Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.1.

Februari 2015

MEMAHAMI KEBUDAYAAN LOKAL PAPUA :


SUATU PENDEKATAN PEMBANGUNAN YANG MANUSIAWI
DI TANAH PAPUA

Enos H. Rumansara
*Senior Lecturer Cenderawasih University
contact:

Abstract
Tulisan bertujuan untuk memberi pemahaman kepada pemerintah agar dalam membangun
orang Papua haruslah menggunakan pendekatan budaya dari pada menggunakan pendekatan
keamanan yang tidak akan menyelesaikan masalah sosialnya. Orang Papua terdiri dari 254 suku
bangsa yang mendiami 4 zona ekologis, yaitu : (1) zona rawa, pantai dan sepanjang aliran sungai; (2)
zona dataran tinggi; (3) zona kaki gunung dan lembah-lembah kecil; dan (4) zona dataran rendah,
pesisir dan kepulauan. Orang Papua tersebar mendiami 4 zona tersbut, sehingga untuk membangun
mereka tidak bisa menyamaratakan mereka karena karekteristikan budaya mereka berbeda sesuai
dengan zona yang mereka diami. Dikemukakan pula beberapa kasus pembangunan yang gagal akibat
dari pembangunan yang sifatnya top down sehingga bertentangan dengan karakteristik budaya mereka
yang telah dibangun sejak nenek moyang mereka. Melalui tulisan ini, pendekatan budaya disarankan
harus digunakan sebagai media pembangunan paling penting untuk suatu perubahan.

Kata Kunci : Pendekatan Budaya, Orang Papua

I. Pendahuluan pun potensi sosial dan kekayaan alam di Tanah


Pembangunan merupakan rencana kegiatan Papua sangat mendukung program-program
dalam rangka merubah suatu keadaan ekonomi, tersebut. Kasus-kasus pembangunan bermasalah
politik, social, budaya menuju keadaan baru yang ditemui dilapangan pada umumnya
yang diinginkan oleh perencana pembangunan berhubungan dengan masalah penggunaan lahan
itu. Setiap lembaga negara, pemerintahan atau milik adat, tanah adat yang beralih fungsi,
organisasi selalu memiliki program pembangu- program pembangunan yang tidak sesuai
nan yang tujuan akhirnya selalu menginginkan kebutuhan masyarakat local sasaran
tercapainya suatau keadaan yang baik. pembangunan, program pembangunan yang
Pemerintah Indonosia dalam membangun rakyat bertentangan dengan nilai-nilai budaya local,
Indinesia telah memiliki perencanaan yang dan lingkungan hidup sekitar proyek yang
sangat ketat yang pada jaman Orde Baru dikenal dibangunan. Sehubungan dengan itu, setiap
dengan Rencana Pemangunan Lima Tahun program pembangunan di bidang manapun
(REPELITA). Namun demikian beberapa sangatlah perlu untuk memahami kondisi social
program pembangunan yang dilaksanakan pada budaya masyarakat local pemilik tanah adat,
masa Orde Baru di Indonesia (sebelum tahun termasuk lingkungan alam serta sejumlah nilai
1998) yang ketika itu banyak mengalami kearifan local yang dimiliki masyarakat local.
kegagalan, karena menyamaratakan program- Hubungan-nya dengan itu, maka sangatlah perlu
program pembangunan tanpa melihat ke- para perencana pembangunan di Tanah Papua
khususan setiap daerah di Indonesia yang harus memahami kondisi fisik wilayah dan
beragam kondisi alam dan etnik (suku bangsa). karakteristik sosial budaya Orang Asli Papua.
Papua termasuk wilayah paling timur Indonesia Suku-suku bangsa yang disebut sebagai
yang mengalami hal yang sama dimana selama orang asli Papua yang mendiami Tanah Papua
pembangunan yang dilaksanakan pada masa (Provinsi Papua dan Papua Barat) berjumlah
Orde Baru banyak mengalami kegagalan walau- 250 suku bangsa. Mereka ini memiliki

47
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.1. Februari 2015

karakteristik sosial budaya yang berbeda satu Yali dan suku Hubula.
sama lainnya, karena dipengaruhi oleh kondisi c. Zona Kaki Gunung dan Lembah-
alam (zona ekologis) yang terdapat di Tanah Lembah Kecil : suku-suku bangsa yang
Papua. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan mendiami zona ini adalah suku Sentani,
250 suku bangsa tersebut tersebar di Tanah Nimboran, Meybrat, suku Attam dan
Papua dan mendiami zona-zona ekologis yang orang Muyu,
ada sehingga krakteristik budayanya dipengaruhi d. Zona Dataran Rendah dan Pesisir :
pula dengan zona-zona ekologis tersebut. suku-suku bangsa yang mendiami zona ini
Sehubungan dengan itu, pembangunan adalah suku-suku bangsa yang mendiami
fisik maupun social budaya orang asli Papua di wilayah Sorong sampai Nabire, Biak dan
tanah Papua seharusnya disesuai-kan dengan Yapen.
nilai budaya, hukum adat, norma dan aturan-
aturan budaya orang Papua yang tinggal pada Kondisi alam tersebut mempengaruhi
zona-zona ekologis yang ada agar rencana- semua unsur-unsur budaya kelompok-kelompok
rencana pembang-unan tersebut dapat didukung etnis / suku bangsa yang mendiami 4 zona ini,
dengan potensi alam dan kondisi sosial – seperti halnya sistem peralatan atau teknologi
budaya masyarakat asli Papua. tradisional, sistem religi, organisasi sosial
Berikut ini ditampilakan zono- zona atau sistem pengetahuan, dan kesenian (arsiktertur
kawasan ekologis yang ada di tanah Papua agar tradisionan, music, tari, seni ukir dan lukis).
memberikan gambaran kepada kita tentang Hubungannya dengan apa yang diuraikan
bagaimana kehidupan manusia Papua (suku- di atas maka sangatlah penting apabila pemba-
suku bangsa Papua) yang tinggal pada zona- ngunan daerah harus Berbasis Kearifan Lokal.
zona tersebut. Ada beberapa pendapat dari Dalam membangun daerah-daerah yang masih
beberapa ahli tentang pembangian zona berpegang erat dengan nilai budaya localnya
ekologis di tanah Papua berdasarkan ketinggian sangat perlu mendisain konsep pem-bangu-
maupun sistem pertanian di tanah Papua. Ahli nannya harus melakukan kajian mendalam untuk
yang dimaksud antara lain: Boelaars (1983), memahami budaya local mereka.
Petocz (1987), Laporan penelitian yang dilakukan Bertolak dari apa yang dikemukakan di
atas, maka sistematikan penjelasannya dapat
oleh "Lavalin Internasional Incorporate “di
diurutkan sebagai berikut.
Papua (1987) dan Tukher (1988). Untuk
kepentingan pembangunan di tanah Papua, kami
II. Pembangunan Daerah Berbasis Kearifan
sarankan menggunakan pembagian zona ekologis
Lokal
dalam Laporan Penelitian dari "Lavalin Inter-
Hubungannya dengan apa yang diuraikan
nasional Incorporated" yang bekerja sama
pada pendahuluan maka sangatlah penting
dengan "PT.Hasfarm Dian Konsultan" tentang
apabila pembangunan daerah itu berbasis kearifan
Rencana Pembangunan Daerah Papua, sektor
local. Pembangunan merupakan suatu proses
Antropologis (1987). Adapun pembangian zona
perubahan masyarakat yang direncanakan oleh
ekologisnya dapat dikemukakan sebagai berikut :
lembaga pemerintah atau swasta yang dilakukan
a. Zona Rawa, Pantai dan Sepanjang
secara sistematis, yang di dalamnya sering
Aliran sungai : suku-suku bangsa yang mengalami hambatan atau kegagalan karena
mendiami zona ekologis ini adalah suku selalu berten-tangan dengan nilai budaya (etika,
Asmat, suku Jagai, suku Marind-Anim, aturan, resep, norma, hukum adat dan aturan
suku Kamoro, suku sebyar, suku Simuri, suku khusus lainnya) yang dimiliki oleh masyarakat
Irarutu, suku Waropen dan suku Bauzi. yang menjadi sasaran pembangunan itu.
b. Zona Dataran Tinggi : suku-suku bangsa Perlu diketahui secara umum bahwa,
yang mendiami zona ekologis ini adalah kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami
suku Lani, Ngalum, suku Mee, suku sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang
Nduga, suku Amungme, suku Moni, suku

