Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASKEB IV

PENYAKIT SIFILIS PADA IBU HAMIL

DISUSUN OLEH:

Nama : Shinta Oktavia Lestari

Nim : PO 0340210001 033

Tingkat II Kebidanan

DOSEN PEMBIMBING: Kosma Heryati, M.Kes

Mata Kuliah : ASUHAN KEBIDANAN PATHOLOGI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
PRODI KEBIDANAN CURUP
TAHUN 2010/2011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan karunia-
Nya , sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PENYAKIT SIFILIS
PADA IBU HAMIL” untuk menjadi sumber nilai dalam mata kuliah Askeb IV (Asuhan
Kebidanan Pathologi)

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menghaturkan terimakasih kepada:

1. Bunda Kosma Heryati, M.Kes, SST selaku dosen pembimbing.


2. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil.

Dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu
penulis meminta maaf kepada penilai maupun pembaca. Saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan guna perbaikan dikemudian hari. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Curup, Maret 2011

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum,  yang
menyerang manusia, bersifat kronis, sistemik dan dapat mengenai semua bagian tubuh, dapat
bersifat laten selama bertahun-tahun, menular serta dapat diobati. Sifilis kongenital adalah sifilis
yang ditularkan oleh ibu kepada janinnya secara intra uterin. Nama lainnya adalah lues connate,
syphilis connata, venereal, penyakit raja singa.

Pada abad ke-15, sifilis merupakan wabah di Eropa, tapi sesudah tahun 1860, morbiditas
penyakit ini menurun dengan cepat. Selama perang dunia ke II, insiden sifilis meningkat dan
mencapai puncaknya pada tahun 1946, dan setelah ditemukan penisilin menurun dengan cepat.
Di Eropa dan Amerika Serikat insiden sifilis kongenital pada umumnya menurun sekitar tahun
1970 sampai awal 1980, namun dalam beberapa tahun terakhir tampak adanya peningkatan
insiden sifilis kongenital. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan peningkatan insiden primer
dan sekunder pada wanita usia subur yang berumur 15-29 tahun. Di samping itu, sifilis
congenital merupakan penyebab 20-30% kematian bayi perinatal.2

Gambaran klinis sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital dini (timbul sebelum
usia 2 tahun), serta sifilis kongenital lanjut (timbul setelah usia 2 tahun). Hampir semua kasus
sifilis didapat melalui kontak seksual langsung dengan lesi dari individu yang terjangkit sifilis
aktif primer ataupun sekunder. Sifilis dapat ditransmisikan secara kongenital dari ibu yang
terinfeksi melalui plasenta ke janin. Transmisi lain yang mungkin namun jarang terjadi termasuk
transfusi darah, kontak personal non seksual, inokulasi langsung yang tidak disengaja. Prinsip
pengobatan sifilis kongenital adalah penggunaan penisilin sebagai obat pilihan, baik pada ibu
hamil maupun pada bayi. Pengamatan pasca pengobatan pada bayi dilakukan secara bertahap,
biasanya pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan. Oleh sebab itu kami membahas tentang sifilis pada
kehamilan. Kami berharap, semoga penyakit sifilis dapat ditangani.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Sifilis dalam kehamilan ?

3
2. Bagaimana epidemiologi dari Sifilis pada kehamilan ?

3. Bagaimana Etiologi penyakit Sifilis pada kehamilan ?

4. Sebutkan Klasifikasi Penyakit Sifilis pada kehamilan ?

5. Sebutkan Patogenesis dari penyakit Sifilis pada kehamilan ?

6. Jelaskan gambaran klinis penyakit sifilis pada kehamilan ?

7. Sebutkan Diagnosis penyakit sifilis pada kehamilan ?

8. Bagaimana Penatalaksanaan Penyakit Sifilis pada kehamilan ?

9.Bagaimana diagnosis banding Penyakit sifilis pada kehamilan ?

10. Bagaimana cara pencegahan penyakit Sifilis pada kehamilan. ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui :

1. Pengertian Sifilis dalam kehamilan.

2. Epidemiologi Sifilis pada kehamilan .

3. Etiologi Sifilis pada kehamilan.

4. Klasifikasi Sifilis pada kehamilan.

5. Patogenesis Sifilis pada kehamilan.

6. Gambaran klinis Sifilis pada kehamilan.

7. Diagnosis Sifilis pada kehamilan .

8. Penatalaksanaan Sifilis pada kehamilan

9.Diagnosis banding Sifilis pada kehamilan.

