Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23 9

PENGARUH EUTROFIKASI TERHADAP KUALITAS AIR DI SUNGAI JENEBERANG

EFFECT OF EUTROPHICATION ON WATER QUALITY IN JENEBERANG RIVER

Andi Nur Afia Alfionita1), Patang 2), Ernawati S.Kaseng3)


1Alumni Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian
2 dan 3 Dosen PTP FT UNM

andinurafia85@gmail.com
ABSTRAK
Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang bermanfaat bagi kehidupan manusia,
seperti dalam bidang pertanian dan proses budidaya perikanan khususnya di Sungai Jneberang.
Sepanjang aliran Sungai Jeneberang terdapat area pesrsawahan, pertambangan dan
pemukiman penduduk yang menyebabkan masuknya bahan organik ke badan aliran sungai.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat eurofikasi yang terjadi di Sunagai
Jeneberang dan juga untuk mengetahui pengaruh eutrofikasi terhapdap kualitas air di sungai
tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriktif dengan menggunakan metode
survei, penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel air pada lima stasiun yakni, daerah
hulu, tengah dan hilir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eutrofikasi telah terjadi di Sungai
Jenebrang dan berada pada status hipertrofik. Selain itu, dari hasil uji regresi diperoleh bahwa
eutrofikasi berpengaruh nyata terhadap kandungan oksigen terlarut dan pH pada sungai
Jeneberang. Namun, eutrofikasi tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan plankton, dan
suhu.
Kata Kunci: Eutrofikasi, pH, suhu, oksigen terlarut, plankton.
ABSTRACT
The river is one of the natural resources that are beneficial to human life, such as in agriculture and
aquaculture processes, particulary in the Jeneberang River. Along the Jeneberang River flow, be found a
rice fields area, mining and resident settlements which causes the entry of organic matter into river flow
bodies. The purpose of this study was to determine the level of eurofication that occurred in the
Jeneberang River and also to determine the effect of eutrophication on water quality in that river. This
research was descriptive research using survey methods, this research was carried out by taking water
samples at five stations namely, upstream, middle and downstream. The results showed that
eutrophication had occurred in the Jenebrang River and was at the hypertrophic status. In addition, the
results of the regression test showed that eutrophication had a significant take effect on dissolved oxygen
content and Ph on the Jeneberang river. However, eutrophication does no significant effect on abundance
plankton, and temperature.
Keywords : Eeutrophication, pH, temperature, dissolved oxygen, plankton

PENDAHULUAN ekosistem yang penting bagi kehidupan


manusia, hewan dan tumbuhan. Sungai
Sungai merupakan aliran air yang
dapat dimanfaatkan sebagai sarana
memanjang dan mengalir terus menerus
transportasi dan air sungai juga dapat
dari hulu menuju hilir. Hulu sungai adalah
dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti
bagian tertinggi dari alur sungai dan
pertanian, industri maupun domestik. Dalam
merupakan awal sumber air masuk ke
sungai terdapat berbagai jenis biota air yang
dalam sungai, sedangkan hilir merupakan
sangat dibutuhkan oleh manusia seperti
bagian alur sungai terendah dan paling
ikan. Pertumbuhan biota air tersebut sangat
dekat dengan muara. Sungai menjadi

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
10 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23

ditentukan oleh kualitas air dan ketersediaan mempengaruhi penggunaan air kimia dan
pakan didalamnya. Namun, stabilitas biologis untuk dimanfaatkan oleh manusia
ekosistem di sungai dapat rusak akibat baik secara langsung maupun tidak
beberapa faktor diantaranya adalah aktivitas langsung.
manusia sebagai penggunanya yang dapat Selain di daerah hulu, aktivitas
membuat sungai tersebut tercemar. manusia juga berlangsung di sepanjang
Peningkatan aktivitas manusia pada sungai terutama di daerah pemukiman.
daerah aliran sungai dikhawatirkan akan Limbah pemukiman ada yang langsung
membawa dampak negatif bagi dialirkan ke sungai sehingga juga dapat
keseimbangan ekosistem yang ada di memberikan dampak negatif terhadap
sungai. Hal ini disebabkan seiring kualitas air sungai. Aktivitas masyarakat
pertumbuhan penduduk yang semakin pesat sehari-hari dapat menyebabkan masuknya
dan banyaknya aktivitas manusia yang bahan pencemar. Menurut Alamsyah (1999)
membuang limbahnya ke sungai. dalam Patang (2009) pencemaran
Pencemaran dan sedimentasi tinggi akibat lingkungan pesisir dan laut dapat
suplai dari daerah aliran sungai terutama diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan
oleh aktifitas penambangan, pertanian tau aktivitas di daratan (land based
maupun oleh limbah rumah tangga (Ayyub, pollution) maupun kegiatan atau aktivitas di
et al., 2018). lautan (Sea based poluution)
Salah satu sungai yang terdapat di Masukan bahan organik yang
Sulawesi Selatan yaitu Sungai Jeneberang. terbawa melalui limbah yang dihasilkan
Sungai ini terdapat di Kabupaten Gowa oleh kegiatan manusia akan masuk ke
dengan hulu terdapat di daerah Bili-Bili dan perairan dan pada kondisi tertentu akan
bermuara di laut lepas yakni Tanjung mengganggu existing perairan.
Bayang. Sepanjang aliran Sungai Kandungan bahan organik yang terlalu
Jeneberang terdapat rumah pemukiman dan tinggi akan menyebabkan perairan
banyak aktivitas manusia yang tentunya mengalami eutrofikasi. Eutrofikasi ialah
menghasilkan limbah dan dibuang langsung pencemaran air yang disebabkan oleh
di sungai. Khususnya di daerah hulu sungai munculnya nutrient yang berlebihan ke
tersebut, terdapat area persawahan yang dalam ekosistem air yang berakibat tidak
dalam usaha budidaya menggunakan bahan terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan air
kimia yang akan menghasilkan limbah. (Simbolon, 2016). Peningkatan kadar
Lahan pertanian tersebut menggunakan bahan organik ditandai dengan terjadinya
pemupukan yang berat sehingga ketika peningkatan fitoplankton dan tumbuhnya
sebagian dari pupuk ini tercuci oleh air hujan air yang meningkat (blooming algae).
maka air limbah pertanian tersebut masuk Bahan organik dan senyawa nutrisi
ke dalam badan air. Tentunya hal tersebut yang muncul dalam badan air kemudian
akan menyumbangkan limbah atau residu didekomposisi oleh bakteri menggunakan
kimia ke sungai dan dapat berdampak pada oksigen terlarut untuk proses biokimia
kualitas airnya. Menurut Patang (2014), maupun proses biodegradasi. Hal ini akan
kualitas air dapat secara luas didefinisikan mengakibatkan penurunan kadar oksigen
sebagai faktor-faktor fisik, yang terlarut dalam badan air. Oksigen

