Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 3.2 SISTEM MUSKULOSKELETAL

Asy Syifa Dhiy Uhaqq Anwar 11719118

Diana Dwi Hartati 11719766

Dwi Aprilia Rachmawati 17719344

Ghina Asty Octavia 12719599

Islami Prayogi Saputri 13719086

Melinda Nurfadhila 13719662

Nanda Ferina 14719669

Ratna Rizqia Widati 15719335

Yode Azhari Sandini 17719453

FAKULITAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GUNADARMA

TAHUN 2020
LEMBAR PENILAIAN

Judul Laporan Tutorial : Sistem Muskuloskeletal

Kelompok : 2 (Dua)

Tutor Ke : 2 (Dua)

Blok : 3.2 (Sistem Muskuloskeletal)

Komponen yang dinilai Skor Umpan balik

Pendahuluan

Dasar Teori

Pembahasan

Kesimpulan

Referensi

Total Skor

Depok, ……………………2020

Tutor yang menilai

( )
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji syukur kami panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah tutorial sistem
muskuloskeletal tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah
SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah tutorial berjudul “Laporan Tutorial Blok 3.2 Sistem


Muskuloskeletal” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah
tutorial kami ini dapat menjadi bahan pembelajaran, serta mendapatkan ilmu baru setelah
membacanya.

Penulis menyadari makalah tutorial ini masih memerlukan penyempurnaan,


terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi
penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah tutorial ini,
kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Penyusun
DAFTAR ISI

Lembar Penilaian

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Punggung

2.2 Histologi Jaringan

2.3 Fisiologi Nyeri dan kesemutan

2.4 Diagnosis klinis : lipoma

2.5 Diagnosis Banding : liposarkoma, kista ganglion, kista epidermal

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Skenario kasus

3.2 Sistematika kasus

3.3 Pembahasan kasus

3.3.1 Anamnesis

3.3.2 Pemeriksaan fisik

3.3.3 Pemeriksaan laboratorium


3.3.4 Diagnosis banding

3.3.5 Diagnosis kerja

3.4 Skema kasus

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan
dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan itu telah berhenti. Neoplasma
menggambarkan kapan sel-sel ini berkembang biak secara abnormal yang tidak
terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya. Sel-sel abnormal ini tidak dapat dikendalikan
seperti sel-sel normal, karena mereka tidak mati pada saat yang seharusnya dan mereka
membelah lebih cepat. Saat pertumbuhan yang berlebihan ini berlanjut, benjolan atau tumor
yang tidak memiliki tujuan atau fungsi dalam tubuh akhirnya terbentuk. (23) (24)
Neoplasma jinak merupakan bentuk proliferasi jaringan non-kanker seperti tahi lalat
pada kulit, lipoma, atau fibroid uterus. Neoplasma tidak berubah menjadi kanker dan
biasanya tidak mengancam nyawa, tetapi bergantung pada lokasinya, pertumbuhan jinak
dapat menyebabkan gejala dan tanda jika ia menekan struktur penting di sekitarnya seperti
kelenjar atau saraf. Tumor jinak cenderung tumbuh lebih lambat daripada tumor ganas dan
tidak memiliki kapasitas untuk menyerang jaringan disekitarnya atau menyebar ke area lain
di tubuh (metastasis), seperti halnya kanker. Penyebab neoplasma jinak seringkali tidak
diketahui, tetapi faktor-faktor seperti paparan radiasi; genetika; diet; peradangan; infeksi
dan trauma atau cedera lokal mungkin terkait dengan pertumbuhan ini. (24)

Neoplasma prakanker merupakan massa yang belum menjadi kanker, tetapi


memiliki potensi untuk berkembang menjadi kanker jika tidak diobati. Terkadang, sel bisa
mengalami perubahan yang akhirnya hilang dengan sendirinya. Namun, sel-sel lain
meneruskan mutasi dan sel-sel baru perlahan-lahan menjadi semakin tidak normal hingga
akhirnya menjadi kanker. (24)

Neoplasma yang telah menjadi kanker memiliki pertumbuhan sel yang tidak normal
dan dapat menyerang jaringan lain. Jika tidak diobati, sel-sel kanker ini terus membelah
dan berkembang biak dengan cepat secara tidak terkontrol dan tidak normal. Tumor
menjadi lebih besar dan pada akhirnya dapat menyerang jaringan disekitarnya atau
menyebar ke bagian tubuh yang jauh melalui aliran darah atau sistem limfatik. Jika banyak
organ atau organ vital seperti otak atau hati rusak parah akibat kanker, maka kematian akan
terjadi. (24)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep Anatomi Punggung?
2. Bagaimana konsep dari Histologi Jaringan?
3. Bagaimana konsep dari Fisiologi kesemutan?
4. Menjelaskan tentang penyakit Tumor Lipoma?
5. Menjelaskan apa yang dimaksud dari Liposarkoma, Kista Ganglion, dan Kista
Epidermal?
6. Menjelaskan Tatalaksana untuk Diagnosis Klinis
C. TUJUAN

1. Mampu mengetahui, memahami, serta menjelaskan tentang anatomi dari


punggung
2. Mampu mengetahui, memahami, serta menjelaskan tentang histologi jaringan
3. Mampu mengetahui, memahami, serta menjelaskan tentang fisiologi kesemutan
4. Mampu mengetahui, memahami, serta menjelaskan tentang penyakit tumor lipoma
5. Mampu mengetahui, memahami, serta menjelaskan tentang histologi jaringan
6. Mampu mengetahui, memahami, serta menjelaskan tentang tatalaksana untuk
diagnosis klinis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI PUNGGUNG


A. Columna Vertebralis
Vertebra dan diskus intervertebralis secara bersama-sama menyusun
columna vertebralis yang memanjang dari cranium sampai ke apex coccygeal.
Columna vertebralis membentuk tulang rangka leher dan punggung dan merupakan
bagian utama skeleton axiale. Columna Vertebralis berfungsi sebagai pelindung
medulla spinalis dan nervi spinalis, menopang berat tubuh, berperan penting pada
postur dan lokomosi, serta memberikan aksis fleksibel dan kaku sebagian untuk
tubuh dan dasar yang diperluas untuk tempat bagi cranium dan pusat rotasi.
Columna vertebralis secara khas terdiri dari 33 vertebrae yang tersusun dalam lima
regio: 7 vertebrae cervicalis, 12 vertebrae thoracicae, 5 vertebrae lumbales, 5
vertebrae sacrales, dan 4 vertebrae coccygeal. (1)

Gambar 1
Sumber : Buku Sobotta

Columna vertebralis memiliki bentuk fisiologis menyerupai “S” terbentuk dari


beberapa lengkungan/ kurva, yaitu kurva lordosis dan kifosis. kurva kifosis (konkaf ke
anterior) dapat ditemukan pada regio vertebra sacralis dan vertebrae thoracicae sedangkan
kurva lordosis (konkaf ke posterior) ditemukan pada regio vertebra lumbalis dan vertebrae
cervicalis. Bentuk ini dapat dijumpai ketika tubuh berdiri tegak dimana lordosis lumbalis
dapat dilihat dengan berbagai variasinya, namun akan tidak terlihat apabila columna
vertebralis melengkung yang dapat terjadi saat tubuh pada posisi duduk atau pada saat
antefleksi. Tubuh yang kehilangan lordosis atau kurvatura sejatinya dalam waktu terlalu
lama akan mengakibatkan tekanan berlebih pada discus intervertebralis columna vertebralis
terutama pada regio lumbosakralis yang pada akhirnya dapat memicu suatu gangguan pada
punggung bawah berupa nyeri yang biasa disebut low back pain. (1)

Columna vertebralis juga memiliki sifat yang fleksibel karena terdiri dari beberapa
kumpulan tulang yang relatif kecil, yaitu vertebrae yang dipisahkan oleh discus
intervertebralis yang bersifat lentur. Kedua puluh lima vertebrae juga berartikulasi pada
articulatio zygapophysialis synovial sehingga dapat mempermudah fleksibilitas dan
pengontrolan columna vertebralis. (1)