10. Cara pencegahan Sifilis pada kehamilan..

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang
menderita sifilis. Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap
masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 minggu,
karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi.
Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukan Treponema pallidum pada janin
berusia 9-10 minggu.

Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama
kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan
sifilis kongenital lanjut.

2.2 Epidemiologi

Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan masalah yang utama pada Negara
berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia
20-30 tahun. 40% wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, akan mengakibatkan
penularan pada janin.

2.3 Etiologi

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah Treponema
pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema.
Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri empat dari
delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju
seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif
terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di

5
luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfuse dapat hidup tujuh
puluh dua jam.

Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :

1. Kontak langsung :
1. sexually tranmited diseases (STD)
2. non-sexually
3. Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya.
2. Transfusi : Syphilis d’ emblee, tanpa primer lesi

2.4 Klasifikasi

Menurut World Health Organization (WHO) secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan
sebagai berikut :

1. Sifilis kongenital (bawaan)

2. Sifilis akuisita (didapat)

Sifilis kongenital dapat berbentuk :

1. Sifilis kongenital dini (timbul pada umur kurang dari 2 tahun)

2. Sifilis kongenital lanjut/tarda (timbul setelah umur lebih dari 2 tahun)

2.5 Patogenesis

Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis
kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung
dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis congenital biasanya
timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan
inutero terjadi transplasental, sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali
pusat, serta cairan amnion.

6
Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan menyebar
ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular
yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau
lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine
maupun ekstrauterin.

2.6 Gambaran Klinis

Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis kongenital
dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini jika timbul pada anak
di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata adalah
jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.

1. Sifilis kongenital dini

Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai berbagai organ dan
menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai
kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah
beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir.

Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa kondisi berikut :

a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat

b.Kelainan membrane mukosa :

Mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, laring dan mukosa genital. Rinitis
sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer
tetapi kemudian menjadi pekat, purulen dan hemoragik. Hidung menjadi tersumbat sehingga
menyulitkan pemberian makanan.

7
c.  Kelainan kulit, rambut dan kuku

Dapat berupa makula eritem, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada
sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki. Makula,
papula atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Di daerah yang lembab
papula menjadi erosif dan membasah atau menjadi hipertrofik (kondiloma lata). Pada kasus yang
berat tampak kulit menjadi keriput terutama pada daerah muka sehingga bayi tampak seperti
orang tua. Rambut jarang dan kaku, alopesia areata terutama pada sisi dan belakang kepala.
Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata. Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang
timbul pada dasar kuku dan menyebabkan kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh
berwarna suram, tidak teratur dan menyempit pada bagian dasarnya.

2. Kelainan tulang

Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis, dan osteitis pada tulang-tulang panjang
merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok tampak pada daerah
pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar, garis epifisis melebar dan tidak teratur.
Pada batas metafisis dengan garis kartilago epifisis, tampak daerah kalsifikasi yang densitasnya
meningkat dan tidak teratur sehingga pemeriksaan sinar X memberikan gambaran seperti gigi
gergaji. Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh pembengkakan periartikular dan
nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi terbatas. Osteokondritis dapat dilihat
pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5 minggu sedangkan periostitis setelah 16 minggu.
Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah 6 bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi
lebih jelas.

1. Kelainan kelenjar getah bening : terdapat limfadenopati generalisata


1. Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis,
pneumonia
2. Kelainan mata : Korioretinitis, glaukoma dan uveitis
1. Kelainan hematologi : anemia, eritroblastemia, retikulositosis,
trombositopenia, diffuse intravascular coagulation (DIC)

8
2. Kelainan susunan saraf pusat : meningitis sifilitika akut yang bila tidak
diobati secara adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan
mengganggu perkembangan intelektual1
3. Sifilis kongenital lanjut

Sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun, lebih dari setengah jumlah penderita
tanpa manifestasi klinik, kecuali tes serologis yang reaktif. Titer serologis sering berfluktuasi,
sehingga jika dijumpai keadaan demikian, dapat diduga suatu sifilis kongenital. Gambaran klinis
dari sifilis kongenital dapat di bedakan dalam 2 tipe :

a. Inflamasi sifilis kongenital lanjut

Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi kornea, tulang, dan sistem saraf

pusat. Dapat dijumpai kelainan sebagai berikut :

1. Kornea : Keratitis Intersisial

Biasanya terjadi pada umur pubertas, dan terjadi bilateral. Pada kornea timbul
pengaburan menyerupai gelas disertai vaskularisasi sklera. Keadaan ini dimulai dengan
peradangan perikorneal berat dan kemudian berlanjut dengan perselubungan difus kornea oleh
bayangan putih tanpa adanya ulserasi pada permukaan kornea, terjadi pada 20-50 % kasus sifilis
kongenital lanjut.

