karakteristik-karakteristik getaran yang penting antara lain (Okti dalam
Ahmad, 2018):
a. Frekuensi getaran,
b. Perpindahan getaran (vibration displacement),
c. Kecepatan getaran (vibration velocity),
d. Percepatan getaran (vibration acceleration),
e. Phase getaran.

2.4 Jenis Getaran


Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun
1996 Tentang : Baku Tingkat Getaran, getaran dapat dibagi menjadi sebagai
berikut :
a. Getaran mekanik
Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan
peralatan kegiatan manusia. Getaran mekanik dibedakan menjadi :
 Getaran seluruh tubuh (Whole Body Vibaration)
 Getaran pada tubuh tertentu (Partial Body Vibration)
b. Getaran seismik
Getaran seismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh
peristiwaalam dan kegiatan manusia
c. Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan
sesaat.

Sedangkan menurut Suma’mur (dalam Ahmad, 2108) membedakan


getaran ke dalam dua bagian berdasarkan aspek fisik yang terpapar getaran,
yaitu:
a. Getaran Seluruh Tubuh (Whole Body Vibration)
Getaran seluruh tubuh terutama terjadi pada alat angkutan. Getaran
seluruh tubuh terutama di tempat kerja dihasilkan pada truk atau alat
angkut yang digunakan dalam kegiatan industri, traktor pertanian dan
perlengkapannya untuk mengerjakan tanah. Selain seluruh badan bergetar
oleh alat angkut tersebut, seluruh badan ikut bergetar oleh beroperasinya
alat-alat berat yang memindahkan getaran mekanis dari alat berat
keseluruh tubuh pekerja melalui getaran lantai sebagai tempat berpijaknya
kaki.
Tubuh manusia merupakan suatu susunan elastis yang kompleks
dengan tulang sebagai penopang otot dan urat serta merupakan landasan
bagi kekuatan otot bekerja. Kerangka, organ tubuh, urat dan otot secara
bersama-sama menentukan elastisitas tubuh dan kelambanan sebagai
reaksi menahan gaya mekanis bekerja padanya. Sifat susunan tubuh dapat
menjadi massa peredam getaran mekanis, namun sebaliknya dapat pula
menjadi penghantar getaran mekanis.
b. Getaran Sebagian Tubuh (Segmental Vibration)
Alat manual yang pada waktu operasinya bergetar dan
mengakibatkan getaran mekanis pada tangan dan lengan banyak terdapat
dan digunakan di perusahaan. Selama pekerjaan dengan alat manual
demikian sifatnya hanya sekali atau kadang-kadang saja atau jarang,
sedangkan getarannya tidak seberapa, peralatan seperti itu boleh
dikatakan tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan ataupun
kecelakaan. Tetapi berbagai pekerjaan dalam industri manufaktur,
perkebunan, kehutanan, konstruksi dan pertambangan secara
terusmenerus menggunakan mesin ataupun peralatan bergetar.
Pada beberapa sektor perindustrian, mesin-mesin yang digunakan
menghasilkan getaran mekanis yang terpapar pada bagian tangan dan
lengan. Sektor pertambangan menggunakan alat pengebor, pabrik baja
dan pengecoran logam menggunakan mesin gerinda dan pada pekerjaan
kehutanan digunakan mesin chainsaw atau gergaji mesin dalam proses
pemotongan kayu.
c. Getaran Lengan Tangan (Hand Arm Vibration)
Getaran yang merambat melalui tangan melalui akibat pemakaian
peralatan yang bergetar, frekuensinya biasanya antara 20500 Hz.
Frekuensi yang paling berbahaya adalah pada 128 Hz, karena tubuh
manusia sangat peka pada frekuensi ini. Getaran ini berbahaya pada
pekerjaan seperti supir bajaj, operator gergaji rantai, tukang potong
rambut, gerinda, penempa palu.
d. Getaran di Tempat Kerja
Getaran di tempat kerja yang dihasilkan oleh mesin penggerak akan
beresonansi ke tubuh pekerja. Getaran mekanis meningkatkan tonus otot
dengan frekuensi di bawah 20 Hz menjadi penyebab kelelahan.
Sebaliknya, frekuensi getaran mekanis di atas 20 Hz menyebabkan
mengendurnya tonus otot. Getaran mekanis yang terdiri atas campuran
aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus secara serta
merta. Kedua efek yang berlawanan inilah yang menyebabkan kelelahan.
Maka peredam getaran mekanis sangat diperlukan untuk melindungi
tenaga kerja dari proses kelelahan dengan media peredam yang jauh lebih
rendah di bawah frekuensi media getaran. Oleh karena itu, frekuensi
peredam getaran harus sekitar 1 Hz. Peredam getaran ini dipasang di
tempat duduk untuk posisi duduk dan alas kaki bagi posisi berdiri.
Kemampuan meredam bergantung pada material yang digunakan, bentuk
