Anda di halaman 1dari 34

Berdasarkan penyebutannya pada Kitab 

Negarakertagamapupuh 37:7 dan 38:3 serta Prasasti


Gajah Mada bertanggal 1351 M yang terletak di halaman kompleks candi, candi ini merupakan
tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Kertanegara, yang mangkat pada
tahun 1292 akibat istananya diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin Jayakatwang. Kuat
dugaan, Candi ini tidak pernah selesai dibangun. [2]
Kapan tepatnya Candi Singasari didirikan masih belum diketahui, tetapi para ahli purbakala
memperkirakan candi ini dibangun sekitar tahun 1300 M, sebagai persembahan untuk
menghormati Raja Kertanegara dari Singasari. Setidaknya ada dua candi di Jawa Timur yang
dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara, yaitu Candi Jawi dan Candi Singasari.
Sebagaimana halnya Candi Jawi, Candi Singasari juga merupakan Candi Siwa. Hal ini terlihat
dari adanya beberapa arca Siwadi halaman Candi.
Candi Singasari merupakan candi Hindu - Buddhapeninggalan bersejarah dari Kerajaan
Singasari berlokasi di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa
Timur, Indonesia, sekitar 10 km dari Kota Malang. Candi ini berada pada lembah di
antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna pada ketinggian 512m di atas permukaan laut.
Cara pembuatan Candi Singasari ini menggunakan sistem menumpuk batu andesit hingga
ketinggian tertentu selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru turun ke bawah.

Daftar isi

 1Penemuan
 2Menurut Negarakertagama
 3Struktur dan kegunaan
 4Arca-arca
 5Pemugaran dan usaha konservasi
 6Referensi
 7Pranala luar

Penemuan[sunting | sunting sumber]
Candi Singasari ditemukan oleh Nicolaus Engelhard pada tahun 1803. Uniknya candi ini sempat
menarik perhatian Th. Stamford Raffles yang mengunjunginya pada tahun 1855. Saat itu
disebutkan bahwa candi tersebut berada di tengah hutan jati yang baru dibabat pada tahun
1820.[1]
Blom berpendapat bahwa Candi Singosari ini terletak pada sebuah kompleks yang luas dengan
delapan candi dan arca-arca tersebar.

Menurut Negarakertagama[sunting | sunting sumber]


Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagamapupuh 37:7 dan 38:3 serta Prasasti
Gajah Mada bertanggal 1351 M yang terletak di halaman kompleks candi, candi ini merupakan
tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Kertanegara, yang mangkat pada
tahun 1292 akibat istananya diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin Jayakatwang. Kuat
dugaan, Candi ini tidak pernah selesai dibangun. [2]
Kapan tepatnya Candi Singasari didirikan masih belum diketahui, tetapi para ahli purbakala
memperkirakan candi ini dibangun sekitar tahun 1300 M, sebagai persembahan untuk
menghormati Raja Kertanegara dari Singasari. Setidaknya ada dua candi di Jawa Timur yang
dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara, yaitu Candi Jawi dan Candi Singasari.
Sebagaimana halnya Candi Jawi, Candi Singasari juga merupakan Candi Siwa. Hal ini terlihat
dari adanya beberapa arca Siwadi halaman Candi.

Struktur dan kegunaan[sunting | sunting sumber]


Komplek percandian menempati areal 200 m × 400 m dan terdiri dari beberapa candi. Candi
yang juga dikenal dengan nama Candi Cungkup atau Candi Menara ini, menunjukkan bahwa
Candi Singasari adalah candi yang tertinggi pada masanya, setidaknya dibandingkan dengan
candi lain di sekelilingnya. Namun saat ini di kawasan Singasari hanya Candi Singasari yang
masih tersisa, sedangkan candi lainnya telah lenyap tak berbekas.
Bangunan Candi Singasari terletak di tengah halaman. Tubuh candi berdiri di atas batur kaki
setinggi sekitar 1,5 m, tanpa hiasan atau relief pada kaki candi. Tangga naik ke selasar di kaki
candi tidak diapit oleh pipi tangga dengan hiasan makara seperti yang terdapat pada candi-candi
lain. Pintu masuk ke ruangan di tengah tubuh candi menghadap ke selatan, terletak pada sisi
depan bilik penampil (bilik kecil yang menjorok ke depan). Pintu masuk ini terlihat sederhana
tanpa bingkai berhiaskan pahatan. Di atas ambang pintu terdapat pahatan kepala Kala yang
juga sangat sederhana pahatannya. Adanya beberapa pahatan dan relief yang sangat
sederhana menimbulkan dugaan bahwa pembangunan Candi Singasari belum sepenuhnya
terselesaikan.
Di kiri dan kanan pintu bilik pintu, agak ke belakang, terdapat relung tempat arca. Ambang relung
juga tanpa bingkai dan hiasan kepala Kala. Relung serupa juga terdapat di ketiga sisi lain tubuh
Candi Singasari. Ukuran relung lebih besar, dilengkapi dengan bilik penampil dan di atas
ambangnya terdapat hiasan kepala Kala yang sederhana. Di tengah ruangan utama
terdapat yoniyang sudah rusak bagian atasnya. Pada kaki yoni juga tidak terdapat pahatan
apapun.
Sepintas bangunan Candi Singasari terlihat seolah bersusun dua, karena bagian bawah atap
candi berbentuk persegi, menyerupai ruangan kecil dengan relung di masing-masing sisi.
Tampaknya relung-relung tersebut semula berisi arca, tetapi saat ini kempatnya dalam keadaan
kosong. Di atas setiap ambang 'pintu' relung terdapat hiasan kepala Kala dengan pahatan yang
lebih rumit dibandingkan dengan yang ada di atas ambang pintu masuk dan relung di tubuh
candi. Puncak atap sendiri berbentuk meru bersusun, makin ke atas makin mengecil. Sebagian
puncak atap terlihat sudah runtuh.[3] Di bagian dalam Candi Singosari terdapat sebuah ruangan
yang digunakan untuk menempatkan sebuah arca Lingga dan Yoni. Sedangkan pada tiap
sisinya terdapat arca Ganesha di sebelah timur, arca Resi Agastya di sisi selatan, dan arca
Durga di sisi sebelah utara, sayang arca-arca yang ada hanya tinggal arca Agastya, sedangkan
yang lain sudah tidak ada.
Di dekat Candi Singasari ada lapangan yang dikenal sebagai "alun-alun" yang terdapat
sepasang penjaga pintu (Dwarapala) besar.[4]

