Ireni Siampa
Perawat sebagai massa terbesar tenaga kesehatan dan petugas lini depan berada pada
posisi terbaik untuk membudayakan keselamatan pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui
gambaran budaya keselamatan pasien menurut persepsi perawat di RS Unhas Makassar. Studi ini
menggunakan metode cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 36 perawat yang terdiri dari ketua
tim dan perawat pelaksana. Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling.
Pengumpulan data melalui kuesioner dengan skala Likert. Data dianalisis secara univariat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perawat mempersepsikan budaya keselamatan pasien RS dalam
keadaan positif/ baik yaitu 21 orang (58.3%). Selebihnya, 8 orang (22.2%) menilai positif kuat, dan
hanya 7 orang (19.4%) menilai negatif/ kurang. Pengokohan budaya keselamatan pasien di RS
Unhas perlu dilakukan, khususnya pada komposit ketenagaan, frekuensi pelaporan insiden, dan
respon nonpunitif terhadap error.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 6 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531
603
1. Kriteria Inklusi. Ners 32 88.9
a. Perawat (ketua tim dan perawat Status Kepegawaian
pelaksana) di poliklinik, IGD, ICU, Kontrak 33 91.7
NICU, OK, ruang perawatan mata, PNS 3 8.3
hemodialisa, kemoterapi, kelas 1, Status Pernikahan
kelas 2 & 3, VIP, dan VVIP. Menikah 15 41.7
b. Bersedia menjadi responden Belum Menikah 21 58.3
dibuktikan dengan Lembar Lama Kerja Sebagai
Persetujuan Menjadi Responden. Perawat
c. Masa kerja >1 tahun. 1-5 tahun 34 94.4
2. Kriteria Eksklusi. 6-10 tahun 1 2.8
1. Kepala ruang, perawat ruang 11-15 tahun 1 2.8
fisioterapi dan radioterapi. Jumlah Jam Kerja
2. Cuti/ tidak hadir ketika penelitian per Minggu
berlangsung. 20-39 4 11.1
3. Belum mengikuti orientasi 40-59 29 80.6
keselamatan pasien yang 60-79 3 8.3
dilaksanakan subkomite patient safety Posisi
RS Unhas. Ketua Tim 6 16.7
Perawat Pelaksana 30 83.3
Pengolahan Data Ruang
1. Editing, mengoreksi data kuesioner OK 3 8.3
meliputi kebenaran pengisian, HD 2 5.6
kelengkapan jawaban, konsistensi, dan ICU 4 11.1
relevansi jawaban. Kemoterapi 2 5.6
2. Coding, mengklasifikasikan dan memberi Poliklinik 3 8.3
kode pada data, untuk mempermudah IGD 3 8.3
pengolahan data. NICU 3 8.3
3. Tabulating, memasukkan data ke dalam Perawatan Mata 2 5.6
tabel sesuai kriteria yang ditentukan. Kelas 1 4 11.1
4. Entry, memasukkan data ke dalam VIP 3 8.3
program komputer. Kelas 2 & 3 5 13.9
5. Cleaning, memeriksa kembali VVIP 2 5.6
kelengkapan data yang telah dimasukkan
ke dalam program komputer. Berdasarkan tabel tersebut, dari 36
responden, pendidikan terbanyak ialah
Analisis Data professional/ ners 32 orang (88,9%).
Berdasarkan skala ukur dan tujuan Jumlah jam kerja per minggu paling
penelitian menggunakan program banyak pada rentang 40-59 jam
komputerisasi. Data dianalisis secara dipersepsikan oleh 29 orang (80.6%).
univariat, melihat distribusi frekuensi dari Perawat pelaksana paling banyak menjadi
karakteristik responden dan variabel. responden sebanyak 30 orang (83.3%).
HASIL PENELITIAN Tabel 2. Distribusi Frekuensi Persepsi
1. Analisis Univariat Perawat tentang Budaya Keselamatan
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Pasien di RS Unhas Makassar 2015
berdasarkan Karakteristik di RS Unhas Budaya
Makassar 2015 (n= 36) Keselamatan
Karakteristik n % n %
Pasien Rumah
Umur (tahun) 14 38.9 Sakit
23-25 Positif Kuat 8 22.2
26-28 19 52.8 Positif/ Baik 21 58.3
29-31 2 5.6 Negatif/ Kurang 7 19.4
38-41 1 2.8 Total 36 100
Jenis Kelamin
Perempuan 32 88.9 Melalui tabel ini diketahui paling
Laki-Laki 4 11.1 banyak responden menilai budaya
Pendidikan keselamatan pasien dalam keadaan
DIII 1 2.8 positif/ baik yaitu 21 orang (58.3%).
S1 Keperawatan 3 8.3 Selebihnya, 8 orang (22.2%) menilai
604 Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 6 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531
positif kuat, dan hanya 7 orang (19.4%) penanganan
menilai negatif/ kurang. secepatnya.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 6 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531
605
mempersepsikan positif budaya pasien cedera ketika terjadi kegagalan.
keselamatan pasien. Pelaporan insiden secara tertulis
Budaya keselamatan pasien yang menggunakan format yang tepat akan
positif (baik) berhubungan dengan perilaku mulai menanamkan bibit keyakinan dan
petugas di fasilitas pelayanan kesehatan, nilai bersama ini (IOM, 2004).
seperti pelaporan kejadian yang tidak Komposit respon nonpunitif
diharapkan/ insiden, outcomes pasien terhadap error mengukur sejauh mana
seperti menurunnya kejadian yang tidak perawat merasa kesalahan mereka tidak
diharapkan di RS, menurunnya angka ditindaklanjuti untuk menyudutkan mereka,
kematian pasien di ICU, dan kepuasan dan kesalahan yang melibatkan mereka
pasien yang positif (Braithwaite, tidak dicatat dalam logbook. Bila data
Westbrook, Travaglia, & Hughes, 2010; untuk mendukung lingkungan
Mardon, Khanna, Sorra, Dyer & Famolaro, pembelajaran akan dikumpul, staf harus
2010; Huang et al., 2010; Sorra, Khanna, ingin untuk melaporkan kejadian tidak
Dyer, Mardon & Famolaro, 2012; dalam diharapkan dan nyaris cedera tanpa
Ulrich & Kear, 2014). ancaman sanksi. Di sisi lain, lingkungan
Semakin tinggi level budaya total bebas-disalahkan juga tidak
keselamatan pasien diasosiasikan dengan dibolehkan. Kizer (1999) dalam IOM
semakin tingginya kinerja untuk (2004) menyebutkan elemen-elemen
keselamatan. RS yang dilaporkan budaya keselamatan antara lain:
petugasnya memiliki lebih banyak komitmen organisasi untuk mendeteksi
masalah dengan ketakutan akan malu dan dan menganalisis cedera pasien dan
disalahkan memiliki risiko yang lebih tinggi nyaris cedera; komunikasi terbuka tentang
terhadap masalah keselamatan secara hasil analisis cedera pasien, baik ke dalam
signifikan. Budaya keselamatan pasien maupun ke luar organisasi; dan
yang semakin baik diasosiasikan dengan pembangunan budaya keadilan. Budaya
risiko isu keselamatan pasien yang lebih keadilan inilah yang menjadi elemen kunci
rendah (Singer & colleagues, 2009; dalam dari budaya keselamatan. Budaya
Ulrich & Kear, 2014). keadilan bermaksud menyeimbangkan
2. Gambaran Komposit Budaya Keselamatan kebutuhan belajar dari kesalahan dan
Pasien. memerlukan tindakan pendisiplinan.
Komentar perawat tentang budaya Proses untuk membedakan antara
keselamatan pasien mengungkap alasan tindakan tidak bersalah dan patut
rendahnya frekuensi pelaporan insiden. disalahkan telah ditemukan (Reason dan
Diakibatkan belum tersedianya lembar Hobbs, 2003; Marx, 2001; dalam IOM,
pelaporan insiden. Pelaporan selama ini 2004). Berdasar pada pengalaman industri
dilakukan lisan kepada Kepala Ruangan. lain dan dengan beberapa pengecualian
Apabila menimbulkan cedera pasien maka yang penting, diyakini bahwa perlindungan
ditangani, jika tidak, tidak dilakukan dari sanksi harus diberikan kepada
penanganan. Pelaporan insiden secara petugas lini depan ketika mereka
tertulis dengan format yang jelas melaporkan cedera, kesalahan, dan nyaris
memberikan ulasan sistematis tentang cedera, sekalipun jika mereka terlibat.
terjadinya insiden serta dampaknya, Tanpa perlindungan, angka pelaporan
memberikan gambaran secara sistematis insiden menurun drastis, dan menarik
bagaimana insiden dapat dicegah terjadi turun angka kemampuan mencegah
kembali di masa datang (IOM, 2004). cedera di masa datang. Perlindungan
Budaya keselamatan memerlukan mencerminkan pengakuan bahwa
pengakuan bersama di antara para kesalahan nyaris tidak pernah
anggota organisasi pemberi layanan direncanakan, dan tidak semata-mata
kesehatan, dikuatkan secara rutin dan akibat kesalahan manusia. Fasilitas
ajeg oleh profesional dan pemimpin kesehatan harus akuntabel dalam
organisasi bahwa layanan kesehatan merancang dan mengimplementasikan
sangat kompleks, rawan kesalahan, dan proses yang aman. Sebagai imbalannya
berisiko tinggi. Kegagalan tidak terelakkan memungkinkan profesional kesehatan lini
ketika berurusan dengan manusia dan depan untuk memberikan layanan yang
sistem yang kompleks, seberapapun aman. Bagaimanapun juga, tiga
kerasnya manusia mencoba menghindari pengecualian penting berlaku.
kesalahan. Namun, bahaya dan kesalahan Perlindungan tidak diberikan pada perilaku
dapat diantisipasi. Proses dapat dirancang kriminal (mis., perawat bertugas dalam
untuk menghindari kegagalan, mencegah keadaan mabuk), penyimpangan yang
606 Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 6 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531
disengaja (mis., perawat yang sengaja keselamatan, serta menjadi penggerak
melanggar kebijakan keselamatan), atau bagi lahirnya kebijakan-kebijakan dan
pada kasus dimana cedera tidak standar-standar baru (Sammer & James,
dilaporkan tepat waktu (biasanya dalam 2011). Mencegah terjadinya cedera pada
satu atau dua hari), (IOM, 2004). pasien, RS Unhas perlu mengembangkan
Reason & Hobbs (2003) dalam atau mengadopsi panduan serupa untuk
Ulrich & Kear (2014) mengidentifikasi tiga membentuk pengetahuan, keterampilan,
komponen utama dari budaya dan sikap yang dibutuhkan para
keselamatan: budaya belajar, budaya adil, perawatnya guna meningkatkan mutu dan
dan budaya pelaporan. Budaya belajar outcomes keselamatan, dan
adalah budaya belajar dari kesalahan, menggerakkan lahirnya kebijakan-
kejadian nyaris cedera, dan isu kebijakan dan standar-standar baru yang
keselamatan lainnya yang teridentifikasi. dibutuhkan bagi sistem budaya
Budaya adil adalah budaya saling keselamatan pasien.
percaya, sebuah budaya dimana apa yang 3. Gambaran Komentar Terbuka Perawat
dibolehkan dan tidak boleh didefinisikan tentang Budaya Keselamatan Pasien.
dengan jelas, kejujuran dan akuntabilitas Seluruh ruang lokasi penelitian
merupakan komponen kritisnya. Budaya dipersepsikan perawat memiliki budaya
pelaporan mendorong dan memfasilitasi keselamatan pasien yang positif.
pelaporan dari kesalahan dan isu Pencapaian ini patut mendapat apresiasi
keselamatan, dan komitmen untuk mengingat rentang usia perawat yang
memperbaiki yang keliru. Ketiga tergolong muda (23-28 tahun 91,7%),
komponen ini terjalin satu sama lain. status kepegawaian kontrak yang sangat
Tanpa budaya adil, pelaporan akan tinggi (91,7%), lama kerja sebagai perawat
minimal; tanpa pelaporan, tidak ada yang masih cenderung singkat (1-5 tahun
peluang untuk belajar dan 94,4%), pelaporan tertulis insiden 0%
pengembangan. sedangkan insiden terjadi (menunjukkan
Rendahnya respon positif terhadap dukungan sistem terhadap keselamatan
ketenagaan berarti sangat banyak pasien perlu dikembangkan), sarana dan
responden merasa alokasi staf perawat prasarana perlu dibenahi (18%), perawat
belum adekuat untuk bekerja demi kelebihan jam dan beban kerja (9%),
keselamatan pasien. Tidak cukupnya perawat perlu perlindungan (9%),
tenaga perawat berdampak pada tingginya komunikasi petugas antar unit perlu
beban kerja, berimplikasi pada tingginya pengembangan (3%), masih ada petugas
risiko terjadi kesalahan dan kecelakaan yang bekerja tidak sesuai SOP (12%), dan
kerja. Kesalahan kerja secara langsung manajemen keselamatan pasien masih
berpengaruh pada risiko terjadinya memerlukan pengembangan (3%).
kejadian yang tidak diharapkan (IOM, Dengan dukungan penuh dari manajemen,
2004; Kohn, Corrigan, & Donaldson, 2000; nilai 86,1% ini bahkan masih dapat
Krause, 2005; Marquis & Huston; 2006; ditingkatkan lagi sebab 6% responden
Sammer, Lykens, Singh, Mains, & Lackan, menuliskan bahwa insiden keselamatan
2010; Sammer & James, 2011). pasien dapat dicegah/ dikurangi. Tentu
Kurangnya tenaga perawat berdampak dengan menindaklanjuti hal-hal yang
tidak diharapkan pada keamanan dilaporkan perlu pembenahan dan
pelayanan. Budaya keselamatan pasien pengembangan tadi.
disokong adekuatnya jumlah tenaga Dari komentar responden ini terlihat
(Buerhaus & colleagues, 2007; dalam fenomena menarik, perawat mengetahui
Ulrich & Kear, 2014). Penelitian ini kondisi ideal yang diharapkan untuk
menganjurkan RS Unhas untuk keselamatan pasien; dapat
mengalokasikan jumlah tenaga perawat mengidentifikasi hal-hal yang perlu
yang memadai, demi budaya dibenahi dan dikembangkan, pula
keselamatan pasien langkah-langkah yang potensial
Setiap poin pada proses pemberian dilaksanakan untuk mengembangkan
layanan memiliki derajat ketidakamanan budaya keselamatan pasien. Manajemen
tertentu. The Quality and Safety Education RS Unhas dapat menindaklanjuti
for Nurses (QSEN) mengembangkan fenomena ini. Melibatkan staf perawat
panduan yang membantu perawat di masa untuk pengembangan budaya
depan memiliki pengetahuan, keselamatan pasien sangat strategis.
keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan Posisinya sebagai petugas lini depan
untuk meningkatkan mutu dan outcomes melakukan kontak langsung dengan
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 6 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531
607
pasien dan petugas lainnya, dan kelompok SARAN
dengan massa terbesar di RS. 1. Pengokohan budaya keselamatan pasien
Peningkatan peran serta aktif perawat di RS Unhas perlu dilakukan, khususnya
dalam pengembangan budaya pada komposit ketenagaan, frekuensi
keselamatan pasien pun diperlukan. pelaporan insiden, dan respon nonpunitif
Seluruh perawat perlu mengembangkan terhadap error.
komunikasi terbuka yang asertif dan efektif 2. Langkah konkrit yang dapat dilakukan
untuk komando dan koordinasi. Saling untuk mengokohkan budaya keselamatan
mendukung dimulai dari merencanakan, pasien di RS Unhas antara lain: a)
mengorganisasikan, menyediakan format pelaporan insiden; b)
mengimplementasikan, mengontrol, dan menyusun dan menyosialisasikan alur
mengevaluasi sistem pembangun budaya pelaporan insiden; c) melaporkan insiden
keselamatan pasien. Bidang keperawatan, paling lambat 24 jam setelah terjadinya; d)
komite keperawatan, kepala ruang, ketua mengembangkan budaya nonpunitif; e)
tim, seluruh perawat pelaksana perlu mengalokasikan jumlah staf, beban dan
untuk bekerja sama, saling menguatkan jam kerja staf lebih adekuat; f) membenahi
dan melindungi, saling memberi dan dan mengembangkan sarana dan
menerima masukan. prasarana pelayanan; g) membenahi dan
mengembangkan komunikasi petugas; h)
KESIMPULAN supervisi kinerja seluruh ruang dan unit
Budaya keselamatan pasien yang dengan SOP sebagai acuannya; dan i)
dipersepsikan perawat di RS Unhas Makassar diseminasi budaya keselamatan pasien
tergolong positif (baik), menandakan RS, komposit, serta langkah-langkah
keyakinan dan nilai-nilai bersama perawat pengembangan budaya keselamatan
terhadap keselamatan pasien dalam keadaan pasien pada seluruh pekerja di RS Unhas
positif. Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Agency for Healthcare Research and Quality/ AHRQ. (2004). Hospital Survey on Patient Safety Culture.
Rockville: U.S. Department of Health and Human Services.
Beth Ulrich, &Tamara Kear, 2014. Patient Safety and Patient Safety Culture: Foundations of Excellent Health
Care Delivery. Nephrology Nursing Journal, 41(5), pp. 447-505.
Christine E. Sammer, & Barbara R. James, 2011. Patient Safety Culture: The Nursing Unit Leader's Role. The
Online Journal od Issues in Nursing.
Institute of Medicine/ IOM, 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for Care. Washington D.C.: The
National Academies Press.
Kohn, L. T., Corrigan, J. M., & Donaldson, M. S. (2000). To Err Is Human: Building a Safer Health System.
Washington, D.C.: National Academy Press.
Krause, T. R. (2005). Leading with Safety. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2006). Leadership Roles and Management Functions in Nursing: Theory and
Application. Crawfordsville: Lippincott Williams & Wilkins.
Sammer, C. E., Lykens, K., Singh, K. P., Mains, D. A., & Lackan, N. A. (2010). What is Patient Safety Culture? A
Review of the Literature. Journal of Nursing Scholarship, 158.
608 Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 6 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531