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23 11

merupakan gas tak berbau, tak berasa dan sudah lama juga belum ada yang mengkaji
hanya sedikit terdapat dalam air. Untuk tentang eutrofikasi. Oleh karena itu, pada
mempertahankan hidupnya, makhluk yang penelitian ini mencoba untuk mengkaji
tinggal di dalam air baik hewan maupun pengaruh eutrofikasi terhadap kualitas air di
tumbuhan bergantung pada oksigen terlarut sungai Jeneberang.
ini. Oksigen dibutuhkan untuk pernapasan Tujuan Penelitian
dan proses metabolisme. Eutrofikasi juga Tujuan yang ingin dicapai dalam
dikhawatirkan akan meningkatkan
penelitian ini adalah untuk menganalisis
kandungan amonia yang bersifat toksik adanya eutrofikasi di Sungai Jeneberang,
bagi biota air. Aktivitas manusia di daerah untuk menegetahui kualitas air Sungai
aliran Sungai Jeneberang telah berlangsung Jeneberang dan untuk mengetahui
cukup lama, sehingga diindikasikan air pengaruh eutrofikasi terhadap kualitas air di
sungai tersebut telah mengalami
Sungai Jeneberang
pencemaran terutama disebabkan air
limbah domestik, industri dan pertanian. METODE PENELTIAN
Perubahan tatahguna lahan ditandai Jenis penelitian ini adalah penelitian
dengan meningkatnya aktivitas domestik, deskriptif dengan menggunakan metode
pertanian dan industri akan survei yang bertujuan untuk mengetahui
mempengaruhi kualitas air sungai pengaruh eutrofikasi terhadap kualitas air di
terutama limbah domestik. Telah dilakukan Sungai Jeneberang. Lokasi pengambilan
beberapa penelitian pada sungai sampel air di Sungai Jeneberang dapat
Jeneberang. dilihat pada Gambar 1.
Dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan, selain waktu penelitian yang

Gambar 1 Stasiun Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan pada
lima stasiun yakni:

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
12 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23

1. Titik pengambilan sampel stasiun 1 Status Eutrofikasi Sungai Jeneberang


yaitu di bagian hulu Sungai Jeneberang Sungai Jeneberang merupakan salah
tepatnya di daerah Lebong satu jenis sungai yang terletak di Sulawesi
2. Titik pengambilan sampel Stasiun 2 Selatan yakni Kabupaten Gowa. Banyaknya
yaitu di bagian Sungai Jeneberang aktivitas di sepanjang aliran sungai,
tepatnya di Waduk Bili Bili menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Pada
3. Titik pengambilan sampel Stasiun 3 umumnya aktivitas manusia yang ada di
yaitu di bagian Sungai Jeneberang sekitar Sungai Jeneberang yaitu terdapat
tepatnya di Jembatan Kembar. area persawahan, industri, pertambangan
4. Titik pengambilan sampel Stasiun 4 dan aktivitas rumah tangga yang
yaitu di bagian hilir Sungai Jenebrang buangannya langsung dialirkan ke sungai.
tepatnya di muara. Eutrofikasi adalah masuknya bahan organik
5. Titik pengambilan sampel Stasiun 5 dalam badan air sehingga meningkatkan
yaitu di bagian hilir sungai Jenebrang kesuburan. Salah satu cara penentuan
tepatnya di daerah pantai. tingkat eutrofikasi dalam suatu perairan
Pengambilan sampel dilakukan yakni dengan melakukan pengukuran
sebanyak lima kali pada masing-masing Nitrogen total dan Fosfat perairan tersebut.
stasiun dengan interval waktu satu minggu. Kandungan Nitrogen Total
Data yang digunakan dalam penelitian ini Kandungan Nitrogen total yang
adalah data primer yang diambil secara diperoleh dari hasil pengujian di Sungai
langsung di lokasi, dan data sekunder Jeneberang berkisar antara 85,498 mg/L
yang dikumpukan dari berbagai hasil sampai dengan 109.008 mg/L dapat dilihat
penelitian. pada Gambar 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Rata-rata kandungan Nitrogen setiap stasiun Sungai Jeneberang


Berdasarkan Gambar 2, nilai rata-rata adanya sisa pakan dari budidaya, daerah
N total tertinggi di Sungai Jeneberang yaitu hilir terdapat banyaknya pemukiman
pada Stasiun 5 yakni 109.008 mg/L. penduduk dan terakumulasinya kandungan
Tingginya kadar N total pada Stasiun 5 Nitrogen yang mengalir dari hulu sungai
disebabkan beberapa faktor, salah satu Jeneberang. Berdasarkan observasi
faktor yang sangat mempengaruhi yakni langsung, pada stasiun 5 terdapat beberapa

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23 13

budidaya keramba jaring apung yang analisis Kandungan N total di Sungai


tentunya dalam proses budidayanya Jeneberang dengan menggunakan 5 stasiun
menggunakan pakan buatan. Price dan pengambilan sampel, pada umumnya
Morris (2013) dalam Putri, Widyastuti dan diperoleh kandungan N total yang tinggi
Christiani (2014), menyatakan bahwa KJA yakni 85,498 mg L-1 – 109,008 mg L-1.
memberikan kontribusi Nitrogen di perairan Limbah pakan ikan juga menimbulkan
yaitu dalam betuk sisa pakan yang tidak pencemaran perairan serta meningkatnya
dimakan ikan, feses ikan, dan limbah kadar N dan P yang pada akhirnya terjadi
metabolik ikan berupa amonia juga urea. eutrofikasi (penyuburan).
Pakan yang diberikan kepada ikan Kandungan Fosfat
mengandung sekitar 68%-86% N dilepaskan Kandungan Fosfat yang diperoleh
ke lingkungan perairan dan sisanya dimakan dari hasil pengujian di Sungai Jeneberang
oleh ikan (Price dan Morris, (2013) dalam
berkisar antara 0,878 mg/L sampai dengan
Putri, Widyastuti dan Christiani, 2014). 1,473 mg/L dapat dilihat pada Gambar 3.
Kandungan N total terendah terdapat pada
Stasiun 3. Namun, berdasarkan hasil
2
Konsentrasi Fosfat

1.471 1.473
1.5
1.129
0.878 0.901
(mg/l)

0.5

0
1 2 3 4 5
Stasiun

Gambar 3. Rata-rata kandungan Fosfat setiap stasiun Sungai Jeneberang


Berdasarkan Gambar 3, pada Menurut Sastrawijaya (2000) dalam
umumnya kandungan Fosfat di setiap Silalahi (2009), Fosfat dan Nitrogen
stasiun pengambilan sampel tinggi. merupakan unsur pembatas dalam proses
Kandungan Fosfat paling tinggi ke terendah eutrofikasi. Oleh karena itu, sungai
berturut-turut, Stasiun 3 (1,473 mg L-1), Jeneberang memiliki tingkat kesuburan yang
Stasiun 1 (1,471 mg L-1), Stasiun 2 (1,129 tinggi atau terjadi eutrofikasi berdasarkan
mg L-1), Stasiun 5 (0,901 mg L-1) dan hasil pengukuran Nitrogen Total dan Fosfat .
Stasiun 4 (0,878 mg L-1). Tingginya Hal ini didasarkan tingkatan trofik yang
kandungan Fosfat di Stasiun 3 disebabkan dikemukakan oleh Brahmana dan Firdaus
karena sepanjang aliran sungai menuju (2012) tingkat eutrofikasi yang terjadi pada
Stasiun 3 terdapat tambang pasir, industri suatu perairan biasanya dinyatakan dengan
pengolahan air dan limbah rumah tangga status trofik
yang buangannya langsung dialirkan ke Kandungan Fosfat di perairan Sungai
badan sungai. Jeneberang tergolong tinggi dengan rata-
rata 0,878 mg L-1 sampai dengan 1,473 mg

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
14 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23

L-1. Kandungan Fosfat dalam air merupakan perairan waduk saguling adalah eutrofik
karakteristik kesuburan perairan yang karena berada pada kisaran 0,035- 0,1 mg
bersangkutan. Tingginya kandungan Fosfat L-1.
di Sungai Jeneberang umumnya disebabkan Sama halnya dengan nutrien yang
karena banyaknya unsur hara yang masuk lain, Fosfat di perairan sangat dimungkinkan
ke dalam badan sungai yang berasal dari berasal dari daratan. Sumber utama Fosfat
pemukiman, industri, area persawahan dan adalah pemupukan dari kegiatan pertanian
peternakan masyarakat. Pada umumnya dan pertambakan, limbah industri atau
perairan yang mengandung Fosfat antara bahkan limbah rumah tangga.
0,03-0,1 mg L-1 adalah perairan yang Kualitas Air dan Pengaruh Eutrofikasi
oligotrofik. Kandungan antara 0,11 -0,3 mg terhadap Kualitas Air
L-1 perairan yang mesotrofik dan kandungan pH
antara 0,31 –1,0 mg L-1 adalah perairan
Hasil pengukuran pH pada aliran
eutrofik (Hidayat, 2001). Sejalan dengan Sungai Jeneberang berkisar antara 6,28
peneltian Hariani (2013) menunjukkan sampai dengan 7,98 dapat dilihat pada
bahwa berdasarkan kandungan Fosfat di Gambar 4.
setiap stasiun menunjukkan bahwa status

10
7.44 7.98
8 6.62 6.28 6.64
6
pH

4
2
0
1 2 3 4 5
Stasiun

Gambar 4. Rata-rata kandungan pH setiap stasiun Sungai Jeneberang


Hasil uji regersi berganda pengaruh secara simultan terhadap pH di Sungai
eutrofikasi yakni Nitrogen total dan Fosfat Jeneberang dapat dilihat pada Tebel 1.
Tabel 1 Nilai koefisien regeresi, korelasi, koefesien determinan dan uji regresi
Koefesien F Tabel
Variabel R R2 F Hitung
Regeresi 5% 1%
Kostanta 6,709
X1 0,012 0,593 0,352 5,967 3,44 5,719
X2 -0,778
Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian, 2018
Persamaan regresi pH pada Sungai Nilai pH setiap stasiun pada sungai
Jeneberang yaitu: Jeneberang berdasarkan pengamatan
y = 6,709 + 0,012X1 - 0,778X2 setiap minggunya yakni berkisar antara 6 -