Arca-arca[sunting | sunting sumber]
Di sisi barat laut komplek terdapat sepasang arca raksasa besar (tinggi hampir 4 m,
disebut Dwarapala) dan posisi gada menghadap ke bawah, ini menunjukkan meskipun
penjaganya raksasatetapi masih ada rasa kasih sayang terhadap semua mahkluk hidup dan
ungkapan selamat datang bagi semuanya. Dan posisi arca ini hanya ada di Singasari, tidak ada
di tempat ataupun kerajaan lainnya. Dan di dekatnya arca Dwarapala terdapat alun-alun. Hal ini
menimbulkan dugaan bahwa candi terletak di komplek pusat kerajaan. Letak candi Singasari
yang dekat dengan kedua arca Dwarapala menjadi menarik ketika dikaitkan dengan
ajaran Siwa yang mengatakan bahwa dewa Siwa bersemayam di puncak Kailasa dalam
wujud lingga, batas Timur terdapat gerbang dengan Ganesha (atau Ganapati) sebagai
penjaganya, gerbang Barat dijaga oleh Kala dan Amungkala, gerbang Selatan dijaga oleh Resi
Agastya, gerbang Utara dijaga oleh Batari Gori (atau Gaurī). Karena letak candi Singasari yang
sangat dekat dengan kedua arca tersebut yang terdapat pada jalan menuju ke Gunung Arjuna,
penggunaan candi ini diperkirakan tidak terlepas dari keberadaan gunung Arjuna dan para
pertapa yang bersemayam di puncak gunung ini pada waktu itu.
Bangunan candi utama dibuat dari batu andesit, menghadap ke barat, berdiri pada alas bujur
sangkar berukuran 14 m × 14 m dan tinggi candi 15 m. Candi ini kaya akan
ornamen ukiran, arca, dan relief. Di dalam ruang utama terdapat lingga dan yoni. Terdapat pula
bilik-bilik lain: di utara (dulu berisi arca Durga yang sudah hilang), timur yang dulu berisi
arca Ganesha, serta sisi selatan yang berisi arca Siwa-Guru (Resi Agastya). Di komplek candi ini
juga berdiri arca Prajnaparamita, dewi kebijaksanaan, yang sekarang ditempatkan di Museum
Nasional Indonesia, Jakarta. Arca-arca lain berada di Institut Tropika Kerajaan, Leiden, Belanda,
kecuali arca Agastya.

Pemugaran dan usaha konservasi[sunting | sunting sumber]


Candi Singasari baru mendapat perhatian pemerintah kolonial Hindia Belanda pada awal abad
ke-20 . Restorasi dan pemugaran Candi Singasari dimulai tahun 1934 dan bentuk yang sekarang
dicapai dalam keadaan berantakan pada tahun 1936.

Candi Singasari
Deskripsi | Foto | Video

Candi Singasari terletak di Desa Candi Renggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang,
kurang lebih 9 Km dari kota Malang ke arah Surabaya. Candi ini juga dikenal dengan nama
Candi Cungkup atau Candi Menara, nama yang menunjukkan bahwa Candi Singasari adalah
candi yang tertinggi pada masanya, setidaknya dibandingkan dengan candi lain di
sekelilingnya. Akan tetapi, saat ini di kawasan Singasari hanya candi Singasari yang masih
tersisa, sedangkan candi lainnya telah lenyap tak berbekas.

