Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM PEMEKRISAAN VISUS MATA

DAN PENDENGARAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

ilmu biomedik dasar

Oleh,

Ferdy Ilham

P2.06.20.1.09.014 / 1A

POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA


Jl. Cilolohan no.35 Kel.Kahuripan, Kec.Tawang, Kota Tasikmalaya,
Jawa Barat 46115
Tlp. 0265 – 340186 – 7035678 Fax. 0265 – 338939
Email : direktorat@poltekkestasikmalaya

2019/2020
I. Judul praktikum
Pemeriksaan visus mata dan pendengaran

II. Tanggal praktikum


Jumat, 20 september 2019

III. Tujuan
 Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan dan perhitungan visus
 Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran

IV. Dasar teori

A. Visus (ketajaman penglihatan) adalah ukuran berapa jauh dan detail suatu benda dapat
tertangkap oleh mata.sehingga visus dapat disebut sebagai fisiologi mata yang paling
penting.ketajaman penglihatan didasarkan pada prinip tentang adanya daya pisah
minimumyaitu jarak yang paling kecil antra 2 garis yang masih mungkin dipisahkan dan
dapat ditangkap sebagai 2 garis. (Muniati dkk.2010)

Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi,seperti pungtum proksimum merupakan


titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas,titik ini merupakan titik
didalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat.pada
emetropia,pungtum remotum terletak didepan mata (ilyas,2004 dalam gita.2009)

Ada 2 macam visus yaitu :

1.visus contraksi/centralis

a.visus centralis jauh :ketajaman penglihatan untuk melihat benda yang jauh letaknya.disini
mata tidak mngatakan akomodasi ,benda sinar sudah dapat jatuh pada reina/fovea centralis

b.visus centralis dekat :ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yng dekat.misal :
membaca,menjahit

Disini , mata berakomodasi supaya bayangan benda yang dilihat jatuh pada retina.

2.visus perifer

Diperiksa dengan perimeter.

Yang penting dari visus perimeter ini adalah luasnya penglihatan.fungsi’’visus perifer
adalah :

-orientasi : kemampuan untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya

-pertahanan tubuh : misalnya kita melihat ular yang menggigit kita,kita melihatnya.
Secara klinik kelainan refraksi adalah akibat kerusakan ada akomodasi visual, entah itu
sebagai akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang
sering dihadapi sehari-hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisma.

a) Miopi

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan
media refraksi terlalu kuat. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat,
sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengeryitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk
mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Miopia tampak
bersifat genetika, tetapi pengalaman penglihatan abnormal seperti kerja dekat berlebihan
dapat mempercepat perkembangannya. Cacat ini dapat dikoreksi dengan kacamata lensa
bikonkaf (lensa cekung), yang membuat sinar cahaya sejajar berdivergensi sedikit sebelum ia
mengenai mata (Ganong, 2002).

b) Hipermetropia

Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang
retina. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan
sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan
yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut
astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama
melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan estropia atau
juling ke dalam (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Cacat ini dapat dikoreksi dengan
menggunakan kacamata lensa cembung, yang membantu kekuatan refraksi mata dalam
memperpendek jarak fokus (Ganong, 2002)

c) Astigmatisma

Kelainan refraksi karena kelengkungan kornea yang tidak teratur disebut astigmatisma. Pada
penderita astigmatisma, sistem optik yang astigmatismatik menimbulkan perbesaran atas satu
objek dalam berbagai arah yang berbeda. Satu titik cahaya yang coba difokuskan, akan
terlihat sebagai satu garis kabur yang panjang. Mata yang astigmatisma memiliki kornea yang
bulat telur, bukannya seperti kornea biasa yang bulat sferik. Kornea yang bulat telur memiliki
lengkung (meridian) yang tidak sama akan memfokus satu titik cahaya atau satu objek pada
dua tempat, jauh dan dekat. Lensa yang digunakan untuk mengatasi astigmatisma adalah
lensa silinder. Tetapi pada umumnya, di samping lensa silinder ini, orang yang astigmatisma
membutuhkan juga lensa sferik plus atau minus yang dipasang sesuai dengan porosnya
(Youngson, 1995 dalam Gita, 2009).

“presbiopi” ini fisiologis.jadi,tidak termasuk anomaly refraksi.pada umur 40 th,daya


presbiopi 1D,setiap tambah lagi 10 th tambah 1D.maksimal 3D karena jarak baca 30cm
(D=1/f meter).
Rumus perhitungan visus =

V = d/D

Keterangan :

V = visus

d = jarak optotype dengan probandus

D = angka disamping deretan huruf pada optotype yang terkecil yang masih bisa dibaca
probandus (Anonim.2016)

B. Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di


lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang
terjadi berselang seling mengenai memberan timpani. Plot gerakan-gerakan ini
sebagai perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu adalah
satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum
disebut gelombang suara(Ganong, 2005).
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang
suara dan nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan
waktu). Semakin besar suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi
frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh faktor –
faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi dan frekuensi
mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada
frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara memiliki pola
berulang, walaupun masing – masing gelombang bersifat kompleks, didengar
sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak berulang menyebabakan
sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari gelombang dan
frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumla getaran harmonik
yang menyebabkan suara memiliki timbre yang khas. Variasi timbre
mempengaruhi suara berbagai alat musik walaupun alat tersebut memberikan
nada yang sama(Ganong, 2005).
Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara
di lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran. Gelombang
diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi gerakangerakan
lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang dalam
cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial
aksidi serat-serat saraf(Ganong, 2005).
Secara umum telinga manusia menjadi tiga bagian yaitu:
1. Telinga bagian luar yaitu daun telinga, lubang telinga dan liang pendengaran
2. Telinga bagian tengah terdiri dari gendang telinga, 3 tulang pendengar (martil,
landasan dan sanggurdi) dan saluran eustachius.
3. Telinga bagian dalam terdiri dari alat keseimbangan tubuh, tiga saluran setengah
lingkaran, tingkap jorong, tingkap bundar dan rumah siput (koklea).
Fisiologi Pendengaran, Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan
gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke
jendela oval. Getaran struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan
limfe yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan
menggerakkan membran reissmer dan menggetarkan cairan limfe dalam
saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfe di dalam saluran tengah
menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan
cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya
membran pada jendela bundar. Getaran dengan frekuensi tertentu akan
menggetarkan selaput-selaput basilar, yang akan menggerakkan sel-sel rambut
ke atas dan ke bawah. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan
ion kalium dan ion Na menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII
yang kemudian meneruskan ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak
melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis(Guyton, 2007)

V. Alat dan Bahan

1.Alat :

 optotype Snellen
 Garpu tala 512 Hz
 pulpen
 buku/kertas catatan
 penggaris

2.bahan :

 probandus ( 1 orang klien)


VI. Cara kerja (Langkah-langkah)

A. Pemeriksaan visus mata

1. siapkan optotype snellen dan probandus


2. probandus duduk pada jarak 6m dari optotype
3. mata probandus diperiksa satu persatu ,mata yang tidak diperiksa ditutup.
4. kemudian pemeriksa menunjuk uruf huruf pada deretan yang paling atas pada
optotype snellen
5. pemeriksa menunjuk huruf huruf pada optotype snellen semakin kebawah,sampai
probandus tidak dapat membaca lagi.
6. catat hasil pemeriksaan visus

B. Pemeriksaan pendengaran

Cara Rinne :

1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga op.
3. Tanyakanlah kepada op apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang
diperiksa, bila demikian op harus segera memberi tanda bila dengungan bunyi itu
menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus op dan kemudian
ujung dari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang
diperiksa itu.
1. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
Positif : Bila op masih mendengar dengungan sacara hantaran aerotimpanal
Negatif : Bila op tidak mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
VII. Data

A. Gambar Tabel Pengamatan Pemeriksaan Visus Mata

Orang Usia Jarak VOS VOD keterangan


No percobaan (th) (d)
1 Ny. 40 6m 20/25 20/20 Normal
Popon 6/7,5 6/6
Keterangan: VOS (Visual Oculus Sinistra)
VOD (Visual Oculus Dextra)

B. Gambar Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran

Cara Rinne
Telinga (Penala Telinga (penala
Orang
digetarkan pada digetarkan lewat
Percobaan
processus mastoideus) udara)
Kanan Kiri Kanan Kiri
(OP) + + + +
Ny.Popon
Keterangan : + = berfungsi normal

VIII. pembahasan

A. Pada praktikum kali ini melakukan tes visus (ketajamn penglihatan) yang berarti
ukuran,berapa jauh,dan detail suatu benda dapat tertangkap oleh mata. (muniati,dkk.2010)

Dalam praktikum in disiapkan 9 probandus dengan usia dan jenis kelamin yang
berbeda,agar data yang dihasilkan bervarian.sehingga dapat membedakan anatra yang normal
dan tidak.faktor dari berkurangnya ketajaman penglihatan itu sendiri antara lain :

Waktu papar,umur/usia seseorang,karena kuat penerangan atau pencahayaan nya serta karena
kelainan refraksi.

Pemeriksaan visus ini dapat dilakukan dengan menggunakan optotype snellen yaitu
sebuah ukuran kuantitatif .suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol simbol yang
berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak jarak yang telah distandarisasi serta
ukuran yang bervariasi.ini adalah pengukuran funsi visual yang tersering digunakan dalam
klinik.
Optotype snellen ini terdiri atas deretan huruf dengan ukuran yang berbeda dan bertingkat
serta disusun dalam baris mendatar.huruf yang teratas adalah yang paling besar dan makin
kebawah semakin kecil.

Pemeriksaan visus ini mula mula probandus diperkenankan untuk duduk dengan jarak 6m
dari optotype snellen.kemudian probandus menutup salah satu matanya yang tidak
diperiksa.karna pemeriksaan ini dilakukan satu persatu mata secara bergantian.pemeriksa
menunjuk deretan huruf huruf pada optotype snellen dari atas sampai kebawah sampai
probandus tidak dapat melihat lagi huruf tersebut.

Probandus harus membaca pada jarak 6m,karena pada jarak ini mata akan melihat benda
dalam keadadn beristirahat dan tanpa akomodasi.dan ada jarak 6m nilah mata normal mampu
menangkap bayangan benda agar jatuh tepat pada retina mata.

Pada praktikum ini probandus visusnya dinyatakan normal. Pada jarak huruf (D) 20-15
probandus dinyatakan normal,tetapi pada jarak huruf (D) dari 25-200 dinyatak miopi.

Cara mengatasi miopi seseorang dapat menggunakan kaca mata lensa cekung (kaca mata
minus)yang akan membantu mendapatkan bayangan jatuh tepat pada retina.

B. Pada praktikum pemeriksaan pendengaran kali ini, kami melakukan percobaan


dengan mengunakan tiga cara yaitu cara rinne. Pada percobaan Rinne, kami menggunakan
penala berfrekuensi 512 Hz. Hal ini membuktikan bahwa pada saat penala yang bergetar
setelah dipukulkan ke telapak tangan lalu ditempelkan di prosesus mastoideus mendapatkan
respon positif yang artinya o.p dapat mendengarkan dengungan secara hantaran aerotimpanal
atau rata antara telinga kanan dan kiri. Tetapi dapat dimaklumi jika ada beberapa o.p yang
kurang jelas dalam mendengarkan dengungan penala.

IX. kesimpulan

Maka,berdasarkan pemerisaan hasil visus menggunakan optype snellen ini,probandus


dinyatakan normal. Berdasarkan pemerikasaan pendengaran menggunakan cara rinne test
probandus dinyatakan normal.

X. Daftar pustaka

Anonim.2016.buku petunjuk praktikum.universitas pekalongan:pekalongan


Edi.S.affandi.2010 dalam buku gita: 2009
Ganong,f.william.2002.buku ajar fisiologi kedokteran.jakarta : ed.20.EGC Jakarta
XI. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai