Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI

Disusun Oleh :

MUHAMMAD NAUFAL AKBAR, S. Kep

NPM : 0432950920016

STIKES BANI SALEH BEKASI

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN ELIMINASI

I. Konsep Eliminasi
I.1 Definisi Eliminasi
Eliminasi merupakan kebutahan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi adalah
pelepasan sisa-sisa metabolisme tubuh. Secara umum sisa-sisa metabolisme
dibagi menjadi dua yaitu eliminasi fekal ( buang air besar/defekasi) dan
eliminasi urine (buang air kecil/BAK) (Haryono, 2012).

Eliminasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme


berupa feses atau urine yang berasal dari saluran pencernaan dan kencing
melalui anus atau uretra (Tarwoto & Wartonah, 2004)
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses) (Dianawuri,2009).

Jadi, eliminasi adalah sisa metabolisme yang disaring melalui saluran


pencernaan atau saluran kecinng yang berupa feses dan urine, sedangkan
eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi
dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal
untuk difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urin. Sebagian besar
hasil filtrasi akan diserap kembali di tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh
tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Dalam kondisi normal urine yang dikeluarkan sebanyak 1400-1500cc/24jam


atau sekitar 30-50ml/jam pada orang dewasa, bayi 60-400ml/hari, anak-anak
500-1000ml/hari.

I.2 Fisiologi sistem eliminasi


I.2.1 Eliminasi Urine
a. Ginjal Ginjal adalah organ berbentuk kacang berwarna merah tua,
panjang 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm. Beratnya kurang lebih 125
sampai 175 gram pada laki-laki dan 115-155 gram pada wanita.
Ginjal terletak pada bagia belakang rongga abdomen bagian atas
setinggi vertebrata thorakal 11 dan 12, ginjal dilindungi oleh otot-
otot abdomen, jaringan lemak atau kapsul adiposa. Nefron
merupakan unut struktural dan fungsional ginjal. 1 ginjal
mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit
pembentuk urine. Proses filtrasi, absorbsi dan sekresi dilakukan di
nefron.

Filtrasi terjadi di glomerulus yang merupakan yang merupakan


gulungan kapiler dan dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda
yang disebut kapsul bowman. Fungsi utama ginjal adalah
mengeluarkan sisa nitrogen, toksin, ion dan obat-obatan,
mengatur jumlah dan zat-zat kimia dalam tubuh, mempertahankan
keseimbangan antara air dan garam-garam serta asam dan basa,
menghasilkan renin, enzim untuk membantu pengaturan tekanan
darah, menghasilkan hormon Universitas Sumatera Utara 4
eritropoitin yang menstimulasi pembentukan sel-sel darah merah
di sum-sum tulang dan membantu dalam pembentukan vitamin D.

b. Ureter
Setelah urine terbentuk kemudian akan di alirkan ke pelvis ginjal
lalu ke bladder melalui ureter. Panjang ureter pada orang dewasa
antara 26 sampai 30 cm dengan diameter 4 sampai 6 mm. Setelah
meninggalkan ginjal, ureter berjalan ke bawah dibelakang
peritoneum ke dinding bagian belakang kandung kemih. Lapisan
tengah ureter terdiri atas otot-otot yang di stimulasi oleh transmisi
impuls elektrik berasal dari saraf otonom.Akibat gerakan
peristaltik ureter maka urine di dorong ke kandung kemih.

c. Kandung kemih
Kandung kemih merupakan tempat penampungan urine, terletak
di dasar panggul pada daerah retroperitoneladan terdiri atas otot-
otot yang dapat mengecil.Kandung kemih terdiri atas dua bagian
fundus atau body yang merupakan otot lingkar, tersusun dari otot
detrusor danbagian leher yang berhubungan langsung dengan
uretra.Pada leher kandung kemih terdapat spinter interna.Spinter
ini di kontrol oleh sistem saraf otonom.Kandung kemih dapat
menampug 300 sampai 400 ml urine.
d. Uretra
Merupakan saluran pembuangan urine yang langsung keluar dari
tubuh.Kontrol pengeluaran urine terjadi karena adanya spinter
kedua yaitu spinter eksterna yang dapat di kontrol oleh kesadaran
kita. Panjang uretra wanita lebih pendek yaitu 3,7 cm sedangkan
pria 20 cm. Sehingga pada wanita lebih sering beresiko terjadinya
infeksi saluran kemih (Hidayat, 2006).