Kapan tepatnya Candi Singasari didirikan masih belum diketahui, namun para ahli purbakala
memperkirakan candi ini dibangun sekitar tahun 1300 M, sebagai persembahan untuk
menghormati Raja Kertanegara dari Singasari. Setidaknya ada dua candi di Jawa Timur yang
dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara, yaitu Candi Jawi dan Candi Singasari.
Sebagaimana halnya Candi Jawi, Candi Singasari juga merupakan candi Syiwa. Hal ini terlihat
dari adanya beberapa arca Syiwa di halaman candi.

Bangunan Candi Singasari terletak di tengah halaman. Tubuh candi berdiri di atas batur kaki
setinggi sekitar 1,5 m, tanpa hiasan atau relief pada kaki candi. Tangga naik ke selasar di
kaki candi tidak diapit oleh pipi tangga dengan hiasan makara seperti yang terdapat pada
candi-candi lain. Pintu masuk ke ruangan di tengah tubuh candi menghadap ke selatan,
terletak pada sisi depan bilik penampil (bilik kecil yang menjorok ke depan). Pintu masuk ini
terlihat sederhana tanpa bingkai berhiaskan pahatan. Di atas ambang pintu terdapat
pahatan kepala Kala yang juga sangat sederhana pahatannya. Adanya beberapa pahatan
dan relief yang sangat sederhana menimbulkan dugaan bahwa pembangunan Candi
Singasari belum sepenuhnya terselesaikan.

Di kiri dan kanan pintu bilik pintu, agak ke belakang, terdapat relung tempat arca. Ambang
relung juga tanpa bingkai dan hiasan kepala Kala. Relung serupa juga terdapat di ketiga sisi
lain tubuh Candi Singasari. Ukuran relung lebih besar, dilengkapi dengan bilik penampil dan
di atas ambangnya terdapat hiasan kepala Kala yang sederhana. Di tengah ruangan utama
terdapat yoni yang sudah rusak bagian atasnya. Pada kaki yoni juga tidak terdapat pahatan
apapun.

Sepintas bangunan Candi Singasari terlihat seolah bersusun dua, karena bagian bawah atap
candi berbentuk persegi, menyerupai ruangan kecil dengan relung di masing-masing sisi.
Tampaknya relung-relung tersebut semula berisi arca, namun saat ini kempatnya dalam
keadaan kosong. Di atas setiap ambang 'pintu' relung terdapat hiasan kepala Kala dengan
pahatan yang lebih rumit dibandingkan dengan yang ada di atas ambang pintu masuk dan
relung di tubuh candi. Puncak atap sendiri berbentuk meru bersusun, makin ke atas makin
mengecil. Sebagian puncak atap terlihat sudah runtuh
.

Candi Singasari pernah dipugar oleh pemerintah Belanda pada tahun 1930-an, terlihatan
dari pahatan catatan di kaki candi. Akan tetapi, tampaknya pemugaran yang dilakukan
hasilnya belum menyeluruh, karena di sekeliling halaman candi masih berjajar tumpukan
batu yang belum berhasil dikembalikan ke tempatnya semula.
Di halaman Candi Singasari juga terdapat beberapa arca yang sebagian besar dalam
keadaan rusak atau belum selesai dibuat, di antaranya arca Syiwa dalam berbagai posisi dan
ukuran, Durga, dan Lembu Nandini.
Sekitar 300 m ke arah barat dari Candi Singasari, setelah melalui permukiman yang cukup
padat, terdapat dua arca Dwarapala, raksasa penjaga gerbang, dalam ukuran yang sangat
besar. Konon berat masing-masing arca mencapai berat 40 ton, tingginya mencapai 3,7 m,
sedangkan lingkar tubuh terbesar mencapai 3,8 m. Letak kedua patung tersebut terpisah
sekitar 20 m (sekarang dipisahkan oleh jalan raya).

Menurut Dwi Cahyono, arkeolog dari Universitas Negeri Malang (UM), kedua arca
Dwarapala itu semula menghadap ke arah timur, yaitu ke arah Candi Singasari, namun saat
ini arca di sisi selatan sudah berubah arah menghadap agak ke timur laut. Pergeseran arah
tersebut terjadi saat pengangkatannya dari dalam tanah. Sampai akhir 1980-an patung yang
berada di sisi selatan masih terbenam dalam tanah sampai sebatas dada. Di belakang arca
yang berada di selatan terdapat reruntuhan bangunan batu yang nampak seperti tembok.
Diduga kedua arca ini merupakan penjaga gerbang masuk ke istana Raja Kertanegara (1268-
1292) yang letaknya di sebelah barat (dibelakangi) kedua patung tersebut.

Legenda sekitar Dinasti Singasari

Beberapa candi di Jawa Timur, terutama yang terletak di sekitar kota Malang, mempunyai
kaitan sejarah yang erat dengan Kerajaan Singasari. Dinasti Singasari merupakan keturunan
Ken Dedes dengan kedua suaminya, Tunggul Ametung akuwu (kepala pemerintahan
setingkat kecamatan) Tumapel dan Ken Arok, rakyat kebanyakan yang membunuh,
mengambil alih kekuasaan, dan sekaligus merebut istri Tunggul Ametung.