dan ketebalannya sangat mempengaruhi kualitas fungsi perlindungannya
terhadap getaran.
2.5 Alat Ukur Getaran
2.5.1 Vibration Meter
Vibration Meter adalah alat uji atau instrument yang berfungsi
untuk mengukur getaran sebuah benda, misalnya motor, pompa,
screen, atau benda bergetar lainnya . Cara yang dilakukan adalah
pengukuran getaran dengan vibration Meter lalu disesuaikan dengan
nilai batas yang telah ditentukan.
Dengan melakukan kontrol dan analisa getaran secara berkala,
maka sesuatu yang tidak normal pada mesin dapat dideteksi sebelum
kerusakan besar terjadi. Dengan pengukuran vibration meter ini, para
pelaku industri juga dapat mencegah para pekerjanya mendapat
bahaya getaran yang tinggi (Hidayat dan Wilis, 2017 : 65-66).
Pengukuran getaran dilakukan pada rangka atau dudukan
mesin yang berhubungan langsung dengan tubuh operator. Getaran
diukur dengan menggunakan alat vibration meter. Dengan pengukuran
menggunakan vibration meter maka akan mendapatkan hasil yang
akan dibandingkan dengan nilai ambang batas sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor KEP.51/MEN/1999. Alat
pengukur getaran ini pada prinsipnya terdiri dari sebuah penangkap
getaran (Vibration meter) yang dihubungkan dengan sebuah
attenuator kemudian melalui sebuah filter yang diteruskan ke
amplifier, selanjutnya secara selektif dihubungkan dengan alat
pengukur amplitudo, kecepatan atau per cepatan dan seterusnya
dihubungkan dengan skala. (Chairunisa, 2018).
2.5.2 Vibration Analyzer
Vibration analyzer mempunyai kemampuan untuk mengukur
amplitudo dan frekuensi getaran yang akan dianalisa. Karena biasanya
sebuah mesin mempunyai lebih dari satu frekuensi getaran yang
ditimbulkan, frekuensi getaran yang timbul tersebut akan sesuai
dengan kerusakan yang tedadi pada mesin tersebut. Biasanya
dilengkapi dengan meter untuk membaca amplitudo getaran yang
biasanya juga menyediakan beberapa pilihan skala. Dan juga
memberikan informasi mengenai data spektrum dari getaran yang
terjadi, yaitu data amplitudo terhadap frekuensinya, data ini sangat
berguna untuk analisa kerusakan suatu mesin.
2.5.3 Shock Pulse Meter
Shock pulse meter adalah alat yang khusus untuk
memonitoring kondisi antifriction bearing yang biasanya sulit
dideteksi dengan metode analisa getaran yang konvensional. Prinsip
kerja dari shock pulse meter ini adalah mengukur gelombang kejut
akibat terjadi gaya impact pada suatu benda, intensitas gelombang
kejut itulah yang mengindikasikan besarnya kerusakan dari bearing
tersebut. Pada sistem SPM ini biasanya memakai tranduser
piezoelectric yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai
frekuensi resonansi sekitar 32 KHz. Dengan menggunakan probe
tersebut maka SPM ini dapat mengurangi pengaruh getaran terhadap
pengukuran besarnya impact yang terjadi. Pemilihan titik ukur pada
rumah bearing adalah sangat penting karena gelombang kejut
ditransmisikan dari bearing ke tranduser melalui dinding dari rumah
bearing, sehingga sinyal tersebut bisa berkurang karena terjadi
pelemahan pada saat perjalanan sinyal tersebut.
2.5.4 Osiloskop
Osiloskop adalah salah satu peralatan yang berguna untuk
melengkapi data getaran yang akan dianalisa. Sebuah osiloskop dapat
memberikan sebuah informasi mengenai bentuk gelombang dari
getaran suatu mesin. Beberapa kerusakan mesin dapat diidentifikasi
dengan melihat bentuk gelombang getaran yang dihasilkan, sebagai
contoh, kerusakan akibat unbalance atau misalignment akan
menghasilkan bentuk gelombang yang spesifik, begitu juga apabila
terjadi kelonggaran mekanis (mechanical looseness), oil whirl atau
kerusakan pada anti friction bearing dapat menghasilkan gelombang
dengan bentuk-bentuk tertentu. Osiloskop juga dapat memberikan
informasi tambahan yaitu : untuk mengevaluasi data yang diperoleh
dari tranduser non-contact (proximitor). Data ini dapat memberikan
informasi pada kita mengenai posisi dan getaran shaft relatif terhadap
rumah bearing, ini biasanya digunakan pada mesin mesin yang besar
dan menggunakan sleeve bearing (bantalan luncur) Disamping itu
dengan menggunakan dual osciloscop (yang memberikan fasilitas
pembacaan vertikal maupun horizontal), dan minimal dua tranduser
non-contact pada posisi vertikal dan horizontal maka kita dapat
menganalisa kerusakan suatu mesin ditinjau dari bentuk orbitnya
(Ahmad, 2018).