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23 15

8. Kondisi ini dapat dikatakan baik karena daerah sungai. Hal ini sejalan dengan
masih berada dalam kisaran baku mutu air pendapat Susana (2009) bahwa kenaikan
kelas II. Berdasarkan Peraturan Pemerintah pH yang terjadi dari arah sungai ke arah laut
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, disebabkan terjadinya pencampuran antara
pH air yang masuk kategori kelas II yaitu 6-9 air tawar bersalinitas rendah yang berasal
artinya kualitas air tersebut dapat digunakan dari daratan dengan air laut yang
untuk prasarana/sarana rekreasi air, bersalinitas lebih tinggi. Menurut Nurdin
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, (2009) dalam Wanna, et al. (2017) pada
air untuk mengairi pertanaman, dan atau umumnya nilai pH di perairan rendah
peruntukan lain yang mempersyaratkan bersamaan dengan rendahnya kandungan
mutu air yang sama dengan kegunaan mineral yang ada atau sebaliknya.
tersebut. Berdasarkan uji regresi berganda
Kandungan pH tertinggi diperoleh hubungan Eutrofikasi dengan pH di Sungai
pada Stasiun 5 dengan nilai 7,98. Tingginya Jeneberang diperoleh F hitung lebih besar
derajat keasaman pada Stasiun 5 diduga dari F tabel 1%. Hal ini menunjukkan bahwa
karena adanya kotoran organisme air eutrofikasi memberikan pengaruh sangat
terutama kotoran ikan yang dibudidayakan nyata terhadap pH. Koefesien korelasi (R)
dalam keramba jaring apung dan buangan pada Sungai Jeneberang yaitu 0,593
dari pemukiman dan industri rumah tangga menunjukkan hubungan variabel bebas (X)
yang ada di daerah sekitar aliran sungai terhadap (Y) adalah positif sedang karena
Jeneberang. Menurut Connel (1995), nilai lebih dari 0,5. Koefesien determinan (R2) =
pH dapat dipengaruhi oleh kotoran 0,352 menunjukkan ketepatan model
organisme air yang mengandung ammonia tersebut baik karena mendekati 50%,
yang dapat meningkatkan derajat keasaman diartikan bahwa pengaruh eutrofikasi yang
(pH) yakni menjadi basa. Perairan yang merupakan variabel bebas terhadap pH di
memiliki kadar pH ideal bagi kehidupan Sungai Jeneberang yaitu sebesar 35,2 %
organisme akuatik pada umumnya berkisar dan sisanya sebesar 64,8 % ditentukan oleh
antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang faktor-faktor lain yang tidak digunakan
asam akan membahayakan kelangsungan dalam analisis ini.
hidup organisme karena menyebabkan Oksigen Terlarut (DO)
terjadinya berbagai gangguan seperti Hasil pengukuran oksigen terlarut
gangguan metabolisme dan respirasi, pada aliran Sungai Jeneberang berkisar
termasuk pada benthos (Barus, 2004). antara 5,4 mg/L samapi dengan 6,84 mg/L
Selain itu pada lokasi ini yaitu daerah muara dapat dilihat pada Gambar 5.
yang memiliki salinitas atau kadar garam
yang lebih tinggi dibandingkan dengan

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
16 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23

8 6.7 6.84

Oksigen Terlarut
5.6 5.4 5.42
6

(mg/l)
4
2
0
1 2 3 4 5
Stasiun

Gambar 5. Rata-rata kandungan oksigen terlarut setiap stasiun Sungai Jeneberang


Hasil uji regersi berganda pengaruh Sungai Jeneberang dapat dilihat pada Tabel
eutrofikasi yakni Nitrogen total dan Fosfat 2.
secara simultan terhadap oksigen terlarut di
Tabel 2 Nilai koefisien regeresi, korelasi, koefesien determinan dan uji regresi
Koefesien F Tabel
Variabel R R2 F Hitung
Regeresi 5% 1%
Kostanta 4,242
X1 0,018 0,529 0,280 4,274 3,44 5,719
X2 0,004
Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian, 2018
Persamaan regresi oksigen terlarut cukup jernih, pendapat ini sejalan dengan
pada Sungai Jeneberang yaitu: pendapat Patty (2013) mengemukakan
y = 4,242 + 0,018X1 + 0,004X2 bahwa tingginya kadar oksigen terlarut di
Oksigen terlarut atau dissolved perairan lepas pantai, dikarenakan airnya
oxygen (DO) merupakan variabel kualitas air jernih sehingga dengan lancarnya oksigen
yang sangat penting dalam kegiatan yang masuk kedalam air tanpa hambatan
budidaya. Semua organisme akuatik melalui proses difusi dan proses
membutuhkan oksigen terlarut untuk fotosintesis. Kandungan oksigen terlarut
metabolisme. Berdasarkan hasil regresi terendah diperoleh pada Stasiun 3 yakni 5,4
menunjukkan adanya pengaruh eutrofikasi mgL-1. Redahnya oksigen terlarut pada
terhadap oksigen terlarut, serta berdasarkan Stasiun 3 dikerenakan pada daerah ini
gambar Gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat berbagai industri dan dekat dengan
konsentrasi oksigen teralarut tertinggi di pemukiman warga yang dapat memberikan
Sungai Jeneberang terdapat pada Stasiun 4 masukan bahan organik sehingga
yakni 6,84. dibutuhkan banyak oksigen untuk mengurai
Tingginya kandungan oksigen terlarut bahan organik tersebut baik secara kimiawi
pada Stasiun 4 disebabkan karena pada maupun biologis.
lokasi ini pertemuan antara air laut atau Menurut Patty (2013) bahwa limbah-
muara sehingga air pada perairan tersebut limbah dan kotoran yang berasal dari