Sejarah Kerajaan Singasari ini melahirkan legenda tentang keris buatan Mpu Gandring yang
sangat terkenal di kalangan masyarakat Jawa Timur. Menurut legenda, Ken Arok adalah
anak hasil hubungan gelap seorang wanita Desa Panawijen, bernama Ken Endog, dengan
Batara Brahma. Tak lama setelah dilahirkan, bayi Ken Arok dibuang oleh ibunya di sebuah
pekuburan, kemudian ditemukan dan dibawa pulang oleh seorang pencuri ulung. Dari ayah
angkatnya inilah Ken Arok belajar tentang segala siasat dan taktik perjudian, pencurian dan
perampokan. Setelah dewasa ia dikenal sebagai perampok yang sangat ditakuti di wilayah
Tumapel. Suatu saat Ken Arok berkenalan dengan seorang brahmana bernama Lohgawe
yang menasihatinya agar meninggalkan dunianya yang hitam. Atas dorongan Lohgawe, Ken
Arok berhenti menjadi perampok lalu mengabdikan diri sebagai prajurit Tumapel.

Pada masa itu yang menjadi akuwu di Tumapel, wilayah Kerajaan Kediri, adalah Tunggul
Ametung. Sang Akuwu memperistri Ken Dedes, putri Mpu Purwa yang tinggal di Panawijen.
Dari perkawinan tersebut lahir seorang putra bernama Anusapati. Pada suatu hari, Ken Dedes
pulang ke Panawijen untuk menjenguk ayahnya. Ketika Ken Dedes turun dari kereta
kerajaan, bertiuplah angin kencang yang menyingkap bagian bawah kain panjangnya. Pada
saat itu, Ken Arok yang bertugas mengawal kereta Ken Dedes sempat melihat sekilas betis
istri Tunggul Ametung tersebut. Di mata Ken Arok, betis Ken Dedes memancarkan sinar
yang menyilaukan. Pemandangan tersebut tak mau hilang dari benak Ken Arok. Ia lalu
menanyakan hal itu kepada Mpu Purwa. Sang Mpu menjelaskan bahwa sinar yang dilihat
Ken Arok merupakan pertanda bahwa Ken Dedes ditakdirkan sebagai wanita yang akan
menurunkan raja-raja di Pulau Jawa.

Ken Arok kemudian memesan sebuah keris kepada seorang Mpu di Tumapel yang bernama
Mpu Gandring. Untuk membuat sebuah keris yang dapat diandalkan keampuhannya,
diperlukan waktu yang cukup lama untuk menempa, membentuk dan menjalankan ritual
yang diperlukan. Karena keris yang dipesan tak kunjung selesai, Ken Arok menjadi sangat
marah. Ia merebut keris yang belum selesai tersebut lalu menikamkannya ke tubuh
pembuatnya. Menjelang ajalnya, Mpu Gandring mengutuk bahwa Ken Arok pun akan mati
di ujung keris yang sama dan keris itu akan meminta korban tujuh nyawa.

Keris buatan Mpu Gandring tersebut oleh Ken Arok dipinjamkan kepada temannya yang
mempunyai watak suka pamer, yaitu Kebo Ijo. Kebo Ijo memamerkan keris itu kepada
teman-teman prajuritnya dan mengatakan bahwa keris itu adalah miliknya. Setelah banyak
orang yang mengetahui keris itu milik sebagai milik Kebo Ijo, ken Arok lalu mencurinya dan
menggunakannya untuk menikam Tunggul Ametung. Dengan sendirinya tuduhan jatuh
kepada kebo Ijo, sementara Ken Arok berhasil menggantikan kedudukan Tunggul Ametung
sebagai akuwu dan menikahi Ken Dedes.
Setelah berhasil menjadi akuwu, Ken Arok kemudian menaklukkan Kerajaan Kediri, yang
kala itu diperintah oleh Raja yang kala itu diperintah oleh Raja Kertajaya (1191-1222), dan
mendirikan Kerajaan Singasari. Ia menobatkan dirinya menjadi raja Singasari yang pertama
dengan gelar Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi. Dari Ken Dedes, Ken Arok berputra
seorang, bernama Mahisa Wongateleng, sedangkan dari Ken Umang ia juga mendapatkan
seorang putra bernama Tohjaya. Kutukan Mpu Gandring mulai berlaku. Ken Arok dibunuh
dan digantikan kedudukannya oleh Anusapati. Anusapati dibunuh dan digantikan
kedudukannya oleh Tohjaya. Tohjaya dibunuh dan digantikan oleh Ranggawuni, anak
Anusapati. Ranggawuni kemudian dinobatkan sebagai raja dengan gelar Jayawisnuwardhana
dan memerintah Singasari mulai pada tahun 1227 hingga 1268. Jayawisnuwardhana
digantikan oleh putranya, Joko Dolog yang bergelar Kertanegara (1268-1292).

Kertanegara adalah Raja Singasari yang terakhir. Pemerintahannya ditumbangkan oleh Raja
Kediri, Jayakatwang. Namun Jayakatwang berhasil dikalahkan oleh menantu Kertanegara
yang bernama Raden Wijaya. Raden Wijaya yang merupakan keturunan Mahisa
Wongateleng dan Raja Udayana di Bali ini kemudian mendirikan kerajaan Majapahit dengan
pusat pemerintahan di Tarik (Trowulan).