2.6 Nilai Ambang Batas


Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja bahwa Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat
NAB adalah standar faktor bahaya di Tempat Kerja sebagai kadar/intensitas
rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima
Tenaga Kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu. Berikut ini merupakan Nilai Ambang Batas Getaran yaitu :
a. Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemaparan Lengan Dan Tangan

Gambar 2.1 NAB Getaran untuk Pemaparan Lengan dan Tangan


(Sumber: Permenakertrans No.5 Tahun 2018)
b. Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemaparan Seluruh Tubuh

Gambar 2.2 NAB Getaran untuk Pemaparan Seluruh Tubuh


(Sumber: Permenakertrans No.5 Tahun 2018)

Kemudian Permenkes Nomor 70 Tahun 2016 menjanjikan


perhitungan waktu yang diperbolehkan seorang pekerja kontak dengan
getaran sesuai dengan nilai percepatan yang didapat dari pengukuran. Berikut
rumusnya

Keterangan:
t = durasi pajanan dalam jam
a = nilai hasil pengukuran akselerasi getaran tangan dan lengan
(meter/detik2)
ISO 10816 mengklarifikasikan Getaran ke dalam 4 level yaitu A,B,C,
dan D. Berikut table perbandingan antara cepat getaran dan frekuensinya.

Diagram 2.1 Zona Getaran menurut ISO


Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi

Dari data diatas, ISO 10816 dapat ditentukan tindakan sesuai dengan sifat
kelas yang telah diukur.

2.7 Pengendalian Getaran


Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko
dari getaran :
1. Mengendalikan getaran pada sumbernya dengan mendesain ulang
peralatan untuk memasang penyerap getaran atau peredam kejut.
2. Bila getaran disebabkan oleh mesin besar, pasang penutup lantai yang
bersifat menyerap getaran di workstation dan gunakan alas kaki dan
sarung tangan yang menyerap kejutan, meskipun itu kurang efektif
dibanding di atas.
3. Ganti peralatan yang lebih tua dengan model bebas getaran baru.
4. Batasi tingkat getaran yang dirasakan oleh pengguna dengan memasang
peredam getaran pada pegangan dan kursi kendaraan atau sistem remote
control.
5. Menyediakan alat pelindung diri yang sesuai pada pekerja yang
mengoperasikan mesin bergetar, misalnya sarung tangan yang bersifat
menyerap getaran (dan pelindung telinga untuk kebisingan yang
menyertainya) (International Labour Organization, 2013 : 12).
Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun
2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja bahwa
pengukuran dan pengendalian getaran harus dilakukan pada tempat kerja
yang memiliki sumber bahaya getaran dari operasi peralatan kerja. Tempat
kerja yang memiliki sumber bahaya getaran merupakan tempat kerja yang
terdapat sumber getaran pada lengan dan tangan dan getaran seluruh tubuh.
Jika hasil pengukuran tempat kerja melebihi dari NAB harus dilakukan
pengendalian.
Pengendalian getaran dilakukan dengan :
a. Menghilangkan sumber getaran dari tempat kerja;
b. Mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang menimbulkan sumber
getaran;
c. Mengurangi pajanan getaran dengan menambah/menyisipkan
damping/bantalan/peredam di antara alat dan bagian tubuh yang kontak
dengan alat kerja;
d. Membatasi pajanan getaran melalui pengaturan waktu kerja;
e. Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
f. Melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Menurut Lasmaria (dalam Ahmad, 2108) menuliskan, pengendalian
getaran di tempat kerja sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak yang
dapat merugikan bagi pekerja itu sendiri maupun perusahaan tempat ia
bekerja. Pengendalian dimulai dari pekerjaan yang memiliki risiko tinggi,
sedang dan kemudian risiko rendah. Pengendalian yang dapat dilakukan
mengacu pada Hirarki Pengendalian, yaitu:
a. Subtitusi
Penggantian alat-alat yang sudah berumur, yang dapat menghasilkan
getaran tinggi, dengan alat-alat yang baru yang mengahasilkan getaran
yang rendah. Dapat juga dengan mengganti metode kerja yang selama ini
digunakan.
b. Enginering control
Memasang peredam getaran di ruangan yang menggunakan mesin
ataupun alat-alat yang dapat menghasilkan getaran yang tinggi guna
mereduksi getaran yang ditimbulkan oleh mesin dan alat-alat tersebut.
c. Administrative control
Pengaturan jam kerja atau menerapkan shift kerja bagi pekerja di
ruangan mesin yang mengahsilkan getaran yang tinggi untuk mengurangi
paparan terhadap pekerja tersebut.
d. Maintenance
Melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap mesin ataupun alatalat
yang berpotensi menghasilkan vibrasi sedang menuju tinggi untuk
mengetahui jumlah getaran yang dihasilkan.
e. Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan alat pelindung diri bergantung pada jenis getaran yang
dihasilkan oleh mesin atau alat-alat kerja.Untuk getaran seluruh tubuh
disarankan untuk menggunakan full body protector yang terbuat dari karet
ataupun kulit yang dapat meredam getaran yang ditimbulkan oleh sumber
getaran tersebut. Selain untuk meredam getaran, pelindung tersebut juga
berfungsi untuk menjaga suhu tubuh tetap hangat untuk mengurangi
resiko vibration white finger. Sedangkan alat pelindung untuk getaran
setempat atau hand arm vibration disarankan untuk menggunakan sarung
tangan yang berbahan baku karet maupun kulit