2. Tulang : Perisynovitis (Clutton’s joint)

Mengenai kedua lutut, yang akan mengakibatkan terjadinya bengkak tanpa nyeri yang simetris.

3. Sistem saraf pusat

Lesi pada sistem saraf pusat dapat terjadi pada sifilis kongengital lanjut. Biasanya yang
menjadi tanda lesi SSP pada sifilis kongenital adalah dengan adanya kelemahan umum
(generalized paresis) dan renjatan.

9
b. Stigmata sifilis kongenital

Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta meninggalkan parut dan
kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian disebut dengan stigmata sifilis kongenital,akan
tetapi  hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut.Ditemukannyastigmata
ini dapat menjadi salah satu pegangan unuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital.Pada
stigmata sifilis  kongenital, hal penting yang perlu diperhatikan adalah adanya trias Hutchinson,
yaitu :

1. Perubahan pada gigi insisivus menjadi datar dan seperti gergaji

2. Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna putih) tanpa ilserasi permukaan kornea.

3. Ketulian karena ganguan nervus akustikus (N.VIII). Ketulian biasanya terjadi mendekati masa
pubertas, tetapi kadang-kadang terjadi pada umur pertengahan.

Selain itu ditemukan pula kelainan sebagai berikut :

1. Neurosifilis

Dapat juga menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang didapat. Tabes dorsalis
agak jarang dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan
dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan pada orang dewasa. Kejang
juga sering terjadi pada kasus sifilis kongenital ini.

2. Tulang dan palatum

Terjadi sklerosis, sehingga tulang kering menyerupai pedang (sabre), tulang frontal yang
menonjol, atau dapat juga terjadi kerusakan akibat gumma yang menyebabkan destruksi terutama
pada septum nasi atau pada palatum durum. Perforasi palatum dianggap terjadi pada sifilis
kongenital.

10
3. Gigi molar Mulberry (Mulberry’s molar)

Biasanya pada molar I dan muncul pada usia 6 tahun, merupakan gambaran gigi yang
hiperplastik dengan permukaan oklusal yang mendatar (flattening) serta diliputi oleh serbukan
yang menandakan kerapuhan gigi.

4. Sifilis rinitis infantil dan nasal chondritis

Fisura di sekitar rongga mulut dan hidung disertai ragade yang disebut sifilis rinitis infantil.
Nasal chondritis merupakan kelainan yang disebabkan oleh pendataran tulang pembentuk
hidung, gambaran ini biasa disebut dengan saddle nose.3,4,8

2.7 Diagnosis

Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T.pallidum. Selain itu,
sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada bayi lahir
mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan
USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion.
Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya
treponema. Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan gelap atau
imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesiko
bulosa atau kondiloma lata. Namun, cara konvensional untuk pengambilan specimen tidak
sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada
bayi dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan identifikasi
T.pallidum sulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital, yaitu :

a) T.pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesmen klinis

b) Analisis serologic pada bayi rumit oleh adanya antibody maternal yang didapat transplasental

c) Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi

11
Untuk menegakkan diagnosis klinis sifilis kongenital, saat ini di AS digunakan dua criteria,
yaitu kriteria dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang direvisi dan kriteria
Kaufman yang dimodifikasi.

1)      Kriteria Kaufman yang dimodifikasi.

 Pasti (definite)

Dijumpai T.pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan histologik

 Sangat Mungkin (probable)

1. Peningkatan titer VDRL dalam waktu 3 bulan atau tes serologic untuk sifilis
(TSS) reaktif yang tidak berubah menjadi non reaktif dalam waktu 4 bulan
2. Satu kriteria mayor atau dua minor dan disertai TSS reaktif atau tes FTA reaktif
3. Satu kriteria mayor dan satu kriteria minor

 Kriteria mayor berupa kondiloma lata, osteokondritis, periostitis, rhinitis, rhinitis


hemoragik
 Kriteria minor berupa fisura pada bibir, lesi kulit, mucous patch,
hepatomegali,splenomegali, limfadenopati generalisata, kelainan SSP, anemia hemolitik,
sel cairan serebrospinal (CSS) >20, protein >100.2

2)      Kriteria CDC yang di revisi

 Pasti (confirmed)

Diijumpai T. Pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap

 Tersangka (presumtive)
1. Semua bayi yang ibunya menderita sifilis tanpa pengobatan atau mendapat pengobatan tidak
adekuat selama kehamilan
2. Semua bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah ini :

12
- Gambaran sifilis kongenital pada pemeriksaan fisik

- VDRL CSS reaktif/ hitung sel CSS ≥ 5/protein CSS ≥ 50 diluar sebab lain.