Candi Siingosari
Candi Singosari adalah Candi Hindu-Budha peninggalan bersejarah kerajaan Singhasari yang berlokasi di Desa
Candi Renggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang Jawa Timur, Indonesia. 

Banyak yang beranggapan Fungsi candi singosari merupakan makam Raja Kertanegara, yaitu raja terakhir
Kerajaan Singhasari. Candi Singosari dapat dihubungkn dengan Raja Kertanegara sebagai makam atau tempat
penyimpanan abu jenazah Raja Kertanegara. Dahulu apabila raja meninggal dunia, menurut kebiasaan dalam
agama Hindu jenazah dibakar dan abunya dilarung kesunagi atau ke laut atau ditebar dipenjuru mat angin,
setelah itu dibuat tempat pendharmaan, yaitu suatu bngunan peringatn sebagai tempat pemujan bagi arwahnya.

Cara pembuatan candi singosari ini dengan cara menumpuk batu andhesit hingga ketinggian tertentu
selanjutnya diteruskan dengan mengukirdari atas baru turun kebawah (Bukan seperti membangun rumah saat
ini). Candi terletak pada lembah diantara Pengunungan tengger dan gunung Arjuna diketinggian 512M di atas
permukaan laut. Dengan pemberian nama candi menaraoleh orang Belanda karena bentuk candi tersebut
mnyerupai bentuk menara.  Seorang ahli purbakala bngsa Eropa lainya bernama W.F Stutteirheim, pernah
member nama candi ini dengan sebutan “Candi Cella” sebagai ganti dari candi menara. Alasanya karena candi
tersebut memiliki celah seebanyak empat buah pada dinding-dinding dibagian tubuh candinya. Tetapi nama
tersebut tidak banyak yang memakai, menurut W.Van Schmid yngg mengunjungi candi ini pada tahun
1856penduduk setempat menamakanya “Candi Cungkup”. Akhirnya nama yang sekarang dipakai adalah
“Candi Singosari” karena letaknya diSingosari.
                                                                                   Candi Singosari
(Sumber:http://www.candisingosari.html)

Ditinjau dari struktur candi secara umum, candi Singgosari menunjukakn penyimpangan bentuk badan yang
terkesan menjulang ramping ditopang oleh kaki candi yang sangt tambun diatas btur. Kakicandiyang tambun
itu ternyata adalah sebuah ubahan daribangunan induknya, sehingga tubuh candinya terngkat agak tinggi.
Arca-arca ditempatkan pada kaki candi dalam bentuk bangunan. Tubuh vandinya dirancang tidak
untukmemiliki ruangan tempat arca sebaia layaknya candi hindu. Sehingga gantinya dibuatkan relung-relung
yang tidak terlalu dalam disetiap sisi dinding luar kearah empat penjuru mata angin.

Penyimpangan struktur yang demikian itu bukanlah merupakan hal yang kebetulan atas dasar kreatifitas dari
arsitek pembangunnya. Tentunya ada sebab-sebab atau pertimbangan yang melatar belakangi kelokal
geniusan akan rencana para arsiteknya, mengapa bentuk serta struktur candi Singosari dibangun seperti itu.
Puncak – puncak dari bangunan penampil sekarang tampak pejal, seolah-olah puncaknya rata, oleh karena
itulah bagian badan terkesan langsing menjulang, sementara bagian kaki terkesan gemuk tambun. Menurut
perencanaan kembali di atas kertas yang dibuat oleh Leydie Melville, arsitektur candi Singosari merupakan
bangunan induk dengan puncak yang menjulang tinggi, yang dikelilingi oleh empat bangunan penampil yang
memiliki puncak lebih rendah dari puncak bangunan induknya.
                                                                                                Candi Singosari hasil rekontruksi H.L.Leydie
Melvile
(Sumber:http://hurahura.wordpress.com/2013/06/26/candi-singosari-dibangun-sebagai-pilar-kosmis-
kerajaan-singasari/)

Uaraian Bangunan Candi.

1.      Batur 

Batur atau teras tersebut dapat dinaikidari arah barat memalui sebuah tangga buatan. Dahulu tangga asli ada
dua dan terdapat dikanan kiri penampilan batur yang menjorok lebih kebarat didepan pintu masuk ruang
utama. Sayaang bahwa teras yng menjorok tersebut batu-batuny tidak ditemuukan kembali, ehingga tidak
dapat dipasang lagi sebagai mana mestinya
                                                                                Denah Bangunan Candi Singosari hasil rekontruksi H.L.Leydie
Melvile
                                                            (Sumber : http://probohindarto.wordpress.com/2010/06/29/candi-singosari-
singhasari-temple/)

