Anda di halaman 1dari 26

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN DESAIN

PEMBELAJARAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan


Desain Pembelajaran Biologi
Dibina oleh Prof. Dr. Susriyati Mahanal, M.Pd.

Oleh
Kelompok 10 / Offering C 2020
Feni Eka Wulandari (200341862530)
Lianto (200341862519)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa
dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Model-Model Pengembangan Desain Pembelajaran” ini dengan
lancar dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Makalah ini berisi mengenai
konsep-konsep yang perlu dipahami tentang model-model pengembangan desain
pembelajaran. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-
banyaknya kepada :
1. Ibu Dr. Susriyati Mahanal, M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah
Pengembangan Desain Pembelajaran Biologi yang telah banyak memberikan
wawasan kepada kami dan membimbing kami dalam menyelesaikan makalah.
2. Teman-teman offering C yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kami selaku penulis sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Akhirnya,
semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa saja
yang mencintai ilmu pengetahuan dan pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.

Malang, 26 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar belakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................2
1.3 Tujuan .........................................................................................................2
BAB II ISI ..............................................................................................................3
2.1 Model Pengembangan ADDIE ...................................................................3
2.2 Model Pengembangan 4D ...........................................................................7
2.3 Model Pengembangan Dick and Carey......................................................11
2.4 Model Pengembangan Borg and Gall ........................................................18
BAB III PENUTUP ..............................................................................................22
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................22
3.2 Saran ..........................................................................................................22
DAFTAR RUJUKAN .........................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya
sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai
disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang
strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai
ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi
pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang
memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk
berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem,
desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan system
pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.
Desain pembelajaran berperan dalam pengembangan pembelajaran secara
sistematis untuk memaksimalkan keefektifan dan efisiensi pembelajaran. Kegiatan
mendesain pembelajaran diawali dengan menganalisis kebutuhan siswa,
menentukan tujuan pembelajaran, mengembangkan bahan dan aktivitas
pembelajaran, yang didalamnya mencakup penentuan sumber belajar, strategi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, media pembelajaran dan penilaian
(evaluasi) untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran. Hasil evaluasi
tersebut digunakan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi
dan produktivitas proses pembelajaran.
Desain sistem pembelajaran akan membantu pendidik sebagai perancang
program atau pelaksana kegiatan pembelajaran dalam memahami kerangka teori
lebih baik dan menerapkan teori tersebut untuk menciptakan aktivitas
pembelajaran yang lebih efektif, efisien, produktif dan menarik. Desain sistem
pembelajaran berperan sebagai alat konseptual, pengelolaan, komunikasi untuk
menganalisis, merancang, menciptakan, mengevaluasi program pembelajaran, dan
program pelatihan.
Terdapat beberapa macam model pengembangan antara lain, Dick and Carey,
Borg and Gall, ADDIE, Thiagarajan, Banathy, PPSI dan lain-lain. Setiap model

1
memiliki langkah-langkah yang berbeda dalam proses pengembangannya. Dalam
makalah ini, model pengembangan yang akan dibahas adalah Dick and Carey,
Borg and Gall, ADDIE, dan Thiagarajan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana model pengembangan ADDIE?
1.2.2 Bagaimana model Pengembangan 4D?
1.2.3 Bagaimana model Pengembangan Dick and Carey?
1.2.4 Bagaimana model Pengembangan Borg and Gall?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka didapatkan tujuan dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui model pengembangan ADDIE
1.3.2 Mengetahui model Pengembangan 4D
1.3.3 Mengetahui model Pengembangan Dick and Carey
1.3.4 Mengetahui model Pengembangan Borg and Gall

2
BAB II
ISI
2.1 Model Pengembangan ADDIE
2.1.1 Definisi Model Pengembangan ADDIE
ADDIE (Analysis, Design, Development, Implement, and Evaluate) adalah
salah satu model ISD (Instructional System Design) (Setiyadi, 2018). Berdasarkan
pernyataan tersebut maka ADDIE terdiri atas lima tahap yaitu analisis, desain,
pengembangan, implementasi dan evaluasi. Lima tahapan tersebut masing-masing
memiliki tujuan dan fungsi tersendiri yang berbeda dalam perkembangan desain
instruksional (Cahyadi, 2015). ADDIE merupakan konsep pengembangan produk
(Branch, 2009). Model ini dapat digunakan untuk berbagai macam bentuk
pengembangan produk dalam kegiatan pembelajaran seperti model, strategi
pembelajaran, metode pembelajaran, media dan bahan ajar. Kerangka ADDIE
merupakan proses siklus yang berkembang dari waktu ke waktu dan kontinyu dari
seluruh perencanaan instruksional dan proses implementasi. Ketika digunakan
dalam pengembangan, proses ini dianggap berurutan tetapi juga interaktif, di
mana hasil evaluasi setiap tahap dapat membawa pengembangan pembelajaran ke
tahap sebelumnya. Hasil akhir dari suatu tahap merupakan produk awal bagi tahap
selanjutnya (Setiyadi, 2018).

Gambar 2.1 Konsep ADDIE (Branch, 2009)


Pemilihan model pengembangan ADDIE didasarkan atas beberapa
pertimbangan antara lain:
a) Model ADDIE memiliki strukturnya yang umum dimana kerangka kerjanya
sederhana yang berguna untuk merancang pembelajaran sehingga prosesnya
dapat diterapkan dalam berbagai pengaturan.