2.8 Metode Pengukuran dan Analisis Tingkat Getaran


Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun
1996, cara pengukuran dilakukan dengan:
a. Alat penangkap getaran diletakkan pada lantai atau permukaan yang
bergetar dan disambungkan ke alat ukur getaran yang dilengkapi dengan
filter
b. Alat ukur dipasang pada besaran simpangan dalam hal alat: tidak
dilengkapi dengan fasilitas itu, dapat dilakukan konversi besaran
c. Pembacaan dan pencatatan dilakukan untuk setiap frekuensi 4-63 Hz
d. Hasil pengukuran ditampilkan dalam grafik pengukuran sebanyak 13
data
Sedangkan, untuk cara evaluasi ke 13 data yang digambarkan
dibandingkan terhadap batas-batas baku tingkat getaran. Getaran tersebut
melampaui baku tingkat getaran apabila getaran pada salah satu frekuensi
sudah melampaui nilai baku getaran yang ditetapkan.
Menurut Rokhman (2016 : 32-33) bahwa pengukuran getaran pada
suatu mesin secara normal diambil pada bearing dari mesin tersebut.
Tranduser sebaiknya harus ditempatkan sedekat mungkin dengan bearing
mesin karena melalui bearing tersebut gaya getaran dari mesin
ditransmisikan. Gerakan bearing adalah merupakan hasil reaksi gaya dari
mesin tersebut: Disamping karakteristik getaran seperti :Amplitudo, frekuensi
dan phase, ada karakteristik lain dari getaran yang juga mempunyai arti yang
sangat penting yaitu arah dari gerakan getaran, hingga perlu bagi kita untuk
mengukur getaran dari berbagai arah. Pengalaman menunjukkan bahwa ada
tiga arah pengukuran yang sangat penting yaitu horizontal, vertikal, dan axial.
Arah horizontal dan vertikal bearing disebut dengan arah radial. Arah
pengukuran ini biasanya didasarkan pada posisi sumbu tranduser terhadap
sumbu putaran dari shaft mesin. Arah ini juga sangat penting artinya dalam
analisa suatu getaran.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan bahan


Alat
1. Human Vibration Meter
2. Meteran
Bahan
1. Spidol
2. Baterai AAA
3. Earplug
4. Masker
Perlengkapan
1. Helm Putih
2. Earplug
3. Safety Shoes
4. Wearpack
5. Masker

3.2 Prosedur kerja


1. Mengubah power on/off pada posisi “ON”.
2. Menekan tombol setup untuk masuk ke menu pengaturan.
3. Memilih menu Operating Mode.
4. Memilih mode yang sesuai dengan aplikasi pengukuran.
5. Menyambungkan sensor vibration pada alat di bagian input connector.
Memastikan arah dan pin nya sesuai dengan konektor. Memasang denagn
perlahan-lahan.
6. Memasangkan sensor pada subjek yang ingin diukur dampak getarannya,
misalnya pekerja yang menggunakan alat berat.
7. Menekan tombol Run untuk menjalankan pengukuran, layar akan
menampilkan nilai penggukuran getaran yang dibaca oleh sensor.
8. Dalam sesi pengukuran terdapat beberapa simbol yang dapat muncul pada
layar
Simbol Pada Layar Keterangan

■ Indikator pengukuran sedang berlangsung. Juga


menjadi indikator sinyal yang dibaca oleh alat.

? Indikator under range, menandakan nilai


pengukuran berapa di bawah rentang ukur.

ǀ Indikator stop, menandakan pengukuran sedang


tidak berjalan.

* Indikator over range, menandakan nilai


pengukuran berada melebihi rentang ukur.

! Indikator ketika terdapat masalah teknis/error


pada pengukuran.

9. Melihat hasil/data pengukuran


Arms 0:00:01
.01900 m/s2 FaZ

Keterangan :
- Huruf A, menunjukkan integrasi yang diterapkan dalam pengukuran =
acceleration
- Rms, menunjukkan tampilan jenis pengukuran yang digunakan
(rms/peak)
- 0:00:01, menunjukkan durasi waktu lamanya pengukuran yang
dilakukan
- .01900, menunjukkan nilai pengukuran geetaran yang dibaca oleh
sensor getaran
- m/s2, menunjukkan satuan pengukuran getaran
- Huruf F, menunjukkan pengukuran frekuensi
- Huruf aZ, menunjukkan channel
10. Gunakan tombol navigasi panah untuk melihat data histori pengukuran
lainnya
11. Tombol data digunakan untuk melihat secara keseluruhan data yang
direkam oleh alat
Tabel 3. Keterangan Tampilan pada Layar
Tampilan Pada Layar Keterangan