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23 17

darat masuk ke peraiaran melalui aliran- ini akan menyebabkan penurunan kadar
aliran air tawar. Dengan demikian banyak oksigen terlarut karena oksigen tidak dapat
oksigen yang diperlukan untuk diproduksi, sementara organisme akuatik
penguraiannya, baik secara biologis tetap mengkonsumsi oksigen.
maupun kimiawi. Menurut Yuliastuti (2011) Fardiaz (1992) dalam Nur, et al
bahwa rendah dan menurunnya konsentrasi (2016), menyatakan bahwa kejenuhan
oksigen terlarut mengindikasikan terjadinya oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu air,
pencemaran bahan-bahan organik terutama semakin tinggi suhu maka konsentrasi
oleh air limbah domestik terutama didaerah oksigen terlarut semakin turun.
pemukiman dan aktivitas peternakan. Berdasarkan uji regresi berganda
Rendahnya kisaran DO tersebut merupakan hubungan Eutrofikasi dengan oksigen
indikasi kuat telah terjadi pencemaran yang terlarut (DO) di Sungai Jeneberang
diduga disebabkan limbah pemukiman dan diperoleh F hitung lebih besar dari F tabel
berpotensi menyebabkan pencemaran. 5%. Hal ini menunjukkan bahwa eutrofikasi
Hasil pengurkuran DO dari hulu ke memberikan pengaruh nyata terhadap
hilir sungai Jeneberang pada masing- oksigen terlarut. Koefesien korelasi (R) pada
masing stasiun berdasrkan hasil Sungai Jeneberang yaitu 0,529
pengamatan setiap minggunya berkisar menunjukkan hubungan variabel bebas (X)
antara 5,4 – 6,84 mg L-1 yang artinya masih terhadap (Y) adalah positif sedang.
dalam kondisi normal. Dan masih Koefesien determinan (R2) = 0,280
memenuhu syarat baku mutu air kelas II PP menunjukkan ketepatan model tersebut
NO. 82 Tahun 2001. Sejalan dengan baik karena mendekati 50%, diartikan
pendapat Kristanto (2004) bahwa kehidupan bahwa pengaruh eutrofikasi yang
di air dapat bertahan jika terdapat oksigen merupakan variabel bebas terhadap oksigen
terlarut minimal sebanyak 5 ppm atau 5 mg terlarut di Sungai Jeneberang yaitu sebesar
L-1, selebihnya bergantung kepada 28,0 % dan sisanya sebesar 72,0 %
ketahanan organisme, derajat aktif, ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak
kehadiran bahan pencemar dan suhu air. digunakan dalam analisis ini. Dengan
Novotny dan Olem (1994) dalam Effendi demikian, model ini sangat dapat digunakan
(2003) menyatakan bahwa sumber oksigen dalam pendugaan pengaruh eutrofikasi
terlarut dapat berasal dari difusi oksigen terhadap kualitas air khusunya oksigen
yang terdapat di atmosfer. terlarut dalam sebuah perairan.
Oksigen terlarut juga berasal dari Suhu
aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan Hasil pengukuran suhu pada aliran
fitoplankton. Pada saat cuaca mendung atau Sungai Jeneberang berkisar antara 24 oC
hujan dapat menghambat pertumbuhan sampai dengan 29,8oC dapat dilihat pada
fitoplankton, karena kekurangan sinar Gambar 6.
matahari untuk proses fotosintesis. Kondisi

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
18 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23

40
28.6 28.8 28.6 29.2

Suhu (oC)
30 24.2
20
10
0
1 2 3 4 5
Stasiun

Gambar 6. Rata-rata suhu setiap stasiun Sungai Jeneberang


Hasil uji regersi berganda pengaruh secara simultan terhadap suhu di Sungai
eutrofikasi yakni Nitrogen total dan Fosfat Jeneberang dapat dilihat pada Tebel 3.
Tabel 3 Nilai koefisien regeresi, korelasi, koefesien determinan dan uji regresi
Koefesien F Tabel
Variabel R R2 F Hitung
Regeresi 5% 1%
Kostanta 28,621
X1 0,010 0,319 0,102 1,243 3,44 5,719
X2 -1,447
Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian, 2018
Persamaan regresi suhu pada Sungai Suhu tertinggi terdapat pada Stasiun
Jeneberang yaitu: 4 dan 5, hal ini dikarenakan waktu
y = 28,621 + 0,010X1 – 1,447X2 pengamatan dilakukan pada pukul 10.00
Berdasarkan hasil pengamatan suhu WITA. Faktor kedalaman juga menjadi
yang disajikan pada Gambar 6 dapat dilihat penyebab berbedanya suhu di setiap
bahwa suhu disetiap stasiun pengambilan stasiun. Suhu menurun seiring dengan
sampel di Sungai Jeneberang disetiap meningkatnya kedalaman pada setiap
minggunya masuk kategori normal suhu stasiun dan waktu pengamatan. Officer
perairan yakni berkisar 24-30oC. Suhu ini (1976) mengemukakan bahwa kondisi suhu
masih di atas kisaran suhu air di perairan air di suatu perairan di pengaruhi terutama
laut, dimana nilai suhu di lapisan permukaan oleh kondisi atmosfir, cuaca dan
laut yang normal berkisar antara 20-30oC intensitas matahari yang masuk ke laut.
(Nybakken, 1988). Menurut Nontji (2002) Kecenderungan suhu air yang demikian
dalam Trisna et al., (2001), suhu air disebabkan adanya perbedaan intensitas
permukaan di perairan Indonesia pada cahaya matahari yang mampu diserap
umumnya berkisar antara 28-31°C. Suhu pada setiap kedalaman, seiring dengan
terendah terdapat pada Stasiun 1 yakni bertambahnya kedalaman, pemanasan air
berkisar 24 oC, hal ini dikarenakan pada oleh sinar matahari akan semakin
lokasi pengambilan sampel di daerah berkurang. Menurut Nurfitriani, dkk. (2017)
pegunungan dan waktu pengambilan perbedaan suhu disebabkan oleh cuaca
sampel pada pagi hari. cerah/panas dan daerah tersebut lapang