B. Vaskularisasi Columna Vertebra


1. Vaskularisasi Medulla Spinalis
Medulla spinalis memiliki 3 pembuluh arteri utama yang terus berjalan
ke bawah mengikuti alur medulla spinalis, yaitu arteri spinalis posterior yang
terletak di regio sulcus posterolateralis serta 1 arteri spinalis anterior yang
terletak di fisura median anterior. 3 arteri akan beranastomosis mengelilingi
medulla spinalis dan mengalirkan darah ke bagian tersebut. (1)
Arteri spinalis anterior adalah arteri yang paling penting dalam
memperdarahi medula spinalis karena arteri ini memperdarahi 2/3 anterior dari
medulla spinalis, termasuk hampir seluruh substansia grisea. Arteri ini
merupakan cabang dari arteri vertebralis. (1)
Arteri spinalis posterior dipercabang dari arteri vertebralis atau arteri
serebral posterior inferior (PICA) di bagian medulla posterolateralis. Kedua
arteri spinalis ini mendapatkan kontribusi dari arteri radikularis yang masuk
melalui foramen intervertebralis dan melewati radiks dorsal dan ventral,
sehingga mungkin hanya 1/3 bagian atas dari medulla spinalis yang diperdarahi
oleh arteri vertebralis. Arteri radikularis hanya berkontribusi sedikit kepada
arteri spinalis anterior dan tidak memasuki tiap foramen intervertebralis,
sehingga peredaran darah bergantung kepada arteri besar yang lain. Arteri ini
salah satunya adalah arteri Adamkiewicz yang berkontribusi pada thorakal
bagian bawah atau lumbal bagian bawah. (1)
2. Nervus Medulla Spinalis
Nervus spinalis memiliki 31 pasang saraf spinal berawal dari korda
melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf
gabungan motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron
afferen dan meninggalkan melalui efferen. Saraf spinal diberi nama dan angka
sesuai dengan regio columna vertebrae tempat munculnya saraf tersebut. (1)
C. Otot Punggung
Terdapat dua kelompok besar otot pada punggung, yaitu otot punggung
ekstrinsik dan intrinsik. Otot punggung ekstrinsik meliputi otot superfisial dan
intermedia yang masing-masing menimbulkan dan mengontrol pernapasan. Otot
punggung intrinsik meliputi otot yang secara spesifik bekerja pada columna
vertebralis, yang menimbulkan gerakan dan mempertahankan postur. (1)
1. Otot Punggung Ekstrinsik
Otot punggung ekstrinsik superfisial terdiri atas m. Trapezius, m.
latissimus dorsi, m. levator scapulae, dan m. rhomboideus. Otot-otot ini
menghubungkan ekstremitas atas dengan tubuh dan menimbulkan dan
mengontrol gerakan ekstremitas. Meskipun terletak di regio punggung,
sebagian besar bagian otot tersebut menerima persarafan dari rami anterior
nervus cervicalis dan bekerja pada ekstremitas atas. M. trapezius menerima
serat motoriknya dari nervus cranialis, nervus accessories spinalis. (1)
Gambar 2

Sumber : Buku Sobotta

2. Otot Punggung Intrinsik


Otot punggung intrinsik diinervasi oleh rami posterior nervus spinalis
dan bekerja untuk mempertahankan postur dan mengontrol gerakan columna
vertebralis. Otot punggung intrinsik dikelompokkan menjadi lapisan superfisial,
intermedia, dan profunda berdasarkan hubungannya dengan permukaan. (1)

Gambar 3

Sumber : Buku Sobotta


Lapisan intermedia otot punggung intrinsik adalah m. erector spinae yang terletak
dalam setiap sisi columna vertebralis di antara processus spinosus di sentral dan angulus
costae di lateral. M. erector spinae merupakan ekstensor utama pada columna vertebralis
dan dibagi menjadi tiga columna: M. iliocostalis membentuk columna lateral, m.
longissimus membentuk columna intermedia, dan m. spinalis membentuk columna
medialis. M. erector spinae dipersarafi oleh rami posterior nervus spinalis. (1)

Gambar 4

Sumber : Buku Sobotta

Lapisan dalam otot punggung intrinsik tersusun atas kelompok otot


transversospinalis yang terdiri dari musculus semispinalis, mm. multifidus, dan m.
rotatores. M. semispinalis adalah anggota kelompok otot superfisial yang berasal dari
separuh columna vertebralis. M. semispinalis dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan
perlekatan superior: m. semispinalis capitis, m. semispinalis thoracis, m. semispinalis
cervicis. Mm. multifidus adalah lapisan tengah kelompok otot dan terdiri dari berkas otot
pendek segitiga yang paling tebal pada regio lumbalis. Musculus rotatores adalah otot
paling dalam dari ketiga lapisan pada musculus transversospinalis dan paling berkembang
baik di regio thoracicae. Fungsi dari m. rotatores adalah menstabilkan vertebra dan
membantu ekstensi lokal dan gerakan memutar columna vertebralis. Selain itu dapat juga
menjadi organ propriosepsi.
2.2 HISTOLOGI JARINGAN

A. Histologi Otot

Gambar 8. Otot Rangka

Otot Rangka tersusun secara paralel diantaranya terdapat kapiler, untuk


pembungkus Ototnya ada Epimisium (kolagen) untuk membungkus seluruh otot,
Perimisium (kolagen) untuk membungkus fasikulus (bundles) dan Endomisium (s. retikular
& l. basal) membungkus masing-masing sel otot. (2)

Serat otot skelet

Gambar 9. Serat otot skelet secara Histologi


Serat otot multinukeli, inti perifer, Sel satelit (sel regenatif) pada lamina ekstenal.
Susunan parallel myofibril membentuk Pita A (gelap anisotrop) dan Pita I (terang isotrop)
di daerah antara 2 garis Z yaitu sarkomer. (2)

Organisasi Struktural Miofibril

Gambar 10. Organisasi struktural miofibril

Miofilamen:

1. Filamen tebal: Miosin

2. Filamen tipis: Aktin

3. Pita → filamen tipis

4. Pita A → filamen tebal

5. Pita H → daerah pita A tanpa filamen tipis

6. Pita M → berisi miomesin, prot C → mempertahankan susunan filamen tebal. (2)

Gelendong otot
Gambar 11. Gelendong otot (muscle spindle) dan secara histologinya

Reseptor sensorik berkapsul, terdiri dari serat otot intrafusal (8-10) Ruang periaksial
yang berisi cairan dan Saraf. Fungsinya inisiasi stretch reflek menjadi respon protektif
mencegah serat otot robek. (2)

B. Jaringan Adiposa

Jaringan adiposa (lemak) adalah jenis jaringan ikat khusus,yang terutama terdiri atas
sel-sel lemak atau adiposa, Sel-sel ini dapat tersebar sendiri-sendiri atau berupa kelompok
didalam jaringan ikat iregular atau longgar. Jaringan adiposa merupakan gudang energi
terbesar (dalam bentuk trigliserida, lemak netral) di tubuh. Organ lain yang menimbun
energi, terutama hati dan otot rangka, melakukannya dalam bentuk glikogen. Jaringan
adiposa juga mengisi ruang antara jaringan lain dan membantu menahan sejumlah organ di
tempatnya. Jaringan adiposa subkutan membantu membentuk permukaan tubuh, sedangkan
yang terdapat dalam bentuk bantalan berfungsi sebagai peredam goncangan, terutama di
telapak tangan dan telapak kaki. (4)

Terdapat dua jenis jaringan adiposa dengan lokasi, struktur,warna dan ciri patologis
yang berbeda:

C. Jaringan adiposa putih


Untuk penyimpanan energi dalam jangka panjang, sel adiposa putih berbentuk sferis
bila terisolasi tetapi berbentuk polihedral bila terkemas rapat dalam jaringan adiposa
Adiposit putih disebut unilokular karena trigliserida disimpan dalam lokus tunggal.Karena
lipid dihilangkan dari sel oleh alkohol dan xilene yang dipakai dalam teknik histologi rutin,
setiap adiposit unilocular tampak dalam sediaan mikroskopik standar berupa cincin
sitoplasma tipis yang mengelilingi vakuol kosong yang ditinggalkan oleh tetes lipid terlarut,
yang terkadang disebut sel stempel (signet ring cell). Tepi sitoplasma yang tersisa setelah
timbunan trigliserida dihilangkan dapat mengalami ruptur dan kolaps, yang akan mengubah
struktur jaringan. Bagian yang paling tebal dari sitoplasma mengelilingi inti sel ini dan
mengandung apparatus golgi, mitokondria, sisterna yang kurang berkembang di RE kasar,
dan poliribosom bebas.Tepi sitoplasma yang mengelilingi tetes lipid mengandung sisterna
RE halus dan sejumlah besar vesikel pinositotik. (4)