48
Enos H. Rumansara-Memahami Kebudayaan Lokal Papua Suatu Pendekatan Pembangunan …

bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, local dalam penyusunan dan pengembangan
yang tertanam dan diikuti oleh masyarakat suatu program. Dalam arti pembangunan yang
local yang menjadi sasaran pembangunan. berbasis kearifan local adalah pembangunan
Nilai-nilai budaya (etika, aturan, resep, yang menghendaki perencanaan pembangunan
norma, hukum adat) sangat penting dalam harus bersifat perencaan dari bawah.
kehidupan masyarakat sebagai penduduk local
sehingga secara tradisional diturunkan atau III. Kondisi Sosial-Budaya Orang Papua
diwariskan secara turun-temurun. Nilai budaya Pada bagian ini dikemukakan beberapa
ini merupakan suatu potensi sosial-budaya unsur kebudayaan yang merupakan dasar dari
yang ditinggalkan oleh nenek moyang suatu pola perilaku kehidupan orang Papua yang
suku bangsa sehingga sangatlah sulit untuk dibentuk oleh 4 zona atau kawasan wilayah
diganti dengan nilai baru yang sama sekali ekologis yang telah dikemukakan di atas.
mereka tidak tahu. Mengapa demikian ? Karena Namun sebelumnya perlu diketahui asal nama,
nilai-nilai budaya inilah yang mengatur sistem ciri dan identitas orang Papua.
sosial masyarakat, yaitu: etika, norma, aturan
dan hukum adat yang mengatur tentang : A. Nama, Ciri, Identitas Orang Papua
a. hubungan/relasi manusia dengan sang
1. Nama
penciptanya,
Orang Papua yang sekarang kita kenal
b. hubungan/relasi manusia dengan
terdiri dari 254 suku bangsa asli yang mendiami
sesamanaya, dan
di pulau paling timur dari kawasan Nusantara.
c. hubungan/relasi manusia dengan ling-
Pulau ini telah mengalami beberapa kali penamaan
kungannya.
berdasarkan perkembangan sejarah. Orang Belanda
Aturan, norma dan hukum adat yang
menyebut pulau Papua dahulu yaitu Niew-
mengatur hubungan-hubungan inilah yang
Guinea oleh seorang pelaut Spanyol, Ynigo
dikatakan sebagai kearifan lokal yang telah
lama mengatur hubungan manusia dengan sang Ortiz de Retes (1545) yang menyebut “Neuva
pencipta, sesama, dan lingkungannya. Guinea” (Guinea Baru). Penduduk Irian
Secara tradisional setiap suku bangsa memiliki (Papua) yang berkulit hitam mengingatkan-nya
kearifan local yang berfungsi manjaga lingkungan kepada penduduk pantai Guinea di benua Afrika
linkungan social dan alam dimana mereka tinggal. (Naber, 1915). Sebutan lain juga adalah
Sirtha, Nyoman mengemukakan bahwa Fungsi “Papua” yang mula-mula dipakai oleh pelaut
Kerifan Lokal bermacam-macam, antara lain : Portugis Antonio d’ Arbreu yang mengunjungi
 Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian pantai Papua pada tahun 1551. Nama itu
sumber daya alam; sebelumnya dipakai oleh Antonio Pigafetta
pada waktu berada di laut Maluku pada tahun
 Berfungsi untuk pengembangan sumber
1521. Kata “Papua” berasal dari kata Melayu
daya manusia;
“Pua-pua” yang berarti “keriting” (Stirling,
 Berfungsi untuk pengembangan ke-
1943: 4, dalam Koentjaraningrat, 1993).
budayaan dan ilmu pengetahuan;
Dalam konferensi Malino 1964 nama
 Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan,
“Iryan” diusulkan oleh F. Kaisepo. Kata itu
sastra dan pantangan;
berasal dari bahasa Biak yang artinya “Sinar
 Bermakna etika dan moral, yang terwujud
matahari yang menghalau kabut di laut”,
dalam upacara dan penyucian roh leluhur.
sehingga ada “harapan bagi para nelayan Biak
 Berfungsi untuk menciptakan hubungan
untuk mencapai tanah daratan Irian” .
harmonis antar manusia, kelompok,
Pengertian lain dari kata ini juga pada orang
kelompok etnik dan umat beragama.
Biak, bahwa Irian itu berasal dari dua kata yaitu
 Dan fungsi lainnya.
“Iri” dan “ryan”. Iri berarti “dia” (Dia yang
Melihat kepada apa yang dikemukakan di
dimaksut disini adalah Tanah) dan ryan berarti
atas, maka sangat penting apabila suatu program
“panas”. Jadi arti dari kata Irian adalah “tanah
pembangunan harus memperhatikan nilai kearifan