Process batch 03 19:34 03 Menampilkan waktu dan tanggal,


Oct 99 pengaturan recall terakhir, atau nama file
data, yang sudah ada atau yang baru

Arms 10 sec Menampilkan detector dan rata-rata waktu


3.5700 m/s2 FaZ (A = percepatan) dan rms level, satuan,
pembobotan frekuensi dan channel

Amin .0000 Menampilkan level minimum (Amin) dan


Amax .01430 FaZ level maksimum (Amax). Pembobotan
frekuensi dan saluran

Peak .04780 Menampilkan level Peak dan level


Amp .09550 FaZ maksimum jangka panjang (long term
maximum peak level). Pembobotan
frekuensi dan channel

Aq 0:00:01 03 1.5000 Menampilkan nilai rata-rata jangka panjang


2
m/s FaZ (long term average) yang berjalan sejak sesi
pengukuran dan rata-rata waktu (averaging
time). Nilai, unit, bobot frekuensi, dan
channel

Tabel 4. Keterangan Tampilan pada Layar (Hand Arm Vibration)


Tampilan pada Layar (Hand Keterangan
Arm Mode)
A (1) .00104 Menampilkan tingkat Ekuivalen
A (2) .00073 FaZ Energi rata-rata selama waktu
berjalan 1,2,4, dan 8 mengacu pada
durasi pengukurann dalam jam A
(8) adalah tingkat ekuivalen energi
yang diproyeksikan lebih dari 8 jam

A (4) .00052 Menampilkan frekuensi tertimbang


A (8) .00036 FaZ dan informasi channel

A (8) Exposure Menunjukkan waktu paparan yang


diizinkan berdasarkan pada nilai A
(8) yang terukur dan tingkat kriteria
2.8 m/s2

PE 0:00:00 ǀ Tampilan untuk Mode Hand Arm


: (8) : ∑ sebelum mengambil pengukuran.
Ini akan muncul sebelum
melakukan pengukuran. Tampilan
axis secara otomatis akan berubah
menjadi jumlah (sigma). Indikator
bar di kanan atas menunjukkan
bahwa pengukuran sedang berhenti.

PE 0:00:53 ■ Saat melakukan pengukuran,


: 2 (8) : 878 tampilan ini akan muncul. Waktu
pengukuran akan muncul di baris
atas, jumlah nilai pengukuran yang
terakumulasi selama periode
pengujian ditampilkan di kiri bawah
(angka 2) dan nilai pengukuran
setara 8 jam juga ditampilkan di
bagian bawah (angka 8).

PE 0:01:00 Ketika pengukuran selesai, akan


: 2 (8) : 878 ∑ muncul tampilan ini. Simbol bar di
kanan atas berubah menjadi
indikator “berhenti”.

Tabel 5. Keterangan Tampilan pada Layar (Whole Arm Vibration)


Tampilan Pada Layar Keterangan
(Whole Arm Mode)
PE 0:00:00 ǀ Tampilan ini adalah tampilan untuk mode
: (8) : ∑ seluruh tubuh (whole body) sebelum
melakukan pengukuran. Tampilan axis secara
otomatis berubah mmenjadi ke jumlah (sigma).
Bar di kanan atas menunjukkan bahwa
pengukuran sedang berhenti.

PE 0:00:53 ■ Saat melakukan pengukuran, tampilan ini akan


: 2 (8) : 878 muncul. Waktu pengukuran akan muncul di
baris atas, jumlah nilai pengukuran yang
terakumulasi selama periiode pengujian
ditampilkan di kiri bawah (angka 2) dan nilai
pengukuran setara 8 jam juga ditampilkan di
bagian bawah (angka 8).

VDV 0:00:00 Nilai dan Vibration Dose Value ditampilkan


7/4
2.9700 m/s WbZ pada baris pertama. Nilai, unit, bobot
frekuensi, dan saluran ditampilkan pada baris
kedua.

CF 20.3 dB Short Term Crest Factor ditunjukkan pada


CFmp 21.0 dB WbZ baris pertama, faktor Long Term Crest
ditunjukkan pada baris kedua. Selain itu juga
ditampilkan Frequency Weighting dan saluran
frekuensi.
Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Aspek keselamatan dan kesehatan kerja yang harus diperhatikan sebelum


memulai praktikum getaran pada manusia :

1. Sebelum memulai praktikum ke lab/bengkel yang dituju, pastikan surat


ijin pengambilan data telah dibawa.
2. Pastikan dahulu APD yang disyaratkan telah digunakan.
3. Sebelum menggunakan peralatan, hendaknya periksa dahulu kelengkapan
serta kondisi alat.
4. Jika instrument tidak digunakan dalam waktu yang lama, keluarkan baterai
dari dalam instrument karena dapat menyebabkan korosi dan masalah
teknis lainnya.
5. Hindari instrument dari benturan/cairan/listrik tekanan tinggi/medan
magnet yang dapat memengaruhi instrument elektronik.
6. Hindari penggunaan instrument dalam suhu dan kondisi ekstrim.
7. Dilarang memodifikasi/membuka casing/melakukan reparasi tanpa ijin
teknisi.