Source: Mescher, A. L. (2012). Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
D. Histogenesis adiposa putih
Histogenesis jaringan adiposit putih seperti sel penghasil serat jaringan ikat, adiposit
mengalami diferensiasi dari sel mesenkimal embrionik. Diferensiasi semacam itu pertama
kali terlihat dengan munculnya lipoblas. Lipoblas muda mirip dengan fibroblas tetapi
sanggup menimbun lemak dalam sitoplasmanya. Timbunan lemak ini mula-mula saling
terpisah tetapi segera menyatu membentuk satu tetes besar, yang khas untuk sei jaringan
adiposa unilokular. Manusia adalah satu dari sedikit mamalia yang lahir dengan timbunan
lemak, yang mulai ditimbun pada minggu ke-30 kehamilan dan berkembang baik saat
kelahiran baik dikompartemen viseral maupun subkutan. Setelah lahir, pembentukan
adiposit baru umum dijumpai di sekitar pembuluh darah kecil, tempat sel mesenkim berada
dalam jumlah yang relatif banyak. Kelebihan pembentukan jaringan adiposa, atau
obesitas,terjadi ketika asupan energi melebihi pengeluaran energi. Meskipun sel lemak
dapat berdiferensiasi dari sel punca mesenkimal seumur hidup, obesitas dengan onset pada
usia dewasa umumnya diyakini melibatkan peningkatan ukuran atau hipertrofi adiposit
yang sudah ada (obesitas hipertrofik). Obesitas pada masa kanak-kanak dapat melibatkan
peningkatan ukuran adiposit dan pembentukan adiposit baru melalui diferensiasi dan
hiperplasia pra-adiposit dari sel mesenkim. Peningkatan jumlah adiposit awal ini dapat
membuat seseorang rentan mengalami obesitas hiperplastik dikemudian hari. (4)

E. Jaringan adiposa cokelat


Warna jaringan adiposa cokelat atau lemak cokelat timbul karena banyaknya
mitokondria (yang mengandung sitokromberwarna) yang tersebar dalam adiposit dan
banyaknya kapiler darah pada iaringan ini. Adiposit lemak cokelat mengandung banyak
inklusi lipid kecil sehingga disebut multilocular. Banyaknya droplet lipid kecil, mitokondria
danv askularisasi yang berlimpah, semuanya membantu memperantarai fungsi utama
berupa produksi panas di iaringan ini. Dibanding dengan jaringan adiposa putih, yang
terdapat di seluruh tubuh, distribusi jaringan adiposa cokelat jauh lebih terbatas. Sel
jaringan adiposa cokelat berbentuk poligonal dan umumnya lebih kecil daripada sel adiposa
putih tetapi sitoplasmanya mengandung sejumlah besar droplet lipid dengan berbagai
ukuran. Adiposit tersebut memiliki inti yang sferis dan berada di sentral dan mitokondria
memiliki krista panjang yang berlimpah.
Jaringan adiposa cokelat menyerupai sebuah kelenjar endokrin, karena sel-selnya
tersusun menyerupai susunan epitel yang berhubungan erat dengan kapiler darah. Jaringan
ini terbagi lagi oleh sekat-sekat jaringan ikat menjadi lobulus yang berbatas lebih tegas
ketimbang lobulus jaringan adiposa putih. Sel-sel jaringan tersebut mendapat persarafan
simpatis secara langsung. (4)

Source: Mescher, A. L. (2012). Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

F. Histogenesis adiposa cokelat


Perkembangan jaringan adiposa cokelat juga berkembang dari mesenkim
embrionik, yang muncul lebih awal ketimbang lemak putih selama perkembangan janin.
Sel-sel tersebut tersusun secara berbeda dari jaringan adiposa putih. Sel mesenkim dan
lipoblas yang membentuk jaringan tersebut dapat menyerupai epitel (sehingga
mengindikasikan suatu kelenjar endokrin) sebelum menimbun banyak lemak. Pada
manusia, jumlah lemak cokelat menjadi relative maksimal terhadap berat badan saat lahir,
jika thermogenesis tanpa menggigil sangat diperlukan. jaringan ini menghilang secara
bermakna (melalui involusi) atau diganti oleh lemak putih selama masa kanak-kanak. pada
orang dewasa, lemak ini hanya ditemukan di area-area yang tersetar, terutama didekat
ginjal dan kelenjar adrenal, aorta, dan mediastinum.Jumlah adiposit cokelat meningkat
kembali selama adaptasi terhadap dingin, yang biasanya tampak sebagai kelompok sel
multilokular di jaringan adiposa putih. Hal ini agaknya menggambarkan diferensiasi sel
punca mesenkimal di dalam jaringan adiposa putih. Transformasi satu jenis jaringan
adiposa yang secara langsung menjadi jaringan lain tampaknya tidak terjadi. Selain
menstimulasi aktivitas termogenik, saiaf autonom juga meningkatkan diferensiasi adiposit
cokelat dan mencegah apoptosis pada sel cokelat yang matur (4)

G. Histopatologi Lipoma

Source: https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-319-01748-8_62
2.3 FISIOLOGI NYERI DAN KESEMUTAN

MEKANISME KESEMUTAN
Patofisiologi kesemutan ialah adanya perubahan fungsi saraf atau jalur saraf.
Kesemutan dianggap mewakili pancaran impuls abnormal yang dihasilkan dari ectopic
focus dan dapat timbul dari kelainan di mana saja di sepanjang jalur sensorik, dari saraf
perifer ke korteks sensorik. Kesemutan dapat disebabkan oleh sistem saraf pusat atau
kelainan sistem saraf tepi. Penyebab sistem saraf pusat termasuk iskemia, obstruksi,
kompresi, infeksi, peradangan dan kondisi degeneratif. Penyebab kesemutan yang diinduksi
perifer paling umum adalah neuropati. Neuropati perifer dapat disebabkan oleh gangguan
metabolik, sindrom jebakan, trauma, kondisi inflamasi, gangguan jaringan ikat, cedera
toksik, kondisi keturunan, keganasan, defisiensi nutrisi, infeksi, dan penyebab lain-lain.
Beberapa neuropati perifer yang umum termasuk yang sekunder terhadap diabetes,
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12, alkoholisme dan sindrom penjeratan saraf. (3)

MEKANISME NYERI
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan.
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai
oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla
spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan
jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi
fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak. Nyeri inflamasi merupakan salah
satu bentuk untuk mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitivitas akan meningkat,
sehingga stimulus non noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang
akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan
menghilangkan respon inflamasi. (22)
Sensitisasi perifer
Sistem nosiseptor perifer mengalami sensitisasi. sistem ini bertanggung jawab
terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cedera. Cidera atau inflamasi jaringan
akan menyebabkan munculnya perubahan lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel
yang rusak akan melepaskan komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K + ,
pH menurun, sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor.
Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor (nociceptor activators)
dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap
rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizers). (22)
Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang aktivasi
nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara berikatan pada reseptor
spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul
secara bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan
menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang
dan berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi. (22)
Sensitisasi sentral

Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di sentral
juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer bertanggung jawab
terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cedera. Sensitisasi sentral memfasilitasi
dan memperkuat transfer sinaptik dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. (22)

Pada awalnya proses ini dipacu oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity
dependent), kemudian terjadi perubahan molekuler neuron (transcription dependent).
Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf, dimana terjadi
perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan jaringan). Dalam beberapa
detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang masif kedalam
medulla spinalis, ini akan menyebabkan jaringan saraf dalam medula spinalis menjadi
hiperesponsif. Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat stimulus
non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga akan menjadi lebih
sensitif terhadap rangsangan nyeri. (22)
2.4 DIAGNOSIS KLINIS
LIPOMA
1. Definisi Lipoma
Lipoma adalah suatu tumor jinak yang berada dibawah kulit dan terdiri dari
lemak. sebagian besar berada dekat permukaan kulit (superficial) dan berlokasi di
kepala, leher, bahu, badan, punggung atau lengan. (10)
Lipoma adalah tumor jinak subkutis yang berisi jaringan lemak. Lipoma
juga merupakan tumor mesenkim jinak (benign mesenchymal tumors) yang berasal
dari jaringan lemak (adipocytes) (Siregar, 2002: 268). Lipoma ini tumor yang paling
sering di temukan yang dapat muncul dimana saja di semua bagian tubuh namun
umumnya pada jaringan subkutis. (12) (11)
2. Epidemiologi
Lipoma adalah tumor jaringan lunak yang paling umum dengan prevalensi
sebesar 2,1 per 1.000 orang Lebih banyak terjadi pada perempuan daripada Laki-
laki Lipoma dijumpai pada usia lanjut (40-60 tahun) namun juga dapat dijumpai
pada anak-anak. Karena lipoma merupakan lemak, maka dapat muncul dimanapun
pada tubuh ini. Jenis yang paling sering adalah yang berada lebih ke permukaan
kulit (superficial). Lipoma lebih sering ditemukan pada wanita. Hal ini disebabkan
karena wanita memiliki massa lemak yang lebih banyak daripada pria, karena
lipoma merupakan lemak, maka dapat muncul dimanapun pada tubuh ini. Lipoma
sering tumbuh di lengan. Batang tubuh dan leher bagian belakang. Jenis yang
letaknya lebih dalam dari kulit seperti dalam otot, syaraf, sendi ataupun tendon. (13)
3. Etiologi