I.2.2 Fisiologi Eliminasi fekal (defekasi/Bab)


a. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan.
Mulut terletak dibagian kepala dan umumnya merupakan
bagian awal sistem oencernaan lengkap yang berakhir di
anus. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut
secara otomatis.

b. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang.Sepertiga
bagian atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan
sisanya adalah otot yang licin.Permukaannya diliputi
selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid yang
berguna untuk perlindungan.

c. Lambung Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan


bagian porsi terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan
makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan
adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi
secara bergantian dari otot yang mendorong substansi
makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat
makanan bergerak ke arah spingter pylorus pada ujung
distla lambung, gelombang peristaltik meningkat. Kini
gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang
disebut chyme. Chyme ini dipompa melalui spingter
pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang
diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah
makan adalah 2 sampai 6 jam.
d. Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
1)      Duodenum, yang berhubungan langsung dengan
lambung
2)      Jejenum atau bagian tengah dan
3)      Ileum

e. Usus besar (kolon)


Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –
60 inch, terdir dari :
1)      Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus
kecil
2)      Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum,
desenden dan sigmoid.
3)      Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.

Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta
dalam pencernaan/absorpsi makanan.Bila isi usus halus
mencapai sekum, maka semua zat makanan telah
diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme).Selama
perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi
makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum
feses bersifat padat – lunak. Fungsi utama usus besar
(kolon) adalah :
1) Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya
ke arah
bagian selanjutnya untuk mengadakan absorpsi /
penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam
empedu.
2) Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai
protektif sehingga
akan melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri
dan trauma asam yang dihasilkan feses.
3) Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.
f. Anus / anal / orifisium eksternal Panjangnya ± 2,5 – 5 cm
atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal
(involunter) dan eksternal (volunter).

 Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum.Hal ini
juga disebut bowel movement.Frekwensi defekasi pada setiap
orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3
kali perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang.Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang
dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
1) Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding
rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada
kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam
rektum.Gelombang ini menekan feses kearah anus.Begitu
gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna
tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses
keluar.
2) Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal
diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian
kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan
rektum.Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal
dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik.Spingter anus
individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal
tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh
kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi
muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan
feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks
defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara
sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter
eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang
dapatmenghasilkan rektum meluasuntuk menampung
kumpulanfeses.

I.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine dan feses, diantaranya :
a. Usia
Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine tetapi juga
berpengaruh terhadap control eliminasi itu sendiri. Pada anak-anak
masih belum mampu untuk mengontrol buang air besar dan air kecil.
Pada usia lanjut juga akan mengalami penurunan tonus otot, sehingga
peristaltik menjadi lambat hal ini yang menyebabkan kesulitan dalam
pengontrolan eliminasi feses yang beresiko mengalami konstipasi, selain
itu, pada usia lanjut juga akan akan terjadi penurunan control otot
springter sehingga terjadi inkontinesia.
b. Diet
Makanan merupakan faktor utama yang berpengaruh pada eliminasi
fekal dan urine. Makanan berserat sangatlah diperlukan untuk
pembentukan feses, sedangkan makanan yang rendah serat akan
menyebabkan pergerakan sisa digestif menjadi lambat mencapai rectum,
sehingga meningkatkan penyerapan air yang menybabkan terjadinya
konstipasi.
c. Cairan
Bila intake cairan tidak adekuat atau output cairan berlebihan, maka
tubuh akan mengabsorbsi cairan dari usus besar dalam jumlah besar
yang menyebabkan feses menjadi keras, kering dan sulit melewati
saluran pencernaan. Kurangnya intake cairan menyebabkan volume
darah yang masuk ke ginjal difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine
menjadi berkurang dan lebih pekat.
d. Stress psikologis
Stress yang berlebihan akan mempengaruhi eliminasi fekal dan urine.
e. Termperatur
Seseorang yang demam akan mengalami peningkatan penguapan cairan
tubuh karena menigkatnya aktivitas metabolik. Hal ini yang akan
menyebabkan tubuh akan kekurangan cairan sehingga dampaknya
berpotensi menyebabkan konstipasi dan pengeluaran urine sedikit.
f. Hormon antidiuretik (ADH)
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian belakang. Jika
darah sedikit mengandung air, maka ADH akan banyak disekresikan ke
dalam ginjal, akibatnya penyerapan air meningkat sehingga urin yang
terjadi pekat dan jumlahnya sedikit. Sebaliknya, apabila darah banyak
mengandung air, maka ADH yang disekresikan ke dalam ginjal
berkurang, akibatnya penyerapan air berkurang pula, sehingga urin yang
terjadi akan encer dan jumlahnya banyak.