3.3 Diagram Alir

Mulai

Menyalakan Vibration Meter dengan


menekan tombol 𝜑

Melihat battery status, jika menunjukkan 100 %


berarti kondisi baterai masih penuh

X
X

Mengatur jam dan tanggal pada System untuk


menyesuaikan dengan waktu. Ketika pengukuran selesai
hasilnya dapat dilihat dengan tampilan waktu pengukuran.

Mengatur display mode dengan memilih tipe display yang


diinginkan dengan cara display OK atau masuk ke dalam
System. Untuk praktikum ini digunakan Special display.

Menekan tombol MEAS untuk


memulai pengukuran dan untuk
mengakhiri pengukuran

Melepas dari main body

Selesai
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data


4.1.1 Hasil Pengukuran
Berikut ini adalah data hasil pengukuran dari survey paparan
getaran tubuh manusia yang dilakukan di bengkel las Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya :
4.1.1.1 Gambaran Umum
Nama Ruang : Bengkel Las
Tanggal : 30 April 2020
Team Pengukur : 1. Pandu Ahmad M. (0518040001)
2. Adina Shinta A. (0518040007)
3. Ferry Kurniawan (0518040015)
4. Nanda Dini E.S.P (0518040018)
5. Adelia Tanti R. (0518040023)
Alat yang dipakai : Human Vibration Meter

Nama pekerja/mahasiswa yang diukur (beserta kegiatan/alat


yang digunakan):
1. Dimas
Kegiatan mengelas OAW posisi duduk dengan peralatan
las OAW
2. Dini
Kegiatan mengelas SMAW posisi duduk dengan
peralatan las SMAW
3. Benny
Kegiatan menggerinda benda kerja posisi berdiri dengan
perlatan gerinda tangan

4.1.1.2 Karakteristik Kegiatan Kerja


1. Identifikasi Mahasiswa/Pekerja
Identifikasi Mahasiswa/Pekerja 1
Nama : Dimas
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 18 tahun
Berat Badan : 70 kg

Identifikasi Mahasiswa/ Pekerja 2


Nama : Dini
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 tahun
Berat Badan : 55 kg

Identifikasi Mahasiswa/ Pekerja 3


Nama : Benny
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 20 tahun
Berat Badan : 75 kg

2. Gambaran kegiatan kerja


Durasi
Peralatan Durasi Kerja
Kerja per
No. Kegiatan Kerja yang per hari
hari
digunakan (jam)
(menit)
Mengelas OAW
1 Las OAW 479 7,983
posisi duduk
Mengelas SMAW
2 Las SMAW 121 2,016
posisi duduk
Menggerinda
Gerinda
3 benda kerja posisi 359 5,983
tangan
berdiri
4.1.1.3 Informasi Penting Lainnya
1. Apakah alat dalam keadaan baik/rusak? Ya
2. Apakah paparan getaran yang diterima tubuh hanya
meliputi tangan/lengan atau seluruh tubuh? Hanya pada
tangan/lengan
3. Apakah mahasiswa/pekerja yang diukur telah makan
sebelumnya? Belum, kondisi puasa

4.1.1.4 Tabel Data Hasil Pengukuran

Subjek Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Rata-rata


No.
Pengukuran (m/s )2
(m/s )
2
(m/s )
2
(m/s )
2

1 Dimas 5,4 5,3 5,8 5,5


2 Dini 7 6,5 7,3 6,93
3 Benny 9,8 9,6 9,1 9,5

4.1.1.5 Gambar Layout Ruangan

4.1.2 Analisis
Alat yang digunakan untuk pengukuran ini adalah Human
Vibration Meter yang mana alat ini digunakan untuk mengukur
percepatan getaran yang diterima oleh tangan/lengan. Dari data hasil
pengukuran ada pekerjaan yang belum memenuhi standar.
Penjelasannya sebagai berikut :
a. Mahasiswa/pekerja 1 bernama Dimas menerima percepatan
getaran sebesar 5,5 m/s2 selama 7,983 jam per hari. Pada standar
Permenaker No. 05 Tahun 2018 bahwa waktu pajanan pada
tangan/lengan antara 6 jam sampai dengan 8 jam memiliki nilai
ambang batas 5 m/s2. Berdasarkan standar Permenaker No. 05
Tahun 2018 bahwa kegiatan mahasiswa/pekerja 1 bernama Dimas
dalam kondisi tidak aman karena melebihi nilai ambang batas
standar.
b. Mahasiswa/pekerja 2 bernama Dini menerima percepatan getaran
sebesar 6,93 m/s2 selama 2,016 jam per hari. Pada standar
Permenaker No. 05 Tahun 2018 bahwa waktu pajanan pada
tangan/lengan antara 2 jam sampai dengan 4 jam memiliki nilai
ambang batas 7 m/s2. Berdasarkan standar Permenaker No. 05
Tahun 2018 bahwa kegiatan mahasiswa/pekerja 1 bernama Dini
dalam kondisi aman.
c. Mahasiswa/pekerja 3 bernama Benny menerima percepatan
getaran sebesar 9,5 m/s2 selama 5,983 jam per hari. Pada standar
Permenaker No. 05 Tahun 2018 bahwa waktu pajanan pada
tangan/lengan antara 2 jam sampai dengan 4 jam memiliki nilai
ambang batas 7 m/s2. Berdasarkan standar Permenaker No. 05
Tahun 2018 bahwa kegiatan mahasiswa/pekerja 1 bernama Dini
dalam kondisi tidak aman karena melebihi nilai ambang batas
standar.