Penyebab dari lipoma tidak diketahui dengan pasti. Beberapa dokter


percaya bahwa timbulnya lipoma biasanya dipicu dengan trauma kecil pada
daerah yang bersangkutan. Lipoma dapat menyerang anak dan dewasa, dan
lebih sering pada pria. Lipoma timbul tidak selalu karena faktor keturunan.
Tidak selalu jika kita mempunyai orangtua atau leluhur yang mempunyai lipoma
ini, maka kita akan mempunyai lipoma juga. Namun ada suatu sindrom yang
disebut hereditary multiple lipomatosis, yaitu seseorang yang mempunyai lebih
dari 1 lipoma pada tubuhnya. Tidak ada korelasi antara pertumbuhan lipoma
dengan kelebihan BB (over weight). (11)

Biasanya lipoma dijumpai pada usia lanjut (40-60 tahun), namun juga
dapat dijumpai pada anak-anak. Karena lipoma merupakan lemak, maka dapat
muncul dimanapun pada tubuh ini. Jenis yang paling sering adalah yang berada
lebih ke permukaan kulit (superficial). Biasanya lipoma berlokasi di kepala,
leher, bahu, badan, punggung, atau lengan. Jenis yang lain adalah yang letaknya
lebih dalam dari kulit seperti dalam otot, saraf, sendi, ataupun tendon. (11)

Menurut MS Tan dan B Singh (2004) ada beberapa kemungkinan


etiologi dari lipoma yaitu sebagai berikut:

1. Degenerasi lemak
2. Hereditar
3. Hormonal
4. Trauma
5. Infeksi
6. Iritasi kronis
7. Metafase sel otot
8. Lipoblastic embryonic cell nest in origin
9. Bahan karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
10. Genetik
11. Immunologi, virus
12. Lingkungan
4. Patofisiologi

Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak (soft tissue tumors [STTs]) adalah
proliferasi masenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh, tidak
termasuk visera, selaput otak, dan sistem limforetikuler. Dapat timbul di tempat di
mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha,
20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan dan
retroperitoneum. (11)

Lipoma adalah neoplasma jaringan lunak jinak yang paling sering terjadi pada
orang dewasa. Neoplasma ini jinak tumbuh lambat yang terdiri dari sel-sel lemak
matang. Dimana tampak metabolic sel-sel lipoma berbeda dari sel normal meskipun sel-
sel tersebut secara histologis serupa. Jaringan lemak berasal dari jaringan ikat yang
berfungsi sebagai depot lemak. Jaringan lemak ini adalah jaringan yang spesial terdiri
dari sel specific yang mempunyai vaskularisasi tinggi, berlobus dan berfungsi sebagai
depot lemak untuk keperluan metabolism. (13)

Sel-sel lemak yang primitive biasanya berupa butir-butir halus di dalam


sitoplasma. Sel ini akan membesar seperti murberry sehingga akhirnya derajat deposisi
lemak menggeser inti kea rah perifer. Jaringan lemak berasal dari sel-sel mesenkim
yang tidak berdiferensiasi yang dapat di temukan di dalam tubuh. Beberapa sel-sel ini
menjadi jaringan sel lemak yang matang membentuk lemak dewasa. Terjadinya suatu
lipoma dapat juga disebabkan oleh karena adanya gangguan metabolism lemak. Pada
lipoma terjadi proliferasi baik histologis dan kimiawi, termasuk komposisi asam lemak
normal. Metabolism lemak pada lipoma berbeda dengan metabolism lemak normal,
walaupun secara histologis gambaran sel lemaknya sama. (14)

Pada lipoma dijumpai aktivitas lipoprotein lipase menurun. Lipoprotein lipase


penting untuk transformasi lemak di dalam darah. Oleh karena itu asam lemak pada
lipoma lebih banyak dibandingkan dengan lemak normal. Hal ini dapat terjadi bila
seseorang melakukan diet, maka secara normal depot lemak menjadi berkurang, tetapi
lemak pada lipoma tidak akan berkurang bahkan bertambah besar, Ini menunjukkan
bahwa lemak pada lipoma bukan merupakan lemak yang dibutuhkan oleh tubuh. (14)

Apabila lipoma membesar akan tampak sebagai suatu penonjolan yang dapat
menekan jaringan di sekitarnya. Pada dasar mulut, pembesaran lipoma dapat
mengganggu fungsi pengunyahan dan fungsi bi.ara$ sedangkan pertumbuhannya
menekan gigi geligi maka dapat menyebabkan tanggalnya gigi di sekitar lipoma
tersebut. (13)

5. Manifestasi Klinis

Lipoma seringkali tidak memberikan gejala (asymptomatic). Gejala yang


muncul tergantung dari lokasi, misalnya: Pasien dengan lipoma kerongkongan
(esophageal lipoma) dapat disertai obstruction, nyeri saat menelan (dysphagia),
regurgitation, muntah (vomiting), dan reflux. Esophageal lipomas dapat
berhubungan dengan aspiration dan infeksi saluran pernapasan yang berturutan
(consecutive respiratory infections). (11)

Lipoma di saluran napas utama (major airways) dapat menyebabkan gagal


napas (respiratory distress) yang berhubungan dengan gangguan bronkus
(bronchial obstruction). Pasien datang dengan lesi parenkim (parenchymal lesions)
atau endobronchial. Lipoma juga sering terjadi pada payudara, namun tak sesering
yang diharapkan mengingat luasnya jaringan lemak.

Lipoma di usus (intestines), misalnya: duodenum, jejunum, colon dapat


menyebabkan nyeri perut (abdominal pain) dari obstruksi atau intussusception, atau
dapat menjadi jelas melalui perdarahan (hemorrhage). Lipoma jantung (cardiac
lipomas) terutama berlokasi di subendocardial, jarang intramural, dan normalnya
tidak berkapsul (unencapsulated). Terlihat sebagai suatu massa kuning di
kamar/bilik jantung (cardiac chamber). Lipoma juga dapat muncul di jaringan
subkutan vulva. Biasanya pedunculated dan dependent. (11)

6. Gejala Klinis

Lipoma bersifat lunak pada perabaan, dapat digerakkan, dan tidak nyeri.
Pertumbuhannya sangat lambat dan jarang sekali menjadi ganas. Lipoma
kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari
diameter 6 cm. Lipoma bersifat lunak pada perabaan, dapat digerakkan, dan tidak
nyeri. Pertumbuhannya sangat lambat dan jarang sekali menjadi ganas. Lipoma
kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari
diameter 6 cm2 Lipoma seringkali tidak memberikan gejala (asymptomatic) gejala
yang muncul tergantung dari lokasi misalnya:

1. Pasien dengan lipoma kerongkongan (esophageal lipoma) dapat disertai


obstruction, nyeri saat menelan (dysphagia), regurgitations, muntah (vomiting),
dan reflux. Esophageal lipomas dapat berhubungan dengan aspiration dan
infeksi saluran pernafasan yang berturutan (consecutive respiratory infections).
Lipoma di saluran nafas utama (major airways) dapat menyebabkan gagal nafas
(respiratory distress) yang berhubungan dengan gangguan bronkus (bronchial
obstruction). Pasien datang dengan lesi parenkim (parenchymal lesions) atau
endobronchial.
2. Lipoma juga sering pada payudara, namun tak sesering yang di harapkan
mengingat luasnya jaringan lemak.
3. Lipoma di usus (intestines), misalnya: duodenum, jejenum, colon dapat
menyebabkan nyeri perut (abdominal pain) dari obstruksi atau intussusception,
atau dapat menjadi jelas melalui pendarahan (hemorrhage).
4. Lipoma jantung (cardiac lipomas) terutama berlokasi di subendocardial, jarang
intramural dan normalnya tidak berkapsul (unencapsulated). Terlihat sebagai
suatu massa kuning di kamar/bilik jantung (cardiac chamber)