3
b) Model ADDIE dapat menggunakan pendekatan produk dengan langkah-
langkah sistematis dan interaktif.
c) Model ADDIE dapat digunakan untuk pengembangan bahan pembelajaran
pada ranah verbal, keterampilan intelektual, psikomotor, dan sikap.
d) Model ADDIE memberikan kesempatan kepada pengembang desain
pembelajaran untuk bekerja sama dengan para ahli isi, media, dan desain
pembelajaran sehingga menghasilkan produk berkualitas baik (Setiyadi, 2018).
2.1.2 Tahap-Tahap Model Pengembangan ADDIE
Menurut Branch (2009), tahap-tahap model pengembangan desain
pembelajaran ADDIE (Analysis, Design, Development, Implement, and Evaluate)
akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:
1) Analysis
Tujuan dari fase analisis adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebab celah/kesenjangan kinerja (performance gap) pada suatu desain
pembelajaran. Setelah menyelesaikan fase analisis maka menentukan apakah
celah tersebut akan teratasi atau tidak. Langkah-langkah analisis antara lain:
a. Validasi celah/kesenjangan kinerja, analisis ini dilakukan dengan
menetapkan tujuan dari kinerja yang ingin dicapai pada pengembangan.
b. Merumuskan tujuan instruksional, yaitu analisis untuk menghasilkan tujuan
yang menanggapi kesenjangan kinerja disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan dan keterampilan.
c. Mengidentifikasi karakteristik peserta didik, berupa kemampuan,
pengalaman, motivasi, sikap dan lain-lain.
d. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dibutuhkan seperti pertimbangan
waktu, konten, teknologi, dan fasilitas
e. Menentukan strategi pembelajaran yang tepat
f. Menyusun rencana manajemen program/proyek, terdapat dua aturan
manajemen proyek yaitu: 1. Sebuah proyek memiliki awal, tengah, dan
akhir; dan 2. Sebuah proyek diukur dari segi kualitas, waktu, dan uang.
Pada tahap analisis, seorang perancang instruksional melakukan
analisis kinerja untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja
yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program

4
pembelajaran atau perbaikan manajemen, apakah masalah tersebut adalah
benar-benar masalah dan membutuhkan upaya untuk penyelesaian. Disamping
itu kemampuan menganalisis kebutuhan, juga merupakan langkah yang sangat
penting untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang
perlu dipelajari oleh pembelajar untuk meningkatkan kinerja atau prestasi
belajar.
2) Design
Tujuan dari tahap ini yaitu memverifikasi kinerja yang akan dicapai
dan pemilihan metode tes yang sesuai. Pada tahap ini seorang perancang
instruksional mampu menetapkan pengalaman belajar atau learning experience
seperti apa yang perlu dimiliki oleh pembelajar selama mengikuti aktivitas
pembelajaran. Komponen desain antara lain diagram susunan tugas, perangkat
uji lengkap, strategi uji, dan proposal investasi/biaya yang dikeluarkan.
Langkah-langkah umum yang ditempuh antara lain:
a. Melakukan inventarisasi tugas
b. Menyusun tujuan kinerja
c. Menyusun strategi uji
d. Menghitung investasi/biaya yang dikeluarkan
3) Development
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghasilkan dan memvalidasi
produk pembelajaran yang akan dikembangkan. Setelah menyelesaikan fase ini
harus dapat mengidentifikasi seluruh sumber daya yang akan dibutuhkan.
Tahapan ini merupakan tahapan produksi dimana segala sesuatu yang telah
dibuat dalam tahapan desain menjadi nyata. Pada tahap ini seorang perancang
harus memiliki kemampuan mencakup kegiatan memilih dan menentukan
metode, media, serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam
menyampaikan materi atau substansi program pembelajaran. Tahap
pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan
ajar. Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media
serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan
materi atau substansi program. Prosedur umum yang pada fase ini adalah
sebagai berikut:

5
1. Menghasilkan konten
2. Memilih atau mengembangkan media pendukung
3. Mengembangkan bimbingan untuk siswa
4. Mengembangkan bimbingan untuk guru
5. Melakukan revisi formatif
6. Melakukan uji coba
4) Implement
Pada tahapan ini sistem pembelajaran sudah siap untuk digunakan.
Pada tahap ini perancang mampu memilih metode pembelajaran seperti apa
yang paling efektif dalam menyampaikan bahan atau materi pembelajaran.
Bagaimana upaya menarik dan memelihara minat pembelajar agar mampu
memusatkan perhatian pada penyampaian materi. Kegiatan yang dilakukan
dalam tahapan ini adalah mempersiapkan dan mengimplentasikan kepada
target pembelajar. Langkah yang dilakukan yaitu:
a. Menyiapkan guru
b. Menyiapkan pembelajar
Tujuan utama dari langkah ini antara lain sebagai berikut.
a. Membimbing pembelajar untuk mencapai tujuan atau kompetensi.
b. Menjamin terjadinya pemecahan masalah/ solusi untuk mengatasi
kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh pembelajar.
c. Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, pembelajar perlu
memilki kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
diperlukan.
5) Evaluate
Tujuan dari fase evaluasi adalah mengukur kualitas dari produk dan
proses sebelum dan setelah pelaksanaan kegiatan. Pada tahap ini seorang
perancang mampu melakukan evaluasi keseluruhan model, dari tahap awal
sampai akhir. Kegiatan evaluasi setidaknya mampu menjawab bagaimana sikap
pembelajar terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, bagaimana
peningkatan kompetensi dalam diri pembelajar yang merupakan dampak dari
keikutsertaan dalam program pembelajaran, dan keuntungan apa yang
dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan kompetensi pembelajar

