Anda di halaman 1dari 54

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM KEPERAWATAN JIWA II

DISUSUN OLEH
TIM DEPARTEMEN JIWA DAN KOMUNITAS
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
STRATEGI PELAKSANAAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN

1. Pengertian
Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain adalah rentan melakukan perilaku yang
menunjukkan dapat membahayakan orang lain secara fisik dan emosional (NANDA-I, 2018).
Perilaku kekerasan dapat berupa verbal, fisik, dan lingkungan. Perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,
baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan juga bisa
diartikan sebagai perilaku destruktif yang disebabkan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman (Stuart & Sundeen, 1995).
2. Penyebab
Penyebab dari perilaku kekerasan diantaranya adalah :
a. Waham
b. Curiga pada orang lain
c. Halusinasi
d. Berencana bunuh diri
e. Kerusakan kognitif
f. Disorientasi atau konfusi
g. Kerusakan control impuls
h. Depresi
i. Penyalahgunaan NAPZA
j. Gangguan konsep diri
k. Isolasi sosial
l. Frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala Mayor
Subyektif Objektif
1) Mengatakan benci/kesal dengan 1) Melotot
orang lain 2) Pandangan tajam
2) Mengatakan ingin memukul orang 3) Tangan mengepal, rahang
lain mengatup
3) Mengatakan tidak mampu 4) Gelisah dan mondar-mandir
mengontrol perilaku kekerasan 5) Tekanan darah meningkat
4) Mengungkapkan keinginan 6) Nadi meningkat
menyakiti diri sendiri, orang lain, 7) Pernapasan meningkat
dan merusak lingkungan 8) Mudah tersinggung
9) Nada suara tinggi dan bicara kasar
10) Mendominasi pembicaraan
11) Sarkasme
12) Merusak lingkungan
13) Memukul orang lain

Tanda dan Gejala Minor


Subyektif Objektif
1) Menilai diri negatif/mengkritik diri 1) Berjalan menunduk
2) Merasa tidak berarti/tidak berharga 2) Postur tubuh menunduk
3) Merasa malu/minder 3) Kontak mata kurang
4) Merasa tidak mampu melakukan 4) Lesu dan tidak bergairah
apapun 5) Berbicara pelan dan lirih
5) Meremehkan kemampuan yang 6) Ekspresi muka datar
dimiliki 7) Pasif
6) Merasa tidak memiliki kelebihan
4. Kondisi Klinis Terkait
a. Psikotik akut
b. Skizofrenia
c. Gangguan Bipolar
d. Gangguan Neurologis
e. Gangguan Fungsi Kognitif
5. Tujuan Asuhan Keperawatan
a. Kognitif, klien mampu :
1) Menyebutkan penyebab risiko perilaku kekerasan
2) Menyebutkan tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan
3) Menyebutkan akibat yang ditimbulkan
4) Menyebabkan cara mengatasi risiko perilaku kekerasan
b. Psikomotor, klien mampu :
1) Mengendalikan risiko perilaku kekerasan dengan latihan fisik : Tarik nafas
dalam, pukul kasur dan bantal, senam, jalan-jalan.
2) Berbicara dengan baik : mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan baik
3) Melakukan deeskalasi yaitu mengungkapkan perasaan marah secara verbal
atau tertulis
4) Melakukan kegiatan ibadah seperti sholat, berdoa, kegiatan ibadah lain.
5) Patuh minum obat dengan 8 benar (benar klien, benar obat, benar dosis, benar
cara, benar waktu, benar manfaat, benar tanggal kadaluarsa dan benar
dokumentasi)
c. Afektif, klien mampu :
1) Merasakan manfaat dari latihan yang dirasakan
2) Membedakan perasaan sebelum dan sesudah latihan
6. Tindakan Keperawatan
a) Klien
1) Latih klien untuk melakukan latihan fisik seperti relaksasi nafas dalam, pukul bantal
dan kasur, senam, jalan-jalan
2) Latih klien untuk bicara dengan baik : mengungkapkan perasaan, meminta dengan
baik dan menolak dengan baik
3) Latih deeskalasi secara verbal maupun tertulis
4) Latih klien untuk melakukan kegiatan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
yang dianut (sholat, berdoa, dan kegiatan ibadah lainnya)
5) Latih klien patuh minum obat dengan cara 8 benar
6) Bantu klien dalam mengendalikan risiko perilaku kekerasan jika klien mengalami
kesulitan
7) Diskusikan manfaat yang didapatkan setelah mempraktikkan latihan mengendalikan
risiko perilaku kekerasan
8) Berikan pujian pada klien saat mampu mempraktikkan latihan mengendalikan risiko
perilaku kekerasan
b) Keluarga
1) Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta proses terjadinya risiko
perilaku kekerasan yang dialami klien
3) Mendiskusikan cara merawat risiko perilaku kekerasan dan memutuskan cara
merawat yang sesuai dengan kondisi klien
4) Melatih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan klien
5) Melibatkan seluruh anggota keluarga untuk menciptakan suasana keluarga yang
nyaman : mengurangi stress di dalam keluarga dan memberi motivasi pada klien
6) Menjelaskan tanda dan gejala perilaku kekerasan yang memerlukan rujukan segera
serta melakukan follow up ke pelayanan kesehatan secara teratur
c) Kelompok
Pada kelompok klien dapat dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi sebagai
berikut :
1) Sesi 1 : Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2) Sesi 2 : Mencegah perilaku kekerasan secara fisik
3) Sesi 3 : Mencegah perilaku kekerasan dengan cara verbal
4) Sesi 4 : Mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual
5) Sesi 5 : Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat
STANDAR PELAKSANAAN KOMUNIKASI
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

SP 1 Pasien
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala
yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat perilaku kekerasan serta latihan
cara mengontrol amarah secara fisik
Fase orientasi
“Selamat pagi pak/bu.. perkenalkan nama saya …, saya senang dipanggil suster…., Saya
mendampingi perawat A untuk merawat ibu. Nama bapak/ibu siapa? Senang dipanggil siapa?
Berapa tanggal lahir bapak/ibu?”
“Bagaimana keadaan bapak/ibu pagi ini ? Apa keluhan dirumah sehingga ibu/bapak dibawa
kesini? Kapan kejadiannya? Apa peristiwa atau situasi yang membuat ibu marah? Supaya
kami bias membantu mengatasinya.
Baiklah, bagaimana kalau saya akan periksa ibu dulu dan menanyakan beberapa hal untuk
mengetahui kondisi ibu sehingga kita dapat bersama-sama mencari tindakan untuk
menyelesaikan masalah yang ibu hadapi tujuannya agar perasaan ibu menjadi lebih tenang?
Bagaimana... apakah ibu setuju? Baiklah bagaimana jika kita berdiskusi selama 30 menit?
dimana?, baiklah bapak /ibu mau berdiskusi di ruang tamu”
Fase Kerja
“Nah, sekarang ceritakan Apa yang membuat Bapak/Ibu marah?” “Apakah sebelumnya
bapak/Ibu pernah marah? penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?” “Lalu saat
Bapak/Ibu sedang marah apa yang Bapak/Ibu rasakan? Apakah Bapak/Ibu merasa sangat
kesal, dada Bapak/Ibu berdebar-debar lebih kencang, mata melotot, rahang terkatup rapat dan
ingin mengamuk?” “Setelah itu apa yang Bapak/Ibu lakukan?” “Apakah dengan cara itu
marah/kesal Bapak/Ibu dapat terselesaikan? “Ya tentu tidak, apa kerugian yang Bapak/Ibu
alami?” “Menurut Bapak/Ibu adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Bapak/Ibu belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
“Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Bapak/Ibu yaitu fisik, obat, verbal,
spiritual, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu? Yaitu dengan latihan fisik napas dalam
dan pukul bantal. Kita mulai dengan napas dalam dulu yah!”
”Begini Bapak/Ibu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak/Ibu rasakan, maka Bapak/Ibu
berdiri atau duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut”
“Ayo Bapak/Ibu coba lakukan, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. “
“Bagus sekali, Bapak/Ibu sudah bisa melakukannya”
“Nah. Bapak/Ibu telah melakukan latiahan teknik relaksasi napas dalam, sebaiknya latihan ini
Bapak/Ibu lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul
Bapak/Ibu sudah terbiasa melakukannya”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berbincang-bincang dan melakukan latihan fisik
teknik relaksasi napas dalam dan memukul bantal tadi? Ya...betul, dan kelihatannya
Bapak/Ibu terlihat sudah lebih rileks”. “Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi apa yang membuat
Bapak/Ibu marah, lalu apa yang Bapak/Ibu rasakan saat itu dan apa yang akan Bapak/Ibu
lakukan. Kemudian apa akibatnya?”
“Wah....bagus, Bapak/Ibu masih ingat semua...”
Bagaimana kalau latihan ini kita masukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari Bapak/Ibu?”
“Kapan waktu yang Bapak/Ibu inginkan untuk melakukan latihan ini? Bagaimana kalau setiap
jam 11pagi?”
“Nah, Bapak/Ibu. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah satu dari teknik saja. Masih ada
cara yang bisa digunakan untuk mengatasi marah Bapak/Ibu “Bagaimana kalau kita latihan
cara yang kedua ini besok, Bapak/Ibu maunya kita bertemu besok jam berapa dan dimana?”
“Bapak/Ibu. Kalau begitu saya pamit dulu ya. Assalamualaikum”

SP 2 Pasien
Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik-2
Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak/Bu, bagaimana perasaannya hari ini?”
“Sesuai janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi untuk berbincang-bincang dengan
Bapak/Ibu tentang mengontrol marah dengan cara fisik yang kedua”
Fase Kerja
Sekarang kita lanjut ke teknik fisik yang kedua yaitu pukul bantal. Kalau ada yang
menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain
napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal” “Sekarang mari kita latihan
memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah,
langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal.
Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya kembali yah. Ingat untuk melakukan napas dalam dan memukul
bantal jika bapak sedang marah.
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah latihan menyalurkan amarah?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih? Coba sebutkan lagi. Bagus! Sekarang mari kita
masukkan jadwal latihan latihan memukul kasur ini dalam aktivitas Bapak. Mau jam berapa?
Bagaimana jika setelah bangun tidur dan sore jam 15.00. Lalu bila ada keinginan marah
sewaktu-waktu segera gunakan kedua cara tadi ya Pak”
“Besok pagi kita ketemu lagi untuk belajar cara mengontrol amarah dengan belajar bicara
yang baik. Sampai jumpa”

SP 3 Pasien
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara verbal
Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak/Bu. Kemarin kita sudah pelajari bahwa jika Bapak marah dan muncul
perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain bernapas dalam, Bapak juga bisa
memukul bantal atau kasur”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah melakukannya?” Coba saya lihat jadwal kegiatannya?
Bagus! Nah, jika kegiatan napas dalam dan latihan memukul bantal dilakukan sendiri tulis M,
jika diingatkan perawat tulis B dengan Bantuan. Jika tidak dilakukan tulis T artinya belum
bisa dilakukan”
“Sesuai janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi untuk berdiskusi dengan Bapak tentang
mengontrol amarah dengan belajar yang baik. Bagaimana Pak? Berapa lama? Disini saja ya?”
Fase Kerja
“Jika rasa marah sudah disalurkan dengan cara bernafas dalam atau memukul kasur, setelah
lega kita berbicara kepada orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya, yaitu :
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang marahnya karena mau minta uang
kepada istri tetapi tidak diberi. Coba Bapak minta uang dengan baik. Bu, saya minta uang
untuk membeli XXX. Nanti bisa dicoba di sini untuk membeli baju, minta obat, dan lain-
lain. Coba Bapak lakukan, bagus.
2) Menolak dengan baik, bila ada yang menyuruh dan Bapak tidak ingin melakukannya,
katakana : Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba Bapak
praktikkan. Bagus, Pak.
3) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakukan orang lain yang membuat kesal,
katakan : saya jadi ingin marah dengan perkataanmua. Tapi tidak dengan nada kesal
apalagi mengancam. Coba Bapak praktikkan, Bagus Pak.
Fase Terminasi
“Nah, bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang mencegah marah dengan
berbicara yang baik? Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang sudah kita pelajari.
Bagus. Sekarang mari kita masukkan jadwal latihan bicara yang baik. Bisa kita buat jadwalnya?
Bagus! Nanti dicoba ya Pak”
“Bagaimana jika 2 jam kita ketemu lagi untuk membicarakan cara mengatasi amarah yang lain,
yaitu dengan cara berdoa ya Pak? Berapa lama? Di sini saja? Baik sampai jumpa”
SP4 Pasien
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak. Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Kemarin kita sudah pelajari bahwa jika
Bapak akan marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain bernafas
dalam, maka Bapak juga bisa memukul bantal atau kasur. Kemudian setelah amarahnya reda,
Bapak bisa berbicara baik-baik kepada orang yang membuat Bapak marah. Nah, bagaimana,
sudah dilatih semuanya? Bagus! Bagaimana perasaan marahnya?”
“Hari ini kita akan bicara mengenai cara mencegah marah dengan cara ibadah. Dimana
enaknya kita berbincang-bincang? Berapa lama? Bagaimana jika 15 menit?”
Fase Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang Bapak lakukan. Bagus, wah banyak sekali. Yang mana
yang mau Bapak coba?”
“Nah, jika Bapak sedang marah, coba Bapak langsung duduk dan tarik nafas dalam, jika tidak
reda juga segera rebahkan badan agar rileks. Bila masih tidak reda juga, segera berdoa lagi”
“Bapak bisa berdoa secara teratur untuk mencegah kemarahan, jangan lupa memohon ampun
kepada Tuhan dan memohon terlindungi dari sifat pemarah”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol amarah
dengan beribadah tadi?”
“Mari kita masukkan jadwal berdoa dan ibadah lainnya ke dalam jadwal sehari-hari Bapak”
“Besok kita ketemu lagi ya, Pak. Kita akan diskusi tentang cara mengontrol amarah yang
lainnya, yaitu dengan minum obat secara teratur. Mau jam berapa Pak? Di ruang makan lagi?”

SP 5 Pasien
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak, sesuai janji kemarin, hari ini kita bertemu lagi. Bagaimana Pak, sudah
dilatih cara bernafas dalam, memukul kasur, berbicara yang baik dan berdoa? Apa yang Bapak
rasakan setelah melatihnya secara teratur”
“Bagaimana jika sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat teratur untuk
mengontrol amanah”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama? Bagaimana jika 15 menit?”
Fase Kerja
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
“Berapa jenis obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak minum?
Bagus!”
“Obatnya ada tiga jenis, Pak. Yang oranye (CPZ) 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam
7 malam, gunanya untuk menenangkan. Ini yang putih (THP) 3 kali sehari jamnya sama,
gunanya
supaya bisa rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HLP) 3 kali sehari juga,
jamnya sama, gunanya untuk pikiran biar teratur dan tidak mudah marah”
“Bila terasa mata berkunang-kunang. Bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.
Juga harus teliti menggunakan obat-obatan ini, pastikan obatnya benar. Bapak harus
memastikan bahwa obat ini benar-benar punya Bapak. Jangan keliru dengan obat milik orang
lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya dengan cara yang benar.
Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya, Bapak juga harus perhatikan berapa jumlah
obat sekali minum” “Jangan pernah menghentikan obat sebelum berkonsultasi dengan dokter,
karena bisa menyebabkan kekambuhan”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya ke dalam jadwal ya Pak”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?”
“Coba Bapak sebutkan lagi jenis yang Bapak minum. Bagaimana cara minum obat yang benar”
“Sekarang sudah berapa cara mengontrol amarah yang Bapak pelajari? Sekarang kita tambah
jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya Pak”
“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana Bapak melaksanakan kegiatan dan
sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”
STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
HALUSINASI

1. Pengertian
Halusinasi adalah gejala gangguan jiwa berupa respons panca-indra, yaitu penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan terhadap sumber yang tidak nyata (Keliat
& Akemat; Stuart, Keliat & Pasaribu, 2017).
2. Penyebab
a. Kurang tidur
b. Isolasi sosial
c. Mengurung diri
d. Kurang kegiatan sosial
3. Tanda dan Gejala
Mayor
Subyektif Objektif
1) Mendengar suara orang bicara 1) Bicara sendiri
tanpa ada orangnya 2) Tertawa sendiri
2) Melihat benda, orang, atau sinar 3) Melihat ke satu arah
tanpa ada objeknya 4) Mengarahkan telinga ke arah
3) Menghidu bau-bauan yang tidak tertentu
sedap, seperti bau badan padahal 5) Tidak dapat memfokuskan pikiran
tidak 6) Diam sambal menikmati
4) Merasakan pengecapan yang tidak halusinasinya
enak
5) Merasakan rabaan atau gerakan
badan

Mayor

Subyektif Objektif
1) Sulit tidur 1) Konsentrasi buruk
2) Khawatir
3) Takut 2) Disorientasi waktu, tempat, orang,
atau situasi
3) Afek datar
4) Curiga
5) Menyendiri, melamun
6) Mondar-mandir
7) Kurang mampu merawat diri

4. Kondisi Klinis Terkait


a. Psikotik akut
b. Skizofrenia
c. Gangguan bipolar
d. Parkinson
e. Delirium
f. Demensia
5. Tujuan Asuhan Keperawatan
a. Kognitif
1) Menyebutkan penyebab halusinasi
2) Menyebutkan karakteristik halusinasi yang dirasakan : jenis, isi, frekuensi, durasi,
waktu, situasi yang menyebabkan dan respons
3) Menyebutkan akibat yang ditimbulkan dari halusinasi
4) Menyebutkan cara yang selama ini digunakan untuk mengendalikan halusinasi
5) Menyebutkan cara mengendalikan halusinasi yang tepat
b. Psikomotor
1) Melawan halusinasi dengan cara menghardik
2) Mengabaikan halusinasi dengan bersifat cuek
3) Mengalihkan halusinasi dengan cara distraksi yaitu bercakap-cakap dan
melakukan aktivitas
4) Minum obat dengan prinsip 8 benar
c. Afektif
1) Merasakan manfaat cara-cara mengatasi halusinasi
2) Membedakan perasaan sebelum dan sesudah latihan
6. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada klien
1) Tidak mendukung dan tidak membantah halusinasi klien
2) Latih klien melawan halusinasi dengan menghardik
3) Latih klien mengabaikan halusinasi dengan bersikap cuek
4) Latih klien mengalihkan halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
secara teratur
5) Latih klien minum obat dengan prinsip 8 benar
6) Diskusikan manfaat yang didapatkan setelah mempraktikkan latihan menengendalikan
halusinasi
7) Berikan pujian pada klien saat mampu mempraktikkan latihan mengendalikan
halusinasi
Tindakan pada keluarga
1) Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, serta proses terjadinya halusinasi yang dialami
klien
3) Diskusikan cara merawat halusinasi dan memutuskan cara merawat yang sesuai
dengan kondisi klien
4) Melatih keluarga cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi
a. Menghindari sutuasi yang menyebabkan halusinasi
b. Membimbing klien melakukan latihan cara menegndalikan halusinasi sesuai
dengan yang dilatih perawat kepada klien
c. Memberi pujian atas keberhasilan klien
5) Melibatkan seluruh anggota keluarga untuk bercakap-cakap secara bergantian,
memotivasi klien melakukan latihan dan memberi pujian atas keberhasilannya
6) Menjelaskan tanda dan gejala halusinasi yang memerlukan rujukan segera yaitu isi
halusinasi yang memerintahkan kekerasan, serta melakukan follow up ke pelayanan
kesehatan secara teratur.
Tindakan pada kelompok
1) Sesi 1 : mengenal halusinasi
2) Sesi 2 : melawan halusinasi dengan menghardik
3) Sesi 3 : melawan halusinasi dengan melakukan kegiatan terjadwal
4) Sesi 4 : melawan halusinasi dengan bercakap-cakap dan de-enskalasi
5) Sesi 5 : patuh 8 benar obat
STANDAR PELAKSANAAN KOMUNIKASI
HALUSINASI
SP 1 Pasien
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
Fase Orientasi
“Selamat pagi pak/bu.. perkenalkan nama saya …, saya senang dipanggil suster…., Saya adalah
perawat pendamping ibu, perawat penanggungjawab ibu adalah suster…. Nama bapak/ibu siapa?
Senang dipanggil siapa? Berapa tanggal lahir bapak/ibu saat ini?”
“Bagaimana keadaan bapak/ibu pagi ini ? Apa yang terjadi dirumah sehingga ibu/bapak dibawa
kemari? Kapan kejadiannya? Oh, jadi bapak masih mendengar suara-suara?
Apa yang bapak lakukan ketika mendengar suara-suara?
Baiklah, bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang suara-suara yang sering bapak/ibu
dengar, tujuannya supaya bapak/ibu bisa mengendalikan suara-suara tersebut sehingga bapak/ibu
cepat sembuh dan segera pulang ke rumah.
“Berapa lama kita mau berbincang-bincang bu/pak?. Bagaimana jika 20 menit? dimana?, baiklah
bapak /ibu mau berdiskusi di ruang tamu”
Fase Kerja

Baiklah, tadi bapak/ibu mengatakan sering mendengar suara-suara, Apa yang di dengar dari
suara- suara itu? Kapan suara-suara itu muncul? Berapa kali/seberapa sering? Apa yang
dirasakan saat suara-suara itu muncul? Apakah suara-suara itu mengganggu? Bagaimana
perasaan bapak/ibu ketika mendengar suara tersebut? Apa yang dilakukan saat suara-suara itu
muncul? Oh, jadi sudah pernah diajarkan tapi lupa, ada tidak keinginan untuk mengatasi suara-
suara itu? Baiklah kalau bapak/ibu punya keinginan untuk mengatasi suara-suara itu, mari kita
latihan untuk mengendalikan suara-suara itu. Ada 4 cara untuk mengontrol suara-suara yang
muncul, yaitu dengan cara menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan melakukan aktivitas.
Kita mau melatih cara yang mana dulu? Cara yang pertama ya? Baiklah, Cara yang pertama
untuk mengendalikan halusinasi yaitu menghardik, caranya yaitu jika suara-suara itu muncul
katakan didalam hati pergi kamu
suara palsu, saya tidak ingin mendengarmu” sekarang saya contohkan ya pak/bu. Baik sekarang
kita latihan bersama-sama dan sekarang coba bapak/ibu praktekkan…bagus sekali pak/bu…
Fase Terminasi
”Bagaimana perasaan setelah percakapan kita ini? Apakah bermanfaat buat bapak/ibu?”
“Coba bapak lakukan kembali cara menghardik halusinasi”. “Bagus sekali bapak/ibu dapat
melakukan menghardik dengan baik.
Nah setiap kali suara-suara itu datang, lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
Tadi kita sudah membicarakan cara mengusir halusinasi, nanti jika halusinasi atau suara itu
muncul lagi coba bapak/bu lakukan menghardik seperti cara yang sudah kita latih tadi. Kita buat
jadwal latihan untuk mengingatnya dan latihan sesuai dengan jadwal ya bapak/bu.
Jadi bpk/ibu latihannya tiga kali sehari pagi jam 07.00, siang jam 13.00 dan malam jam 19.00 ya.
Selain itu bapak/ibu praktekkan juga latihannya ketika suara itu muncul.
Kontrak yang akan datang
“Besok kita ketemu lagi untuk belajar cara yang kedua untuk mengendalikan halusinasi cara
yang ke dua, yaitu minum obat, bagaimana kalo jam 9.00 wib waktunya 20 menit, tempatnya
disini saja atau dimana? Baiklah disini saja. Baiklah pak/ibu, sudah selesai pertemuan kita.
Selamat pagi…” SP 2 Pasien
Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum !”selamat pagi pak/bu ,”
“Bagaimana keadaannya pagi ini ? Apa yang bapak/ibu rasakan? Oh, jadi bpk/ibu masih
mendengar suara-suara? Bagaimana dengan latihan menghardiknya, apakah sudah dilakukan?
Bagaimana hasilnya?” coba suster cek di jadwal kegiatan hariannya “Bagaimana kalau pagi ini
kita bercakap-cakap tentang suara-suara yang sering bpk/ibu dengar, supaya bpk/ibu bisa
mengendalikan suar-suara tersebut. Baiklah kita berbicara selama 20 menit ya? Baik, mari duduk
di ruangan menonton!”
Fase Kerja
Baiklah, tadi bpk/ibu mengatakan masih sering mendengar suara-suara, Apa yang di dengar dari
suara-suara itu? Kapan suara-suara itu terakhir muncul? ya, baiklah, kemaren kita sudah latihan
menghardik halusinasi, sekarang cara yang kedua adalah dengan minum obat secara teratur.
Selama ini bpk/ibu minum obatnya berapa kali sehari? Apa saja nama dan warna obatnya? Ya,
benar sekali. Jadi obatnya harus selalu diminum ya. Cara berikutnya adalah dengan bercakap-
cakap. Ketika suara-suara itu muncul, bpk/ibu bisa panggil teman atau perawat untuk bercakap-
cakap dengan bpk/ibu..supaya suara-suara itu pergi. Caranya seperti ini kalau ingin mengajak
teman atau perawat bercakap-cakap ketika suara itu datang......coba ulangi lagi. Ya, bagus sekali
sudah bisa melakukannya.
Fase Terminasi :
”Bagaimana perasaan setelah percakapan kita ini? Apakah bermanfaat buat bpk/ibu. .?”
“Coba bpk/ibu ceritakan kembali hal apa saja yang sudah kita bicarakan pada pertemuan kali ini.
Bagus sekali”
“Bagus sekali bapak dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali suara-suara itu datang,
lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
Tadi kita sudah membicarakan cara mengusir halusinasi, nanti jika halusinasi atau suara itu
muncul lagi coba bpk/ibu lakukan mengajak teman atau perawat bercakap-cakap dan minum
obat secara
teratur. Kita buat jadwal latihan untuk mengingatnya dan latihan sesuai dengan jadwal ya.
“Besok kita ketemu lagi untuk belajar cara yang lain untuk mengendalikan halusinasi,
bagaimana kalo jam 9.00 wib waktunya 20 menit, tempatnya disini saja atau dimana? Baiklah
disini saja. Sampai jumpa Wassalamu’alaikum wr.wb.”
SP 3 Pasien
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga : bercakap-cakap dengan orang lain
Fase Orientasi
“Selamat pagi bapak, bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul
? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Berkurangkan suara-suaranya Bagus ! Sesuai
janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?
Fase Kerja
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman
untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong,
saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-suara.
Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi!
Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”
Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak pelajari
untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak mengalami
halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam
berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu
muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di
sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi.