Lipoma juga dapat muncul di jaringan subkutan Vulva Biasanya


pedunculated dan dependent. (11)

7. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan benjolan yang progresifitasnya lambat dan
tidak menimbulkan ketidaknyamanan. Akan tetapi, beberapa tipe lipoma dapat
menimbulkan gejala mengganggu, tergantung pada lokasi dan ukuran lipoma.
Laporan kasus menunjukkan bahwa lipoma yang muncul pada saluran pernapasan,
saluran cerna, jantung, mediastinum, dan intrakranial cenderung menimbulkan
gejala yang lebih mengganggu. Misalnya, lipoma pada kolon dilaporkan
menyebabkan intususepsi. Ada pula laporan kasus lain mengenai neuralgia
trigeminal yang disebabkan oleh lipoma di cerebellopontine angle. (15) (16) (17)
(18)
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat diawali dengan melakukan inspeksi, pemeriksaan
inspeksi ini juga sudah dapat dilakukan sedari awal melakukan anamnesis. Namun,
sangat diperlukan melakukan inspeksi ke seluruh kulit tubuh. Pada pemeriksaan
inspeksi, diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan
efloresensi. Dari pemeriksaan inspeksi, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
palpasi dan ditanyakan apakah pada bagian benjolan terdapat nyeri saat ditekan atau
tidak. Kemudian, perhatikan juga tanda-tanda radang akut, seperti dolor, kalor,
fungsiolesa, ada tau tidaknya indurasi, fluktuasi, dan pembesaran kelenjar.
Pemeriksaan menunjukkan lesi soliter, lunak, tidak nyeri, bergerak, dan tumbuh
lambat. (6)

9. Diagnosis

Diagnosis pada lipoma umumnya dapat ditegakkan berdasarkan


pemeriksaan fisik dan manifestasi klinisnya, namun pada beberapa penyakit lipoma
pula dipastikan melalui pemeriksaan penunjang, yaitu biopsi jaringan, MRI, dan CT
scan. Pada sebagian besar kasus lipoma asimptomatik dengan progresivitas yang
lambat. (7)

10. Pemeriksaan Penunjang

Pada kebanyakan kasus, penyakit lipoma ini dapat di diagnosis hanya


dengan pemeriksaan fisik sehingga setelah pemeriksaan fisik, pasien disarankan
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium (cek darah lengkap) yang kemudian
langsung dilakukan tindakan eksisi untuk mengeluarkan lipoma.

11. Prognosis

Prognosis untuk lipoma jinak sangat baik. Tumor ini adalah entitas jinak dan
tidak membawa risiko transformasi ganas. Setelah tumor ini diangkat, biasanya
tidak akan kembali. Namun, penting untuk kapsul fibrosa yang mengelilingi lipoma
diangkat seluruhnya untuk mencegah hal itu terjadi. Kekambuhan lebih tinggi
(sekitar 25%) pada lipoma atipikal dengan amplifikasi MDM2 oleh hibridisasi insitu
fluoresensi atau imunohistokimia. Lipoma dan bahkan lipoma atipikal tidak
bermetastasis. (8)

12. Penatalaksanaan

Pada nyata nya, lipoma tidak dapat dilakukan tindakan apapun, kecuali jika
berkembang nyeri dan mengganggu pergerakan.

Pengangkatan lipoma dilakukan dengan alasan sebagai berikut:

1. Kosmetik
2. Biopsi untuk memastikan ganas / tidak (pada lipoma yang bukan bagian
subkutan)
3. Mengakibatkan keluhan pada pasien / mengganggu aktivitas sehari-hari pasien
4. Massa terus tumbuh dengan ukuran > 5cm
a. Kontraindikasi operasi lipoma yang absolut tidak ada
b. Pilihan penatalaksanaan lipoma antara lain adalah:

1). Konservatif

Mesoterapi dengan injeksi NSAIDs (Non-steroidal Anti-inflammatory


Drugs), enzim dan hormon. Namun sekarang yang sering digunakan adalah lesitin
yang mempunyai efek lipolitik.

2). Operatif

Operasi merupakan terapi definitif lipoma. Operasi eksisi total lipoma


dengan pengangkatan seluruh lobulus dan kapsul diperlukan untuk mencegah
rekurensi.

3). Teknik Non-Operatif

Injeksi steroid merupakan penyuntikan paling baik hasilnya pada lipoma


yang berdiameter kurang dari 1 inch. Volume dari steroid bergantung pada ukuran
lipoma, dengan rata-rata 1-3 ml. Perawatan ini mengecilkan lipoma tetapi tidak
dengan sepenuhnya menghilangkan tumor itu.

Berikut jenis-jenis operasi pengangkatan lipoma:

- Simple surgical excision

Insisi dilakukan pada kulit hingga ke pseudokapsul lipoma,


kemudian masa direseksi. Setelah pendarahan, dijahit dengan menggunakan
jahitan yang dapat diserap setelah luka itu ditutup (dressing pressure) selama
24 jam untuk mencegah terjadinya hematoma atau seroma.

- Teknik squeeze (lipoma superficial yang kecil)

Insisi selebar ¾ diameter lipoma dilakukan dan bagian tepi lipoma


yang ditayangkan massa tersebut keluar. Kemudian dilakukan diseksi dan
kuret.

- Liposuction

Teknik yang bagus untuk angiolipoma, adiposis dolorosa dan


sindrom madelung. Kebaikan teknik ini adalah berkurangnya masa operasi
dan insisi lebih kecil. (5)
2.5 DIAGNOSIS BANDING

LIPOSARKOMA
A. DEFINISI
Liposarkoma adalah keganasan sel-sel lemak yang sering ditemukan pada
individu usia paruh baya yang perlahan membesar dan tidak nyeri. Beberapa dapat
tumbuh dengan cepat dan menjadi ulkus. Sebagian besar kasus liposarkoma timbul
de novo. (25) (
Liposarkoma dapat diklasifikasikan mengikuti klasifikasi tumor jaringan
lunak WHO, menjadi:
1. Terdiferensiasi dengan baik (well-differentiated), yang meliputi subtipe
adipositik, sklerosis, dan inflamasi
2. Dedifferentiated
3. Myxoid round cell
4. Pleomorfik (26)
B. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi, usia rata-rata saat onset adalah 50 tahun. Ditemukan
pada dewasa muda dan remaja, dan jarang pada anak. Kejadian tahunan 2,5 kasus
per 1 juta populasi, berkontribusi sebesar 17% dari semua sarkoma jaringan lunak
dan 3% dari semua liposarkoma di daerah kepala dan leher (biasanya leher dan
pipi). (27)
C. ETIOLOGI
Etiologi liposarkoma masih belum dapat dijelaskan. Trauma diduga sebagai
salah satu faktor risiko. Abnormalitas pita kromosom 12q13 diduga terkait dengan
perkembangan liposarkoma, namun masih dibutuhkan studi lebih lanjut untuk
membuktikannya. (25) (26)
D. PATOFIOLOGI
Patofisiologi liposarkoma serupa dengan tumor mesenkimal. Diciptakan
oleh kelainan kromosom yang menjadi komponen kunci dari perkembangannya.
Abnormalitas pita kromosom 12q13, fusi gen FUS-CHOP, mengkode faktor
transkripsi yang diperlukan untuk diferensiasi adiposit. Dapat terjadi di kutis dan
subkutis. Namun, kejadian di kulit jarang terjadi di kulit cenderung tumbuh secara
eksofitik. (25) (26) (27)
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan liposarkoma sama dengan penatalaksanaan tumor ganas
jaringan lunak. Operasi merupakan tindakan standar untuk sarkoma. Terapi lain
seperti radiasi lokal dan kemoterapi dapat dipertimbangkan pada terapi liposarkoma
yang high grade. Tindakan bedah untuk liposarkoma ekstremitas dapat dibagi
menjadi eksisi intralesi, eksisi marginal, eksisi luas, dan eksisi radikal. Pemilihan
tindakan bedah berdasarkan kondisi pasien. (25) (27)
F. DIAGNOSIS
Diagnosis liposarkoma memerlukan kejelian dalam mengumpulkan data
berupa keluhan dari anamnesis dan mencari tanda dari pemeriksaan fisik, sehingga
diagnosis dapat diarahkan pada kecurigaan tumor ganas jaringan lunak. Setelah itu,
dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologi dan biopsi terbuka. (25) (26)
G. PROGNOSIS
Secara umum baik. Komplikasi, rekurensi lokal setelah reseksi lengkap
liposarkoma retroperitoneal primer dilaporkan terjadi 50%. Dan dapat
bermetastasis. (27)
H. EDUKASI
Berupa peningkatan kewaspadaan pasien akan tumor jaringan lunak.
Memberi pengetahuan akan tanda dan gejala penyakit. Sehingga pasien perlu diajak
untuk memeriksakan diri jika merasakan benjolan walaupun kecil. (27)
KISTA EPIDERMAL