2.  Diatas batur
Dapat dihadapkan dengan kaki candi yang sekaligus sebagai ruang utama ditengah, serta 5 ruangan yang
mengelilingi. Ruang-ruang tersebut sekarang kosong tanpaarca kecuali ruang sisi selatan berisi arca Siwa Guru.
Arca-Arca Candi singosari ini diambil dan disimpan di Museum Leiden.
Begitu masuk pintu utama pada kanan dan kiri pintu masuk terdapat ruang pengapit yang lebih kecil ruang
sebelah utara pintu masuk dahulu ditempati arca Mahakala sedangkan ruang sebelah selatan dahulu ditempati
arca Nandicwara. Mahkala adalah Dewa penjelmaan dari Dewa Siwa yang raut mukanyya seperti Raksasa cirri
makala itumembawa gada. Sedangkan Nandicwara juga Dewa penjelmaan dari Dewa Siwa tetapi lebih
tepatnya penjelmaan dari Lembi Nandi yang mendapat pancaran kekuatan Siwa. Karena  kekuatan sakti Siwa
itulah Lembu Nandi naik derajatnya menjadi manusia Dewa yaitu Nandicwara. Ciri dari Nandicwara adalah
membawa senjata trisula milik Dwa Siwa. Mahakala dan Nandicwara tersebut berfungsi sebagai dewapenjaga
pintu masuk kuil Dewa Siwa (Ruang utama).

                                                                                                 
Terletak dipintu masuk sebelah utara
                                                                                          Arca Nandicsawara dan ArcaMahkala Candi
Singosari 
                               (Sumber : http://probohindarto.wordpress.com/2010/06/29/candi-singosari-singhasari-
temple/)
Didalam ruang utama, yang kita dapati sekarang hanyalah sebuah pedestal (landasan) yang sudah rusak dari
sebuah arca Siwa Bhairawa, bentuk Siwa tersebut digambarkan jongkok duduk diatas srigala. Sedangkan kaki
kiri bertumpu pada lapik-lapik tengkorak, tubuh seluruhnya telanjang dan hanya ditutupi cawat, hiasan yang
dipakai ditubuhnya terdiri dari hiasan tengkorak. Bentang tangan masing-masing membawa
Trisula,pisau,gendang serta mangkuk tengkorak,muka berbentuk raksasa.

Ruang sisi utara ditempati oleh arca Durga yang sekarang sudah tidak ada ditempatnya. Durga adalah bentuk
Dewi Uma parwati (istri Siwa) dalam penjelmaanya yang bersifat Demonis (raksasa). Disini durga diwujudkan
sebagai Durgamanisasuramadini, yaitu bentuk durga ketika berperang melawan raksasa (Asula) yang
mengacau kahyangan. Durga bertangan delapan dengan senjata-senjata milik para dewa menghajar raja
raksasa karena merasa gusar raksasa arsula berubah wujud sebagai lembu (mahisa).
                                                        Arca Siwa Bhairama dan Arca Dewi Dugamanisasurmrdini Candi
Singosari 
                  (Sumber :  http://ariesaksono.wordpress.com/2008/01/21/arca-siwa-bhairawa-museum-nasional-
jakarta/)
Ruang sisi timur ditempati oleh arca Dewa Ganesya yang sekarang juga sudah tidak lagi ditempatinya. Dewa
Ganesya adalah putra Dewa Siwa ddengan Dewi Uma Parwati. Ia digambarkan seperti anak-anaak yang gemuk,
perut buncit dan berkepala gajah. Sebabnya berkepala gajah banyak versiyang menceritakan ecr berlainan.
Versi yang ditulis oleh Mpu Dharmja dari jaman Kerajan Kedirimenceritakan ketika DewiParwati sedang
mengndung, ia dikejutkan oleh kendaran Dewa Indra yaitu seekor gajah yang sangat besar yang bernama
Airawata yang dibawa oleh Dewa Indra untuk mengunjungi Dewi Parwati. Karena terkejut yang amat sangat
akhirnya bayi yang dikandungnya lahir, bayi tersebut berkepala gajah. Dewa Ganesya digambarkan duduk,
bertangan empat, senjata yang dibawanya kapak dan tasbih, tidak ketinggaln membawa mangkuk. Dewa
Ganesya adalah Dewa l ini dilambangkan oleh bellaiyyng terus menerus menghisap madu dalam mangkuk yang
dibawa, sert perutnya yang gendut (lmabodhara) juga sebagai Dewa penghancur rintangan (Wigneswara)
kerena sifatny itulah orang sering memohon perlindungan menyebut Om Awignam Astu.