SP 4 Pasien
Melakukan aktivitas terjadwal
Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul
? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai
janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan
kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita
bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Kerja:
“Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya (terus ajak
sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih
dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini
dapat bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih
lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah suara-
suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara.
Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai
jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi
seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita
membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.
STRATEGI PELAKSANAAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN WAHAM

1. Pengertian
Waham merupakan keyakinan salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang salah tentang
realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat (Keliat & Akemat, 2007).
2. Penyebab
a. Genetik
b. Biologis yaitu ketidakseimbangan neurotransmitter
c. Diisolasi oleh lingkungan
d. Mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan menutup diri
e. Konsep diri yang negatif
3. Tanda dan Gejala
Mayor
Subyektif Objektif
1) Mengatakan bahwa ia adalah artis, 1) Mudah tersinggung
nabi, presiden dll yang tidak 2) Marah
sesuai dengan kenyataannya. 3) Waspada
2) Curiga dan waspada berlebih pada 4) Menarik diri
orang tertentu 5) Inkoheren
3) Merasa diintai dan akan 6) Perilaku seperti isi wahamnya
membahayakan dirinya
4) Merasa yakin menderita penyakit
fisi

Minor
Subyektif Objektif
1) Tidak mampu mengambil 1) Bingung
keputusan 2) Perubahan pola tidur
2) Merasa khawatir sampai panik 3) Kehilangan selera makan
4. Kondisi Klinis Terkait
a. Skizofrenia
b. Gangguan Bipolar
c. Obsessive-Compulsive Disorder
d. Epilepsi
5. Tujuan Asuhan Keperawatan
a. Kognitif, klien mampu :
1) Menyebutkan orientasi terhadap realitas (orang, tempat, dan waktu)
2) Menyebutkan kebutuhan yang belum terpenuhi
3) Menyebutkan aspek positif yang dimiliki
b. Psikomotor, klien mampu :
1) Berorientasi terhadap realitas
2) Memenuhi kebutuhan
3) Melatih aspek positif yang dimiliki
4) Minum obat dengan prinsip 8 benar
c. Afektif,
1) Merasakan manfaat dari latihan yang dilakukan
2) Merasa nyaman dan tenang
6. Tindakan Keperawatan
Tindakan Pada Klien
1) Sikap perawat : tenang, lembut, netral, jujur, hindari pertentangan, bicara jelas, dan
simple
2) Tidak mendukung dan tidak membantah waham klien
3) Yakinkan klien berada pada lingkungan pada lingkungan yang aman
4) Bantu klien untuk orientasi realitas
5) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
6) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan yang realistis
7) Diskusikan kemampuan/aspek positif yang dimiliki klien
8) Latih klien dalam melakukan kemampuan/aspek positif yang dimiliki
Tindakan Pada Keluarga
1) Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya waham
yang dialami klien
3) Mendiskusikan cara merawat waham dan memutuskan cara merawat yang sesuai
dengan kondisi klien
4) Melatih keluarga cara merawat anggota keluarga dengan waham
a) Tidak mendukung dan tidak membantah waham klien
b) Membimbing klien melakukan latihan cara mengendalikan waham sesuai
dengan yang dilatih perawat kepada klien
c) Memberi pujian atas keberhasilan klien
5) Melibatkan seluruh anggota keluarga dalam membimbing orientasi realita
6) Menjelaskan tanda dan gejala yang memerlukan rujukan segera serta melakukan
follow up ke pelayanan kesehatan secara teratur
Tindakan Pada Kelompok (Terapi Aktivitas Kelompok : orientasi realita
1) Sesi 1 : Pengenalan orang
2) Sesi 2 : Pengenalan tempat
3) Sesi 3 : Pengenalan waktu
STANDAR PELAKSANAAN KOMUNIKASI
WAHAM
SP 1 Pasien

Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara
memenuhi kebutuhan, mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Fase Orientasi
‘Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Ana, saya perawat yang dinas pagi ini di ruang
Melati. Saya dinas dari pukul 07.00-14.00 nanti. Saya akan merawat abang hari ini. Nama abang
siapa? Senang dipanggil apa? Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang Bang Beni rasakan
sekarang? Berapa lama Bang Beni mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
Dimana enaknya kita berbincang-bincang Bang?”
Fase Kerja
“Saya mengerti Bang Beni merasa bahwa Bang Beni adalah Nabi, tapi sulit bagi saya untuk
mempercayainya karena setahu saya semua Nabi sudah tidak ada lagi, bisa kita lanjutkan
pembicaraan yang tadi terputus Bang?”
“Tampaknya Bang Ben gelisah sekali, bisa abang ceritakan apa yang Bang Beni rasakan?”
“Ooo…jadi Bang Beni merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk
mengatur diri abang sendiri?”
“Siapa menurut Bang Beni yang sering mengatur-ngatur ya Bang, juga kakak dan adik abang yang
lain?”
“Kalau abang sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo,, bagus abang sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”. Coba kita tuliskan
rencana dan jadwal tersebut Bang”
“Wah…bagus sekali, jadi setiap harinya abang ingin ada kegiatan di luar rumah karena bosan
kalau di rumah terus ya”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bang Beni setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus”
“Bagaimana kalau jadwal ini abang coba lakukan, setuju Bang?”
“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?”
“Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah Abang miliki? Mau dimana kita bercakap-
cakap? Bagaimana kalau disini lagi?”

SP 2 Pasien
Mengidentifikasi kemampuan positif yang dimiliki pasien dan membantu mempratikkannya
Fase Orientasi
“Assalamualaikum bang Beni, bagaimana perasaaannya saat ini? Bagus!”
“Apakah bang Beni sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran abang?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi bang Beni tersebut?”
“Berapa lama Bang Beni mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit tentang hal
tersebut?”
Fase Kerja
“Apa saja hobi abang? Saya catat ya bang, terus apa lagi?”
“Wah..rupanya bang Beni pandai main volley ya, tidak semua orang bisa bermain volley seperti
itu lho”
“Bisa bang Beni ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar bermain volley? Siapa yang
dulu mengajarkannya kepada bang Beni? Dimana?”
“Bisa bang Beni peragakan kepada saya bagaimana bermain volley yang baik itu?”
“Wah…baik sekali permainannya”
“Coba kita buat jadwal untuk kemampuan bang Beni ini ya, berapa kali sehari/seminggu bang
Beni mau bermain volley?”
“Apa yang bang Beni harapkan dari kemampuan bang Beni yang selain bermain volley?”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bang Beni setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan kemampuan
abang?”
“Setelah ini coba bang Beni lakukan latihan volley sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya?”
“Besok kita ketemu lagi ya bang”
“Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di ruang makan saja ya, setuju?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus bang Beni minum, setuju?”
SP 3 Pasien
Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar
Fase Orientasi
“Assalamualaikum bang Beni?”
“Bagaimana bang, sudah dicoba latihan volleynya? Bagus sekali”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang
obat yang bang Beni minum?”
“Dimana kita mau berbicara? Di ruang makan?”
“Berapa lama bang Beni mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?”
Fase Kerja
“Bang Beni berapa macam obat yang diminum/jam berapa saja minum obat?”
“Bang Beni perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga
tenang”
“Obatnya ada tiga macam bang, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang,
yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP
gunanya agar pikiran teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan
jam 7 malam. “Bila nanti setelah minum obat mulut abang terasa kering, untuk membantu
mengatasinya abang bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu”
“Sebelum minum obat ini bang Beni dan ibu mengecek label di kotak obat apakah benar nama
bang Beni tertulis di situ, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam
waktu lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya bang Beni tidak menghentikan sendiri obat yang
harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bang Beni setelah kita bercakap-cakap tentang obat yang bang Beni
minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan abang. Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat
makan siang minta sendiri obatnya pada perawat”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan lagi ya bang?”
“Bang, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan di tempat sama? Sampai besok
STRATEGI PELAKSANAAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

1. Pengertian
Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap timbul karena orang
lain serta sebagai suatu keadaan negatif atau mengancam (NANDA-I, 2018).
2. Penyebab
a. Sulit berhubungan/berinteraksi dengan orang lain
b. Perasaan malu
c. Perasaan tidak berharga
d. Perasaan malu
e. Pengalaman ditolak, dikucilkan, dan dihina
3. Tanda dan Gejala
Mayor
Subyektif Objektif
1) Ingin sendiri 1) Menarik diri
2) Merasa tidak nyaman di tempat umum 2) Menolak melakukan interaksi
3) Merasa berbeda dengan orang lain 3) Afek datar
4) Afek sedih
5) Afek tumpul
6) Tidak ada kontak mata
7) Tidak bergairah atau lesu

Minor
Subyektif Objektif
1) Menolak berinteraksi dengan 1) Menunjukkan permusuhan
orang lain 2) Tindakan berulang
2) Merasa sendirian 3) Tindakan tidak berarti
3) Merasa tidak diterima
4) Tidak mempunyai sahabat
4. Diagnosis Medis Terkait
a. Skizofrenia
b. Psikotik akut
c. Depresi
d. Penyakit fisik
e. Perubahan penampilan
5. Tujuan Asuhan Keperawatan
a. Kognitif, klien mampu
1) Mengidentikasi keuntungan berinteraksi dengan orang lain
2) Mengidentifikasi kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
3) Memiliki keberanian berinteraksi
4) Memiliki motivasi berinteraksi
5) Memiliki inisiatif berinteraksi
b. Psikomotor, klien mampu
1) Melakukan interaksi dengan orang lain
2) Melakukan kegiatan bersama dengan orang lain
3) Melakukan kegiatan sosial
c. Afektif, klien mampu
1) Merasakan manfaat dari latihan berinteraksi
2) Merasa nyaman berinteraksi dengan orang lain
6. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada klien
1) Diskusikan keuntungan berinteraksi dengan orang lain
2) Diskusikan keuntungan melakukan kegiatan bersama orang lain
3) Latih klien berkenalan
4) Latih klien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sehari-hari
5) Latih klien kegiatan sosial : berbelanja, ke rumah ibadah, ke arisan, ke bank dll
Tindakan pada keluarga
1) Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2) Jelaskan proses terjadinya isolasi sosial yang dialami klien
3) Diskusikan cara merawat klien dengan isolasi sosial dan memutuskan cara
merawat yang sesuai dengan kondisi klien
4) Latih keluarga cara merawat isolasi sosial
5) Libatkan seluruh anggota keluarga dalam bersosialisasi dengan klien,
kegiatan keluarga bersama, jadwal bercakap-cakap tiap anggota keluarga
6) Jelaskan tanda dan gejala isolasi sosial yang memerlukan rujukan segera
serta melakukan follow up ke pelayanan kesehatan secara teratur
Tindakan pada kelompok (TAK Sosialisasi)
1) Sesi 1 : Memperkenalkan diri
2) Sesi 2 : Berkenalan
3) Sesi 3 : Bercakap-cakap topik umum
4) Sesi 4 : Bercakap-cakap topik tertentu
5) Sesi 5 : Bercakap-cakap topik masalah pribadi
6) Sesi 6 : Bekerja sama
7) Sesi 7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi
STANDAR PELAKSANAAN KOMUNIKASI
ISOLASI SOSIAL

SP 1 Pasien
Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial,
membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien
berkenalan.
Fase Orientasi
“Assalamualaikum …. ”Selamat siang bpk/ibu.... Perkenalkan nama saya…., saya senang
dipanggil …. Saya mahasiswa ….. yang bertugas di…. . Perawat penanggung jawab Ibu
adalah.....
namun saya juga akan merawat Ibu disini selama.... dari jam...sampai jam... Nama Ibu siapa?
Senang dipanggil siapa? Tanggal lahir Ibu?”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini ? Kemarin waktu dibawa kesini, apa yang terjadi di rumah ya
bu? dan apakah sekarang masih dirasakan? Apa yang sudah ibu lakukan untuk mengatasinya?
Dan apa yang ibu rasakan ? apakah bermanfaat yang sudah ibu lakukan itu?.
”Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang perasaan ibu yang tadi katanya merasa
malas ngobrol dengan teman yang lainnya. Namun saya akan periksa ibu dan bertanya beberapa
hal supaya tahu kondisi kesehatan ibu dan kita akan membahas cara-cara untuk mengatasi
masalah ibu. Waktunya selama 30 menit. Apakah bpk/ibu bersedia? Dimana kita akan
berbincang-bincang? Bagaimana kalau di sini saja.”
Fase Kerja
Menurut bpk/ibu, untuk mengatasi hal tersebut bpk/ibu akan tidur-tiduran saja di kamar, tidak
berbicara dengan orang lain karena bpk/ibu takut mereka akan merendahkan bpk/ibu lagi kalau
bpk/ibu hanya duduk saja sendiri di kamar bagaimana perasaannya?”
”Ya...benar sekali, bpk/ibu akan merasa sepi, bosan karena tidak ada teman. Jadi supaya tidak
merasa sedih dan punya teman kita harus berkenalan dan berteman dengan yang lain. Di sini
bpk/ibu punya teman untuk ngobrol?”
”Menurut bpk/ibu apa kira-kira penyebab bpk/ibu tidak punya teman? Ya penyebab yang lain?”
”Menurut bpk/ibu apa manfaat bila kita punya teman? Apa kerugiannya bila bpk/ibu tidak punya
teman?”
”Ya...betul sekali bpk/ibu, kita harus punya teman. Sekarang menurut bpk/ibu apa yang harus
kita lakukan agar mempunyai teman? Ya...bagus, kita harus berkenalan terlebih dahulu”.
”Menurut bpk/ibu apa yang harus kita lakukan saat kita berkenalan? Ya, benar sekali...yang
pertama kita harus berjabat tangan sambil mengucapkan salam, bisa selamat pagi/siang/sore atau
assalamualaikum. Setelah itu baru kemudian kita sebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal
dan hobi bpk/ibu. Baru setelah itu bpk/ibu menanyakan nama lengkap, nama panggilan, alamat
dan hobi orang yang kita ajak berkenalan”
”Ayo coba sekarang bpk/ibu praktekkan ..anggap bpk/ibu belum berkenalan dengan
saya”. ”Coba bpk/ibu sekarang berkenalan dengan saya”.
”Ya bagus sekali bpk/ibu. Ternyata bpk/ibu mampu berkenalan dengan baik”.
Fase Terminasi
”Baiklah bpk/ibu, setelah kita berbincang-bincang tadi bagaimana perasan bpk/ibu sekarang?”
”Dapatkah bpk/ibu menyebutkan kembali apa manfaat yang bpk/ibu rasakan berkenalan dengan
orang lain. Bagus sekali bpk/ibu, bpk/ibu sudah mengikuti apa yang kita bicarakan tadi dengan
baik”.
”Setelah kegiatan ini selesai coba bpk/ibu ingat-ingat lagi apa yang kita bicarakan dari penyebab
bpk/ibu menyendiri, manfaat punya teman, dan kerugiannya jika tidak punya teman, dan cara
berkenalan tadi?”
”Baik bpk/ibu, kita telah berbicara selam 15 menit, bagaimana kalau besok jam 16.00 kita coba
praktekkan cara berkenalan. Sekarang bpk/ibu bisa beristirahat dan besok ketemu disini jam
16.00. Selamat sore bpk/ibu.”
SP 2 Pasien
Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama-seorang
perawat)
Fase Orientasi
”Assalamualaikum bapak/ibu”
”Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini”
”Sudah diingat-ingat pelajaran kita tentang berkenalan. Coba sebutkan lagi sambil bersalama
dengan perawat”
”Bagus sekali, bapak/ibu masih ingat. Nah sekarang seperti janji saya, saya aka mengajak
bapak/ibu mencoba berkenalan dengan teman saya perawat Nita. Tidak lama kok, sekitar 10
menit. Ayo kita temui perawat Nita di sana”
Fase Kerja
”Selamat pagi perawat Nita, ini ada yang ingin berkenalan dengan Perawat Nita”
”Baiklah pak/bu, bapak/ibu bisa berkenalan dengan perawat Nita seperti yang kita praktikkan
kemaren” (pasien mendemonstrasikan cara berkenalan)
”Ada lagi yang Bapak/Ibu ingin tanyakan kepada perawat Nita, coba tanyakan tentang keluarga
perawat Nita”
”Kalau sudah tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, bapak/ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu
Bapak/Ibu bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat Nita, misalnya jam 1 siang nanti”
”Baiklah perawat Nita, karena bapak/ibu sudah selesai berkenalan, saya dan bapak/ibu akan
kembali ke ruangan. Selamat pagi”
Fase Terminasi
”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah berkenalan dengan perawat Nita”
”Bapak/Ibu tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah Bapak/Ibu lakuan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik
lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya.
Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa
kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti Bapak/Ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi
ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok”