6
setelah mengikuti program pembelajaran. Prosedur utama dari proses evaluasi
adalah :
a. Menentukan kriteria evaluasi
b. Memilih alat untuk evaluasi
c. Mengadakan evaluasi itu sendiri
2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pengembangan ADDIE
Menurut Pribadi (2009) kelebihan dan kekurangan dari model
pembelajaran ADDIE adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan model ini yaitu sederhana dan mudah dipelajari serta strukturnya
yang sistematis. Seperti kita ketahui bahwa model ADDIE ini terdiri dari 5
tahap yang saling berkaitan dan terstruktur secara sistematis yang artinya dari
tahapan yang pertama sampai tahapan yang kelima dalam pengaplikasiannya
harus secara sistematik, tidak bisa diurutkan secara acak atau kita bisa memilih
mana yang menurut kita ingin di dahulukan.
b. Kekurangan model ini adalah dalam tahap analisis memerlukan waktu yang
lama. Dalam tahap analisis ini pendesain diharapkan mampu menganalisis dua
komponen dari siswa terlebih dahulu dengan membagi analisis menjadi dua
yaitu analisis kinerja dan analisis kebutuhan. Dua komponen analisis ini yang
nantinya akan mempengaruhi lamanya proses menganalisis siswa sebelum
tahap pembelajaran dilaksanakan. Dua komponen ini merupakan hal yang
penting karena akan mempengaruhi tahap mendesain pembelajaran yang
selanjutnya.

2.2 Model Pengembangan 4D


2.2.1 Definisi Model Pengembangan 4D
Desain Model Four-D dikemukakan oleh Thiagarajan, Semmel dan Semmel
pada tahun 1974 (Setiyadi, 2018). Model 4D merupakan sistem pendekatan
pengembangan pembelajaran yang meliputi 4 tahap yaitu tahap pendefinisian
(define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan (develop), dan tahap
penyebaran (disseminate) (Thiagarajan, et al, 1974). Menurut Triyanto, model
pengembangan 4D dapat diadaptasikan menjadi 4P, yaitu Pendefinisian,
Perancangan, Pengembangan, dan Penyebaran (Trianto, 2010).

7
2.2.2 Tahap-Tahap Model Pengembangan 4D
Menurut Thiagarajan, et al (1974), tahap-tahap 4D akan dijelaskan secara
lebih rinci sebagai berikut:
1) Define (Pendefinisian)
Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan
syarat-syarat pengembangan. Tahap pendefinisian dilakukan dengan cara:
a. Front and analysis
Kegiatan ini bertujuan untuk menetapkan masalah dasar yang menjadi dasar
dalam pengembangan perangkat pembelajaran, termasuk jalan keluar dari
masalah yang dihadapi melaui teori-teori belajar yang relevan.
b. Learner analysis
Analisis pembelajar adalah studi tentang target siswa sebagai peserta
pelatihan pendidikan khusus. Karakteristik instrumen yang relevan dengan
desain dan pengembangan instruksi diidentifikasi. Karakteristik yang
dimaksud meliputi latar belakang tingkat perkembangan kognitif dan
pengetahuan siswa.
c. Task analysis
Analisis ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi tugas utama yang perlu
diberikan.
d. Concept analysis
Analisis materi atau konsep bertujuan untuk mengidentifikasi konsep-
konsep utama yang akan dipelajari oleh siswa dan menyusunnya secara
skematis dalam peta konsep.
e. Specifying instructional objectives
Spesifikasi tujuan pembelajaran dilakukan untuk merumuskan tujuan
pembelajaran khusus, berdasarkan analisis tugas dan analisis materi. Pada
tahap ini yang dilakukan adalah menulis tujuan pembelajaran, perubahan
perilaku yang diharapkan setelah belajar dengan kata kerja operasional.
2) Design (Perancangan)
Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran.
Empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu:
a. Penyusunan kriteria penilaian (constructing criterion-referenced test)

8
Penyusunan tes acuan merupakan langkah yang menghubungkan antara
tahap pendefinisian (define) dengan tahap perancangan (design). Tes acuan
disusun berdasarkan spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis siswa,
kemudian selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil belajar. Tes yang
dikembangkan disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif. Penskoran
hasil tes menggunakan panduan evaluasi yang memuat kunci dan pedoman
penskoran setiap butir soal.
b. Pemilihan media (media selection)
Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran
yang relevan dengan karakteristik materi. Lebih dari itu, media dipilih untuk
menyesuaikan dengan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target
pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari
media yang berbeda-beda. Hal ini berguna untuk membantu siswa dalam
pencapaian kompetensi dasar. Artinya, pemilihan media dilakukan untuk
mengoptimalkan penggunaan bahan ajar dalam proses pengembangan bahan
ajar pada pembelajaran di kelas.
c. Pemilihan format (format selection)
Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini
dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan
strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Format
yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan
membantu dalam pembelajaran matematika realistik.
d. Rancangan awal (initial design)
Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan seluruh perangkat
pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum uji coba dilaksanakan. Hal ini
juga meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang terstruktur seperti
membaca teks, wawancara, dan praktek kemampuan pembelajaran yang
berbeda melalui praktek mengajar.
3) Develop (Pengembangan)
Thiagarajan, et al (1974), membagi tahap pengembangan dalam dua
kegiatan yaitu: expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal
merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan

9
produk. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya.
Saran-saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan
rancangan pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing merupakan
kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya.
Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran
pengguna model. Hasil uji coba digunakan memperbaiki produk. Setelah
produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang
efektif. Dalam konteks pengembangan bahan ajar (buku atau modul), tahap
pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau
buku ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan
peserta didik yang akan menggunakan modul atau buku ajar tersebut. Dalam
konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan pengembangan
(develop) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Validasi model oleh ahli/pakar
b. Revisi model berdasarkan masukan dari para pakar pada saat validasi
c. Uji coba terbatas dalam pembelajaran di kelas, sesuai situasi nyata yang
akan dihadapi
d. Revisi model berdasarkan hasil uji coba
e. Implementasi model pada wilayah yang lebih luas.
4) Disseminate (Penyebarluasan)
Thiagarajan membagi tahap dissemination dalam tiga kegiatan yaitu:
validation testing, packaging, serta diffusion and adoption.
a. Validation testing (Uji Validasi), produk yang sudah direvisi pada tahap
pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang
sesungguhnya.
b. Packaging (pengemasan), pengemasan model pembelajaran dapat dilakukan
dengan mencetak produk yang dihasilkan, misalnya buku panduan
penerapan model pembelajaran.
c. Diffusion and adoption, produk tersebut disebarluaskan supaya dapat
diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan (diadopsi) pada
kelas mereka (Kurniawan dan Sinta, 2017).

10
2.3 Model Pengembangan Dick and Carey
2.3.1 Definisi Model Pengembangan Dick and Carey
Model Dick dan Carey adalah salah satu model desain instruksional yang
terkenal dan paling banyak digunakan. Dick, Carey, dan Carey (2015)
menganggap model ini sebagai suatu pendekatan sistem karena komponen sistem
(pendidik, peserta didik, bahan ajar dan lingkungan belajar) memiliki peran
penting dalam keberhasilan pembelajaran peserta didik dan terintegrasi satu sama
lain. Setiap proses dalam model ini akan menghasilkan suatu masukan dan
keluaran.

Gambar 2.2. Model Dick and Carey

2.3.2 Tahap-Tahap Model Pengembangan Dick and Carey


Menurut Dick, Carey, dan Carey (2015), tahap-tahap Dick and Carey akan
dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut:
1. Identifikasi Tujuan
Langkah pertama model ini adalah menentukan informasi atau
keterampilan apa yang akan dikuasai oleh peserta didik ketika menyelesaikan
pembelajaran. Tujuan instruksional dapat diuraikan dari daftar tujuan, analisis
kinerja, analisis kebutuhan peserta didik, dari pengalaman praktis dengan
kesulitan belajar peserta didik. Dengan mengkaji kebutuhan, pengembang
akan mengetahui adanya suatu keadaan yang seharusnya ada (what should be)

11
dan keadaan nyata di lapangan yang sebenarnya (what is). Dengan melihat
kesenjangan ini, pengembang menawarkan suatu solusi dengan cara
mengembangkan suatu produk. Rencana tersebut harus didasari oleh teori dan
kajian empiris yang sudah ada sebelumnya. Tujuan yang ditetapkan akan
menjadi proses pengembangan. Tujuan instruksional yang disusun memiliki
kriteria antara lain: (1) pernyataan umum yang jelas tentang hasil belajar yang
ingin dicapai (2) berhubungan dengan masalah dan kebutuhan yang
teridentifikasi serta penilaian dan (3) dapat dicapai melalui pengembangan.
(Dick, Carey dan Carey, 2015). Skema model pembelajaran Dick and Carey
menggambarkan bahwa langkah mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran
merupakan dasar untuk menentukan langkah ke 2 dan ke 3. Dick and Carey
menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk menentukan apa yang
dapat dilakukan oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
(Aji, 2016).

Gambar 2.3 Proses Identifikasi Tujuan

2. Analisis Instruksional
Proses analisis instruksional bertujuan untuk menentukan keterampilan,
proses, prosedur dan tugas-tugas belajar untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasi perlu dianalisis untuk mentukan
keterampilan-keterampilan bawahan (subordinate skills) yang mengharuskan
peserta didik belajar untuk menguasainya dan langkah-langkah prosedural

12
yang ada harus diikuti peserta didik untuk dapat mengikuti pembelajaran
tertentu (Dick, Carey dan Carey,2015). Menganalisis subordinate skills sangat
diperlukan karena apabila keterampilan bawahan yang seharusnya dikuasai
tidak diajarkan, akan ada banyak pesrta didik yang tidak memiliki
pengetahuan awal yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian,
pembelajaran menjadi tidak efektif. Sebaliknya, apabila keterampilan bawahan
berlebihan, pembelajaran akan memakan waktu lebih lama dari semestinya
dan keterampilan yang tidak perlu diajarkan malah mengganggu peserta didik
dalam menguasai keterampilan yang diperlukan (Aji, 2016).

Gambar 2.4 Proses Analisis Instruksional

3. Analisis Peserta Didik dan Konteks


Di tahap ini, dilakukan analisis karakteristik peserta didik, analisis konteks
bagaimana mereka akan belajar mengenai keterampilan yang akan dikuasai
dan dimana mereka akan menggunakannya untuk merancang strategi
instruksional. Pada tahap ini dilakukan analisis keterampilan, sikap, dan
karakteristik awal peserta didik. Proses ini dapat berlangsung bersamaan
dengan analisis instruksional atau setelahnya. Beberapa informasi yang harus
diketahui oleh pengembang, anatra lain: (1) keterampilan awal, (2)
pengetahuan sebelumnya tentang topik terkait, (3) sikap terhadap konten dan
sistem penyampaian potensi, (4) motivasi belajar, (5) tingkat kemampuan, (6)
preferensi belajar, (7) sikap terhadap organisasi yang memberikan instruksi,
dan (8) karakteristik kelompok (Dick, Carey dan Carey, 2015).
Mengidentifikasi keterampilan/pengetahuan awal dan karakteristik peserta
didik sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan untuk

13
dijadikan sebagai petunjuk dalam pemilihan strategi dan pemilihan bahan ajar
(Aji, 2016).
4. Merumuskan Tujuan Performasi
Tahap ini dilakukan setelah analisis peserta didik dan konteks. Pendidik
menulis pernyataan secara spesifik tentang apa yang dapat peserta didik
lakukan setelah menyelesaikan pembelajaran. Pernyataan ini diuraikan dari
keterampilan-keterampilan yang diidentifikasi dengan analisis tujuan,
mengidentifikasi keterampilan yang harus dipelajari, menciptakan pengalaman
belajar untuk memfasilitasi penerapan dari keterampilan dan menentukan
kriteria keberhasilan. Tujuan performansi terdiri atas (a) tujuan harus
menguraikan hal yang akan dikerjakan atau diperbuat oleh peserta didik; (b)
menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan untuk mencapai
tujuan; (c) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai keterampilan
peserta didik yang dimaksudkan pada tujuan (Dick, Carey dan Carey, 2015).
5. Mengembangkan Instrumen
Langkah berikutnya adalah mengembangkan instrumen penilaian yang
berkaitan dengan tujuan khusus dan dapat mengukur tujuan tersebut serta
produk/desain yang dikembangkan. Instrumen penilaian dapat berupa tes
objektif, cek lis untuk penilaian keterampilan dan sikap serta portofolio (Dick,
Carey dan Carey, 2015). Aji (2016) menambahkan Tes meliputi tes lisan
(keterampilan bericara), tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban
singkat, isian, matching, benar-salah) digunakan untuk keterampilan
menyimak dan membaca, dan tes psikomotorik yang meliputi: kinerja
(performance), penugasan (project) dan hasil karya (product) untuk
keterampilan menulis. Penilaian nontes dilakukan melalui penilaian sikap,
minat, motivasi, penilaian diri, portfolio, dan life skills.
6. Mengembangkan Strategi Instruksional
Tahap ini bertujuan untuk peserta didik dapat mencapai tujuan khusus.
Seorang pengembang mengidentifikasi konsep yang didasarkan pada teori
untuk mencapai tujuan yang menekankan komponen untuk mendorong
pembelajaran, melalui proses berikut:

14
1. Kegiatan pendahuluan, untuk memotivasi dan memfokuskan perhatian
peserta didik
2. Mempresentasikan konten baru dengan memberi contoh atau demonstrasi
3. Memberikan umpan balik terhadap aktivitas peserta didik
4. Menghubungakan keterampilan baru yang sudah dipelajari dengan kondisi
nyata
Strategi yang dikembangkan harus disesuaikan dengan produk yang
dikembangkan, konten yang akan dipelajari dan karakter peserta didik yang
terlibat dalam pembelajaran.
7. Mengembangkan dan Memilih Materi Instruksional
Pada tahap ini, pengembang mengembangkan dan memilih bahan
pembelajaran (dapat berupa power point, video, podcasts, studi kasus, web
pages dll) yang dirancang untuk mendukung tercapainya tujuan yang sudah
ditetapkan. Pengembangan produk sangat bergantung pada hasil
pembelajaran, ketersedian bahan yang relevan, dan ketersediaan sumber
pengembangan (Dick, Carey, dan Carey 2015). Bahan atau materi pelajaran
(Learning Materials) adalah segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang
harus dikuasai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar dalam
rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan
pendidikan tertentu. Materi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai bahan
yang diperlukan untuk pembentukan pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan. Pengembangan bahan ajar merupakan sebuah sistem. Sebagai
sebuah sistem, pengembangan bahan ajar tentu merupakan gabungan dari
berbagai komponen pembelajaran (Aji, 2016). Dick, Carey dan Carrey (2015)
menyarankan tiga pola yang dapat diikuti oleh pendidik untuk merancang atau
menyampaikan bahan pembelajaran, yaitu sebagai berikut; (a) pendidik
merancang bahan pembelajaran individual, semua tahap pembelajaran
dimasukkan ke dalam bahan, kecuali pratest dan posttest; (b) pendidik
memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi
pembelajaran; dan (c) pendidik tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan
semua pembelajaran menurut strategi pembelajaran yang telah disusunnya.

15
8. Merancang dan Melakukan Evaluasi Formatif
Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah pada produk yang dikembangkan atau menjadi kesempatan untuk
membuat produk menjadi lebih baik, disebut formatif karena bertujuan unutk
membantu mengkreasikan dan meningkatkan proses dan produk
pengembangan. Terdapat 3 tipe evaluasi formatif yang dilakukan:
1. Uji coba perorangan, dilakukan untuk memperoleh masukan awal tentang
produk atau rancangan tertentu. Uji coba ini dilakukan kepada subjek 1-3
orang. Setelah itu dilakukan uji coba kelompok kecil, produk atau revisi.
2. Uji coba kelompok kecil, dilakukan kepada subjek 6-8 orang. Hasil uji
coba kelompok kecil dipakai untuk melakukan revisi produk atau
rancangan.
3. Uji coba lapangan, dilakukan kepada subjek dalam kelas yang lebih besar
yakni sekitar 15-30 subjek.
Evaluasi sangat penting dilakukan untuk mengetahui pemahaman peserta
diidk terhadap materi pembelajaran. Evaluasi dapat dilakukan saat proses
berlangsung atau saat pembelajaran selesai dilakukan. Setelah ada evaluasi,
pembelajaran dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan.
Dengan demikian akan terjadi pengembangan bahan ajar dengan sendirinya
(Aji, 2016).
9. Melakukan Revisi Instruksional
Langkah terakhir dari proses pengembangan adalah revisi. Data dari
penilaian formatif disimpulkan dan diinterpretasikan untuk mengidentifikasi
kesulitan yang dialami peserta didik dalam menerima materi dan
menghubungkannya dengan kekurangan yang terdapat pada produk yang
dikembangkan. Revisi dilakukan terhadap langkah pertama sampai langkah
ke-7 pengembangan. Pada penerapannya, revisi tidak dilakukan diakhir, tetapi
dilakukan selama proses pengembangan. Terdapat dua revisi yang perlu
dipertimbangkan, yaitu revisi terhadap isi atau substansi bahan pembelajaran
agar lebih cermat sebagai alat belajar dan revisi terhadap cara-cara yang
dipakai dalam menggunakan bahan pembelajaran.
10. Merancang dan Melakukan Penilaian Sumatif

16
Hasil-hasil pada tahap revisi dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang
dibutuhkan. Hasil dari pengembangan tersebut selanjutnya divaliasi dan
diujicobakan di kelas dengan evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif bertujuan
untuk menentukan tingkat efektivitas hasil pengembangan. Evaluasi ini tidak
dilakukan oleh pengembang tetapi oleh orang lain (Dick, Carey dan Carey,
2015). Melalui evalusai sumatif, suatu desain pembelajaran yang memiliki
dasar keputusan penilaian yang didasarkan pada keefektifan dan efisiensi
dalam kegiatan belajar mengajar dapat ditetapkan dan diberikan nilai. Evaluasi
sumatif diarahkan pada keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
di awal yang diperlihatkan oleh unjuk kerja peserta didik. Apabila semua
tujuan sudah dapat dicapai, efektivitas pelaksanaan kegiatan pembelajaran
mata pelajaran tertentu diangggap berhasil dengan baik. Demikian pula jika
keberhasilan peserta didik dicapai dalam rentangan waktu yang relatif pendek
dan dari segi efisiensi pembelajaran dapat dicapai. Dan terakhir, jika dengan
rancangan pembelajaran ini mungkin dengan memberlakukan strategi yang
baik, aktivitas belajar peserta didik meningkat, maka dari segi keberhasilan
pada daya tarik pengajaran dapat dicapai (Aji, 2016). Selain evaluasi sumatif,
pada tahap akhir juga dapat dilakukan wawancara umpan balik. Wawancara
dapat berupa wawancara pribadi, wawancara kelompok, atau kuesioner.
Survei dapat dilakukan sebagai dokumen tertulis atau dalam format online.
Wawancara secara pribadi dapat memberi kebebasan untuk memperluas
umpan balik untuk meningkatkan kualitas produk yang dikembangkan (Dick,
Carey dan Carey, 2015).
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pengembangan Dick and Carrey
Menurut Uno (2007), secara umum, penggunaan model pengajaran Dick
and Carrey adalah sebagai berikut. 1) Model Dick and Carrey terdiri atas 10
langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi
perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain
yang lain. 2) Kesepuluh langkah pada model Dick and Carrey menunjukkan
hubungan yang sangat jelas dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan
langkah yang lainnya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat dalam Dick and
Carrey sangat ringkas, tetapi isinya padat dan jelas dari suatu urutan ke urutan

17
berikutnya. 3) Langkah awal pada model Dick and Carrey adalah
mengidentifikasi tujuan pengajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum,
baik di perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya
dalam mata pelajaran tertentu yang memiliki tujuan pembelajaran dalam
kurikulumnya untuk dapat melahirkan suatu rancangan pembelajaran. Model Dick
and Carey juga memiliki fleksibilitas untuk diadaptasi pada pembelajaran sains
karena memiliki langkah yang terstruktur dengan baik (Koksal, 2009). Kerangka
kerjanya yang sistematis dapat digunakan untuk mendesain aktivitas laboratorium.
Model ini juga mengarahkan untuk memutuskan dari mana harus memulai,
bagaimana melanjutkan, bagaimana mengakhiri dan bagaimana merevisi instruksi
(Balta, 2015).
Kekurangan dari model Dick and Carey adalah membutuhkan waktu yang
lama. Proses pengembangan dengan model Dick and Carey memerlukan banyak
pemikiran dan pekerjaan sehingga tidak sesuai digunakan oleh pendidik yang
memiliki sedikit waktu untuk melakukan pengembangan. Kekurangan lain dari
model ini adalah, tidak mempertimbangkan variabel. Misalnya, seorang pendidik
dapat menggunakan model ini untuk merancang unit pembelajaran,
mengimplementasikannya, mengevaluasinya, dan merevisinya untuk
implementasi. Namun, pendidik akan memiliki kelompok peserta didik baru
dalam implementasi kedua yang akan memiliki persepsi dan pengetahuan yang
berbeda dengan sebelumnya. Jadi, apa yang berhasil selama implementasi awal
mungkin tidak berfungsi dalam implementasi kursus selanjutnya.

2.4 Model Pengembangan Borg and Gall


2.4.1 Definisi Model Pengembangan Borg and Gall
Model penelitian pengembangan Borg and Gall merupakan salah satu model
penelitian dan pengembangan pendidikan yang sangat populer. Jika seseorang
ingin mengembangkan atau membuat sebuah produk pendidikan dapat dilakukan
dengan menggunakan model ini. Menurut Borg and Gall (1983) research based
development adalah sebuah riset yang dilakukan untuk mengembangkan dan
mengevaluasi produk untuk keperluan pendidikan.

18
Gambar 2.5 Model Pengembangan Borg and Gall

2.4.2 Tahap-tahap Model Pengembangan Borg and Gall


Model lain yang digunakan untuk pengembangan produk adalah model Borg
dan Gall. Borg dan Gall (1983) menetapkan 10 langkah yang digunakan untuk
Educational Research and Development (R & D). Untuk pengembangan suatu
model/produk. Kesepuluh langkah dimaksud masing-masing dijelaskan sebagai
berikut:
1. Penelitian Pendahuluan/Prasurvei
Tujuann penelitian pendahuluan adalah untuk mengumpulkan informasi
mengenai model/produk yang dikembangkan dan mengidentifikasi
permasalahan yang mungkin dijumpai dalam pengembangan model/produk.
Langkah pertama ini meliputi: kajian pustaka, pengamatan model yang telah
ada, identifikasi masalah-masalah yang ada dalam pengembangan
model/produk, analisis kebutuhan, dan studi kelayakan. Tahap kegiatan
pendahuluan memiliki dua kegiatan utama yaitu studi literatur dan studi
lapangan. Hasil pengkajian studi literatur akan digunakan untuk mendukung
studi lapangan.hasil dari kegiatan pendahuluan adalah diperolehnya profil
implementasi sistem pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan
kegiatan atau obyek pembelajaran yang akan ditingkatkan kualitasnya. ntuk
melakukan analisis kebutuhan ada beberapa kriteria yang terkait dengan
pentingnya pengembangan produk dan pengembangan produk itu sendiri,
juga ketersediaan SDM yang kompeten dan kecukupan waktu untuk
mengembangkan. Adapun studi literatur dilakukan untuk pengenalan
sementara terhadap produk yang akan dikembangkan dan untuk
mengumpulkan temuan riset dan informasi lain yang bersangkutan dengan

19
pengembangan produk yang direncpesertaan. Sedangkan riset skala kecil
perlu dilakukan agar peneliti mengetahui beberapa hal tentang produk yang
akan dikembangkan.
2. Perencanaan Penelitian
Perencaaan penelitian meliputi: (1) perumusan tujuan penelitian; (2)
perkiraan dana, tenaga, dan waktu; (3) perumusan kualifikasi peneliti dan
bentuk-bentuk partisipasinya dalam penelitian.
3. Pengembangan Model/Produk Awal
Langkah ini meliputi: (1) penentuan desain produk yang akan
dikembangkan (desain hipotesis); (2) penentuan sarana dan prasarana
penelitian yang dibutuhkan selama proses penelitian dan pengembangan; (3)
penentuan tahap-tahap pelaksanaan uji disain di lapangan; (4) penentuan
deskripsi tugas pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian.
4. Uji Ahli dan Pelaksanaan Uji Coba Lapangan Awal
Langkah ini merupakan uji model/produk menurut ahli terkait dan disertai
dengan uji lapangan awal secara terbatas, meliputi: (1) uji lapangan awal
terhadap desain model/produk; (2) bersifat terbatas, baik substansi desain
maupun pihak-pihak yang terlibat; dan (3) uji lapangan awal dilakukan secara
berulang-ulang sehingga diperoleh desain layak, baik substansi maupun
metodologi.
5. Revisi Hasil Uji Lapangan Awal/Terbatas
Langkah ini merupakan perbaikan model atau desain berdasarakan uji
lapangan terbatas. Penyempurnaan produk awal dilakukan setelah dilakukan
uji coba lapangan secara terbatas. Pada tahap penyempurnaan produk awal,
lebih banyak dilakukan pendekatan kualitatif. Evaluasi yang dilakukan lebih
pada evaluasi terhadap proses, sehingga perbaikan yang dilakukan bersifat
perbaikan internal.
6. Pelaksanaan Uji Lapangan Utama
Langkah ini merupakan uji model/produk secara lebih luas, meliputi: (1)
uji efektivitas desain model/produk, biasanya menggunakan teknik
eksperimen model pengulangan; (2) hasil uji lapangan diperoleh desain yang
efektif, baik dari sisi substansi maupun metodologi.

20
7. Revisi Hasil Uji Lapangan Utama
Langkah ini merupakan perbaikan kedua setelah dilakukan uji lapangan
yang lebih luas dari uji lapangan yang pertama. Penyempurnaan produk dari
hasil uji lapangan lebih luas ini lebih memantapkan produk yang
dikembangkan, karena pada tahap uji coba lapangan sebelumnya dilaksanakan
dengan adanya kelompok kontrol. Desain yang digunakan adalah pre-test dan
post-test. Selain perbaikan yang bersifat internal, penyempurnaan produk ini
didasarkan pada evaluasi hasil sehingga pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif.
8. Uji Kelayakan/Uji Lapangan Operasional
Langkah ini dilakukan dengan skala besar. Pada tahap ini dilakukan uji
efektivitas dan adaptabilitas desain model/produk yang melibatkan calon
pemakai model/produk. Langkah ini sebaiknya dilakukan dengan skala besar,
meliputi uji efektivitas dan adaptabilitas desain produk, dan uji efektivitas dan
adabtabilitas desain melibatkan para calon pemakai produk. Hasil uji lapangan
berupa model desain yang siap diterapkan, baik dari sisi substansi maupun
metodologi. Misal uji ini dilakukan di 10 sampai 30 sekolah dengan 40 sampai
200 subjek. Pengujian dilakukan melalui angket, wawancara, dan observasi
dan hasilnya dianalisis.
9. Revisi Final Hasil Uji Kelayakan
Langkah ini akan lebih menyempurnakan produk yang dikembangkan.
Penyempurnaan produk akhir perlu untuk lebih akuratnya produk yang
dikembangkan. Pada tahap ini sudah didapatkan suatu model/produk yang
tingkat efektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Hasil penyempurnaan
akhir memiliki nilai “generalisasi” yang dapat diandalkan.
10. Diseminasi dan Implementasi Produk Akhir
Pada tahapan ini dibuat laporan hasil dari R & D melalui forum-forum
ilmiah, ataupun melalui media massa. Distribusi produk dilakukan setelah
melalui kontrol kualitas.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Model pengembangan ADDIE terdiri atas 5 tahapan yaitu tahap analisis
(Analysis), tahap perancangan (Design), tahap pengembangan
(Development), tahap penerapan (Implement), dan tahap evaluasi (Evaluate).
2. Model pengambangan meliputi 4 tahap yaitu tahap pendefinisian (define),
tahap perancangan (design), tahap pengembangan (develop), dan tahap
penyebaran (disseminate).
3. Model pengembangan Dick and Carey tersusun atas 10 langkah, yaitu
identifikasi tujuan, analisis instruksional, analisis peserta didik dan konteks,
merumuskan tujuan performasi, mengembangkan instrument,
mengembangkan strategi instruksional, mengembangkan dan memilih materi
instruksional, merancang dan melakukan evaluasi formatif, melakukan revisi
instruksional, merancang dan melakukan penilaian sumatif.
4. Model pengembangan Dick and Carey tersusun atas 10 langkah, yaitu
penelitian pendahuluan/prasurvei, perencanaan penelitian, pengembangan
model/produk, uji ahli dan uji coba lapangan awal, revisi hasil uji coba
lapangan, pelaksanaan uji lapangan utama, revisi hasil uji lapangan utama, uji
kelayakan, revisi hasil uji kelayakan, dan desiminasi dan impementasi produk
akhir.
3.2 Saran
Kami sadar akan keterbatasan sumber yang kami miliki, sehingga kami
harapkan kritik maupun saran dari semua teman-teman dan dosen pengampu
matakuliah untuk ke depan yang lebih baik lagi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aji, W., N. 2016. Model Pembelajaran Dick And Carrey Dalam Pembelajaran
Bahasa Dan Sastra Indonesia. Kajian Linguistik dan Sastra, 1 (2): 119-126.
Balta, Nuri. 2015. A Systematic Planning for Science Laboratory Instruction:
Research-Based Evidence. Eurasia Journal of Mathematics, Science &
Technology Education. 11 (5): 957-969
Borg, W.R. & Gall, M.D. Gall. 1983. Educational Research: An Introduction,.
Fifth Edition. New York: Longman.
Branch, R. M. 2009. Instructional Design: The ADDIE Approach. New York:
Springer.
Cahyadi, R. A. H. 2019. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ADDIE Model.
Halaqa: Islamic Education Journal, 3(1): 35-43.
Dick, W, Carey, L dan Carey, JO. 2015. The Systematic Design of Instruction.
Boston: Pearson.
Koksal, M. S .2009. An Instructional Design Model to Teach Nature of Science.
AsiaPacific Forum on Science Learning and Teaching. 10 (2): 1-18
Kurniawan, D., S. W. Dewi. 2017. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Dengan Media Screencasto-Matic Mata Kuliah Kalkulus 2 Menggunakan
Model 4-D Thiagarajan. Jurnal Siliwangi, 3(1): 214-219.
Pribadi, B. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT Dian. Rakyat.
Setiyadi, M. W. 2018. Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Biologi. Jurnal Ilmiah Pendidikan, 6(2): 33-46.
Thiagarajan, S., D. Sammel., dan M. I. Sammel. 1974. Instructional Development
for Training Teachers of Expectional Children. Minnesota: Leadership
Training Institute University of Minnesota.
Triyanto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta:
Kencana.
Uno, H., B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar. Mengajar
yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

23

Anda mungkin juga menyukai