4.1.3 Rekomendasi
Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja maka perlu
adanya pengendalian. Berdasarkan hierarki pengendalian maka dapat
dilakukan pengendalian sebagai berikut :
a. Eliminasi
Dalam pekerjaan ini tidak dapat dilakukan secara eliminasi.
b. Substitusi
Dalam pekerjaan ini tidak dapat dilakukan secara substitusi.
c. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik dapat dilakukan dengan pemberian bantalan anti
vibrasi/isolator, penyekat, peredam, dan membalut pegangan alat.
d. Pengendalian Secara Administratif
Pengendalian secara administratif dilakukan dengan pengaturan
jadwal kerja sesuai TLV (Treshold Limit Value)/NAB (Nilai
Ambang Batas), rotasi kerja, atur waktu istirahat, genggam
dengan longgar, ganti posisi, olahraga, pemeriksaan kesehatan,
pemantauan getaran, dan sebelum melakukan pekerjaan dilakukan
safety briefing.
e. Pemberian Alat Pelindung Diri (APD)
Menggunakan APD berupa menggunakan sarung tangan yang
dilengkapi peredam getar (busa) untuk menghangatkan tangan
dan perlindungan terhadap gangguan vascular.

4.2 Pembahasan
Survey paparan getaran tubuh manusia yang dilakukan di bengkel las
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dan mengunakan alat Human
Vibration Meter. Pengukuran dari setiap mahasiswa/pekerja dilakukan
sebanyak 3 kali dan didapatkan rata-rata dari pengukuran percepatan getaran.
Pekerjaan yang dilakukan mahasiswa/pekerja 1 pada bengkel las
bernama Dimas berusia 18 tahun dan memiliki berat badan 70 kg melakukan
kegiatan mengelas OAW posisi duduk dengan peralatan las OAW dilakukan
3 kali pengukuran. Pengukuran 1, 2, dan 3 secara berurutan menerima
percepatan getaran sebesar 5,4; 5,3; dan 5,8 dan diperoleh rata-rata sebesar
5,5 m/s2 durasi 7,983 jam per hari. Pada standar Permenaker No. 05 Tahun
2018 bahwa waktu pajanan pada tangan/lengan antara 6 jam sampai dengan 8
jam memiliki nilai ambang batas 5 m/s2. Jadi, kegiatan mahasiswa/pekerja 1
bernama Dimas dalam kondisi tidak aman.
Pekerjaan yang dilakukan mahasiswa/pekerja 2 pada bengkel las
bernama Dini berusia 18 tahun dan memiliki berat badan 55 kg melakukan
kegiatan mengelas SMAW posisi duduk dengan peralatan las SMAW
dilakukan 3 kali pengukuran. Pengukuran 1, 2, dan 3 secara berurutan
menerima percepatan getaran sebesar 7; 6,5; dan 7,3 dan diperoleh rata-rata
sebesar 6,93 m/s2 durasi 2,016 jam per hari. Pada standar Permenaker No. 05
Tahun 2018 bahwa waktu pajanan pada tangan/lengan antara 2 jam sampai
dengan 4 jam memiliki nilai ambang batas 7 m/s2. Jadi, kegiatan
mahasiswa/pekerja 2 bernama Dini dalam kondisi aman.
Pekerjaan yang dilakukan mahasiswa/pekerja 3 pada bengkel las
bernama Benny berusia 20 tahun dan memiliki berat badan 75 kg melakukan
kegiatan menggerinda benda kerja posisi berdiri dengan peralatan gerinda
tangan dilakukan 3 kali pengukuran. Pengukuran 1, 2, dan 3 secara berurutan
menerima percepatan getaran sebesar 9,8; 9,6; dan 9,1 dan diperoleh rata-rata
sebesar 9,5 m/s2 durasi 5,983 jam per hari. Pada standar Permenaker No. 05
Tahun 2018 bahwa waktu pajanan pada tangan/lengan antara 2 jam sampai
dengan 4 jam memiliki nilai ambang batas 7 m/s2. Jadi, kegiatan
mahasiswa/pekerja 3 bernama Benny dalam kondisi tidak aman.
Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja maka perlu adanya
pengendalian. Pengendalian secara eliminasi tidak dapat dilakukan.
Pengendalian secara substitusi tidak dapat dilakukan. Pengendalian secara
rekayasa teknik dapat dilakukan dengan pemberian bantalan anti
vibrasi/isolator, penyekat, peredam, dan membalut pegangan alat.
Pengendalian secara administratif dilakukan dengan pengaturan jadwal kerja
sesuai TLV (Treshold Limit Value)/NAB (Nilai Ambang Batas), rotasi kerja,
atur waktu istirahat, genggam dengan longgar, ganti posisi, olahraga,
pemeriksaan kesehatan, pemantauan getaran, dan sebelum melakukan
pekerjaan dilakukan safety briefing. Pengendalian secara pemberian Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu menggunakan APD berupa menggunakan sarung