49
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.1. Februari 2015

yang panas”. Masyarakat Marind-anim di pantai merupakan nenek moyang penduduk Papua dan
selatan mengatakan kata Irian berarti “tanah Melanesia, tetapi juga nenek moyang penduduk
air” (Koentjaraningrat, 1993: 3-4).Ciri dan asli Australia yang memiliki ciri-ciri fisik
Identitas Orang Papua tidak pernah diteliti oleh Paleo-Melanesoid. Ketika zaman es berakhir
para ahli mengenai ciri-ciri ras. Hanya beberapa dan permukaan laut menjadi tinggi, maka
orang dokter dan ahli antropologi ragawi saja Australia terpisah dari Papua serta pulau-pulau
yang telah melakukan pengukuran tinggi badan Nusantara. Ciri fisik penduduk Papua dan
dan indeks ukuran tengkorak pada beberapa Melanesia berkembang menjadi ciri-ciri ras
individu dibeberapa tempat yang terpencar. Melanesoid yang kita kenal sekarang, sedang
Bahan-bahan itu belum cukup untuk men- ciri fisik penduduk Australia berkembang
dapatkan gambaran yang menyeluruh tentang menjadi ciri fisik ras Australoid. Adapun
ciri-ciri fisik orang Papua. Menurut H.J.T. Bijlmer nenek moyang kedua ras itu yaitu ras Paleo-
(1923), dalam Koentjaraningrat, 1993). Ada Melanesoid, masih sempat bermigrasi ke
kecenderungan bahwa orang Papua makin jauh kepulauan Nusantara bagian barat, dan ciri
dari pantai makin pendek tubuhnya, demikian fisiknya masih tampak sisa-sisanya pada
pula bentuk tengkorak penduduk pantai umum-
tengkorak manusia purba Homo Wajakensis
nya lonjong dan makin kearah pedalaman
yang ditemukan di Wajak, di Jawa Timur, yang
bentuknya menjadi sedang. Indeks ukuran
menurut para ahli paleo-antropologi hidup
bagian-bagian muka pada beberapa penduduk
berkeliaran di Jawa Timur kurang lebih 400.000
pantai ada yang lebar, namun tidak jarang pula
tahun yang lalu (Koentjaraningrat, 1993)
ada orang pantai yang panjang bentuk mukanya,
Orang Papua yang asli tadi agaknya juga
dan didaerah pedalaman keadaannyapun sama
mendapat pengaruh ciri-ciri fisik para
(Bijlmer, 1956, lihat Koentjaraningrat, 1993).
pendatang dari Asia Timur di zaman purba, atau
Seorang ahli ragawi Belanda J.P. Kleiweg de
dari orang-orang Asia yang tiba dalam zaman
Zwaam mengatakan bahwa ras Papua atau ras
Irian itu tidak ada (1956:431, lihat Koentja- yang lebih muda. Campuran antara ciri fisik
raningrat, 1993), memang di antara penduduk Paleo-Melanesoid yang asli dengan ciri fisik
Papua sendiri ada perbedaan ciri-ciri ras yang berasal dari para penda-tang di zaman
khusus. Kebinekaan ciri-ciri ras pada berbagai lebih muda ditempat-tempat yang berbeda
penduduk asli Papua lebih jelas terlihat melalui itulah, ditam-bah dengan penyesuaian ekologi
ciri-ciri ras fenotip mereka, yaitu warna dan diberbagai daerah yang secara geografi terpisah
bentuk rambut, walaupun dalam hal ini tidak (seperti orang Tapiro di pegunungan Jaya-
ada keseragaman. Warna rambut orang papua wijaya) yang agaknya mengakibatkan ke-
hampir se-muanya hitam tetapi tidak semuanya binekaan ragawi orang Papua yang ada
keriting. Penduduk yang tinggal di sepanjang sekarang ini (Lihat Koentjaraningrat dan Amir
aliran sungai Mamberamo, rambutnya banyak Sutarga, 1993, “Kebinekaan Ras Penduduk
yang berombak dan bahkan ada pula yang lurus Irian Jaya” dalam Irian Jaya Membangun
(Moszkowski, 1911), sedang ada pula yang Masyarakat Majemuk ed. Koentjaraningrat,
lurus dan kejur (Neuhauss, 1911: 280, dalam dkk., Jakarta, Djambatan hal. 110-116)
Koentjaraningrat, 1993).
Mengenai asal mula orang Papua, Teuku B. Keaneka Ragaman Sosio Budaya Orang
Jacob, guru besar Antropologi ragawi Universitas Papua
Gajah Mada pernah mengadakan proposisi dalam Penduduk orang asli Papua di provinsi
desertasinya yang berjudul “Some Problems Papua dan Papua Barat tergolong sangat sedikit
Pertaining to the Racial History of the jumlahnya, namun dari segi kesukubangsaan
Indonesian Region” (1967). Ia menduga bahwa dan budaya memperlihatkan suatu kebine-kaan
di zaman es yang terakhir kira-kira 800.000 yang amat besar. Kebinekaan suku bangsa
tahun yang lalu ketika Papua masih menyatu tercermin dalam berbagai unsur budaya seperti
dengan benua Australia, penduduk yang bahasa, struktur organisasi sosial, sistem kepemim-