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23 19

tidak adanya penutupan tumbuhan Berdasarkan uji regresi berganda


mangrove sehingga matahari melepaskan hubungan Eutrofikasi dengan suhu di
panasnya dengan sempurna. Sungai jeneberang diperoleh F hitung lebih
Berdasarkan parameter suhu perairan kecil dari F tabel 5%. Hal ini menunjukkan
sungai Jeneberang tergolong dalam mutu bahwa eutrofikasi tidak memberikan
baku air minum kelas II PP No. 82 tahun pengaruh terhadap suhu. Koefesien korelasi
2001. Kenaikan suhu dapat mempengaruhi (R) pada Sungai Jeneberang yaitu 0,319
plankton. Kisaran suhu optimum bagi menunjukkan hubungan variabel bebas (X)
pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah terhadap (Y) adalah positif rendah.
20-30 0C (Effendi, 2003). Hal ini berarti, Koefesien determinan (R2) = 0,102
suhu air sungai mampu menunjang menunjukkan ketepatan model tersebut
pertumbungan fitoplankton. Suhu yang kurang baik karena tidak mendekati 50%,
signifikan berpengaruh terhadap diartikan bahwa pengaruh eutrofikasi yang
kelimpahan fitoplankton kemungkinan merupakan variabel bebas terhadap suhu di
terkait dengan intensitas cahaya, yakni Sungai Jeneberang yaitu sebesar 10,2 %
kecenderungan meningkatnya suhu dan sisanya sebesar 89,8 % ditentukan oleh
mengikuti peningkatan intensitas faktor-faktor lain yang tidak digunakan
penyinaran. Oleh karena itu, pengaruh dalam analisis ini. Dengan demikian, model
langsung suhu dalam hubungannya dengan ini dapat digunakan dalam pendugaan
metabolisme mungkin relatif lebih rendah pengaruh eutrofikasi terhadap kualitas air
jika dibandingkan dengan pengaruh khusunya suhu dalam sebuah perairan.
cahaya terhadap fotosintesis yang Kelimpahan Plankton
menyebabkan perubahan pertumbuhan dan Hasil pengujian kelimpahan plankton
kelimpahan fitoplankton. Menurut Alpine di laboratoritum pada aliran Sungai
dan Cloern (1988) dalam Hatta, et al. Jeneberang diperoleh kelimpahan antara
(2010), intensitas cahaya merupakan 3418 ind/L sampai dengan 13158 ind/L
faktor utama yang mengontrol
dapat dilihat pada Gambar 7.
pertumbuhan fitoplankton.
14000 13158
Kelimpahan Plankton

12000
10000
8000
(ind/L)

6000 5046
3418 3984 3940
4000
2000
0
1 2 3 4 5
Stasiun

Gambar 7. Rata-rata klimpahan plankton setiap stasiun Sungai Jeneberang


Hasil uji regersi berganda pengaruh plankton di Sungai Jeneberang dapat dilihat
eutrofikasi yakni Nitrogen total dan Fosfat pada Tebel 4.
secara simultan terhadap kelimpahan

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
20 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23

Tabel 4 Nilai koefisien regeresi, korelasi, koefesien determinan dan uji regresi
Koefesien F Tabel
Variabel R R2 F Hitung
Regeresi 5% 1%
Konstanta 2702,331
X1 32,854 0,186 0,035 0,394 3,44 5,719
X2 -55,706
Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian, 2018
Persamaan regresi kelimpahan Annelida, Unidentified Larva Crustacea,
plankton pada Sungai Jeneberang yaitu: Bivalvia, Temora Sp, Calanus Sp.
y = 2702,331 + 32,854X1 - 55,706X2 Kelimpahan plankton pada Sungai
Perubahan kualitas perairan, erat Jeneberang menunjukkan bahwa
kaitannya dengan potensi perairan terutama kelimpahan plankton tertinggi berada pada
ditinjau dari keanekaragaman dan Stasiun 5 yaitu dengan nilai kelimpahan
komposisi fitoplankton. Keberadaan 13.158 ind/L. Hal ini dikarenakan daerah
plankton di suatu perairan dapat tersebut banyak mendapat masukan dari
memberikan informasi mengenai kondisi luar yang berasal dari pemukiman yang
suatu perairan, sehingga plankton sebagai padat sekitar lokasi pengamatan, limbah
parameter biologi yang dapat dijadikan domestik dan buangan pakan KJA.
indikator untuk mengevaluasi kualitas dan Kelimpahan terendah terdapat pada stasiun
tingkat kesuburan suatu perairan. Adanya 1 yaitu 3428 ind/L. Pada lokasi ini
jenis plankton yang hidup dan blooming merupakan daerah hulu yang kandungan
karena zat tertentu. Sehingga dapat nutrisinya lebih sedikit dari kandungan
memberikan gambaran mengenai keadaan nutrisi yang ada. Kelimpahan yang tidak
suatu perairan yang sesungguhnya merata cenderung menyebabkan
(Fachrul, 2005). terdapatnya salah satu jenis fitoplankton
Berdasarkan hasil indentifikasi jenis yang mendominasi. Hal ini berakibat
dan kelimpahan pankton pada masing- terjadinya blooming sewaktu-waktu. Jika
masing stasiun pada lokasi pengamatan di nutrisi berlebih di perairan tersebut. Secara
Sungai Jeneberang menunjukkan bahwa umum berdasarkan kategori kelimpahan
jenis fitoplankton yang ditemukan di stasiun fitoplankton dan zooplankton berdasarkan
1 yaitu Rhizosolenia Sp, Coscinodiscus Sp, kesuburan perairan pada lokasi penelitian
Bidulphia Sp Peridinium Sp. Stasiun 2 yaitu termasuk dalam perairan mesotrofik atau
jenis Coscinodiscus Sp. Stasiun 3 yaitu jenis kesuburannya sedang. Hal ini sesuai
Rhizosolenia Sp, Coscinodiscus Sp, dengan pernyataan Raymont (1963) dalam
Bacillaria Sp. Stasiun 4 yaitu jenis Rahman (2010), yang menyatakan bahwa
Rhizosolenia Sp, Coscinodiscus Sp, perairan oligotrofik memiliki kelimpahan
Bidulphia Sp. Stasiun 5 yaitu jenis fitoplakton antara 0-2000 ind/L dan
Rhizosolenia Sp, Coscinodiscus Sp, perairan mesotrofik memiliki kelimpahan
Bidulphia Sp. Sedangkan jenis zooplankton fitoplankton yang berkisar antara 2000-
yang ditemukan yaitu Unidentified Larva 15000 ind/L serta perairan eutrofik

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23 21

memiliki kelimpahan fitoplankton >15000 variabel bebas terhadap kelimpahan


ind/L. plankton di Sungai Jeneberang yaitu
Kadar Nitrogen dan Fosfat yang di sebesar 3,5 % dan sisanya sebesar 96,2 %
dapatkan di masing – masing stasiun ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak
penelitian cukup tinggi, sehingga plankton digunakan dalam analisis ini. Dengan
memanfaatkan makronurien tersebut untuk demikian, model ini sangat dapat digunakan
mengoptimalkan pertumbuhannya. dalam pendugaan pengaruh eutrofikasi
Tingginya unsur hara tersebut karena terhadap kualitas air khusunya kelimpahan
adanya kegiatan pertanian di sekitar Sungai plankton dalam sebuah perairan.
Jeneberang sehingga limpasan pupuk KESIMPULAN
pertanian masuk ke badan air yang di bawa
oleh aliran air hujan. Sisa – sisa unsure hara Berdasarkan uraian pembahasan di atas
dari aktivitas pemupukan, terutama maka dapat disimpulkan bahwa:
pemupukan urea akan terbawa melalui 1. Dari analisis Nitrogen total dan Fosfat
saluran – saluran irigasi ataupu aliran air disungai Jeneberang diperoleh hasil
hujan. Fosfat merupakan nutrisi yang yang menunjukkan bahwa di sungai
esensial bagi pertumuhan suatu organisme tersebut telah terjadi eutrofikasi yang
perairan, Senyawa Fosfat umumnya berasal menunjukkan bahwa perairan tersebut
dari penguraian limbah organik, limbah tergolong kategori subur.
industri, pupuk, ataupun limbah domestik 2. Dari analisis kualitas air Sungai
(Widyastuti et al, 2015). Makarewicz et al. Jeneberang meliputi pH, oksigen
(1998) dalam Hatta (2010) menjelaskan terlarut, suhu dan plankton masih
bahwa perubahan kelimpahan relatif dalam kategori normal berdasarkan
fitoplankton menurut ukuran dan komposisi mutu baku air Nomor 82 Tahun 2001
spesies lebih banyak dipengaruhi oleh 3. Hubungan eutrofikasi terhadap kualitas
faktor lingkungan terutama silikat, total air meliputi pH, oksigen terlarut, suhu
Fosfat, dan N:P, disamping pengaruh dan kelimpahan plankton diperoleh
beberapa jenis zooplankton. bahwa eutrofikasi berpengaruh nyata
Berdasarkan uji regresi berganda terhadap pH dan oksigen terlarut di
hubungan Eutrofikasi dengan kelimpahan Sungai Jeneberang
plankton di Sungai Jeneberang diperoleh F DAFTAR PUSTAKA
hitung lebih kecil dari F tabel 5%. Hal ini
Ayyub, F.R., A. Rauf, dan A. Asni. 2018.
menunjukkan bahwa eutrofikasi tidak
Strategi Pengelolaan Ekosistem
memberikan pengaruh nyata terhadap
Terumbu Karang di Wilayah Pesisir
kelimpahan plankton. Koefesien korelasi (R)
Kabupaten Luwu Timur. Jurnal
pada Sungai Jeneberang yaitu 0,186
Pendidikan Teknologi Pertanian. Vol.
menunjukkan hubungan variabel bebas (X)
4 Maret Suplemen :S56-S65.
terhadap (Y) adalah positif sangat rendah.
Koefesien determinan (R2) = 0,035 Barus, T.A. 2001. Pengantar Limnologi
menunjukkan ketepatan model kurang baik Studi tentang Ekosistem Sungai dan
karena kurang dari 50%, diartikan bahwa Danau. Program Studi Biolgi USU
pengaruh eutrofikasi yang merupakan FMIPA, Medan, Hlm. 5-8.