Ruang sisi Selatan berisi arca Resi Guru atau disebut juga Siwa Guru. Dalam hal ini sering arca ini terkenal
dengan sebutan Resi Agastya. Arca ini sekarang masih ditempatkanya. Siwa Guru adalah bentuk dewa Siwa
sebagai Resi Guru ,yaitu guru dari para resi. Oleh sebab itu ia digambarkan sebagai seorang tua yang
berjanggut dan berkumis tebal. Memakai sorban atau terkadang rambutnya disanggul, membawa tasbih dan
kendi Amerta. Pada puncak kiri terdapat kebut lalat (camara), sedangkan pada sisi kanan  terddapat seenjata
Trisula. Perut buncit (lambodhara) menandakan bahwa ia putus dalam berbagai ilmu keagamaan. Dibagian kiri
bawah terdapat tmbuhan teratai merah yang keluar dari umbinya (suatu tanda dari kesenian Singhasari).
                                                                                             Arca Syiwa Maha guru dan  Arca Ganesya Candi Singosari
                                               (http://ariesaksono.wordpress.com/2008/01/21/arca-siwa-bhairawa-museum-
nasional-jakarta/).3.  Badan Candi

Badan Candi yang langsing ini terdapat empat relung dimasing-masing sisinya. Tidak ada tanta-tanda bahwa
ruang celah itu dahulu berisi arca, tau memang ruang celah tersebut tidak perlu diisi arca-arca, mengingat
posisi ruang celah tersebut kurang cukup dalam untuk tempat sebuah arca. Dalam system pantheon dari aliran
Saiwa Sidhanta, ala mini dibagi menjadi tiga baagian. Ada alam Niskala (tak  berwujud), tempat Paramasiwa
bersemayam. Kedudukanya dialam atas. Tidak berwujud , tidak dapat dibayangkan, tetapi ada pada bagian
candi diwakili oleh puncak kemudian ada alam sakala-niskala (alam wujud-tak berwujud). Ala mini merupakan
alam antara, dan didudukakan oleh Sadasiwa dengan empat aspekbya yng kesemuanya
seebeenarnyapenjelmaan Siwa juga. Mereka itu adalah Siwa, Wisnu, Brahma dan Maheswara sedangkan alam
bawah adalah alam skala (alam wujud) yaitu bagian kaki candi yang dikuasai oleh Maheswara.

Pada Candi Singosari Badan Candi melambangkan alam Sakala-Niskala yaitu alam antara, Alam ini dikuassai
Dewa Siwa sebagai Sadasiwa dengan keempat aspeknya. Sadasiwa sendiri berada pada setiap penjuru mata
angin, Siwadibarat, Wisnu diutara, Brahma Diselatan dan Mahesa ditimur.Walaupun dalam kenyataanya ruang
celah tersebut tidak berarca, namun ruang celah tersebut sudah menunjukakn tempat dewa-dewa tadi. Ruang
celah pada tubuh candi yangmerupakan alam selala-niskal telah dibuktikan secarateknis oleh struktur
bangunanya.

2.      Atap atau Puncak Candi

Atap candi adalah bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau swarloka.  Atap candi selalu terdiri
atas susunan bertingkatan, yang pada umunya semakin ke atas semakin kecil ukurannya yang bagian ujungnya
di beri semacam ratna atau stupa. Perumpamaaan puncak candi sebagai gunung Meru ini semakin
diperkuatkan dengan 4 buah gundukan diatas masing-masing ruang candi
Hal ini disesuikan dengan topografi gunung Meru diIndia yang dikelilingi oleh 4 gunung kecil-kecil. Sama seperti
gunung  Penanggunagn di Pandaan yang dianggap sebagai symbol puncak gunung Meru atau disebut
Mahameru. Selain bentuk fisiknya yang sempurna kerucut, gunung penenanggungan juga dikelilingioleh 4
buah gunung kecil-kecil diempat arah mtaa anginya.

Dalam kitab kuno Tantu penggelaran diceritakan bahwa suatu ketika gunung Meru di india, sebagai symbol
pusat alam raya, harus dipindahkan ke Jawa (untuk mengesahkan Jaw sebagai Jamdwipa baru). Dalam
perjalananya banyak bagian-bagian gunung Meru itu yng terjatuh berceceran  sehingg membentuk rangkaian
gunung-gunungmulai sari India, Bangladest, Myanmar, Thailand, Sumatera, dan Jawa seperti sekarang ini.

Gunung Meru di India selanjutnya berubah menjadi gunungemeru, sementara puncaknya, gunung Pawitra
atau Mahameru, diidentifikasi sebagaigunung Penanggungan. Maka saat  itu menjadi pusat alam raya dengan
segala isi dan filosofinya, bukan lagi diIndia.

Arsitektur Candi Singosari


Dalam pembuatan Candi Singosari yaitu dengan cara , menumpuk  bebatuan andesit sampai
mencapai ketinggian tertentu. Lalu akan diteruskan untuk mengukirnya dari atas dan turun
kebawah. Letak candi ini di lembah yang berada diantara gunung Arjuna dan pegunungan
Tengger. Ada salah seorang ahli purbakala yang berasal dari Eropa, pernah juga memberikan
nama candi ini dengan nama candi Cella yang merupakan gantian nama dari candi Menara.
Dengan adanya nama tersebut, para masyarakat sekitar tidak setuju dengan nama candi
tersebut. dan pada akhirnya  sampai sekarang ini nama yang dipakai yaitu Candi Singosari.