I.4 Macam-macam gangguan yang terjadi pada system eliminasi


I.4.1 Eliminasi urine
a. Retensi urine
Retensi urine adalah kesulitan miksi (berkemih) karena kegagalan
mengeluarkan urin dari vesika urinaria. Rasa sakit yang hebat
didaerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan, sering kali urin keluar menetes atau sedikit-sedikit
(Kapita Selekta Kedokteran,2000).
b. Poliuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal tanpa
adanya asupan cairan.Hal ini biasanya ditemukan pada pasien
dengan diabetes mellitus, defisiensi anti deuretik hormone (ADH,
dan penyakit ginjal kronik).
c. Disuria
Keadaan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih.Hal ini
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma pada
vesika urinaria dan struktur uretra.

I.4.2 Eliminasi Fekal


a. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala dan tanda bukan penyakit yaitu
menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses
yang sulit, keras dan mengedan.Kondisi ini terjadi karena feses
berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
b. Fecal impaction
Fecal impaction merupakan masa feses yang keras dilipatan
rectum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material
feses yang berkepanjangan.Tanda yang jelas adalah ketidak
mampuan mengeluarkan feses selama beberapa hari walupun
dapat keinginan berulang melakukan defekasi.
c. Diare
Diare merupakan keluarnya feses cair dan meningkatnya frekuesi
buang air besar melalui air besar akibat cepatnya melewati usus
besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu cukup untuk
menyerap air.
d. Inkontenensia ani
Suatu keadaan dimana tidak mampu mengontrol BAB dan udara
dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.Umumnya disertai
dengan gangguan fungsi spinkter anal, penyakit neuromuskuler,
trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.Seperti
diare, inkontenensia bisa menyebabkan kerusakan kulit.
e. Hemoroid
Pembengkakan vena pada dinding rectum (bisa internal dan
eksternal).Hal ini terjadi defekasi yang keras, kehamilan, dan
mengedan saat BAB maka dinding pembuluh darah
meregang.Jika terjadi inflamasi dan pengerasan maka klien
merasa panas dan rasa gatal.

II. Rencana Asuhan Keperawatan


II.1 Pengkajian
II.1.1Riwayat Keperawatan
a. Pola BAB atau BAK
b. Gambaran feses atau urine dan perubahan yang terjadi
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi

II.1.2Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : composmentis
b. Tanda-tanda vital : TD, N, R, T
c. Skala Nyeri (bila ada)
d. Sistem pencernaan :
Mukosa mulut kering, nafsu makan menurun, mual muntah, minum
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum
sedikit atau kelihatan bisa minum.
Abdomen :
- Inspeksi : Bentuk abdomen secara umum, kontur
permukaan abdomen, adanya retraksi, atau
ketidaksimetrisan
- Auskultasi : Bising usus (peristaltik)
- Perkusi : ada atau tidaknya gas, cairan, atau massa
dalam abdomen
- Palpasi : bentuk, ukuran, konsistensi organ serta
struktur dalam abdomen.
e. Sistem perkemihan :
Produksi urine , frekuensi berkurang dari sebelum sakit, pola
berkemih, Frekuensi dan volume urine yang dikeluarkan.

II.1.3Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN NORMAL
Pemeriksaan urin Urinalis
Warna Jernih kekuningan
Penampilan Jernih
Bau Beraroma
pH 1.005-1.030
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Kulture urine Kuman pathogen negatif

-
-
-
-
-

PEMERIKSAAN NORMAL
Pemeriksaan feses
Warna Coklat
Struktur Lembut
Bentuk Silinder , konstan baik
pH 7.0-7.5
Mengandung gula < 0.25 gram
Mengandung lemak 2-7 gram

II.2 Diagnosa Keperawatan


II.2.1 Diagnosa I : Inkontenensia Urine fungsional
 Definsi
 Ketidak mampuan individu yang biasanya kontinen untuk mencapai
toilet tepat waktu guna menghindari pengeluaran urine yang tidak
disengaja.
 Batasan karakteristik
- Mampu mengosongkan kandung kemih secara tuntas,
- Mengeluarkan urine sebelum mencapai toilet
- Merasakan dorongan jika ingin bekemih
 Faktor yang berhubungan
- Perubahan faktor lingkungan
- Gangguan kognisi
- Gangguan penglihatan
- Faktor psikologis
- Kelemahan struktur penyokong pangul
- Keterbatasan neuromuscular