A. DEFINISI

Kista epidermal adalah lesi kulit berbentuk kubah yang tumbuh lambat,
timbul dari sel-sel yang membentuk lapisan luar kulit (epidermis). Lesi dapat
muncul di berbagai tempat yang mengandung kelenjar sebaseus, namun lebih
banyak terdapat pada, wajah, leher, bahu dan punggung. Kista epidermal lebih
sering pada orang yang berkulit gelap, dapat terjadi pada semua usia tetapi lebih
banyak pada dekade ketiga dan keempat. (28)

B. EPIDEMIOLOGI

Kista epidermal ditemukan pada rentang umur yang luas, yaitu antara lahir
hingga 72 tahun, tetapi mayoritas pada dekade ketiga dan keempat. Kista epidermal
lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita, yaitu sekitar 2x lipatnya.
Tidak terdapat predileksi ras tertentu. Pigmentasi pada kista epidermoid lebih umum
ditemukan pada individu berkulit gelap. (28)

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Proliferasi sel epidermoid permukaan yang terimplantasi di dalam sebuah ruang


terbatas di dalam dermis. kista epidermal juga disebabkan oleh pilosebacius yang
tersumbat. kista epidermal mengekspresikan riwayat sitokeratin yang sama dengan
infundibulum folikel. kista epidermal bisa juga disebabkan oleh implantasi traumatis sel
epidermis ke dalam jaringan yang lebih dalam. kista epidermal memiliki lapisan
skuamosa dengan lapisan granular yang utuh. Kista ini berisi, eosinofilik, keratin yang
dapat memicu reaksi benda asing dari sel raksasa berinti banyak dan histiosit saat
dilepaskan ke dermis dan jaringan sekitarnya. (28)

D. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kompos mentis,


tanda-tanda vial dan status generalis dalam batas normal. Pada pemer- iksaan kulit pada
lokasi leher kiri, didapatkan efloresensi nodul soliter, sewarna kulit, bentuk bulat
dengan atapnya berbentuk seperti kubah, pada permukaannya terdapat telangiektasis,
dan terdapat punctat soliter, ukuran diameter 2,5 cm. Pada perabaan didapatkan nodul
teraba lunak dan mobil. Pada lokasi punggung atas didapatkan efloresensi makula
hiperpigmentasi soliter, bentuk geografika, ukuran 2x3 cm,batas tegas, yang disebut
sebagai cafe aulait. (28)

E. ANAMNESIS

Timbul jerawat kecil di leher, kemudian benjolan yang semakin lama


dirasakan semakin bertambah besar, tidak ada gatal, dan tidak ada nyeri pada
benjolan. pasien pernah menderita keluhan yang serupa 3 tahun lalu. (28)

F. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat di tegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik. (28)

G. PENATALAKSANAAN
Pada kista epidermal tatalaksana yang paling baik adalah dengan bedah
eksisi, dan diberikan asam menfenamat tablet 500 gr stiap 8 jam peroral. (28)

H. PROGNOSIS

Setelah dilakukan bedah esksisi untuk prognosis pada kista pidermal yaitu
dubia ad bonam atau tidak dapat di tentukan atau ragu atau cenderung baik. (28)

KISTA GANGLION

A. DEFINISI

Kista ganglion adalah suatu benjolan yang tumbuh di sekitar sendi atau
tendon berisi cairan kental jernih yang mirip dengan jelly yang kaya protein. Ukuran
kista bervariasi, yaitu dapat membesar, mengecil, bahkan menghilang. Ganglion
biasanya melekat pada sarung atau melekat pada suatu sendi, namun ada pula yang
tidak memiliki hubungan dengan struktur apapun. Selain itu, kadang kista ganglion
dapat mengalami inflamasi jika teriritasi. Konsistensi kista dapat lunak hingga keras
seperti batu akibat tekanan tinggi cairan yang mengisi kista sehingga kadang
didiagnosis sebagai tonjolan tulang. (29)

B. EPIDEMIOLOGI

Kista ganglion dapat terjadi pada berbagai usia, kurang dari 15 % pada usia
dibawah 21 tahun, sedangkan 70% terjadi pada dekade kedua dan keempat
kehidupan. Perempuan lebih banyak menderita tiga kali daripada laki-laki.
Predileksi ganglion 60-70% terletak pada pergelangan tangan dan sendi jari. (30)

C. ETIOLOGI

Penyebab ganglion masih belum diketahui. Namun ada beberapa


kemungkinan penyebab terjadinya kista ganglion, yaitu mikrotrauma berulang pada
selubung tendon atau kapsul sendi, proses degeneratif, dan abnormalitas kecil yang
tidak diketahui sebelumnya. (29)

D. PATOFISIOLOGI

Berikut beberapa teori mengenai patofisiologi terbentuknya kista ganglion,


yaitu:

1. Keluarnya cairan sendi dari membran kompartemen cairan sendi. Keluarnya


cairan sendi dapat diakibatkan oleh tekanan yang berlebih pada daerah
tersebut. Cairan sendi mengandung protein khusus yang menyebabkan
keadaan hiperosmosis yang konsistensi cairannya kental dan pekat, sehingga
menyulitkan tubuh untuk mereabsorpsinya kembali. Tubuh hanya mampu
menyerap air pada cairan tersebut sehingga dapat membuat konsistensinya
akan lebih kental dan padat menyerupai jelly. (30)

2. Kista berasal dari bagian kecil membran synovial yang mengalami protrusi
dan kemudian strangulasi sehingga terpisah dari tempat asalnya. Bagian ini
kemudian berdegenerasi dan terisi koloid yang membentuk kista. (30)

3. Trauma atau iritasi jaringan lokal akan menyebabkan produksi asam


hialuronik pada permukaan kapsul synovial. Asam hialuronik menciptakan
cekungan musin kecil yang bergabung ke dalam kista subkutan. Kista yang
terbentuk mengandung cairan yang sama seperti cairan sendi. (30)

E. MANIFESTASI KLINIS

Ganglion adalah tumor yang berbatasan dengan sendi dan tendon. Berikut
manifestasi klinis kista ganglion:

- Pergelangan tangan, meliputi bagian punggung tangan (dorsal wrist


ganglion), pada telapak tangan (volar wrist ganglion), atau kadang pada
daerah ibu jari. Kista ini berasal dari salah satu sendi pergelangan tangan,
dan kadang diperberat oleh cedera pada pergelangan tangan. (30)
- Telapak tangan pada dasar jari-jari (flexor tendon sheath cyst). Kista ini
berasal dari saluran yang menjaga tendon jari pada tempatnya, dan kadang
terjadi akibat iritasi pada tendon. (30)
- Bagian belakang tepi sendi jari (mucous cyst), terletak di sebelah dasar
kuku. Kista ini dapat menyebabkan lekukan pada kuku, dan dapat menjadi
terinfeksi dan menyebabkan infeksi sendi walaupun jarang. Hal ini biasanya
disebabkan artritis atau taji tulang pada sendi. (30)

F. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Mayoritas pasien dengan kista ganglion tidak bergejala. Namun, pasien


dengan gejala biasanya merasakan sakit, nyeri tekan, kesemutan, atau kelemahan
dalam melakukan pergerakan. Massa kista yang ditemukan bersifat keras, berbatas
tegas, dan bergerak bebas dengan ukuran sekitar 1 cm hingga 3 cm. (29)

G. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana kista ganglion dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Konservatif

Kebanyakan kista menghilang tanpa pengobatan sama sekalli.


Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan pada ganglion yaitu
imobilisasi dengan splint sederhana, pemberian NSAIDs, dan aspirasi jarum
untuk evakuasi kista.

2. Intervensi Bedah

Intervensi bedah yang dilakukan adalah pengangkatan kista melalui


ekstirpasi. Intervensi ini dilakukan apabila ganglion memberikan keluhan
nyeri, gangguan terhadap fungsi terutama ketika tangan bekerja, atau
menyebabkan mati rasa atau kesemutan dari jari atau tangan.

H. PROGNOSIS

Umumnya baik, namun dapat terjadi rekurensi kista ganglion. (29)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 SKENARIO KASUS

i. Skenario

Seorang perempuan, 49 tahun, datang ke puskesmas tempat anda bertugas, dengan


keluhan benjolan pada punggung atas.

Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluhkan timbul benjolan pada punggung atas sejak kurang lebih 1 tahun
ini. Benjolan awalnya tidak menimbulkan gejala, namun sejak kira-kira 2 bulan ini benjolan
menimbulkan rasa kesemutan dan nyeri ringan terutama saat berbaring. Benjolan tunggal
seukuran telur puyuh dan membesar perlahan, tidak nyeri bila dipegang atau ditekan.
Pasien sudah pernah berobat ke dokter namun belum ada perbaikan.

Riwayat penyakit dahulu

Tiga tahun lalu pernah mengalami benjolan serupa di lengan atas dan sudah
dioperasi. Riwayat operasi lain disangkal. Riwayat penyakit kronik disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Ibu pasien juga pernah mengalami benjolan serupa.

Riwayat alergi

Tidak ada alergi obat.

ii. Pemeriksaan Fisik

Status generalis:

KU : tampak sakit ringan

Tanda vital : TD 110/75 mmHg, N 76 x/menit, RR 18 x/menit, S 36C

Kepala : Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Tidak tampak benjolan di wajah

Leher : pembesaran KGB (-)

Toraks : simetris saat statis dan dinamis, deformitas (-), luka (-), sikatriks (-)

Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: SD vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : datar, luka (-), sikatriks (-), supel, BU normal, tidak ada nyeri tekan

Status lokalis:

Regio thorax posterior:

Inspeksi: tampak benjolan tunggal, ukuran 5x6 cm, permukaan rata, warna sama dengan
kulit di sekitarnya

Palpasi: tidak dapat digerakkan (immobile), batas tegas, permukaan rata, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (+), suhu sama dengan area sekitarnya

Gambar pemeriksaan fisik:


iii. Pemeriksaan laboratorium

HB : 15 gr/dl

Leukosit : 8.000 /ul

Trombosit :200.000 /ul

3.2 SISTEMATIKA KASUS

1. Identifikasi Kata
a. Kesemutan: Sensasi seperti tertusuk jarum atau mati rasa pada bagian tubuh
tertentu yang dikarenakan saraf yang terluka atau tertekan
b. Alergi: Reaksi sistem kekebalan tubuh manusia terhadap benda tertentu
yang seharusnya tidak menimbulkan reaksi kepada orang normal
c. Benjolan: Massa yang timbul akibat pertumbuhan jaringan tertentu
d. Kronik: Menetap untuk periode yang lama
e. Nyeri ringan: Nyeri yang hilang timbul terutama selama melakukan aktivitas
dan hilang pada waktu tidur
f. Operasi: Setiap tindakan yang dilakukan dengan alat atau tangan seorang
ahli bedah
g. Gejala: Keadaan yang patut diperhatikan
h. Konjungtiva anemis: Merupakan salah satu tanda klinis dari anemia,
konjungtiva berwarna lebih pucat (pink)

2. Identifikasi Makalah
a. Mengapa benjolannya perlahan membesar?
b. Mengapa benjolan timbul kembali setelah setahun dan membesar?
c. Mengapa benjolan tidak terasa nyeri ketika dipegang ataupun ditekan?
d. Mengapa pasien merasakan kesemutan?
e. Kenapa ibu pasien mengalami keluhan yang sama?
f. Kenapa belum ada perbaikan setelah berobat ke dokter?
g. Apakah penyakit ini termasuk penyakit degeneratif?
h. Apa yang menyebabkan penyakit ini tidak menimbulkan gejala pada
awalnya?
i. Apakah benjolan termasuk jinak atau ganas?
j. Apakah riwayat operasi dahulu dapat mempengaruhi keluhan yang
sekarang?
k. Kenapa pada saat palpasi tidak dapat digerakkan?
l. Mengapa suhu pada benjolan sama dengan area sekitarnya?
3. Analisis Makalah (Brainstorming)
a. Karena terjadinya proliferasi jaringan tubuh secara perlahan atau terjadinya
proses inflamasi
b. Karena bisa bermetastasis, benjolan bersifat dapat terjadi rekurensi, dan
terjadi perkembangan pada benjolan tersebut
c. Karena pasien mengalami kesemutan dan kesemutan menimbulkan sensasi
kebas atau mati rasa dan penyakit ini cenderung mengarah ke tumor jinak
yang bersifat sementara dan dapat sembuh dengan sendirinya seiring dengan
daya tahan tubuh pasien yang membaik
d. Dikarenakan terjadinya tekanan atau terluka di saraf dan ada masalah pada
fungsi saraf pada regio punggung sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam
kimia tubuh yang kemudian mengganggu fungsi saraf
e. Karena penyakit ini termasuk penyakit keturunan
f. Indikasi kesalahan pada penanganan oleh dokter, kesalahan pada pasien, dan
obat tidak berfungsi secara baik pada tubuh pasien
g. Ya, karena penyakit ini sudah pernah di derita pasien sebelumnya dan
benjolan timbul pada pasien usia 49 tahun
h. Karena penyakit sudah pernah dialami sebelumnya, tingkat keparahan
penyakit masih rendah, pada awal timbul benjolan massa belum terlalu besar
jadi belum mengganggu struktur tubuh lain
i. Ya, jinak. karena benjolan tidak nyeri, tidak metastasis, berbatas tegas, dan
pembesaran dari benjolan terjadi perlahan
j. Bisa, karena mungkin pada saat operasi pertama pengankatan benjolan tidak
bersih terangkat
k. Karena benjolannya sudah besar sehingga tidak dapat digerakkan atau
benjolan yang ada menempel pada struktur tubuh lain
l. Karena tidak mengalami inflamasi
4. Tujuan Pembelajaran atau Learning Objective
a. Mampu mengetahui dan memahami serta mampu menjelaskan tentang
anatomi dari regio thorax posterior
b. Mampu mengetahui dan memahami serta mampu menjelaskan tentang
penyakit tumor lipoma (definisi, epidemiologi, etiologi, dll)
c. Mampu mengetahui dan memahami serta mampu menjelaskan tentang
histologi jaringan
d. Mampu mengetahui dan memahami serta mampu menjelaskan tentang
perbedaan dan membuat perbandingan dari tiap diagnosis banding
e. Mampu mengetahui dan memahami serta mampu menjelaskan tentang
tatalaksana untuk diagnosis klinis
f. Mampu mengetahui dan memahami serta mampu menjelaskan tentang
komplikasi tentang penyakit.

PERTANYAAN DAN JAWABAN INSTRUKSI

Tahap 1

1. Apakah masalah yang dihadapi pasien?

Jawab: Benjolan dipunggung atas yang membesar perlahan tidak nyeri saat
dipegang dan nyeri saat ditekan, kesemutan. Benjolan yang timbul setelah satu
tahun dan mulai membesar.
2. Apakah hipotesis yang didapat dari anamnesis?

Jawab: Lipoma, Kista epidermal, Liposarkoma, Kista ganglion

3. Apakah informasi selanjutnya yang anda butuhkan untuk membuktikan hipotesis?

Jawab: Pemeriksaan fisik (palpasi, inspeksi, tekanan darah, nadi, suhu, RR)

Tahap 2

1. Apakah hipotesis yang anda dapatkan dari pemeriksaan fisik?

Jawab: Lipoma

2. Apakah informasi lain yang anda butuhkan untuk membuktikan hipotesis anda?

Jawab: Biopsi jaringan


3.3 PEMBAHASAN KASUS

3.3.1 Anamnesis

- Keluhan utama: benjolan pada punggung atas.


- Keluhan tambahan: kesemutan dan nyeri ringan terutama saat berbaring.
Benjolan tunggal seukuran telur puyuh dan membesar perlahan, tidak nyeri
bila dipegang atau ditekan.
- Riwayat penyakit sekarang: Pasien mengeluhkan timbul benjolan pada
punggung atas sejak kurang lebih 1 tahun ini. Benjolan awalnya tidak
menimbulkan gejala, namun sejak kira-kira 2 bulan ini benjolan
menimbulkan rasa kesemutan dan nyeri ringan terutama saat berbaring.
Benjolan tunggal seukuran telur puyuh dan membesar perlahan, tidak nyeri
bila dipegang atau ditekan. Pasien sudah pernah berobat ke dokter namun
belum ada perbaikan.
- Riwayat penyakit dahulu: Tiga tahun lalu pernah mengalami benjolan serupa
di lengan atas dan sudah dioperasi. Riwayat operasi lain disangkal. Riwayat
penyakit kronik disangkal.
- Riwayat sosial: (-)
- Riwayat penyakit keluarga: Ibu pasien juga pernah mengalami benjolan
serupa.
- Riwayat alergi: Tidak ada alergi obat.
- Riwayat lingkungan: (-)

3.3.2 Pemeriksaan Fisik

Status generalis:

KU : tampak sakit ringan


Tanda vital : TD 110/75 mmHg, N 76 x/menit, RR 18 x/menit, S 36C
Kepala : Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Tidak tampak benjolan di wajah
Leher : pembesaran KGB (-)
Toraks : simetris saat statis dan dinamis, deformitas (-), luka (-),
sikatriks (-)
Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SD vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : datar, luka (-), sikatriks (-), supel, BU normal, tidak ada nyeri
tekan

Status lokalis:
Regio thorax posterior:
Inspeksi: tampak benjolan tunggal, ukuran 5x6 cm, permukaan rata, warna sama
dengan kulit di sekitarnya
Palpasi: tidak dapat digerakkan (immobile), batas tegas, permukaan rata, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (+), suhu sama dengan area sekitarnya

Gambar pemeriksaan fisik:

3.3.3 Pemeriksaan Laboratorium

Hb: 15 gr/dl

Leukosit: 8000/ul
Trombosit: 200.000/ul

3.3.4 Diagnosis Banding

liposarkoma, lipoma, kista ganglion, kista epidermal

3.3.5 Diagnosis Kerja

Pada skenario kasus ini, kelompok kami memilih “lipoma” sebagai diagnosis
kerjanya. Alasan kami memilih diagnosis tersebut karena dilihat dari keluhan
tambahan pasien didapatkan benjolan tunggal seukuran telur puyuh dan membesar
perlahan, tidak nyeri bila dipegang atau ditekan. Sedangkan, didasarkan dari hasil
pemeriksaan fisik pada inspeksi ditemukan adanya benjolan tunggal ukuran 5x6 cm,
permukaan rata, warna sama dengan kulit di sekitarnya dan pada palpasi saat diraba
didapatkan benjolan tidak dapat digerakkan (immobile), batas tegas, permukaan rata,
konsistensi kenyal, nyeri tekan (+), suhu sama dengan area sekitarnya.

3.4 SKEMA KASUS


BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dari keluhan pasien yaitu benjolan pada regio thorax
posterior, kami mendapatkan beberapa hipotesis yaitu Lipoma, Liposarcoma, Kista
epidermoid, dan kista ganglion. Keempat hipotesis ini kami ambil berdasarkan keterkaitan
dari keluhan pasien, bentuk lesi, dan keterhubungan yang dapat kami ambil, seperti riwayat
penyakit keluarga pada ibu pasien pernah mengalami benjolan serupa. Riwayat penyakit
dahulu pasien mengalami benjolan serupa di lengan atas lalu dioperasi dan tidak pernah
melakukan operasi selain pada benjolan tersebut.

Pada pemeriksaan status lokalis regio thorax posterior didapatkan inspeksi: benjolan
tunggal berukuran 5x6cm, permukaan rata, warna kulit sama dengan area sekitarya. Pada
pemeriksaan palpasi ditemukan: batas tegas, permukaan rata, konsistensi kenyal, immobile,
nyeri tekan (+), suhu sama dengan area sekitar.

Kesimpulannya, dari hasil pemeriksaan tersebut, kelompok kami menghubungkan


anamnesis pasien serta pemeriksaan fisik dan menetapkan diagnosis lipoma sebagai
diagnosis klinis. Tatalaksana yang dapat diberikan yaitu eksisi bedah untuk mengangkat
kapsul pada tumor, dan pemberian analgesik untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi
dengan pilihan obat OAINS atau diclofenac intravena. Serta pemberian antibiotik oral
untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka pasca operasi dengan pilihan antibiotik
cefazolin golongan sefalosporin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ellis H. Clinical anatomy: a revision and applied anatomy for clinical students. 11th
ed. Malden, Mass: Blackwell Pub; 2006. 439 p.

2. Gartner, leslie P and james L. Hiatt. Color textbook of histology third edition.
Philadelphia. Elseivier Saunder. 2007
3. M Painter, Frank. Paresthesias: A Practical Diagnostic Approach. Jurnal of
University of Alabama School of Medicine, Tuscaloosa, Alabama. 2017; 56(9)

4. Mescher, A. L. (2012). Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. Inchingolo, F., Tatullo, M., Abenavoli, F. M., Marrelli, M., Inchingolo, A. D.,
Corelli, R., Servili, A., Inchingolo, A. M., & Dipalma, G. (2010). Surgical Removal
of lipoma from an area with tattooed skin. International journal of medical sciences,
7(6), 395–397. https://doi.org/10.7150/ijms.7.395.
6. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482343/
7. Blom A, Warwick D, Whitehouse M, Solomon L, editors. Apley & Solomon’s
system of orthopaedics and trauma. Tenth edition. Boca Raton, FL: CRC Press;
2018. 1 p.
8. afp20020301p901.pdf.
9. Smith RP, Netter FH, Machado CAG, Netter FH, editors. The Netter collection of
medical illustrations. 2nd ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2011. 1 p.
10. Prajoko, Y. W. (2018). Artikel_A_closer_look....C13.pdf.
11. Siregar. 2002. Saripati Penyakit Kulit, Edisi 2. Jakarta : EGC.
12. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC
13. World health Organization. 2006. Pathology and genetics tumours of soft tissue and
bone. Lyon: IARC press;. P. 20
14. Staff Pengajar bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI Jakarta. 2010. Ilmu
penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;P.35
15. Nickloes TA, Sutphin DD. 2018. Lipomas.
(https://emedicine.medscape.com/article/191233-overview)
16. Zhang H, Cong JC, Chen CS, Qiao L, Liu EQ. 2005. Submucous colon lipoma : a
case report and review of the literature. World J Gastroenterol, 11(20): 3167-69.
17. Paskaukas S, Latkauskas T, Valeikate G, et al. 2010. Colonic intussusception
caused by colonic lipoma : a case report. Medicina, 46(7): 477-481.
18. Yoshimura C, Kikuchi A, Takahashi Y, et al. 2014. Trigeminal neuralgia caused by
cerebellopontine angle lipoma : a case report and review of the literature. No
Shinkei Geka,. 42(12): 1131-6. doi: 10.11477/mf.1436200048
19. Jong,wim de. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
20. Suhidajat, Sjasn, Buku Ajar Ilmu Bedah. Ebook
21. Sobotta Atlas of Anatomy General Musculoskeletal System (PDFDrive).pdf, n.d.

22. McHugh J, McHugh W. Pain: Neuroanatomy, Chemical Mediators, and Clinical


Implications. 2000;11:168–178.

23. Kumar V., Cotran R.S., Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta:
EGC.

24. Robertson S. What is Neoplasm? [Internet]. 2018 [cited 15 December 2020].


Available from: https://www.news-medical.net/health/What-is-a-Neoplasm.aspx

25. Schwartz RA. Apr 18, 2019. Liposarcoma. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/1102007-overview

26. Paredes BE, Mentzel T. Atypical Lipomatous Tumor/"Well-Differentiated


Liposarcoma" of the Skin Clinically Presenting as a Skin Tag: Clinicopathologic,
Immunohistochemical, and Molecular Analysis of 2 Cases. Am J Dermatopathol.
2011 Feb 24. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21358383

27. Gardner JM, Dandekar M, Thomas D, Goldblum JR, Weiss SW, Billings SD, et al.
Cutaneous and Subcutaneous Pleomorphic Liposarcoma: A Clinicopathologic Study
of 29 Cases With Evaluation of MDM2 Gene Amplification in 26. Am J Surg
Pathol. 2012 Mar 31. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22472959

28. Dewi MH, Wardhana M. Kista epidermal yang awalnya dicurigai neurofibroma
tipe-1 yang dilakukan tindakan bedah eksisi. medicina [Internet]. 2020 Jan 7 [cited
2020 Dec 15];50(3). Available from:
https://www.medicinaudayana.org/index.php/medicina/article/view/724

29. Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medika

30. Rasjad, Chairuddin.2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar: Bintang


lamunpatue

Anda mungkin juga menyukai