Jika dilihat dari segi struktur dari candi, pada umumnya Candi Singosari ini memberikan
sebuah penyimpangan dalam sebuah bentuk badan yang berkesan menjulang ramping dan
ditopang dengan kaki candi yang ada diatas batu. Untuk kaki candi yang tambun tersebut
merupakan sebuah perubahan dari bangunan yang induknya. Jadi pada tubuh candi akan
terangkat agak lebih tinggi. Beberapa arca yang ada di kaki candi berbentuk bangunan.
Tubuh candi sudah dirancang dengan tidak mempunyai ruangan untuk tempat arca seperti
halnya candi Hindu. Namun, untuk gantinya dibuat dengan relung-relung yang tidak dalam
pada setiap sisi pada dinding luar arah empat mata angin.

Penyimpangan struktur tersebut bukan suatu hal yang kebetulan dan atas dasar kreatifitas
arsiteknya. Pastinya akan ada berbagai sebab dan pertimbangan yang dapat melatarbelakangi
kreatifitas para arsitekturnya. Pada puncak dari bangunan tersebut sekarang tampak lebih
pejal. Seakan puncak dari Candi Singosari ini rata. Sehingga pada bagian badan terlihat lebih
menjulang, dan untuk kaki candi lebih terlihat tambun.

Komplek percandian menempati areal 200 m × 400 m dan terdiri dari beberapa candi. Disisi
barat laut komplek terdapat sepasang arca raksasa besar (tinggi hampir 4m,
disebut Dwarapala) dan posisi gada menghadap ke bawah, ini menunjukkan meskipun
penjaganya raksasa tetapi masih ada rasa kasih sayang terhadap semua mahkluk hidup dan
ungkapan selamat datang bagi semuanya. Dan posisi arca ini hanya ada di Singhasari, tidak
ada di tempat ataupun kerajaan lainnya. Dan di dekatnya arca Dwarapala terdapat alun-alun.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa candi terletak di komplek pusat kerajaan.
Letak candi Singhasari yang dekat dengan kedua arca Dwarapala menjadi menarik ketika
dikaitkan dengan ajaran Siwa yang mengatakan bahwa dewa Siwa bersemayam di
puncak Kailasa dalam wujud lingga, batas Timur terdapat gerbang
dengan Ganesha (atau Ganapati) sebagai penjaganya, gerbang Barat dijaga oleh Kala dan
Amungkala, gerbang Selatan dijaga oleh Resi Agastya, gerbang Utara dijaga oleh Batari Gori
(atau Gaurī). Karena letak candi Singhasari yang sangat dekat dengan kedua arca tersebut
yang terdapat pada jalan menuju ke Gunung Arjuna, penggunaan candi ini diperkirakan tidak
terlepas dari keberadaan gunung Arjuna dan para pertapa yang bersemayam di puncak
gunung ini pada waktu itu.
Bangunan candi utama dibuat dari batu andesit, menghadap ke barat, berdiri pada alas bujur
sangkar berukuran 14 m × 14 m dan tinggi candi 15 m. Candi ini kaya akan
ornamen ukiran, arca, dan relief. Di dalam ruang utama terdapat lingga dan yoni. Terdapat
pula bilik-bilik lain: di utara (dulu berisi arca Durga yang sudah hilang), timur yang dulu
berisi arca Ganesha, serta sisi selatan yang berisi arca Siwa-Guru (Resi Agastya). Di komplek
candi ini juga berdiri arca Prajnaparamita, dewi kebijaksanaan, yang sekarang ditempatkan
di Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Kalian juga bisa mengunjungi candi bersejarah
lainnya di indonesia seperti sejarah Candi Ratu Boko dan sejarah Candi Sewu .

CANDI SINGOSARI TAMPAK DARI ARAH TENGGARA



SISI BARAT CANDI SINGOSARI TAHUN 1937

SISI BARAT DAYA CANDI SINGOSARI TAHUN 1937

KAKI CANDI SINGOSARI

PINTU MASUK CANDI SINGOSARI

RELUNG DI TUBUH CANDI SINGOSARI


CANDI SINGOSARI TAMPAK SELATAN

CANDI SINGOSARI TAMPAK BARAT DAYA


CANDI SINGOSARI

PINTU MASUK CANDI SINGOSARI

TUBUH CANDI SINGOSARI

ATAP CANDI SINGOSARI

CATATAN TAHUN PEMUGARAN PADA KAKI CANDI SINGOSARI

ARCA-ARCA YANG TERDAPAT DI HALAMAN CANDI SINGOSARI
1. 1
2. 2
3. 3
4. 4
5. 5
6. 6
7. 7
8. 8
9. 9
10. 10
11. 11
12. 12
13. 13
14. 14
 Previous

 Next

NO REGNAS RNCB.19980721.04.000431

SK Menteri No205/M/2016
SK Penetapan
SK Menteri No177/M/1998
Peringkat Cagar Budaya Nasional

Kategori Cagar Budaya Bangunan

Kabupaten/Kota Kabupaten Malang

Provinsi Jawa Timur

Nama Pemilik Negara

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Mojokerto dan


Nama Pengelola
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur
https://drive.google.com/drive/folders/1_pd7qL0m6Xzi_R7Bxcv-XjAt-nnUEdo8?usp=sharing

Anda mungkin juga menyukai