- Tes FTA-abs-19S-antibodi IgM reaktif

3. Bayi lahir mati (syphilitic stillbirth)

Kematian janin setelah umur kehamilan 20 minggu atau berat janin ≥500 gram pada wanita
yang menderita sifilis tanpa pengobatan atau memperoleh pengobatan tidak adekuat saat
melahirkan.

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan
pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis
didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan
kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap.
Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :

1) Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dri 2 tahun).

Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain
dalamaquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.

2) Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama

infgeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)

Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau dengan
penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.

3) Neurosifilis

13
Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil
penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin long
acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu,
atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama 10 hari yang
diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu.

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital menurut CDC
tahun 1998. pengobatan harus diberikan pada bayi :

a) Menderita sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium


dan/radiologik,

b) Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya

c) Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak

diketahui, tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.

d) Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis

e) Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.

f) Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau

g) Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.

Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa
diamati.  Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu diagnosis
pasti secara klinis atau serologik. Dengan pengobatan dengan Aqueous penisilin bergantung 1
mingguusia bayi. Pada usia ≤ 1 minggu, diberikan tipa 12 jam, usia – ≤ 4 minggu diberikan
tiap 8 jam, dan setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.2

1. Pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998

14
 Bayi dengan sifilis kongenital, ibu dengan/ tanpa sifilis

Penisilin G prokain 50.000 unit/kgBB IM/IV selama 10-14 hari.

 Bayi normal

a)     Ibu sifilis dini dan/atau tanpa terapi atau terapi tidak tercatat diberikan :

Aqueous penisilin G 50.000 unit/kgBB IV selama 10-14 hari, atau penisilin

prokain G 50.000 unit/kgBB IM, 10-14 hari usia (usia ≤ 4 minggu), atau

benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal

b)     Ibu sifilis laten lanjut, atau

c)     Ibu mendapat terapi eritromosin atau obat selain penilin, atau

d)     Ibu mendapat terapi adekuat ≤ 4 minggu sebelum persalinan, atau

e)     Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer non treponema tidak

turun 4 kali lipat, diberikan : Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal

f)      Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer nontreponema turun 4 kali
lipat, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin penisilin G 50.000
unit/kgBB IM, dosis tunggal bila pengamatan tidak memungkinkan

g) Ibu mendapat terapi adekuat sebelum kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2) selama
kehamilan, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologic. Menurut CDC 1998, diluar masa
neonatus, anak yang didiagnosis sifilis congenital harus diperiksa CSS untuk
menyingkirkan neurosifilis dan menentukan sifilis congenital atau sifilis didapat. Semua
anak yang diduga menderita sifilis kongenital atau dengan kelainan neurologik diberikan
aqueous penisiline G 50.000 unit/kgBB IV/IM tiap 4-6 jam selama 10-14 hari. Pemberian
penisilin prokain tidak dianjurkan.

15
2. Pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin

Bila alergi terhadap penisilin, sebagai obat alternatif diberikan obat tetrasiklin dan
eritromisin. Tetapi efektifitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan penisilin. Penggunaan
sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap.

3. Pemeriksaan Setelah Pengobatan

Pemeriksaan penderita sifilis dini harus dilakukan, bila terjadi infeksi ulang setelah
pengobatan. Setelah pemberian penisilin G, maka setiap pasien harus diperiksa 3 bulan kemudian
untuk penentuan hasil pengobatan. Pengalaman menunjukkan bahwa infeksi ulang sering terjadi
pada tahun pertama setelah pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan 6-12 bulan setelah
pengobatan. Penderita yang diberi pengobatan selain penisilin harus lebih sering diperiksa.

a. Semua penderita sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis harus diamati bertahun-tahun,termasuk


klinis, serologis dan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang dan bila perlu radiologis.

b.  Pada semua tingkat sifilis, pengobatan ulang diberikan bila :

a)  tanda-tanda dan gejala klinis menunjukkan sifilis aktif yang persisten atauberulang.