SP 3 Pasien
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan kedua-seorang pasien)
Fase Orientasi
”Assalamualaikum bapak/ibu, bagaimana perasaan hari ini?”
”Apakah bapak/ibu bercakap-cakap dengan perawat Nita kemarin siang?”
”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat Nita kemarin siang”
”Bagus sekali Bapak/Ibu menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu Bapak/Ibu ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien Opik”
”Seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”
Fase Kerja
”Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan”
”Baiklah Pak/Bu, sekarang kita bisa berkenalan dengannya seperti yang Susi lakukan
sebelumnya. ”Ada lagi yang Bapak/Ibu ingin tanyakan kepada Opik? Kalau tidak ada lagi yang
ingin dibicarakan, Bapak/Ibu bisa sudahi pembicaraan ini. Lalu Bapak/Ibu bisa buat janji
bertemu lagi, misalnya jam 4 sore nanti”
”Baiklah Opik, karena bapak/ibu sudah selesai berkenalan, maka kami akan kembal ke ruangan.
Selamat pagi”
Fase Terminasi
”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah berkenalan dengan Opik? Dibandingkan kemarin pagi,
Bapak/Ibu tampak lebih baik saat berkenalan dengan Opik. Pertahankan apa yang Bapak/Ibu
lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan Opik jam 4 sore nanti. Selanjutnya
bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi
di jadwal harian. Jadi satu hari Bapak dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga
kali, jam 10 pagi, jam 1 siang, dan jam 8 malam. Bapak/Ibu bisa bertemu dengan Opik, dan
tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjunya Bapak/Ibu bisa berkenalan dengan orang
lain secara bertahap. Bagaimana? Setuju kan?
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman Bapak/Ibu. Pada jam yang
sama dan tempat yang sama. Assalamualaikum”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HARGA DIRI RENDAH KRONIK

1. Pengertian
Harga diri rendah kronik merupakan evaluasi diri/perasaan negatif tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang berlangsung minimal 3 bulan (NANDA-1, 2018). Harga diri
rendah kronik merupakan suatu keadaan yang maladaptif dari konsep diri, dimana
perasaan tentang diri atau evaluasi diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang
lama (Jaya. 2015).
2. Penyebab
Penyebab dari harga diri rendah kronik diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Kurang kasih sayang
b. Kurang rasa memiliki
c. Kurang penghargaan orang lain
d. Mengalami kegagalan
e. Diejek, dikucilkan dari orang lain
f. Kenyataan tidak sesuai dengan harapan

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala mayor
Subyektif Objektif
1) Menilai diri negatif/mengkritik diri 1) Berjalan menunduk
2) Merasa tidak berarti/tidak berharga 2) Postur tubuh menunduk
3) Merasa malu/minder 3) Kontak mata kurang
4) Merasa tidak mampu melakukan 4) Lesu dan tidak bergairah
apapun 5) Berbicara pelan dan lirih
5) Meremehkan kemampuan yang 6) Ekspresi muka datar
dimiliki 7) Pasif
6) Merasa tidak memiliki kelebihan
Tanda dan gejala minor
Subyektif Objektif
1) Merasa sulit konsentrasi 1) Bergantung pada pendapat orang
2) Mengatakan sulit tidur lain
3) Mengungkapkan keputusasaan 2) Sulit membuat keputusan
4) Enggan mencoba hal baru 3) Seringkali mencari penegasan
5) Menolak penilaian positif tentang 4) Menghindari orang lain
diri sendiri 5) Lebih senang menyendiri
6) Melebih-lebihkan penilaian negatif
tentang diri sendiri

4. Diagnosis Medis Terkait


1) Skizofrenia
2) Depresi berat
3) Bipolar
4) Gangguan jiwa lainnya
5. Tujuan Asuhan Keperawatan
Tindakan Pada Klien
1) Diskusikan aspek positif dan kemampuan yang pernah dan masih dimiliki klien
2) Bantu klien menilai aspek positif dan kemampuan yang masih dimiliki dan dapat
digunakan/dilakukan
3) Bantu klien memilih aspek positif atau kemampuan yang akan dilatih
4) Latih aspek positif atau kemampuan yang dipilih dengan motivasi yang positif
5) Berikan pujian untuk setiap kegiatan yang dilakukan dengan baik
6) Fasilitasi klien bercerita tentang keberhasilannya
7) Bantu klien membuat jadwal latihan untuk membudayakan
8) Bantu klien menilai manfaat latihan yang dilakukan
Tindakan Pada Keluarga
1) Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2) Menjelaskan proses terjadinya harga diri rendah yang dialami klien
3) Mendiskusikan cara merawat harga diri rendah dan memutuskan cara merawat
yang sesuai dengan kondisi klien
4) Melatih keluarga merawat harga diri rendah
5) Melibatkan seluruh anggota keluarga menciptakan suasana lingkungan yang
nyaman : mengurangi kritik, memfasilitasi keberhasilan, dan memberi pujian
6) Menjelaskan tanda dan gejala harga diri rendah kronik yang memerlukan rujukan,
serta melakukan follow up ke pelayanan kesehatan secara teratur
Tindakan Pada Kelompok (TAK stimulasi persepsi untuk harga diri rendah)
1) Sesi 1 : Identifikasi kemampuan dan aspek positif pada diri
2) Sesi 2 : Menilai kemampuan dan aspek positif pada diri klien yang dapat dilakukan
3) Sesi 3 : Memilih aspek positif atau kemampuan yang akan dilatih
4) Sesi 4 : Melatih kemampuan atau aspek positif pada diri
5) Sesi 5 : Menilai manfaat latihan terhadap harga diri
STANDAR PELAKSANAAN KOMUNIKASI
HARGA DIRI RENDAH KRONIK

SP 1 Pasien
Mendisukusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien
memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, memilih kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang
telah dilatih dalam rencana harian.
Fase Orientasi
“Selamat pagi pak …., perkenalkan saya suster ............ Biasa dipanggil dengan
panggilan…….Saya adalah perawat pendamping yang akan merawat Bapak, perawat
penanggung jawab Bapak adalah suster….. Apa benar ini dengan bapak. senang di panggil
dengan nama apa
pa? Coba disebutkan tanggal lahir nya pak?” “Apa yang bapak rasakan saat ini? Jadi bapak
merasakan malu dan tidak percaya diri?”
“Apa saja yang sudah bapak lakukan untuk menghilangkan rasa malu dan tidak percaya diri
bapak? Apakah cara itu berhasil mengurangi rasa malu dan tidak percaya diri bapak?”
“Baiklah Bapak, bagaimana kalau sekarang kita berbicara tentang perasaan malu dan tidak
percaya diri yang dirasakan Bapak? Selanjutnya kita juga akan latihan bagaimana caranya untuk
meniningkatkan rasa percaya diri bapak. Tujuannya adalah untuk membantu Bapak
menyelesaikan masalah yang sedang dialami.”
“Berapa lama kita akan bicara pak? Dimana?”
Fase Kerja
“Baik berdasarkan beberapa hal yang Bapak sampaikan bahwa saat ini Bapak merasa malu
untuk berinteraksi dengan orang lain, dan tidak percaya diri. Nah disini ada beberapa cara untuk
membantu mengurangi perasaan malu dan cangggung serta rasa tidak percaya diri yang dialami
Bapak. Terdapat empat cara latihan untuk meningkatkan harga diri Bapak, kita mulai latihan
yang pertama yaitu membuat daftar kegiatan yang masih dapat dilakukan Bapak selama dirumah
sakit, baiklah sekarang coba bapak tuliskan disini... baik bagus sekali Bapak mampu menuliskan
5 kegiatan yang masih dapat dilakukan di RS, selanjutnya dari kelima kegiatan ini, mana yang
akan kita latih bersama, baiklah Bapak memilih kegiatan Membuat kerajinan dari kertas bekas,
itu bagus
sekali Bapak. Nah hari ini kita latihan membuat kerajinannya ya Pak.. kita mulai dari
mengumpulkan bahan dan langsung membuat kerajinan.
Bapak sudah bagus sekali mampu membuat kerajinan dengan baik, nah kemampuan ini perlu
dilatih terus agar kemampuan Bapak semakin meningkat. Nah untuk latihan membuat kerajinan
ini kita akan latih berapa kali sehari? Baiklah... berarti kita akan latihan setiap satu hari satu kali
jam10 pagi ya pak. Nanti setelah bapak melakukan latihan ini di tulis di dalam jadwal dan
catatan harian ya Pak.”
Fase Terminasi
“Setelah kita latihan hari ini, bagaimana perasaannya? Apakah ada yang ditanyakan? Adakah
hal yang belum jelas?”
“Baik Bapak, tadi kita latihan mengenai apa Bapak? Iya benar sekali... kemudian bagaimana
cara melatihnya ?”. Baik, jadi besok kita akan melanjutkan membuat kerajinan dari kertas ya
pak. Kita besok bertemu disini jam 10 pagi ya pak.
Baiklah bapak sampai ketemu besok siang, selamat siang,,,
STRATEGI PELAKSANAAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

1. Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Bunuh diri adalah segala sesuatu perbuatan dengan
tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh seseorang
yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat (Maramis, 1995 dalam
Rusdi, 2013).
Risiko bunuh diri merupakan keadaan seseorang berisiko membunuh dirinya sendiri. Risiko
bunuh diri jelas menandakan seorang individu pada risiko tinggi dan membutuhkan
perlindungan (Carpenito & Moyet, 2006). Diseluruh dunia, paling sedikit 1000 kejadian
bunuh diri setiap hari (Stuart, 2013). Berdasarkan data dari World Health Organization
(WHO) setiap tahun, lebih dari 800.000 orang meninggal karena bunuh diri. Pada tahun
2012, bunuh diri merupakan penyebab utama kedua kematian pada usia 15-29 dan setiap 4
detik terjadi kematian akibat bunuh diri (WHO, 2014). Dalam Masango et al, (2008)
dijelaskan bahwa bunuh diri merupakan kematian diri sendiri secara segaja dengan bukti
bahwa orang tersebut memang bermaksud untuk mati. Definisi lain disebutkan bahwa bunuh
diri merupakan kematian yang ditimbulkan oleh cedera, keracunan, atau sesak nafas dimana
terbukti bahwa orang yang meninggal memang bermaksud untuk membunuh dirinya sendiri
(Stuart, Keliat dan Pasaribu, 2016). Menurut Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni (2014)
perilaku bunuh diri terdiri dari tiga jenis yaitu:
Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,
misalnya: dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh” atau
“Segala seseuatu akan lebih baik tanpa saya”. Pada kondisi ini pasien mungkin sudah
memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa
bersalah/sedih/marah/ putus asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif
tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien. Berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak
disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum mencoba
bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri,
minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri ini dapat dilihat data-data yang harus dikaji pada setiap
jenisnya. Setelah melakukan pengkajian, anda dapat merumuskan diagnosa keperawatan
berdasarkan tingkat resiko dilakukannya bunuh diri.
2. Penyebab
a. Etiologi bunuh diri yang digolongkan berdasarkan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan seperti pelarian dan penganiayaan, hubungan interpersonal, self ideal yang
terlalu tinggi, penyakit kronis dll
b. Faktor determinan seperti kebudayaan, jenis kelamin, status sosial, status perkawinan dan
gangguan jiwa

3. Tanda dan Gejala


4. Tindakan Keperawatan Ners
Individu

1. Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isyarat, ancaman, percobaan (jika
percobaan segera rujuk)
2. Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan aman
untuk pasien)
3. Melatih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek positif diri
sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang dimiliki
4. Melatih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek positif
keluarga dan lingkungan, latih afirmasi/berpikir aspek positif keluarga dan lingkungan
5. Mendiskusikan harapan dan masa depan
6. Mendiskusikan cara mencapai harapan dan masa depan
7. Melatih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara bertahap
8. Melatih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan
Keluarga
1. Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya risiko bunuh diri
(gunakan booklet)
3. Menjelaskan cara merawat risiko bunuh diri
4. Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi dukungan pencapaian masa
depan
5. Melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan menciptakan suasana
6. positif dalam keluarga: tidak membicarakan keburukan anggota keluarga
7. Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa depan serta
langkah- langkah mencapainya
8. Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan kegiatan untuk mencapai harapan
masa depan
9. Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
Kelompok
1. Terapi kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan resiko bunuh diri adalah:
TAK stimulasi persepsi untuk harga diri rendah, meliputi kegiatan mengidentifikasi
kemampuan/hal positif pada diri dan melatih kemampuan/hal positif pada diri
2. Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga klien resiko bunuh diri
STANDAR PELAKSANAAN KOMUNIKASI
RISIKO BUNUH DIRI

Sp 1 Pasien
Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Fase Orientasi
Assalamu’alaikum A kenalkan saya adalah perawat B yang bertugas di ruang Mawar ini, saya
dinas pagi dari jam 7 pagi sampai 2 siang.”
”Bagaimana perasaan A hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang A rasakan selama ini. Dimana dan
berapa lama kita bicara?”
Fase Kerja
“Bagaimana perasaan A setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A merasa paling
menderita di dunia ini? Apakah A kehilangan kepercayaan diri? Apakah A merasa tak berharga
atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan
diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat untuk
menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa A mati? Apakah A pernah mencoba
untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?” Jika pasien telah
menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk
melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya A membutuhkan
pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa
seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan A.”
”Nah A, Karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A,
maka saya tidak akan membiarkan A sendiri.”
”Apa yang A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu muncul, maka
untuk mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga
keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan pada perawat,
keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.

”Saya percaya A dapat mengatasi masalah, OK A?”


Fase Terminasi
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
”Coba A sebutkan lagi cara tersebut”
”Saya akan menemani A terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
( jangan meninggalkan pasien )
SP 2 Pasien
Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

Fase Orientasi
”Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya khan?Bagaimana perasaanB hari ini? O...
jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh
diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi
keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana?”Disini saja yah!
Fase Kerja
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang membahayakan B.”
”Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup
B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
”Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau
keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..”.
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah
kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagimana Masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau
masih ada perasaan / dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang
lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunh diri saya akan ketemu B lagi, untuk
membicarakan cara meninngkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.
SP 3 Pasien
Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri

Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum B! Bagaimana perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa
lama? Dimana?”

Fase Kerja
Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau
B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang
bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang
baik yang patut B syukuri.Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan
selama ini”.Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari kita latih.”

Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja
yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan
B jika terjadi doronganmengakhiri kehidupan (aff B. Tindakan keperawatan pada keluarga
irmasi).Bagus B. Coba B ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu
disyukuri! Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya
dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi
saya ya!”
SP 4 Pasien
Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada
pasien isyarat bunuh diri

Fase Orientasi
”Assalamu’alaikum, B. Bagaimana perasaannyai? Masihkah ada keinginan bunuh diri?
Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang kita akan berdiskusi
tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? Di
saja yah ?”
Fase Kerja
« Coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apalagi
kira- kira jalan keluarnya. Wow banyak juga yah. Nah coba kita diskusikan keuntungan
dan kerugian masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang
paling menguntungkan! Menurut B cara yang mana? Ya, saya setuju. B bisa
dicoba!”Mari kita buat rencana kegiatan untuk masa depan.”
Fase Terminasi
Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi masalah yang
B akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B menyelesaikan masalah dengan cara yang
dipilih B tadi. Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahas
pengalaman B menggunakan cara yang dipilih”.
STRATEGI PELAKSANAAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Pengertian
Defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang yang mengalami
gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri seperti mandi, berganti
pakaian, makan dan toileting (Wilkinson, 2007). Orem (1991) dalam Susanti Herni
(2010), menyatakan bahwa perawatan diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa factor
yang disebut sebagai faktor kondisi dasar (basic functioning factors), meliputi umur, jenis
kelamin, tingkat perkembangan, system pelayanan kesehatan, social budaya, sistem
keluarga, dan ketersediaan sumber-sumber pendukung.
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
b. Faktor Presipitasi
3. Tanda dan Gejala
a. Kognitif
1) Mengatakan penolakan atau tidak mampu untuk membersihkan tumbah atau bagian
tumbah
2) Mengatakan malas melakukan perawatan diri
3) Kurang konsentrasi saat melakukan aktivitas
4) Bingung
5) Kerusakan / gangguan perhatian
6) Kesadaran menurun
7) Tidak bersedia melakukan defekasi dan urinasi tanpa bantuan
b. Afektif
1) Merasa malu, marah dan perasaan bersalah
2) Merasa tidak punya harapan
3) Merasa frustasi
c. Perilaku
1) Menggaruk badan
2) Banyak diam
3) Kadang gelisah
4) Hambatan kemampuan atau kurang minat dalam memilih pakaian yang tepat untuk
dikenakan
5) Tidak mampu melakukan defekasi atau urinasi pada tempat yang tepat
4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk klien:
a. Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat deficit perawatan diri serta
melatih klien merawat diri: mandi
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat defisit perawatan diri
2. Menjelaskan cara perawatan diri: mandi (tanyakan alasan tidak mau mandi,
berapa kali mandi dalam sehari, manfaat mandi, peralatan mandi, cara mandi
yang benar)
3. Melatih klien cara perawatan diri: mandi
4. Melatih klien memasukkan kegiatan berdandan dalam jadwal kegiatan harian
b. Menjelaskan dan melatih klien perawatan kebersihan diri: berhias/berdandan
1. Mendiskusikan tentang cara perawatan diri berdandan (alat yang dmbatuhkan,
kegiatan berdandan, cara berdandan, waktu berdandan, manfaat berdandan,
kerugian jika tidak berdandan
2. Melatih cara berdandan: berpakaian, menyisir rammbat, berdandan
3. Melatih klien memasukkan kegiatan berdandan dalam jadwal kegiatan harian
c. Melatih cara melakukan perawatan diri: makan/minum
1. Mendiskusikan cara perawatan diri: makan/minum (tanyakan alat-alat yang
dmbatuhkan, cara makan minum, waktu makan minum, manfaat makan minum
dan kerugian jika tidak makan minum
2. Melatih cara perawatan diri: makan minum
3. Melatih klien memasukkan kegiatan makan/minum dalam jadwal kegiatan harian
d. Melatih cara melakukan perawatan diri: BAK/BAB
1. Mendiskusikan cara perawatan diri BAB/BAK (alat yang dmbatuhkan, kegiatan
BAB/BAK, cara melakukan BAB/BAK yang benar, manfaat BAB/BAK yang
benar, kerugian jika BAB/BAK tidak benar).
2. Melatih cara perawatan diri: BAB/BAK
3. Melatih klien memasukkan kegiatan BAB/BAK dalam jadwal kegiatan harian
Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Menjelaskan masalah klien defisit perawatan diri
1. Mengidentifikasi masalah keluarga dengan merawat klien defisit perawatan diri
2. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin yang terjadi pada klien defisit
perawatan diri
3. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien defisit
perawatan diri
4. Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien defisit perawatan diri
b. Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien defisit perawatan diri
1. Menjelaskan cara merawat klien defisit perawatan diri
2. Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan perawatan
diri: mandi
3. Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan perawatan
diri: berdandan
4. Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan perawatan
diri: makan/minum
5. Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan perawatan
diri: BAB/BAK
c. Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang terapeutik bagi
klien defisit perawatn diri
1. Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan diri
2. Mendiskusikan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
3. Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya merawat klien
d. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up, cara
rujukan kesehatan klien dan mencegah kekammbahan
1. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
2. Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
3. Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kammbah
4. Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk klien ke pelayanan
kesehatan
3. Kelompok

a. Terapi Aktivitas Kelompok


b. Pendidikan Kesehatan pada kelompok keluarga tentang defisit perawatan diri
STANDAR PELAKSANAAN KOMUNIKASI
DEFISIT PERAWATAN DIRI

SP1 Pasien
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan melatih pasien tentang
cara-cara perawatan kebersihan diri
Fase Orientasi
“Selamat pagi, kenalkan saya suster R”
”Namanya siapa, senang dipanggil siapa?”
”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya yang akan
merawat T?”
“Dari tadi suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”
” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”
” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”
Fase Kerja
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T apa
kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut T apa manfaatnya
kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan
baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga
kebersihan diri masalah apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir rambut?
Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan berdandan?”
(Contoh untuk pasien laki-laki)
“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa gunanya cukuran?
Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x perminggu, dan ada alat
cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya.
“Berapa kali T makan sehari?
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah makan.”
“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya... kita kencing dan
berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini, lalu jangan lupa membersihkan pakai air dan
sabun”.
“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang perlu kita
persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sikat gigi, shampo dan
sabun serta sisir”.
”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing T melakukannya.
Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu ambil shampoo gosokkan pada kepala T
sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di
seluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai
odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi T mulai dari depan
sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh T
sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. T bagus sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai
baju dan sisir rambutnya dengan baik.”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba T
sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”. ”Bagaimana
perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri tadi ? Sekarang
coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”
”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore, Mari...kita
masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan beri tanda kalau sudah
dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru
dilakukan dan T ( tidak ) tidak melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-
pagi sehabis makan.
SP 2 Pasien :
Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak Tono?
“Bagaimana perasaan bpk hari ini? Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan? Sudah ditandai di
jadual hariannya?
“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di ruang tamu ?
lebih kurang setengah jam”.
Fase Kerja
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang bersih 2x/hari.
Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan, lihat ke cermin,
bagus…sekali!
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya, Bagus !”
(catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.
“Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..
“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi ya! Mari kita
masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam berapa?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien yang lain.
SP 3 Pasien
Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
Fase Orientasi
“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana mandinya?”Sudah di tandai dijadual
harian ?
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T kita dekat cermin
dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )

Fase Kerja
“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…sekarang disisir
rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” coba dibedakin mukanyaT,
yang rata dan tipis. Bagus sekali.” “ T, punya lipstik mari dioles tipis. Nach…coba lihat
dikaca!

Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan T belajar berdandan” “T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan
dalam jadualnya. Kegiatan harian, sama jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan
yang baik di ruang makan bersama pasien yang lain”.

SP 4 Pasien
Percakapan melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
Fase Orientasi
“Selamat siang T,”
” Wow...masih rapi dech T”.
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di ruang
makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“
Fase Kerja
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T makan?”
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan! “Bagus!
Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan T yang
pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya,
Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan piring,dan gelas yang kotor. Ya betul..
dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat, coba...T minta
sendiri obatnya.”
Fase Terminasi
Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.”Apa saja yang harus kita lakukan
pada saat makan, ( cuci tangan, duduk yang baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci
piring dan gelas, lalu cuci tangan.)”” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita
masukkan dalam jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman
kalau jam 10.00 disini saja ya...!”

SP 5 Pasien
Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Fase Orientasi
“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan jadual
kegiatannya..?”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!
Fase Kerja
Untuk pasien pria:
“Dimana biasanya Tono berak dan kencing?” “Benar Tono, berak atau kencing yang baik itu di
WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan kotorannya.
Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang tempat ya ”
“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?”
“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono membersihkan anus atau
kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/air kencing yang masih tersisa di
tubuh Tono”. “Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC
dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air
kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing seperti ini,
berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/ air
kencing”
“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, Tono perlu merapihkan kembali pakaian sebelum
keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutup rapi , lalu cuci
tangan dengan menggunakan sabun.”
Untuk pasien wanita:
“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air dari arah depan ke
belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna untuk mencegah masuknya
kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”
“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC dibersihkan.
Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak
tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti Tono
ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu cuci tangan
dengan menggunakan sabun.”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang baik?”
“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!
“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi ”.
“ Nach...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauhmana T bisa melakukan jadual
kegiatannya.”

Anda mungkin juga menyukai