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
22 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23

Brahmana, S.S., dan A. Firdaus. 2012. Tonjong, Bojonggede, Kabupaten


Potensi Beban Pencemaran Nitrogen, Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Program
Fosfat, Kualitas Air, Status Trofik dan Studi Manajemen Sumberdaya
Stratifikasi Waduk Riam Kanan. Perairan. Fakultas Perikanan dan
Jurnal Sumber Daya Air. Vol. 8 No. 1: Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor
53-66. Irwan, M., Alianto, dan Y.T. Toja. 2017.
Connel, W.D. dan G.J. Miller, 1995. Kondisi Fisik Kimia Air Sungai Yang
Kimia dan Ekootoksikologi. Bermuara Di Teluk Sawaibu
Pencemaran. Penerbit: Universitas Kabupaten Monokwari. Jurnal
Indonesia, Jakarta : 520 hal. Sumber Daya Akuatik Indopasifik.
Vol.1 No. 1.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri.
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Universitas Kristen PETRA Surabaya
Penerbit Kanisius. ANDI. Yogyakarta.
Fachrul, F.M., H. Haeruman, dan L.C. Nur, A.I., H. Syam, dan Patang. 2016.
Sitepu. 2005. Komunitas Pengaruh Kualitas Air Terhadap
fitoplankton sebagai bio-indikator Produksi Rumput Laut (Kappaphycus
kualitas perairan Teluk Jakarta. alvarezii). Jurnal Pendidikan teknologi
Makalah. Seminar Nasional MIPA. Pertanian. Vol. 2 No 1: 27-40
FMIPA-Universitas Indonesia, Nurfitriani, W. Caronge, dan Ernawati, S.
Jakarta. Kaseng. 2017. Keanekaragaman
Hariani, D. 2013. Analisis Kandungan Gastropoda Di Kawasan Hutan
Nutrien (N,P) dan Pendugaan Status Mangrove Alami Di Daerah Pantai
Kesuburan di Waduk Saguling Jawa Kuri Desa Nisombalia Kecamatan
Barat. Skripsi. Depertemen Marusu Kabupaten Maros. Bionature.
Manajemen Sumber Daya Perairan Vol. 18 No. 1: 71-79.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut, Suatu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Pendekatan ekologis. Penerjemah:
Bogor. H. Muh. Eidman. Jakarta: PT
Hatta, M., Kaswadji, R.F. Purba, dan D.R. Gramedia Pustaka.
Monintja. 2010. Hubungan Antara Patty, S. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas
Kelimpahan Fitoplankton Dan Dan Oksigen Terlarut Di Perairan
Parameter Lingkungan Di Perairan Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah
Pantai Kabupaten Barru, Selat Platax. Vol. 1:(3).
Makassar. Forum Pascasarjana Vol.
33 No. 1 Rahman, A. 2010. Penentuan Status Trofik
Wadak Koto Panjang Provinsi Riau
Hidayat, Y. 2001. Tingkat Kesuburan Berdasarkan Kandugan Klorofil-a Dan
Perairan Berdasarkan Kandungan Beberapa Parameter Lingkungan.
Unsur Hara N dan P Serta Struktur Skripsi. Manajemen Sumber Daya
Komunitas Fitoplankton di Situ

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1 (2019) : 9 - 23 23

Perairan. Fakultas Perikanan dan indikator Kualitas Perairan Sekitar


Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Muara Sungai Cisadane. Ilmu Laut
Bogoro. Bogor. Vol. 5. No.2. 33-39.
Patang. 2009. Komposisi Spesies, Pola Trisna, H.S., S. Bambang, dan Marsoedi.
Sebaran Dan Kerapatan Tegakan 2001. Penentuan Status Kulitas
Vegetasi Padang Lamun (Seagrass Perairan Sungai Brantas Hulu dengan
Beds.) Di Pesisir Pantai Kabupaten Biomonitoring Makrozoobenthos:
Pangkep. Politeknik Pertanian Negeri Tinjauan Dari Pencemaran Bahan
Pangkep. Organik. Jurnal BIOSAIN. Vol. 1: 1-9
Patang. 2014. Use Of Antibiotic And Wanna, M., S. Yanto, dan Kadirman. 2017.
Probiotic Controlling Water Quality, Analisis Kualitas Air dan Cemaran
Growth And Suvival Of Shrimp Larvae Logam Berat Merkuri (Hg) dan Timbal
Penaeus Monodon Fabricius. Asian (Pb) pada Ikan di Kanal Daerah
Jr. of Microbiol. Biotech. Env. Sc. Vol. Hertasning Kota Makassar. Jurnal
16, No. (2) : 2014 : 241-245. Pendidikan Teknologi Pertanian.
Vol.3. September Suplemen : S197-
Putri, F.D.M., E. Widyastuti, dan Christiani.
210.
2014. Hubungan Perbandingan Total
Nitrogen dan Total Fosfor dengan Widyastuti, E., Sukanto, dan S. Nuning.
Kelimpahan Chrysophyta di Perairan 2015. Pengaruh Limbah Organik
Waduk Panglima Besar Soedriman, terhadap Status Tropik, Rasio N/P
Banjarnegara. Scripta Biologica. Vol. serta Kelimpahan Fitoplankton di
1 No. 1 Maret 2014. Hal. 96-101. Waduk Panglima Besar Soedirman
Kabupaten Banjarnegara. Biosfera 32
Simbolon, A.R. 2016. Pencemaran Bahan
(1).
Organik Dan Eutrofikasi Di Perairan
Cituis, Pesisir Tangerang. Jurnal Pro- Yuliastuti, Etik. 2011. Kajian Kualitas Air
Life. Vol. 3. No.2. Sungai Ngringo Karanganyar Dalam
Upaya Pengendalian Pencemaran
Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas Air dan
Air. Tesis. Program Magister Ilmu
Hubungan Dengan keanekaragaman
Lingkungan. Universitas Diponegoro.
Vegetasi Akuatik di Perairan Danau
Semarang.
Toba. Tesis. Sekolah Pascasarjana.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Supono. 2008. Analisis Diatom Epipelic
Sebagai Indikator Kualitas
Lingkungan Tambak Untuk Budidaya
Udang. Tesis. Program
Pascasarjana. Universitas
Diponogoro. Semarang.
Susana, T. 2009. Tingkat Keasaman (pH)
dan Oksigen Terlarut Sebagai

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858

Anda mungkin juga menyukai