PENDAHULUAN
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan
mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap pelayanan
kesehatan.Program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan angka
kejadian tidak di harapkan yang sering terjadi pada pasien selama di rawat di rumah sakit
sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak rumah sakit. (Nursalam,
2016)
Negara – negara anggota WHO telah menyetujui Resolusi Dewan Kesehatan Dunia tentang
keselamatan pasien sebagai pengakuan atas kebutuhan untuk mengurangi cidera pada pasien
dan kesulitan pada keluarga pasien akibat dari pelayanan medis yang tidak
memadai.Resolusi ini juga menekankan bahwa keselamatan pasien penting untuk
meminimalisir biaya yang timbul akibat perawatan yang berulang dan biaya penanganan
infeksi yang terjadi akibat pelayanan medis.
WHO melaporkan di New Zealand KTD dilaporkan berkisar 12,9% dari angka rawat inap,
di Inggris KTD di laporkan 10,8%, di Kanada di laporkan berkisar 7,5% (Baker, 2004;
dalam Renoningsih, et.all 2018). Joint commision 3 internasional (JCI) juga melaporkan
KTD berkisar 10%dan di United Kingdom dan di Australia berkisar 16% Kejadian Tidak
Diinginkan (KTD) pada tahun 2018 sebanyak 2 insiden, meningkat di tahun 2019 sebanyak
3 insiden yang secara keseluruhan terdiri dari kejadian pasien jatuh, sedangkan angka
kejadian infeksi nosokomial masih tinggi dan belum memenuhi standar (Renoningsih dkk,
2016).
Di Indonesia insiden keselamatan pasien berdasarkan provinsi sebanyak 145 insiden yang
terdiri dari KTD 46% dan KTC 48% dan lain-lain 68%. Adapun data yang di temukan DKI
Jakarta 37.9%, Jawa Tengan 15.9%, Yogyakarta 13.8%, Jawa Timur 11.7%, Sumatera
Selatan 6.9%, Jawa barat 2.8%, Bali 1.4%, Sulawesi selatan 0.69%, Aceh 0.68% dan
sumatera utara 19,6% (Uminingsih, 2016).
keselamatan pasien di rumah sakit sesuai standar yang ditetapkan, tertuang dalam
Permenkes RI Nomor 1961/Menkes/2011 dan Permenkes RI No. 11 tahun 2017 tentang
keselamatan pasien. Salah satu penilaian dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
(SNARS, 2018) adalah Sasaran Keselamatan Pasien (SKP), dimana terdapat 6 standar SKP.
Dari keenam standar SKP tersebut, semuanya merupakan tugas dan tanggung jawab perawat
yang dinilai setiap bulan. Program mentoring sudah dikenal dalam dunia keperawatan dan
sudah terdapat beberapa penelitian yang membutikan kegunaannya dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Clutterbuck (1991) mendefinisikan mentor sebagai seorang
individu yang berpengalaman yang memindahkan pengetahuannya tentang bagaimana
sesuatu tugas dilakukan dan bagaimana bekerja dengan orang lain.
Salah satu faktor yang penting untuk menerapkan pelaksanaan keselamatan pasien adalah
terlaksananya peran mentoring dari kepala ruangan dalam memotivasi perawat pelaksana
untuk menerapkan keselamatan pasien (Nivalinda, 2013).Mentoring menjadi program yang
tidak hanya dipakai sebagai jalan penyelesaian masalah namun juga sebagai langkah
pembinaan dan peningkatan kualitas kinerja perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan profesional, bahkan sebagai alur peningkatan jenjang karir (Pelan, 2012).
Survei tentang budaya keselamatan pasien menjadi pendekatan umum untuk memonitor
keselamatan pasien. Menurut Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSPSC) tahun
2009 ada dua belas elemen yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan budaya
keselamatan pasien salah satunya adanya peran supervisor/manager yang mempromosikan
keselamatan pasien kepada staf nya. Pernyataan ini sesuai dengan Hatter et al (2007) dimana
penerapan budaya keselamatan pasien dapat ditingkatkan melalui kegiatan supervisi
pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh supervisor klinis keperawatan.
Sementara definisi mentoring Scandura (1994) adalah suatu hubungan antara seseorang
yang lebih senior dan berpengalaman dengan orang lain yang merupakan orang baru atau
kurang berpengalaman dalam suatu organisasi
.
Berdasarkan survei awal di RSUPH Adam Malik data yang di dapatkan berdasarkan
Laporan Kasus KTD, KPC, KNC dan KTC 2021, yaitu KTD 1,6%, KPC 84,5%, KNC 9,1%
dan KTC 4,6%. Berdasarkan hasil wawancara kepada 4 perawat, mereka mengatakan kapala
ruangan tidak setiap hari mementoring perawat pelaksana dan memberikan arahan-
arahannya.
Sesuai dengan penjelasan diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan
mentoring kepala ruangan dengan penerapan pasien safety.
Keterangan :
P = Panjang Kelas
Rentang Kelas = Skor tertinggi-Skor terendah
BK = Banyak Kelas
Dengan demikian pelaksanaan pasien safetydikatagorikan :
a. Baik = 25 - 48
b. Cukup = 17 - 24
c. Kurang = 0 - 16
1.7. Alat Dan Prosedur Pengumpulan Data
1.7.1. Alat pengumpulan data
Alat yang digunakan dalam proses pengumpulan data primer adalah dengan cara
memberikan kuesioner pada perawat di ruang rawat inap Rindu B RSUP H.adam malik.
Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari rekam medik di RSUP
H. adam malik.
1.7.2. Prosedur pengumpulan data
Adapun prosedur pengumpulan data dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Penulis meminta izin kepada Program Studi Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia berupa surat untuk melakukan
pengambilan data dasar.
2. Surat yang telah diterima langsung diserahkan ke bagian Tata Usaha RSUP H.Adam
Malik Medan.
3. Menerima surat balasan berupa izin melakukan pengambilan data dasar di
subkoordinator pelayanan keperawatandan instalasi ruang rawat inap Rindu B RSUP
H.Adam Malik Medan.
4. Penulis datang kebagian sub coordinator pelayanan keperawatan dan instalasi ruang
rawat kardiologi untuk mendapatkan informasi dan tata cara melakukan survei awal di
RSUP H.Adam Malik Medan.
5. Penulis melakukan survei awal dengan menemui calon responden dan memberikan
beberapa pertanyaan.