b) Terjadi kenaikan titer tes nontreponemal lebih dari dua kali pengenceran ganda.

c) Pada mulanya tes nontreponemal dengan titer tinggi (> 1/8) persisten bertahuntahun.

d) Harus dilakukan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang setelah diberi pengobatan,
kecuali ada infeksi ulang atau diagnosis sifilis dini dapat ditegakkan.

e) penderita harus diberi pengobatan ulang terhadap sifilis yang lebih dari 2 tahun. Pada
umumnya hanya sekali pengobatan ulang dilakukan sebab pengobatan yang cukup pada
penderita akan stabil dengan titer rendah.9

16
2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada sifilis kongenital antara lain sebagai berikut :

1. Iktiosis lamellar

Kelainan ini berisfat autosomal resesif, timbul pada waktu lahir. Lokalisasinya lipatan tubuh,
batang tubuh dan monomorf. Efloresensinya sisik-sisik besar datar dan bewarna gelap.

2. Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS)

Lesi kulit menyeluruh, bula eritematosa, ukuran cukup besar, superficial, dan mudah pecah.
Seringkali dijumpai pada bayi. Pada penyembuhan tampak jaringan parut, hal ini disebabkan
oleh peran epidermolytic toxin, cleavage plane dalam stratum granulosum sehingga terjadi
pengumpulan cairan dalam bula secara pasif.

3. Staphylococcal scarlatiniform eruption

Lesi kulit menyeluruh, berupa macula eritematosa di sekitar bibir, hidung, leher, dan aksila.
Kemudian menyebar ke seluruh badan namun

4. Toxic shock syndrome

Kelainan kulit berupa eritroderma yang menyeluruh dapat berbentuk komponen petekie
maupun skarlatiform.

5. Malnutrisi (Marasmik-kwashiorkor)

Pada keadaan malnutrisi ini, pada kulit dapat ditemukan hiperpigmentasi, likenifikas,
deskuamasi, eskoriasi, dan edema. Pada mukosa mulut timbul erosi, rambut halus, lurus, mudah
di lepas, dan muka seperti orang tua.

6. Morbili kongenital

17
Adanya bercak koplik, yakni bercak kecil sebesar jarum pentul berwarna kemerahan terletak
di daerah mukosa di depan gigi molar, ruam berwarna kecoklatan. Di daerah muka, leher, dan
bagian tubuh sebelah atas ruam tampak bersatu, sedangkan di tubuhbagian bawah ruam
menyebar

7. Dermatitis seboroik

Karakteristik lesi adanya sisik, kemerahan dengan daerah predileksi muka, kulit kepala dan
lipatan kulit, skuamanya berminyak, berwarna kekuningan dengan batas tidak tegas

8. Infantile acne (acne neonatorum)

Secara klinis, akne neonatorum merupakan erupsi polimorf dengan eritema, pustule, komedo
pada pipi

2.10 Pencegahan

Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis selama
kehamilan. Tindakan utama pada pencegahan sifilis kongenital adalah identifikasi dan
pengobatan wanita hamil yang teriinfeksi sifilis, karena pengobatan sifilis pada kehamilan
dengan menggunakan penisilin dapat mencegah infeksi kongenital sampai 98%. Tes serologi
(VDRL dan TPHA) harus dilakukan pada perawatan kehamilan (prenatal care), yaitu saat
kunjungan pertama, sedangkan pada kelompok risiko tinggi, dilakukan pada pemeriksaan ulang
pada usia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. Apabila dijumpai hasil tes seropositif, harus
diberikan pengobatan. Namun, kehamilan kadang menimbulkan tes nontreponema positif palsu,
dan pada keadaan seperti ini dilakukan anamnesis yang rinci, pemeriksaan fisik cermat dan
pengamatan serologik. Bila tidak memungkinkan, diberikan terapi, terutama bila titer pada
pemeriksaan VDRL > 1:2 pada pemeriksaan pertama.

Bayi dengan test serologik reaktif perlu dilakukan pemeriksaan nontreponema beberapa
kali setelah pengobatan sampai diperoleh hasil nonreaktif. Biasanya dilakukan pada usia 2, 4, 6,
12 dan 15 bulan. Pada bayi dengan sifilis kongenital, tes serologik nontreponema biasanya
menjadi nonreaktif dalam waktu 12 bulan setelah terapi adekuat. Adanya tes treponema reaktif

18
setelah anak berusia lebih dari 15 bulan, saat anak sudah tidak memiliki antibody maternal,
membantu menegakkan diagnosis sifilis kongenital. Hasil serologik CSS yang reaktif 6 bulan
setelah terapi sifilis kongenital, merupakan indikasi pengobatan ulang, demikian pula bila titer
menetap.

BAB III

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN SÍFILIS KONGENITAL

SUBJEKTIF

Ibu Mengatakan :

- Bernama……. Usia……
- Seorang ibu hamil dengan umur kehamilan 28 minggu
- hamil anak pertama
- Mengeluh flu, seperti demam dan pegal-pegal, serta kemerahan pada kaki dan
tangan
- Suaminya menderita sífilis serta belum teratasi
- Ibu merasa cemas jika ibu dan bayi yang dikandungnya tertular sífilis.
- Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak mengetahui aktivitas suaminya
diluar rumah
- Ibu khawatir suaminya sering ‘jajan‘ mungkin tidak menyadari kalau dirinya
sudah mengidap penyakit sifilis.

OBJEKTIF

1. pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum           : baik               kesadaran        : CM


2. Status emosional         : stabil
3. Tanda vital                  :

19
 Tekanan Darah            : 120/90 mmhg
 Suhu                            : 37,5 ˚C
 Nadi                            : 88 x/menit
 Pernafasan                   : 22x/menit

4. BB/TB                          : 55kg/ 150cm


5. Status Gizi                     :

 IMT                              : 55/(1,5)2 = 24,4


 LILA                           : 24 cm
6. Genetalia                      : luka kemerahan dan basah didaerah vagina
7. Ekstrimitas                    : ruam ditelapak kaki dan tangan

ASSESMENT

Diagnosa

Ny ….. umur ….. tahun G1P0A0 UK : 28 minggu dengan sífilis kongenital

PLANNING

1. Menjelaskan kepada ibu bahwa keluhan yang dirasakannya yaitu :flu, demam, pegal-
pegal, serta kemerahan pada kaki dan tangan merupakan tanda- tanda sifilis
2. Menganjurkan dan menjelaskan pada ibu tentang teknik relaksasi, pengurangan rasa nyeri
dan menciptakan lingkungan yang nyaman dengan mengganti alat tenun yang kotor.
3. Menganjurkan ibu untuk banyak minum, memakai pakaian yang tipis dan longgar ,dan
melakukan kompres apabila demam dengan menggunakan air hangat di dahi dan lengan.
4. Menganjurkan ibu untuk melibatkan keluarga dalam perawatan agar ibu mendapatkan
support dan dukungan dari keluarga sehingga mempercepat proses penyembuhan.
5. Menganjurkan ibu dan suami untuk tidak berganti- ganti pasangan karena hal ini dapat
menyebabkan penyakit menular seksual dan dapat menyebabkan penyebaran dari
penyakit menular seksual menjadi lebih luas.

20
6. Menjelaskan pada ibu tentang teknik pengurangan rasa nyeri yaitu dengan
pengompresan dengan air hangst pada daerah yang nyeri, dan meminimalisir terjadinya
sentuhan atu gesekan pada daerah yang yang nyeri.
7. Menjelaskan pada ibu bahwa sifilis bisa menimbulkan komplikasi pada ibu dan bayi
sehingga ibu harus menjaga kondisinya agar tidak terjadi komplikasi.
8. Menganjurkan ibu untuk pemeriksaan laboratorium di laboratorium untuk pemeriksaan
kimia darah, ureum,kreatinin,GDS.
9. Merujuk ibu dokter SpOg bagian kebidanan pengobatan dan penanganan lebih lanjut.
10. Menjelaskan kepada ibu untuk kunjungan ulang satu bulan lagi atau jika ada keluhan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Murtiastuti D. Sifilis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,Martodhiharjo S, editor. BukuAjar

Infeksi Menular Seksual. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2008.145-148.

Webmaster. Trepronema Pallidum. Disitasi dari

:http://www.medgadget.com/_archives/img/treponema.htm pada tanggal : 18 Februari 2009. Last

Update : maret 2011.

Department of Health and Human Services of USA. Congenital Shypilis – United State 2002.

Disitasi dari :http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5331a4.htm pada tanggal :18

Februari 2009. Last Update : July 2008.

Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

Nugraheny, Esti, 2010. Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta : Pustaka Rihana

22

Anda mungkin juga menyukai