II.2.2 Diagnosa II : Konstipasi


 Definisi
Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran feses
yang sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses yang sangat
keras dan kering.
 Batasan Karakteristik
Subyektif : - nyeri tekan pada abdomen
- Anoreksia
- Perasaan penuh dan tekanan pada rectum
- Kelelahan umum
- Sakit kepala
- Peningkatan tekanan abdomen
- Nyeri saat defekasi
Objektif : - perubahan pola defekasi
- Bunyi pekak pada perkusi abdomen
- Adanya massa pada abdomen saat dipalpasi
- Distensi abdomen

2.2.3 Diagnosa III : Diare


 Definisi
Feses yang lunak dan tidak berbentuk
 Batasan karakteristik
- Nyeri abdomen sedikitnya tiga kali defekasi per hari
- Kram
- Bising usus hiperaktif
- Ada dorongan
 Faktor yang berhubungan
 Psikologis
- Ansietas
- Tingkat stress tinggi
 Situasional
- Efek samping obat
- Penyalahgunaan alkohol
- Kontaminan
- Penyalahgunaan laksatif
- Radiasi, toksin
- Melakukan perjalanan
- Siang makan
 Fisiologis
- Proses infeksi dan parasit
- Inflamasi dan iritasi
- Malabsobsi

II.3 Perencanaan

Berdasarkan diagnosa I : Inkontenensia Urine fungsional


II.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria):
a. Pasien dapat menunjukkan keinginan berkemih
b. Melakukan eliminasi secara mandiri
c. Mempertahankan pola eliminasi yang dapat diduga
d. Mencapai toilet antara waktu dorongan berkemih dan pengeluaran
urine.
II.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
1. Meningkatkan kontenensia urine dengan diingatkan secara verbal
pada waktu tertentu.
Rasional : memberikan umpan balik yang positif kepada pasien
dapat meningkatkan keberhasilan eliminasi.
2. Managemen eliminasi urine
Rasional : pola eliminasi urine dapat terkontrol

Berdasarkan diagnosa II : Konstipasi


II.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria)
Pasien akan menunjukkan :
a. Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan
mengejan
b. Memperlihatkan hidrasi yang adekuat (turgor kulit baik, asupan
cairan sama dengan haluaran)
c. Konstipasi menurun
II.3.4 Intervensi dan Rasional
1. Managemen defekasi
Rasional : mempertahankan pola eliminasi dan defekasi yang
teratur
2. Managemen Konstipasi
Rasional : mengeluarkan feses dengan konsistensi dan frekuensi
yang normal.
3. Managemen cairan/elektrolit
Rasional :mencegah terjadinya komplikasi akibat kadar cairan
yang tidak normal.

Berdasarkan diagnosa III : Konstipasi


II.3.5 Tujuan dan Kriteria hasil
a. Diare dapat dikendalikan atau dihilangkan, yang dibuktikan oleh
kontinensia alur, eleminasi fekal, keseimbangan elektrolit dan
asam/basa,keseimbangancairan, hidrasi, perawatan diri : ostomi,
dan keparahan gejala.
b. Menunjukkan eleminasi fekal yang efektif, yang dibuktikan oleh
indikator berikut( sebutkan 1-: gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atautidak ada gangguan) :
Pola eleminasi
Pengendalian defekasi
c. Menunjukkaneleminasi fekal yang efektif, yang dibuktikan oleh
indikator berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan):
Diare
Darah dan lender di feses

II.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional


1. Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
(Rasional : sebagian obat menyebabkan terjadinya gangguan
pada gastrointestinal)
2. Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare
(Rasional : Mencegah dan mengobati diare)
3. Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat warna, jumlah,
frekuensi, dan konsistensi dari feses
(Rasional : memantau apakah terdapat kelainan pada feses)
4. Identifikasi faktor penyebab dari diare
(Rasional : mengkaji faktor penyebab terjadinya diare)
DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan medical bedah system pencernaan. Gosyen
Publishin: Yogyakarta
Priharjo, Robert .2012. Pengkajian fisik keperawatan edisi 2.Jakarta : EGC
Wartonah, Tarwonto. 2010. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan.
Jakarta. Salemba Medika.
Wikinson M , Nancy R (2011) Buku saku diagnosis keperawatan: diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. (T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (11th ed.). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai