Anda di halaman 1dari 16

TUGAS SUMMARY CHAPTER 2

“CONCEPTUAL FRAMEWORK OF STRATEGIC


FINANCIAL MANAGEMENT”

1. Moch.Herma Musyanto (041624353002)


2. Monica Linawati (041624353014)
3. Faradilla Intan Z. (041624353015)
4. Wishnu Okky Pranadi T. (041714353028)
5. Sheilla Thania (041714353053)

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
MAGISTER MANAGEMENT
2018
Introduction
Return on Investment (ROI)

Kerangka konseptual mengacu pada tindakan yang meletakkan berbagai asumsi, ide, dan
persepsi keuangan secara bersama - sama kedalam suatu rancangan strategi.

Return on investment (ROI) is a financial ratio intended to measure the benefit obtained from an
investment.

Variants of ROI

Incremental ROI :

1. Menentukan pertumbuhan aktual setiap tahun baik pada tingkat operasional (corporate)
maupun pada tingkat pemilik perusahaan.
2. Menilai tingkat marjinal atas pemanfaatan sumberdaya perusahaan
3. Memberikan pedoman untuk diferensiasi strategi pendanaan dan dapat digunakan untuk
menyeimbangkan risiko portfolio.
Incremental ROI > Base ROI ; atau ∆ biaya < ∆ laba
Ingredients of the Operating ROI

Explanation on Minimum Achievable ROI

Perusahaan akan mencari tingkat biaya pendanaan pada hurdle rate. Real income adalah
pendapatan yang benar - benar dapat digunakan (real disposable income) setelah
memperhitungkan inflasi atau cost of funds.

HURDLE RATE adalah tingkat return minimum suatu proyek atau investasi yang disyaratkan oleh
manajer atau investor. Proyek berisiko memiliki hurdle rate yang lebih tinggi daripada proyek
yang dianggap kurang berisiko.

GROWTH dibutuhkan karena menciptakan internal funds untuk ekspansi, untuk menghadapi
tantangan depresi usaha, untuk penelitian dan pengembangan, untuk promosi di pasar yang baru,
untuk pembenahan sistem, untuk inovasi fasilitas dan teknologi, untuk membatasi masuknya
pesaing.

Rate of Returns in an Owners’ Business Portfolio


Pada bisnis I, pemilik menggantungkan ROI portfolionya pada jangkauan networkingnya. Dengan
hal ini mereka akan mengurangi investasi pada waktu, usaha dan sumber daya (namun tidak
dengan mengurangi keunggulan kompetitifnya atau kehilangan posisi yang tak terpisahkan dalam
rantai nilai mereka). Lalu mereka mendiversifikasi ke bisnis II (ekspansi vertikal atau horizontal).
Jika mereka memperkuat bisnis II maka portfolio ROI semakin lama akan semakin meningkat.
Jika mereka berlanjut ke bisnis III maka portfolio ROI akan meningkat dan risiko portfolio
menurun. Semua hal ini akan menjadi mungkin jika pemilik bersama semua stakeholder mampu
untuk memperpanjang dan memperluas kompetensi inti mereka.

Enlarge Group ROI Through Creation of New Business

CEO-Owner harus mengupayakan ROI pada bisnis I secara otomatis dalam waktu singkat dan
memdelegasikan kepada tim para eksekutif puncak yang dapat dipercaya. CEO-Owner selanjutnya
berpindah dari bisnis I dan masuk ke bisnis II. Dengan mengulangi proses yang sama seperti di
bisnis I, ia dapat mengotomatisasikan ROI dan memberdayakan tim kedua yang terdiri dari
eksekutif yang kompeten. Hasilnya ia akan memperoleh goodwill dari bisnis I (atau ekuitas merk)
dan mencapai ROI yang lebih tinggi dari bisnis II.
Value Chain Analysis
Value Chain of a Business

Analisis rantai nilai adalah proses di mana perusahaan mengidentifikasi aktivitas utama dan
pendukung yang memberi nilai tambah pada produk akhir dan menganalisis kegiatan ini untuk
mengurangi biaya atau melakukan diferensiasi.

Analisis rantai nilai merupakan strategi yang digunakan untuk menganalisis aktivitas internal
perusahaan yang bertujuan mengenali aktivitas mana yang menjadi sumber keunggulan biaya atau
diferensiasi bagi perusahaan dan aktivitas mana yang dapat memberikan keunggulan kompetitif.

Rantai nilai merupakan aktivitas internal perusahaan yang mengubah input menjadi output.

Value Chain And Investment


Investasi yang dibuat oleh suatu perusahaan dalam rantai nilainya akan bergantung pada lingkup
jaringannya, yaitu, investasi akan bergantung pada pihak luar untuk "kontribusi nilai", tahap di
mana suatu perusahaan harus mendapatkan materialnya dan menghitung "penambahan nilai" nya,
dengan penekanan pada operasi pra dan pasca pemrosesan, dll.
Perusahaan akan berusaha agar melakukan investasi seminim mungkin dalam rantai nilainya
dengan mempertahankan tahapan rantai nilai yg dianggap paling penting dan melakukan
outsourcing untuk tahap rantai nilai yang lain. Langkah demikian ini akan juga akan bisa
mengantisipasi biaya untuk teknologi yang sudah usang. Perhatikan gambar 2.4 dan 2.5 berikut :

Pada gbr. 2.4 menunjukkan inverstasi untuk meningkatkan value chain dengan masing – masing
tahapannya mulai pengadaan material sampai fasilitas yang lain. Pada gambar 2.5 perusahaan
menarik 20% investasinya yang digunakan untuk tahap 30 – 60 yang bernilai 30% dari value chain,
yang bisa digunakan untuk dana renovasi dari proses yang ada, integrasi ke belakang atau ke
depan, promosi, konsolidasi dll.

Minimalisasi investasi dalam rantai nilai juga bisa dilakukan dengan pengadaan bahan tertentu
yang sudah setengah jadi dalam rantai nilai sehingga dapat mengurangi panjangnya tahapan rantai
nilai seperti gambar 2.6.
Strategic Business Units
Perusahaan dengan multi produk, multi lokasi, multi fasilitas, alokasi biayanya dalam perspektif
berbagai value chain tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan akuntansi biaya secara
tradisional. Karena sudah terbukti dari berbagai pengalaman perusahaan yang berskala bisnis
diatas bahwa produk yang lemah biayanya akan dicover dengan produk yang kuat dst. Karenanya
perusahaan dengan multi produk, multi lokasi atau multi fasilitas penanganannya dapat
diselesaikan dengan menggunakan Strategic Business Unit (SBU). Berbagai fungsi support sistem
seperti akuntansi, pengadaan, perawatan dan sistem informasi juga bisa dibuat secara terpisah atas
dasar produk atau atas dasar lokasi. Tentu saja pemisahan semacam itu tetap harus memperhatikan
hitung – hitungan skala ekonomi sehingga tetap akan memberikan efisiensi dan keuntungan yang
sebesar – besarnya. Karenanya kebijakan diatas masih memungkinkan untuk fasilitas atau proses
tertentu masih jadi satu. Proses membentuk SBUs seperti dalam gambar 2.7

Struktur Strategic Business Unit berbasis produk seperti gambar berikut :

Akuntansi tradisional belum dapat mengyediakan semacam mekanisme produk “responsibility


accounting”. Seringkali kepala produksi complain bahwa biaya yang mestinya menjadi beban
kantor pusat di bebankan ke unit produksi. Juga apabila di kantor pusat kelebihan jumlah karyawan
yang kemudian biayanya masuk dalam biaya produksi.

Struktur SBU berbasis lokasi juga memiliki kelebihan dan kekurangan, semisal bahwa fasilitas
produksi untuk produk A, B dan C tidak sesuai untuk masing – masing lokasi sehingga tidak
ekonomis. dalam hal demikian, pusat produksi bersama dapat berfungsi sebagai SBU independen
sementara SBU lokasional terutama akan melakukan kegiatan pemasaran. alasan ekonomi dan
logistik strategis memutuskan desain SBU. kelancaran fungsi SBU juga tergantung pada
penyesuaian nosional tertentu seperti harga transfer antar-SBU, alokasi biaya te dari fasilitas yang
tidak dapat dipisahkan dll. Masing – masing SBU harus berperan sebagai pusat investasi dan terus
memonitor SBU-ROI dan SBU lain terkait dengan indikator performa. Hal ini tampak seperti
gambar 2.9 berikut :

Struktur alternatif lainnya untuk SBU bisa dengan berbasis karakter dari value chain dan
ketergantungan antar produk. Fase paling penting dari porsi value chain didefinisikan sebagai SBU
jadi konsentrasi dari sumber daya, waktu, usaha dan kontrol diletakkan atas dasar yang paling
penting dalam value chain. Karakter dari value chain juga ditekankan pada core kompetensi dari
perusahaan dan dukungan rasional atas biaya produksi dan biaya kontrol, seperti tampak pada
gambar 2.10
Responsibility Accounting
Membuat SBU tidak cukup kecuali anda mengidentifikasi tanggung jawabnya dengan jelas dan
mengembangkan parameter yang realistis untuk memantau kinerjanya. Dalam suatu SBU, setiap
kegiatan atau departemen bisa menjadi Responsibility Centre. Responsibility centre dapat
dikembangkan bahkan di dalam organisasi yang tidak memiliki SBU. Tanggung jawab yang
memiliki kepentingan strategis akan menjadikan pusat-pusat independen ini sangat penting untuk
perencanaan, pemberdayaan, akuntansi, dan penilaian. Secara teoritis, ada tiga jenis pusat
tanggung jawab ini berdasarkan tingkat tanggung jawab dan wewenang yang ditangani oleh
mereka seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11

Pusat biaya adalah versi paling sederhana dari pusat responsilibity. Pusat produksi atau pabrik
adalah contoh klasik dari pusat biaya karena hanya biaya yang dikeluarkan di pusat ini tidak
menjual outputnya; maka itu tidak menghasilkan keuntungan juga.
Pusat biaya hanya menimbulkan biaya secara tradisional dan memiliki kekuatan yang sangat
terbatas dalam pengaturan organisasi. Eksekutif yang bekerja di pusat biaya menghadapi masalah
yang terlihat dan dianggap sebagai berikut:

1. Mereka merasa tidak berdaya karena mereka tidak menghasilkan keuntungan secara
langsung
2. Mereka melakukan pekerjaan tanpa pamrih tanpa pengakuan apa pun
3. Tidak ada cukup parameter untuk menilai kinerja biaya pusat biaya. Oleh karena itu, pusat
biaya sering kali disalahkan sebagai 'tidak efisien biaya'
4. Kinerja ekstra dari pusat biaya tidak terlihat diakui
5. Departemen-departemen lain terus menekan pusat biaya untuk pengurangan biaya yang
tidak realistis
6. Eksekutif pusat biaya tidak menikmati gaji tinggi yang ditawarkan kepada eksekutif
pemasaran atau kantor pusat. Mereka bahkan tidak menikmati kesempatan promosi yang
sama.

Membuat pusat biaya menjadi lebih bertanggung jawab dan memberi pengakuan kepada eksekutif
pusat akan benar-benar atau secara nasional dimungkinkan jika dikonversi (sebagian atau
seluruhnya dan secara nasional atau sebenarnya) menjadi pusat laba. Output dari pusat biaya harus
ditransfer pada ‘cost _ profit' ke bagian pemasaran atau departemen konsumen lainnya di
organisasi. Tahap akhir dari pemberdayaan total yang diberikan kepada pusat tanggung jawab
adalah dengan kelahiran Pusat Investasi. Pusat laba dapat diberikan kewenangan yang lebih besar
untuk memutuskan ukuran dan ruang lingkup investasinya. Harus diizinkan untuk memutuskan
tentang investasi rutin dan khusus untuk perluasan, renovasi, diversifikasi dan peningkatan sistem.
Cost-Benefit Analysis
Seorang ahli strategi yang cerdas dan waspada diakui oleh kemampuannya untuk melakukan
analisis biaya-manfaat dengan cepat dan benar untuk setiap keputusan yang dia ambil. Analisis
biaya-manfaat dapat sepenuhnya kuantitatif atau sepenuhnya kualitatif atau mungkin hibrida dari
kedua penilaian kuantitatif dan kualitatif. Analisis biaya manfaat akan menjadi rumit ketika biaya
dan manfaat tidak berwujud atau tidak masuk akal atau untuk jangka panjang.

Analisis manfaat biaya dapat digunakan untuk keputusan atau penilaian yang sangat subyektif.
Dua atau tiga keputusan bersama dapat menentukan dampak keseluruhan dari proses bersama
dengan biaya dan manfaat relatif mereka. Indikasi hubungan dari berbagai variabel yang
menentukan hasil akhir dari proses pengambilan keputusan dapat digunakan untuk perkiraan
analisis biaya manfaat.

Life-Cycle Costing
Konsep Life Cycle Costing (LCC) akan sangat rasional bila digunakan untuk tujuan jangka
pendek, merupakan pendekatan strategis untuk melacak data tentang kinerja produk, individu, atau
suatu perusahaan. LCC ini biasanya digunakan untuk formulasi strategi siklus hidup suatu produk.

Siklus hidup produk mulai dari awal diluncurkan ke pasar, dimana menjadi sangat signifikan untuk
memperhatikan performa dari produk pada level awal, take off point, tahap konsolidasi, market
leadership, pertahanan saat market leader, bangun kembali, dan saat tahap penurunan suatu
produk. Di setiap tahap atau level produk tersebut, ada perubahan signifikan pada biaya yang
terjadi.
Perbedaan biaya yang terjadi di setiap level pada siklus hidup suatu produk ditunjukkan pada
gambar di bawah ini.

Produk baru membutuhkan usaha besar untuk menciptakan pasar. Biaya peluncuran produk dan
konsep penjualan dari produk akan jauh lebih sedikit jika perusahaan sudah memiliki ‘brand
equity’ di pasar.

Adanya kesalahan saat peluncuran produk membutuhkan biaya untuk perbaikannya, dimana hal
ini dapat diminimalisir dengan melakukan survei pasar yang dilakukan dengan hati-hati. Biaya-
biaya ini pada tahap formatif produk perlu diamortisasi selam periode waktu karena jumlahnya
yang signifikan.

Peluncuran produk yang lancar memberikan pangsa pasar yang wajar, tetapi peluncuran ini juga
membutuhkan biaya tertentu yang harus dikeluarkan, yaitu untuk membangung hubungan supply
dan demand, system otomatis untuk mendukung produk, menghadapi persaingan dari competitor,
mengatasi krisis manajemen,dll.

Setelah produk diluncurkan, produk harus berusaha untuk mengkonsolidasi/ memperkuat posisi
pasarnya. Ekstensi alami dari konsolidasi adalah leadership. Di situasi pasar, hanya ada dua
pilihan, antara dilupakan atau menjadi market leader. Biaya leadership ini termasuk biaya :

1. Inisiatif untuk membuat invoasi di pasar, system, produk, dan sumber daya manusia.
2. Penetrasi pasar dan perkembangan pasar baru
3. Aturan bisnis baru, bahkan saat ada perubahan lingkungan dan tantangan.
4. Kegiatan promosi, system bisnis dan style.
5. Dukungan aktif pada supplier, distributor, kontraktor, dan lainnya.
6. Melobi bisnis dan menggunakan pengaruh seseorang dalam pemerintahan.

Ketika produk mulai tergantikan oleh competitor, perusahaan harus bergerak cepat untuk proses
revival / bangun kembali, dimana terdapat biaya yang terjadi lagi dan harus dibuat keputusan
dengan bantuan strategi analisis cost benefit.

Produk yang tidak dapat diperbaiki, direvisi, atau direinkarnasi harus mundur dari pasar secara
perlahan, dengan proses yang terencana dan implementasi untuk pengeluaran produk baru.
Penarikan produk ini tidak boleh meningkatkan pertumbuhan kompetitor. Biaya penarikan produk
ini meskipun mahal, harus ditindak dengan tepat, dengan memperhatikan keuntungan jangka
panjang disertai dengan biaya yang minimum.

LCC merupakan analisis kinerja masa lalu dari suatu produk, oleh karena itu merupakan kebalikan
dari pelaksanaan memproyeksikan kinerja produk di bawah ‘produk/ penilaian proyek’.

Activity Based Costing And Objective-Based Costing


Activity Based Costing (ABC) memiliki perbedaan dibandingkan dengan tradisional cost
accounting. Cara tradisional biaya langsung diserap oleh produk (rasio), sedangkan bila ABC,
biaya diidentifikasi dari setiap aktivitas dan sub aktivitas. Aktivitas ini terkait dengan produk akhir,
sehingga pada akhirnya biaya aktivitas diidentifikasi oleh produk. Analisis ABC ini
mengupayakan untuk mengubah biaya umum menjadi biaya yang dapat diidentifikasi.

ABC analisis membantu untuk merasionalkan keputusan penetapan harga, dimana sebagai
pengusaha tidak dapat menurunkan biaya dengan menggunakan cara ‘convenient allocating ratio’
seperti sales value ratio atau gross margin ratio. ABC dapat dan seharusnya menjadi masukan
penting untuk Objective Based Costing (OBC). Pada lingkungan yang kompetitif, ‘biaya akurat’
tidaklah cukup, tetapi dibutuhkan juga strategi biaya, contohnya menawarkan diskon kepada
konsumen, dimana diskon ini harus disesuaikan dengan biaya produk atau dimuat ke beberapa
produk lain yang sangat memberikan profit dan mampu menyerap diskon itu.

OBC merupakan pendekatan kewirausahaan untuk biaya, dan bukan biaya berdasarkan pendekatan
akuntan. Ada beberapa keberatan terhadap ABC, yaitu :
1. ABC sangat mahal, dan membutuhkan banyak analisis teknis yang menyebabkan biaya
berulang pada penggunaan system informasi.
2. Karena ABC lebih didorong oleh aktivitas, dapat membuat anak perusahaan produk
3. ABC bergantung pada data biaya yang transparan, jika tidak diijinkan oleh direksi maka
dapat menimbulkan masalah strategi.
4. Sangat sering, mungkin tidak mungkin untuk memutuskan analisis dari aktivitas, terlalu
kompleks dan teoritis.
5. Operasi intensif karyawan, karyawan multi talenta, tidak dapat mengidentifikasi aktivitas
biaya, sehingga penggunaan analisis ABC minimal.

Tetapi meskipun adanya keberatan di atas, ABC sudah membuktikan kegunaan praktis dalam
memberikan gambaran yang jelas tentang biaya riil dari suatu produk bagi para pengusaha.

Economic Value Added


Insinyur keuangan menggunakan Economic Value Added (EVA) untuk :
1. Mengetahui apakah pengusaha benar-benar meningkatkan laba bersih perusahaan atau
menurunkan secara bertahap.
2. Mengetahui jika dan berapa banyak pengusaha berusaha untuk mengakses pertumbuhan
riil dalam meningkatkan kekayaan pemegang saham.
3. Menganalisis penggunaan dana yang sebenarnya disediakan oleh pemilik.

Rumus EVA :
Economic value added per annum = post tax profit before interest – total cost of capital including
notional cost of reserves

EVA per tahun seharusnya pertumbuhan nyata setelah diskon untuk inflasi dan faktor negatif
lainnya. Inflasi dapat disesuaikan dengan menambahkannya ke biaya dana yang digunakan oleh
perusahaan.
EVA dua perusahaan penggabungan adalah aspek yang sangat penting dan menarik untuk
dianalisis karena mempengaruhi 'rasio penghasilan' dari kedua perusahaan. Secara tidak langsung,
EVA adalah parameter indikatif untuk 'penilaian perusahaan' dan untuk tujuan akhir memiliki
merger atau penggabungan. Nilai intrinsik dari suatu saham harus ditentukan oleh tingkat EVA
yang berusaha dicapai oleh pengusaha. EVA akan selalu harus tunduk pada faktor-faktor yang
menentukan biaya nosional, tingkat dividen, upaya perencanaan pajak, tingkat inflasi (dan tingkat
pertumbuhan riil). Model EVA ini sangat signifikan untuk monitoring kinerja strategi jangka
panjang.

Batasan atau kelemahan dari EVA :


1. Harga tetap dari total biaya modal mungkin tidak sesuai karena tidak mempertimbangkan
'keuntungan tingkat' yang dinikmati oleh perusahaan dengan mengumpulkan dana murah.
2. EVA tidak mempertimbangkan ‘appreciation in the price of fixed assets’ karena variabel
pasar. Beberapa perusahaan dan pemiliknya mungkin secara strategis senang dengan ‘asset
price appreciation’ daripada pendapatan operasional reguler yang dilakukan melalui
operasi bisnis.
3. EVA tidak memberikan perhitungan yang tepat dan spesifik mengenai ‘net real growth’
dalam kekayaan pemilik. Ini karena ‘total cost of capital at a blanket rate’ juga termasuk
'biaya dana pemilik'.
4. Banyak perusahaan telah mulai menggunakan 'EVA' sebagai salah satu 'parameter
penilaian kinerja' yang penting dalam memutuskan pembayaran eksekutif. Bersama dengan
EVA, parameter keuangan lainnya seperti profitabilitas, return on equity juga digunakan
untuk penilaian kinerja. Sebenarnya, EVA adalah hasil akhir dari profitabilitas dan ROE.
Oleh karena itu, penggunaan semua parameter ini bersama-sama berjumlah 'duplikasi'.
5. Komputasi EVA segmental atau divisi tergantung pada pembagian aset yang akurat di
antara berbagai segmen. Pembagian 'aset umum' yang digunakan untuk 'fungsi umum
perusahaan' sangat sulit (agak tidak mungkin).
6. EVA positif menunjukkan 'penambahan nilai pada modal perusahaan. Penambahan positif
bersih ini bukan merupakan tambahan 'benchmarked'. Pertanyaan mendasar tentang ‘rate
of such absolute growth’ tidak dijawab oleh EVA.

Melihat kekurangan EVA di atas, dapat disimpulkan bahwa EVA merupakan pengukuran yang
tidak terlalu baik untuk apresiasi kekayaan shareholder.
Cost of Capital For An Enterprise
Biaya modal (Cost of Capital) adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk
memperoleh dana baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, dan laba ditahan
untuk mendanai suatu investasi atau operasi perusahaan. Penentuan besarnya biaya modal ini
dimaksudkan untuk mengetahui berapa besarnya biaya riil yang harus dikeluarkan perusahaan
untuk memperoleh dana yang diperlukan. Perhitungan biaya modal sangat penting karena:

 Maksimalisasi nilai perusahaan mengharuskan biaya-biaya (termasuk biaya modal)


diminimumkan
 Keputusan penganggaran modal ( capital budgeting) memerlukan estimasi biaya modal
 Keputusan-keputusan penting lain seperti leasing dan modal kerja juga memerlukan
estimasi biaya modal

Biaya modal dihitung berdasarkan biaya untuk masing-masing sumber dana (biaya modal
individual). Namun, jika perusahan menggunakan beberapa sumber modal maka biaya modal yang
dihitung adalah biaya modal rata-rata tertimbang dari seluruh modal yang digunakan. Biaya modal
rata-rata tertimbang ini disebut dengan ”weight average cost of capital” (WACC).

Konsep biaya modal erat kaitannya dengan konsep tingkat keuntungan yang disyaratkan (required
rate of return) yang dapat dilihat dari 2 sisi yaitu investor & perusahaan Sisi investor, tinggi
rendahnya required rate of return mrupakan tingkat keuntungan (rate of return) yang
mencerminkan tingkat risiko dari aktiva yang dimiliki. Sisi perusahan yang menggunakan dana
(modal), besarnya required rate of return merupakan biaya modal (cost of capital) yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan modal tersebut.

Modal untuk perusahaan adalah dana atau pembiayaan yang digunakan perusahaan untuk
membiayai operasinya dan membeli aset. Sedangkan biaya modal merupakan biaya untuk
memperoleh dana itu. Jika perusahaan ingin membangun pabrik baru, membeli peralatan baru,
mengembangkan produk baru atau meningkatkan teknologi informasi maka ia harus memiliki dana
atau modal. Dalam pengambilan keputusan investasi ini, pemilik usaha atau CEO dan CFO harus
mampu melihat dan memutuskan apakah tingkat return dari investasi ini lebih besar daripada
biayanya. Dengan kata lain, laba yang diproyeksikan harus melebihi biaya yang diperlukan untuk
berinvestasi dalam proyek tersebut.

Anda mungkin juga menyukai