50
Enos H. Rumansara-Memahami Kebudayaan Lokal Papua Suatu Pendekatan Pembangunan …

pinan, agama, dan sistem mata pencaharian Papua umumnya berfungsi sebagai alat produksi
hidup berdasarakan ekologi daerah tersebut. (mengolah sumber daya alam), sebagai wadah
Masyarakat yang bersifat plural societies yang (tempat makan, menyimpan, dan mengolah),
multi etnik, multi kultural, multi kedaerahan, sebagai senjata (berburu dan berperang,), sebagai
dan multi keagamaan itu membawa implikasi pakaian dan perhiasan, dan sebagai status sosial.
beragam dan spesifiknya institusi menyebabkan Contoh kasus pada orang Dani/ Lani yang
hubungan dan jaringan sosial kelompok- menggunakan “Kapak Batu” untuk memotong,
kelompok masyarakat lebih banyak bersifat “Busur dan Panah” (senjata) untuk berperang,
homophily dibanding heterophily. Penduduknya Tugal untuk mebuat beden dan menanam petatatas
diklasifikasi sesuai spesifikasi geografis, ekologi, (Hipere), “Koteka” untuk pakaian laki-laki dan
kewilayahan, sosial, budaya, dan ekonomi. “Sali” untuk pakaian perempuan.
Rumah, umumnya orang Papua memiliki
1. Bahasa rumah sebagai tempat untuk berlindung, ber-
Orang Papua secara umum dibagi kedalam kumpul, pemujaan, pendidikan dan status sosial.
dua kelompok besar menurut pembagian bahasa Rumah yang dibangun selalu disesuaikan dengan
yang digunakan. Kedua bahasa tersebut adalah kondisi lingkungan alam dan cara-cara
bahasa Austronesia dan bahasa Non Austronesia. (arsitektur) yang berbeda berdasarkan etnis
Ada-pun bahasa-bahasa yang masuk dalam masing-masing. Rumah dibangun diatas tiang
kelompok Austronesia disebut dengan nama kayu dengan berbagai macam ukuran yang
bahasa-bahasa Papua. Dua bahasa ini merupakan setiap ruangan memiliki fungsinya masing-
bahasa induk yang kedalamnya tergolong masing (dapur, tempat tidur, tempat berkumpul,
bahasa-bahasa lokal yang kurang lebih 250 dan sebagainya). Misalnya, rumah di dataran
buah bahasa (Silzer, 1986; Penelitian Program tinggi (pedalaman Papua) berbeda dengan
Bahasa, Uncen, 2001). rumah-rumah yang berada di daerah rawah,
aliran sunga, pesisir pantei dan kepulauan.
2. Peralatan Hidup/Teknologi Misalnya, rumah adat dari beberapa suku,
Pada masyarakat tradisional sedikitnya ada antara lain: Rumah Adat Korwari dari Jayapura,
8 (delapan) macam sistem peralatan dan unsur Rumah Adat Rumsaram dari Biak, Rumah Adat
kebudayaan fisik yang digunakan oleh manusia Jeuw dari Asmat, Rumah Adat Karapau dari
yang hidup dalam masyarakat kecil yang orang Kamoro, dan rumah Honai dari suku
berpindah-pindah, atau masyarakat petani di Lani.
pedesaan. Ke-8 (delapan) sistem peralatan itu
adalah: (1) alat-alat produksi, (2) Senjata, (3) 3. Struktur Sosial
Wadah, (4) Alat untuk membuat perahu, (5) Bila berbicara tentang “struktur sosial” atau
Makanan, Minuman, bahan pembangkit gairah, “organisasi sosial” suatu masyarakat ini berarti
dan jamu; (6) Pakaian dan perhiasan, (6) kita bicara suatu sistem socsal dan budaya yang
Tempat berlindung dan rumah, dan (7) alat-alat terdiri dari berbagai kelompok suku yang
transportasi. memandang hubungan sosial berdasarkan posisi
Peralatan hidup yang digunakan dalam dan peranan yang saling berkaitan. Bila kita
kebudayaan orang Papua sangat bervariasi katakan bahwa struktur sosial dari suatu
sesuai dengan kondisi alam (zona ekologis) masyarakat mengandung sistem-sistem ikatan
tanah Papua. Selain itu, peralatan hidup yang sosial, kita mempunyai resiko menghadapi
bervariasi juga merupakan hasil dari proses kekacauan konsepsi. Untuk memudahkan
akulturasi (kontak budaya) yang terjadi di tanah pemahaman struktur sosial, kita harus mulai
Papua. Misalnya, etnis yang tinggal di daerah dengan hubungan sosial, yaitu cara mereka
pantai penggunaan peralatan jauh lebih lengkap berinteraksi, hal-hal yang mereka katakan dan
dibandingkan dengan etnis yang ada di daerah lakukan dalam hubungan mereka satu sama lain.
pedalaman. Peralatan hidup yang dimiliki orang Tetapi terdapat juga gagasan mereka tentang

51
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.1. Februari 2015

hubungan mereka, konsepsi masing-masing manik-manik, paseda, gelang batu dan perak,
tentang pihak yang lain, pemahaman dan strategi piring porseling, babi dan kain timor.
serta pengharapan yang menuntun perilaku Harta maskawin akhir-akhir ini mengalami
mereka. Baik pola perilaku maupun sistem pergeseran dimana sekarang uang tunai me-
konseptual mempunyai struktur, dalam arti tidak rupakan tuntutan pertama yang harus di-
kacau balau atau sembarangan, tetapi kedua hal selesaikan oleh keluarga pihak calon suami.
tersebut merupakan struktur yang berbeda jenis Orang Papua pada umumnya mengenal 3
(Keesing, 1989:208-209). bentuk perkawinan yaitu: (a) sistem pemberian
Berbicara tentang stuktur sosial berarti mas kawin, (b) sistem tukar saudara perempuan,
mengacu pada bentuk-bentuk hubungan sosial dan sistem pencurahan tenaga.
yang menata kehidupan bermasyarakat suatu
kesatuan hidup sosial yang bersumber pada 4. Sistem Politik
hubungan kekerabatan dan diwujudkan dalam Orang Papua mempunyai sistem politik
sistem istilah kekerabatan maupun pewarisan dalam mengatur kehidupan masing-masing suku
keturunan. Pemahaman terhadap istilah kekeraba- bangsa yang multi etnik di Tanah Papua. Orang
tan penting karena itu mensyaratkan hak dan Papua mengenal sistem yang mengatur hubungan
kewajiban yang harus diperankan dalam kesatuan atau relasi antar warga dalam berbagai aktivitas
hidup sosialnya. hidupnya sehari-hari berdasarkan kebudayaan
Orang Papua dibedakan berdasarkan prisip mereka masing-masing. Orang Papua mengenal
pewarisan. Ada dua prinsip pewarisan keturunan sistem politik atau sistem kepemimpinan politik
yaitu: tradisional, menurut Sahlins (1963) dan Mansoben
a. Melalui garis keturunan ayah atau (1995) terdapat empat sistem atau tipe politik di
patrilineal, dan terdapat pada suku bangsa Papua yaitu:
Meibrat, Mee, Dani, Biak, Waropen, a. Big man atau pria wibawa: diperoleh
Wandamen, Sentani, Marind-anim dan melalui pencapaian. Sumber kekuasaan
Nimboran. terletak pada kemampuan individual,
b. Melalui prinsip bilateral yaitu melalui garis kekayaan material, kepandaian berdiplomasi/
keturunan ayah dan ibu, terdapat pada orang pidato, keberanian memimpin perang, fisik
dipedalaman Sarmi. tubuh yang besar, sifat bermurah hati
c. Masyarakat berdasarkan struktur ambilateral (Sahlins, 1963; Koentjaraningrat, 1970;
atau ambilineal, dimana kadang-kadang Mansoben, 1995). Pelaksanaan kekuasaan
diatur menurut garis keturunan pihak ibu biasanya dijalankan oleh satu orang.
atau ayah. Terdapat pada orang Yagai, Adapun etnik yang menganut sistem ini
Manikion, Kamoro ( Pouwer, 1966). adalah orang Dani, Asmat, Mee, Meibrat,
Muyu. (Mansoben, 1995)
Orang Papua juga mengenal pembagian b. Sistem Politik Kerajaan: sistem ini adalah
masyarakat kedalam moiety yang terbagi atas pewarisan berdasarkan senioritas kelahiran
dua paroh masyarakat. Terdapat pada orang dan klen. Weber (1972:126) mengatakan
Asmat (aipmu-aipem), Dani (Waita-Waya), sebagai birokrasi patrimonial atau birokrasi
Waropen (buriworai-buriferai) dalam (Mansoben, tradisional. Birokrasi tradisional terdapat
1974, 1995; Held, 1947; Kamma, 1972; pada cara merekrut orang untuk duduk
Schoorl, 1957; Heider, 1979-1980). dalam birokrasi. Biasanya mereka yang
Sistem Perkawinan yang dianut oleh direkrut mempunyai hubungan tertentu
sebagian besar orang Papua adalah eksogami dengan penguasa, misalnya hubungan
moiety dan eksogami klen. Artinya, seseorang keluarga atau hubungan pertemanan. Di
apabila mencari jodohnya harus mencari keluar sini terdapat pembagian kewenangan tugas
moiety atau kawin keluar klen / marga. Harta yang jelas, pusat orientasi adalah perdaga-
mas kawin yang digunakan adalah kapak batu, ngan. Tipe ini terdapat di Raja Ampat,

52
Enos H. Rumansara-Memahami Kebudayaan Lokal Papua Suatu Pendekatan Pembangunan …

Semenanjung Onin, Teluk MacCluer (teluk merusak alam berarti ia merusak dirinya sendiri.
Beraur) dan Kaimana. (Mansoben, 1995: 48). Dalam bahasa Amungkal disebut “Te Aro
c. Sistem Politik Ondoafi: sistem ini merupakan Neweak Lako” yang berarti “alam adalah aku”.
pewarisan kedudukan dan birokrasi tradisio- Demikian pula suku bangsa Kamoro yang
nal. Wilayah/teritorial kekuasaan seseorang menggambarkan bagaimana hubungan manusia
pemimpin hanya terbatas pada satu kampung dengan tanah. Orang Kamoro menyebut tanah
dan kesatuan sosialnya terdiri dari golongan sebagai sumber lahirnya manusia “keluar” yang
atau sub golongan etnik saja dan pusat diartikan lahir dari mata air yang disebut
orientasi adalah religi. Terdapat di bagian “Bunyomane.” Ini berarti bahwa setiap suku
timur Papua; Nimboran, Teluk Humboldt, bangsa mempunyai pandangan dan persepsi sesuai
Tabla, Yaona, Skou, Arso, Waris (Mansoben, dengan kebudayaan mereka masing-masing, seba-
1995: 201-220). gaimana orang Papua dengan kemajemukannya.
d. Sistem Kepemimpinan Campuran. Menurut Sifat kemajemukan orang Papua dapat
Mansoben (1985) terdapat juga sistem lain dilihat juga pada prinsip hak ulayat tanah.
yang menampakkan ciri pencapaian dan Diantara orang Papua terdapat kolektifa-
pewarisan yang disebut sistem campuran. kolektifa etnik yang mengatur sistem hak ulayat
Sedangkan menurut Sahlins, sistem kepe- tanah melalui kelompok suku atau klen / marga,
mimpinan yang berciri pewarisan (chief) jadi pemilikannya secara komunal. Hal ini
dibedakan atas dua tipe yaitu sistem kerajaan nampak jelas pada beberapa suku bangsa Papua
dan sistem ondoafi. Perbedaan pokok kedua
seperti suku bangsa Dani/Lani, Biak, Awyu,
sistem politik tersebut terletak pada unsur
Yawa, Waropen dan beberapa suku bangsa
luas jangkauan kekuasaan dan orientasi
Papua lainnya. Di samping itu terdapat pula
politiknya. Sistem Kepemimpinan Campuran,
kolektifa-kolektifa yang mengatur hak ulayat
kedudukan pemimpin diperoleh melalui
melalui keluarga inti atau hak individual
pewarisan dan pencapaian atau berdasarkan
sebagaimana terdapat pada orang Mee (Pouwer,
kemampuan individualnya (prestasi dan
1970; Mansoben, 1995).
keturunan). Tipe ini terdapat pada pendu-
Dasar pemilikan tanah adat itu berdasarkan
duk teluk Cenderawasih, Biak, Wandamen,
beberapa faktor, antara lain: (a) faktor sejarah
Waropen, Yawa, dan Maya (Mansoben,
kampung/ wilayah adat (bisa berdasarkarkan
1995: 263-307).
mite), pemilik tanah adat adalah suku atau
klen/marga yang pertama kali datang dan
5. Hak Ulayat Tanah
menduduki tempat atau kampung, (b) Lokasi
Tanah bagi orang Papua mempunyai makna
bekebun, yaitu wilayah bekas kebun dari
tersendiri secara luas bagi setiap kelompok etnik
berdasarkan kebudayaannya masing-masing. leluhur, .(b) Faktor tempat cari makan, yaitu
wilayah atau tempat mereka berburu, mencari
Orang Papua memandang tanah sebagai “mama”
atau “ibu” yang melahirkan, memberi makan, ikan, mecari buah merah dan tempat meramu
memelihara, mendidik dan membesarkan sagu, (d) sebagainya.
mereka sampai sekarang. Tanah sesungguhnya
adalah rahim dan buah kandung yang mem- 6. Sistem Mata Pencaharian
Sistem mata pencaharian penduduk di
bentuk dan menciptakan manusia. Sebagaimana
Papua dipengaruhi oleh 4 (empat) zona ekologis
Tom Beanal (orang Amungme) mempertegas
yang telah dikemukakan di atas. Orang-orang
pemahamannya bahwa suku Amungme tidak
Papua yang hidup dan terikat pada zona
pernah merasa diri terpisah dari alam sekitarnya.
ekologis yang berbeda-beda ini mewujudkan
Mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan
pola-pola kehidupan yang bervariasi sesuai
dari alam sekitarnya, karena itu jika manusia
dengan zona tersebut.

53
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.1. Februari 2015

Kelompok suku bangsa yang mendiami pemberian sesaji dan upacara tertentu. Sistem
zona ekologis rawa, pantai dan sepanjang aliran kepercayaan tradisi ini sudah tidak dilaksanakan
sungai meliputi suku banga Asmat, Jagai, secara intensif lagi sejak orang Papua memeluk
Awyu, Yagai Citak, Marind-Anim, Kamoro dan agama Islam atau agama Kristen, namun dalam
Waropen. Mata penca-harian utama mereka menghadapi persoalan-persoalan dasar yang
adalah menokok sagu dan menangkap ikan. menimpa kehidupan manusia seperti tertimpa
Kelompok suku bangsa yang mendiami kecelakaan, sakit dan mati, masih banyak orang
zona ekologis dataran tinggi; meliputi: suku Papua mencari jawabannya melalui kepercayaan
Lani, Yali, Ngalun, Amungme, Nduga, Damal, tradisi mereka masing-masing. Kepercayaan
Moni dan orang Ekari/mee. Mata pencaharian demikian dalam antropologi disebut Animisme.
utama mereka adalah berkebun menanam umbi- Semua kepercayaan tersebut di atas didasar-
umbian dan memelihara Babi. kan pada mitologi yang memiliki masing-masing
Kelompok suku bangsa yang mendiami suku bangsa di tanah Papua. Mitologi ini pula
zona ekologis kaki gunung dan lembah-lembah yang menjadi dasar dari gerakan kargoisme
kecil; meliputi: daerah Sentani, Nimboran, Arso, (curgo culd) di tanah Papua.
Waris, Foya, Attam, Meyach, Sough. Ayamaru
dan orang Muyu. Mata pencaharian utama mereka 8. Kesenian
adalah berkebun, berburu dan beternak babi. Kesenian terdiri dari beberapa sub, yaitu
Kelompok suku bangsa yang mendiami zona antara lain: seni rupa (seni lukis, seni pahat, seni
ekologis dataran rendah dan pesisir; meliputi: bangunan (artistektur), seni suara/seni musik,
Sorong sampai Nabire, Biak dan Yapen. Mata seni tari, seni sastra dan darmatik. Semuanya ini
pencaharian utama mereka adalah berkebun, selalu menonjolkan sifat dan ciri khas kebu-
menamgkap ikan dan menanam tanaman keras. dayaan suatu etnik /suku bangsa atau suatu negara.
Kesenian tradisional atau asli Papua pernah
7. Sistem Religi diteliti oleh orang-orang asing dengan pembagian
Sebelum agama-agama besar seperti: Kristen wilayah kesenian sesuai dengan hasil penemuan
Protestan dan Katoli, Islam masuk di Papua, tiap mereka. Dalam "Papua Kunst in Het Rijks
suku bangsa mempunyai sistem kepercayaan Museum" kesenian Papua dapat dibedakan
tradisi. Pada awalnya masing-masing suku bangsa mejadi 6 (enam) ragam seni yang terdiri dari:
mempunyai kepercayaan tradisional yang percaya (1) Ragam seni Teluk Yos Sudarso (Humbold
akan adanya kekuatan roh halus, roh leluhur baay) dan pantai utara Jaya pura, (2) Ragam
atau dewa (penguasa alam semesta) yang berkuasa seni daerah Sentani dan Tanah Merah, (3) Teluk
di atas kekuatan lainnya. Misalnya pada orang Cenderawasih sampai pantai Selatan Sorong,
Biak Numfor, dewa tertingginya “Manseren (4) Ragam seni daerah Marind-Anim didaerah
Nanggi”; orang Moi menyebut “Fun Nah”; Merauke, (5) Ragam Seni di daerah Asmat, dan
orang Seget menyebut “Naninggi”; orang (6) Ragam Seni di daerah Mimika dan
Wandamen menyebut “Syen Allah”. Orang sekitarnya (Subardi, dkk., 1980 : 8-9).
Marind-anim menyebut “Dema”; orang Asmat Pembagian tersebut di atas, terlihat bahwa
menyebut “Mbiwiripitsy” dan orang Mee pedalaman Papua tidak disebutkan masuk ke
menyebutnya “Ugatame”. dalam kelompok mana. Untuk itu, dapat kita
Semua dewa atau tuhan diakui dan tambahkan bahwa daerah pegunungan Tengah
dihormati karena dianggap dewa pencipta yang memiliki ragam seni tersendiri.
mempunyai kekuasaan mutlak atas nasib kehi- Keaneka ragam bentuk seni, khususnya tari
dupan manusia, mahluk yang tidak nampak, tradisional Papua juga mengalami pergeseran
juga dalam unsur alam tertentu (angin, hujan, fungsi dan nilai budaya yang merupakan akibat
petir, pohon besar, sungai, pusaran air, dasar kontak dengan kebudayaan dari luar Papua.
laut, tanjung tertentu). Kekuatan alam itu Seperti halnya Tari Pancar, tari Lemon Nipis
dibujuk untuk melindungi manusia dengan

54
Enos H. Rumansara-Memahami Kebudayaan Lokal Papua Suatu Pendekatan Pembangunan …

(Jayapura), tari Mapia, tari Balengan dan tari


Dero di Meruke. A. Kasus Pembangunan Rumah Sehat di
Kesenian di Papua pada dasar-nya tidak Lembah Balim (Tahun 1980-an)
bisa di pisahkan dari sistem Religi mereka karna Pembangunan Rumah Sehat yang merupakan
dalam penyelenggaraannya upacara agama program dari yang dikenal dengan istilah
tradisional disitu pula ditampilkan seni sebagai Bandes (bantuan desa) dan Bansos (bantuan
bagian yang tidak terpisahkan dari upacara sosial). Program pembangunan rumah sehat ini
tersebut. adalah program nasional sehingga model rumah
Apa yang telah dijelaskan di atas mem- dan pola pemukimannya didisain langsung dari
berikan gambaran bahwa untuk orang Papua pemerintah pusat dibangun di di seluruh wilayah
haruslah memahami budaya terutama nilai budaya Indonesia, termasuk Wamena Lembah Baliem-
atau kearifan lokal yang dimiliki oleh setiap Papua. Rumah-rumah sehat tersebut setelah
etnik yang menyebar pada 4 zona ekologis di dibangun masyarakat local tidak menggunakan-
tanah Papua. Ada beberapa program pembangunan nya karena tidak sesuai dengan pola pemukiman
yang mengalami kegagalan kerena penyusunan tradisionan serta nilai-nilai budaya yang mengatur
programnya bersit dari atas (top down) jadi hubungan-hubungan sosial yang mereka miliki
mengabaikan kearifan local. secara turun temurun.

IV. Kasus Pembangunan Yang Mengabaikan B. Transmigrasi local di Koya (1980-an)


Kearifan Lokal di Tanah Papua Kasus translok (transmigrasi local) yaitu
Pembangunan yang berbasis Kerifan lokal pemindahan pendukuk masyarakat local
adalah sistem pembangunan yang dalam peren- disatukan dengan masyarakat luar (orang Jawa,
canaannya selalu memperhatikan dan menghargai Nusa Tenggara Timur). Tujuan utama peme-
nilai-nilai budaya dan hak-hak ulayat masyarkatat rintah adalah agar terjadi pengalihan tehnologi
local sebagai bagian dari suatu perencanaan. bertani kepada masyarakat local. Kasus di
Sebaliknya, pembangunan yang tidak berbasis lokasi pemukiman transmigran di Koya-
kearifan local adalah pembangunan yang dalam Jayapura yang menyatukan transmiran local
perencanaannya tidak memperhatikan dan dengan transmigran dari luar. Masyarakat lokal
meng-hargai nilai-nilai budaya local. Dalam yang dipindahkan adalah keluarga dari orang
kenyataannya pembangunan yang tidak berbasis Tobati yang latar belakangnya penangkap ikan
pada kearifan local selalu meng-alami hambatan di laut (Nelayan) yang dipaksakan untuk
bahkan kegagalan dalam hal pencapaian program bertani. Kelompok tanslok akhirnya satuan
pembangunan (fisik dan non fisik) dan pe- kemudian kembali ke kampung aslinya dan
manfaatannya. Dari beberapa kajian yang melanjutkan pekerjaannya sebagai nelayan.
dilakukan ditemukan bahwa sebagian besar
pembangunan yang mengalami kegagalan adalah C. Ternak Domba Bantuan Presiden di
pembangunan yang bersifat top down (Langsung Lembah Balliem (1980-an)
dari pusat) sehingga tidak mengenal kondisi Bantuan ternak domba yang diberikan oleh
daerah terutama yang berhubungan dengan Presiden kepada orang Lani di Lembah Balliem
nilai-nilai budaya yang mengatur hubungan- pedalaman Papua. Daerah ini sangat dingin dan
hubungan yang dikemukakan di atas. ternak lokalnya adalah Babi. Dalam budaya
Ada beberapa contoh kasus pembangunan mereka jumlah ternak babi yang dimilikinya dapat
pada zaman Orde Baru di tanah Papua yang menentukan status sosialnya karena ternak babi
mengalami kekegagalan karena tidak memperhati- adalah hartanya. Selain itu, babi mempunyai nilai
kan dan menghargai nilai-nilai budaya yang religious kerena berhubungan dengan mitologi
mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, asal usul orang Lani dan setiap upacara adat
manusia dengan sesama dan manusia dengan harus potong babi. Kemudian pemerintah masuk
lingkungan, yaitu : bantuan ternak domba untuk menggantikan posisi

55
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.1. Februari 2015

babi dalam kehidupan budaya mereka tetapi pada V. Kesimpulan dan Rekomendasi
akhirnya ternak domba gagal. A. Kesimpulan
Uraian yang dikemukakan di atas
D. Kasus pemanfaatan tanah di Papua disimpulkan bahwa :
(Palang Kantor/ Rumah Sakit) 1. Orang Papua terdiri dari 254 suku bangsa
Banyak sekali terjadi konflik tanah di mereka tersebar mendiami 4 (empat) zona
Papua, nilai-nilai sakral yang mengatur tanah ekologis dengan memiliki karakteristik sosial
adat mengalami pergeseran. Nilai ekonomi budaya yang berbeda antara satu suku
sangat kuat kerena digiurkan dengan mahalnya dengan suku lainnya. Hal demikian dapat
tanah membuat etika, norma, aturan dan hukum terlihat dari perbedaan yang ada pada
adat yang mengatur tentang pemanfaatan tanah unsur-unsur budaya setiap suku bangsa,
sudah tidak dihiraukan sehingga ketika pemilikan yaitu mulalai dari bahasa, sistem mata
tanah secara komunal (pemilikan adat) berpindah pencharian hidup, sistem religi, oraganisasi
kepada pemilikan individual/ pribadi aturan yang sosial, kesenian dan peralatan tradicional
mengatur hubungan manusia dengan lingkungan yang mereka miliki.
tidak berlaku dan lingkungan mejadi rusak. Contoh 2. Banyak kegagalan pembangunan terjadi
kasus, areal pohon bakau di Hamadi dan areal disebabkan selama masa Orde Baru program
hutan sagu yang menghubungkan Abepura dan pembangunan yang dilakukan bersifat Top
Kotaraja habis dibabat. Masyarakat local tidak Down sehingga mengabaikan kearifal local
memiliki lahan untuk melakukan aktivitas perencanaan pembangunan yang diselaksana-
mencari makannya. kan di Indonesia, khususnya di Papua.
Selain itu, masih banyak kasus yang pem- 3. Pembangunan pada era Reformasi pun
bangunan di Papua yang mengalami kegagalan mengalami hal yang sama dimana peren-
karena mengabaikan kearifan Lokal dalam peren- canaan dilakukan di daerah, namun para
canaan pembangunan. Khusus di Papua hampir perencana belum memahami betul nilai-nilai
sebagian besar program pembangunannya tidak budaya yang dimiliki oleh setiap etnik, dan
pernah dilibatkan masyarakat local dalam proses selalu menyamaratakan pembangunan dengan
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi menggunakan tolak ukur satu etnik sedangkan
pembangunan sehingga kondisi ini tetap 254 etnik lainnya diabaikan.
berlangsung hingga era-Revormasi. Kesempatan
pemeritah pusat mengeluarkan Undang Undang B. Rekomendasi
Nomor: 21 Tahun 2001 tentang daerah Otonomi Merujuk pada uraian tentang kondisi
Khusus (Otsus) memberikan kesempatan untuk karakteristik sosial budaya orang Papua yang
masyarakat ikut terlibat dalam proses pemba- telah dikemukakan maka berikut ini dikemuka-
ngunan, misalnya program RESPEK (Rencana kan rekomendasi dalam membangun orang Papua
Strategi Pembangunan Ekonomi Kampung) sebagai berikut.
namun hingga saat ini hanya terlihat pemba- 1. Untuk membangun orang Papua disemua
ngunan fisiknya, sedangkan manusianya boleh bidang, jangan menyamaratakan programnya
dikatakan belum menyentuh mereka. akan tetapi menyesuaikan program dengan
Menurut pemahaman saya, karena belum karakteristik sosial budaya masya-rakar
memahami kondisi social budaya masyarakat dengan memperhatikan 4 zona ekologis yang
local yang sangat berbeda antara satu kelompok ada di tanah Papua, sehingga program-
etnik dengan kelompok etnik yang lain. Sehu- program pembangunan tersebut tidak berten-
bungan dengan itu, maka melalui tulisan ini tangan dengan nilai-nilai budaya yang ada
dihimbau agar membangun masyarakat yang pada masyarakat yang menjadi sasaran
masih kuat sistem social dan budayanya pembangunan itu.
sangatlah penting memahami nilai-nilai budaya 2. Pendekatan pembangunan bidang keamanan
lokalnya yang dikenal dengan Kearifan Lokal. di tanah Papua perlu diganti dengan meng-

56
Enos H. Rumansara-Memahami Kebudayaan Lokal Papua Suatu Pendekatan Pembangunan …

gunakan pendekatan yang tidak menimbulkan Kamma, F.C. 1970. A Spontaneous”Capitalis”


perasaan orang Papua bukan bagian dari Revulution in the WesternVogelkop Area
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) of West Irian Anniverssary Contribution
akan tetapi menggunakan pendekatan yang to Anthropology: Twelve Essays.
menimbulkan perasaan orang Papua bahwa Leiden,132-142.
mereka adalah bagian dari NKRI, yaitu Kamma, F.C. . 1972 Koreri : Messianic
melalui pendekatan budaya. Pendekatan Movement In The Biak-Numfor- Culture
Kebu-dayaan yang dimaksud, yaitu pen- Area. The Hague-Mathinus Nijhoff.
dekatan yang mengutamakan kebudayaan Kamma, F.C. 1981, 1982, 1984. Ajaib Di
sebagai media atau alat pembangunan. Mata Kita : Masalah Komunikasi Timur
Melalui pendekatan ini di kemukakan dan Barat dilihat dari Sudut Pengalaman
bahwa kebudayaan asli dapat dan harus Selama seabad Pekabaran Injil di Irian
digunakan sebagai media yang memungkin- Jaya (Jilid I, II, III ). Penerjemah :
kan pembangunan dapat berlangsung dengan Koesalah Soebagyo Toer dengan bantuan
sukses, karena : dr. Th. van den End. Jakarta : Penerbit
- Unsur-unsur budaya mempunyai legitimasi BPK Gunung Munung Mulia.
tradisional di mata orang-orang yang menjadi Kasiepo, M. dkk. 1979. Pembangunan Masyarakat
sasaran program pembangunan di tanah Pedalaman Irian Jaya, Jakarta: Pustaka
Papua. Sinar Harapan.
- Unsur-unsur budaya secara simbolik Keesing, .M.R. 1989/1992. Antropologi Budaya:
merupakan bentuk komunikasi yang paling Suatu Perspektif Kontemporer (Jilid I-II).
berharga dari penduduk setempat. Jakarta : Erlangga.
- Unsur-unsur budaya mempunyai aneka Koentjaraningrat. 1963. Penduduk Irian Barat,
ragam fungsi yang sering dijadikan sebagai Djakarta: Balai Pustaka.
sarana yang paling berguna untuk suatu Koentjaraningrat. 1970. Keseragaman dan
perubahan. Aneka Warna Manusia Irian Barat,
Jakarta:LKKN-LIPI.
References Koentjaraningrat . 1974. Beberapa Pokok
Abdilah, Ubed S. 2002. Politik Identitas Etnis : Antropologi Sosial. Cetakan ke dua.
Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Jakarta, Penerbit Dian Rakyat.
Magelang: Penerbit Yayasan Indonesiatera. Koentjaraningrat . 1994. Reaksi Penduduk Asli
Andrianto, Tuhana Taufiq. 2001. Mengapa terhadap Pembangunan dan Perubahan
Papua Bergolak ? Yogyakarta, Penerbit : dalam “IRIAN JAYA MEMBANGUN
Gama Global Media. MASYARAKAT MAJEMUK”. Jakarta :
Boelaars, J. 1983. Filsafat Manusia Orang Penerbit Djambatan.
Irian (dalam Majalah PRISMA No.12. Mansoben, Johz. R. 1980. “Gerakan Koreri di
November-Desember. Daerah Biak, Antara 1938 – 1943”.
Boelaars, J. 1983 Manusia Irian : Dahulu, Dalam Majalah PRISMA, No. 8 Agustus
Sekarang dan Masa Depan. Jakarta, 1980. LP3S.
PT.Gramedia. Mansoben, Johz. R. 1995. Sistem Politik
Erari, Phil K. 1999. Tanah Kita, Hidup Kita : Tradisional di Irian Jaya. Jakarta. LIPI
Hubungan Manusia dan Tanah di Irian Jakarta.
Jaya sebagai Persoalan Teologis. Jakarta Ngadisah. 2001. Konflik Pembangunan dan
: Pustaka Sinar Harapan. Gerakan Sosial Politik di Papua.
Eriksen, Thomas H. 1998. Ethnicity & National Yogyakarta. Penerbit Pustaka Raja.
: Anthropological Perspectives. London. Rumansara, Enos. 2009. Koreri dalam Gerakan
Pluto Press. Perlawanan Papua Merdeka (Disertasi).
Universitas Indonesia Jakarta.

57
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.1. Februari 2015

Rutherford, Danilyn (2005).“Nationalism and Sugiono, Bambang, dkk. 1999. “Akar


Millenarianism in West Papua : Permasalahan dan Alternatif Proses
Institusional Power, Interpretative Penyelesaian Konflik di Papua” dalam
Practice, and the Pursuit of Christian Aceh, Jakarta dan Papua ( Seri I:
Truth”, dalam June Nash (edit), Social Resolusi Konflik). Jakarta : Yayasan
Movements : an Anthropologi Reader. Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan
Blackwell Publishing. Kemitraan Masyarakat Sipil Indonesia
Sterlan, G, John dan Godschalk. 1984. (YAPPIKA)
Kargoisme di Melanesia : Suatu Studi Tambunan, Edwin M. B. 2002. Nasionalsme
tentang Sejarah dan Teologi Kutus Etnis : Kashmir dan Quebee. Semarag.
Kargo. Pusat Studi Irian Jaya, Jayapura. Penerbit : Intra Pustaka Utama.

58

Anda mungkin juga menyukai