tangan yang dilengkapi peredam getar (busa) untuk menghangatkan tangan
dan perlindungan terhadap gangguan vascular.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari data hasil pengukuran dan pengolahan data maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Mahasiswa/pekerja 1 melakukan kegiatan mengelas OAW posisi duduk
dengan peralatan las OAW menerima rata-rata percepatan getaran
sebesar 5,5 m/s2 selama 7,983 jam per hari. Mahasiswa/pekerja 2
melakukan kegiatan mengelas SMAW posisi duduk dengan peralatan las
SMAW menerima rata-rata percepatan getaran sebesar 6,93 m/s2 durasi
2,016 jam per hari. Dan mahasiswa/pekerja 3 melakukan kegiatan
menggerinda benda kerja posisi berdiri dengan peralatan gerinda tangan
menerima rata-rata percepatan getaran sebesar sebesar 9,5 m/s2 durasi
5,983 jam per hari.
2. Kondisi pekerjaan yang dilakukan oleh mahasiswa/pekerja tergolong
dalam kondisi aman dan tidak aman. Pada mahasiswa/pekerja 1 dan 3
tergolong tidak aman karena tidak sesuai pada standar Permenaker No.
05 Tahun 2018 dan mahasiswa/pekerja 2 tergolong aman karena sesuai
pada standar Permenaker No. 05 Tahun 2018.
3. Rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan sesuai hierarki
pengendalian adalah pengendalian secara rekayasa teknik dapat
dilakukan dengan pemberian bantalan anti vibrasi/isolator, penyekat,
peredam, dan membalut pegangan alat. Pengendalian secara administratif
dilakukan dengan pengaturan jadwal kerja sesuai TLV (Treshold Limit
Value)/NAB (Nilai Ambang Batas), rotasi kerja, atur waktu istirahat,
genggam dengan longgar, ganti posisi, olahraga, pemeriksaan kesehatan,
pemantauan getaran, dan sebelum melakukan pekerjaan dilakukan safety
briefing. Pengendalian secara pemberian Alat Pelindung Diri (APD)
yaitu menggunakan APD berupa menggunakan sarung tangan yang
dilengkapi peredam getar (busa) untuk menghangatkan tangan dan
perlindungan terhadap gangguan vascular.
5.2 Saran
Setelah dilakukan praktikum maka dapat diperoleh beberapa saran
sebagai berikut :
1. Melakukan safety briefing sebelum dilakukan praktikum dan
memberikan pengarahan yang tepat sesuai jenis praktikum yang akan
dilaksanakan.
2. APD yang digunakan harus sesuai dengan praktikum yang dilakukan
agar terhindar dari kecelakan kerja.
3. Mengecek kondisi lingkungan kerja yang digunakan untuk praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad Fandi. 2018. Hubungan Getaran Terhadap Produktivitas


Dengan Keluhan Carpal Tunnel Syndrome Sebagai Variabel Intervening
Pada Pekerja Konveksi di Kota Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin.

Chairunisa, 2018. Hubungan Paparan Getaran dengan Terjadinya Hand Arm


Vibration Syndrome pada Pekerja Parut Kelapa di Pasar Tradisional
Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan pada Tahun 2017. Medan:
Universitas Sumatra Utara.

Hidayat dan Wilis. 2017. Analisis Getaran Pada Kompresor Mesin Pendingin
Dengan Variasi Putaran (Rpm). Tegal : Program Studi Teknik Mesin,
Universitas Pancasakti Tegal. Vol. 15 No. 2 : 65-69.

International Labour Organization. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Sarana Untuk Produktivitas. Jakarta. Hlm. 11-12.

ISO 10816

Menteri Lingkungan Hidup RI. 1996. Keputusan Menteri Negara Lingkungan


Hidup No. 49 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat Getaran. Jakarta :
Kementrian Lingkungan Hidup.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standard Dan


Persyaratan Kesehatan Lingkunga Kerja Industri.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018


Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Jakarta :
Kementrian Ketenagakerjaan RI.

Rokhman, Taufiqur. 2016. Analisis Getaran Pada Footrest Sepeda Motor Tipe
Matic dan Non-Matic. Bekasi : Program Studi Teknik Mesin - Universitas
Islam “45” Bekasi. Hlm. 32-33.

Setyaningsih, Ririn. 2009. Hubungan Antara Getaran Mesin Dengan Kelelahan


Pada Pekerja Bagian Moulding Industri Pengolahan Kayu Brumbung
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Universitas Negeri Semarang. Hlm.
1-2.

Anda mungkin juga menyukai